𝒊 = 𝒏𝟏 / 𝒏𝟐
Dengan:
i = Rasio transmisi
n1 = Kecepatan putar pulley1 (rpm)
n2 = Kecepatan putar pulley2 (rpm)
Kecepatan putar pulley1 yaitu pada motor penggerak sesuai motor yang telah dipilih dari
katalog yaitu sebesar 1000 rpm, sedangakan pulley2 yaitu pada poros pencacah adalah
694.4 rpm, sehingga:
1.
Menentukan diameter pulley 1 (DP1)
DP1 di rencanakan dengan menggunakan Pulley tipe SPA dan dipilih diameter 71 mm dari
katalog
2.
Menentukan diameter pulley 2 (DP2)
Setelah DP1 ditentukan selanjutnya menghitung DP2 :
𝑫𝑷𝟐 𝒔
𝒊= ∙ (𝟏 − 𝟏𝟎𝟎)
𝑫𝒑𝟏
Dengan:
i = Rasio transmisi
Dp1 = Diameter pulley 1 (mm)
DP2 = Diameter pulley 2 (mm)
S = Faktor slip V-belt dengan pulley (0.3 untuk bahan sabuk karet dan pulley baja)
Sehingga,
1.44 = Dp2/71 (1-
(0.3/100)) DP2 = i DP1
(1-(0.3/100))
= 1,341 71 mm (1-(0.3/100))
= 94,922087 mm.
Kemudian pada katalog pulley pilih diameter yang mendekati nilai 101.2 mm.
Dari katalog pulley, maka dipilih nilai DP2 adalah sebesar 95 mm.
3.
Menentukan jarak sumbu poros pulley (C) dan panjang V-belt (L)
Menurut Sularso jarak sumbu poros seperti ditunjukan, harus lebih besar dari (1,5 -2)
kali DP2.
Pada mesin ini direncanakan jarak sumbu poros sebesar 4 kali DP2 yaitu 4 x 95 mm
= 380 mm.
Dengan jarak sumbu poros rencana sebesar 380 mm, maka dapat dihitung panjang V-
belt rencana (L`) :
(𝑫𝟐 − 𝑫𝟏)𝟐
𝑳` = 𝟐 ∙ 𝑪` + 𝟏. 𝟓 ∙ (𝑫𝟐 + 𝑫𝟏) +
𝟒 ∙ 𝑪`
Dengan:
L` = Panjang V-belt rencana (mm)
C` = Jarak sumbu poros rencana (mm)
D1 = Diameter pulley 1 (mm)
D2 = Diameter pulley 2 (mm)
Sehingga,
L` = 2 380 mm + 1.5 (95 mm + 71 mm) + ((95 mm - 71 mm)2/(4 380))
= 760 mm + (1.5 29 mm) + (841 mm/1600)
= 760 mm + 43.5 mm + 0.53 mm
= 1009.37mm
Panjang V-belt rencana dari perhitungan adalah 1009.37 mm, maka panjang
tersebut harus disesuaikan dengan panjang V-belt sebenarnya yang ada di pasaran
atau dari katalog. Dari katalog V-belt seperti ditunjukan pada Gamnbar 13, maka
dipilih V-belt yang medekati panjang rencana (854.03 mm) yaitu sebesar 850 mm.
Setelah panjang V-belt yang sebenarnya didapatkan, maka jarak sumbu poros yang
diawal direncanakan sepanjang 405 mm harus disesuaikan untuk mencari jarak
sumbu poros yang sebenarnya dengan persamaan sebagai berikut:
𝑳` − 𝑳
𝑪 = 𝑪` −
𝟐
Dengan:
C = Jarak sumbu poros sebenarnya (mm)
C` = Jarak sumbu poros rencana (mm)
L = Panjang V-belt sebenarnya (mm)
L` = Panjang V-belt rencana (mm)
Sehingga,
C = 380 mm - ((1009.37mm - 1000 mm)/2)
= 405 mm - (-7.97 mm)
= 375.315 mm
Perhitungan diameter poros (Shaft)
Poros yang meneruskan daya melalui V-belt akan menerima beban puntir dan lentur. Pada perhitungan
sebelumnya diameter poros diasumsikan sebesar 20 mm. Pada tahap ini akan dihtung diameter poros
sesuai dengan beban puntir dan lentur yang diterima. Bahan poros direncanakan menggunakan material
S30C dengan kekuatan tarik σb = 55 kg/mm 2. Untuk menentukan diameter poros harus dihitung terlebih
dahulu momen puntir dan momen lentur yang bekerja pada poros.
Dengan:
= Momen puntir (kg.mm)
Pd = Daya rencana (kW)
n2 = Kecepatan putar poros atau pulley2 (rpm)
Daya rencana adalah daya yang sebelumnya telah dihitung yaitu sebesar 1.47 kW, sehingga,
= 9.74 105 (1.47 kW/694.4 rpm)
= 3047,97 kg.mm
DP 1 ∙n 1
v=
19100
Dengan:
v = Kecepatan linear sabuk (m/s)
DP1 = Diameter pulley 1 (mm)
n1 = Kecepatan putar pulley 1 (rpm)
DP2−DP 1
γ =180 °−57 ∙
C
Dengan:
= Sudut kontak
DP2 = Diameter pulley 2 (mm)
DP1 = Diameter pulley 1 (mm)
C = Jarak sumbu poros sebenarnya (mm)
Berdasarkan perhitungan sebelumnya bahwa nilai diameter pulley 2 adalah 100 mm,
diameter pulley 1 adalah 71 mm, dan jarak sumbu poros sebenarnya adalah 407.97
mm, sehingga,
Dari tabel belt characteristics tersebut diatas untuk jenis sabuk SPA memiliki berat
sebesar 120 gr/m atau 0.12 kg/m.
Berdasarkan tabel diatas maka faktor koreksi sudut (C) untuk sudut kontak
mendekati 176,5 adalah sebesar 0.98.
Setelah kecepatan linear sabuk, sudut kontak sabuk, berat sabuk, dan faktor koreksi
sudut diketahui maka besar tegangan yang terjadi pada sabuk dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
2.5−Cα Pd 2
Ts=500 ∙ ∙ +m∙ v
Cα Q∙v
Dengan:
Ts = Tegangan static sabuk (N)
C = Faktor koreksi sudut
M = Berat sabuk linear (kg/m)
Pd = Daya rencana (kW)
Q = Jumlah V-belt
v = Kecepatan linear sabuk (m/s)
2.5−0.98 1.47 kW 2
Ts = 500 ∙ ∙ +0.12 kg / m∙ 3.72 m/s
0.98 1 ∙ 3.72m/ s
= 500 1.55 0.395 + 0.12 13.84
= 237.15 + 1.66
= 517,145622N
Setelah semua gaya-gaya yang bekerja pada poros diketahui selanjutnya adalah membuat free
body diagram seperti ditunjukkan pada Gambar 17, dimana:
F1 = Wpulley + Ts (Gaya dari berat pulley ditambah dengan gaya dari tegangan static sabuk)
= 9 N + 238.8 N
= 526,145622N
F2,F3 = Wpisau/2 (Dibagi dua karena beban disalurkan ke penyagga secara simetri)
= 48 N/2
= 24 N
Selanjutnya adalah menghitung gaya reaksi di titik A dan B menggunakan persamaan Hukum
Newton I yaitu F=0.
F =0
F1 – RA + F2 + F3 – RB =0
247.8 N – RA + 24 N + 24 N – RB =0
295.8 N = RA + RB
MB =0
F1 412 mm – RA 350 mm + F2 250 mm + F3 100 mm – RB 0 =0
247.8 N 412 mm – RA 350 mm + 24 N 250 mm + 24 N 100 mm – 0 =0
102.093,6 N.mm – 350RA mm + 6000 N.mm + 2400 N.mm – 0 =0
110.493,6 N.mm = 350 RA mm
RA = 315.7 N
Setelah nilai RA dan RB diketahui selanjutnya menghitung momen lentur atau bending moment
max. pada poros dengan menggunakan shear force diagram (SFD) dan bending moment diagram
(BMD) seperti ditunjukan pada Gambar 19.
Gambar 19. SFD dan BMD
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa Moment maksimun (M) terjadi pada bagian tumpuan
atau bearing sebelah kiri atau pada jarak 62 mm, dengan nilai bending moment sebesar 0.0154
kN.m atau 1540 Kg.mm.
σy
σ i=
SF 1 ∙ SF 2
Dengan:
i = Tegangan ijin poros (Kg/mm2)
y = Tegangan yield material poro`1s (Kg/mm2)
SF1 = Faktor keamanan akibat kelelahan puntir (5.6 untuk material SF, dan 6 untuk S-C)
SF2 = Faktor keamanan akibat konsentrasi tegangan (1.3 – 3)
Material poros telah direncanakan menggunakan material S30C dengan tegangan tarik sebesar
55 kg/mm2. Sehingga nilai SF1 adalah 6, sedangkan SF2 dipilih 3. Maka tegangan ijin poros adalah:
i = 55 Kg/mm2/ (6 3)
= 55 / 18
= 3.05 Kg/mm2
Setelah momen puntir, momen lentur, dan tegangan ijin diketahui maka diameter poros minimum
dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
[ ]
1
5.1
Ds ≥ ∙ √ ( Km ∙ M )2 + ( Kt ∙ τ )2 3
σi
Dengan:
Ds = Diamter shaft atau poros (mm)
i = Tegangan ijin poros (Kg/mm2)
M = Momen lentur (Kg.mm)
= Momen puntir atau torsi (Kg.mm)
Km = Faktor koreksi momen lentur
= (1.5: pembebanan momen lentur tetap; 1.5-2: beban dengan tumbukan ringan; 2-3: beban
= dengan tumbukan berat)
Kt = Faktor koreksi momen puntir
= (1: beban dikenakan secara halus; 1-1.5: terjadi sedikit kejutan atau tumbukan; 1.5-3: beban =
dengan kejutan atau tumbukan besar)
Beban lentur yang diterima poros adalah tetap sehingga nilai Km adalah 1.5, sedangan nilai Kt dipilih 1.5
karena dengan pertimbangan saat proses pencacahan rumput terjadi sedikit kejutan atau tumbukan.
Sehingga diamter poros dihitung sebagai berikut:
[ ]
1
5.1
Ds ≥ ∙ √ ( Km∙M )2 + ( Kt∙τ )2 3
σi
[ ]
1
5.1
2 √
≥ ∙ (1.5 ∙ 1540 Kg.mm )2 + ( 1.5 ∙ 2061 Kg.mm )2 3
3.05 kg/mm
1
≥ [ 1.67 ∙ √ 5.336.100 + 9.557.372 ]
3
1
≥ [ 1.67 ∙ √ 14.893.472 ]
3
1
≥ [ 1.67 ∙ 438378, ]
3
1
≥ [ 6621 , 01 ]
3
≥ 22,27 mm
Dari perhitungan diatas maka diameter minimal yang boleh digunakan sebagai poros pisau pencacah
adalah 22,27 mm. Pada perhitungan sebelumnya diameter poros diasumsikan sebesar 20 mm. Sehingga
nilai tersebut masih memenuhi kebutuhan diameter poros minimal.
Menghitung ukuran profil kerangka mesin
Profil kerangka yang akan dihitung adalah profil kerangka yang dianggap menerima beban yang paling
besar. Pada mesin ini profil yang akan dihitung adalah profil memanjang seperti ditunjukkan pada
Gambar 20. Profil tersebut menerima gaya dari beban semua komponen mesin dan motor penggerak.
Karena beban tersebut ditumpu oleh dua buah profil memanjang maka pada satu profil kerangka akan
menerima beban stengahnya.
Free body diagram dari kerangka memanjang dapat dilihat seperti pada Gambar 22, dengan:
F =0
- RA + F1 + F2 + F3 + F4 - RB =0
- RA + 131.5 N + 131.5 N + 40 N + 40 N - RB =0
343 N = RA + RB
MB = 0
– RA 933 + F1 815 mm + F2 525 mm + F3 345 mm + F4 185 mm – RB 0 = 0
–933RA + 131.5 N 815mm + 131.5 N 525 mm + 40N 345 mm + 40N 185 mm – 0 = 0
–933RA + 109.128,5 N.mm + 70.297,5 N.mm + 13.800 N.mm + 7.400 N.mm – 0 = 0
200,626N.mm = 933RA mm
RA = 139.26 N
Setelah nilai RA dan RB diketahui selanjutnya menghitung bending moment max. pada profil memanjang
dengan menggunakan shear force diagram (SFD) dan bending moment diagram (BMD) seperti
ditunjukan pada Gambar 23.
Gambar 23. SFD dan BMD
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa Moment maksimun (M) terjadi pada jarak 408 mm dari kiri,
dengan nilai bending moment sebesar (kN-mm): 48.044
Dengan:
i = Tegangan ijin (N/mm2)
y = Tegangan yield material (N/mm2)
SF = Faktor keamanan, diasumsikan menggunakan nilai 3.
Sehingga,
i = 250 N/mm2/ 3
= 83.33 N/mm2
M M
σ i= =
I/ y Z
Dengan:
i = Tegangan ijin (N/mm2)
M = Momen bending max. (N.mm)
I = Momen Inersia (mm4)
y = jarak elemen ke sumbu netral (mm)
Z = Modulus penampang (mm3)
Sehingga,
83.33 N/mm2 = 48.044 N.mm/Z
Z = 48902.56/83.33
= 586.9 mm3
= 0.5762 CM3
Gambar 24. Katalog Profil Hollow
Berdasarkan Katalog profil pada Gambar 24 diatas maka Profil Hollow minimal dengan ukuran 20 x 20
mm dengan ketebalan 2 mm masih memenuhi kiebutuhan modulus penapang yang diijinkan yaitu 0.74
cm3 > 0.5869 cm3.
τ
F=
Ds
2
Dengan:
F = Gaya tangensial (kg)
= Momen puntir/ torsi (kg.mm)
Ds = Diameter poros (mm)
Pada perhitungan sebelumnya diketahui diameter poros yang digunakan adalah 20 mm, dengan momen
puntir sebesar 3047,97 Kg.mm, maka:
Dengan:
i = Tegangan ijin (Kg/mm2)
y = Tegangan yield material pasak (Kg/mm2)
SF1 = Safety factor (6)
SF2 = Safety factor (1-1.5, terkena beban secara berlahan; 1.5-3, terjadi tumbukan ringan; 3-5,
= terjadi beban kejut dan tumbukan berat)
Safety factor (SF2) dipilih nilai 1.5 dikarenakan mesin poros menerima tumbukan ringan, sehingga:
i = 37 Kg/mm2/ (6 1.5)
= 4.1 Kg/mm2
Setelah gaya tangensial dan tegangan ijin diketahui, selanjutnya panjang pasak dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
F F F
σ i= = ; l=
A l ∙b σi ∙ b
Dengan:
l = Panjang pasak (mm)
F = Gaya tangensial (Kg)
i = Tegangan ijin (Kg/mm2)
b = Lebar pasak (mm)
Nilai lebar pasak (b) sesuai Gambar 26 adalah sebesar 7 mm, sehingga:
l = 206.1 Kg/ 4.1 Kg.mm 7 mm
= 7.18 mm
Dari perhitungan diatas maka panjang pasak minimal yang bisa digunakan adalah 7.18 mm.
Menghitung tegangan geser ijin
Sebelum menghitung panjang pasak harus dihitung terlebih dahulu tegangan ijinya dengan persamaan
sebagai berikut:
σy
σ i=
SF 1 ∙ SF 2
Dengan:
i = Tegangan ijin (Kg/mm2)
y = Tegangan yield material pasak (Kg/mm2)
SF1 = Safety factor (6)
SF2 = Safety factor (1-1.5, terkena beban secara berlahan; 1.5-3, terjadi tumbukan ringan; 3-5,
= terjadi beban kejut dan tumbukan berat)
Safety factor (SF2) dipilih nilai 1.5 dikarenakan mesin poros menerima tumbukan ringan, sehingga:
i = 84,9 Kg/mm2/ (6 1.5)
= 9.4333 kg/mm².
Setelah gaya tangensial dan tegangan ijin diketahui, selanjutnya panjang pasak dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
F F F
σ i= = ; l=
A l ∙b σi ∙ b
Dengan:
l = Panjang pasak (mm)
F = Gaya tangensial (Kg)
i = Tegangan ijin (Kg/mm2)
b = Lebar pasak (mm)
Nilai lebar pasak (b) sesuai Gambar 26 adalah sebesar 7 mm, sehingga:
l = 304.797 Kg/ 9.4 Kg.mm 7 mm
= 4.634 mm
Dari perhitungan diatas maka panjang pasak minimal yang bisa digunakan adalah 7.18 mm.
DAFTAR PUSTAKA:
[3] Omec Motors. 2023. Electric Motor Catalogue. Netherlands: OMEC MOTORS AND THE PEJA
GROUP
[4] Asahi. 2008. Asahi bearing units. Japan: Asahi Seiko Co. Ltd.
[5] ____. 2010. Cold Formed Square Hollow Sections. Singapore : Hiap Chuan Hardware (Pte) Ltd.
[6] Tigges. 2023. Fastener Solutions. Malaysia: Tigges Fastener Technology (M) Sdn. Bhd.
[7] Dengel, Brian. 2008. The key to a proper fit for keyways. USA. KHK Kohara Gear Industry Co.
[8] Purnomo, Hari. 2013. Antropometri dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu