Anda di halaman 1dari 42

PERCOBAAN 1:

PENGUJIAN SPESIFIKASI GASOLINE

Disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Muhammad Alvin Faiz Asshidqi


NIM : 221420026
Program Studi : Teknik Pengolahan Minyak dan Gas
Bidang Minat : Refinery
Tingkat : I (Satu)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
(PEM AKAMIGAS)

Cepu, September 2023

1
PENGUJIAN SPESIFIKASI GASOLINE
I. Tujuan
Setelah melaksanakan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dan memahami metode pengujian spesifikasi gasoline.
2. Menentukan mutu gasoline berdasarkan hasil pengujian.

II. Keselamatan Kerja


Beberapa keselamatan kerja yang harus diperhatikan dalam percobaan ini adalah:
1. Limbah cair dibuang ke wadah limbah cair.
2. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.
3. Hati-hati saat bekerja dengan listrik dan bahan yang mudah terbakar.

III. Dasar Teori


Gasoline adalah salah satu jenis bahan bakar yang paling umum digunakan di
dunia, terutama sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Gasoline adalah
campuran kompleks hidrokarbon yang dihasilkan dari proses penyulingan minyak bumi
mentah. Spesifikasi gasoline berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Migas (Dirjen Migas) atau lembaga serupa dapat bervariasi dari negara ke
negara, tetapi biasanya mencakup beberapa parameter kunci yang perlu diukur dan
dijaga dalam produksi dan distribusi gasoline. Gasoline merupakan zat cair yang
berasal dari campuran senyawa hidrokarbon. Gasoline merupakan bahasa inggris dari
bensin. Cairan ini biasa digunakan sebagai bahan bakar pada kendaraan. Seperi bahan
bakar yang lainnya, bahan bakar ini berasal dari fraksi minyak bumi. Banyak orang
yang menggandrungi bahan bakar ini karena murah, praktis, dan dapat menghasilkan
energi pembakaran yang tinggi. Praduga menyebutkan bahwa minyak bumi telah
ditemukan sejak 5000 tahun silam. Seiring berjalannya waktu, minyak bumi mulai
digunakan sebagai bahan bakar dengan banyak variasi. Minyak mentah hasil
pengeboran akan melalui proses destilasi sebelum menjadi bahan bakar yang memenuhi
standar. Selain itu, terdapat pula penambahan zat tertenu ke dalamnya, seperti deterjen,
anti-icing, dan antioksidan. Adapun sifat-sifat dari Gasoline, seperti mudah terbakar,
berbau, tidak berwarna, mudah menguap pada suhu biasa, dan lain sebagainya
(Yanowitz et al., 2011).

2
Berikut ini adalah beberapa parameter spesifikasi umum Gasoline menurut
standar Direktorat Jenderal Migas atau standar internasional ASTM (American Society
for Testing and Materials) yang biasa digunakan (Yanowitz et al., 2011):
1. Densitas/Specific Gravity (ASTM D 1298)
Density adalah berat cairan per unit volume, kg/L maupun kg/m 3. Kerapatan
relative (relative density) atau berat jenis (specific gravity) minyak adalah
perbandingan antara rapat minyak pada suhu tertentu dengan rapat air pada suhu
tertentu yang diukur pada tekanan dan temperatur standar (60 ℉ dan 14,7 psia).
Suhu yang digunakan untuk minyak bumi adalah 15℃ atau 60℉. Kerapatan atau
densitas adalah massa per satuan. Satuan umumnya adalah kilogram per meter
kubik, atau ungkapan yang umum, gram per sentimeter kubik, atau gram per
milliliter. Pernyataan awal mengenai kerapatan adalah bobot jenis. Satuannya sudah
kuno dan sebaiknya tidak dipakai lagi (Rashid & Anwar, 2008).
Spesific Gravity adalah suatu perbandingan volume dari suatu bahan bakar
dengan volume yang sama dari air murni pada suhu tertentu yang sama, biasanya
suhu standar diambil pada 60℉. Istilah lain yang setara dikenal dengan istilah
density. Density adalah massa suatu zat dibagi dengan volumenya pada suhu
tertentu, biasaya pada suhu standar 15℃. Di Amerika digunakan satuan ° API
gravity yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Rashid & Anwar,
2008):
141 , 5
°API gravity = − 131,5
Spec .Gravity 60/60 ℉
Jika air pada suhu 60℉ mempunyai °API gravity = 10, maka minyak bumi
mempunyai °API gravity lebih besar dari 10. Salah satu kegunaan specific gravity
at 60/60℉, density at 15℃ metode ASTM D-1298 dan °API adalah untuk
menghitung berat satuan minyak jika volumenya telah diketahui, biasanya
digunakan dalam transaksi (Rashid & Anwar, 2008).
Standar ASTM D445, yang dikembangkan oleh American Society for Testing
and Materials (ASTM), adalah standar ASTM yang digunakan untuk mengukur
densitas petroleum dan produk berbasis petroleum, termasuk Gasoline. Proses
pengujian ini melibatkan penggunaan piknometer, yaitu alat yang dirancang untuk
mengukur volume sampel cairan dengan tepat. Hasil yang diperoleh dari metode
pengujian yang disajikan dalam standar ASTM D 445 tergantung pada perilaku
sampel dan terutama ditujukan untuk diterapkan pada fluida di mana tegangan
geser dan laju geser sebanding. Dalam konteks pengujian spesifikasi Gasoline,

3
pengukuran densitas atau specific gravity (ASTM D 445) memegang peran penting.
Densitas mengukur berat jenis gasoline, yaitu seberapa berat gasoline dibandingkan
dengan berat air. Standar ASTM D 445 digunakan untuk mengukur densitas
petroleum dan produk berbasis petroleum, termasuk gasoline. Proses pengujian ini
melibatkan penggunaan piknometer, alat yang akurat untuk mengukur volume
sampel cairan. Piknometer dikalibrasi dengan air murni sebagai referensi, lalu diisi
dengan gasoline sampel. Densitas gasoline dihitung sebagai rasio berat gasoline
terhadap volume yang diukur, dibandingkan dengan berat air pada suhu tertentu
(biasanya 15℃ atau 20℃). Hasilnya dinyatakan dalam satuan gram per mililiter
(g/mL) atau kilogram per liter (kg/L). Pengujian densitas penting karena dapat
memengaruhi kinerja mesin. gasoline dengan densitas yang tepat akan memiliki
karakteristik pembakaran yang baik, menghindari masalah ketukan mesin, dan
memberikan efisiensi yang lebih baik. Dengan melakukan pengujian densitas, kita
memastikan bahwa produk gasoline memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh
standar, seperti ASTM, dan aman digunakan dalam kendaraan bermotor (Rashid &
Anwar, 2008).
2. Reid Vapor Pressure (ASTM D 323)
Vapor pressure merupakan sifat fisika yang sangat penting dari cairan yang
mudah menguap. Vapor pressure secara kritis sangat penting baik mogas maupun
avgas, karena mempengaruhi starting, warm-up dan kecenderungan terjadinya
vapor lock karena temperatur operasi yang tinggi atau pada daerah ketinggian.
Maksimum vapor pressure dibatasi untuk gasoline karena secara legal dianjurkan
dalam beberapa daerah sebagai ukuran untuk kontrol polusi. Liquid chamber diisi
dengan contoh yang telah didinginkan, kemudian dipasangkan pada Vapour
chamber. Rangkaian peralatan tersebut kemudian direndam dalam penangas pada
temperatur 37,8℃ (100℉ ), dan setiap interval waktu tertentu dilakukan
pengocokan, sampai teramati tekanan yang tetap. Hasil pembacaan pada pressure
gauge setelah dikoreksi dilaporkan sebagai RVP. Vapor pressure merupakan sifat
fisika yang sangat penting dari cairan yang mudah menguap. Vapor pressure secara
kritis sangat penting baik mogas maupun avgas, karena mempengaruhi starting,
warm-up dan kecenderungan terjadinya vapor lock karena temperature operasi
yang tinggi atau pada daerah ketinggian. Maksimum vapor pressure dibatasi untuk
gasoline karena secara legal dianjurkan dalam beberapa daerah sebagai ukuran
untuk control polusi (Babazadeh Shayan et al., 2012).

4
Uji tekanan uap reid (Reid Vapor Pressure-RVP, ASTM D 323-90) dikenakan
kepada bensin, minyak mentah yang volatil dan produk minyak bumi lainnya yang
volatil. RVP adalah tekanan mutlak pada suhu 37,8℃ (100℉) dalam psi atau kPa.
ASTM D 323 adalah standar ASTM yang digunakan untuk mengukur Reid Vapor
Pressure dari gasoline dan produk bahan bakar lainnya. Standar ini
menggambarkan metode uji yang harus diikuti untuk mengukur RVP dengan
akurat. Pengujian Reid Vapor Pressure (RVP) pada gasoline, yang merujuk pada
tekanan uap gasoline pada suhu tertentu, merupakan parameter penting dalam
industri bahan bakar. Standar ASTM D 323 digunakan sebagai pedoman untuk
mengukur RVP dari Gasoline dan produk bahan bakar lainnya. Proses pengujian ini
melibatkan penggunaan alat khusus yang dikenal sebagai bomba Reid, di mana
sampel gasoline dipaparkan pada suhu tertentu dan tekanan uap yang dihasilkan
diukur. Hasil pengujian ini, biasanya dinyatakan dalam psi atau kPa, mencerminkan
seberapa volatil gasoline tersebut pada suhu operasional. RVP yang sesuai sangat
penting karena dapat memengaruhi efisiensi pengisian, mencegah penguapan
berlebihan di kendaraan pada cuaca panas, dan mengurangi emisi gas buang yang
tidak diinginkan. Selain itu, pengukuran RVP juga berperan dalam mematuhi
peraturan lingkungan yang mengatur emisi bahan bakar, memastikan keselamatan,
dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang. Dengan
mengikuti standar ASTM D 323, produsen Gasoline dapat memastikan bahwa
produk mereka memenuhi spesifikasi RVP yang ditetapkan dan dapat digunakan
dengan aman dalam kendaraan bermotor (Babazadeh Shayan et al., 2012).
3. Distilasi (ASTM D 86)
Distilasi adalah sebuah teknik pemisahan yang umum digunakan dalam
industri kimia dan minyak untuk memisahkan komponen-komponen dari suatu
campuran cairan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dasar teori distilasi
didasarkan pada fakta bahwa suatu cairan akan mendidih pada suhu tertentu dan
menghasilkan uap, yang kemudian dapat dikondensasi kembali menjadi cairan
dengan cara menurunkan suhu. Pada dasarnya, distilasi terdiri dari dua tahap utama
yaitu pemanasan dan kondensasi. Campuran cairan dipanaskan hingga titik
didihnya, yang kemudian menghasilkan uap yang mengandung komponen-
komponen campuran tersebut. Uap kemudian diarahkan melalui sebuah kondensor
atau pendingin, dimana uap akan dikondensasi menjadi cairan kembali dan terpisah
dari komponen-komponen lainnya. Terdapat beberapa jenis distilasi yang umum
digunakan dalam industri, antara lain distilasi sederhana, distilasi fraksionasi, dan

5
distilasi vakum. Distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen dengan perbedaan titik didih yang besar, sementara distilasi fraksionasi
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dengan perbedaan titik didih
yang lebih kecil. Distilasi vakum digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen dengan titik didih yang sangat tinggi, dimana tekanan rendah diperlukan
untuk menjaga suhu tetap stabil (Andersen et al., 2010).
Distilasi ASTM dilaksanakan dalam suatu labu Engler. Pada distilasi ini, tidak
dipergunakan struktur tray maupun packing serta refluks yang ada merupakan efek
kehilangan panas (heat loss) pada struktur leher labu engler. Metode distilasi ini
paling banyak digunakan karena biayanya murah, lebih sederhana, membutuhkan
jumlah sample yang sedikit, serta waktu pengujian yang lebih singkat dibandingkan
distilasi TBP (kurang lebih 1/10 kali waktu pengujian TBP). Distilasi ASTM
dilakukan guna mengetahui kualitas produk (product quality control). Beberapa
metode distilasi ASTM adalah sebagai berikut (Andersen et al., 2010):
A. ASTM Method D86 Metode distilasi ini digunakan untuk menguji motor
Gasoline, aviation Gasoline, aviation turbine, naphta, kerosine, diesel,
distillate fuel oil dan produk-produk yang serupa. Pengujiannya dilakukan pada
tekanan atmosferis. Digunakan termometer yang dipaparkan langsung dalam
labu engler dan hasil pembacaannya tidak ada koreksi stem (Andersen et al.,
2010).
B. ASTM method D216 Metode distilasi ini digunakan untuk menguji natural
Gasoline. Dilakukan pada tekanan atmosferis (Andersen et al., 2010).
C. ASTM method D1160 Metode distilasi ini digunakan untuk menguji produk
migas fraksi berat yang dapat diuapkan secara parsial maupun keseluruhan
pada suhu maksimal 750 F pada tekanan absolut hingga 1 mmHg dan
dikondensasikan menjadi fase liquid pada tekanan pengujian. Tekanan operasi
pengujian berkisar antara 1-760 mmHg absolut. Temperatur diukur dengan
perangkat thermocouple (Andersen et al., 2010).
D. ASTM method D2887 Metode ini merupakan metode simulasi distilasi yang
dilakukan dengan gas chromatography (GC). Metode ini merupakan metode
yang paling sederhana yang dapat melakukan analisis cut point dan boiling
range fraksi hidrokarbon dengan ketelitian tinggi (Andersen et al., 2010).
ASTM D 86 adalah standar ASTM yang digunakan untuk melakukan
pengujian distilasi pada Gasoline dan produk bahan bakar lainnya. Standar ini
menetapkan prosedur yang tepat yang harus diikuti dalam pengujian. Uji distilasi

6
(ASTM D 86) adalah prosedur kritis dalam menganalisis komposisi dan
karakteristik penguapan komponen-komponen Gasoline berdasarkan titik didihnya.
Mengacu pada standar ASTM D 86, metode ini memerlukan penggunaan alat
distilasi khusus yang memanaskan sampel Gasoline perlahan-lahan. Selama
pemanasan, komponen-komponen Gasoline dengan titik didih yang berbeda
menguap dan kemudian mengembun kembali dalam tabung yang sesuai dengan
titik didih masing-masing. Hasilnya adalah kurva distilasi yang mencerminkan
persentase massa Gasoline yang telah menguap sebagai fungsi suhu. Informasi ini
sangat penting karena berbagai komponen Gasoline memiliki pengaruh yang
berbeda pada pembakaran dan kinerja mesin. Pemahaman fraksionalisasi
komponen Gasoline yang dihasilkan dari uji distilasi membantu produsen
mengoptimalkan formulasi bahan bakar untuk memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan oleh otoritas yang berwenang dan memastikan bahwa produk mereka
memberikan kualitas bahan bakar yang sesuai dengan kebutuhan mesin dan
kendaraan (Andersen et al., 2010).
4. Portable Octane Number
Angka oktan adalah ukuran kemampuan bahan bakar untuk menghindari
knocking atau ketukan mesin pada kendaraan bermotor. Ketukan mesin terjadi
ketika campuran udara-bahan bakar terbakar secara tidak terkendali, menyebabkan
tekanan dan suhu yang sangat tinggi di dalam mesin, yang pada akhirnya dapat
merusak mesin. Angka oktan didefinisikan sebagai rasio antara kecepatan
pembakaran bahan bakar dalam mesin kendaraan bermotor dengan kecepatan
pembakaran bahan bakar tertentu yang disebut n-heptane. n-Heptane memiliki sifat
pembakaran yang buruk dan cenderung menghasilkan knocking ketika digunakan
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor (Genchi & Pipitone, 2014).
Portable octane number (PON) adalah ukuran kualitas bahan bakar kendaraan
bermotor yang mengukur kemampuan bahan bakar tersebut untuk menghindari
knocking atau ketukan mesin. Knocking terjadi ketika campuran udara-bahan bakar
terbakar terlalu cepat di dalam mesin, menyebabkan ledakan yang tidak terkendali
dan dapat merusak mesin. PON dapat diukur dengan menggunakan alat portabel
yang dikenal sebagai analyzer octane number (AON) atau Gasoline octane
analyzer (GOA). Alat ini mengukur PON berdasarkan pada perbandingan nilai
oktan sebenarnya (RON) dan nilai oktan mesin (MON) dari bahan bakar. Nilai
oktan sebenarnya mengukur kemampuan bahan bakar untuk menghindari knocking
pada kondisi mesin standar, sedangkan nilai oktan mesin mengukur kemampuan

7
bahan bakar untuk menghindari knocking pada kondisi mesin yang lebih berat
(Genchi & Pipitone, 2014).
Pengujian Portable Octane Number dapat mengacu pada standar ASTM D
2700 (metode Research Octane Number, RON) dan/atau ASTM D 2699 (metode
Motor Octane Number, MON), yang digunakan untuk mengukur angka oktan
Research (RON) dan Motor (MON) Gasoline secara terpisah. Biasanya, angka
oktan yang umum digunakan adalah hasil rata-rata dari RON dan MON, yang
disebut sebagai angka oktan rata-rata (RON+MON)/2. Pengujian Portable Octane
Number adalah langkah penting dalam mengevaluasi kualitas Gasoline, dengan
fokus pada kemampuannya untuk menghindari ketukan mesin. Standar ASTM yang
relevan untuk pengujian ini adalah ASTM D 2700 (metode Research Octane
Number, RON) dan ASTM D 2699 (metode Motor Octane Number, MON).
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat portabel yang mengombinasikan
Gasoline dengan udara dalam berbagai rasio untuk mengukur seberapa baik sampel
tersebut menghindari ketukan. Hasil pengujian ini memberikan angka oktan, yang
mencerminkan kemampuan Gasoline dalam mencegah ketukan. Angka oktan yang
tinggi adalah indikasi bahwa bahan bakar tersebut memiliki kemampuan
pembakaran yang efisien dan aman bagi mesin. Dengan pengujian Portable Octane
Number sesuai standar ASTM, produsen Gasoline dapat memastikan bahwa produk
mereka memenuhi persyaratan angka oktan yang ditetapkan oleh otoritas yang
berwenang dan cocok untuk digunakan di berbagai jenis kendaraan, menjaga
kualitas bahan bakar yang diberikan kepada konsumen (Genchi & Pipitone, 2014).
5. Doctor Test (ASTM D 4952)
Doctor test adalah uji kualitatif adanya hidrogen sulfida atau merkaptan dalam
minyak dengan mengguankan larutan Doctor. Senyawa sulfur dalam minyak
merupakan salah satu penyebab minyak berwarna gelap, berbau, korosif dan
menghasilkan emisi beracun sulfur dioksida. Pembuatan larutan Doctor (sodium
plumbite = Na2PbO2) (Nadkarni, 2015):
A. Dari lead oxide (PbO) (litharge) (digunakan dalam ASTM D4952)

B. Dari lead acetatei (Pb(C2H3O2)2) (digunakan dalam IP 30)

8
Dalam kondisi sodium hidroksida berlebih, lead hydroxide akan membentuk
sodium plumbite. Reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) atau merkaptan (RSH)
dengan sodium plumbite (Nadkarni, 2015).
ASTM D 4952 adalah standar ASTM yang digunakan untuk melakukan
pengujian Doctor Test pada Gasoline dan produk bahan bakar lainnya. Standar ini
menggambarkan prosedur yang harus diikuti untuk mengukur kandungan garam
dalam sampel. Pengujian Doctor Test (ASTM D 4952) merupakan metode yang
penting dalam menilai kandungan garam, terutama klorida, dalam Gasoline. Kadar
garam yang tinggi dalam Gasoline dapat menjadi sumber korosi pada komponen
sistem bahan bakar dan mesin kendaraan, yang dapat merusak pipa, katup, dan
komponen lainnya. Oleh karena itu, menjaga kadar garam dalam Gasoline pada
batas yang aman sangat krusial. Standar ASTM D 4952 memberikan pedoman
untuk melakukan pengujian ini dengan tepat. Prosesnya melibatkan pencampuran
sampel Gasoline \dengan larutan pelarut yang sesuai, diikuti oleh pengujian dengan
alat Doctor Test Kit. Perubahan warna atau endapan yang terbentuk selama
pengujian mengindikasikan kandungan garam dalam sampel. Dengan mengikuti
standar ini, produsen Gasoline dapat memantau dan mengendalikan kandungan
garam dalam produk mereka, menjaga kualitas bahan bakar, serta memastikan
bahwa Gasoline yang mereka pasarkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
otoritas yang berwenang untuk menjaga keandalan dan integritas sistem bahan
bakar dan mesin kendaraan (Nadkarni, 2015).
6. Copper Strip Corrosion Test (ASTM D 130)
Copper Strip Corrosion Test adalah metode yang digunakan untuk menentukan
kemampuan minyak pelumas dalam mencegah korosi pada logam tembaga dalam
lingkungan air. Metode ini diatur oleh ASTM D 130 dan sering digunakan dalam
industri minyak dan gas untuk memastikan kualitas minyak pelumas. Dasar teori
dari tes ini adalah bahwa logam tembaga rentan terhadap korosi dan reaksi ini
dipengaruhi oleh keberadaan air dan adanya asam atau senyawa korosif lainnya
dalam minyak pelumas. Pada saat minyak pelumas terkena air, terjadi proses
oksidasi dan korosi yang mengakibatkan pengikisan pada permukaan tembaga.

9
Ketebalan pengikisan ini kemudian diukur dan dibandingkan dengan standar
referensi untuk menentukan tingkat korosi yang terjadi pada logam tembaga
(Rajesh Kanna et al., 2017).
ASTM D 130 adalah standar ASTM yang digunakan untuk melakukan
pengujian Copper Strip pada Gasoline dan produk bahan bakar lainnya. Standar ini
memberikan pedoman dan prosedur untuk pengujian tersebut. Pengujian Copper
Strip (ASTM D 130) adalah langkah penting dalam menilai kemampuan Gasoline
untuk mencegah korosi pada bagian-bagian tembaga dalam sistem bahan bakar.
Standar ASTM D 130 memberikan pedoman dan prosedur yang digunakan dalam
pengujian ini. Prosesnya melibatkan penempatan strip tembaga dalam sampel
Gasoline yang kemudian dibiarkan berkontak dalam kondisi tertentu. Setelah
kontak selesai, strip tembaga diperiksa untuk menilai apakah terjadi korosi atau
oksidasi pada permukaannya. Hasil pengujian ini memberikan indikasi tentang
kemampuan Gasoline untuk melindungi sistem bahan bakar dari korosi yang
berpotensi merusak. Menjaga kadar korosi pada tingkat yang rendah sangat penting
untuk menjaga kualitas dan umur pakai mesin kendaraan. Dengan mengikuti
standar ASTM D 130, produsen Gasoline dapat memantau dan mengendalikan
kandungan korosi dalam produk mereka, memastikan bahwa Gasoline yang mereka
pasarkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, dan
melindungi sistem bahan bakar dari kerusakan akibat korosi yang berlebihan
(Rajesh Kanna et al., 2017).

IV. Bahan Dan Peralatan


4. 1. Uji Density/Specific Gravity ASTM D 1298
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Gasoline.
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Hydrometer standar:
 skala Density,
 skala SG atau,
 skala API-gravity.
2. Thermometer ASTM 12 ℃ atau 12 ℉.
3. Gelas silinder.

10
4. Constant-Temperatur Bath.
5. Automatic densitymeter.
6. Gelas beaker.
7. Syringe.

Gambar 4. 1. 1. Alat Uji Density/Specific Gravity ASTM D 445


4. 2. Uji RVP ASTM D 323
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Gasoline.
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Vapor chamber, Liquid chamber dan Pressure gauge.
2. Tempat pendingin (almari pendingin).
3. Penangas Air (Water bath).

11
Gambar 4. 2. 1. Alat Uji RVP ASTM D 323
4. 3. Uji Distilasi ASTM D 86
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Gasoline.
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Labu Distilasi 125 mL.
2. Gelasukur 100 mL & 10 mL.
3. Thermometer 7℃ atau 8℃.
4. Condensor (bak pendingin).
5. Pemanas (burner atau elektrik).

Gambar 4. 3. 1. Alat Uji Distilasi ASTM D 86

12
Gambar 4. 3. 2 Tabel Distilasi
4. 4. Uji Portable Octane Number
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Gasoline.
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Alat ukur angkat oktan otomatis.
4. 5. Uji Doctor Test ASTM D 4952
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel:
1. Gasoline.
2. Larutan Na2PbO2.
3. Serbuk belerang.
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1. Gelas ukur
2. Pipet tetes
3. Bulb
4. 6. Uji Copper Strip Corrosion Test, ASTM D 130
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel Gasoline.
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:

13
1. Tabung reaksi (Test tube).
2. Bath, dengan suhu konstan 50 ± 1℃ (122 ± 2℉) dan ata 100 ± 1 ℃ (212
± 2℉)
3. Copper strip corrosion test bomb, dari stainless steel, mampu menahan
tekanan uji 100 psi (689 kPa)
4. Termometer, jenis ASTM 12C (12F) atau IP 64C (64F)
5. Polishing vise, sebagai penjepit copper strip

Gambar 4. 6. 1. Alat Uji Doctor Test ASTM D 4952

V. Langkah Kerja
5. 1. Uji Density/Specific Gravity ASTM D 1298
A. Langkah Kerja Pengukuran Density 15℃

Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji

Tuangkan contoh uji kedalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung


udara dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan

Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang
datar, bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar

Lakukan pengukuran temperatur menggunakan Thermometer Skala ℃,


baca dan catat suhu contoh uji

14
Masukkan dengan perlahan hidrometer DENSITY yang sesuai kedalam
contoh uji

Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hidrometer,


dicatat sebagai ‘Density Pengamatan’ (Observed Density)

Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca


dan catat suhu contoh uji. Apabila perbedaan 18 suhu dari kedua
pengamatan tidak melampaui 0,5℃ hasil rerata dicatat sebagai ‘Suhu
Pengamatan’ (Observed Temparature)

Untuk merubah Density Pengamatan ke DENSITY 15℃ dikoreksi


menggunakan Tabel 53 A atau 53 B dari Petroleum Measurement Tables
ASTM D-1250 – 80
B. Langkah Kerja Pengukuran SG 60/60℉

Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji

Tuangkan contoh uji kedalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung


udara dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan

Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang
datar, bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar

Lakukan pengukuran temperatur menggunakan Thermometer Skalam ℉,


baca dan catat suhu contoh uji

Masukkan dengan perlahan hidrometer SG yang sesuai kedalam contoh uji

Apabila hidrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hidrometer


dan thermometer, lalu dicatat sebagai SG pengamatan

Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca


dan catat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan

15
tidak melampaui 0,5℃ hasil rerata dicatat sebagai ‘Suhu Pengamatan’
(Observed Temparature)

Untuk merubah SG pengamatan ke SG pada 60/60℉ dikoreksi


menggunakan Tabel 23 A atau 23 B dari Petroleum Measurement Tables
ASTM D-1250 – 80

Untuk merubah SG 60/60℉ ke Density 15℃ atau ○API Gravity pada 60℉
gunakan tabel 21
C. Langkah Kerja Pengukuran Densitas Menggunakan Automatic Density
Meter

Nyalakan Automatic Densitymeter

Tekan tombol “air pump” untuk membersihkan selang tempat sampel dari
sisa minyak atau dengan cara mengaliri fraksi yang lebih ringan

Atur suhu pada alat tersebut hingga 15℃ atau sama dengan standar pada
pengukuran densitas

Ambil sampel yang akan diuji menggunakan gelas beaker yang telah dicuci
menggunakan fraksi yang lebih ringan

Masukkan sampel ke dalam syringe

Suntikkan syringe berisi sampel ke dalam selang tempat sampel secara


pelan-pelan dan tidak dihabiskan maupun dilepas dari selang tersebut

Tekan tombol “Start”

Tunggu hingga muncul hasil dari alat tersebut lalu catat


D. Otomatis

Nyalakan Automatic Densitymeter

16
Tekan tombol “air pump” untuk membersihkan selang tempat sampel dari
sisa minyak atau dengan cara mengaliri fraksi yang lebih ringan

Atur suhu pada alat tersebut hingga 15℃ atau sama dengan standar pada
pengukuran densitas

Ambil sampel yang akan diuji menggunakan gelas beaker yang telah dicuci
menggunakan fraksi yang lebih ringan

Masukkan sampel ke dalam syringe

Suntikkan syringe berisi sampel ke dalam selang tempat sampel secara


pelan-pelan dan tidak dihabiskan maupun dilepas dari selang tersebut

Tekan tombol “Start”

Tunggu hingga muncul hasil dari alat tersebut lalu catat


5. 2. Uji RVP ASTM D 323

Siapkan sampel dengan suhu rendah dan suhu ruang

Bersihkan air chamber dan Gasoline chamber

Panaskan water bath sampai suhu 100℉ constant

Rendam air chamber pada water bath suhu 100℉ paling sedikit 10 menit

Dinginkan Gasoline chamber dalam keadaan tertutup hingga suhu 32℉ – 40℉

Isikan sampel kedalam Gasoline chamber hingga meluber (penuh)

17
Gambar 5. 2. 1. Prosedur Gasoline chamber

Pasangkan Gasoline chamber pada air chamber dan pressure gauge

Rendam kedalam water bath suhu 100℉ selama 20 – 30 menit, kemudian


setiap 5 menit diangkat lalu dikocok secara tterbalik sebanyak 8 kali

Apabila penunjukan manometer sudah konstan laporkan sebagai RVP sampel


5. 3. Destilasi ASTM D 86
5. 1. Cara Penyiapan Peralatan

Siapkan labu distilasi volume 125 mL. Bila labu kotor (ada karbon residu)
pada bagian dasar labu bersihkan dengan cara dibakar dengan nyala api
burner.

Siapkan termometer (ASTM 7℃ atau ASTM 8℃) sesuai dengan contoh


yang akan diuji.

Siapkan penyangga labu, dengan ukuran yang sesuai dengan contoh yang
akan diuji. Dan pasang pada alat pemanas.
 Untuk contoh group 1 dan 2, diameter lobang 38 mm.
 Untuk contoh group 3 dan 4, diameter lobang 50 mm

Bak kondensor diisi air, suhunya diatur sesuai jenis contoh yang akan diuji.
 contoh group 1, 2 dan 3 bak kondensor diisi air (suhu 0 s/d 5 ℃).

18
 contoh group 4, bak kondensor diisi air panas (suhu 0 s/d 60 ℃)

Bersihkan / hilangkan cairan pada tabung kondensor dengan cara mengelap


/ menyerap dengan kolok yang diberi kain. Switch pada alat diubah ke
posisi Off

Gambar 5. 3. 1. Tabel distilasi


5. 2. Cara Pemasangan Peralatan

Pasang thermometer serapat mungkin ke dalam labu distilasi yang berisi


contoh. Atur posisi termometer, dimana ujung bulb dari thermometer
berada sejajar dengan lubang keluarnya uap.

Gambar 5. 3. 2. Posisi termometer

Pasang labu distilasi yang berisi contoh, sehingga ujung labu masuk ke

19
dalam tabung kondensor serapat mungkin. Posisi labu tegak sehingga pipa
uap labu masuk ke dalam tabung kondensor dalam jarak 1 s/d 2 inchi.

Naikkan dan atur penyangga labu hingga pas dengan dasar labu distilasi.
5. 3. Langkah Kerja Pengujian

Ukur contoh 100 mL menggunakan gelas ukur 100 mL, tuangkan ke dalam
labu distilasi dan pasang thermometer yang sesuai.

Pasang gelas ukur 100 mL pada ujung kondensor sebagai penampung


kondensat.

Nyalakan pemanas dan atur kecepatannya sehingga mencapai IBP (initial


boiling point):
 Untuk grup 1 s/d 3 dalam waktu 5 – 10 menit.
 Untuk grup 4 dalam waktu 5 – 15 menit.

Atur pemanasan dari IBP sampai 5 % volume dalam waktu 60 – 70 detik


atau dengan kecepatan tetesan 4 – 5 mL / menit. Setelah IBP terbaca, gelas
ukur digeser sehingga ujung kondensor menempel dinding gelas.

Baca dan catat suhu setiap kenaikan 10 % volume.

Atur pemanasan sehingga dari 95 % volume sampai FBP (final boiling


point) waktunya 3 – 5 menit. FBP adalah suhu tertinggi yang terbaca saat
uji distilasi.

Setelah FBP tercapai, matikan pemanas dan labu dibiarkan dingin


kemudian ukur volume residu.

Hitung % volume Losses dengan formula:


Losses, % vol. = 100 mL – (Total Recovery + Residu) mL
5. 4. Uji Portable Octane Number

Tuang sampel ke vessel sesuai tanda batas

20
Nyalakan alat

Tekan tombol untuk mengukur Angka Oktana

Print hasilnya
5. 5. Uji Doctor Test ASTM D 4952

Kocok secara kuat campuran 10 mL contoh uji dan 5 mL larutan Na2PbO2


selama 15 detik

Tambahkan sejumlah kecil serbuk belerang, yang secara praktis mengambang


diantara contoh uji dan larutan Na2PbO2, kemudian kocok kembali selama 15
detik

Tunggu mengendap, dan amati selama 2 menit


5. 6. Uji Copper Strip Corrosion Test, ASTM D 130
A. Persiapan Copper Strip

Bersihkan dengan cara menggosok ke enam sisi Lempeng Tembaga


(Copper Strip) menggunakan silikon carbide grit paper, kemudian dicuci
dengan iso-oktana.

Gosok lagi dengan serbuk silikon carbide (150 mesh) diatas permukaan
pelat yang bersih dengan alas kain katton yang telah dibasahi dengan
beberapa tetes iso-oktana. Selama membersihkan Copper pakailah penjepit
stainless steel dan jaga jangan sampai tersentuh jari tangan.
B. Cara Kerja

Masukkan 30 ml contoh kedalam test tube

Masukkan Lempeng Tembaga (Copper Strip) yang telah dibersihkan


kedalam test tube yang telah berisi contoh

Rendam test tube berisi contoh dan Lempeng Tembaga pada water bath
yang telah diatur suhunya sesuai jenis contoh yang diuji. Lamanya

21
perendaman sesuai dengan contoh yang diuji. (50 ℃ selama 3 jam, kecuali
Aviation Fuel 100 ℃ selama 2 jam)

Setelah waktunya tercapai, angkat test tube dari water bath

Kosongkan test tube dari contoh uji, kemudian dengan menggunakan


penjepit, angkat Lempeng Tembaga dan cuci dengan iso oktana, lalu
keringkan

Laporkan nomor warna Copper Strip setelah dibandingkan warnanya


terhadap Copper Strip Color Standard

VI. Hasil Praktikum


5. 1. Density / Spesific Gravity, ASTM D 1298

Densitas SG 60/60
Sampel Densitas Keterangan
Spesifikasi SG ºAPI
15℃
0,78550 0,78621
Blending On
0,715 - 0,75 0,78321 0,78391
Gasoline 54,80187 Specificatio
0,70907 0,70843
n
Rata-rata 0,75926 0,75952
5. 2. Reid Vapour Pressure (RVP), ASTM D 323

Percobaan Spesifikasi Tekanan Uap


1 43
2 45 - 69 kPa 44
3 44
Rata-rata 43,67
Keterangan Off Specification
5. 3. Distilasi, ASTM D 86
Spesifika Volume Suhu Total
Produk Loses Keterangan
si (mL) (℃ ) Recovery
Blending FBP = IBP 60 95 mL 1,8 On
Gasoline 5 70 Specificatio

22
10 76
20 85
30 94
40 103
50 115
60 128
215℃ mL n
70 142
80 150
90 178
95 198
FBP 198
5. 4. Portable Octane Number
Produk RON Keterangan
Blending Gasoline 94,3 On Specification
5. 5. Doctor Test, ASTM D 4952
Perubahan
Produk Hasil Uji Keterangan
Warna
Blending Negatif
Tidak Ada On Specification
Gasoline Merkaptan
5. 6. Copper Strip Corrosion Test, ASTM D 130
Percobaan Bahan Hasil Uji Spesifikasi Keterangan
Blending On
1 1B 1
Gasoline Specification

VII. Perhitungan
7.1. Density / Spesific Gravity, ASTM D 445
141 , 5
° API = −131 ,5
SG
141 ,5
° API = −131, 5
0,75952
° API =54,80187 ° API
7.2. Distilasi, ASTM D 86
7.2.1 Losses % vol=100 mL+ ( total recovery +residue )
Losses % vol=100 mL+(95 mL+1 ,8 mL )
Losses % vol=32 mL

23
7.2.2 Tb ( temperature volume averageboiling point )
(temperatur 10 mL+temperatur 30 mL+temperatur 50 mL+ temperatur 70 mL +temperatur 90 mL
¿
5
76℃ +95 ℃+115 ℃+142℃ +178 ℃
¿
5
¿ 3 , 2 mL

7.2.3 K uop =
√3 T
SG 60/60 ℉

K uop =
√3 121
759 ,5

K uop =0,00651

VIII. Analisis
Pengujian spesifikasi blending gasoline adalah serangkaian evaluasi kualitas yang
dilakukan pada campuran bahan bakar ini, dengan tujuan untuk memastikan bahwa
produk akhir memenuhi standar yang telah ditetapkan. Pengujian ini bertujuan untuk
mengukur berbagai parameter kunci, seperti Density atau Specific Gravity, Reid Vapour
Pressure (RVP), Distilasi, Portable Octane Number, Doctor Test, dan Copper Strip
Corrosion Test, guna menentukan apakah blending gasoline ini memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan, seperti Pertamax Turbo, Pertamax Plus, Pertamax Racing, atau
jenis bahan bakar lainnya yang sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Dalam
pembahasan berikut, kami akan menjelaskan setiap pengujian ini mulai dari konsep
yang lebih umum hingga rincian yang lebih khusus.
8. 1. Density / Spesific Gravity, ASTM D 1298
Pengujian Density atau Specific Gravity pada Blending Gasoline adalah
proses untuk mengukur berat jenis atau kepadatan bahan bakar, dan tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa Blending Gasoline tersebut sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Dengan mengukur Density, ejauh mana kriteria
yang telah ditetapkan dipenuhi oleh komposisi bahan bakar ini dapat dipahami,
sebagai langkah awal dalam memastikan kualitas dan performa yang
diharapkan dari jenis bahan bakar tertentu, seperti Pertamax Turbo, Pertamax
Plus, atau yang lainnya. Dalam pembahasan berikut, akan dijelaskan lebih
lanjut mengenai pengujian Density ini serta kaitannya dengan spesifikasi
blending gasoline.

24
Pada percobaan ini, dilakukan uji nilai densitas dan SG pada sampel
blending gasoline menggunakan metode ASTM D-1298. Pertama-tama
menggunakan alat otomatis pengukuran densitas dan SG dilakukan dengan
mengambil sampel menggunakan suntikan khusus, kemudian disuntikkan ke
lubang yang berada di samping alat. Setelah itu alat bisa diatur pada suhu 15 ℃
, dan disentuh tombol start. Tunggu hasil yang akan tertera pada alat,
kemudian catat. Setelah selesai dilakukan pengeluaran sisa sampel, dengan
menekan tombol dan menunggu selama 100 detik.
Pada praktikum ini kami menggunakan pengujian Density/Specific Grafity
Pada percobaan pertama, kelompok 2 menghitung nilai densitas pada sampel
blending gasoline dan mendapatkan nilai otomatis 0,78550 g/cm 3, sehingga
dikonversikan menjadi 786 kg/m3 dan didapatkan Specific Grafity nya adalah
0,78621. Pada percobaan kedua, kelompok 2 menghitung nilai densitas pada
sampel blending gasoline dan mendapatkan nilai otomatis 0,78321 g/cm 3,
sehingga dikonversikan menjadi 783 kg/m3 dan didapatkan Specific Grafity nya
adalah 0,78391. Pada percobaan ketiga, kelompok 2 menghitung nilai densitas
pada sampel Blending Gasoline dan mendapatkan nilai otomatis 0,70843
g/cm3, sehingga dikonversikan menjadi 708 kg/m3 dan didapatkan Specific
Grafity nya adalah 0,70843. Yang terakhir praktikan mendapatkan rata-rata
nilai densitas sebesar 0,75926 g/m3, sehingga dikonversikan menjadi 759 kg/m3
dan rata-rata nilai Specific Grafity 0,75952. Dan disini kita mendapatkan nilai

API sebesar 54,80187. Jadi hasil dari pengujian blending gasoline ini
cenderung masuk kedalam spesifikasi Pertamax Plus. Berdasarkan SK Dirjen
Migas No. 3674K/24/DJM/2006, spesifikasi berat jenis Pertamax pada suhu
15℃ adalah minimum 715 kg/m3 maksimum 770 kg/m3, sehingga dapat
dikatakan hasil yang didapatkan sudah sesuai (Onspec).
Analisis terhadap nilai faktor K-UOP pada pengujian blending gasoline
densitas ASTM D1928 menggunakan automatic density meter (ADM) dengan
mendapatkan nilai faktor K-UOP sebesar 0,00651 melibatkan beberapa
pertimbangan yang esensial. Secara pertama, perhatian pada akurasi
pengukuran menjadi kunci, di mana nilai faktor K-UOP yang rendah
menandakan bahwa ADM memberikan hasil yang konsisten dan mendekati
nilai sebenarnya, menjadikannya metode yang dapat diandalkan dalam
mengukur densitas gasoline. Kedua, reproduktibilitas menjadi aspek penting,
dengan nilai faktor K-UOP yang rendah menunjukkan tingkat konsistensi dan

25
keandalan tinggi dalam pengukuran, sesuatu yang krusial dalam konteks proses
pengujian. Selanjutnya, penting untuk membandingkan nilai faktor K-UOP
dengan standar ASTM D1928 untuk memastikan kesesuaian dengan
persyaratan standar yang ditetapkan. Selain itu, evaluasi terhadap metode
koreksi dan kalibrasi yang digunakan pada ADM juga diperlukan, dengan
asumsi bahwa nilai faktor K-UOP yang rendah mencerminkan efektivitas
proses koreksi dan kalibrasi. Terakhir, dalam konteks penerapan praktis, nilai
faktor K-UOP yang rendah dapat meningkatkan efisiensi dan keandalan proses
pengukuran densitas, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada kualitas
kontrol blending gasoline. Analisis lebih lanjut mungkin diperlukan untuk
memastikan konsistensi nilai faktor K-UOP dengan tujuan pengujian dan
spesifikasi yang diberlakukan, namun, jika sesuai dengan harapan, nilai faktor
K-UOP yang rendah dapat dianggap sebagai indikator positif terhadap kualitas
pengukuran densitas blending gasoline.
8. 2. Reid Vapour Pressure (RVP), ASTM D 323
Pengujian Reid Vapour Pressure (RVP) dalam konteks blending
gasoline adalah prosedur untuk menilai tekanan uap yang dihasilkan oleh
bahan bakar dalam kondisi tertentu, dan tujuannya adalah untuk memastikan
bahwa blending gasoline tersebut sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pengukuran RVP penting karena membantu dalam mengevaluasi perilaku
bahan bakar di bawah berbagai kondisi suhu dan tekanan, yang pada gilirannya
mempengaruhi performa dan keamanan penggunaan bahan bakar tersebut.
Dalam pembahasan berikut, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengujian
RVP ini dan relevansinya dengan spesifikasi Blending Gasoline seperti
Pertamax Turbo, Pertamax Plus, atau yang lainnya.
Pada praktikum ini, kelompok 2 melakukan percobaan Reid Vapour
Pressure (RVP) pada sampel uji berupa blending gasoline, dengan cara
percobaan yaitu dengan suhu rendah. Maksud dari suhu rendah yaitu sample
blending gasoline ini didiamkan dalam lemari es dulu agar suhunya menjadi
rendah baru dilakukan percobaan. Pada percobaan pertama setelah perendaman
selama 30 menit, didapatkan nilai 43 kPa untuk suhu rendah. Pada percobaan
kedua dan ketiga setelah perendaman setiap 5 menit, didapatkan nilai berturut-
turut 44 kPa suhu rendah. Dikarenakan hasil dari sampel uji yang didapatkan
oleh praktikan sudah dirasa konstan maka dari itu praktikan hanya melakukan
pengulangan pengujian selama 3 kali dengan selang waktu berturut-turut

26
adalah 30 menit, 5 menit, dan 5 menit. Jadi hasil dari pengujian blending
gasoline ini cenderung masuk kedalam spesifikasi Pertamax Plus. Pada 3
percobaan yang telah dilakukan didapatkan suhu yang berbeda dengan data
yang konstan. Berdasarkan SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006,
Pertamax memiliki spesifikasi tekanan uap minimum 45 kPa dan maksimum
69 kPa. Sehingga, dapat dikatakan hasil yang diperoleh tidak memenuhi
spesifikasi (Offspec).
Offspec pada Reid Vapor Pressure (RVP) dalam gasoline dapat memiliki
dampak yang signifikan terhadap kualitas dan performa bahan bakar. RVP,
sebagai ukuran tekanan uap pada suhu tertentu, mempengaruhi beberapa aspek
penggunaan dan distribusi gasoline. RVP yang tinggi, sebagai contoh, dapat
menyebabkan penguapan yang lebih cepat, yang dapat menjadi permasalahan
dalam penyimpanan dan distribusi, terutama di daerah dengan suhu tinggi.
Selain itu, RVP yang tinggi juga dapat berkontribusi pada emisi gas buang,
meningkatkan risiko kebakaran, dan dapat memengaruhi start mesin pada suhu
rendah. Dalam konteks produksi, pemilihan komponen bahan bakar, seperti
fraksi hidrokarbon ringan, serta teknik pengolahan dan blending, memiliki
peran penting dalam menentukan karakteristik RVP. Faktor-faktor lain
termasuk suhu dan tekanan selama penyimpanan dan distribusi serta kepatuhan
terhadap standar dan spesifikasi industri yang mengatur batas-batas RVP.
Untuk mengatasi offspec pada RVP, perusahaan harus memonitor dan
mengontrol proses produksi, memilih bahan baku dengan cermat, dan
melakukan pengujian berkala guna memastikan bahwa produk memenuhi
standar yang ditetapkan. Jika offspec terdeteksi, penyesuaian dalam proses
produksi atau blending mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa produk
memenuhi spesifikasi yang berlaku.
8. 3. Distilasi, ASTM D 86
Pengujian distilasi dalam konteks blending gasoline adalah metode yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana komponen-komponen dalam bahan
bakar dapat menguap pada berbagai rentang suhu, dan tujuannya adalah untuk
memberikan wawasan mengenai komposisi bahan bakar serta distribusi
fraksinya. Pengukuran distilasi penting dalam memastikan bahwa bahan bakar
memenuhi spesifikasi dan kualitas yang diharapkan, serta mengidentifikasi
bagaimana komponen-komponen tersebut akan berperilaku dalam mesin
kendaraan. Dalam pembahasan berikut, praktikan akan membahas lebih lanjut

27
tentang pengujian distilasi ini dan hubungannya dengan spesifikasi blending
gasoline seperti Pertamax Turbo, Pertamax Plus, atau jenis bahan bakar
lainnya.
Pada percobaan pada kali ini yaitu menggunakan metode ASTM D 86
dengan bahan yang diuji yaitu Blending Gasoline. Pada saat pengujian, kami
menggunakan alat distilasi ASTM D 86, yang dimana ada kondensor dan
kondensat. Fungsi dilakukannya pengujian ini guna untuk menentukan Initial
Boiling Point (IBP) dan Final Boiling Point (FBP) dari produk yang kami
gunakan yaitu belnding gasoline yang berjumlah 100ml. Initial Boiling Point
(IBP) atau titik didih awal adalah suhu pada tekanan atmosfer standar (1 atm
atau 101.325 kPa) ketika komponen hidrokarbon dalam campuran mulai
menguap dan keluar sebagai gas dari campuran. Ditandai dengan tetesan
kondensat pertama. Final Boiling Point (FBP) atau titik didih akhir adalah suhu
pada tekanan atmosfer standar (1 atm atau 101.325 kPa) ketika komponen
hidrokarbon dalam campuran telah sepenuhnya menguap dan keluar sebagai
gas dari campuran. Suhu distilasi tersebut disetel 60˚C untuk mengkondensasi
Blending Gasoline. Labu distilasi yang digunakan dicuci dengan sampel
Blending Gasoline agar labu tersebut tidak terkontaminasi oleh produk lain.
Kemudian disiapkan 100 ml gelas ukur dan termometer untuk menentukan
volume dan temperatur hasil dari distilasi produk tersebut.
Siapkan gelas ukur ke tempat pengeluaran kondensat yaitu kondensor, dan
termometer berada diatas labu distilasi. Kemudian setel burner hingga
mencapai IBP. Setelah diganti proses pemanasan bisa lancar dengan
semestinya. Pada saat prosesnya berlangsung, pengeluaran awal kondensatnya
terjadi sangat cepat, dan pada saat kondensatnya berada pada 5ml, terjadi
percepatan pada aliran. IPB yang kami dapatkan pada percobaan ini yaitu
60˚C, sedangkan FPB sebesar 198˚C. Dan residu yang kami dapatkan yaitu
sebanyak 2,4 ml Dari 100 ml kondensat. Pada saat kehilangannya / losses kami
dapatkan 1,8 ml hasil tersebut menandakan bahwa percobaan ini tidak
merugikan. Adapun pengaruh apabila nilai IPB diturunkan dan FPB dinaikkan.
Pengaruh penurunan IPB akan menyebabkan naiknya Smoke Point, dan
Vapour Pressure. Namun, IPB turun juga mengakibatkan turunnya titik nyala,
Density, Freezing Point. Dan sebaliknya, apabila FPB dinaikkan akan
mengakibatkan naiknya nilai Density, Flash Point, Freezing Point. Namun
FBP naik juga menyebabkan turunnya Smoke Point dan Vapour Pressure. Jadi

28
hasil dari pengujian Blending Gasoline ini cenderung masuk kedalam
spesifikasi Pertamax Plus. Berdasarkan SK Dirjen Migas No.
3674K/24/DJM/2006, Pertamax memiliki spesifikasi nilai FBP maksimum 215
℃ dan nilai residu maksimum 2%. Sehingga, dapat dikatakan hasil yang
diperoleh memenuhi spesifikasi (Onspec).
8. 4. Portable Octane Number
Pengujian Portable Octane Number, juga dikenal sebagai pengujian
RON, adalah metode untuk menilai tingkat oktan bahan bakar, dan tujuannya
adalah untuk menentukan kemampuan bahan bakar dalam mencegah knocking
yang dapat merusak mesin. Pengukuran Portable Octane Number ini sangat
penting dalam menilai performa bahan bakar pada mesin kendaraan bensin.
Dengan demikian, pengujian ini membantu memastikan bahwa blending
gasoline sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, seperti Pertamax
Turbo, Pertamax Plus, atau jenis bahan bakar lainnya yang mengacu pada
karakteristik yang diinginkan. Dalam pembahasan berikut, kita akan
mendalami lebih lanjut mengenai pengujian Portable Octane Number dan
relevansinya dengan Blending Gasoline.
Pada praktikum kali ini, praktikan melekukan suatu percobaan Portable
Octane Number. Adapun sampel yang praktikan gunakan ialah Blending
Gasoline. Hal pertama yang dilakukan pada praktikum ini ialah menuangkan
sampel kedalam wadah sampai mencapai tanda batas, namun sebelum itu
praktikan diharapkan untuk mensterilkan atau mencuci wadah, dengan cara
membilasnya menggunakan produk itu sendiri agar tidak terkontaminasi
dengan produk lain. Kemudian masukkan wadah yang sudah diisi dengan
sampel tadi kedalam alat Portable Octane Number, lalu nyalakan alat, dan
tekan tombol measure, pada saat pengukuran ini juga wadah sampel perlu
diangkat sebentar untuk menghilangkan uap yang terdapat dalam alat tersebut,
yang mana uap itu akan mempengaruhi hasil dari pengukuran yang dilakukan,
karena prinsip kerja dari alat ini sendiri adalah menggunakan gelombang
cahaya. Selain itu juga, sebelum dimasukkan kedalam alat, wadah harus
dibersihkan dulu bagian luarnya agar hasil yang didapatkan lebih akurat,
selanjutnya tekan print, dan baca hasilnya.
Pada praktikum Portable Octane Number menggunakan produk
Blending Gasoline sebagai bahan uji, didapatkan data pengamatan nilai oktan
pada produk pertamax sebesar 94,3. Angka oktan tersebut menunjukan

29
seberapa besar tekanan yang dapat diberikan kepada gasoline, sebelum
terbakar secara spontan. Angka tersebut, diambil dengan membandingkan
campuran antara iso-oktana dan n-heptana. Angka tersebut digunakan untuk
menunjukan mutu bahan bakar motor untuk menahan ketukan saat dinyalakan
dalam campuran dengan udara dan terjadi pembakaran di dalam ruang bakar.
Semakin sedikit ketukan, maka semakin baik mutu bahan bakar, dan semakin
tinggi nilai oktannya. Selain itu, pengujian RON pada bahan bakar khususnya
pada pertamax guna menjaga kemurnian bahan bakar itu sendiri dari campuran
air.
Jadi hasil dari pengujian Blending Gasoline ini cenderung masuk
kedalam spesifikasi Pertamax Plus. Berdasarkan SK Dirjen Migas No.
3674K/24/DJM/2006, Pertamax Plus memiliki spesifikasi nilai RON yaitu 95.
Sehingga, dapat dikatakan hasil yang diperoleh memenuhi spesifikasi
(Onspec). sehingga sudah terdapat kesesuaian antara hasil percobaan dengan
dasar teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Perlu diketahui bahwa BBM
dengan angka oktan yang lebih rendah akan meledak dan terbakar secara
prematur yang mengakibatkan tenaga yang diberikan lebih rendah dari
konsumsi bahan bakar yang lebih besar. Jika penggunaan BBM beroktan
rendah dilakukan secara terus-menerus, maka kebiasaan tersebut dapat
merusak mesin dengan terjadinya knocking atau ketukan karena bahan bakar
berkualitas rendah (angka oktan rendah).
8. 5. Doctor Test, ASTM D 4952
Pengujian Doctor Test adalah metode untuk menilai tingkat oktan bahan
bakar, dan tujuannya adalah untuk menentukan kemampuan bahan bakar dalam
mencegah knocking yang dapat merusak mesin. Pengukuran Doctor Test ini
penting dalam mengevaluasi performa bahan bakar pada mesin kendaraan
bensin. Dengan demikian, pengujian ini membantu memastikan bahwa
Blending Gasoline sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, seperti
Pertamax Turbo, Pertamax Plus, atau jenis bahan bakar lainnya yang mengacu
pada karakteristik yang diinginkan. Dalam pembahasan berikut, kita akan
mendalami lebih lanjut mengenai pengujian Doctor Test dan relevansinya
dengan Blending Gasoline.
Pengujian Doctor Test ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya senyawa merkaptan dalam produk migas berupa bahan bakar
minyak. Salah satu bahan bakar minyak tersebut adalah blending gasoline.

30
Senyawa merkaptan ini sangat merugikan karena dapat dapat menimbulkan
korosif, warna gelap, bau, dan emisi beracun sulfur disulfida saat digunakan.
Pada pengujian doctor test, diawali dengan pengambilan sampel berupa
premium. Kemudian, ke dalam gelas ukur dicampurkan 10 mL sampel dan 5
mL Natrium plumbite, dengan rumus kimia Na2PbO2. Praktikan menggunakan
natrium plumbite untuk mengetahui adanya kandungan mertkaptan di bahan
bakar yang ditandai adanya kandungan sulfur putih. Labu takar ditutup dan
dilakukan pengocokan selama 15 detik. Natrium plumbite merupakan larutan
yang tidak laurut dalam minyak. Oleh karena itu, pengocokan dilakukan agar
senyawa ini diharapkan dapat terdispersi merata di dalam sampel sehingga
mampu mengikat hidrogen sulfida (H2S) atau merkaptan dalam premium.
Apabila dalam premium terdapat hidrogen sulfida (H 2S), maka lead (Pb)
dalam natrium plumbite (Na2PbO2) akan mengikat S dalam H2S sehingga
terbentuk endapan hitam PbS pada antara sampel dengan larutan Na 2PbO2.
Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :

H2S + Na2PbO2 2NaOH + PbS


Hydrogen Natrium Natrium Lead
Sulfide Plumbit Hydroxid Sulfide
e e
Namun, sesuai dengan data di atas, hasil pengamatan tidak terbentuk
endapan hitam PbS diantara sampel dengan larutan Na 2PbO2. Tidak
terbentuknya endapan hitam mengindikasikan bahwan sampel yang diuji tidak
mengandung hidrogen sulfida atau H2S sehingga bisa dikatakan hasilnya
adalah ‘negative’. Kemudian, apabila di dalam sampel uji terdapat merkaptan
(RSH), maka senyawa ini akan bereaksi dengan Na 2PbO2 menghasilkan lead
mercaptide yang larut dalam minyak. Adapun reaksinya adalah sebagai
berikut:
2RSH + Na2PbO2 (RS)2Pb + 2NaOH
Natrium Lead Natrium
Mercaptan Plumbite Mercaptide Hidroxide

Kemudian, campuran tersebut ditambahkan sedikit serbuk sulfur. Labu


takar dikocok kembali selama 15 detik. Penambahan sulfur dalam campuran
tersebut akan menghasilkan endapan hitam PbS diantara sampel uji dengan
larutan Na2PbO2 (serbuk sulfur bereaksi dengan merkaptan dalam sampel).
Pada saat percampuran, juga terjadi terjadi konversi lead mercaptide menjadi

31
disulfida (alkil disulfida) yang tetap larut dalam fasa minyak. Adapun reaksi
pembentukan endapan hitam PbS adalah sebagai berikut.
(RS)2Pb + S RS - SR + PbS
Lead Sulfur Alkyl Lead
Mercaptide Disulfide Sulfide

Sesuai dengan data hasil pengamatan, endapan hitam tidak terbentuk.


Oleh karena itu sampel yang diujikan dinyakatan ‘negative’ yang berarti
konsentrasi merkaptan dalam premium relatif kecil atau tidak ada. Jadi hasil
dari pengujian blending gasoline ini cenderung masuk kedalam spesifikasi
Pertamax Plus. Berdasarkan SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006,
Pertamax memiliki spesifikasi nilai kandungan sulfur maksimum yaitu 0,05 %.
Sehingga, dapat dikatakan hasil yang diperoleh memenuhi spesifikasi
(Onspec).
8. 6. Copper Strip Corrosion Test, ASTM D 130
Pengujian Copper Strip Corrosion Test adalah metode yang digunakan
untuk menilai potensi korosi yang mungkin disebabkan oleh bahan bakar
terhadap komponen mesin atau saluran bahan bakar, dan tujuannya adalah
untuk memastikan bahwa blending gasoline tidak merusak sistem bahan
bakar kendaraan. Pengukuran Copper Strip Corrosion Test sangat penting
dalam menjaga integritas dan kinerja seluruh sistem kendaraan serta
memastikan bahwa bahan bakar memenuhi standar spesifikasi yang telah
ditetapkan, seperti Pertamax Turbo, Pertamax Plus, atau jenis bahan bakar
lainnya yang mencerminkan karakteristik yang diinginkan. Dalam
pembahasan berikut, kita akan lebih rinci mengenai pengujian Copper Strip
Corrosion Test dan relevansinya dengan blending gasoline.
Pada saat praktikum, pengujian copper strip corrosion dilakukan
dengan sampel blending gasoline. Copper strip yang digunakan adalah
copper strip yang tidak terkontaminasi oleh zat-zat lain. Apabila telah
terkontaminasi, maka akan mempengaruhi hasil akhir dari pengamatan. Oleh
karena itu, copper strip dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan
serbuk silikon carbidge atau biasa dikenal dengan amplas. Silikon carbide ini
memiliki sifat tahan korosi dan tentunya akan mengikat bagian permukaan
dari copper strip yang terkontaminasi. Kemudian, copper strip dibersihkan
lagi dengan menggunakan larutan isooktana, hal ini guna untuk lebih
maksimal dalam penguapan.

32
Setelah dibersihkan, copper strip dilakukan perendaman didalam
sampel yang kami gunakan yaitu blending gasoline dalam test tube, Test tube
ini akan direndam didalam water bath dengan suhu konstan 50˚C. Pemanasan
ini dilakukan agar mempercepat laju reaksi diantara keduanya. Selain itu,
waktu standar pemanasan dilakukan selama 3 jam. Hal tersebut bertujuan
agar hasil reaksi yang didapat bisa sempurna. Selain itu, water bath juga
dilengkapi dengan impeller atau baling- baling untuk memutar air agar panas
bisa menyebar secara merata. Hasil yang praktikan dapatkan spesifikasi
korosi bilah tembaga yaitu 1 B.
Jadi hasil dari pengujian blending gasoline ini cenderung masuk
kedalam spesifikasi Pertamax Plus. Berdasarkan SK Dirjen Migas No.
3674K/24/DJM/2006, Pertamax memiliki spesifikasi korosi bilah tembaga
yaitu 1 merit. Sehingga, dapat dikatakan hasil yang diperoleh memenuhi
spesifikasi (On spec). sehingga sudah terdapat kesesuaian antara hasil
pengujian dengan dasar teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Jika
percobaan melewati deret standar 1, maka produk dinyatakan tidak layak
dipakai karena dapat menimbulkan kerugian, baik itu secara langsung
maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung dapat berupa terjadinya
kerusakan pada peralatan, dan permesinan. Kerugian secara tidak langsung
dapat berupa terhentinya aktivitas produksi karena terjadinya pergantian
peralatan yang rusak akibat korosi yang dapat mengakibatkan terjadinya
pengroposan pada alat.
ASTM Copper Strip Corrosion standard memiliki tingkat sorosif mulai
dari nomor 1A-4C. nomor 1A menunjukan tingkat korosifnya sangat rendah
dan sebaliknya, nomor 4C menunjukan bahwa tingkat korosifitasnya sangat
tinggi.
Pengujian copper strip corrosion ini perlu untuk dilakukan senyawa
sulfur bersifat sangat korosif sehingga akan membahayakan alat-alat kilang
yang terbuat dari logam. Kandungan sulfur tinggi pada produk migas dapat
disebabkan dari sumber crude oilnya atau perubahan sulfurnya yang kurang
baik.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dimana praktikum telah
melakukan pengujian sesuai dengan prosedur sehingga hasil pengamatan
yang didapat telah sesuai dengan dasar teori yang telah dipaparkan
sebelumnya.

33
IX. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Density / Specific Gravity, ASTM D 1298
Setelah dilakukan praktikum density / specific gravity, ASTM D 1298 dapat
disimpulkan bahwa:
 Setelah dilakukan pengujian dan perhitungan, diperoleh nilai densitas dengan
sampel uji blending gasoline sebesar 0,75926 g/cm3.
 Hasil yang didapatkan pada praktikum tersebut sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan oleh Dirjen Migas, yaitu nilai densitas dengan suhu 15℃
minimal 0,715 g/cm3 dan maksimal 0,75 g/cm3. Dari data tersebut, dapat
diperoleh bahwa sampel blending gasoline yang digunakan sesuai dengan
spesifikasi Dirjen Migas atau on specification.
2. Reid Vapour Pressure, ASTM D 323
Setelah dilakukan praktikum reid vapour pressure, ASTM D 323 dapat
disimpulkan bahwa:
 Pengujian menggunakan sampel menggunakan blending gasoline pada suhu
rendah sehingga didapatkan nilai reid vapour pressure atau tekanan uap
sebesar 43,67.
 Berdasarkan spesifikasi gasoline yang telah ditetapkan oleh Dirjen Migas,
hasil yang didapatkan tersebut adalah off specification. Hal ini dikarenakan
belum sesuai dengan nilai untuk spesifikasi reid vapour pressure gasoline
dari Dirjen Migas yaitu maksimal 69 kPa dan minimal 45 kPa.
3. Distilasi, ASTM D 86
Setelah dilakukan praktikum distilasi, ASTM D 86 dapat disimpulkan bahwa:
 Hasil total recovery sebanyak 95 mL dan terdapat residu sebanyak 1,8 mL.
IBP terjadi pada suhu 60℃ dan suhu maksimum pada termometer yang
diperoleh selama uji distilasi adalah 198℃.
 Berdasarkan spesifikasi Dirjen Migas produk blending gasoline untuk titik
didih akhir maksimal 215℃ dan residu maksimal 2 mL. Dari hasil pengujian
didapatkan hasil akhir on specification atau sesuai dengan spesifikasi.
4. Portable Octane Number
Setelah dilakukan praktikum portable octane number dapat disimpulkan bahwa:

34
 Sampel blending gasoline pada pengujian kali ini mendapatkan bilangan
oktan sebesar 94,3.
 Pengujian blending gasoline ini sudah dapat dikatakan on specification
dikarenakan angka oktan yang diperoleh sudah mendekati sampel pertamax
plus yang beroktan 95 sesuai dengan spesifikasi dari Dirjen Migas.
5. Doctor Test, ASTM D 4952
Setelah dilakukan praktikum doctor test, ASTM D 4952 dapat disimpulkan
bahwa:
 Pada pengujian doctor test didapatkan sampel tidak berubah warna setelah
ditambahkan larutan Na2PbO2. Setelah ditambahkan sulfur maka membentuk
lapisan belerang berwarna kuning cerah sehingga menunjukkan hasil negatif
merkaptan dan hidrogen sulfida. Dalam hal ini, blending gasoline sudah on
specifation sesuai dengan ketentuan spesifikasi dari Dirjen Migas.
 Semakin tinggi kandungan sulfur pada suatu bahan bakar, maka kualitas
bahan bakar akan tidak bagus, begitupun sebaliknya. Senyawa sulfur dalam
bahan bakar harus dihilangkan karena akan berdampak negatif.
6. Copper Strip Corrosion Test, ASTM D 130
Setelah dilakukan praktikum copper strip corrosion test, ASTM D 130 dapat
disimpulkan bahwa:
 Hasil praktikum dari copper strip corrosion test, lempengan tembaga yang
telah diuji menunjukkan kelas 1b dimana sampel uji telah sesuai dengan
spesifikasi Dirjen Migas yaitu maksimal kelas 1.
 Semakin rendah golongan copper strip corrosion, maka semakin sedikit
kandungan sulfur dalam sampel.

B. Saran
Adapun saran yang diberikan praktikan, antara lain:
1. Hati-hati pada saat praktikum karena menggunankan peralatan yang mudah
pecah.
2. Pelajari modul terlebih dahulu agar tidak kebingungan saat praktikum.
3. Lakukan praktikum dengan teliti dan cermat agar mendapatkan hasil yang
maksimal.
4. Bereskan kembali peralatan dan bahan yang telah digunakan saat praktikum.

35
X. Daftar Pustaka
Andersen, V. F., Anderson, J. E., Wallington, T. J., Mueller, S. A., & Nielsen, O. J.
2010. Distillation curves for alcohol-Gasoline blends. University of Copenhagen:
Dearborn, Michigan.

Babazadeh Shayan, S., Seyedpour, S. M., & Ommi, F. 2012. Effect of oxygenates
blending with Gasoline to improve fuel properties. University of Malaya: Kuala
Lumpur.

Genchi, G., & Pipitone, E. 2014. Octane Rating of Natural Gas-Gasoline Mixtures on
CFR Engine. National Renewable Energy Laboratory: United States.

Nadkarni, R. A. K. 2015. Guide to ASTM Test Methods for the Analysis of Petroleum
2nd Edition.

Rajesh Kanna, A., Rahim, R., Salam, S., Favas, A., & Vishnu, L. M. 2017. Copper
Strip Corrossion Test in Various Aviation Fuels. LORDS Institute of Engineering
and Technology: India.

Rashid, U., & Anwar, F. 2008. Production of biodiesel through base-catalyzed


transesterification of safflower oil using an optimized protocol. University of
Agriculture: Pakistan.

Yanowitz, J., Christensen, E., & McCormick, R. 2011. Utilization of renewable


oxygenates as Gasoline blending components. National Renewable Energy
Laboratory: United State.

36
XI. Lampiran

37
Gambar 11. 1. Laporan Sementara Pengujian Density / Spesific Gravity, ASTM D 1298 dan
Reid Vapor Pressure (RVP), ASTM D 323

38
Gambar 11.2. Perhitungan ºAPI Untuk Perhitungan Pada Tabel Pengujian Density / Spesific
Gravity, ASTM D 1298

Gambar 11. 3. Laporan Sementara Pengujian Distilasi, ASTM D 86

39
Gambar 11. 4. Perhitungan Tb dan Kuop Pada Pengujian Distilasi, ASTM D 86

Gambar 11. 5. Laporan Sementara Pengujian Research Octane Number; Doctor Test, ASTM
D 4952; dan Copper Strip Corrosion, ASTM D 130

40
Gambar 11. 6. Pengujian Density / Spesific Gravity Dengan Menggunakan Automatic
Density Meter

Gambar 11. 7. Pengujian Blending Gasoline Dengan Reid Vapor Pressure

Gambar 11. 8. Pengujian Blending Gasoline Dengan Metode Distilasi

41
Gambar 11. 9. Hasil Pengujian Blending Gasoline Dengan Metode Research Octane
Number

Gambar 11. 10. Hasil Pengujian Blending Gasoline Dengan Doctor Test

Gambar 11. 11. Perendaman Sampel Blending Gasoline Dengan Copper Strip
Corrosion

42

Anda mungkin juga menyukai