Anda di halaman 1dari 8

Nama : Mutia Adella

Nim : 0303212066

Kelas : BKPI 4

UTS : Psikologi Belajar

Dosen Pengampuh : Nurhayani, S.Ag., S.S., M.Si

Soal :

1. Jelaskan beserta contoh perbedaan perilaku hasil belajar dan perilaku yang bukan
hasil belajar yang saudara alami sepanjang kehidupan saudara
2. Jelaskan bagaimana faktor hereditas (inteligensi, bakat, kondisi fisik) mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar saudara sejak TK-PT
3. Jelaskan bagaimana faktor lingkungan (Pola asuh orang tua, sekolah/guru, teman
sebaya, geografis, budaya masyarakat dan makanan yg dikonsumsi) mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar (sejak TK –PT)
4. Jelaskan mengapa seorang bayi yg belum bisa bicara dan berjalan/berlari. Gunakan
teori maturity dan readiness sebagai pendukung argumen saudara
5. Mengapa siswa di sebuah kelas dengan usia yang sama, guru yang sama, materi
pelajaran yang diperoleh sama namun dalam proses belajar dan hasil belajarnya dapat
berbeda-beda
6. Jelaskan mengapa “lupa” dapat menghambat transfer belajar dan bagaimana
menerapkan konsep “keberkesanan”dan “law of disused” untuk mencegah terjadinya
lupa?
7. Silahkan tonton film “tare zameen”, lalu analisa kesulitan belajar apa yg terjadi pada
siswa yang bernama Ihsan, apa saja faktor penyebabnya dan apa upaya2 guru utk
membantu mgatasi kesulitan belajanya.

Jawaban :

1. Perilaku hasil belajar dan perilaku yang bukan hasil belajar adalah dua jenis perilaku
yang dapat dibedakan berdasarkan sumber dan pengaruhnya dalam kehidupan.
Berikut adalah penjelasan beserta contoh perbedaan antara keduanya dan berdasarkan
pengalaman hidup saya:
 Perilaku Hasil Belajar: Perilaku hasil belajar merujuk pada perilaku yang
diperoleh atau dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, atau informasi
yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, atau pengalaman belajar.
Perilaku ini muncul sebagai respons atau reaksi terhadap apa yang telah
dipelajari seseorang. Contoh-contoh perilaku hasil belajar adalah sebagai
berikut:
a. Mampu menghitung dan memecahkan masalah matematika yang
kompleks setelah belajar matematika di sekolah.
b. Mengikuti aturan lalu lintas dan mengemudi dengan aman setelah
mengikuti kursus pelatihan mengemudi.
c. Menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi setelah
belajar tata bahasa.
 Perilaku yang Bukan Hasil Belajar: Perilaku yang bukan hasil belajar adalah
perilaku yang tidak secara langsung terkait dengan proses pendidikan atau
pelatihan formal. Perilaku ini mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
budaya, lingkungan, dan pengalaman kehidupan sehari-hari. Contoh-contoh
perilaku yang bukan hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Mengucapkan terima kasih secara spontan kepada seseorang yang telah
membantu tanpa pernah mendapatkan pelatihan khusus tentang etika
sosial.
b. Mengedipkan mata secara sepontan
c. Merasa senang saat bermain musik atau olahraga tanpa pernah mengikuti
pelatihan formal dalam bidang tersebut.

Perbedaan utama antara kedua jenis perilaku ini adalah sumber pengaruhnya. Perilaku
hasil belajar cenderung berasal dari pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui
pendidikan atau latihan, sedangkan perilaku yang bukan hasil belajar lebih dipengaruhi
oleh pengalaman hidup dan faktor-faktor sosial. Keduanya dapat saling melengkapi
dalam membentuk kepribadian dan interaksi sosial seseorang.

2. Faktor hereditas, yang mencakup warisan genetik dari orang tua, dapat mempengaruhi
proses belajar dan hasil belajar seseorang sejak usia TK hingga pendidikan tinggi
(PT). Berikut adalah penjelasan tentang bagaimana faktor-faktor seperti inteligensi,
bakat, dan kondisi fisik yang diturunkan secara genetik dapat berpengaruh:
a. Inteligensi: Genetik dapat memengaruhi tingkat intelegensi seseorang.
Kecenderungan genetik tertentu dapat mempengaruhi sejauh mana seseorang
memiliki potensi untuk kemampuan kognitif yang tinggi. Ini bisa berarti bahwa
individu dengan warisan genetik yang menguntungkan dalam hal intelegensi
cenderung memiliki kemampuan belajar yang lebih baik. Mereka mungkin lebih
cepat memahami konsep-konsep abstrak, berpikir kritis, dan menyelesaikan
masalah. Namun, penting untuk diingat bahwa faktor lingkungan dan pendidikan
juga memainkan peran besar dalam mengoptimalkan potensi ini.
b. Bakat: Bakat dalam berbagai bidang, seperti musik, olahraga, seni, atau ilmu
pengetahuan, juga dapat memiliki komponen genetik. Seseorang mungkin
memiliki keturunan yang memungkinkan mereka lebih mudah mengembangkan
keterampilan tertentu. Contohnya, seorang anak yang lahir dengan genetika yang
mendukung keterampilan fisik dan koordinasi mungkin lebih cenderung menjadi
atlet yang sukses. Namun, bakat saja tidak cukup; latihan, pelatihan, dan dedikasi
yang diperlukan untuk mengembangkan bakat tersebut juga memainkan peran
penting dalam hasil belajar.
c. Kondisi Fisik: Faktor-faktor fisik, seperti kesehatan fisik dan kebugaran, juga
dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Kesehatan fisik yang baik dapat
meningkatkan kualitas hidup seseorang dan dapat memungkinkan proses belajar
yang lebih efektif. Misalnya, individu yang memiliki genetika yang mendukung
kebugaran fisik cenderung memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dan daya
tahan yang lebih baik, yang dapat membantu mereka tetap fokus dan aktif selama
proses belajar.

Penting untuk diingat bahwa meskipun faktor hereditas dapat memberikan dasar yang
kuat, pengaruhnya tidaklah mutlak. Faktor-faktor lingkungan, pendidikan, motivasi,
dan pengalaman juga berperan dalam menentukan hasil belajar seseorang. Oleh
karena itu, individu masih memiliki kontrol untuk mengoptimalkan potensi mereka
melalui upaya belajar, pelatihan, dan lingkungan yang mendukung. Selain itu,
berbagai individu dengan latar belakang genetik yang berbeda masih dapat mencapai
kesuksesan akademik dan karier yang tinggi melalui kerja keras dan tekad.
3. Faktor lingkungan memiliki dampak besar pada proses belajar dan hasil belajar
seseorang dari usia TK hingga pendidikan tinggi (PT). Berikut adalah penjelasan
mengenai bagaimana faktor-faktor lingkungan ini memengaruhi belajar dan hasil
belajar, beserta referensi dalam bahasa Indonesia:
a. Pola Asuh Orang Tua: Pola asuh orang tua memainkan peran penting dalam
membentuk motivasi, disiplin, dan minat belajar anak. Orang tua yang
memberikan dukungan emosional dan intelektual, mendorong eksplorasi, dan
memberikan aturan yang jelas menciptakan lingkungan yang mendukung belajar
anak. Sebaliknya, pola asuh yang otoriter atau kurang mendukung dapat
menghambat perkembangan anak.
b. Sekolah dan Guru: Kualitas sekolah dan pengajaran guru sangat memengaruhi
hasil belajar siswa. Guru yang kompeten, peduli, dan memotivasi dapat
meningkatkan pemahaman siswa. Faktor seperti ukuran kelas, kurikulum, dan
sumber daya sekolah juga berdampak pada belajar siswa
c. Teman Sebaya: Teman sebaya dapat memengaruhi motivasi dan perilaku belajar
siswa. Hubungan yang baik dengan teman sebaya dapat memberikan dukungan
sosial dan kemungkinan untuk belajar bersama. Namun, tekanan dari teman
sebaya juga dapat memengaruhi keputusan belajar.
d. Lingkungan Geografis: Lokasi geografis dapat memengaruhi akses terhadap
pendidikan. Faktor seperti jarak ke sekolah, kualitas sekolah, dan infrastruktur
pendidikan dapat memengaruhi aksesibilitas pendidikan.
e. Budaya Masyarakat: Budaya masyarakat memengaruhi ekspektasi terhadap
pendidikan dan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan. Budaya yang
mendukung pendidikan dan belajar dapat memotivasi individu untuk mencapai
hasil belajar yang tinggi.
f. Makanan yang Dikonsumsi: Gizi dan pola makan memainkan peran penting
dalam kemampuan kognitif. Gizi yang baik dapat meningkatkan konsentrasi dan
daya ingat siswa.
4. Seorang bayi yang belum bisa bicara dan berjalan/berlari adalah gambaran yang
sesuai dengan teori maturity dan readiness dalam perkembangan manusia. Teori-teori
ini menjelaskan bahwa perkembangan fisik, kognitif, dan sosial seseorang tergantung
pada tahap kematangan biologis dan kesiapan individu. Berikut adalah penjelasan
mengapa bayi belum bisa bicara dan berjalan/berlari dalam konteks teori maturity dan
readiness:
Teori Maturity (Kematangan): Teori kematangan berpendapat bahwa perkembangan
seseorang tergantung pada kesiapan tubuh mereka untuk mencapai tahap-tahap
tertentu dalam perkembangan. Bayi yang baru lahir belum memiliki kemampuan fisik
atau kognitif yang cukup matang untuk berbicara atau berjalan. Ini karena sistem
saraf, otot, dan organ-organ mereka masih dalam proses perkembangan yang akan
memungkinkan kemampuan ini. Seiring waktu, dengan kematangan biologis yang
semakin baik, bayi akan mulai mencapai tonggak-tonggak penting dalam
perkembangan mereka.

Teori Readiness (Kesiapan): Teori kesiapan menekankan bahwa individu perlu


mencapai tingkat kesiapan tertentu sebelum mereka dapat mempelajari atau
melakukan tugas tertentu. Bayi perlu mencapai tingkat kesiapan fisik, kognitif, dan
sosial sebelum mereka dapat berbicara atau berjalan/berlari. Ini termasuk kemampuan
fisik untuk mengoordinasikan gerakan, pengembangan otak yang memadai, dan
kemampuan untuk memahami komunikasi verbal atau bergerak.

Seiring berjalannya waktu, tubuh bayi akan tumbuh dan berkembang, termasuk
perkembangan otak dan otot, yang akan memungkinkan mereka untuk berbicara dan
bergerak. Kesiapan kognitif juga berkembang seiring dengan pengalaman belajar dan
interaksi dengan lingkungannya. Inilah mengapa seorang bayi melewati serangkaian
tahap perkembangan, seperti merangkak, berdiri, berjalan, dan mulai bicara, yang
sesuai dengan kesiapan mereka di berbagai tahap ini. Dengan demikian, teori maturity
dan readiness memahami bahwa perkembangan seseorang adalah proses alami yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis dan kesiapan individu. Bayi yang belum bisa
bicara dan berjalan/berlari adalah cerminan dari tahap perkembangan mereka yang
sesuai dengan tingkat kematangan dan kesiapan mereka dalam mengatasi tugas-tugas
perkembangan ini seiring berjalannya waktu.

5. Perbedaan dalam proses belajar dan hasil belajar antara siswa-siswa yang berada
dalam situasi yang sama, seperti di dalam kelas dengan usia yang sama, guru yang
sama, dan materi pelajaran yang sama, dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut
adalah beberapa penjelasan mengapa perbedaan tersebut bisa terjadi:
a. Kecenderungan Individu: Setiap siswa memiliki kecenderungan dan minat yang
berbeda. Mereka mungkin memiliki minat yang lebih tinggi dalam topik tertentu
atau memiliki metode belajar yang berbeda. Sehingga, tingkat motivasi, minat,
dan pendekatan belajar siswa akan berpengaruh pada sejauh mana mereka terlibat
dalam proses belajar.
b. Kemampuan Kognitif: Kemampuan kognitif siswa bisa sangat beragam. Beberapa
siswa mungkin memiliki keunggulan dalam pemecahan masalah, memahami
konsep, atau daya ingat yang lebih baik daripada yang lain. Ini akan
mempengaruhi bagaimana mereka memproses dan mengingat informasi.
c. Faktor Lingkungan: Meskipun semua siswa berada di kelas yang sama, faktor
lingkungan di luar kelas juga dapat mempengaruhi proses belajar. Faktor seperti
dukungan keluarga, akses ke sumber daya pendidikan tambahan, dan stres hidup
bisa memainkan peran dalam hasil belajar.
d. Interaksi Sosial: Hubungan antara siswa dan interaksi sosial di dalam kelas juga
dapat berdampak. Siswa yang aktif berpartisipasi dalam diskusi kelas, bekerja
sama dengan teman sebaya, dan mendapatkan dukungan sosial biasanya memiliki
hasil belajar yang lebih baik.
e. Gaya Pengajaran Guru: Guru dapat menggunakan berbagai metode pengajaran
dan pendekatan. Siswa yang lebih cocok dengan gaya pengajaran tertentu dapat
merespons lebih baik terhadap guru tersebut, sedangkan yang lain mungkin
memerlukan pendekatan yang berbeda.
6. Lupa merupakan fenomena di mana informasi yang sebelumnya dipelajari atau
diperoleh tidak dapat diakses atau diingat kembali pada suatu waktu di masa depan.
Faktor-faktor yang dapat menghambat transfer belajar dan berkontribusi pada lupa
melibatkan pengurangan efektivitas pengingatan informasi yang telah dipelajari. Dua
konsep yang dapat diterapkan untuk mencegah lupa adalah "keberkesanan"
(effectiveness) dan "law of disuse." Berikut penjelasan lebih lanjut:
 Konsep "Keberkesanan" (Effectiveness): Keberkesanan mengacu pada sejauh
mana suatu informasi yang dipelajari dapat dipahami dan diterapkan dalam situasi
yang relevan. Untuk mencegah lupa, penting bagi siswa untuk memahami dan
mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi yang relevan dalam kehidupan
mereka. Informasi yang lebih bermanfaat dan relevan cenderung lebih mudah
diingat daripada yang tidak memiliki keberkesanan yang jelas. Oleh karena itu,
pendekatan pengajaran yang menghubungkan materi pelajaran dengan aplikasi
praktis dapat membantu mengurangi lupa.
 Konsep "Law of Disuse": Law of Disuse adalah konsep yang menyatakan bahwa
ingatan akan melemah jika informasi tidak digunakan secara aktif atau diulang.
Oleh karena itu, untuk mencegah lupa, penting untuk secara berkala mengulang
dan merevisi materi yang telah dipelajari. Ini bisa dilakukan melalui metode
seperti pengulangan, latihan, dan revisi berkala. Aktivitas ini membantu
mempertahankan koneksi sinaptik dalam otak yang terkait dengan informasi
tersebut, sehingga mempermudah pengingatan di masa depan.
7. Film "Taare Zameen Par" (atau juga dikenal sebagai "Like Stars on Earth") adalah
film India yang mengangkat isu kesulitan belajar dan disleksia. Siswa yang bernama
Ishaan Nandkishore Awasthi, yang diperankan oleh Darsheel Safary, mengalami
kesulitan belajar yang signifikan. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan
kesulitan belajar Ishaan termasuk:
 Disleksia: Ishaan mengalami disleksia, yang merupakan gangguan dalam
membaca dan mengeja. Ini dapat membuatnya kesulitan membaca, menulis,
dan memahami huruf dan kata.
 Tekanan Orang Tua: Ishaan menghadapi tekanan dari orang tuanya untuk
tampil baik dalam pelajaran, yang dapat menambah stres dan kecemasan.
 Ketidakcocokan dengan Sistem Pendidikan Konvensional: Sistem pendidikan
yang berfokus pada tes standar dan kurikulum yang tidak fleksibel mungkin
tidak memadai dalam mengakomodasi gaya belajar Ishaan yang kreatif dan
unik.
 Guru dalam film ini memainkan peran kunci dalam membantu Ishaan
mengatasi kesulitan belajarnya. Beberapa upaya yang mereka lakukan
mungkin termasuk:
 Mendiagnosis Masalah: Guru memahami bahwa Ishaan mengalami kesulitan
belajar yang berat dan tidak hanya masalah perilaku. Mereka mencoba
memahami penyebab kesulitan belajar Ishaan. Pengajaran yang Berbeda: Guru
mencoba berbagai metode pengajaran yang berbeda yang lebih sesuai dengan
gaya belajar Ishaan. Mereka berusaha untuk memahami cara Ishaan belajar
dan beradaptasi dengannya. Dan melibatkan Orang Tua: Guru berbicara
dengan orang tua Ishaan untuk mengurangi tekanan yang mereka berikan
kepada anak mereka dan memberikan pemahaman tentang disleksia.
Film "Taare Zameen Par" adalah cerita yang menginspirasi tentang pentingnya
mengakui kesulitan belajar dan mendukung siswa dengan gaya belajar yang berbeda.
Ini juga menekankan peran penting guru dalam membantu siswa mengatasi kesulitan
belajar mereka
Sumber Referensi :

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2014). Pedoman Gizi Seimbang.


Kementerian Kesehatan RI.

Gredler, M. E. (2009). Belajar dan pengajaran: Prinsip-prinsip psikologi pendidikan.


Penerbit Erlangga.

Marzano, R. J., Pickering, D. J., & Pollock, J. E. (2001). Classroom Instruction That Works:
Research-Based Strategies for Increasing Student Achievement. ASCD.

Santrock, J. W. (2016). Psikologi Pendidikan. Salemba Humanika.

Santrock, J. W. (2016). Psikologi Pendidikan. Salemba Humanika.

Sunaryo, S. (2014). Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai