Anda di halaman 1dari 72

PENGKAJIAN PASIEN

KRITIS
Menurunkan angka mortalitas pasien bedah
tergantung kepada kemampuan untuk
mengenali dan melakukan pertolongan
pertama pasien yang mengalami komplikasi.
(Ghaferi, NEJM 2009)
PERAN PERAWAT DALAM
PERAWATAN KRITIS

• MENGETAHUI RIWAYAT PENYAKIT PASIEN


• DAPAT MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK
• DAPAT MELAKUKAN INTERPRETASI DATA
ATAU PERUBAHAN FISIOLOGIS PASIEN
• MELAKUKAN TERAPI KEPERAWATAN
SECARA BENAR
• MELAKUKAN EVALUASI ATAS HASIL TINDAKAN
TEKNIK PENGKAJIAN
• Head-to-toe assessment dan
Systematic assessment
• Setiap langkah pengkajian diatas berfokus pada
1. History : Riwayat penyakit sebelumnya yang
bisa didapat dari keluarga, tim ambulance,
tenaga medis yang menangani sebelumnya
atau dari dokumentasi perjalanan penyakit
sebelumnya pada rekam medis pasien
2. Physical examination : Inspeksi –Palpasi-
Perkusi dan Auskultasi
3. Observation
Systematic Assessment

• B1 (Breathing) Respiratory and Ventilation

• B2 ( Blood) Circulation

• B3 (Brain) Central Nervous System

• B4 (Bladder) Renal, Fluids n Electrolytes

• B5 (Bowel) Abdomen and Nutrition

• B6 (Bone) Integumen and Musculoskeletal
HISTORY
Riwayat dan wawancara

- Menentukan keluhan utama pasien (contoh:


hemoptisis, dispnea, nyeri dada)
- Temukan unsur-unsur yang berhubungan dengan
masalah pasien yang muncul saat ini, seperti intensitas,
lamanya gejala, dan faktor-faktor penyebab
- Amati petunjuk untuk status kesehatandan emosi
pasien saat wawancara, misal: menagis, marah, atau
mengelak dengan respon
- Tanyakan riwayak keluarga dan sosial seperti kondisi
pekerjaan, diet, pengobatan, riwayat medis sebelumnya.
B1 (Breathing)
Respiratory and Ventilation
Pemeriksaan fisik B1
Inspeksi
• Penampilan fisik dan penggunaan otot bantu napas
– Dinding thoraks Simetris atau tidak
– Adakah retraksi intercostae yang jelas terlihat
– Bentuk tulang sternum ( pigeon, Barell )
– Adanya kifosis, dan atrofi otot
– Ortopnea atau membungkuk ke depan untuk bernapas
– Bibir mengerucut dalam usaha untuk bernapas (penyakit paru
obstruktif)
– Tanda-tanda sianosis pada bibir, kuku, ujung telinga, dan sisi bawah
lidah
– Tanda clubbing finger (berhubungan dengan penyakit paru fibrosis yg
kronis, penyakit jantung kongenital sianotik)
Pemeriksaan fisik B1
• Pola Nafas
– Penggunaan otot nafas tambahan
– Frekuensi (normal= 12-20x/mnt), amplitudo, irama.
– Napas Thoraco - Abdominal
– Nafas cuping hidung( Flare )
Pemeriksaan fisik B1
• Palpasi
- Evaluasi kesimetrisan dinding dada
- Periksa tanda-tanda tenderness (nyeri tekan), adanya massa
- Periksa krepitus menunjukkan emfisema subkutis
- Periksa trakea mengalami deviasi atau tidak
- Periksa fremitus taktil atau fremitul vokal

hilangnya fremitus menunjukkan adanya kelebihan udara
pada paru, adanya emfisema, efusi pleura, edema paru dan
obstruksi bronkial
(pneumonia,
Meningkatnya fremitus menunjukkan adanya konsolidasi paru
tumor, atau fibrosis)
Pemeriksaan fisik B1
• Perkusi
 Sonor ( suara normal diseluruh lapang paru)
 Redup. Adanya konsolidasi paru( pemadatan ) tumor,
atelektasis, cairan.
 Hypersonor. Suara lebih keras dibandingkan dengan sonor ( adanya
udara dalam paru ) : pneumothorak, Emphysema
Pemeriksaan fisik B1
• Auskultasi

 Suara napas
• Vesikuler : suara normal terutama saat inspirasi
• Bronchial : suara normal tergantung lokasi ( trachea suara ekspirasi
lebih panjang ) abnormal bila ada di selain trachea.
• Bronchovesikuler : Normal di lokasi bronchus utama dekat
sternum. Abnormal selain dibronchus utama adanya konsolidasi.
• Suara napas tambahan : rales, ronchi, wheezing, stridor
SUARA NAFAS TAMBAHAN
• Rales : cairan yang terperangkap pada saluran pernapasan yang
sempit atau kecil saat inspirasi dan ekspirasi (pneumonia, bronkitis,
COPD)
• Ronchi atau grugles: sputum yang menumpuk pada saluran
pernapasan yang lebih besar, seperti pada bronchus (aspirasi,
pneumonia)
• Wheezing adanya udara yang melalui saluran sempit biasanya saat
ekspirasi (asma, edema laring, bronkokonstriksi)

• Stridor, seperti suara ngorok yang terdengar terus menerus
obstruksi parsial saluran napas pada trakhea atau laring, jika
ditandai dengan sesak napas yang memburuk dapat
mengindikasikan sumbatan saluran napas komplet akan segera
terjadi.
Pengkajian hasil diagnostik
kolaboratif (B1)

• Rontgen dada utk mendapatkan data adanya
gangguan pernapasan, infiltrasi, gambaran paru-paru
abnormal dan mengevaluasi pemasangan ETT, WSD atau
kateter arteri pulmonalis
• Kultur sputum dan sensivitas

• Bronkoskopi utk menginpeksi langsung saluran napas, biopsi,
kultur, dan menghilangkan sumbatan mukus
• Biopsi paru
• Torakosentesis
• Gas darah arteri (BGA)
Pengkajian alat penghantar
oksigen yang digunakan (B1)
• Nasal kanul
• Masker sederhana
• Masker Venturi
• Rebreather parsial Mask
• Non Rebrether Mask
• Jackson Rees
• Ventilasi mekanis
Pengkajian Pasien dengan Resiko
Tinggi untuk MV
Masalah Definisi Masalah Diagnosa medis
Gagal difusi Udara masuk ke paru namun Pneumonia
tidak sampai ke alveolus ARDS
Edema paru
Gagal Ventilasi Udara tidak dpat masuk ke Asma
dalam paru karena gangguan Bronkospasme
usaha dari neuromuskular Cedera spinal
atau ada masalah di sal.napas Edema laring
atas Trauma bronkotrakeal
Penyakit neuromuskular
Terjadi aspirasi atau gagal Ketidakmampuan utk batuk Pneumonia aspirasi
untuk mengeluarkan efektif dan membersihkan Overdosis obat
sekret hasil sekresi Penyakit neuromuskular

Operasi besar Ketidakmampuan dalam Bedah jantung, explorasi laparatomi,


mempertahankan kadar op.kepala dan leher
oksigen pada organ-organ vital
lainnya
Pengkajian Pasien dengan MV
• Lakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi sistem pernapasan
• Kaji interkasi atau respon pasien dengan setting ventilator
yang diberikan
• Kaji ETT dan Tracheal tube dari kebuntuan, Ukuran, posisi, stabilitasnya.
• Kaji ukuran tekanan balon pengunci ETT dan Tracheostomy
• Kaji fungsi Thorak drain, catat lokasi, jumlah dan type
drainage, fluktuasi, buble , emphysema subkutis.
• Amati karakteristik batuk Px.
• Observasi warna, jumlah, consistensi dan bau sputum.
• Kaji deviasi trakhea (tension pnumothorax sebagai
komplikasi penggunaan MV)
Pengkajian obat-obatan pernapasan pada pasien
dengan MV
 
• Morfin sulfat opioid kuat depresi napas
dan menyebabkan pelepasan histamin
(vasodilatasi dan hipotensi)

• Fentanil analgesik

• Propofol sedasi
• Obat-obatan relaxan
(atracurium,vecuronium, pancuronium)

• Benzodiazepin anti ansietas (lorazepam,
midazolam,diazepam)
Kondisi Pernapasan yang
membutuhkan perawatan
kritis
1. Gagal napas akut
2. Pneumonia
3. Status asmatikus
4. Acute Lung Injury
5. Acute Respiratory Distress Syndrome
6. Pneumothoraks
7. Bedah paru
8. Ca Paru
B2 ( Blood)
Circulation
Pemeriksaan Fisik B2
• Inspeksi
– Kaji BB px (obesitas atau tidak)
– Ekspresi wajah cemas atau menahan nyeri

– Kaji warna kulit pucat atau sianosis, kondisi kulit kering,
bersisik, pecah-pecah, turgor lemah, tidak ada rambut
mengindikasikan sirkulasi perifer yg buruk
– Kaji adanya alat pacu jantung implan pada dinding dada, catat type,
lokasi dan settingnya.

– Kaji pulsasi abnormal pada vena jugularis eksterna menunjukkan adanya
gagal jantung kanan
– Kaji Letak Ictus kodis
– Kaji lokasi IV line perifer / sentral, macam cairan, tetesan.
Pemeriksaan fisik B2
• Palpasi
– Kaji turgor kulit
– Kaji akral
– Kaji pitting edema (1+ sampai +4),
1+ kedalamannya 1-3 mm
2+ Kedalamannya 3-5 mm
3+ kedalamannya 5-7 mm
4+ kedalamannya > 7 mm
bila ada edema kulit terlihat mengkilat dan tegang
– Kaji CRT (<2 detik)
– Palpasi nadi perifer catat irama, isi, kecepatan.
– Palpasi Letak Ictus cordiis
Pemeriksaan fisik B2
• Perkusi
-

• Auskultasi :
– Auskultasi bunyi jantung normal / abnormal
• Aorta : ICS II Kanan
• Pulmoner : ICS II kiri.
• Trikuspid : ICS V kiri dekat sternum.
• Mitral : ICS V kiri mid Clavicula.
Pemeriksaan fisik B2
– Dengan menggunakan diafragma stetoscope
• S1 : “Lub”, Penutupan trikuspid dan mitral, pada siklus sistole
• S2 : “dub”, Penutupan katup aorta dan pulmoner. Pada siklus
diastole
• Suara abnormal Jantung

S3 dan S4 atau “gallop” terdengar selama takikardia yang menunujukkan
kegagalan ventrikel
 
Suara murmur Suara perpanjangan tambahan yang terjadi selama sistol
dan diastole, suara ini terdengar keras diatas katup yang mengalami gangguan
 
Gesekan friksi perikardial terdengar pada titik Erb (ICS 3, sebelah kiri sternum)
 
menunujukkan perdarahan pada kantong perikard cek terapi antikoagulan
  
Suara Bruit Suara vaskular ekstrakardiak yang nyaring dan mendesis

menunujukkan adanya stenosis atau aneurisma pada arteri karotis, AV shunt
Pengkajian hemodinamik (B2)
• Heart Rate
• Blood Pressure
• Suhu
• CVP
• Perfusi perifer, denyut nadi dan oedema perifer
yang bisa terjadi pada punggung belakan dan
sacrum akibat dari posisi supine terlalu lama.
• Monitoring pemberian teapi cairan pada pasien
sepsis
• Observasi central venous oxygen saturation (ScVo2)
untuk memberikn arahan pemberian cairan dan obat
- obat inotropik/vassopresor kepada pasien. normal
ScVO2 adalah ≥ 70% atau 65%
Faktor yang mempengaruhi Stroke
Volume
1. Preload :Kemampuan otot jantung untuk
meregang pada akhir diastole, yang
ditentukan oleh jumlah volume darah dan
tekanan darah yang kembali ke jantung
2. Kontraktilitas ; Kemampuan otot
jantung untuk memendek (kontraksi)
3. Afterload ; kekuatan ventrikel kiri
untuk memompa darah ke aorta
Pengkajian hasil diagnostik
dan Laboratorium (B2)
• BGA
• Rontgen dada
• EKG
• Ekokardiogram

• PAC (Pulmonary Artery Catheter) untuk mengukur tekanan atrium
kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, baji kapiler paru, saturasi
oksigen
• CVC (Central Venous Catheter)
• Serum elektroli (N, K, Ca),
• Hematologi
• Marker jantung
• Level kolesterol
B3 (Brain)
Central Nervous System
Pemeriksaan fisik B3
1. Evaluasi GCS pada pasien cedera kepala (Sedasi lebih baik di stop dulu
sebelum menilai GCS)
2. Pemerikasaan saraf perifer dan cranial dilakukan secara menyeluruh apabila
pasien terdapat kerusakan pada sistem tersebut misalnya pada pasien
serebral abses atau pasien GBS.
3. Pengkajian pada pasien yang mendapatkan sedasi dapat menggunakan
Richmond Agitation Sedation Scale (RASS) untuk menilai seberapa dalam
efek sedasi pada pasien
4. Pengkajian nyeri pada pasien dengan ventilasi mekanik dapat menggunakan
instrumen Criticall Ill Pain Observation Tools (CPOT) atau Behaviour Pain
Scale (BPS)
5. Pada pasien dengan resiko tinggi gangguan pada tekanan intrakranial,
• monitoring nilai CPP (Ceebral Perfusion Pressure) dan ICP, monitoring proses
ventilasi pasien meliputi pola napas dan nilai PaCo2 atau PaO2 pada hasil
BGA pasien
• Monitoring suhu
• Monitoring kadar glukosa darah
• Monitoring diilatasi pupil
• Dan monitoring pemberian obatsedasi, diuretic osmotic serta obat anti kejang
Cara atau Prosedur menilai RASS
1. Observasi pasien
-pasien sadar/waspada, gelisah atau agitasi (0 sampai +4)
2. Jika tidak sadar/waspada, panggil napa pasien dan katakan
untuk membuka mata dan melihat ke pemanggil
Pasien terbangun dengan membuka mata dan ada kontak mata (-
1) pasien bangun, membuka mata, ada kontak mata tapi tidak
berkelanjutan/< 10 detik (-2)
pasien berespon terhadap suara dengan gerakan, tapi tidak
ada kontak mata
3. Jika pasien tidak merespon suara, rangsangan fisik (pada bahu
dan sternum)
-pasien bergerak diberi stimulasi fisik (-4)
-pasien tidak merespon terhadap rangsangan apapun (-5)
Pemeriksaan fisik (B3)
• Fungsi motorik tiap-tiap ekstremitas
– Kekuatan normal (5)
– Dapat mengatasi tahan gravitasi (4)
– Tidak dapat mengatasi tahanan garvitasi (3)
– Hanya dapat menggerakkan otot – otot (2)
– Tidak ada respon terhadap stimulus (1)

• Respon motorik abnormal terhadap stimulus


• Evaluasi Pupil :
– Bentuk dan ukuran ( Isocore / anisocore )
– Reflek cahaya + / - , ( cepat, lambat, tak bereaksi )
• Gerakan bola mata
• Evaluasi reflek dasar protektif :
– Reflek trigeminal kornea ( reflek berkedip )
– Reflek menelan ( Glosopharingeal )
• Reflek kejang.
Untuk mengetahui fungsi batang otak

• Tes reflek okulosefalik atau gerakan


mata boneka
• Tes refleks okulovestibular atau tes
kalori dingin
– Kaji tentang luka operasi, drain, tekanan
ICP,jumlah produksi Cairan cerebrospinal traksi,
Otorrhe, rhinorrea ( Jangan Pasang NGT /
suction lewat hidung )
– Kaji tentang alat – alat yang digunakan untuk
traksi. ( Cervical coller, Glison traksi, Skeletal
traksi, Halo traksi )
– Kaji tentang vital sign yang terkait
dengan penurunan status neorologis .
• Respirasi ( Rate, kedalaman, ritmenya )
• Heart Rate ( Bradikardi Pada ICP meningkat )
• Tekanan darah ( ICP meningkat )
• Temperatur ( Hypertermia kerusakan
pada Hypotalamus )
• Kaji status nyeri pasien dengan pendekatan PQRST

• P (provocate) penyebab timbulnya nyeri menjadi lebih
ringan atau semakin berat.

• Q (Quality) gambaran nyeri, seperti diiris, ditusuk,
benturan benda tumpul, ditekan, terbakar

• R (Radiates) lokasi nyeri menyebar atau terlokalisir

• S (Severity) seberapa parah nyerinya dari skala 0-10

• T (Time) waktu atau lamanya terjadi nyeri, terus
menerus atau hilang timbul.
Behavioral Pain Scale (BPS)
Peyen, 2001
• Penggunaan indikator tingkah laku dan fisiologis untuk menilai
nyeri pasien dewasa yang tidak responsive atau tidak
komunikatif yaitu pasien dewasa yang menggunakan
ventilator dan mendapat sedasi dan atau analgesia
• BPS terdiri dari 3 penilaian :
1. Ekspresi wajah
2. Pergerakan ekstremitas
3. Komplain dengan mesin ventilator

• Setiap sub penilaian diberikan skor dari 1 (tidak ada respon) hingga

4 (respon penuh) range skore 3 (tidak ada nyeri) sampai 12 (nyeri
mkasimal)
Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) –
Gelinas, 2006

• instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis yang


tidak dapat berkomunikasi secara verbal

• Instrumen pengkajian nyeri tersebut terdiri dari 4


item penilaian:
1. ekspresi wajah,
2. pergerakan badan,
3. tegangan otot dan
4. penyesuaian dengan ventilator untuk pasien terintubasi dan pasien yang tidak terintubasi.
Indikator Kondisi Skor
Ekspresi wajah Rileks 0
Kaku 1
Meringis 2
Gerakan tubuh Tidak ada gerakan abnormal 0
Lokalisasi nyeri 1
Gelisah 2
Aktivasi alarm Pasien kooperatif terhadap kerja ventilator 0
ventilator mekanik mekanik
(Pasien terintubasi) Alarm aktif tapi mati sendiri 1
Alarm selalu aktif 2
atau
Berbicara dalam nada normal atau tidak ada 0
Berbicara suara
(jika pasien telah Mendesah, mengeran 1
diekstubasi) Menangis 2
Ketegangan otot Tidak ada ketegangan otot 0
Tegang, kaku 1
Sangat tegang atau kaku 2
Total
Keterangan skor CPOT:

–Skor 0: tidak nyeri


–Skor 1-3 : nyeri ringan
–Skor 4-6 : nyeri sedang
–Skor 7-10 : nyeri berat
Langkah menggunakan CPOT
1. Pasien sebaiknya dilakukan observasi pada saat istirahat untuk mengetahui
nilai baseline dari CPOT
2. Kemudian pasien dilakukan observasi selama prosedur nosiseptive (misal:
saat memiringkan pasien, rawat luka) untuk mengetahui perubahan perilaku
dari pasien
3. Pasien sebaiknya dievaluasi sebelum dan saat periode puncak dari pemberian
analgesia untuk mengetahui apakah treatment yang diberikan efektif
mengurangi nyeri atau tidak.
4. Dalam penilaian skala CPOT, pemberian akhir penilaian adalah skor
paling tertinggi yang di dapat saat observasi
5. Pasien sebaiknya dilakukan penilaian pada setiap subpenilaian dan
penilain ketegangan otot pada saat istirahat dilakukan di akhir penilaian
karena pemberian rangsangan pada skor ketegangan otot saatpasien
istirahat akan menimbulkan reaksi perilaku.

Gelinas, C (2010). Nurses’Evaluation of the Feasibility and the Clinical Utility of the
Critical-Care Plan Observation Tool. Pain Management Nursing, 11(2), 115-125.
B4 (Bladder)
Renal, Fluids and Electrolytes
Pemeriksaan fisik (B4)
• Inspeksi :

Jenis kateter yang digunakan, warna dan konsistensi urin
 
Kondisi genetalia eksterna (adanya lesi dan inflamasi) Observasi
kebersihan urinary chateter
• Auskultasi : -
• Perkusi : -
• Palpasi : adanya massa, distensi kandung kemih.
• Key point:
1. Observasi urine output tiap jam
2. Observasi Fungsi renal dan serum elektrolit trend
3. Dokumentasi pemberian cairan setiap harinya dan
balance cairan kumulatif
B5 (Bowel)
Abdomen and Nutrition
• Inspeksi :
Ukuran, bentuk, kesimetrisan dan catat jika
ada massa/acites.
• Auskultasi :
Tiap – tiap quadran abdomen kaji frequensi bising usus ( - )
Paralytic, Peritonitis ), (+)↑ Bising Usus ( diarhea, Obstruktif).
• Perkusi :
Tympani ( adanya udara ), dullnes (adanya organ padat ).
• Palpasi :
 Supel, adanya massa, distensi Abdomen.
 Kaji NGT letak posisinya, patensinya, Jumlah produknya, warna.
 Kaji diitnya dan toleransinya.
– Kaji BAB dan karakteristiknya.
– Kaji Produksi drain abdomen jumlah dan karakteristiknya.
– Kaji Luka Operasi dan drainnya.
– Kaji status nutrisinya, kebutuhan kalori setiap hari dan
catat program nutrisi yang diberikan apakah sudah sesuai
dengan kuebutuhan atau tidak
B6 (Bone)
Integumen and Musculoskeletal
• INSPEKSI
– Kaji area kulit, warna, tanda – tanda inflamasi,
lesi, turgor, temperatur, edema, luka.
– Kaji semua bagian yang dapat menyebabkan
decubitus ( sacrum scapula ,occiput,
trochanter, Sias, siku ).
– Evaluasi ekternal fiksasi , alatnya dan
infeksi diantara tempat tusukan pin.
– Kaji traksi posisinya, jumlah dan berat beban.
PALPASI
• Kaji adanya deformitas, kripitasi, nyeri
gerak, asimetris,luka terbuka.
• Kaji tentang fungsi gerak dan Range of motion.
The FASTHUG assesment
Salah satu pengkajian yang sederhana dan
biasa digunakan serta mencakup banyak aspek
penting pada perawatan di ICU, yang juga dapat
menurunkan insiden VAP, DVT, stress ulcer dan
malnutrisi. (Vincent, 2005)

FASTHUGBID (Vincent, 2009)


FASTHUG
F Feeding Mengkaji status dan kebutuhan nutrisi pasien
A Analgesia Mengkaji respon nyeri pasien dan pemberian pain relief yang
diberikan harus dicatat,-CPOT
S Sedation Mengkaji pemberian sedasi kepada pasien. Daily sedation
breaks dapat dipertimbangkan-RASS
T Trombo-embolic Trombo-embolic dapat terjadi antara 13-31% pasien yang tidak
prophilaxis mendapat profilaksis, dan angka kejadian meningkat pada asien
tauma.
Semua pasien sebenarnya dianjurkan utuk mendapatkan terapi
heparin kecuali pasien dengan kontraindikasi tehadap heparin
dengan tujuan meminimalkan terjadinya DVT
Mechanical trombo propylaxis : stoking kompresi
H Head up Head up 30 – 45 ◦ bertujuan untuk mengurangi
gastroeshophageal reflux dan insiden VAP
U Ulcer prophilaxis Mengkaji pemberian ulcer prophilaxis pada pasien dengan alat
bantu ventilasi
G Glucose control acute ilness menyebabkan kondisi strees dan mengakibatkan
kondisi hyerglikemia. Mempertankan level glukosa ≤ 150 mg/dl
BID
B Bowel movement Mengkaji fungsi pencernaan
(Normal/absent/hyper-peritaltic, delay
parenteral nutition
I Indwelling catheter removal CAUTI Prevention (Mencegah pemasangan
kateter yang bukan indikasi, perawtan kateter,
segera melepas kateter, mencegah penggantian
kateter). Te Central Line Preventon Bundle (
Hand Hygiene, APD, antiseptic chlorhexidine,
menghindari pemasanan pada femoral,
observasi setiap harii)
D Descalation of antibiotic Kultur-terapi empiris-mengkji ulang setelah 24-
48 jam, terdokumentasi dengan baik,
rekomendasi penggunaan hanya 7 hari, keual
tanda dan gejala tetap ada
Diagnosa Keperawatan
• Respirasi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Gangguan penyapihan ventlator
3. Gangguan pertukaran gas
4. Gangguan ventilasi spontan
5. Pola napas tidak efektif
• Sirkulasi
1. Penurunan curah jantung
2. Resiko penurunan curah jantung
3. Resiko perdarahan
4. Resiko perfui serebral tidak efektif
• Nutrisi dan Cairan
1. Resiko/Defisit nutrisi
2. Diare
3. Resiko/Disfungsi mmotilitas gastrointestinal
4. Hipervolemia
5. Hipovolemia
6. Resiko/Ketidakstabilan kadar gluosa darah
7. Resiko ketidaseimbangan cairan /elektrolit
8. Resiko syok
• Eliminasi
1. Gangguan eliminasi urin
2. Konstipasi
3. Inkontinensia fekal
• Aktivitas dan Istirahat
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Intoleransi aktivitas
• Neurosensor
• Nyeri dn enyamanan
• Kebersihan diri
• Keamanan dan proteksi diri
• Neurosensori
1. Gangguan menelan
2. Penurunan kapsitas adaptif intrakranial
3. Rresiko / konfusi akut
• Nyeri dan kenyamanan
1. Nyeri akut
• Kebersihan diri
.1. defisit perawatan diri
• Keamanan dan proteksi diri
1. Gangguan integritas kulit / jaringan
2. Hipertermia
3. Hipotermia
4. Reiko jath
5. Resiko infeksi
TERIMA KASIH
SELAMAT BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai