Disusun Oleh:
Dosen & Tim Asisten
ii
PRAKATA
Tim Penyusun
iii
ACARA I
MENGHITUNG KAPASITAS PENGOLAHAN TANAH
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses budidaya pertanian secara umum terbagi menjadi 2 kelompok yaitu pra
panen (on farm) dan pasca panen (off farm). Kegiatan pra panen pada umumnya
terdiri dari: 1) pembukaa/pengolahan tanah, 2) penanaman, 3)
perawatan/pemeliharaan tanaman, dan 4) pemanenan. Kegiatan pada pra panen
melakukan proses pengolahan tanah yang lebih intens karena kegiatan tersebut
membutuhkan jumlah kebutuhan tenaga yang paling besar. Proses pengolahan tanah
dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu pengolahan tanah pertama (primary tillage) dan
pengolahan tanah kedua (secondary tillage).
Secara tradisional, proses pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan
cangkul dan bajak singkal (kayu) yang ditarik kerbau. Secara modern, proses
pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan tenaga traktor yang menarik
implent pengolahan tanah: bajak singkal, bajak piring, maupun garu rotari. Seiring
dengan perkembangan teknologi, tuntutan peningkatan produktifitas pertanian baik
secara kuantitatif maupun kualitatif untuk menjawab eskalasi pertumbuhan
kebutuhan pangan, tuntutan kenyamanan dan keamanan kerja selama proses
pengolahan tanah, faktor ekonomi (daya beli petani dan keberadaan
koperasi/kelompok tani) menjadikan penggunaan traktor dan implemen pengolahan
tanah semakin banyak diadopsi oleh petani.
Intensitas dan peran penting kegiatan pengolahan tanah, manajemen dalam
pemilihan maupun pengoperasian alat dan mesin pengolahan tanah dapat
memberikan dampak yang signifikan terhadap performa kegiatan budidaya
pertanian secara keseluruhan. Terkait hal tersebut, salah satu faktor yang penting
dan perlu dipertimbangkan adalah efisiensi lapang dari alat atau mesin pengolahan
1
tanah yang diimplementasikan. Efisiensi Lapang (EL) tersebut dapat didapat
dengan melakukan penghitungan Kapasitas Lapang Terotitis (KLT) dan Kapasitas
Lapang Efektif (KLE) dari alat atau mesin pengolahan yang dipakai.
B. Tujuan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
Kapasitas dari alat atau mesin pertanian dapat dinyatakan dalam acre per jam
(acre/jam) atau hektar per jam (ha/jam) (Daywin et al., 2008).
Menurut Rizaldi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kerja alat
pengolahan tanah adalah sebagai berikut:
1. Ukuran dan bentuk petakan
Ukuran petakan yang sempit akan mempersulit pembelokan alat dan jika
bentuknya berliku maka kapasitas pengolahan akan menjadi rendah.
2. Topografi wilayah
Permukaan dan kemiringan tanah yang masih bisa dikerjakan traktor
adalah 3 – 8 % dimana pengolahannya mengikuti garis kontur.
3. Kondisi traktor
Kondisi dan kesiapan traktor untuk menarik dan mengoperasikan
implement pengolahan tanah (bajak singkal, bajak piring, garu rotary, dll.) :
usia traktor, kondisi perawatan dan perbaikan traktor, dll.
4. Kondisi vegetasi
Keberadaan vegetasi pada permukaan lahan dapat mempengaruhi kinerja
traktor, misal: tumbuhan semak atau alang-alang dapat mengakibatkan
kemacetan karena terjadinya penggumpalan pada alat ketika semak tersebut
tertarik karena tidak terpotong.
5. Kondisi tanah
Kondisi tanah pada lahan yang meliputi sifat-sifat fisik tanah seperti :
kadar air tanah (kondisi basah atau kering), texture tanah (berlempung, liat atau
berpasir), keberadaan batu dan kerikil, dll. akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja alat pengolah tanah, baik pergerakan atau mobilitas traktor maupun
kinerja implement pengolahan tanah yang dipakai.
6. Keterampilan operator
Operator yang berpengalaman dan terampil akan memberikan hasil kerja
dan efisiensi kerja yang lebih baik.
7. Pola pengolahan tanah
Pemilihan pola pengolahan tanah yang sesuai dengan kondisi lahan akan
memberikan hasil kerja yang lebih baik karena berhubungan dengan potensi
4
jumlah waktu yang hilang (time losses) pada saat traktor berbelok dan luasan
head land yang terbentuk selama proses pengolahan tanah berlangsung.
5
III. METODOLOGI
B. Prosedur Praktikum
6
6. Menghitung Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) dengan rumus:
KLT = v x l
keterangan:
KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam)
l = Lebar kerja alat (m)
v = Kecepatan maju operasi alat (m/s).
7. Menghitung Kapasitas Lapang Efektif (KLE) dengan rumus:
keterangan:
KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)
A = Luas lahan terolah (ha)
T = Waktu total operasi (jam).
keterangan:
EL = Efisiensi lapang (%)
KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)
KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam).
7
13. Menjelaskan keterkaitan “time losses” dengan effisiensi lapang pengolahan
tanah, dan sebutkan faktor apa saja (selain waktu traktor untuk berbelok)
yang dapat menyebabkan terjadinya “time losses”.
8
ACARA II
ANALISIS BIAYA OPERASIONAL TRAKTOR RODA 2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
9
B. Tujuan
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Husnan (2002), biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau dimasa yang akan datang bagi organisasi. Sedangkan
menurut Saadudin (2016), biaya-biaya usaha tani dapat diklasifikasikan kedalam
biaya tetap dan biaya tidak tetap, yaitu:
1. Biaya tetap (fixed cost)
Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya produksi yang besar kecilnya tidak
di pengaruhi oleh volume produksi dan hasilnya tidak habis dalam satu
musim tanam. Biaya tetap tersebut terdiri dari:
a. Pajak
Pajak yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak,
dihitung dalam satuan rupiah per satu kali musim tanam dengan rumus:
Pajak = besar presentase pajak per tahun x harga awal alat
b. Penyusutan alat
Penyusutan alat dinilai dalam satuan rupiah per tahun (Rp/tahun),
selanjutnya dikonversikan ke dalam satu kali musim tanam. Penyusutan
alat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Suratiyah, 2015):
keterangan:
D = Penyusutan (Rp)
P = Harga alat/mesin (Rp)
S = Nilai akhir alat/mesin, (10% dari P) (Rp)
N = Umur ekonomis alat/mesin (tahun).
c. Bunga modal
Bunga modal dihitung dalam satuan rupiah (Rp per hektar per satu
kali musim tanam) berdasarkan bunga bank yang berlaku. Rumus
penghitungan biaya bunga modal (I) adalah sebagai berikut:
11
keterangan:
I = Biaya bunga modal (Rp)
i = Presentase bunga modal per tahun (%)
P = Harga awal alat (Rp)
N = Umur ekonomis alat/mesin (tahun).
2. Biaya tidak tetap (variable cost)
Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, dan habis dalam satu kali proses
produksi. Biaya variabel terdiri dari:
a. Biaya bahan bakar
Biaya bahan bakar dihitung dalam satuan rupiah per tahun
berdasarkan jumlah bahan bakar yang habis dipakai selama satu tahun
untuk operasional alat. Rumus perhitungan biaya bahan bakar
(Rp/tahun):
Biaya bahan bakar = Fc x Fp x Wt
keterangan:
Fc = Konsumsi bahan bakar per jam (jam)
Fp = Harga bahan bakar (Rp)
Wt = Jumlah jam kerja dalam setahun (jam/tahun).
b. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja dihitung dalam rupiah per tahun berdasarkan
jumlah pekerja yang bekerja selama satu tahun. Rumus menghitung biaya
tenaga kerja (Rp/tahun):
Biaya tenaga kerja = Uop x Ht x jumlah operator
keterangan:
Uop = Biaya tenaga kerja dalam satu hari (Rp/orang/hari)
Ht = Waktu operasional dalam satu tahun (hari/tahun)
Jumlah operator = jumlah pekerja (orang).
12
c. Biaya pemeliharaan
Biaya pemeliharaan dihitung dalam rupiah per tahun berdasarkan
jumlah yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan perbaikan alat selama
satu tahun. Rumus menghitung biaya pemeliharaan Ppa (Rp/tahun):
Ppa = biaya yang dikeluarkan untuk memelihara alat dalam satu tahun.
Selain kedua jenis biaya tersebut diatas, dalam hal-hal tertentu ada biaya-
biaya yang sifatnya merupakan kombinasi dari biaya tetap dan biaya tidak tetap,
yaitu biaya semi variabel (semi variable cost). Oleh karena itu didalam
perhitungan analisis break even point (BEP), tidak hanya digunakan biaya tetap
dan biaya tidak tetap, tetapi juga perlu diperhitungkan biaya semi variabel dengan
cara pengalokasian biaya semi variabel tersebut kedalam biaya tetap maupun
biaya tidak tetap dengan menggunakan beberapa metode perhitungan tertentu.
13
III. METODOLOGI
B. Prosedur Kerja
14
ACARA III
KONSUMSI BAHAN BAKAR TRAKTOR (POWER TILLER)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
15
khusus harus diberikan pada pemanfaatan alat dan mesin pertanian secara
maksimal untuk mengurangi konsumsi bahan bakar sehingga diharapkan dapat
membantu mengetahui konsumsi bahan bakar untuk membantu para petani dalam
upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga kerja sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan mereka.
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui tingkat konsumsi bahan bakar setiap alat dan
mesin pengolahan tanah.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi bahan bakar.
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
17
Konsumsi bahan bakar traktor akan semakin besar jika tahanan penetrasi
tanah semakin besar pula. Tahanan penetrasi tanah akan semakin besar jika
kedalaman olah tanah semakin dalam. Semakin dalam pembajakan maka akan
semakin lambat traktor berjalan karena tenaga traktor yang diperlukan akan
semakin besar. Akibatnya semakin besar pula tenaga yang dibutuhkan untuk
menggerakkan traktor. Tenaga traktor dihasilkan dari perputaran torak dalam
silinder. Semakin banyak putaran torak di silinder, maka akan semakin banyak
menghabiskan bahan bakar (Mardinata & Zulkifli, 2014).
18
III. METODOLOGI
B. Prosedur Kerja
19
7. Menghitung kecepatan rata-rata traktor (power tiller) dengan cara
menghitung waktu yang dibutuhkan traktor (power tiller) ketika
melewati 2 titik patok yan telah dipasang. Perhitungan kecepatan rata-rata
dapat dihitung dengan menggunakan:
dimana:
V = kecepatan maju traktor (meter/detik)
s = jarak (meter)
t = waktu (detik).
8. Apabila pengolahan tanah sudah selesai, mengisi kembali tangki bahan
bakar dengan solar, volume solar yang ditambahkan tersebut
menunjukkan volume bahan bakar yang dibutuhkan selama pengolahan
tanah. Perhitungan tingkat konsumsi bahan bakar dapat menggunakan
rumus sebagai berikut (Mardinata & Zulkifli, 2014):
dimana:
KBB = kebutuhan bahan bakar (l/jam)
Vpenambahan = volume penambahan bahan bakar (l)
ttotal = waktu kerja (jam).
9. Menhitung luas tanah terolah dengan mengukur panjang dan lebar bagian
tanah yang terolah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran,
rumus untuk menghitung luas tanah terolah sebagai berikut:
Aterolah = Pterolah × Lterolah
dengan:
Aterolah = luas tanah terolah
Pterolah = panjang tanah terolah
Lterolah = lebar tanah terolah.
20
10. Menhitung kedalaman tanah terolah dengan cara mengambil 5
sampel/titik acak yang terdalam dan terdangkal dengan menggunakan
penggaris/mistar, kemudian merata-rata data yang didapatkan.
21
ACARA IV
RICE MILLING UNIT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
22
yang wajib bagi setiap individu atau kelompok tani. Penggunaan fasilitas RMU
sebagai penggiling gabah sudah sejak lama diterapkan oleh para petani di
Indonesia. Lambat laun, unit tersebut berkembang menjadi usaha penyedia jasa
penggilingan gabah, baik dimanfaatkan oleh perseorangan maupun kelompok tani.
Terbentuknya kelompok tani di suatu wilayah pedesaan menjadi motor
penggerak dalam pengembangan kegiatan dan usaha pertanian, sebagai contoh
usaha penggilingan gabah padi. Usaha tersebut memiliki peranan yang sangat vital
sebagai sarana yang digunakan untuk mengkonversi gabah padi menjadi beras yang
kemudian siap melalui tahap pengolahan untuk dikonsumsi dalam bentuk olahan
pangan seperti nasi, bubur, dll. Kondisi unit penggilingan haruslah memadai, baik
dari segi produktivitas maupun dari segi ekonomis.
B. Tujuan
23
II. TINJAUAN PUSTAKA
24
untuk diterapkan guna menjalankan kegiatan panen dan pasca panen serta
standarisasi yang sesuai dengan fungsinya masing-masing (Ndapamuri, 2020).
Usaha dalam rangka untuk meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan,
maka diperlukan suatu teknologi pascapanen yang sesuai. Penggilingan merupakan
salah satu dari proses pascapanen yang telah dikenal sejak lama. Awalnya
dilakukan dengan metode yang masih tergolong sederhana. Tetapi pada prinsipnya
sama, yakni menghilangkan kulit luar gabah (sekam) serta komponen kulit ari
hingga menghasilkan beras (Ashar & Iqbal, 2013).
Unit penggilingan padi atau dikenal dengan istilah Rice Mill Unit (RMU)
merupakan mesin yang berfungsi untuk menggiling padi yang mengolah gabah
menjadi beras serta memiliki peran yang sangat penting dalam sistem agribisnis
tanaman padi. Penggilingan gabah menjadi beras merupakan rangkaian utama
dalam penanganan pascapanen (Yuni, 2017). Rice Mill Unit (RMU) dikategorikan
sebagai salah satu usaha penjualan jasa alat mesin pertanian yang mencakup biaya
atau investasi seperti pengadaan mesin giling, bangunan, dan lantai jemur, dimana
investasi tersebut termasuk salah satu investasi yang besar. Penggilingan gabah
(RMU) juga mengeluarkan biaya operasional selama kegiatan produksinya
seperti: upah tenaga kerja, perawatan & pemeliharaan, oli dan bahan (Imran,
2022).
25
III. METODOLOGI
B. Prosedur Kerja
26
Tabel 2. Analisis Biaya Operasional Alsin
No. Kriteria Keterangan
1 Harga alat (Rp)
2 Harga bahan bakar (Rp/liter)
3 Upah tenaga kerja (Rp/hari/orang)
4 Jumlah tenaga kerja (orang)
5 Pemeliharaan (Rp/jam)
6 … dst (yang dirasa perlu/penting)
27
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Soekarno, S., & Suryaningrat, I.B. 2015. Analisis kesepadanan
teknologi dan ekonomi studi kasus: penggunaan traktor tangan di Desa
Sumber Kalong Kecamatan Kalisat. Jurnal Berkala Ilmiah Teknologi
Pertanian..
Ashar, A., & Putera, I. 2013. Penanganan Pasca Panen Berbagai Varietas Padi
dengan Rice Milling Unit (RMU). Jurnal Galung Tropika, 2(1), 55-59.
Assa, G.A., Rantung, R., Molenaar, R., & Ludong, D. 2014. Uji teknis traktor
kubota tipe m9540 pada pengolahan lahan kering di kelurahan wailan, kota
tomohon. Jurnal Penelitian. Program Studi Teknik Pertanian. Universitas Sam
Ratulangi. Manado.
Imran, R. 2022. Analisis Ekonomi Usaha Penggilingan Padi (Rice Milling Unit)
di Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur. Disertasi. Universitas
Mataram.
Mardinata, Z., & Zulkifli. 2014. Analisis kapasitas kerja dan kebutuhan bahan
bakar traktor tangan berdasarkan variasi pola pengolahan tanah, kedalaman
pembajakan dan kecepatan kerja. Jurnal AGRITECH, 34(3).
Molenaar, R. 2020. Panen dan Pasca Panen Padi, Jagung dan Kedelai. Jurnal
Eugenia. 26(1), 18-22
28
Mudjiono. 1989. Pengolahan tanah cara gejlokan sebagai alternatif
menanggulangi terbatasnya penyediaan bibit tebu. Prosiding Seminar
Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan.
Prayudyanto, M.M., Jacub, C., Driejana, R. dan Tamin, O.Z. 2008. Background
for optimization of fuel consumtion at congested network using
hydrodynamic traffi c theory. Proceeding Forum Studi Transportasi antar
Perguruan Tinggi International Symposium. Jember.
Sinaga, G., L.A. Harahap., & A. Rohanah. 2015. Studi banding kinerja
pengolahan tanah pola tepi dan pola alfa pada lahan sawah menggunakan
traktor tangan bajak rotari di Kecamatan Pangkalan Susu. Jurnal Rekayasa
Pangan dan Pertanian, 3(4).
Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
29