Anda di halaman 1dari 17

1

MATA KULIAH : STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

FATALISM DAN PENYEBAB TERJADINYA KASUS FATALISM


DILIHAT DARI SUDUT PANDANG PSIKOLOGI AGAMA
DISUSUN OLEH :

YUSMIANA

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
PRODI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................i


Daftar Isi ...........................................................ii
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ...........................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................5
1.3 Tujuan ...........................................................5
BAB II. Pembahasan
2.1 Pengertian dan Sejarah Fatalism ...........................................................6
2.2 Penyebab Fatalism Dari Sudut ...........................................................11
Pandang Psikologi Agama

BAB III Penutup ...........................................................11


3.1 Kesimpulan ...........................................................16

Daftar Pustaka
3

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya, karena dengan izin-Nya lah saya dapat menyelesaikan
makalah ini dalam mata kuliah psikologi pendidikan islam “FATALISM DAN
PENYEBAB TERJADINYA KASUS FATALISM DILIHAT DARI SUDUT
PANDANG PSIKOLOGI AGAMA” makalah ini telah saya susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpatisipasi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Saya berharap
agar makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi pembaca dan penulis yang lain.
Saya juga berharap agar makalah ini dapat diimplikasikan dengan baik dan
menjadi pengetahuan baru bagi pembaca. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

BAB I
4

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fatalisme adalah pandangan atau kepercayaan bahwa segala hal dalam

hidup telah ditentukan sebelumnya dan bahwa manusia tidak memiliki

kebebasan untuk mengubah nasibnya. Fatalisme juga merupakan pandangan

filosofis yang telah ada sejak zaman kuno. Konsep ini menyatakan bahwa

segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita telah ditentukan sebelumnya dan

tidak dapat diubah. Dalam esai ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek

fatalisme, termasuk asal-usulnya, implikasinya terhadap kebebasan manusia, dan

pandangan kritis terhadap konsep ini.1

Dalam sejarah Islam, pemikiran tentang takdir atau qadar telah

mengalami perkembangan dan perdebatan yang panjang. Sejak masa awal Islam,

terdapat kelompok-kelompok yang percaya bahwa takdir adalah segala-

galanya dan manusia tidak memiliki kendali atas nasib mereka. Sementara

itu, ada kelompok lain yang percaya bahwa manusia memiliki kebebasan dalam

memilih tindakan mereka dan takdir hanyalah rencana Allah yang bisa diubah

dengan doa dan usaha manusia. Pemikiran tentang takdir dan fatalisme dalam

Islam terus berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

seperti keadaan sosial dan politik pada masa itu.2

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur kepada nabi Muhammad

SAW. Dengan memperhatikan marhalah-marhalah yang beriringan tentang

1
PROF. DR. H. JALALUDDIN. Legalite: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam, 3(I),
50-72. Apa yang dimaksud dengan Fatalisme atau Fatalistis? (2019, September 19).
2
Rohmah, N. (2020). Psikologi Agama. Jakad Media Publishing. Nairazi, A. Z. (2018).
5

turunnya ayat-ayat makiyahdan madaniyah. Nyatalah bahwa kita memerlukan

suatu ilmu yangmenyoroti langkah-langkah itu dan menolong kita dalam meneliti

satu persatunyadengan sehalus mungkin.Yang dapat dipandang sebagai suatu cara

pengangsuran dalam turunnya wahyu.3

Pengetahuan yang mendalam dalam bidang ini memudahkan kita

mengetahui mana yang dahulu dan mana yang kemudian dari peristiwa-peristiwa

yang telah diterangkan al-Qur’an dan memperlihatkan kepada kita hikmah Allah

dalam mendidik mahluk bahkan menerangkan kepada kita bahwasanya AlQur’an

datangdari Allah. Karena Allah lah yangmenghapuskan mana yang dikendaki dan

menetapkan mana yang dikehendaki tanpa ada seseorangpun yang turut campur.

B. Rumusan Masalah

Rumusan dalam makalah ini adalah


1. Apa Pengertian Fatalism?
2. Apa penyebab terjadinya fatalism dari sudut pandang psikologi agama?

C. Tujuan
Tujuan Penelitian Ini Ingin Mengetahui tentang
1. Apa Pengertian Fatalism
2. Apa penyebab terjadinya fatalism dari sudut pandang psikologi agama

3
Nairazi. (2018). “RESENSI JUDUL BUKU “PSIKOLOGI AGAMA” KARANGAN PROF.DR. H.
JALALUDDIN” Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam, Volume III. No. 01
6

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian dan Sejarah Fatalism


A. Pengertian Fatalism

Fatalisme dari kata dasar fatal, adalah sebuah sikap seseorang dalam

menghadapi permasalahan atau hidup. Apabila paham seseorang dianggap

sangat pasrah dalam segala hal, maka inilah disebut fatalisme. Dalam paham

fatalisme, seseorang sudah dikuasai oleh nasib dan tidak bisa merubahnya4

Dalam paham fatalisme, seseorang sudah di kuasaioleh nasib dan tidak

bisa merubahnya.Sikap pasrah yang mengarah kepada fatalisme dapat

dikategorikan sebagai tingkah lakukeagamaan yang menyimpang. Sikap seperti

ini setidaknya mengabaikan fungsi dan peran akal secara normal. Agama

menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi,dengan akal manusia mampu

membangun peradaban melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.5

Beberapa Pengertian Fatalisme :

1. Doktrin bahwa segala sesuatu terjadi menurut nasib yang tidak dapat

ditawar-tawar lagi.Doktrin ini bersifat prafilosofis :

a. Keyakinan bahwa segala sesuatu pasti terjadi menurut caranya sendiri

tanpamemperdulikan usaha kita untuk menghindari atau mencegahnya.

4
Ramad, Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (edisi revisi) Penerbit Putra Utama: Jakarta.
Redaksi.
5
Nairazi. (2018). “RESENSI JUDUL BUKU “PSIKOLOGI AGAMA” KARANGAN PROF.DR. H.
JALALUDDIN” Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam, Volume III. No. 01
7

Semua usahakita untuk merubah nasib pasti gagal. Apa yang terjadi, pasti

terjadi.

b.Individu sama sekali tidak dapat mengatur tingkah laku dan nasibnya,

atau nasibsejarah. Tak seorang pun dapat berbuat lain selain menerima apa

adanya dan bertindak sebagaimana ditentukan

c. Dapat dikatakan, bahwa nasib seseorang telah ditetapkan dan tidak

berpautandengan pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Hari esok

berada diluar kekuasaannya (today is today and tomorrow is another day).

Seorang Fatalis berpikir, bahwa ia tidak dapat melakukan sesuatu pada

hari esok. Apa yang akanterjadi pada hari esok, minggu depan, tahun

depan atau sebentar lagi, tidak adakaitannya dengan dia. Oleh karena itu,

buat apa dan tidak ada gunanya untuk memikirkan apa yang akan

dilakukan.

Faham fatalisme adalah pemikiran dan pengertian, bahwa hidup kita

diserahkan pada nasib dan tidak mungkin bisa kita dapat mengubahnya.

B. Sejarah Fatalism

Fatalisme telah ada dalam berbagai tradisi filosofis dan agama,

termasuk dalam pemikiran kuno seperti Stoikisme dan determinisme teologis

dalam beberapa agama. Dalam Stoikisme, fatalisme dipandang sebagai

bagian dari konsep takdir yang tidak dapat diubah dan bahwa manusia harus

menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai takdir yang ditentukan. Dalam

determinisme teologis, fatalisme terkait dengan keyakinan bahwa segala


8

sesuatu yang terjadi adalah kehendak Tuhan dan manusia tidak memiliki

kebebasan untuk mengubahnya. 6

Fatalisme dalam Islam memiliki asal usul yang kompleks dan terkait erat

dengan sejarah dan perkembangan pemikiran Islam. Dalam konteks keagamaan,

fatalisme dalam Islam mengacu pada keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi

dalam hidup manusia telah ditentukan oleh Allah SWT sejak awal. Ajaran ini

berasal dari konsep takdir atau qadar dalam Islam.

Konsep takdir ini merupakan salah satu dari enam rukun iman dalam Islam

dan dipercayai sebagai prinsip dasar dalam kehidupan manusia. Dalam sejarah

Islam, pemikiran tentang takdir atau qadar telah mengalami perkembangan

dan perdebatan yang panjang. Sejak masa awal Islam, terdapat kelompok-

kelompok yang percaya bahwa takdir adalah segala-galanya dan manusia

tidak memiliki kendali atas nasib mereka. Sementara itu, ada kelompok lain

yang percaya bahwa manusia memiliki kebebasan dalam memilih tindakan

mereka dan takdir hanyalah rencana Allah yang bisa diubah dengan doa dan

usaha manusia. Pemikiran tentang takdir dan fatalisme dalam Islam terus

berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keadaan

sosial dan politik pada masa itu.

Dalam sejarah Islam, pemikiran tentang takdir atau qadar telah

mengalami perkembangan dan perdebatan yang panjang. Sejak masa awal Islam,

terdapat kelompok-kelompok yang percaya bahwa takdir adalah segala-

6
Solomon, Robert C. (October 2003). "On Fate and Fatalism". Philosophy East and West.
University of Hawaii Press. 53 (4): 435–454. JSTOR 1399977
9

galanya dan manusia tidak memiliki kendali atas nasib mereka. Sementara

itu, ada kelompok lain yang percaya bahwa manusia memiliki kebebasan dalam

memilih tindakan mereka dan takdir hanyalah rencana Allah yang bisa diubah

dengan doa dan usaha manusia. Pemikiran tentang takdir dan fatalisme dalam

Islam terus berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

seperti keadaan sosial dan politik pada masa itu. Sikap fatalisme dapat

memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kehidupan seseorang.

Berikut adalah beberapa dampak dari sikap fatalisme:

1. Dampak positif

a. Memberikan ketenangan dan kepercayaan diri Sikap fatalisme dapat

memberikan ketenangan dan kepercayaan diri pada seseorang, karena

ia yakin bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah SWT. Hal ini

dapat membantu seseorang untuk menghadapi segala tantangan dan

cobaan dalam hidup.

b. Meningkatkan tawakal dan ketaqwaan kepada Allah SWT Sikap

fatalisme juga dapat meningkatkan tawakal dan ketaqwaan kepada Allah

SWT. Seseorang akan lebih banyak berdoa dan mengandalkan Allah SWT

dalam setiap langkah

yang diambil, karena ia yakin bahwa segala sesuatu telah ditentukan

oleh Allah SWT.

c. Mendorong seseorang untuk bersabar dan menghadapi ujian hidup

Sikap fatalisme dapat mendorong seseorang untuk bersabar dan


10

menghadapi ujian hidup dengan lapang dada. Seseorang yakin bahwa

ujian tersebut merupakan ketetapan Allah SWT dan ia harus

menghadapinya dengan sabar dan ikhlas yang diambil, karena ia yakin

bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah SWT.

c. Mendorong seseorang untuk bersabar dan menghadapi ujian hidup

Sikap fatalisme dapat mendorong seseorang untuk bersabar dan

menghadapi ujian hidup dengan lapang dada. Seseorang yakin bahwa

ujian tersebut merupakan ketetapan Allah SWT dan ia harus

menghadapinya dengan sabar dan ikhlas.

2. Dampak negatif

a. Mengurangi motivasi dan semangat hidup Sikap fatalisme yang

berlebihan dapat mengurangi motivasi dan semangat hidup seseorang.

Seseorang mungkin merasa bahwa segala sesuatu sudah ditentukan

oleh Allah SWT dan ia tidak perlu berusaha keras untuk mencapai tujuan

hidupnya.

b. Menyebabkan ketidakmampuan dalam mengambil keputusan Sikap

fatalisme yang berlebihan juga dapat menyebabkan ketidakmampuan

dalam mengambil keputusan. Seseorang mungkin merasa bahwa takdir

telah ditentukan dan ia tidak memiliki kebebasan dalam mengambil

keputusan.
11

c. Menyebabkan ketidakpuasan dalam hidup Sikap fatalisme yang

berlebihan dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam hidup. Seseorang

mungkin merasa

bahwa takdir sudah ditentukan dan ia tidak memiliki pengaruh dalam

merubah keadaan, sehingga ia merasa tidak puas dengan

kehidupannya.

Sederhananya, faham Fatalisme adalah pemikiran dan pengertian, bahwa

hidup kita diserahkan pada nasib dan tidak mungkin bisa kita dapat mengubahnya.

Sikap pasrah yang mengarah kepada fatalism dapat dikategorikan sebagai

tingkah laku keagamaan yang menyimpang. Sikap seperti ini setidaknya

mengabaikan fungsi dan peran akal secara normal. Padahal agama menempatkan

akal pada kedudukan yang tinggi. Dengan akal manusia mampu membangun

peradaban melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam sendiri

dalam ajarannya memposisikan akal mengiringi keimanan dalam menentukan

derajat pemeluknya. Seperti dalam Al-Qur’an (QS 58:11), yang artinya “Allah

akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

2.2 Penyebab Fatalism Dari Sudut Pandang Psikologi Agama

Keterkaitan antara ilmu dan agama ini juga dilihat secara jeli oleh Albert

Einstein, dimana ungkapannya yang popular yakni, “ ilmu tanpa agama adalah

buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Secara psikologi, ada sejumlah

faktor yang melatar belakangi munculnya fatalism, yaitu :


12

1.Pemahaman yang Keliru

Sebagai manusia biasa, para agamawan memiliki latar belakang sosio-

kultural,tingkat pendidikan, maupun kapasitas yang berbeda. Dalam kondisi

seperti ituterbuka peluang timbulnya salah tafsir dalam memahami pesan-pesan

kitab suci maupun risalah Rasul. Seperti dalam contoh yang menyangkut etos

kerja. Dimana dalam salah satu hadist yaitu

ُ‫ « الدُّنْيَا ىس ْج ُن الْ ُم ْؤىم ىن َو َجنهة‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اَّللى‬


‫ول ه‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫َع ْن أىَِب ُهَريْ َرةَ ق‬
َ َ‫ال ق‬
» ‫الْ َكافى ىر‬
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang

kafir.” (HR. Muslim no. 2392).7

Hadist ini dipahami oleh banyak kalangan masyarakat sebagai peringatan

dan wanti-wanti, bahwa orang beriman tidak perlu mengejar kehidupan dunia,

karenatempatnya sudah dijanjikan surga. Pemahaman yang demikian itu akan ikut

mempengaruhi pembentukan etos kerja dansikap pasrah. Masyarakat Muslim

yang terkait dengan pemahaman yang seperti itusetidaknya akan cenderung

mengendorkan kerja kerasnya dalam meningkatkankehidupan dunianya.

2. Otoritas Agamawan

7
https://rumaysho.com/11513-dunia-itu-penjara-bagi-orang-mukmin.html
13

Dalam komunitas agama selalu ada pemimpin agama atau agamawan yang

jadi panutan masyarakat pemeluknya. Umumnya ketokohan dari si pemimpin

agama itulebih ditentukan oleh kuantitas pendukungnya. Tanpa disadari, ikut

memberi pengaruh psikologis terhadap ego pemuka agama. Dengan

menumbuhkan otoritasdiri sang pemimpin, dan bahkan kalau perlu sampai pada

tingkat menciptakankepatuhan puncak dikalangan para pengikutnya. Ajaran

agama dijadikan alat untuk “menyihir” pengikutnya, kata-kata yang dikeluarkan

harus dianggap sebagai fatwayang bila dilanggar akan berakibat buruk. Pemimpin

agama ini berusahamenciptakan situasi psikologis pengikutnya melalui otoritas

keagamaan yang iamiliki, hingga mempengaruhi terbentuknya sikap penurut.8

Selain itu, menurut mereka pahala dan dosa ditentukan sebagaimana

halnya dengan semua perbuatan. Jika demikian, maka taklif atau pelaksanaan

kewajiban dan tanggung jawab juga merupakan suatu paksaan. Kalau

seseorang mencuri atau minum khamr misalnya, maka perbuatannya itu

bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar

Tuhan yang menghendaki demikian.

Dengan kata lain bahwa ia mencuri dan meminum khamr bukanlah atas

kehendaknya tetapi Tuhanlah yang memaksanya untuk berbuat demikian.

Fatalisme adalah pandangan yang kontroversial tentang nasib dan kebebasan

manusia. Penting untuk mempertimbangkan berbagai perspektif dan

8
Rohmah, N. (2020). Psikologi Agama. Jakad Media Publishing. Nairazi, A. Z. (2018).
14

mempertanyakan keyakinan kita sendiri tentang nasib dan kebebasan. 9 Dalam

akhirnya, mungkin ada ruang untuk menemukan keseimbangan antara

penerimaan terhadap apa yang tidak dapat diubah dan upaya untuk mengubah apa

yang dapat kita kontrol dalam hidup kita. Sikap fatalisme dalam Islam dapat

memiliki dampak negatif pada kehidupan seseorang jika tidak diatasi dengan

benar. Namun, penting untuk diingat bahwa manusia memiliki kebebasan untuk

memilih dan bertindak, dan Tuhan hanya mengetahui apa yang akan terjadi.

Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus memperjuangkan tujuan hidup

kita dan tetap berusaha dengan mengandalkan Allah SWT. Terjerumusnya

manusia ke dalam pikiran fatalisme adalah karena, pertama, tidak mengetahui dan

mengerti kebenaran yang sesungguhnya sebagai akibat dari ajaranyang salah,

kedua, manusia hanya menerima sesuatu yang sudah menjadi kebiasaantanpa

memikirkan kembali keabsahan atau kesahihan dari ajaran atau pahamtertentu.

Mengapa manusia tidak dapat memikirkannya, karena telah dibutakan oleh

pengajaran yang salah. Akibatnya, ajaran yang salah ini dipegang, dipercayai,

dibudidayakan dan diajarkan secara turun-temurun maka jadilah suatu kesalahan

berantai. Secara singkat, fatalisme adalah paham yang menganggap bahwa

segalasesuatu ditetapkan oleh nasib.

Dengan kata lain bahwa Tuhan tidak bertanggung jawab dan tidak dapat

mengubah hidup manusia bahkan sampai pada penderitaan manusia sekalipun

tetapdipandang sebagai takdir atau nasib. atau dengan cara yang ajaib luput dari

9
Taylor, Richard (January 1962). "Fatalism". The Philosophical Review. Duke University Press. 71
(1): 56–66. JSTOR 2183681
15

bahayamaut. Dengan demikian maka Fatalistik berarti suatu pengakuan atas nasib,

di mananasib dianggap sebagai penentu segala-galanya dan bahwa itu telah

ditentukan darisemula. Berarti bahwa setiap orang ditentukan untuk kaya miskin,

sengsara-bahagiadan sebagainya dari semula, oleh nasib.10

10
Surawan, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN AGAMA: Sebuah Tahapan Perkembangan Agama
Manusia,( Yogyakarta : K-Media 2020), hlm226-227
16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fatalisme dari kata dasar fatal , adalah sebuah sikap seseorang dalam

menghadapi permasalah atau hidup. Apabila paham sesorang dianggap sangat

pasrah dalam segalahal, maka inilah disebut fatalisme. Dalam paham fatalisme,

seseorang sudah di kuasai oleh nasib dan tidak bisa merubahnya.

Fatalisme adalah pandangan bahwa segala hal dalam hidup telah

ditentukan sebelumnya dan manusia tidak memiliki kebebasan untuk

mengubah nasibnya. Dalam konteks psikologi agama, pandangan ini dapat

mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia dalam menghadapi

permasalahan hidup. Meskipun ada kritik terhadap sikap fatalisme, psikologi

agama juga mempelajari bagaimana manusia dapat mengatasi pandangan ini

dan mengambil tanggung jawab dalam hidup mereka sendiri.

Penting untuk mempertimbangkan berbagai perspektif dan memahami

implikasi fatalisme dalam konteks agama dan psikologi. Tingkah laku keagamaan

yang menyimpang terkait faham fatalism yaitu dimana kecenderungan

menyalahkan nasip atau takdir atas kegagalan dalam kehidupan tanpa di sertai

dengan usaha dan tanggung jawab.


17

DAFTAR PUSTAKA

Nairazi. (2018). “RESENSI JUDUL BUKU “PSIKOLOGI AGAMA”


KARANGAN PROF.DR. H. JALALUDDIN” Jurnal Perundang Undangan
dan Hukum Pidana Islam, Volume III. No. 01
PROF. DR. H. JALALUDDIN. Legalite: Jurnal Perundang Undangan dan
Hukum Pidana Islam, 3(I), 50-72. Apa yang dimaksud dengan Fatalisme
atau Fatalistis? (2019, September 19).
Ramad, Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (edisi revisi) Penerbit Putra
Utama: Jakarta. Redaksi.
Rohmah, N. (2020). Psikologi Agama. Jakad Media Publishing. Nairazi, A. Z.
(2018).
Solomon, Robert C. (October 2003). "On Fate and Fatalism". Philosophy East
and West. University of Hawaii Press. 53 (4): 435–454. JSTOR
1399977
Taylor, Richard (January 1962). "Fatalism". The Philosophical Review. Duke
University Press. 71 (1): 56–66. JSTOR 2183681

Anda mungkin juga menyukai