Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER MULUT RAHIM (CA

SERVIKS) DALAM KEMOTERAPI CISPLATIN DAN HOLOXAN KE 3 SERI 1 DI RUANG


F2 RSPAL DR RAMELAN SURABAYA

Oleh:

Herma Pristianti

P27820823019

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Klien Ca Cerviks dengan Nyeri Akut diruang F2 RSPAL Dr

Ramelan Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 11 September s.d 17 September

2023 telah disahkan sebagai laporan Praktek Profesi Keperawatan Maternitas Semester

1 di Ruang F2 RSPAL Dr Ramelan Surabaya atas nama Herma Pristianti.

Surabaya, 18 September 2023

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

Dr. Dhiana Setyorini, M.Kep, Sp.Mat Harini Dwi Safitri, Amd.Keb


NIP. 19691003 199203 2 003 NIP.19721105 199403 2 001

Mengetahui,
Kepala Ruangan F2
RSPAL Dr. Ramelan Surabaya

Anti Widajani, S.Keb,Bd


NIP.19680704 199003 2 002
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT

KANKER MULUT RAHIM (CA SERVIKS)

A. Definisi Penyakit

Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang area serviks atau leher rahim,

yaitu area bawah pada rahim yang menghubungkan rahim dan vagina (Rozi,

2013). Kanker leher rahim atau kanker serviks (cervical cancer) merupakan

kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi

wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim

(uterus) dengan liang senggama (vagina)(Purwoastuti, 2015). Kanker serviks

adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari

adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal

di sekitarnya (Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, 2015).

B. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi Serviks

Serviks merupakan bagian terendah dari uterus yang menonjol ke vagina

bagian atas. Bagian atas vagina berakhir mengelilingi serviks sehingga

serviks terbagi menjadi bagian (supravaginal) dan bagian bawah (portio). Di

anterior bagian batas atas serviks yaitu ostium interna kurang lebih tingginya

sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih. Kanalis servikalis

berbentuk fusiformis dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu

orifisium interna yang bermuara ke dalam uterus dan orifisium eksterna yang

bermuara ke dalam vagina (Harahap, 1984; Moore, 2002; Eroschenko, 2003).

Serviks diinervasi oleh saraf sensorik dan susunan saraf otonom baik susunan

saraf simpatis maupun susunan saraf parasimpatis. Susunan saraf simpatis

berasal dari daerah T5-L2 yang mengirimkan serat-serat yang bersinaps pada

satu atau banyak pleksus yang terdapat pada dinding perut belakang atau di

dalam panggul sehingga yang sampai di serviks ialah saraf pascaganglion


(Harahap, 1984). Serat parasimpatis berasal dari daerah S2-S4 dan bersinaps

dalam pleksus dekat atau dinding rahim. Serat-serat saraf masuk ke uterus

melalui serviks dalam dan kebanyakan melaui ganglion Frankenhauser

(ganglion serviks, pleksus uterovaginal) yang merupakan pleksus utama pada

panggul dan terletak dekat pada ujung ligamen sakrouterina (Harahap, 1984).

b. Fisiologi Serviks

Selama fase proliferasi siklus menstruasi, sekresi kelenjar serviks uteri adalah

encer berair. Jenis sekret ini mempermudah sperma melalui kanalis serviks

masuk ke dalam uterus. Sebaliknya, selama fase luteal (sekresi), siklus

menstruasi dan kehamilan, sekret kelenjar serviks menjadi kental dan

membentuk sumbatan mukus di dalam kanalis serviks uteri. Hal ini

menghambat jalan sperma atau mikroorganisme dari vagina ke dalam uterus

(Eroschenko, 2003).

C. Etiologi

Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara pasti,

tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya

kanker serviks yaitu:

1. HPV (Human papilloma νirus) : HPV adalah virus penyebab kutil genetalis

(Kandiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian

yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.

2. Merokok : Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi

kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks

3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.

4. Berganti-ganti pasangan seksual.

5. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia

di bawah 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah dengan

wanita yang menderita kanker serviks.


6. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah

keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).

7. Gangguan sistem kekebalan

8. Pemakaian Pil KB.

9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.

10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear secara

rutin). (Nurarif, 2016).

D. Klasifikasi

Stadium klinis menurut FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvic, jaringan

serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk

stadium kliniknya), foto paru-paru, pielografi, intravena, (dapat digantikan

dengan foto CT- scan). Untuk kasus stadium lanjut diperlukan pemeriksaan

sistoskopi, protoskopi dan barium enema (Prawirohardjo, 2011).

Klasifikasi stadium kanker serviks menurut FIGO (International Federation of

Gynecologi) dalam (Andrijono, Gatot Purwoto, Sri Mutya Sekarutami, 2015)

Tabel Stadium kanker serνiks menurut FIGO

STADIUM TANDA-TANDA

Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma

intraepitel

Stadium I Karsinoma masih terbatas pada daerah

serviks (penyebaran ke korpus uteri

diabaikan)

Stadium IA Invasi kanker ke stroma hanya dapat

didiagnosis secara mikroskopik. Lesi

yang dapat dilihat secara makroskopik

walau dengan invasi yang superficial

dikelompokkan pada stadium IB


Stadium I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman

tidak lebih 3 mm dan lebar horizontal

tidak lebih 7 mm.

Stadium I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi

kurang dari 5 mm dan perluasan

horizontal tidak lebih 7 mm.

Stadium IB Lesi yang tampak terbatas pada

serviks atau secara mikroskopik lesi

lebih dari stadium I A2

Stadium IB 1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4

cm dari dimensi terbesar.

Stadium I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari

diameter terbesar

Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus,

tetapi belum mengenai dinding

panggul atau sepertiga distal/ bawah

vagina

Stadium II A Tanpa invasi ke parametrium

Stadium II B Sudah menginvasi ke parametrium

Stadium III Tumor telah meluas ke dinding

panggul dan/ atau mengenai sepertiga

bawah vagina dan/ atau menyebabkan

hidronefrosis atau tidak berfungsinya

ginjal

Stadium III A Tumor telah meluas ke sepertiga

bagian bawah vagina dan tidak

menginvasi ke parametrium tidak


sampai dinding panggul

Stadium III B Tumor telah meluas ke dinding

panggul dan/ atau menyebabkan

hidronefrosis atau tidak berfungsinya

ginjal

Stadium IV Tumor telah meluas ke luar organ

reproduksi

Stadium IV A Tumor menginvasi ke mukosa

kandung kemih atau rectum dan/ atau

keluar rongga panggul minor

Stadium IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif:

invasi stroma dengan kedalaman 3

mm atau kurang dari membrane

basalis epitel tanpa invasi ke rongga

pembuluh darah/ limfe atau melekat

dengan lesi kanker serviks.

E. Manifestasi Klinis

Pada tahap awal dan pra kanker biasanya tidak akan mengalami gejala.

Gejala akan muncul setelah kanker menjadi kanker invasif. Secara umum gejala

kanker serviks yang sering timbul (Malehere, 2019) adalah :

1. Perdarahan pervagina abnormal

Perdarahan dapat terjadi setelah berhubungan seks, perdarahan setelah

menopause, perdarahan dan bercak diantara periode menstruasi, dan periode

menstruasi yang lebih lama atau lebih banyak dari biasanya serta perdarahan

setelah douching atau setelah pemeriksaan panggul.

2. Keputihan

Cairan yang keluar mungkin mengandung darah, berbau busuk dan mungkin

terjadi antara periode menstruasi atau setelah menopause.


3. Nyeri panggul

Nyeri panggul saat berhubungan seks atau saat pemeriksaan panggul.

4. Trias

Berupa back pain, oedema tungkai dan gagal ginjal merupakan tanda kanker

serviks tahap lanjut dengan keterlibatan dinding panggul yang luas.

F. Patofisiologi

Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30 tahun. Faktor

resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human Paipilloma Virus

(HPV) yang ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain perkembangan kanker

serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan

seksual yang meningkat, status sosial ekonomi yang rendah dan merokok (Price,

2012).

Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa dan epitel

kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau zona

tranformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak normalnya sel

progresif yang berakhir sebagai karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan

karsinoma in situ atau High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)

mendahului karsinoma invasif.

Karsinoma serviks terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam

stroma serviks. Kanker servikal menyebar luas secara langsung kedalam jaringan

para servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat

dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal

invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale

dan rongga endometrium. Invasi ke kelenjar getah bening dan pembuluh darah

mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh (Price, 2012)

G. WOC
-Infeksi virus HPV Terjadi Iesi pada PerIuasan epiteI
-Genetik serviks,inflamasi, hoIumnar
-Hygiene yang tidak
bersih di organ vital
timbuI noduI (ehstroserviks dan
-Hubungan seksual endoserviks)
<16 tahun
Proses metapIastih
(erosive)

tumor Tumo DyspIasi


dysplasia Penyebaran
Penyebaran tumor

Karsinoma
Karsinomainvasive
invasive serviks pelvis Ke arah
Kearah
eksolistik
EksoIistih endolitik
EndoIiti
PeIvi
parametriu
parametrium
Ke arah Ke Perubahan epiteI
Kestroma
stromaserviks Menekansaraf
Menekan Metastase
Iumen vagina dispIastik serviks saraf
lumbosakrali ke vagina
lnfiItras
infiltrasi
Massa Perdaraha
perdarahan
Massa Poliferasi
MenginfiItrasi
Menginfiltrasi
ulkus UIku stimulus
StimuIu septum
anemia
Anemi septum
rektovagina dan
Nekrosis
Nekrosis jaringan Ditanghap
Ditangkap
Gangguan
Gangguan rektovagina
kandung kemih dan
reseptor nyeri
integritas reseptop
integritas kulit lmunitas Curah jantung
Obstruksi
Keputihan, kandungkemih
bau busuk Sirkulasi ke Nyeri
Resiko SirkuIasi Nyeri kronis
infeksi jaringan
ke
Gangguan
Perubahan poIa
Perubahan pola seksual pola eliminasi
Ketidakefektifa
n perfusi
Harga
Hargadiri
diri rendah

Terapi

Pembedahan Nonbedah

Preoperasi
Histerektomi
kemoterapi Radioterapi
Kurang pengetahuan Luka operasi
ttg prosdur operasi Mual dan muntah Kerusakan Jaringan
Perdarahan
Ansietas Nafsu makan Turgor kulit buruk
02 ke sel berkurang
Berat badan Gangguan integritas
Kelemahan fisik kulit
Post operasi
Defisit nutrisi

Invasi Bakteri Intoleransi aktifitas

Resiko Infeksi

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis. Menurut Arumaniez (2010) dan Corner (2013) dalam

buku Asuhan Ibu Dengan Kanker Serviks (Dedeh, 2015) ada beberapa

pengobatan serviks, antara lain sebagai berikut :

1. Cerclage serviks, yaitu prosedur bedah dengan menjahit tertutup seluruh

serviks selama kehamilan. Prosedur ini dilakukan pada wanita dengan

inkompetensi serviks untuk mencegah pembukaan awal serviks selama

kehamilan yang dapat menyebabkan persalinan premature.

2. Terapi antibiotik : pemberikan obat yang dapat membunuh bakteri yang

menyebabkan infeksi pada serviks dan organ reproduksi.

3. Metode krioterapi : membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada

suhu yang amat dingin (dengan gas CO2), sehingga sel-sel pada area tersebut

mati dan luruh dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi,

2011).

4. Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasive yang

masih terbatas pada daerah panggul. Terapi radioterapi menggunakan sinar

berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan

pertumbuhannya.

5. Kemoterapi : biasanya diberikan untuk kanker serviks yang diyakini telah

menyebar.

6. Histerektomi total : operasi pengangkatan uterus dan serviks. Jika kanker

serviks belum menyebar, histerektomi merupakan pengobatan terbaik.

7. Biopsi kerucut : biopsi serviks yang menghilangkan sepotong jaringan

berbentuk kerucut dari serviks dengan menggunakan prosedur eksisi

elektrosurgikal melingkar atau prosedur biopsi kerucut pisau dingin. Oleh

karena sebagian besari dari serviks dihapus, bipsi kerucut dapat membantu

mencegah atau mengobati kanker servik.

Penatalaksanaan Keperawatan : Asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker

serviks meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk meningkatkan


pengetahuan klien dan mengurangi kecemasan serta ketakutan klien. Perawat

mendukung kemampuan klien dalam perawatan diri untuk meningkatkan

kesehatan dan mencegah komplikasi (Reeder, 2013). Perawat perlu

mengidentifikasi bagaimana klien dan pasangannya memandang kemampuan

reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang berhubungan dengan

kemampuan reproduksinya. Apabila terdiagnosis kanker, banyak wanita merasa

hidupnya lebih terancam. Perasaan ini jauh lebih penting dibandingkan

kehilangan kemampuan reproduksi. Intervensi keperawatan kemudian difokuskan

untuk membantu klien mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan

yang realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan kualitas

sumber daya keluarga dan komunitas, dan menemukan kekuatan diri untuk

menghadapi masalah (Reeder, 2013).

I. Pemeriksaan Penunjang

Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita selama

±10-15 tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama prosedur skrining,

namun sebagian besar perempuan memiliki kesadaran yang rendah untuk

melakukan pemeriksaan baik melalui test paps smear maupun inspeksi visual

dengan asam asetat (IVA). Hasil penelitian, bahwa dari 171 perempuan yang

mengetahui tentang kanker serviks, hanya 24,5 % (42 perempuan) yang

melakukan prosedur skrining (Wuriningsih, 2016).

1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks)

dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah

memulas leher rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan

terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka

kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan

warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010).

Proses skrining dengan IVA merupakan pemeriksaan yang paling disarankan


oleh Departemen Kesehatan. Salah satu pertimbangannya karena biayanya

yang sangat murah. Namun perlu diingat, pemeriksaan ini dilakukan hanya

untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode

deteksi lainnya yang lebih lanjut harus segera dilakukan (Wijaya, 2010).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas IVA sejajar dengan

pemeriksaan secara sitologi, akan tetapi spesifitasnya lebih rendah.

Keunggulan secara skrinning ini ialah cukup sederhana, murah, cepat, hasil

segera diketahui, dan pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih mudah

dilakukan. (Wijaya, 2010).

2. Tes Pap Smear

Metode tes Pap Smear yang umum, yaitu dokter menggunakan pengerik atau

sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim.

Kemudian, sel-sel tersebut akan dianalisis di laboratorium. Pemeriksaan Pap

smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi. Waktu yang

terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari setelah hari pertama masa

menstruasi. Selama kira- kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita

sebaiknya menghindari douching atau penggunaan pembersih vagina, karena

bahan-bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel

abnormal.

3. Thin Prep

Metode thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher Rahim

4. Kolposkopi

Prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang

dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Jika ada

yang tidak normal, biopsy (pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh)

dilakukan untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar. Pemeriksaan

lanjutan untuk melihat sejauh mana penyebaran kankernya adalah:

5. Tes darah : untuk memeriksa kondisi hati, ginjal, dan sumsum tulang.
6. Pemeriksaan organ panggul : rahim, vagina, rectum, dan kandung kemih akan

diperiksa apakah terdapat kanker

7. CT scan: pemindaian kondisi tubuh bagian dalam dengan computer untuk

mendapatkan gambar tiga dimensi. Berguna untuk melihat kanker yang

tumbuh dan apakah kanker sudah menyebar ke bagian tubuh yang lain.

8. X-ray dada: untuk melihat apakah kanker sudah menyebar ke paru-paru.

9. MRI scan: pemindaian memakai medan magnet yang kuat dan gelombang

radio menghasilkan gambar dari dalam tubuh. Berguna untuk melihat apakah

kanker sudah menyebar dan seberapa jauh penyebaranya.

10. PET scan: jika digabungkan dengan CT scan, dapat melihat penyebaran

kanker dan juga memeriksa respons seseorang terhadap pengobatan yang

dilakukan.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

DENGAN PENYAKIT KANKER MULUT RAHIM (CA SERVIKS)

A. PENGKAJIAN

1. Identitas :

Identitas pasien yang perlu dikaji antara lain : seorang wanita yang berusia

30-60 tahun, perkawinan muda, jumlah anak, usia pernikahan. Wanita dengan

aktivitas seksual dini, misalnya sebelum usia 16 tahun mempunyai risiko

lebih tinggi karena lapisan dinding vagina dan serviks belum terbentuk

sempurna yang menyebabkan gampangnya timbul lesi dan terjadi infeksi

termasuk infeksi oleh virus HPV.

2. Keluhan Utama :

Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien dengan kanker serviks adalah

pertama, perdarahan per vagina (melalui vagina), perdarahan yang terjadi

setelah melakukan hubungan seksual atau perdarahan spontan yang keluar di

luar masa haid. Kedua, keputihan berulang tidak kunjung sembuh dan

biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah ditumpangi oleh infeksi dari

kuman, bakteri, atau jamur. (Ria & Re!, 2016). Keluhan pada stadium lanjut

nyeri (panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di

kandung kemih dan rectum atau anus.

3. Riwayat Obstetri yang lalu :

a. Keluhan Haid : Perdarahan diantara periode regular menstruasi, periode

menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya.

b. Riwayat Kehamilan Dahulu : Kehamilan yang terlalu sering. Pada wanita

yang memiliki banyak anak, apalagi dengan jarak kelahiran yang terlalu

dekat, berisiko tinggi terkena kanker serviks


c. Riwayat Persalinan Dahulu : Wanita yang sering melahirkan memiliki

risiko lebih besar menderita kanker serviks, selain itu wanita yang

melahirkan di usia muda juga memiliki risiko yang sama besar dengan

wanita yang sering melahirkan

4. Riwayat Keluarga Berencana :

Adanya penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu yang lama. (Dedeh,

2015). Menurut Guven et al (2009), menyimpulkan hipotesis bahwa

kekentalan lendir pada serviks akibat penggunakan pil KB berperan dalam

terjadinya kanker serviks. Hal ini dikarenakan kekentalan lendir bisa

memperlama keberadaan agen karsinogenik penyebab kanker berada di

serviks. Fakta juga menunjukkan bahwa penggunaan pil KB dalam jangka

waktu yang lama, setidaknya 5 tahun dengan peningkatan kejadian kanker

serviks. (Ria & Re!, 2016)

5. Riwayat Keluarga :

Menurut American Cancer Society (2008), kanker dapat dicetuskan oleh

faktor eksternal dan internal yang memicu terjadinya karsinogenesis (proses

pembentukan kanker). Faktor eksternal dapat juga berupa infeksi, radiasi, zat

kimia, dan konsumsi tembakau. Faktor internal yang bisa menyebabkan kaker

adalah mutasi gen (baik karena diturunkan atau akibat metabolism), hormone

dan kondisi sistem imun seseorang

6. Aktivitas sehari-hari

a. Pola makan : anoreksia, vomiting.

b. Pola eliminasi : inkontinensia urine, alvi.

c. Pola aktivitas dan tidur terganggu, terasa nyeri. (Dedeh, 2015)

7. Riwayat Psikososial
Konsep diri, emosi, pola interaksi, mekanisme koping, mengingkari masalah,

marah, perasaan putus asa, tidak berdaya, depresi atau bahkan memusuhi.

(Dedeh, 2015).

8. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : biasanya pasien tampak pucat, lemah.

a. Kepala dan leher : rambut rontok, rambut kering, tidak ada pembesaran

kelenjar tiroid

b. Mata : konjungtiva anemis

c. Thoraks : biasanya pada pasien kanker serviks tidak ada kelainan.

d. Abdomen : teraba massa bila sudah metastasis (Dedeh, 2015)

e. Genetalia : perdarahan pervagina, keputihan berbau tidak sedap,

gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rectum/anus. (Heru,

2011)

f. Ekstremitas : pembengkakan di beberapa anggota tubuh, seperti dipaha,

betis, tangan, dan sebagainya. (Eni, 2009). Bengkak atau edema tungkai

satu sisi. (Heru, 2011).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (PPNI, 2016)

1. Nyeri Kronis (SDKI, 2016, D.0078, Kategori : Psikologis, Subkategori :

Nyeri dan Kenyamanan)

2. Defisit Nutrisi (SDKI, 2016 D0019, Kategori : Fisiologis, Subkategori :

Nutrisi dan Cairan, Hal 56)

3. Resiko Perdarahan (SDKI, 2016, D.0012, Kategori : Fisiologis, Subkategori :

Sirkulasi Hal 42)

4. Perfusi Perifer Tidak Efektif (SDKI, 2016 D0019, Kategori : Fisiologis,

Subkategori : Sirkulasi, Hal 37)


5. Intoleransi Aktivitas (SDKI, 2016 D0056, Kategori : Fisiologis, Subkategori :

Aktivitas/Istirahat, Hal 128)

6. Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan (SDKI,2016 D0129,

Kategori : Lingkungan, Subkategori : Keamanan dan Proteksi, Hal 282)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI (SIKI)


KEPERAWATA KRITERIA HASIL (PPNI, 2018)
O N (SLKI) (PPNI,
2019)
(PPNI, 2016)

1. Nyeri Kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri

tindakan 1. Identifikasi factor

keperawatan selama pencetus dan pereda

3x8 jam maka nyeri

tautan nyeri 2. Monitor kualitas nyeri

meningkat. Dengan 3. Monitor lokasi dan

Kriteria Hasil : penyebaran nyeri

1. Melaporkan 4. Monitor intensitas

nyeri terkontrol nyeri dengan

meningkat menggunakan skala

2. Kemampuan 5. Monitor durasi dan

mengenali onset frekuensi nyeri

nyeri meningkat 6. Ajarkan Teknik

3. Kemampuan nonfarmakologis

menggunakan untuk mengurangi rasa

teknik nyeri
nonfarmakologi 7. Fasilitasi istirahat dan

s meningkat tidur

4. Keluhan nyeri 8. Anjurkan memonitor

penggunaan nyeri secara mandiri

analgesic 9. Anjurkan

menurun menggunakan

5. Meringis analgetik secara tepat

menurun 10. Kolaborasi pemberian

6. Frekuensi nadi obat analgetik

membaik

7. Pola nafas

membaik

8. Tekanan darah

Membaik

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi status

yaitu tindakan nutrisi

keperawatan waktu 2. Identifikasi kebutuhan

3x24 jam maka kalori dan jenis

diharapkan nutrient

keadekuatan asupan 3. Berikan makanan

nutrisi membaik tinggi serat untuk

Kriteria Hasil : mencegah konstipasi

1. Intake nutrisi 4. Kolaborasi dengan

tercukupi ahli gizi untuk

2. Frekuensi menentukan jumlah

makan membaik kalori dan jenis

3. Nafsu makan nutrient yang


Membaik dibutuhkan

4. Bising usus

membaik

3. Resiko Perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan

asuhan keperawatan gejala perdarahan

selama 3 x 24 jam 2. Monitor nilai

diharapkan tingkat hematokrit/hemoglobi

perdarahan n sebelum dan sesudah

menurun kehilangan darah

Kriteria Hasil 3. Pertahankan bedrest

1. tekanan darah selama perdarahan

membaik 4. Anjurkan

2. Hemoglobin meningkatkan asupan

membaik makanan dan Vitamin

3. Hematocrit 5. Kolaborasi pemberian

membaik pengontrol obat

pendarahan

4. Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi

Efektif asuhan keperawatan perifer

selama 3x24 jam 2. Identifikasi faktor

diharapkan perfusi resiko gangguan pada

perifer efektif sirkulasi

dengan Kriteria 3. Monitor adanya panas,

hasil : kemerahan nyeri atau

1. Tekanan systole bengkak ekstermitas

dan diastole 4. Catat hasil lab Hb dan

dalam rentang Ht

normal
2. Tidak ada 5. Lakukan hidrasi

ortostatik 6. Jelaskan kepada

hipertensi pasien dan keluarga

tentang tindakan

pemberian tranfusi

darah

7. Kolaborasi pemberian

tranfusi Darah

5. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan 1. Monitor kelelahan

tindakan fisik

keperawatan selama 2. Monitor pola dan jam

3x24 jam tidur

diharapkan 3. Lakukan latihan

intoleransi aktivitas rentang gerak

meningkat. pasif/aktif

Kriteria Hasil : 4. Libatkan keluarga

1. Keluhan lelah dalam melakukan

menurun aktifitas, jika perlu

2. Saturasi oksigen 5. Anjurkan melakukan

dalam rentang aktifitas secara

normal bertahap

3. Frekuensi dalam 6. Anjurkan keluarga

rentang normal untuk memberikan

(60-100 penguatan positif

kali/menit) 7. Kolaborasi dengan

4. Dispnea saat ahlo gizi tentang cara

beraktifitas dan meningkatkan asupan

setelah
beraktifitas makanan

menurun (16-20

kali/menit)

6. Gangguan Integritas Setelah dilakukan 1. Monitor warna dan

Kulit/Jaringan yaitu tindakan suhu kulit

keperawatan selama 2. Monitor kulit untuk

3x24 jam maka adanya ruam dan lecet

diharapkan 3. Periksa kulit dan

gangguan integritas selaput lendir terkait

kulit/ jaringan dengan adanya

meningkat. kemerahan,

Kriteria hasil : kehangatan ekstrim,

1. Perfusi jaringan edema dan drainase

membaik

2. Kemerahan

menurun

3. Jaringan

nekrosis

menurun

D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada

pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan, tetapi menutup

kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan tergantung pada

situasi dan kondisi pasien.

E. EVALUASI
Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan

atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai. Pada

bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga

tercapai sebagaian atau timbul masalah baru.

Anda mungkin juga menyukai