Anda di halaman 1dari 14

MENCIPTAKAN NILAI, KEPUASAN DAN LOYALITAS

PELANGGAN

MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN

NICHOLAS RENALDO
1311006

STIE PELITA INDONESIA


PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ MENCIPTAKAN
NILAI, KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN ” sebagai salah satu tugas untuk
menyelesaikan mata kuliah Manajemen Pemasaran STIE Pelita Indonesia Tahun Pengajaran
2013/2014.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis dengan hati terbuka mengharapkan saran-saran dan kritikan-kritikan
yang membangun (konstruktif) demi kesempurnaan tugas akhir di masa yang akan datang.
Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan
dan bantuan, seperti Bu Yanti Mayasari, S.Sos, M.Sc, dan teman-teman lainnya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal kepada Bapak, Ibu,
Kakak, Adik dan seluruh rekan-rekan sekalian.
Akhir kata Penulis mengharapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang memerlukannya.

Pekanbaru, 15 September 2014


Hormat Saya,

NICHOLAS RENALDO
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Para manajer yang yakin bahwa pelanggan adalah satu-satunya pusat laba sejati bagi
perusahaan, memikirkan bagan organisasi tradisional sebuah piramida dengan presiden di
puncak, manajemen di tengah, serta petugas garis depan dan pelanggan di bawah.
Perusahaan yang mengutamakan pemasaran membalik bagan itu. Di puncak ada
pelanggan, berikutnya ada petugas garis depan yang menjumpai, melayani dan memuaskan
pelanggan, di bawah mereka ada manajer menengah yang tugasnya adalah mendukung orang-
orang garis depan sehingga mereka dapat melayani pelanggan dengan baik dan di dasar ada
manajemen puncak yang tugasnya adalah mempekerjakan dan mendukung para manajer
menengah. Pelanggan ditambahkan di sepanjang sisi untuk menunjukkan bahwa semua
manajer perusahaan harus dilibatkan secara pribadi dalam mengenal, menemui dan melayani
pelanggan.
Di zaman yang modern ini, dibutuhkan pengetahuan yang luas untuk memenuhi
kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk mengangkat topik “
MENCIPTAKAN NILAI, KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN “ dimana
Penulis akan menjelaskan bagaimana strategi yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah
sesuai dengan topic yang Penulis angkat.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis dapat merumuskan beberapa masalah
diantaranya seperti :
1. Apa itu nilai ?
2. Apa itu kepuasan dan bagaimana menciptakan kepuasan pelanggan ?
3. Apa itu loyalitas dan apa saja jenis-jenis loyalitas pelanggan ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah :
A. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu nilai
2. Untuk mengetahui apa itu kepuasan dan bagaimana meniptakan kepuasan pelanggan.
3. Untuk mengetahui apa itu loyalitas dan jenis-jenis loyalitas pelanggan.

1.4 Sistematika Penulisan


Dalam penulisan tugas akhir ini, Penulis akan menjelaskan sistematika penulisan secara
sistematis dan berurutan agar lebih mudah dimengerti oleh Pembaca. Sistematika penulisan
ini merupakan rangkaian dari keseluruhan isi setiap bab. Tugas akhir ini terdiri dari tiga bab
yang terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penulisan serta Sistematika Penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN MASALAH
Bab ini terdiri dari Pembahasan Masalah sesuai dengan judul yang telah
diambil.
BAB III : PENUTUP
Bab terakhir ini berisi Kesimpulan dan Saran.
BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

Kepuasan pelanggan, kualitas layanan dan loyalitas pelanggan merupakan tiga elemen
kunci yang menentukan kesuksesan implementasi konsep pemasaran. Ketiga aspek ini telah
menjadi bagian dari kredo organisasi baik organisasi laba maupun nirlaba. Upaya mengukur
dan mengelola ketiga elemen ini terus-menerus dikembangkan.
Nilai pelanggan adalah nilai manfaat yang diberikan kepada pelanggan berdasarkan
kebutuhan dan keinginan pelanggan untuk memenuhi manfaat ekonomis, fungsional, dan
psikologisnya secara terus-menerus berdasarkan pemasaran hubungan yang dibangun antara
pelanggan dan pemasar.
Nilai yang dipikirkan pelanggan didasarkan pada perbedaan antara apa yang
didapatkan pelanggan dan apa yang diberikannya untuk berbagai kemungkinan pilihan.
Pelanggan mendapatkan manfaat dan mengandaikan biaya. Pemasar dapat meningkatkan
nilai tawaran pelanggan dengan kombinasi menaikkan manfaat fungsional atau emosional
dan/atau mengurangi satu atau lebih berbagai jenis biaya.

KEPUASAN PELANGGAN
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang
diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja
memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau
senang.
Peningkatan kepuasan pelanggan berpotensi mengarah pada pertumbuhan penjualan
jangka panjang dan jangka pendek serta pangsa pasar sebagai hasil pembelian ulang.
Sementara itu, ketidakpuasan pelanggan memunculkan sejumlah risiko, seperti boikot atau
protes dari lembaga konsumen, intervensi pemerintah, reaksi pesaing dan masuknya produk
substitusi baru ke pasar. Ketidakpuasan pelanggan sesungguhnya dapat membantu
perusahaan mengidentifikasi aspek-aspek yang menjadi kelemahan produk atau jasanya yang
tidak mampu memenuhi standar konsumen dan pemerintah.
Berikut ini adalah teori-teori yang membahas mengenai kepuasan pelanggan.
1. Cognitive Dissonance Theory
Teori ini dikemukakan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Teori berbasis psikologi ini
berfokus pasa keselarasan antara dua elemen kognitif. Jika salah satu elemen tidak sesuai
dengan elemen lainnya, keduan elemen tersebut berada dalam situasi dissonance. Dalam
kondisi ini, psychological discomfort bakal memotivasi seseorang untuk menekan atau
mengurangi dissonance dan mewujudkan consonance melalui sejumlah cara seperti :
a. Mengubah salah satu diantara kedua elemen bersangkutan
b. Mengurangi derajat kepentingan elemen-elemen kognitif tersebut
c. Menambah elemen kognitif baru yang dapat selaras dengan elemen yang sudah ada
d. Mengubah relevansi elemen kognitif dari yang semula relevan menjadi tidak relevan
2. Contrast Theory
Prediksi reaksi konsumen berdasarkan teori kontras justru berkebalikan dengan teori
cognitive dissonance. Konsumen justru akan memperbesar perbedaan antara ekspektasi
dan kinerja produk/jasa. Apabila kinerja produk melampaui ekspektasi, konsumen akan
puas, juga sebaliknya. Hal ini menyiratkan bahwa konsumen sangat sensitif terhadap
ekspektasi yang tidak terpenuhi dan dapat berekasi secara berlebihan.
3. Assimilation-Contrast Theory
Menurut teori ini, konsumen mungkin menerima penyimpangan dari ekspektasinya
dalam batas tertentu. Apabila produk atau jasa yang dibeli dan dikonsumsi tidak terlalu
berbeda dengan apa yang diharapkan pelanggan, maka kinerja produk/jasa bersangkutan
akan dievaluasi secara positif. Akan tetapi jika kinerja produk/jasa melampaui zona
penerimaan konsumen, maka perbedaan yang ada akan dikontraskan sedemikian rupa
sehingga akan tampak lebih besar dari sesungguhnya.
4. Adaptation-Level Theory
Menurut teori ini, individu hanya akan mempersepsikan stimuli berdasarkan standar
yang diadaptasinya. Standar tersebut bergantung pada persepsinya terhadap stimulus,
konteks serta karakteristik psikologis dan fisiologis organisme. Apabila sudah terbentuk,
tingkat adaptasi tersebut akan menentukan evaluasi berikutnya dan memastikan bahwa
setiap penyimpangan positif dan negatif bakal tetap berada dalam rentang posisi orisinal
individu bersangkutan.
5. Opponent-Process Theory
Teori ini berusaha menjelaskan mengapa pengalaman konsumen yang pada mulanya
sangat memuaskan cenderung dievaluasi kurang memuaskan pada kejadian atau
kesempatan berikutnya. Dasar pemikirannya adalah pandangan bahwa organisme akan
beradaptasi dengan stimuli di lingkungannya, sehingga stimuli berkurang intesitasnya
sepanjang waktu.
6. Equity Theory
Dikenal dengan nama keadilan distributif berusaha mengoperasionalisasikan prinsip
utama pertukaran, keuntungan yang didapatkan seseorang dari pertukaran dengan orang
lain harus proporsional dengan investasinya.
7. Consumer Surplus
Konsumen rasional akan mengalokasikan sumber daya langkanya sedemikian rupa
sehingga rasio antara utilitas marjinal dan harga produk akan sama. Jadi, utilitas total
yang didapatkannya dari semua produk akan maksimum. Jika ada perubahan harga
produk, sumber dayanya harus dialokasikan ulang dalam rangka mencapai ekuilibrium
baru.
8. Utility Theory
Teori ini berfokus pada cara konsumen memilih dan membuat keputusan berdasarkan
preferensi dan penilaiannya terhadap nilai. Unsur pokok teori ini adalah hubungan antara
preferensi dan indiferensi individu terhadap serangkaian alternatif berdasarkan sejumlah
asumsi seperti :
a. Connectivity. Semua alternatif saling terkait sehubungan dengan relasi antara
preferensi dan indiferensi.
b. Consistency. Relasi preferensi antara dua alternatif tidak bisa diubah pada titik
waktu tertentu.
c. Transitivity. Apabila ada tiga alternatif yang dipertimbangkan dan jika ada
konsumen lebih menyukai pilihan pertama daripada kedua dan pilihan kedua lebih
baik dari pilihan ketiga, maka pilihan pertama akan lebih bagus daripada pilihan
ketiga.
9. Alienation
Pada umumnya, konsep ini dapat diidentifikasikan ke dalam empat bentuk :
a. Powerlessness. Individu meyakini bahwa tindakannya sendiri tidak dapat
memengaruhi atau menentukan hasil akhir.
b. Meaninglessness. Ekspektasi rendah atau harapan kecil bahwa prediksi hasil
perilaku masa datang dapat dilakukan secara akurat.
c. Normlessness. Tipe Purposelessness mencerminkan keadaan nilai-nilai yang dapat
memberikan panduan, arahan atau pegangan hidup serta ketiadaaan nilai-nilai
intrinsik dan sosial. Tipe Conflict-of-norms adalah kesulitan yang dihadapi
seseorang karena adanya norma-norma yang saling bertentangan dalam
kepribadiannya.
d. Isolation. Merupakan perasaan terpisah atau terabaikan dari kelompok. Isolasi dapat
menimbulkan berbagai perilaku, seperti rendahnya isolasi sosial, mobilitas spasial,
persentase pemilih yang lebih kecil dalam voting, tingkat pengangguran yang lebih
besar dan tingginya tingkat perputaran kerja.
10. Communication-Effect Theory
Teori ini menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan pelanggan merupakan hasil dari
respon konsumen terhadap perubahan komunikasi, namun bukan hasil evaluasi kognitif
atau afektif terhadap produk atau jasa.
Dalam memuaskan pelanggan, ada beberapa strategi yang dapat digunakan seperti :
1. Strategi manajemen ekspektasi pelanggan. Berusaha mengedukasi pelanggan agar
mereka bisa benar-benar memahami peran, hak dan kewajibannya berkenaan dengan
produk/jasa. Beberapa perusahaan menerapkan kiat “under promise, over delivery” agar
kinerja dapat melebihi ekspektasi pelanggan.
2. Relationship marketing. Menjalin relasi positif jangka panjang yang saling
menguntungkan dengan stakeholder utama perusahaan.
3. Aftermarketing. Orientasi pada pelanggan saat ini sebagai cara yang lebih cost-effective
untuk membangun bisnis yang menguntungkan. Perusahaan siap mendengarkan dan siap
mengubah prosedur operasi atau produk/jasa dalam rangka memuaskan mereka secara
efektif.
4. Strategi retensi pelanggan. Meningkatkan retensi pelanggan melalui pemahaman atas
faktor-faktor yang menyebabkan pelanggan beralih pemasok. Seperti beralih pemasok
karena mengejar harga lebih murah, mendapat layanan bagus di tempat lain dan beralih
karena tekanan politik
5. Superior customer service. Menawarkan layanan yang lebih baik dibandingkan para
pesaing. Seperti menawarkan garansi, pelatihan cara penggunaan produk dan reparasi
komponen yang rusak.
6. Technology infusion strategy. Memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk
meningkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter pelanggan, baik dalam hal
customization dan fleksibilitas.
7. Strategi penanganan komplain. Mengandalkan empat aspek penting yaitu empati,
kecepatan dalam penanganan keluhan, keadilan dalam memecahkan permasalahan atau
komplain dan kemudahan bagi konsumen untuk mengontak perusahaan.
8. Strategi pemulihan layanan. Menangani setiap masalah dan belajar dari kegagalan
produk/layanan, serta melakukan perbaikan demi penyempurnaan layanan organisasi.
Dalam memenuhi kepuasan pelanggan, ada juga beberapa tantangan dalam
melaksanakannya seperti :
1. Ekspektasi pelanggan bersifat dinamis dan dibentuk oleh banyak faktor, diantaranya
pengalaman berbelanja di masa lalu, opini teman dan kerabat, serta informasi dan
promosi perusahaan maupun para pesaing.
2. Tidak semua pelanggan sama nilainya, karena itu dibutuhkan segmentasi strategik yang
memfasilitasi pemilihan segmen khusus untuk keperluan relationship marketing jangka
panjang.
3. Strategi membeli loyalitas pelanggan kadang kala justru dapat merugikan perusahaan,
apalagi bila yang didasar adalah switchable customers. Kelompok ini suka beralih
pemasok demi mencari tawaran terbaik.
4. Pemanfaatan teknologi untuk menggantikan, melengkapi dan atau menambah layanan
perusahaan menghadapi kendala berupa isu privasi, confidentiality, tingkat melek
teknologi, tingkat akses teknologi dan biaya akses teknologi.
5. Masih tingginya tingkat keengganan pelanggan tidak puas untuk melakukan komplain.
Ini dapat disebabkan oleh faktor budaya, kurangnya pengetahuan dan pengalaman
konsumen dalam menyampaikan komplain, kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi,
nilai produk atau jasa yang dibeli relatif kecil dan rendahnya peluang keberhasilan dalam
melakukan komplain.
6. Secara konseptual, kepuasan hanyalah salah satu dari sekian banyak macam emosi yang
mewarnai pengalaman hidup kita sehari-hari. Walaupun kepuasan tetap penting, itu saja
belumlah cukup untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai pengalaman pelanggan.

KUALITAS LAYANAN
Dalam rangka menciptakan kepuasan pelanggan, produk yang ditawarkan organisasi
harus berkualitas. Kualitas dapat diartikan sebagai produk yang bebas cacat atau produk
sesuai standar.
Delapan dimensi utama dalam pemasaran barang :
1. Kinerja. Karakteristik operasi dasar dari suatu produk misalnya kecepatan pengiriman
barang dan kebersihan masakan di restoran.
2. Fitur. Pelengkap khusus yang dapat menambah pengalaman pemakai produk misalnya
minuman gratis selama penerbangan pesawat dan pendingin ruangan pada mobil.
3. Reabilitas. Probabilitas terjadinya kegagalan atau kerusakan produk dalam periode waktu
tertentu.
4. Konformasi. Tingkat kesesuaian produk dengan standar yang telah ditetapkan misalnya
ketepatan waktu kereta api dan kesesuaian antara ukuran sepatu dengan standar yang
berlaku.
5. Daya tahan. Jumlah pemakaian produk sebelum produk bersangkutan harus diganti
misalnya baterai dan pengharum ruangan.
6. Serviceability. Kecepatan dan kemudahan untuk direparasi serta kompetensi dan
keramahtamahan staf layanan.
7. Estetika. Penampilan produk yang dapat dinilai dengan panca indera.
8. Persepsi terhadap kualitas. Kualitas yang berdasarkan reputasi penjual misalnya BMW
dan Rolex.
Lima dimensi utama dalam pemasaran jasa :
1. Reabilitas. Kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan. Misalnya dokter dapat mendiagnosis penyakit pasien dengan akurat.
2. Responsivitas. Keinginan dan kesediaan para karyawan untuk membantu para pelanggan
dan memberikan layanan dengan tanggap misalnya sistem reservasi dan penanganan
bagasi maskapai penerbangan yang cepat.
3. Jaminan. Mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki para karyawan. Misalnya mekanik di bengkel yang memiliki pengalaman.
4. Empati. Kemudahan dalam menjalin hubungan, komunikasi yang efektif, perhatian
personal dan pemahaman atas kebutuhan individual pelanggan. Misalnya dokter
mengenal pasiennya dengan baik dan menjadi pendengar yang baik.
5. Bukti fisik. Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan sarana komunikasi.
Misalnya fasilitas reparasi dan kelengkapan perlatan kerja.
Kualitas layanan mencerminkan perbandingan antara tingkat layanan yang
disampaikan perusahaan dibandingkan ekspektasi pelanggan. Kualitas layanan diwujudkan
melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya
dalam mengimbangi atau melampaui harapan pelanggan. Harapan pelanggan bisa berupa tiga
standar :
1. Will expectation, tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan konsumen yang akan
diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Tipe ini merupakan
tingkat harapan yang paling sering dimaksudkan oleh konsumen sewaktu menilai
kualitas layanan.
2. Should expectation, tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima
konsumen. Biasanya tuntutan dari apa yang seharusnya diterima jauh lebih besar
daripada apa yang diperkirakan akan diterima.
3. Ideal expectation, tingkat kinerja optimum atau utama yang memengaruhi kualitas
layanan.

LOYALITAS PELANGGAN
Loyalitas dan retensi pelanggan merupakan tantangan manajemen terpenting yang
dihadapi para eksekutif puncak di seluruh dunia.
Selama ini loyalitas pelanggan kerap kali dikaitkan dengan perilaku pembelian ulang.
Keduanya memang berhubungan namun sesungguhnya berbeda. Dalam konteks merek,
loyalitas mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, sedangkan pembelian
ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali.
Literatur loyalitas pelanggan didominasi dua aliran utama :
1. Perspektif Behavioral (Stokastik)
Loyalitas merek diartikan sebagai pembelian ulang sebuah merek secara konsisten
oleh pelanggan. Setiap kali seorang konsumen membeli ulang sebuah produk, bila ia
membeli merek produk yang sama, maka ia dikatakan pelanggan yang setia pada merek
tersebut dalam kategori merek bersangkutan.
Filosofi dasar perspektif ini adalah bahwa komponen random mendasari perubahan-
perubahan struktur pasar. Model ini dipandang mampu menjelaskan perilaku konsumen
secara agregat. Argumentasi utamanya adalah loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh
begitu banyak variabel yang saling berinteraksi dalam frekuensi yang tidak bisa
diprediksi, sehingga dalam praktik prosesnya bersifat stokastik (fenomena random).
Ukuran-ukuran loyalitas berbasis perspektif behavioral didasarkan pada perilaku
pembelian aktual konsumen atau laporan konsumen mengenai perilaku pembeliannya.
Ukuran-ukuran tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga macam :
a. Ukuran proporsi pembelian
 Exclusive purchase. Loyalitas terjadi apabila seorang konsumen membeli ulang
hanya satu merek tertentu.
 Market-share concept. Loyalitas ditentukan berdasarkan persentase total pembelian
merek favorit. Seorang konsumen dikatakan loyal apabila persentase pembelian
merek favoritnya melebihi 50%.
 Hard-core criterion. Ukuran ini pada dasarnya sama dengan market-share concept,
hanya saja cutoff point yang dipakai 75%.
 Dual brand loyalty. Loyalitas diukur berdasarkan persentase total pembelian dua
merek yang paling sering dibeli.
 Triple brand loyalty. Loyalitas ditentukan berdasarkan persentase total pembelian
tiga merek yang paling sering dibeli.
b. Ukuran urutan pembelian
 Divided loyalty. Kondisi ini terjadi apabila konsumen loyal pada dua merek dengan
pola pembelian ABABABAB atau AAABBAABBB.
 Unstable loyalty. Situasi ini berlangsung apabila konsumen secara konsisten
membeli sebuah merek selama periode waktu tertentu dan kemudian beralih
membeli merek lain secara konsisten. Contohnya AAABBB.
 Occasional switch. Konsumen cenderung setia pada sebuah merek spesifik, namun
kadang-kadang mencoba merek lainnya. Contohnya AABAACAADA.
 Brand indifference. Konsumen tidak loyal pada salah satu merek. Contohnya
ABDCBACD.
 Three-in-a-row criterion. Konsumen dianggap loyal pada merek tertentu manakala
ia membeli merek tersebut tiga kali atau lebih secara berturut-turut.
c. Ukuran probabilitas pembelian
Ukuran ini mengkombinasikan proporsi dan urutan pembelian berdasarkan
sejarah pembelian yang dilakukan pelanggan dalam periode yang relatif lama. Dalam
hal ini model multinominal logit banyak digunakan untuk memprediksi probabilitas
statistik pembelian ulang sebuah merek spesifik pada kesempatan pembelian
berikutnya.
2. Perspektif Sikap (Deterministik)
Perspektif ini mengasumsikan bahwa terdapat satu atau beberapa penyebab utama
loyalitas pelanggan yang bisa diidentifikasi. Perilaku pembelian ulang sebuah merek
yang sama oleh pelanggan yang sama tidak terjadi begitu saja, namun itu lebih
merupakan konsekuensi langsung dari faktor tertentu dalam perilaku konsumen.
Perspektif ini berfokus pada komitmen psikologis konsumen dalam pembelian, tanpa
perlu mempertimbangkan secara spesifik perilaku pembelian efektif. Berbeda dengan
aliran behavioral yang mengoperasionalisasikan loyalitas sebagai dikotomi antara loyal
dan tidak loyal, perspektif sikap mengukur loyalitas sebagai skala interval atau
kontinium. Karena itu, tujuan utama pengukuran loyalitas berdasarkan loyalitas
berdasarkan perspektif sikap bukanlah untuk mengetahui apakah seseorang loyal atau
tidak, namun untuk memahami intensitas loyalitasnya terhadap merek atau toko tertentu.
Contoh-contoh ukuran loyalitas berbasis perspektif deterministik meliputi :
1. Brand preference. Konsumen dianggap loyal terhadap merek yang disebutnya
sewaktu menjawab pertanyaan : “Merek apa yang paling Anda suka ?”
2. Constancy of preference. Loyalitas disimpulkan apabila ada kesamaan atau konstansi
sikap positif terhadap merek spesifik selama periode beberapa tahun.
3. Brand name loyalty. Tingkat loyalitas diukur berdasarkan jawaban responden
terhadap item pernyataan dalam rating 7-poin skala Likert berikut : “Saya memilih
produk yang dibeli berdasarkan nama merek favorit saya, bukan atas dasar harga”.
4. Jarak antara acceptance region dan rejection region. Dalam ukuran ini, merek-merek
dinilai dalam kontinum brand preference, kemudian dikelompokkan dalam
acceptance, neutrality dan rejection regions. Semakin jauh jarak antara accepted
brands dan rejected brands, semakin besar pula tingkat loyalitas merek attitudinal.
5. Jarak antara acceptance region dan neutrality region. Semakin jauh jarak antara
accepted brands dan neutral brands, semakin besar tingkat loyalitas merek
attitudinal.
6. Proporsi atau jumlah merek dalam acceptance region. Semakin banyak jumlah merek
aktual yang berada dalam acceptance region, semakin besar kecenderungan terjadinya
multibrand loyalty dan semakin kecil kecenderungan terjadinya unibrand loyalty.
7. Proporsi atau jumlah merek dalam rejection region. Semakin besar jumlah merek
dalam rejection region, semakin besar pula tingkat loyalitas konsumen terhadap
merek-merek yang berada dalam acceptance region.
3. Perspektif Integratif
Dalam artikel “Customer loyalty : Toward an integrated conceptual framework”,
Dick & Basu (1994) mengidentifikasi empat situasi kemungkinan loyalitas berdasarkan
dimensi sikap dan perilaku pembelian ulang
1. No loyalty. Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah.
Penyebabnya bisa bermacam-macam, diantaranya produk/jasa baru diperkenalkan dan
pemasar tidak mampu mengomunikasikan keunggulan unik produknya.
2. Spurious loyalty. Jika sikap yang relatif lemah dibarengi dengan pola pembelian ulang
yang kuat. Dalam hal ini faktor non-sikap lebih kuat pengaruhnya terhadap perilaku
pembelian. Karena itu, pembelian ulang sering dilakukan atas dasar pertimbangan
situasional.
3. Latent loyalty. Sikap yang kuap dan dibarengi dengan pola pembelian ulang yang
lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh
faktor-faktor non-sikap yang sama kuat atau cenderung lebih kuat ketimbang faktor
sikap dalam pembelian ulang.
4. Loyalty. Bila konsumen bersikap positif terhadap merek atau pemasok tertentu dan
disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
Lima langkah yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi peralihan
pelanggan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan harus menentukan dan mengukur tingkat retensi. Untuk sebuah majalah,
angka pembaruan itu merupakan ukuran retensi yang baik. Bagi perguruan tinggi, itu
bisa merupakan tingkat retensi pertama sampai kedua atau tingkat graduasi kelas.
2. Perusahaan harus membedakan penyebab erosi pelanggan dan mengidentifikasi mereka
yang dapat dikelola dengan baik.
3. Perusahaan perlu mengestimasi berapa banyak laba yang hilang ketika kehilangan
pelanggan. Dalam kasus pelanggan individual, laba yang hilang sama dengan nilai masa
hidup pelanggan yakni nilai sekarang dari arus laba yang sudah direalisasikan
perusahaan jika pelanggan tidak menyingkir secara dini melalui beberapa perhitungan
yang dibagankan di atas.
4. Perusahaan perlu menggambarkan berapa banyak biaya untuk mengurangi angka
pengalihan. Sepanjang biayanya kurang dari kehilangan laba, perusahaan harus
mengeluarkan uang.
5. Mendengarkan pelanggan. Beberapa perusahaan telah menciptakan mekanisme yang
terus berlanjut yang menjaga para manajer senior secara permanen memerhatikan umpan
balik pelanggan lini depan.
Cara untuk membentuk ikatan pelanggan yang kuat adalah sebagai berikut :
1. Ciptakan kontrak jangka panjang. Berlangganan surat kabar membuat orang tidak perlu
pergi membeli surat kabar setiap hari. Hipotek 20 tahun membuat orang tidak perlu pergi
meminjam ulang uang tiap-tiap tahun.
2. Tagih harga yang rendah kepada konsumen yang membeli perlengkapan yang lebih
besar. Tawarkan harga yang lebih rendah kepada orang yang sepakat untuk dipasok
secara teratur dengan merek pasta gigi, detergen atau bir tertentu.
3. Ubah produk menjadi layanan jangka panjang. Gaines, perusahaan makanan anjing,
dapat menawarkan layanan pet care yang mencakup kandang anjing, asuransi dan
perawatan dokter hewan bersama dengan makanan.
BAB III

KESIMPULAN

Nilai, kepuasan pelanggan, kualitas layanan dan loyalitas pelanggan merupakan hal-hal
penting yang harus diperhatikan oleh manajemen pemasaran. Karena jika sudah berhasil
mengendalikan elemen-elemen tersebut, dipastikan bahwa kegiatan pemasaran dapat berjalan
dengan baik. Pelanggan adalah raja. Pelangganlah yang memberikan keuntungan besar pada
perusahaan. Dengan menjaga pelanggan dengan baik, maka profitabilitas perusahaan juga akan
meningkat. Maka kunci dalam kesuksesan pemasaran ada ditangan pelanggan.

Anda mungkin juga menyukai