Definisi Qiyas
Kata Qiyas ( )قياسmenurut bahasa berasal dari akar kata qaasa -yaqishu – qiyaasan
yang berarti ukuran. Artinya, perkara yang satu diukur dengan perkara lain yang memiliki
ukuran dan ukurannya itu adalah nash yang jelas.
Menurut istilah ahli ushul, qiyas adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al-Qurʼan, dan Sunnah dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang
ditetapakan hukumnya berdasarkan nash. Suatu perkara yang belum ada hukumnya dengan
perkara lain yang telah ditetapkan oleh nash karena adanya alasan hukum (illat).
Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para
pakar ushul fikih, sekalipun redaksinya berbeda, tetapi mengandung pengertian yang sama. Di
antaranya dikemukakan Shadr asy Syari'ah (w. 747 H/1346 M, tokoh ushul fikih Hanafi)
تعدية الحكم من األصل إلى الفرع لعلة متحدة ال تدرك بمجرد اللغة
Artinya: Memberlakukan hukum asal kepada hukum furu’ disebabkan kesatuan ‘illah yang
tidak dapat dicapai melalui hanya dengan pendekatan bahasa.
Maksudnya, 'illah yang ada pada satu nash sama dengan 'illah yang ada pada kasus
yang sedang dihadapi seorang pakar, dan karena kesatuan 'illah ini, maka hukum dari kasus
yang sedang dihadapi disamakan dengan hukum yang ditentukan oleh nash tersebut.
Dr. Wahbah Az-Zuhaily mengutip beberapa pendapat dari para ulama ushul
menyebutkan bahwa mereka mendefisnikan pengertian qiyas sebagai :
ُإلحاق أمر غير منصوص على ُحمكه الشرعي بما يُمائِلُه
“Menjelaskan status hukum syariah pada suatu masalah yang tidak disebutkan nash-nya,
dengan masalah lain yang sebanding dengannya.”
Sekalipun terdapat perbedaan redaksi dalam beberapa definisi yang dikemukakan para
pakar ushul fikih klasik dan kontemporer di atas tentang qiyas, tetapi mereka sepakat
menyatakan bahwa proses penetapan hukum melalui metode qiyas bukanlah menetapkan
hukum dari awal (itsbat al-hukm wa nsya’uhu), melainkan hanya menyingkapkan dan
menjelaskan hukum (al-kasyf wa al-izhhar li al-hukm) yang ada pada suatu kasus yang belum
jelas hukumnya.
Misalnya, seorang pakar ushul fikih [mujtahid] ingin mengetahui hukum minuman bir
atau wisky. Dari hasil pembahasan dan penelitiannya secara cermat, kedua minuman itu
mengandung zat yang memabukkan, seperti zat yang ada pada khamar. Zat yang
memabukkan inilah yang menjadi ‘illah diharamkannya khamar. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat [5: 90-91]. Dengan demikian, pakar tersebut telah menemukan hukum
untuk bir dan wisky, yaitu sama dengan hukum khamar, karena ‘illah keduanya adalah sama,
yakni memabukkan. Kesamaan illah antara kasus yang tidak ada nasnya. dengan hukum yang
ada nasnya dalam Alquran atau Hadis, menyebabkan adanya kesatuan hukum. Inilah yang
dimaksudkan para pakar ushul fikih bahwa penentuan hukum melalui metode qiyas bukan
berarti menentukan hukum sejak semula, tetapi menyingkapkan dan menjelaskan hukum
untuk kasus yang sedang dihadapi dan mempersamakannya dengan hukum yang ada pada
nash, disebabkan kesamaan '‘illah antara keduanya.
ِ َس ِم ْيعً ۢا ب
صي ًْرا ۗۗ ا َِّن ه
َ َّٰللاَ َكان
Artinya:
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya
kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Ayat ini menjelaskan, bila terjadi sengketa maka kembalikan kepada Allah
dan RasulNya yaitu alquran dan sunnah. Dan Qiyas, befungsi menggali hukum yang
menjadi perselisihan yang tidak ada nashnya dari alquran dan sunnah untuk
dikiaskan kepada hukum yang diperselisihkan yang ada nashnya, karena keduanya
memiliki illat yang sama yaitu adanya hukum yang diperselisihkan
Firman Allah SWT dalam surat al Hasyr ayat 2:
َ ار ِه ْم ِالَ َّو ِل ْال َح ْش ۗ ِر َما
َ ظنَ ْنت ُ ْم ا َ ْن يَّ ْخ ُر ُج ْوا َو
ظنُّ ْٰٓوا اَنَّ ُه ْم َّمانِعَت ُ ُه ْم ِ َب م ِْن ِدي ِ ي ا َ ْخ َر َج الَّ ِذيْنَ َكف َُر ْوا م ِْن ا َ ْه ِل ْال ِك ٰت
ْٰٓ ه َُو الَّ ِذ
َْب يُ ْخ ِرب ُْونَ بُي ُْوت َ ُه ْم بِا َ ْي ِد ْي ِه ْم َوا َ ْيدِى ْال ُمؤْ ِمنِ ْي ۙن ُّ ف فِ ْي قُلُ ْوبِ ِه ُم
َ الرع َ َْث لَ ْم يَ ْحت َ ِسب ُْوا َوقَذ
ُ ّٰللاُ م ِْن َحيّٰللاِ فَا َ ٰتى ُه ُم ه
ص ْونُ ُه ْم ِِّمنَ ه ُ ُح
ار
ِ ص َ ْ فَا ْعتَ ِب ُر ْوا ٰيٰٓاُولِى
َ اال ْب
Artinya:
"Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir ahli kitab dari kampung halaman
mereka pada pengusiran pertama kali. Kamu tidak mengira bahwa mereka akan
keluar dan merekapun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat
menghindarkan mereka dari (siksaan) Allah, akan tetapi Allah mendatangkan kepada
mereka (siksaan) dari arah yang tidak mereka sangka. Dan Allah menanamkan
ketakutan ke dalam hati mereka, dan mereka membinasakan rumah-rumah mereka
dengan tangan mereka sendiri dan tangan-tangan orang yang beriman. Maka
ambillah tamsil dan ibarat (dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai
pandangan yang tajam."
Pada ayat di atas terdapat perkataanار
ِ ص َ ْ ( فَا ْعت َ ِب ُر ْوا ٰيٰٓاُو ِلmaka ambillah maka
َ اال ْب
tamsil dan ibarat dari kejadian itu hai orang-orang yang mempunyai pandangan
tajam). Maksudnya ialah: Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar
membandingkan kejadian yang terjadi pada diri sendiri kepada kejadian yang terjadi
pada orang-orang kafir itu. Jika orang-orang beriman melakukan perbuatan seperti
perbuatan orang-orang kafir itu, niscaya mereka akan memperoleh azab yang serupa.
Dari penjelmaan ayat di atas dapat dipahamkan bahwa orang boleh menetapkan suatu
hukum syara' dengan cara melakukan perbandingan, persamaan atau qiyas.
2. Hadits
Setelah Rasulullah SAW melantik Mu'adz bin Jabal sebagai gubernur Yaman, beliau
bertanya kepadanya:
َّ قَا َل فَبِسُنَّ ِة َرسُ ْو ِل. ِّٰللا
ِّٰللا ِ قَا َل فَإ ِ ْن لَ ْم ت َِج ْد فِي ِكت َا. ِب هللا
َّ ب ِ ضي بِ ِكت َا ِ قَا َل أ َ ْق.ضا ُءَ َض لَكَ ق َ ع َر َ ضي إِذَا ِ ْف ت َ ْق
َ َكي
قَا َل أ َ ْجت َ ِهد ُ َرأْ ِيي. ِب هللا
ِ سلَّ َم َو َال فِي ِكت َا َّ صلَّى
َ ّٰللاُ عَلَ ْي ِه َو َ ِ َّ قَا َل فَإ ِ ْن لَ ْم ت َِجدْ فِي سُنَّ ِة َرسُو ِل ّٰللا.سلَّ َم
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ ُّٰللا َ
ضي ِ ّٰللاِ ِل َما ي ُْر ِ َّ ِ ُ صد َْرهُ َو َقا َل ْال َح ْمد
َّ ّلِل الَّذِي َو َّفقَ َرسُ ْو َل َرسُو ِل َ سلَّ َم َ ع َل ْي ِه َو َّ صلَّى
َ ُّٰللا ِ َّ ب َرسُو ُل
َ ّٰللا َ ض َر َ َف. َو َال آلُو
ِ ََّرسُولَ ّٰللا
“Bagaimana (cara) kamu menetapkan hukum apabila dikemukakan suatu
peristiwa kepadamu? Mu'adz menjawab: Akan aku tetapkan berdasar al-Qur'an. Jika
engkau tidak memperolehnya dalam al-Qur'an? Mu'adz berkata: Akan aku tetapkan
dengan sunnah Rasulullah. Jika engkau tidak memperoleh dalam sunnah Rasulullah?
Mu'adz menjawab: Aku akan berijtihad dengan menggunakan akalku dengan
berusaha sungguh-sungguh. (Mu'adz berkata): Lalu Rasulullah menepuk dadanya
dan berkata: Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk petugas yang
diangkat Rasulullah, karena ia berbuat sesuai dengan yang diridhai Allah dan Rasul-
Nya." (HR. Ahmad Abu Daud dan at-Tirmidzi)
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa seorang boleh melakukan ijtihad dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa jika tidak menemukan ayat-ayat al-Qur'an dan al-
Hadits yang dapat dijadikan sebagai dasarnya. Banyak cara yang dapat dilakukan
dalam berijtihad itu. Salah satu diantaranya ialah dengan menggunakan qiyas.
Rasulullah SAW pernah menggunakan qiyas waktu menjawab pertanyaan yang
dikemukakan sahabat kepadanya, seperti hadits nabi:
"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah'." (QS. Al-
Isra: 23)
Kedua tindakan tersebut memiliki illat yang sama-sama menyakiti orang tua. Namun,
tindakan memukul yang dalam hal ini adalah far'u lebih menyakiti orang tua sehingga
hukumnya lebih berat dibandingkan dengan haram mengatakan "ah" yang ada pada ashl.
2. Qiyas Musawi ()قياس مساوى
Qiyas musawi, yakni qiyas di mana illat yang terdapat pada far'u sama bobotnya dengan
bobot illat yang terdapat pada ashl.
Contohnya, illat hukum haram membakar harta anak yatim yang dalam hal ini adalah
sama bobot illat haramnya dengan tindakan memakan harta anak yatim yang diharamkan
dalam surat An-Nisa ayat 10:
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)." (QS. An-Nisa: 10)
Jadi, tindakan membakar harta anak yatim hukumnya haram, sama seperti memakam
anak harta yatim. Sebab, keduanya sama-sama melenyapkan harta anak yatim.
3. Qiyas Al-Adna
Qiyas al-adna, yaitu qiyas di mana illat yang terdapat pada far'u lebih rendah bobotnya
dibandingkan dengan illat yang terdapat dalam ashl.
Contohnya, sifat memabukkan yang terdapat dalam minuman keras bir umpamanya lebih
rendah dari sifat memabukkan yang terdapat pada minuman keras khamar yang
diharamkan dalam ayat Alquran berikut: