Anda di halaman 1dari 16

KETERKAITAN ANTARA FALSAFAH KESATUAN ILMU DENGAN

PSIKOLOGI KRIMINAL

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Falsafah Kesatuan Ilmu

Dosen Pengampu:

Dr. Widiastuti, M. Ag

Disusun Oleh:

Faiqotul Ilmiyah 2107016071

Siti Afifah 2107016073

Dea Melia 2107016081

Kelas 4B / Psikologi

PROGRAM PENDIDIKAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta kesehatan kepada kami semua, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Keterkaitan Falsafah Kesatuan Ilmu dengan Psikologi Kriminal”
dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Falsafah Kesatuan Ilmu
yang diampu oleh Ibu Dr. Widiastuti, M.Ag. Harapan kami dalam peyusunan makalah ini
adalah semoga materi yang dibahas dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Ibu Dr.
Widiastuti, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Falsafah Kesatuan Ilmu karena
telah memberikan tugas untuk membuat makalah mengenai keterkaitan Psikologi
Kriminal dengan Falsafah Kesatuan Ilmu sehingga kami bisa mendapatkan pengetahuan
baru mengenai materi tersebut.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini. Dan kami memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Kami menyadari bahkan makalah yang
dibuat jauh dari kata sempurna, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangun agar menjadi motivasi untuk penyusunan makalah selanjutnya yang lebih
baik.

Semarang, Februari 2023

Kelompok 9

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3

BAB I ........................................................................................................................... 5

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 5

A. Latar Belakang ................................................................................................... 5

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 6

C. Tujuan ................................................................................................................ 6

BAB II .......................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 7

A. Pengertian Falsafah Kesatuan Ilmu ..................................................................... 7

B. Pentingnya Falsafah Kesatuan Ilmu .................................................................... 8

C. Psikologi Kriminal ............................................................................................. 9

1. Pengertian Psikologi Kriminal ........................................................................ 9

2. Pendekatan Psikologi Kriminal ..................................................................... 11

D. Keterkaitan Falsafah Kesatual Ilmu dengan Psikologi Kriminal ........................ 13

BAB III....................................................................................................................... 15

KESIMPULAN .......................................................................................................... 15

3
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paradigma yang ada sekarang tidak lagi sama dengan para pendahulu kita.
Hal tersebut tidak dapat dihindari karena itulah realitanya. Sama halnya dengan
ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuanpun tidak lepas dari perubahan paradigma.
Kemunculan suatu paradigma yang baru tidak akan pernah luput dari paradigma
yang lalu, ataupun munculnya paradigma yang baru tersebut dipengaruhi oleh
perbaikan atas kekurangan paradigma yang lalu. Perubahan paradigma akan terus
timbul untuk memperoleh realitas yang sesungguhnya sesuai dengan pergantian
zaman dan kemajuan dunia (Diamastuti,2015). Persoalan pendidikan yang terjadi
di Indonesia sangatlah rumit, karena disemua sudut pandang ada permasalahan
yang perlu diselesaikan. Kemerosotan moral telah menguasai dunia pendidikan,
oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan karakter yang dapat memperbaiki
kemerosotan moral tersebut. Karakter itu adalah bentuk kepribadian yang
tertanam pada diri setiap orang yang dapat dibentuk dari kesadaran yang dapat
digunakan sebagai pedoman untuk berfikir dan berprilaku sehingga menciptakan
ciri khas pada orang tersebut (Maunah, 2014). Secara etimologis krimonologi
berasal dari kata crime yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan
pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu atau
pengetahuan tentang kejahatan.

Istilah kriminologi untuk pertama kali (1879) digunakan oleh P. topinard,


ahli antropologi prancis. Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan
orang untuk menilai perbuatan perbuatan tertentu. Selanjutnya nerbicara tentang
psikologi kriminal sebagai salah satu tipe teori kriminologi berdasarkan faktor
individu manusia, maka kita tidak pernah lepas dari apa yang namanya keturunan
dan bawaan, maka dari itu memulai pembahasan tentang psikologi kriminal kita
berbicara tentang ciri-ciri psikis dan psikologis. Dua hal tersebut yang akan

5
mempengaruhi apakan ada kaitannya antara perbuatan manusia dengan keturunan
atau bawaan, atau dengan apa yang disebut dengan kepribadian. Penyimpangan
perilaku manusia karena kepribadiannya bukanlah sebuah penyakit, dan tentunya
bukanlah sebuah keturunan atau bawaan. Penyimpangan perilaku manusia adalah
kelainan dalam mentalnya. Dalam alur penelitian psikologi kriminalitas dibagi
menjadi perbedaan struktur kepribadian, penjahat dan bukan penjahat, Prediksi
tingkah laku, dinamika kepribadian normal dalam diri penjahat,dan
klasifikasi.Apalagi ditambahnya kejadian-kejadian kriminal yang ada di
lingkungan sosial seperti pembegalan, pencurian, pembunuhan dan lain-
lain.Maka dari itu , penulis menysun makalah ini guna menjadikan tambahan
referensi pembaca bagainana keterkaitan falsafah kesatuan ilmu dengan psikologi
kriminalitas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Falsafah Kesatuan Ilmu?


2. Apakah Falsafah Kesatuan Ilmu penting?
3. Apa yang dimaksud dengan Psikologi Kriminal?
4. Bagaimana keterkaitan antara Falsafah Kesatuan Ilmu dengan Psikologi
Kriminal?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Falsafah Kesatuan Ilmu.


2. Untuk mengetahui seberapa penting Falsafah Keatuan Ilmu pada
kehidupan.
3. Untuk mengetahui apa itu Psikologi Kriminal.
4. Untuk mengetahui keterkaitan Falsafah Kesatuan Ilmu dengan Psikologi
Kriminal.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Falsafah Kesatuan Ilmu

Chair (2020), dalam bukunya mengungkapkan bahwa dalam membahas


falsafah kesatuan ilmu tidak luput kata filsafat didalamnya. Makna dari filsafat
atau falsafah cinta yang berasal dari Bahasa Yunani “philo” dan “sophia” yang
memiliki arti kenijaksanaan. Dengan demikian munculah philo sophia yang
beemakna cinta akan kebijaksanaan. Dalam Bahasa Yunani istilah sophia
mempunyai arti yang luas bukan hanya kebijaksanaan dalam berfikir (intellegenc)
namun juga kebijaksanaan yang sifatnya praktis, dan bisa diartikan sebagai
kebenaran, kebajikan, pengetahuan, kearifan, intelektual, dan akal sehat.
(Pasmore dalam Edwards, 1972: 216). Orang pertama yang mengaplikasikan
istilah philosophia adalah phytagoras yang dalam pengakuanya ia mengatakan
bahwa dirinya merupakan seorang phylosophos mencintai kebijaksanaan.

Filsafat umumnya dianggap sebagai ibu (induk) dari segala ilmu,


walaupun dalam perkembanganya ilmu sains dan filsafat memiliki ciri khas dan
metode yang berbeda. Selain itu filsafat juga tidak jarang digunakan untuk
pengkaitan-pengkaitan konsep hidup, baik cara berfikir manusia dan cara manusia
untuk hidup.

Istilah lain dalam filsafah adalah hikmah. Filusuf Islam Al-Kindi (803-873
M) menjelaskan bahwa falsafah merupakan hubb alhikmah (mencintai akan
kebijaksanaan) dan wawasan mengenai kenyataan (realita) atau hakikat segala
sesuatu yang mungkin bagi seseorang dimana tidak jauh beda memiliki arti dan
maksud yang cenderung sama dengan istilah philosophia dalam bahasa Yunani
(Nur, 2003: 27-28). Bentrand russel (2007: xiii) menjelaskan bahwa posisi filsafat
berada di tengah-tengah antara sains dan teologi. Filsafat sama halnya dengan
teologi yaitu menjelaskan teori secara definitive yang luas cenderung panjang dan
bahkan tidak berujung. Disisi lain filsafat juga memiliki kesamaan dengan sains
7
yaitu lebih menekankan pada perhatian akal manusia dibanding dengan otoritas
wahyu dan tradisi. Filsafat berada diposisi tidak bertuan diantara sains dan teologi.
Jika sains menolak hal yang berbau spekulatif namun filsafat menerimanya, dan
jika teologi dengan mudah menerima hal yang bersifat dogmantis, filsafat tidak
serta merta mudah menrimanya.

Dengan menjadi induk disegala aspek keilmuwan rasional, filsafat


didukung oleh 3 pertanyaan pokok, yaitu: Apa yang bisa kita ketahui? Dari
pertanyaan itu akan menjadi ontology. Bagaimana cara memperoleh ilmu
pengetahuan? Yang kemudian berkembang menjadi epistemology. Dan untuk apa
ilmu pengetahuan tersebut? yang nantinya berkembang menjadi aksiology.
Ontology membahas mengenai hal apa yang bisa diketahui oleh manusia,
epistemology membahas mengenai apa yang bisa didapat dalam mempelajari
suatu pengetahuan, dan aksiology membahas mengenai nilai dan kegunaan apa
yang kita dapatkan dalam mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. 3 aspek itulah
yang menjadi cabang ilmu pokok filsafat.

Melalui 3 aspek itu pula filsafat dianggap sebagai pemecah suatu


problematika (masalah) dari segala bentuk. Stephen Palmquist (2002: 8-9)
menjelaskan lebih lanjut terkait tugas filsafat yaitu, filsafat berperan sebagai
penjernih konsep, filsafat berperan sebagai pandangan hidup, dan filsafat berperan
sebagai penjernih konsep dan jalan hidup manusia.

B. Pentingnya Falsafah Kesatuan Ilmu

Filsafat memang diarahkan untuk memecahkan dan mencari jawaban


tentang hakikat segala sesuatu. Selain tugas tersebut, filsafat juga memiliki tugas-
tugas praktis. Stephen Palmquist (2002: 8-9) menjabarkan tiga arah pemahanan
berkaitan dengan tugas filsafat, yaitu filsafat sebagai penjernihan konsep, filsafat
sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai penjernihan konsep sekaligus jalan
hidup. Tugas filsafat sebagai penjernihan konsep berarti menggunakan
pemikiranpemikiran logis untuk memecahkan berbagai permasalahan yang sulit
dalam kehidupan manusia. Pandangan yang pertama ini, pada abad ke-20 dikenal
8
sebagai filsafat analitik. Sementara tugas filsafat dalam bentuknya yang kedua,
yaitu sebagai jalan hidup, berkaitan dengan pemahakan akan hakikat dan tujuan
keberadaan manusia beserta segala kerumitan dan problematikanya di dunia.

Dalam konteks ini, filsafat ditempatkan sebagai disiplin-studi ilmu yang


mencakup segala hal yang dapat membantu manusia dalam menjalani hidupnya
secara lebih benar dan lebih otentik. Pandangan ini kelak menjadi ciri khas filsafat
eksistensialisme. Sedangkan pandangan yang ketiga adalah mensintesiskan antara
filsafat analitik dengan eksistensialisme, yaitu meyakini bahwa tujuan
penjernihan konsep-konsep harus mengarah ke jalan hidup tertentu. Filsafat harus
berada di ranah teoritis sekaligus di ranah praktis. Integrasi keilmuan perlu
diupayakan demi kehidupan yang lebih baik, khususnya bagi umat Islam. Ilmu-
ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat, yang didominasi oleh ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan sesuatu yang bersifat lahiriah perlu diintegrasikan dengan ilmu-
ilmu yang dapat membawa pada ketenangan batin, sehingga antara dimensi
lahiriah dan dimensi lahiriah sama-sama dipertimbangkan.

C. Psikologi Kriminal

1. Pengertian Psikologi Kriminal

Menurut Thahir (2018), Psikologi kriminal yaitu suatu ilmu yang


mempelajari tentang perilaku atau tingkah laku suatu individu lebih
spesifiknya mengenai mengapa bisa timbul perilaku asocial yang berbau
kriminal. Selain itu dijelaskan bahwa psikologi criminal adalah suatu ilmu
psikologi yang membahas tentang kondisi kejiwaan dan tingkah laku
seseorang penjahat maupun yang berhubungan langsung ataupun tidak
melalui perbuatan yang dilakukanya.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu
psikologi criminal yaitu suatu cara yang dipergunakan untuk
mengidentifikasi apa dan bagaimana sebab terjadinya tindakan yang
menyimpang (kejahatan) yang dilakukan oleh suatu individu dikarenakan
suatu kelainan tingkah laku atau faktor kejiwaan.
9
Berdasarkan para ahli dibidang ilmu jiwa, bahwa kejahatan merupakan
perilaku yang menyimpang norma sosial (hukum), yang didasari oleh
faktor kejiwaan yang ada dalam diri individu itu sendiri. Maka dari itu
dalam hal ini beberapa ahli ilmu jiwa mencoba menganalisa perilaku
individu pada umunya dengan menggunakan metode unsur-unsur dari
dalam (intern) diri individu itu, yang biasanya disebut dengan (structure
of personality).

Dalam dunia kriminal tidak asing rasanya dengan istilah hukum.


Hukum merupakan suatu hal yang bisa dikatakan mampu mengubah dan
mengarahkan kehidupan manusia atau individu kea rah yang lebih baik.
Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995)
mendeskripsikan peran psikologi dalam bidang hukum.

a. Psychology in law, yang menjelaskan psikologi dalam bidang hukum


seperti psikolog menjadi saksi ahli dalam proses peradilan.
b. Psychology and law, salah satunya psycho-legal-research merupakan
suatu penelitian mengenai individu yang terkait dalam bidang hukum,
misalnya hakim, terdakwa, jaksa, pengacara.
c. Psychology of law, dalam hal ini hubungan antara psikologi dan
hukum condong abstrak, dimana hukum dipandang sebagai penentu
suatu perilaku. Di sisi lain yang dipandang dalam hal ini adalah
bagaimana hukum mampu mempengaruhi masyarakat begitupun
sebaliknya masyarakat mampu mempengaruhi hukum.

Sama halnya dengan teori yang dijelaskan oleh Mark Constanzo


(2006) yang menjelaskan bahwa beberapa peran psikologi dalam bidang
hukum, yaitu:

a. Sebagai penasehat
b. Sebagai evaluator
c. Sebagai pembaharu

10
Kejahatan baik terencana ataupun tidak sebagai hasil dari
emosional, reaksi, motif seseorang akan melahirkan beberapa aksi
kejahatan diantaranya sebagai berikut:

a. Kriminal biasa seperti mencuri, mencopet dan lain sebagainya


b. Kriminal profesional yaitu dengan keahlian
c. Kriminal konvensional yaitu untuk jalan hidup yaitu aksi kejahatan
yang dilakukan dengan motivasi serta modus kejahatan umum.
d. Kriminal disertai kekerasan seperti pembunuhan, pelecehan,
pemerkosaan
e. Kriminal politik yaitu dengan cara saah satunya menentang
pemerintah yang mempunyai kuasa
f. Kriminal public order, yaitu criminal yang tidak mengakibatkan
korban jiwa namun secara etika melanggar. Contoh pesta miras
yang berlebih di lingkungan kampung sehinga menyebabkan
kerusakan dan mengganggu ketertiban umum.
g. Kriminal bisnis seperti adanya maipulasi bisnis, menipu konsumen
dan lain-lain
h. Kriminal terorganisasi seperti narkoba, mafia dan lain-lain.

2. Pendekatan Psikologi Kriminal

a. Pendekatan Tipologi Fisik dalam Kepribadian


Pendekatan melalui tipologi fisik dalam kepribadian dipopulerkan
oleh Sheldon dan Kretchmer. Teori konstitusi yang diusung oleh
Kretcmer adalah teori kepribadian yang didasarkan pada bentuk
tubuh manusia. Kretchmer membagi teori ini menjadi 3 tipe
embrionik dalam tubuh, yaitu;
- Endoderm: system digestif/pencernaan
- Ectoderm: system kulit dan syaraf
- Mesoderm: tulang dan otot

11
Menurut Krethmer, kepribadian yang normal berasal dari
perkembangan yang seimbang.

Sheldon mengusung teori tipologi somatic dan membaginya


menjadi 3 tipe juga, yaitu;

- Endomorph: orang yang gemuk, lembut, rounded people,


menyenangkan dan sociable.
- Mesomorph: orang yang berotot, atletis, asrtif, vigorous, and
bold.
- Ektomorph: orang yang tinggi, kurus, otak berkembang dengan
baik, introverted, sensitive, and nervous.

Menurut Sheldon, tipe yang banyak atau sering melakukan


kejahatan adalah tipe mesomorph.

Dengan adanya dua kajian di atas, menjadikan pelaku perilaku


criminal dihubungkan dengan bentuk fisik mereka. Salah satunya,
karakteristik fisik pencuri memiliki kepala botak, blond hair, dan
rahang yang tidak menonjol, sedangkan contoh perampok
dikarakteristikan rambut yang panjang, telinga pendek, wajah
lebar dan rambut panjang yang bergelombang.

b. Pendekatan Teori Trait Kepribadian


Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai
kecenderungan melakukan tindakan keriminal berdasarkan
kepribadian tertentu yang dicermati pada hasil dari pengukuran tes
kepribadian. Kecenderungan keribadian memiliki hubungan
dengan perilaku criminal ini disimpulkan dalam beberapa
penelitian yang mengggunakan teknik kuesioner dan teknik
proyektif. Misalnya, orang yang cenderung melakukan tindakan
criminal adalah orang yang rendah akan control diri, mendominasi,
cenderung pemberani, dorongan untuk pemenuhan kebutuhan fisik
sangat tinggi, dan lain-lain.
12
c. Pendekatan Psikoanalisa
Menurut Freud, perilaku criminal adalah representasi dari id yang
tidak mampu dikendalikan oleh ego dan superego yang mana id ini
merupakan impuls yang berprinsip pada kenikmatan (pleasure).
Apabila id dalam prinsip ini berkembang dan supergo tidak
mampu mengontrol impuls dari id maka orang tersebut akan
melakukan tindakan yang berdasarkan pada kehendak hati untuk
kesenangannya.
d. Pendekatan Teori Belajar Sosial
Menurut Bandura, perilaku kriminal yang dilakukan oleh
seseorang dipengaruhi oleh peran model dalam melakukan
tindakan penyimpangan. Diawali dengan observasi baik langsung
atau tidak langsung, imitasi kemudian identifikasi dari model
hingga membentuk perilaku criminal.
e. Pendekatan Teori Kognitif
Penelitian Yochelson & Samenow (1976) mengungkap gaya
kognitif perilaku criminal dan meyakini bahwa pola berpikir lebih
penting daripada faktor biologis dan lingkungan yang
menyebabkan seseorang berperilaku menyimpang. Dalam
penelitiannya, Yochelson dan Samenow mengambil sample
seorang pelaku criminal yang ahli manipulasi, kompulsif, liar,
aggressive, dan mendapati bahwa pola pikir pelaku criminal
memiliki logika yang bersifat internal dan konsisten, hanya saja
logika pada pelaku criminal tersebut salah dan tidak bertanggung
jawab.

D. Keterkaitan Falsafah Kesatual Ilmu dengan Psikologi Kriminal

Falsafah kesatuan ilmu berfokus pada bagaimana integrase sebuah ilmu


menjadi satu-kesatuan dengan ilmu yang lain. Dalam psikologi criminal, pelaku
criminal adalah manusia (individu/kelompok) yang bersifat merugikan pihak lain.
Perilaku criminal ini adalah perilaku yang sifatnya menyimpang dari norma social

13
dan harus diselesaikan dengan ranah hukum, bahkan beberapa harus melalui masa
rehabilitasi. Dalam islam, anjuran berbuat baik kepada sesama sudah disampaikan
melalui ayat al-qur’an dan hadis. Ada frasa dalam bahasa Arab yang sering kita
dengar, “amar ma’ruf nahi mungkar” yang berarti menegakkan yang benar dan
melarang yang salah. Kedua, “hablum minannas” yang berarti hubungan antar
sesama manusia dalam hal yang baik. Kriminalitas terjadi karena perilaku
manusia yang menyimpang sehingga merugikan orang lain termasuk salah satu
contoh hubungan antar manusia yang buruk dan berlawanan dengan hablum
minannas. Dalam kejahatan, selain berhubungan dengan hablum minannas, juga
berkaitan dengan hablum minallah dan hablum minal alam. Dalam hubungannya
dengan hablum minallah, perilaku individu tersebut mencerminkan ketaatannya
kepada Allah dan kejahatan tersendiri merupakan larangan dari Allah yang
tentunya akan ada hukuman yang ditetapkan Allah di akhirat kelak.
Allah berfirman dalam Q.S An-Nahl:90

َ‫ع ِن ْال َفحْ ش َۤاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َو ْال َب ْغي ِ َي ِعظُكُ ْم لَ َعلَّكُ ْم تَذ َ َّك ُر ْون‬ ِ ‫ان َواِ ْيت َۤا‬
َ ‫ئ ذِى ْالقُ ْر ٰبى َو َي ْنهٰ ى‬ ِ ‫س‬ ِ ْ ‫ّٰللا َيأ ْ ُم ُر ِب ْال َعدْ ِل َو‬
َ ‫اْل ْح‬ َ ‫ا َِّن ه‬

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan)
perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S. An-Nahl: 40)

Allah berfiman dalam Q.S Hud:85

‫ض ُم ۡف ِسد ِۡين‬ َ َّ‫مِيزَ انَ ِب ۡالق ِۡسطِ َو َْل ت َۡب َخسُوا الن‬
َ ۡ ‫اس ا َ ۡشيَا ٓ َءهُمۡ َو َْل ت َعۡ ث َ ۡوا فِى‬
ِ ‫اْل ۡر‬ ۡ ‫َو ٰيقَ ۡو ِم ا َ ۡوفُوا ۡالمِ ۡكيَا َل َو ۡال‬

Artinya: Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan


adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan
jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan. (Q.S Hud:
85)

14
BAB III

KESIMPULAN

Chair (2020), dalam bukunya mengungkapkan bahwa dalam membahas falsafah


kesatuan ilmu tidak luput kata filsafat didalamnya. Makna dari filsafat atau falsafah cinta
yang berasal dari Bahasa Yunani “philo” dan “sophia” yang memiliki arti kenijaksanaan.
Dengan demikian munculah philo sophia yang beemakna cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat memang diarahkan untuk memecahkan dan mencari jawaban tentang hakikat
segala sesuatu. Selain tugas tersebut, filsafat juga memiliki tugas-tugas praktis. Stephen
Palmquist (2002: 8-9) menjabarkan tiga arah pemahanan berkaitan dengan tugas filsafat,
yaitu filsafat sebagai penjernihan konsep, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat
sebagai penjernihan konsep sekaligus jalan hidup.

Menurut Thahir (2018), Psikologi kriminal yaitu suatu ilmu yang mempelajari
tentang perilaku atau tingkah laku suatu individu lebih spesifiknya mengenai mengapa
bisa timbul perilaku asocial yang berbau kriminal. Selain itu dijelaskan bahwa psikologi
criminal adalah suatu ilmu psikologi yang membahas tentang kondisi kejiwaan dan
tingkah laku seseorang penjahat maupun yang berhubungan langsung ataupun tidak
melalui perbuatan yang dilakukanya. Beberapa pendekatan dalam psikologi criminal
antara lain pendekatan tipologi fisik dalam kepribadian, pendekatan teori trait
kepribadian, pendekatan psikoanalisa, pendekatan teori belajar social, dan pendekatan
teori kognitif.

Dalam psikologi criminal, pelaku criminal adalah manusia (individu/kelompok)


yang bersifat merugikan pihak lain. Perilaku criminal ini adalah perilaku yang sifatnya
menyimpang dari norma social dan harus diselesaikan dengan ranah hukum, bahkan
beberapa harus melalui masa rehabilitasi. Dalam islam, anjuran berbuat baik kepada
sesama sudah disampaikan melalui ayat al-qur’an dan hadis. Ada frasa dalam bahasa Arab
yang sering kita dengar, “amar ma’ruf nahi mungkar” yang berarti menegakkan yang
benar dan melarang yang salah. Kedua, “hablum minannas” yang berarti hubungan antar
sesama manusia dalam hal yang baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chair, B. M. (2020). Falsafah Kesatuan Ilmu (Vol. 1, Issue November 2020).

Fibriani, I. D., Suryani, V. A., Meithasari, Y., Hidayatullah, A. F., Irda, O. :, & Fibriani,
D. (2020). Paradigm Of Science Unity As A Base For Character Education. 15(2),
10–18.

Muhammadun, M., Tinggi, S., & Negeri, A. I. (2011). Konsep Kejahatan Dalam Al-
Quran. | Jurnal Hukum Diktum, 9(1), 14–29.

Thahir, A. (2018). Psikologi Kriminal. www. aura-publishing. com.

16

Anda mungkin juga menyukai