Anda di halaman 1dari 8

Nama : Sylvina febrianti Nst

Nim : 0303213139

UTS : Psikologi Belajar

Dosen Pengampuh : Nurhayani, S.Ag., S.S., M.Si

Soal :

1. Jelaskan beserta contoh perbedaan perilaku hasil belajar dan perilaku yang bukan
hasil belajar yang saudara alami sepanjang kehidupan saudara
2. Jelaskan bagaimana faktor hereditas (inteligensi, bakat, kondisi fisik) mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar saudara sejak TK-PT
3. Jelaskan bagaimana faktor lingkungan (Pola asuh orang tua, sekolah/guru, teman
sebaya, geografis, budaya masyarakat dan makanan yg dikonsumsi) mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar (sejak TK –PT)
4. Jelaskan mengapa seorang bayi yg belum bisa bicara dan berjalan/berlari. Gunakan
teori maturity dan readiness sebagai pendukung argumen saudara
5. Mengapa siswa di sebuah kelas dengan usia yang sama, guru yang sama, materi
pelajaran yang diperoleh sama namun dalam proses belajar dan hasil belajarnya dapat
berbeda-beda
6. Jelaskan mengapa “lupa” dapat menghambat transfer belajar dan bagaimana
menerapkan konsep “keberkesanan”dan “law of disused” untuk mencegah terjadinya
lupa?
7. Silahkan tonton film “tare zameen”, lalu analisa kesulitan belajar apa yg terjadi pada
siswa yang bernama Ihsan, apa saja faktor penyebabnya dan apa upaya2 guru utk
membantu mgatasi kesulitan belajanya.
Jawaban :

1. Perilaku hasil belajar dan perilaku yang bukan hasil belajar adalah dua jenis perilaku
yang dapat dibedakan berdasarkan sumber dan pengaruhnya dalam kehidupan.
Berikut adalah penjelasan beserta contoh perbedaan antara keduanya dan berdasarkan
pengalaman hidup saya:

Perilaku Hasil Belajar: Perilaku hasil belajar merujuk pada perilaku yang diperoleh atau
dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, atau informasi yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, atau pengalaman belajar. Perilaku ini muncul sebagai respons atau
reaksi terhadap apa yang telah dipelajari seseorang. Contoh-contoh perilaku hasil belajar
adalah sebagai berikut:
a. Mampu menghitung dan memecahkan masalah matematika yang
kompleks setelah belajar matematika di sekolah.
b. Mengikuti aturan lalu lintas dan mengemudi dengan aman setelah
mengikuti kursus pelatihan mengemudi.
c. Menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi setelah
belajar tata bahasa.
Perilaku yang Bukan Hasil Belajar: Perilaku yang bukan hasil belajar adalah
perilaku yang tidak secara langsung terkait dengan proses pendidikan atau
pelatihan formal. Perilaku ini mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
budaya, lingkungan, dan pengalaman kehidupan sehari-hari. Contoh-contoh
perilaku yang bukan hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Mengucapkan terima kasih secara spontan kepada seseorang yang telah
membantu tanpa pernah mendapatkan pelatihan khusus tentang etika sosial.
b. Mengedipkan mata secara sepontan
c. Merasa senang saat bermain musik atau olahraga tanpa pernah mengikuti
pelatihan formal dalam bidang tersebut.

Perbedaan utama antara kedua jenis perilaku ini adalah sumber pengaruhnya. Perilaku
hasil belajar cenderung berasal dari pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui
pendidikan atau latihan, sedangkan perilaku yang bukan hasil belajar lebih dipengaruhi
oleh pengalaman hidup dan faktor-faktor sosial. Keduanya dapat saling melengkapi
dalam membentuk kepribadian dan interaksi sosial seseorang.
2. Faktor hereditas, yang mencakup warisan genetik dari orang tua, dapat mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar seseorang sejak usia TK hingga pendidikan tinggi (PT).
Berikut adalah penjelasan tentang bagaimana faktor-faktor seperti inteligensi, bakat,
dan kondisi fisik yang diturunkan secara genetik dapat berpengaruh:

Inteligensi: Genetik dapat memengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Kecenderungan genetik


tertentu dapat mempengaruhi sejauh mana seseorang memiliki potensi untuk kemampuan
kognitif yang tinggi. Ini bisa berarti bahwa individu dengan warisan genetik yang
menguntungkan dalam hal intelegensi cenderung memiliki kemampuan belajar yang lebih baik.
Mereka mungkin lebih cepat memahami konsep-konsep abstrak, berpikir kritis, dan
menyelesaikan masalah. Namun, penting untuk diingat bahwa faktor lingkungan dan
pendidikan juga memainkan peran besar dalam mengoptimalkan potensi ini.
a. Bakat: Bakat dalam berbagai bidang, seperti musik, olahraga, seni, atau ilmu
pengetahuan, juga dapat memiliki komponen genetik. Seseorang mungkin
memiliki keturunan yang memungkinkan mereka lebih mudah mengembangkan
keterampilan tertentu. Contohnya, seorang anak yang lahir dengan genetika yang
mendukung keterampilan fisik dan koordinasi mungkin lebih cenderung menjadi
atlet yang sukses. Namun, bakat saja tidak cukup; latihan, pelatihan, dan dedikasi
yang diperlukan untuk mengembangkan bakat tersebut juga memainkan peran
penting dalam hasil belajar.
b. Kondisi Fisik: Faktor-faktor fisik, seperti kesehatan fisik dan kebugaran, juga
dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Kesehatan fisik yang baik dapat
meningkatkan kualitas hidup seseorang dan dapat memungkinkan proses belajar
yang lebih efektif. Misalnya, individu yang memiliki genetika yang mendukung
kebugaran fisik cenderung memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dan daya
tahan yang lebih baik, yang dapat membantu mereka tetap fokus dan aktif selama
proses belajar.

Penting untuk diingat bahwa meskipun faktor hereditas dapat memberikan dasar yang
kuat, pengaruhnya tidaklah mutlak. Faktor-faktor lingkungan, pendidikan, motivasi,
dan pengalaman juga berperan dalam menentukan hasil belajar seseorang. Oleh
karena itu, individu masih memiliki kontrol untuk mengoptimalkan potensi mereka
melalui upaya belajar, pelatihan, dan lingkungan yang mendukung. Selain itu,
berbagai individu dengan latar belakang genetik yang berbeda masih dapat mencapai
kesuksesan akademik dan karier yang tinggi melalui kerja keras dan tekad.
3. Faktor lingkungan memiliki dampak besar pada proses belajar dan hasil belajar
seseorang dari usia TK hingga pendidikan tinggi (PT). Berikut adalah penjelasan
mengenai bagaimana faktor-faktor lingkungan ini memengaruhi belajar dan hasil
belajar, beserta referensi dalam bahasa Indonesia:
a. Pola Asuh Orang Tua: Pola asuh orang tua memainkan peran penting dalam
membentuk motivasi, disiplin, dan minat belajar anak. Orang tua yang
memberikan dukungan emosional dan intelektual, mendorong eksplorasi, dan
memberikan aturan yang jelas menciptakan lingkungan yang mendukung belajar
anak. Sebaliknya, pola asuh yang otoriter atau kurang mendukung dapat
menghambat perkembangan anak.
b. Sekolah dan Guru: Kualitas sekolah dan pengajaran guru sangat memengaruhi
hasil belajar siswa. Guru yang kompeten, peduli, dan memotivasi dapat
meningkatkan pemahaman siswa. Faktor seperti ukuran kelas, kurikulum, dan
sumber daya sekolah juga berdampak pada belajar siswa
c. Teman Sebaya: Teman sebaya dapat memengaruhi motivasi dan perilaku belajar
siswa. Hubungan yang baik dengan teman sebaya dapat memberikan dukungan
sosial dan kemungkinan untuk belajar bersama. Namun, tekanan dari teman
sebaya juga dapat memengaruhi keputusan belajar.
d. Lingkungan Geografis: Lokasi geografis dapat memengaruhi akses terhadap
pendidikan. Faktor seperti jarak ke sekolah, kualitas sekolah, dan infrastruktur
pendidikan dapat memengaruhi aksesibilitas pendidikan.
e. Budaya Masyarakat: Budaya masyarakat memengaruhi ekspektasi terhadap
pendidikan dan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan. Budaya yang
mendukung pendidikan dan belajar dapat memotivasi individu untuk mencapai
hasil belajar yang tinggi.
f. Makanan yang Dikonsumsi: Gizi dan pola makan memainkan peran penting
dalam kemampuan kognitif. Gizi yang baik dapat meningkatkan konsentrasi dan
daya ingat siswa.
4. Seorang bayi yang belum bisa bicara dan berjalan/berlari adalah gambaran yang
sesuai dengan teori maturity dan readiness dalam perkembangan manusia. Teori-teori
ini menjelaskan bahwa perkembangan fisik, kognitif, dan sosial seseorang tergantung
pada tahap kematangan biologis dan kesiapan individu. Berikut adalah penjelasan
mengapa bayi belum bisa bicara dan berjalan/berlari dalam konteks teori maturity dan
readiness:

Teori Maturity (Kematangan): Teori kematangan berpendapat bahwa perkembangan seseorang


tergantung pada kesiapan tubuh mereka untuk mencapai tahap-tahap tertentu dalam
perkembangan. Bayi yang baru lahir belum memiliki kemampuan fisik atau kognitif yang
cukup matang untuk berbicara atau berjalan. Ini karena sistem saraf, otot, dan organ-organ
mereka masih dalam proses perkembangan yang akan memungkinkan kemampuan ini. Seiring
waktu, dengan kematangan biologis yang semakin baik, bayi akan mulai mencapai tonggak-
tonggak penting dalam perkembangan mereka.

Teori Readiness (Kesiapan): Teori kesiapan menekankan bahwa individu perlu


mencapai tingkat kesiapan tertentu sebelum mereka dapat mempelajari atau
melakukan tugas tertentu. Bayi perlu mencapai tingkat kesiapan fisik, kognitif, dan
sosial sebelum mereka dapat berbicara atau berjalan/berlari. Ini termasuk kemampuan
fisik untuk mengoordinasikan gerakan, pengembangan otak yang memadai, dan
kemampuan untuk memahami komunikasi verbal atau bergerak.

Seiring berjalannya waktu, tubuh bayi akan tumbuh dan berkembang, termasuk
perkembangan otak dan otot, yang akan memungkinkan mereka untuk berbicara dan
bergerak. Kesiapan kognitif juga berkembang seiring dengan pengalaman belajar dan
interaksi dengan lingkungannya. Inilah mengapa seorang bayi melewati serangkaian
tahap perkembangan, seperti merangkak, berdiri, berjalan, dan mulai bicara, yang
sesuai dengan kesiapan mereka di berbagai tahap ini. Dengan demikian, teori maturity
dan readiness memahami bahwa perkembangan seseorang adalah proses alami yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis dan kesiapan individu. Bayi yang belum bisa
bicara dan berjalan/berlari adalah cerminan dari tahap perkembangan mereka yang
sesuai dengan tingkat kematangan dan kesiapan mereka dalam mengatasi tugas-tugas
perkembangan ini seiring berjalannya waktu.

Sumber :Syah, Muhibbin. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
5. Siswa di kelas dengan karakteristik serupa seperti usia, guru, dan materi pelajaran yang sama
tetap dapat memiliki proses belajar dan hasil belajar yang berbeda karena adanya berbagai
faktor yang mempengaruhi setiap individu secara unik. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan perbedaan ini antara lain:
a. Faktor Individu:
• Keunikan Belajar: Setiap individu memiliki gaya belajar dan preferensi belajar yang berbeda.
Beberapa siswa lebih suka pembelajaran visual, sementara yang lain mungkin lebih
mendominasi dalam belajar auditori atau kinestetik.
• Tingkat Kematangan dan Kesiapan: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat
kematangan fisik dan psikologis dapat berbeda antar individu, bahkan dalam kelompok umur
yang sama.
• Faktor Kesehatan dan Kondisi Emosional: Masalah kesehatan atau faktor emosional tertentu
dapat mempengaruhi kemampuan seorang siswa untuk fokus dan berpartisipasi dalam
pembelajaran.
b. Faktor Lingkungan:
• Dukungan Keluarga: Siswa dapat memiliki tingkat dukungan dan lingkungan belajar yang
berbeda di rumah. Dukungan keluarga yang kuat dapat meningkatkan motivasi dan
efektivitas belajar.
• Tingkat Distraksi: Lingkungan kelas atau rumah yang penuh dengan gangguan atau distraksi
dapat memengaruhi konsentrasi dan fokus siswa.
c. Pengalaman Sebelumnya:
Pengalaman Pendidikan: Siswa mungkin memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda,
termasuk pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki sebelumnya. Hal ini dapat
mempengaruhi kemudahan pemahaman dan penerimaan materi baru.
d. Motivasi dan Minat:
Minat terhadap Materi: Siswa dapat memiliki minat yang berbeda terhadap topik atau subjek
tertentu. Minat yang tinggi dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif dan terlibat dalam
pembelajaran.
e. Metode Pengajaran dan Interaksi Guru-Siswa:
Kemampuan Mengajar Guru: Guru mungkin memiliki gaya pengajaran atau metode yang
berbeda-beda. Interaksi yang efektif dan memotivasi antara guru dan siswa juga dapat
mempengaruhi proses belajar.
f. Kondisi Fisik dan Kesehatan Siswa:
Kesehatan Fisik: Kondisi kesehatan fisik, termasuk kelelahan atau masalah kesehatan tertentu,
dapat mempengaruhi tingkat energi dan fokus siswa
Sumber :Syah, Muhibbin. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

6. Lupa dapat menghambat transfer belajar karena jika informasi atau keterampilan yang telah
dipelajari tidak dipertahankan dalam ingatan, maka mereka tidak akan dapat diakses atau
diterapkan di masa depan. Konsep berkesan (elaborative rehearsal) adalah strategi memproses
informasi dengan cara mengaitkannya dengan pengetahuan atau pengalaman sebelumnya. Ini
melibatkan mencoba memahami dan memproses materi secara lebih mendalam daripada hanya
mengulanginya secara mekanis. Dengan cara ini, informasi tersebut terhubung dengan struktur
pengetahuan yang sudah ada dalam ingatan, membuatnya lebih mudah untuk diingat dan
dipanggil kembali di masa depan. Hukum dari distribusi (law of distribution) atau lebih dikenal
sebagai hukum distribusi latihan (spacing effect) mengajarkan bahwa belajar atau latihan yang
terdistribusi lebih efektif daripada belajar yang terkonsentrasi dalam satu waktu. Dengan kata
lain, membagibagi waktu belajar atau latihan dengan jeda waktu yang cukup dapat membantu
memperkuat memori jangka panjang dan mengurangi risiko lupa.

Sumber : Ardiansyah, Ansori: 2011. “hambatan dalam meraih prestasi belajar”: (online), dalam
(http://www.majalah pendidikan.com//2011/05/hambatan-dalammmeraih-prestasi-belajar.html.
diakses 29 September 2016).

7.Film "Taare Zameen Par" (atau juga dikenal sebagai "Like Stars on Earth") adalah film India
yang mengangkat isu kesulitan belajar dan disleksia. Siswa yang bernama Ishaan Nandkishore
Awasthi, yang diperankan oleh Darsheel Safary, mengalami kesulitan belajar yang signifikan.
Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan kesulitan belajar Ishaan termasuk:
*Disleksia: Ishaan mengalami disleksia, yang merupakan gangguan dalam
membaca dan mengeja. Ini dapat membuatnya kesulitan membaca, menulis, dan
memahami huruf dan kata.

*Tekanan Orang Tua: Ishaan menghadapi tekanan dari orang tuanya untuk tampil
baik dalam pelajaran, yang dapat menambah stres dankecemasan.

* Ketidakcocokan dengan Sistem Pendidikan Konvensional: Sistem pendidikan


yang berfokus pada tes standar dan kurikulum yang tidak fleksibel mungkin tidak
memadai dalam mengakomodasi gaya belajar Ishaan yang kreatif dan unik.

*Guru dalam film ini memainkan peran kunci dalam membantu Ishaan mengatasi
kesulitan belajarnya. Beberapa upaya yang mereka lakukan mungkintermasuk:

*Mendiagnosis Masalah: Guru memahami bahwa Ishaan mengalami kesulitan


belajar yang berat dan tidak hanya masalah perilaku. Mereka mencoba memahami
penyebab kesulitan belajar Ishaan. Pengajaran yang Berbeda: Guru mencoba
berbagai metode pengajaran yang berbeda yang lebih sesuai dengan gaya belajar
Ishaan. Mereka berusaha untuk memahami cara Ishaan belajar dan beradaptasi
dengannya. Dan melibatkan Orang Tua: Guru berbicara dengan orang tua Ishaan
untuk mengurangi tekanan yang mereka berikan kepada anak mereka dan
memberikan pemahaman tentangdisleksia.

Film "Taare Zameen Par" adalah cerita yang menginspirasi tentang pentingnya
mengakui kesulitan belajar dan mendukung siswa dengan gaya belajar yang berbeda. Ini
juga menekankan peran penting guru dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar
mereka

Anda mungkin juga menyukai