Anda di halaman 1dari 32

PEDOMAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN TENAGA DAN MESIN PERTANIAN

Disusun Oleh:
Dosen & Tim Asisten

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii


PRAKATA ................................................................................................................................ iii
ACARA I MENGHITUNG KAPASITAS PENGOLAHAN TANAH ..................................... 1
I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
III. METODOLOGI ........................................................................................................... 6
ACARA II ANALISIS BIAYA OPERASIONAL TRAKTOR RODA 2 ................................. 9
I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 11
III. METODOLOGI ......................................................................................................... 14
ACARA III KONSUMSI BAHAN BAKAR TRAKTOR (POWER TILLER)........................ 15
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 17
III. METODOLOGI ......................................................................................................... 19
ACARA IV RICE MILLING UNIT ........................................................................................ 22
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 22
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 24
III. METODOLOGI ......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

ii
PRAKATA

Pedoman Praktikum Manajemen Tenaga dan Mesin Pertanian disusun untuk


memberikan arahan bagi mahasiswa praktikum untuk mempermudah pembaca
dalam melakukan praktikum Manajemen Tenaga dan Mesin Pertanian. Materi
pada pedoman ini telah disesuaikan dengan materi yang diajarkan oleh dosen
pengampu mata kuliah dan beberapa referensi yang didapat. Kami berharap
pedoman ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa maupun semua kalangan yang
membutuhkan.
Kami menyadari bahwa Pedoman Praktikum Manajemen Tenaga dan Mesin
Pertanian ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk
kesempurnaan tulisan ini sangat kami nantikan.

Purwokerto, Oktober 2023

Tim Penyusun

iii
ACARA I
MENGHITUNG KAPASITAS PENGOLAHAN TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses budidaya pertanian secara umum terbagi menjadi 2 kelompok yaitu pra
panen (on farm) dan pasca panen (off farm). Kegiatan pra panen pada umumnya
terdiri dari: 1) pembukaa/pengolahan tanah, 2) penanaman, 3)
perawatan/pemeliharaan tanaman, dan 4) pemanenan. Kegiatan pada pra panen
melakukan proses pengolahan tanah yang lebih intens karena kegiatan tersebut
membutuhkan jumlah kebutuhan tenaga yang paling besar. Proses pengolahan tanah
dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu pengolahan tanah pertama (primary tillage) dan
pengolahan tanah kedua (secondary tillage).
Secara tradisional, proses pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan
cangkul dan bajak singkal (kayu) yang ditarik kerbau. Secara modern, proses
pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan tenaga traktor yang menarik
implent pengolahan tanah: bajak singkal, bajak piring, maupun garu rotari. Seiring
dengan perkembangan teknologi, tuntutan peningkatan produktifitas pertanian baik
secara kuantitatif maupun kualitatif untuk menjawab eskalasi pertumbuhan
kebutuhan pangan, tuntutan kenyamanan dan keamanan kerja selama proses
pengolahan tanah, faktor ekonomi (daya beli petani dan keberadaan
koperasi/kelompok tani) menjadikan penggunaan traktor dan implemen pengolahan
tanah semakin banyak diadopsi oleh petani.
Intensitas dan peran penting kegiatan pengolahan tanah, manajemen dalam
pemilihan maupun pengoperasian alat dan mesin pengolahan tanah dapat
memberikan dampak yang signifikan terhadap performa kegiatan budidaya
pertanian secara keseluruhan. Terkait hal tersebut, salah satu faktor yang penting
dan perlu dipertimbangkan adalah efisiensi lapang dari alat atau mesin pengolahan

1
tanah yang diimplementasikan. Efisiensi Lapang (EL) tersebut dapat didapat
dengan melakukan penghitungan Kapasitas Lapang Terotitis (KLT) dan Kapasitas
Lapang Efektif (KLE) dari alat atau mesin pengolahan yang dipakai.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep Kapasitas Lapang Teoritis


(KLT), Kapasitas Lapang Efektif (KLE), dan Efisiensi Lapang (EL).
2. Mahasiswa mampu mengukur dan menghitung KLT, KLE, dan EL.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi KLT,
KLE, dan EL.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan tanah didefinisikan sebagai setiap bentuk manipulasi mekanik


terhadap tanah yang ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang sesuai bagi
pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah terseut adalah untuk
menyediakan tempat tumbuh bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah
perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam di dalam tanah,
serta memberantas gulma (Suripin, 2002).
Mundjono (1989) menyebutkan bahwa pengolahan tanah merupakan semua
pekerjaan pendahuluan sebelum proses penanaman, dengan tujuan untuk
menciptakan kondisi tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Indranada
(1994) mendefinisikan pengolahan tanah sebagai upaya pengaturan keseimbangan
empat faktor, yaitu oksigen, air, unsur toksik, dan unsur hara sebagai jalan untuk
mendapatkan kesuburan tanah. Pengolahan tanah tersebut dimaksudkan untuk
menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman: perbaikan
daerah perakaran tanaman, peningkatan kelembaban dan aerasi tanah, penambahan
kapasitas infiltrasi, serta pengendalian gulma.
Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai kemampuan kerja alat atau
mesin untuk memberikan hasil (hektar [ha], kilogram [kg], atau liter [l]) per satuan
waktu (jam). Jadi kapasitas kerja suatu alat atau mesin pengolahan tanah adalah
berapa hektar [ha] luasan lahan yang mampu dikerjakan oleh suatu alat atau mesin
pengolahan tanah per satuan waktu, sehingga satuannya adalah ha/jam atau
ha/jam/HP traktor (Suastawa et al., 2000).
Terdapat dua macam kapasitas pengolahan tanah yaitu Kapasitas Lapang
Teoritis (KLT) dan Kapasitas Lapang Efektif (KLE). Kapasitas Lapang Teoritis
adalah kemampuan kerja suatu alat di dalam suatu bidang tanah, jika mesin berjalan
maju sepenuh waktunya (100%) dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum
(100%). Waktu teoritis untuk setiap luasan adalah waktu yang digunakan untuk
kapasitas lapang teoritis. Sedangkan Kapasitas Lapang Efektif adalah kondisi aktual
dari kemampuan kerja alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah.

3
Kapasitas dari alat atau mesin pertanian dapat dinyatakan dalam acre per jam
(acre/jam) atau hektar per jam (ha/jam) (Daywin et al., 2008).
Menurut Rizaldi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kerja alat
pengolahan tanah adalah sebagai berikut:
1. Ukuran dan bentuk petakan
Ukuran petakan yang sempit akan mempersulit pembelokan alat dan jika
bentuknya berliku maka kapasitas pengolahan akan menjadi rendah.
2. Topografi wilayah
Permukaan dan kemiringan tanah yang masih bisa dikerjakan traktor
adalah 3 – 8 % dimana pengolahannya mengikuti garis kontur.
3. Kondisi traktor
Kondisi dan kesiapan traktor untuk menarik dan mengoperasikan
implement pengolahan tanah (bajak singkal, bajak piring, garu rotary, dll.) :
usia traktor, kondisi perawatan dan perbaikan traktor, dll.
4. Kondisi vegetasi
Keberadaan vegetasi pada permukaan lahan dapat mempengaruhi kinerja
traktor, misal: tumbuhan semak atau alang-alang dapat mengakibatkan
kemacetan karena terjadinya penggumpalan pada alat ketika semak tersebut
tertarik karena tidak terpotong.
5. Kondisi tanah
Kondisi tanah pada lahan yang meliputi sifat-sifat fisik tanah seperti :
kadar air tanah (kondisi basah atau kering), texture tanah (berlempung, liat atau
berpasir), keberadaan batu dan kerikil, dll. akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja alat pengolah tanah, baik pergerakan atau mobilitas traktor maupun
kinerja implement pengolahan tanah yang dipakai.
6. Keterampilan operator
Operator yang berpengalaman dan terampil akan memberikan hasil kerja
dan efisiensi kerja yang lebih baik.
7. Pola pengolahan tanah
Pemilihan pola pengolahan tanah yang sesuai dengan kondisi lahan akan
memberikan hasil kerja yang lebih baik karena berhubungan dengan potensi

4
jumlah waktu yang hilang (time losses) pada saat traktor berbelok dan luasan
head land yang terbentuk selama proses pengolahan tanah berlangsung.

5
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:


1. Lahan percobaan untuk pengolahan tanah dengan luasan tertentu
2. Traktor (roda 2 atau roda 4)
3. Implemen pengolahan tanah (bajak singkal, bajak piring, atau garu rotari)
4. Stopwatch
5. Meteran dan penggaris
6. Alat Tulis
7. Kalkulator.

B. Prosedur Praktikum

Praktikum ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:


1. Mempersiapkan lahan yang akan diolah serta traktor dan implemen yang akan
digunakan.
2. Mengukur lebar kerja implemen pengolah tanah yang akan digunakan
(bukan lebar traktor atau jarak antar roda traktor).
3. Mengatur kecepatan kerja traktor di lapang ketika mengolah tanah secara
teoritis, melalui literatur studi atau interview kepada operator traktor yang
biasa membajak lahan (misal 10 km/jam).
4. Menentukan luas lahan yang akan diolah.
5. Melakukan proses pengolahan tanah terhadap luasan lahan tersebut pada poin
(4) dengan menggunakan traktor dan implemen yang telah disiapkan.
Pastikan untuk menghitung total waktu yang diperlukan sejak titik awal
proses pengolahan hingga titik akhir proses pengolahan.

6
6. Menghitung Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) dengan rumus:
KLT = v x l
keterangan:
KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam)
l = Lebar kerja alat (m)
v = Kecepatan maju operasi alat (m/s).
7. Menghitung Kapasitas Lapang Efektif (KLE) dengan rumus:

keterangan:
KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)
A = Luas lahan terolah (ha)
T = Waktu total operasi (jam).

8. Menghitung Efisiensi Lapang (EL) dengan rumus:


EL = x 100%

keterangan:
EL = Efisiensi lapang (%)
KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)
KLT = Kapasitas lapang teoritis (ha/jam).

9. Menjelaskan bagaimana kondisi tanah dapat mempengaruhi pergerakan atau


mobilitas traktor.
10. Menjelaskan bagaimana kondisi tanah dapat mempengaruhi kinerja implemen
pengolahan tanah yang dipakai.
11. Menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi
12. Menjelaskan mengapa effisiensi lapang suatu alat/mesin pengolahan tanah
tidak akan pernah mencapai 100% dan memberikan alasan yang mendukung
jawaban tersebut.

7
13. Menjelaskan keterkaitan “time losses” dengan effisiensi lapang pengolahan
tanah, dan sebutkan faktor apa saja (selain waktu traktor untuk berbelok)
yang dapat menyebabkan terjadinya “time losses”.

8
ACARA II
ANALISIS BIAYA OPERASIONAL TRAKTOR RODA 2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah memberikan dukungan yang besar kepada sektor pertanian


untuk meningkatkan tingkat produktifitasnya. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah dengan memberikan bantuan alat-alat mekanisasi pertanian guna
menunjang peningkatan produksi komoditas pertanian. Dalam hal ini, yang berhak
menerima bantuan alat dan mesin mekanisasi pertanian adalah kelompok-
kelompok tani yang ada di Indonesia.
Bantuan alat dan mesin pertanian dalam jumlah yang besar tersebut justru
akan menjadi kontra-produktif jika tidak mendapatkan pengelolaan yang baik
terhadap perawatan maupun pengoperasiannya. Tanpa adanya pengeloaan yang
baik, hal tersebut dapat mengakibatkan alat dan mesin menjadi cepat rusak dan
tidak berumur lama. Selain itu, alat dan mesin juga akan membutuhkan biaya
perbaikan yang justru lebih mahal.
Pengelolaan (manajemen) alat dan mesin pertanian, salah satu hal yang
penting adalah pengelolaan secara ekonomi, yang dapat dilakukan melalui analisis
biaya (tetap dan tidak tetap). Hal tersebut sangat bermanfaat tidak hanya untuk
operasional dan perawatan alat/mesin, namun juga sangat membantu untuk
pertimbangan saat pembelian/pengadaan alat. Terkhusus untuk biaya operasional
alat dan mesin, terdapat beberapa biaya yang diperhitungkan seperti: biaya
penyusutan alat tiap tahun, biaya bunga modal, biaya pajak, biaya bahan bakar,
biaya tenaga kerja, dan biaya pemeliharaan.

9
B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan komponen biaya tetap dan komponen biaya


tidak tetap untuk operasional alat mesin pertanian.
2. Mahasiswa mampu membuat perhitungan analisis biaya operasional alat
mesin pertanian.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan kontribusi terbesar dari biaya tetap dan biaya
tidak tetap operasional alat mesin pertanian.

10
II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Husnan (2002), biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau dimasa yang akan datang bagi organisasi. Sedangkan
menurut Saadudin (2016), biaya-biaya usaha tani dapat diklasifikasikan kedalam
biaya tetap dan biaya tidak tetap, yaitu:
1. Biaya tetap (fixed cost)
Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya produksi yang besar kecilnya tidak
di pengaruhi oleh volume produksi dan hasilnya tidak habis dalam satu
musim tanam. Biaya tetap tersebut terdiri dari:
a. Pajak
Pajak yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak,
dihitung dalam satuan rupiah per satu kali musim tanam dengan rumus:
Pajak = besar presentase pajak per tahun x harga awal alat
b. Penyusutan alat
Penyusutan alat dinilai dalam satuan rupiah per tahun (Rp/tahun),
selanjutnya dikonversikan ke dalam satu kali musim tanam. Penyusutan
alat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Suratiyah, 2015):

keterangan:
D = Penyusutan (Rp)
P = Harga alat/mesin (Rp)
S = Nilai akhir alat/mesin, (10% dari P) (Rp)
N = Umur ekonomis alat/mesin (tahun).
c. Bunga modal
Bunga modal dihitung dalam satuan rupiah (Rp per hektar per satu
kali musim tanam) berdasarkan bunga bank yang berlaku. Rumus
penghitungan biaya bunga modal (I) adalah sebagai berikut:

11
keterangan:
I = Biaya bunga modal (Rp)
i = Presentase bunga modal per tahun (%)
P = Harga awal alat (Rp)
N = Umur ekonomis alat/mesin (tahun).
2. Biaya tidak tetap (variable cost)
Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, dan habis dalam satu kali proses
produksi. Biaya variabel terdiri dari:
a. Biaya bahan bakar
Biaya bahan bakar dihitung dalam satuan rupiah per tahun
berdasarkan jumlah bahan bakar yang habis dipakai selama satu tahun
untuk operasional alat. Rumus perhitungan biaya bahan bakar
(Rp/tahun):
Biaya bahan bakar = Fc x Fp x Wt
keterangan:
Fc = Konsumsi bahan bakar per jam (jam)
Fp = Harga bahan bakar (Rp)
Wt = Jumlah jam kerja dalam setahun (jam/tahun).
b. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja dihitung dalam rupiah per tahun berdasarkan
jumlah pekerja yang bekerja selama satu tahun. Rumus menghitung biaya
tenaga kerja (Rp/tahun):
Biaya tenaga kerja = Uop x Ht x jumlah operator
keterangan:
Uop = Biaya tenaga kerja dalam satu hari (Rp/orang/hari)
Ht = Waktu operasional dalam satu tahun (hari/tahun)
Jumlah operator = jumlah pekerja (orang).

12
c. Biaya pemeliharaan
Biaya pemeliharaan dihitung dalam rupiah per tahun berdasarkan
jumlah yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan perbaikan alat selama
satu tahun. Rumus menghitung biaya pemeliharaan Ppa (Rp/tahun):
Ppa = biaya yang dikeluarkan untuk memelihara alat dalam satu tahun.
Selain kedua jenis biaya tersebut diatas, dalam hal-hal tertentu ada biaya-
biaya yang sifatnya merupakan kombinasi dari biaya tetap dan biaya tidak tetap,
yaitu biaya semi variabel (semi variable cost). Oleh karena itu didalam
perhitungan analisis break even point (BEP), tidak hanya digunakan biaya tetap
dan biaya tidak tetap, tetapi juga perlu diperhitungkan biaya semi variabel dengan
cara pengalokasian biaya semi variabel tersebut kedalam biaya tetap maupun
biaya tidak tetap dengan menggunakan beberapa metode perhitungan tertentu.

13
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:


1. Alat tulis
2. Kalkulator
3. Data tentang biaya tetap dan biaya tidak tetap untuk operasional suatu alat
atau mesin pertanian (data primer atau data sekunder).

B. Prosedur Kerja

1. Mempersiapakan alat dan bahan:


a. Data primer dapat diperoleh melalui observasi atau pengamatan langsung
di lapangan (termasuk wawancara/interview) terkait dengan komponen
biaya tetap dan biaya tidak tetap untuk operasional suatu alsintan.
b. Data sekunder dapat diperoleh melalui telaah literatur, baik jurnal,
textbook, maupun manual book atau data perusahaan/CV/bengkel alsintan
tertentu.
2. Melakukan perhitungan analisis biaya operasional meliputi komponen biaya
tetap dan komponen biaya tidak tetap.
3. Membuat tabel dan grafik hasil analisis biaya operasional yang dilakukan.
4. Menentukan dan menjelaskan komponen biaya yang mana dari masing-
masing komponen biaya tetap dan biaya tidak tetap yang memberikan
kontribusi pembiayaan terbesar.

14
ACARA III
KONSUMSI BAHAN BAKAR TRAKTOR (POWER TILLER)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses optimalisasi lahan pertanian dapat dilakukan melalui pengolahan


lahan. Kegiatan pengolahan lahan ini harus dilakukan secara efektif dan efisien
karena akan mempengaruhi kualitas pengolahan lahan, waktu kerja pengolahan
lahan dan produksi hasil pertanian. Sehingga diharapkan potensi lahan yang luas
dapat dimanfaatkan. secara optimal. Menurut Santoso et al (2020), alat dan mesin
pertanian dapat meningkatkan intensitas usahatani, meningkatkan efisiensi,
meningkatkan produktivitas, serta meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk
pertanian. Oleh karena itu, ia memainkan peran penting dalam peningkatan mesin
pertanian dan penting untuk pertumbuhan tanaman, peralatan dan mesin pertanian
yang efisien dan efektif.
Konsumsi bahan bakar suatu traktor sangat dipengaruhi oleh waktu yang
dibutuhkan untuk mengerjakan suatu lahan. Semakin lama traktor berjalan maka
konsumsi bahan bakarnya semakin tinggi (Sinaga, 2015). Menurut Prayudyanto et
al (2008), kecepatan kendaraan dan konsumsi bahan bakar mempunyai hubungan
yang erat. Semakin cepat traktor maka konsumsi bahan bakarnya akan semakin
tinggi. Dalam hal ini kecepatan maju traktor yang digunakan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap total waktu pengolahan tanah. Selain itu, menurut
penelitian yang dilakukan oleh Assa et al (2014) menjelaskan bahwa luas lahan
juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar, sedangkan luas lahan yang kecil
dengan traktor yang besar dapat mengakibatkan hilangnya waktu yang signifikan.
Ketika traktor berputar, waktu terbuang dan bahan bakar juga terbuang.
Meningkatnya penggunaan alat dan mesin pertanian dapat meningkatkan
konsumsi bahan bakar selama budidaya pertanian. Oleh karena itu, perhatian

15
khusus harus diberikan pada pemanfaatan alat dan mesin pertanian secara
maksimal untuk mengurangi konsumsi bahan bakar sehingga diharapkan dapat
membantu mengetahui konsumsi bahan bakar untuk membantu para petani dalam
upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga kerja sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan mereka.

B. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui tingkat konsumsi bahan bakar setiap alat dan
mesin pengolahan tanah.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi bahan bakar.

16
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang


ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyediakan tempat tumbuh bagi benih,
menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa-
sisa tanaman terbenam di dalam tanah dan memberantas gulma sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan subur (Suripin, 2002).
Pengolahan tanah berkaitan dengan kegiatan lainnya seperti penyebaran
benih (penanaman bibit), pemupukan, perlindungan tanaman (perawatan tanaman)
dan panen. Keterkaitan ini sangat erat sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam
pengolahan tanah tidak terlepas dari keberhasilan dalam kegiatan yang lainnya.
Pengolahan tanah mempengaruhi penyebaran dan penanaman benih (IPB, 2010).
Penerapan teknologi di sektor pertanian itu sendiri salah satunya adalah
penggunaan alat dan mesin pertanian. Salah satu usaha untuk meningkatkan
efisiensi dalam berusahatani adalah dengan pemakaian tenaga mekanis, seperti
pengunaan traktor (power tiller) untuk pengolahan tanah. Penggunaan alat dan
mesin pertanian sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dalam
berusahatani, seperti pengunaan traktor untuk pengolahan tanah (Aisyah dkk.,
2015). Penggunaan traktor dewasa ini semakin dirasakan penting dalam melakukan
pekerjaan di lapangan. Traktor sebagai sumber tenaga dalam pengolahan tanah
diharapkan dapat mengurangi waktu dan biaya operasional yang diperlukan,
kapasitas kerja menjadi lebih tinggi dan pendapatan petani bertambah (Assa, dkk.,
2014).
Kecepatan kendaraan dan konsumsi BBM mempunyai hubungan yang kuat.
Semakin cepat maju traktor maka konsumsi BBM akan semakin meningkat pula.
Tingginya kecepatan traktor dikarenakan piston lebih banyak membakar BBM.
Semakin banyak BBM yang dibakar maka semakin banyak tenaga yang
dihasilkan sehingga semakin cepat kenderaan bergerak (Prayudyanto dkk. 2008).

17
Konsumsi bahan bakar traktor akan semakin besar jika tahanan penetrasi
tanah semakin besar pula. Tahanan penetrasi tanah akan semakin besar jika
kedalaman olah tanah semakin dalam. Semakin dalam pembajakan maka akan
semakin lambat traktor berjalan karena tenaga traktor yang diperlukan akan
semakin besar. Akibatnya semakin besar pula tenaga yang dibutuhkan untuk
menggerakkan traktor. Tenaga traktor dihasilkan dari perputaran torak dalam
silinder. Semakin banyak putaran torak di silinder, maka akan semakin banyak
menghabiskan bahan bakar (Mardinata & Zulkifli, 2014).

18
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat tulis 8. Kayu atau bambu


2. Traktor (Power tiller) 9. Penggaris
3. Gelas ukur 10. Kamera
4. Jerigen 11. Stopwatch
5. Corong 12. Laptop
6. Meteran 13. Lahan yang akan diolah
7. Solar

B. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan


2. Membuat petakan lahan yang akan diolah dengan menggunakan patok
sebagai penanda
3. Memasang 2 patok yang berjarak 3m – 5m pada pinggir petakan untuk
nantinya menghitung kecepatan rata-rata
4. Mengisi tangki bahan bakar traktor (power tiller) sampai penuh dengan
solar
5. Memulai mengolah tanah dengan salah satu pola pengolahan tanah, dan
menghitung waktu total (ttotal) yang digunakan selama mengolah tanah
dengan menggunakan stopwatch
6. Menghitung waktu belok pengolahan tanah (tbelok), pengukuran dimulai
ketika traktor (power tiller) mulai mengangkat implemen sebelum
berbelok sampai traktor (power tiller) menurunkan kembali implemennya
ke lahan sebelum kembali berjalan ke depan untuk mengolah tanah
dengan menggunakan stopwatch

19
7. Menghitung kecepatan rata-rata traktor (power tiller) dengan cara
menghitung waktu yang dibutuhkan traktor (power tiller) ketika
melewati 2 titik patok yan telah dipasang. Perhitungan kecepatan rata-rata
dapat dihitung dengan menggunakan:

dimana:
V = kecepatan maju traktor (meter/detik)
s = jarak (meter)
t = waktu (detik).
8. Apabila pengolahan tanah sudah selesai, mengisi kembali tangki bahan
bakar dengan solar, volume solar yang ditambahkan tersebut
menunjukkan volume bahan bakar yang dibutuhkan selama pengolahan
tanah. Perhitungan tingkat konsumsi bahan bakar dapat menggunakan
rumus sebagai berikut (Mardinata & Zulkifli, 2014):

dimana:
KBB = kebutuhan bahan bakar (l/jam)
Vpenambahan = volume penambahan bahan bakar (l)
ttotal = waktu kerja (jam).
9. Menhitung luas tanah terolah dengan mengukur panjang dan lebar bagian
tanah yang terolah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran,
rumus untuk menghitung luas tanah terolah sebagai berikut:
Aterolah = Pterolah × Lterolah
dengan:
Aterolah = luas tanah terolah
Pterolah = panjang tanah terolah
Lterolah = lebar tanah terolah.

20
10. Menhitung kedalaman tanah terolah dengan cara mengambil 5
sampel/titik acak yang terdalam dan terdangkal dengan menggunakan
penggaris/mistar, kemudian merata-rata data yang didapatkan.

21
ACARA IV
RICE MILLING UNIT

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sawah dikenal sebagai sebuah ekosistem buatan manusian yang dapat


mendukung adanya kehidupan pada tanaman. Sebagian besar wilayah di
Indonesia memanfaatkan persawahan sebagai media tanam untuk sektor pertanian.
Tanaman padi dijadikan sebagai sumber bahan pangan utama bagi masyarakat,
yaitu untuk diolah menjadi beras. Produksi padi yang tergolong tinggi tersebut
akan memerlukan prasarana yang mendukung untuk dapat mengolah hasil
produksi, terutama ketika masa panen tiba. Prasarana tersebut memiliki peranan
yang penting dalam menjaga kualitas atau mutu padi yang akan diolah lagi untuk
menjadi beras yang siap dipasarkan ke masyarakat.
Pemanenan padi merupakan usaha mengumpulkan atau menampung bulir-
bulir padi yang telah matang dari lahan/sawah serta siap diolah untuk menjadi
beras. Secara umum, pemanenan padi terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya
ialah meliputi penuaian, perontokkan, pembersihan, pengeringan dan pengangkutan.
Pelaksanaan pemanenan padi perlu memperhatikan beberapa metode serta langkah
yang tepat agar dapat mempertahankan kualitas gabah yang baik serta guna untuk
meminimalisir kerusakan gabah padi yang ditimbulkan selama tahap pemanenan.
Padi hasil panen memerlukan adanya perlakuan pasca panen yang baik serta
fasilitas pendukung yang tepat guna untuk meminimalisir kerusakan produk hasil
panen. Dukungan fasilitas tersebut dapat berupa sarana penunjang pasca panen,
salah satunya ialah unit penggiling padi.
Penggunaan alat atau mesin yang mutakhir seperti unit penggiling padi sudah
sangat dianjurkan. Unit penggiling gabah padi hasil panen yang sering dikenal
dengan istilah Rice Mill Unit (RMU), yang saat penggunaannya sudah menjadi hal

22
yang wajib bagi setiap individu atau kelompok tani. Penggunaan fasilitas RMU
sebagai penggiling gabah sudah sejak lama diterapkan oleh para petani di
Indonesia. Lambat laun, unit tersebut berkembang menjadi usaha penyedia jasa
penggilingan gabah, baik dimanfaatkan oleh perseorangan maupun kelompok tani.
Terbentuknya kelompok tani di suatu wilayah pedesaan menjadi motor
penggerak dalam pengembangan kegiatan dan usaha pertanian, sebagai contoh
usaha penggilingan gabah padi. Usaha tersebut memiliki peranan yang sangat vital
sebagai sarana yang digunakan untuk mengkonversi gabah padi menjadi beras yang
kemudian siap melalui tahap pengolahan untuk dikonsumsi dalam bentuk olahan
pangan seperti nasi, bubur, dll. Kondisi unit penggilingan haruslah memadai, baik
dari segi produktivitas maupun dari segi ekonomis.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan komponen utama, fungsi, dan prinsip kerja


suatu Rice Milling Unit (RMU)
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis ekonomi teradap suatu Rice Milling
Unit (RMU)
3. Mahasiswa mampu membedakan antara Rice Milling Unit (RMU) dengan
pengilingan padi biasa maupun Rice Milling Plant (RMP)

23
II. TINJAUAN PUSTAKA

Produksi beras di Indonesia mengalami kenaikan pada setiap tahunnya.


Produksi padi pada tahun 2022 memiliki estimasi sebesar 55,67 juta ton, dimana
angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 1,25 juta ton atau 2,31 persen
dibandingkan produksi padi di 2021 yang sekitar 54,42 juta ton. Sedangkan luas
panen padi pada 2022 diperkirakan sebesar 10,61 juta hektare, yang mana
mengalami peningkatan sebanyak 194,71 ribu hektare atau 1,87 persen jika
dibandingkan luas panen padi di 2021 yang sebesar 10,41 juta hektare (Badan Pusat
Statistik, 2022). Data tersebut menunjukan gambaran bahwa tingkat kebutuhan dan
kebutuhan akan konsumsi beras di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya.
Menurut Molenaar (2020), pemanenan dan penanganan pascapanen
komoditas pangan ialah upaya yang strategis dalam rangka guna menunjang
ketahanan pangan pada taraf nasional. Penanganan pascapanen secara langsung
memegang peranan penting dalam meminimlasir kekurangan hasil panen, menjaga
mutu tanaman hasil panen, meningkatkan nilai, daya saing pasar serta sebagai
sumber pemasukan usaha tani. Pascapanen padi merupakan tahapan kegiatan yang
meliputi pemanenan, perontokan, penampian, pengeringan, pengemasan,
penyimpanan dan pengolahan dari gabah sampai siap menjadi beras untuk
dipasarkan atau dikonsumsi. Penanganan pascapanen bertujuan untuk
menurunkan kehilangan hasil, menekan tingkat kerusakan serta meningkatkan
daya simpan dan daya guna komoditas untuk memperoleh nilai tambah. Kegiatan
tersebut sudah menjadi suatu aspek yang harus untuk diimplementasikan guna
mempertahankan kualitas panen yang dihasilkan. Upaya dalam meningkatkan
kualitas penanganan panen dan pasca panen yang tentunya harus dengan adanya
sistem dukungan teknik panen dan pasca panen yang baik serta mutakhir, maka
perlu untuk memperhatikan 3 aspek penting, yang meliputi: (1) mengurangi
kehilangan hasil (susut bobot); (2) meningkatkan kualitas dan daya saing produk
hasil (standarisasi proses dan hasil); (3) meningkatkan dan menjamin
kesejahteraan para petani. Peran serta seluruh pelaku pascapanen sangat perlu

24
untuk diterapkan guna menjalankan kegiatan panen dan pasca panen serta
standarisasi yang sesuai dengan fungsinya masing-masing (Ndapamuri, 2020).
Usaha dalam rangka untuk meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan,
maka diperlukan suatu teknologi pascapanen yang sesuai. Penggilingan merupakan
salah satu dari proses pascapanen yang telah dikenal sejak lama. Awalnya
dilakukan dengan metode yang masih tergolong sederhana. Tetapi pada prinsipnya
sama, yakni menghilangkan kulit luar gabah (sekam) serta komponen kulit ari
hingga menghasilkan beras (Ashar & Iqbal, 2013).
Unit penggilingan padi atau dikenal dengan istilah Rice Mill Unit (RMU)
merupakan mesin yang berfungsi untuk menggiling padi yang mengolah gabah
menjadi beras serta memiliki peran yang sangat penting dalam sistem agribisnis
tanaman padi. Penggilingan gabah menjadi beras merupakan rangkaian utama
dalam penanganan pascapanen (Yuni, 2017). Rice Mill Unit (RMU) dikategorikan
sebagai salah satu usaha penjualan jasa alat mesin pertanian yang mencakup biaya
atau investasi seperti pengadaan mesin giling, bangunan, dan lantai jemur, dimana
investasi tersebut termasuk salah satu investasi yang besar. Penggilingan gabah
(RMU) juga mengeluarkan biaya operasional selama kegiatan produksinya
seperti: upah tenaga kerja, perawatan & pemeliharaan, oli dan bahan (Imran,
2022).

25
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum terdiri dari :


1. Alat tulis dan dokumentasi
2. Rice Miliing Unit (RMU)
3. Data sekunder (literatur) untuk pengilingan padi biasa
4. Data sekunder (literatur untuk Rice Milling Plant (RMP)

B. Prosedur Kerja

1. Mempersiapkan alat dan bahan


2. Melakukan observasi dan interview pada suatu instalasi Rice Miliing Unit
(RMU)
3. Mengidentifikasi setiap komponen utama, fungsi, dan prinsip kerja dari
RMU tersebut
4. Melakukan pengambilan data sebagaimana tabel berikut, dan selanjutnya
pergunakan data tersebut untuk melakukan analisis ekonomi terhadap Rice
Miliing Unit (RMU) yang diobservasi:
Tabel 1. Spesifikasi Seluruh Alat atau Unit
No. Kriteria Keterangan
1 Tipe alat atau mesin
2 Kapasitas
3 Sumber tenaga penggerak
4 Lama operasi alat atau unit
5 Kebutuhan bahan bakar atau listrik
6 … dst (yang dirasa perlu/penting)

26
Tabel 2. Analisis Biaya Operasional Alsin
No. Kriteria Keterangan
1 Harga alat (Rp)
2 Harga bahan bakar (Rp/liter)
3 Upah tenaga kerja (Rp/hari/orang)
4 Jumlah tenaga kerja (orang)
5 Pemeliharaan (Rp/jam)
6 … dst (yang dirasa perlu/penting)

Tabel 3. Analisis Pendapatan Dari Jasa Penggilingan Padi


No. Kriteria Keterangan
1 Kapasitas penggilingan padi menjadi
beras putih (kg/hari)
2 Harga jasa penggilingan (Rp/kg)
3 Jumlah sekam yang dihasilkan (kg/hari)
4 Harga jual sekam (Rp/kg)
5 Jumlah dedak yang dihasilkan (kg/hari)
6 Harga jual dedak (Rp/kg)
7 … dst (yang dirasa perlu/penting)

5. Menjelaskan perbedaan Rice Milling Unit (RMU) yang diobsservasi


dengan unit usaha penggilingan padi biasa dan Rice Milling Plant (RMP)

27
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., Soekarno, S., & Suryaningrat, I.B. 2015. Analisis kesepadanan
teknologi dan ekonomi studi kasus: penggunaan traktor tangan di Desa
Sumber Kalong Kecamatan Kalisat. Jurnal Berkala Ilmiah Teknologi
Pertanian..

Ashar, A., & Putera, I. 2013. Penanganan Pasca Panen Berbagai Varietas Padi
dengan Rice Milling Unit (RMU). Jurnal Galung Tropika, 2(1), 55-59.

Assa, G.A., Rantung, R., Molenaar, R., & Ludong, D. 2014. Uji teknis traktor
kubota tipe m9540 pada pengolahan lahan kering di kelurahan wailan, kota
tomohon. Jurnal Penelitian. Program Studi Teknik Pertanian. Universitas Sam
Ratulangi. Manado.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Purbalingga. 2021. Luas Penggunaan Lahan


Menurut Kecamatan di Kabupaten Purbalingga (Hektar), 2019-2021. (On-
line). https://purbalinggakab.bps.go.id/indicator/153/44/1/penggunaan-
tanah.html diakses 22 Februari 2023.

Daywin, F.J., Sitompul, R.G., & Hidayat, I. 1999. Mesin-mesin budidaya


pertanian lahan kering. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Imran, R. 2022. Analisis Ekonomi Usaha Penggilingan Padi (Rice Milling Unit)
di Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur. Disertasi. Universitas
Mataram.

Indranada, K.H. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi Aksara, Jakarta.

Institut Pertanian Bogor (2010). Alat dan mesin pengolah tanah.


http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/
Teknik%20Mesin%20Buditenagatrakto%20Pertanian/
Alat%20Pengolahan%20tanah/index4april.html. Diskses pada 5 Agustus 2023.

Mardinata, Z., & Zulkifli. 2014. Analisis kapasitas kerja dan kebutuhan bahan
bakar traktor tangan berdasarkan variasi pola pengolahan tanah, kedalaman
pembajakan dan kecepatan kerja. Jurnal AGRITECH, 34(3).

Molenaar, R. 2020. Panen dan Pasca Panen Padi, Jagung dan Kedelai. Jurnal
Eugenia. 26(1), 18-22

28
Mudjiono. 1989. Pengolahan tanah cara gejlokan sebagai alternatif
menanggulangi terbatasnya penyediaan bibit tebu. Prosiding Seminar
Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan.

Ndapamuri, M. H. 2022. Sistem Penanganan Pasca Panen Pad di Kecamatan


Lewa. Jurnal Agro Indragiri, 7(2), 32-38.

Prayudyanto, M.M., Jacub, C., Driejana, R. dan Tamin, O.Z. 2008. Background
for optimization of fuel consumtion at congested network using
hydrodynamic traffi c theory. Proceeding Forum Studi Transportasi antar
Perguruan Tinggi International Symposium. Jember.

Rizaldi, T. 2006. Mesin Peralatan. Departemen Teknologi Pertanian FP-USU,


Medan.

Santoso,D., Rahajeng, G.Y., & Wijaya, R. 2020. Identifikasi kebutuhan alsintan


tanaman pangan (padi dan jagung) di kota tarakan. Jurnal Ilmiah Inovasi,
20(3): 7–12.

Sinaga, G., L.A. Harahap., & A. Rohanah. 2015. Studi banding kinerja
pengolahan tanah pola tepi dan pola alfa pada lahan sawah menggunakan
traktor tangan bajak rotari di Kecamatan Pangkalan Susu. Jurnal Rekayasa
Pangan dan Pertanian, 3(4).

Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta.

Yuni, R. 2017. Analisis Kelayakan Pendapatan Usaha Penggilingan Padi di Desa


Sari Bhuana Kecamatan Toili Kabupaten Banggai. Jurnal Pendidikan Sosial
dan Budaya, 3(4): 541-55

29

Anda mungkin juga menyukai