BAB II
STUDI ALIRAN DAYA
2.1. PENDAHULUAN
Aliran beban (atau aliran daya) merupakan solusi untuk kondisi operasi keadaan normal
dari suatu sistem tenaga listrik. Secara umum, perhitungan aliran daya dilakukan untuk
perencanaan sistem tenaga dan perencanaan operasional dan untuk operasi dan kendali
sistem. Data yang diperoleh dari studi aliran daya digunakan untuk studi operasi normal,
analisis kontingensi, penjadwalan optimum dan stabilitas.
Pentingnya masalah aliran daya telah menarik perhatian para matematikawan dan
insinyur dunia selama beberapa tahun. Banyak peneliti telah menghabiskan banyak waktu
dari karir profesionalnya untuk mencari solusi dari masalah aliran daya. Sejumlah upaya
yang telah dilakukan untuk solusi masalah aliran daya telah menghasilkan banyak hasil
yang dilaporkan dalam sejumlah publikasi-publikasi teknik.
Sebelum tahun 1929, semua perhitungan aliran daya dilakukan dengan tangan. Pada
tahun 1929, network calculators (dari Westinghouse) atau network analyzers (dari
General Electric) digunakan untuk melakukan perhitungan aliran daya. Tulisan pertama
yang menjelaskan metode digital untuk penyelesaian masalah aliran daya dipublikasikan
pada tahun 1954. Namun demikian, metode digital pertama yang sukses dikembangkan
adalah oleh Ward dan Hale pada tahun 1956. Metoda iteratif yang digunakan pada
awalnya didasarkan pada matriks-Y dari metoda Gauss-Seidel. Metoda ini memerlukan
simpanan komputer yang minimum dan iterasi yang sedikit untuk sistem yang kecil.
Namun, bila ukuran sistem bertambah besar, jumlah iterasi yang diperlukan meningkat
secara dramatis. Pada beberapa kasus, metoda ini sama sekali tidak memberikan solusi.
(menyelesaikan secara terpisah) masalah P-θ dan Q-V. Sehingga, metoda ini merupakan
aproksimasi terhadap metoda Newton-Raphson. Metoda ini memiliki akurasi yang cukup
baik dan sangat cepat dan oleh karenanya dapat digunakan untuk aplikasi on-line dan
penentuan kontingensi.
Masalah aliran daya dapat didefinisikan sebagai perhitungan dari aliran-aliran daya
saluran dan tegangan-tegangan bus dari suatu sistem tenaga listrik pada kondisi beban
dan pembangkitan tertentu.
Gambar 2.1 memperlihatkan situasi pada salah satu bus (bus i) pada suatu sistem tenaga.
Dengan menggunakan hukum Kirchhof untuk arus:
I Gi = I Li + ITi (2.1)
∗
I Gi = I Li
∗
+ ITi
∗
(2.2)
∗
Vi I Gi = Vi I Li
∗
+ Vi ITi
∗
(2.3)
atau:
Oleh karena:
admitansi sistem (yang nilainya diketahui dan tergantung pada jaringan transmisi).
Gambar 2.1. Situasi Pada Bus i. (a) Diagram Segaris. (b) Rangkaian Ekivalen.
terdapat enam variabel (PGi, QGi, PLi, QLi, Vi dan δi) yang dihubungkan melalui kedua
Dengan demikian, (2.6a) dan (2.6b) mengindikasikan bahwa untuk setiap bus akan
persamaan tersebut. Perhitungan aliran daya biasanya dilakukan pada kondisi beban
empat variabel (yaitu PGi, QGi, Vi dan δi) yang harus ditentukan atau dicari. Untuk dapat
tertentu (PLidan QLi diketahui). Oleh karenanya, untuk setiap bus sistem, akan tersisa
menyelesaikan (2.6a) dan (2.6b), dua dari empat variabel tersebut harus ditentukan atau
dispesifikasi. Variabel-variabel mana yang akan dispesifikasi biasanya didasarkan pada
apakah kita mempunyai kendali terhadap variabel tersebut. Jadi variabel-variabel yang
dispesifikasi biasanya adalah variabel-variabel yang dapat dikontrol secara fisik. Hal ini
akan dibahas lebih lanjut di Subbab 2.4.
Misalkan suatu sistem tenaga n-bus yang diatur dengan cara seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 2.2. Perlu dicatat bahwa pada Gambar 2.2 tersebut generator-generator dan
beban-beban diletakkan secara eksternal terhadap jaringan transmisi yang berada dalam
kotak. Jaringan dalam kotak merupakan jaringan pasif dan dapat ditangani dengan teori
jaringan n-terminal. Dengan menggunakan teori tersebut, dapat kita tuliskan:
I = YV (2.7)
berukuran (n×n) yang mengandung semua informasi tentang jaringan sistem tenaga (trafo
dan saluran transmisi).
Pembentukan dari matriks admitansi bus akan dijelaskan melalui sistem 3-bus yang
diagram segarisnya diperlihatkan pada Gambar 2.3. Perlu dicatat disini bahwa admitansi-
admitansi shunt saluran juga ditunjukkan pada diagram segaris tersebut untuk
memudahkan pemahaman tentang pembentukan matriks admitansi bus.
Misalkan arus-arus injeksi pada bus 1,2 dan 3 pada sistem tenaga pada Gambar 2.3 adalah
I1, I2 dan I3. Berikut adalah persamaan-persamaan untuk arus-arus injeksi tersebut yang
didapat berdasarkan hukum Kirchhof.
I1 = I a + I b + I s1 (2.8)
V1 − V2
Oleh karena:
Ia = (2.9)
z12
V −V
Ib = 1 3 (2.10)
z13
I s1 = ( ya + yb )V1 (2.11)
V1 − V2 V1 − V3
I1 = + + ( ya + yb )V1 (2.12)
z12 z13
1 z12 2
ya ya
G1 G2
3
z13 z23
yb yb yc yc
Beban
(a)
1 Ia z12 2
G1 G2
Ib 3 Ic
z13 z23
Is1 Is2
ya+yb Beban ya+yc
yb+yc Is3
(b)
I2 = −Ia + Ic + I s2 (2.16)
V2 − V3
Oleh karena:
Ic = (2.17)
z23
Is2 = ( ya + yc )V2 (2.18)
V2 − V1 V2 − V3
I2 = + + ( ya + yc )V2 (2.19)
z12 z23
I 3 = − Ib − I c + I s3 (2.23)
Oleh karena:
I s 3 = ( yb + yc )V3 (2.24)
V3 − V1 V3 − V2
I3 = + + ( yb + yc )V3 (2.25)
z13 z23
Persamaan-persamaan (2.14), (2.21) dan (2.27) dapat ditulis dalam bentuk vektor/matriks
seperti berikut:
I = YV (2.28)
dimana:
⎡ I1 ⎤ ⎡V1 ⎤
I = ⎢ I 2 ⎥ ; V = ⎢⎢V2 ⎥⎥
⎢ ⎥ (2.29)
⎢⎣ I 3 ⎥⎦ ⎢⎣V3 ⎥⎦
dan:
Elemen-elemen diagonal Yii biasa disebut sebagai admitansi diri (self-admittance) dari
bus-i, sedangkan elemen-elemen luar-diagonal Yij biasa disebut sebagai admitansi
bersama (mutual-admittance) antara bus i dan j.
Gambar 2.4 memperlihatkan diagram segaris dari sistem tenaga 5-bus. Data saluran
transmisi dan trafo diperlihatkan pada Tabel 2.1. Semua data adalah dalam pu pada dasar
400 MVA.
Tabel 2.1. Data Saluran dan Trafo Untuk Contoh Soal 2.1.
Bus-Ke-Bus Impedansi Seri Admitansi Shunt Ketanah
p–q zpq y, / 2pq
2–4 0,036 + j0,4 j0,215
2–5 0,018 + j0,2 j0,110
4–5 0,009 + j0,1 j0,055
1–5 0,006 + j0,08 0
3–4 0,003 + j0,04 0
Jawab
Berdasarkan Tabel 2.1, dapat dihitung admitansi seri jaringan dan admitansi shunt
ketanah (kenetral) pada setiap bus, dan hasilnya diperlihatkan berturut-turut pada Tabel
2.2 dan 2.3.
p–q y pq = 1 / z pq
2–4 0,2232 – j2,4799
2–5 0,4464 – j4,9598
4–5 0,8928 – j9,9197
1–5 0,9323 – j12,4301
3–4 1,8645 – j24,8602
Tabel 2.3. Admitansi Shunt Ketanah Pada Setiap Bus Untuk Contoh Soal 2.1.
Bus Admitansi Shunt Ketanah
p yp
1 0
2 j0,325
3 0
4 j0,270
5 j0,165
a) Admitansi-admitansi diri:
b) Admitansi-admitansi bersama:
Y12 = Y21 = 0
Y13 = Y31 = 0
Y14 = Y41 = 0
Y15 = Y51 = − y15 = −0,9323 + j12,4301
Y23 = Y32 = 0
Y24 = Y42 = − y24 = −0,2232 + j 2,4799
Soal-Soal Latihan
1. Gambar 2.5 memperlihatkan diagram segaris dari sistem tenaga 3-bus. Data saluran
transmisi diperlihatkan pada Tabel 2.4. Semua data adalah dalam pu pada dasar 100
MVA.
1 2
G1 G2
Beban
Gambar 2.5. Sistem Tenaga Untuk Soal Latihan 1.
2. Gambar 2.6 memperlihatkan diagram segaris dari sistem tenaga 5-bus. Data saluran
transmisi diperlihatkan pada Tabel 2.5. Semua data adalah dalam pu pada dasar 100
MVA.
G1
1 3 4
5
2
G2
Kita lanjutkan pembahasan mengenai masalah aliran daya dengan melihat kembali daya
yang ditransmisikan seperti yang dinyatakan oleh (2.5c) yaitu:
ANALISA SISTEM TENAGA Hal-11
Oleh: Dr. Ir. Rudy Gianto, MT
STUDI ALIRAN DAYA
Dari pembahasan sebelumnya juga telah disinggung bahwa arus ITi ini, yang merupakan
arus generator dikurangi arus beban, adalah juga merupakan elemen-elemen dari vektor
arus injeksi seperti yang dirumuskan oleh (2.28), maka:
IT = YV (2.34)
atau:
ITi = ∑ YijV j
n
(2.35)
j =1
Oleh karena:
Vi = Vi e jδi (2.36a)
jθij
Yij = Yij e (2.36b)
j ( δ j + θij )
ITi = ∑ Yij V j e
n
(2.37)
j =1
atau:
j ( − δ j − θij )
∗
= ∑ Yij V j e
n
ITi (2.38)
j =1
j ( δ i − δ j − θij )
PTi + jQTi = ∑ Vi Yij V j e
n
(2.39)
j =1
Dengan memisahkan bagian riil dan imajiner, dapat ditunjukkan bahwa daya aktif dan
reaktif yang ditransmisikan dapat dinyatakan sebagai :
QGi, |Vi|, dan δi sehingga menghasilkan total 4n variabel. Pers. (2.41) hanya dapat
diketahui), maka masing-masing bus akan dikarakterisasi melalui empat variabel : PGi,
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, variabel-variabel yang dispesifikasi ini biasanya
adalah variabel-variabel yang dapat dikontrol secara fisik. Dengan demikian, penetapan
variabel apa yang akan dispesifikasi pada suatu bus tertentu akan sangat dipengaruhi oleh
peralatan apa yang terhubung pada bus tersebut. Berdasarkan hal ini, kita akan memiliki
tiga pilihan, dimana pilihan-pilihan tersebut akan diidentifikasi dengan mendefinisikan
tiga jenis bus seperti berikut:
|Vi| dan δi. Umumnya, untuk suatu sistem tenaga hanya terdapat satu bus tipe ini dan
Pada bus tipe ini PGi dan QGi tidak dispesifikasi akan tetapi yang dispesifikasi adalah
Jenis bus yang pertama yaitu slack bus pada dasarnya merupakan bus pembangkit yang
tidak memiliki limitasi. Hal yang melatar-belakangi konsep bus referensi ini adalah
karena pada teori rangkaian ac kita dapat memilih satu besaran phasor sebagai referensi.
Bila hal ini kita terapkan pada bus referensi, maka sudut fasa dari tegangan pada bus
referensi diset kenilai nol. Kita juga biasanya men-set besar tegangan pada bus ini pada
nilai 1,0 pu. Nilai lain selain 1,0 pu juga dimungkinkan untuk dipilih, karena slack bus
adalah bus pembangkit, adalah normal bila ia beroperasi pada nilai yang sedikit lebih
tinggi (misalnya 1,05 pu).
Jenis bus yang kedua adalah bus generator. Pada bus-bus ini, besar tegangan |Vi| dan daya
aktif PGi dijaga konstan pada suatu nilai tertentu. Hal ini dimungkinkan karena sistem
turbin dan eksitasi generator mengijinkan kita untuk mengontrol PGi dan |Vi|. Dengan
demikian kita dapat men-set nilai-nilai PGi dan |Vi| tersebut pada suatu nilai tertentu dan
menetapkannya sebagai variabel-variabel yang diketahui. Suatu sistem tenaga tipikal
dapat memiliki bus generator sebanyak kira-kira 15% dari total bus sistem.
Jenis bus yang ketiga yaitu bus beban adalah bus-bus yang tidak memiliki generator,
sehingga PGi dan QGi adalah sama dengan nol. Biasanya suatu sistem tenaga tipikal
ANALISA SISTEM TENAGA Hal-13
Oleh: Dr. Ir. Rudy Gianto, MT
STUDI ALIRAN DAYA
ini, |Vi| dan δi merupakan variabel-variabel yang tidak diketahui atau ingin dicari.
memiliki bus beban sebanyak kira-kira 85% dari total bus yang ada. Pada bus-bus beban
Perlu juga dicatat disini bahwa oleh karena adanya limitasi fisik dari generator, besar
daya reaktif yang dibangkitkan pada bus-bus generator harus berada diantara nilai
bahwa ketika kita menghitung QGi, kita harus memeriksa apakah QGi ,min ≤ QGi ≤ QGi ,maks .
minimum dan maksimum sesuai batasan operasi dari generator tersebut. Hal ini berarti
QGi < QGi ,min (atau QGi > QGi ,maks ), maka QGi harus diset pada QGi,min (atau QGi,max), dan
Jika QGi berada diluar batasan ini, maka ia harus diset pada nilai limitnya. Contohnya jika
besar tegangan pada bus-i tersebut (|Vi|) menjadi tidak konstan lagi atau |Vi| menjadi
besaran yang harus dihitung. Hal ini sama saja dengan mengubah tipe bus tersebut dari
bus PV menjadi bus PQ. Prosedur matematis untuk penyelesaian masalah aliran daya
akan dibahas di Subbab 2.5.
Sebelum membahas tentang aplikasi metoda Newton-Raphson pada masalah aliran daya,
berikut adalah penjelasan mengenai penggunaan metoda tersebut pada sistem persamaan
nonlinier umum. Misalkan seset persamaan nonlinier dengan jumlah persamaan n
diberikan oleh:
⎡ f1 ( x1 , x2 , K , xn ) ⎤
⎢ f ( x , x ,K, x )⎥
F(X ) = ⎢ 2 1 2 n ⎥
=0
⎢ ⎥
(2.42)
⎢ ⎥
M
⎣ f n ( x1 , x2 , K , xn )⎦
Langkah iteratif dari metoda Newton-Raphson dalam mencari solusi adalah dengan
menyelesaikan persamaan berikut secara berturutan:
X ( k +1) = X ( k ) + ΔX ( k ) (2.43)
[ ]
dimana:
−1
ΔX ( k ) = − J ( X ( k ) ) F ( X (k ) ) (2.44)
Pada (2.44), J(X) merupakan Jacobian dari F(X) dan dihitung melalui:
⎢ ∂f ∂f n ∂f n ⎥
M
⎢ n ⎥
⎢⎣ ∂x1 ∂x2 ∂xn ⎥⎦
L
Langkah 1: Set k = 0, dan tentukan estimasi awal untuk solusi X(k) dan toleransi ε.
Langkah 2: Cek apakah: maks|F(X(k))|< ε, Jika ya, stop dan solusinya adalah X(k).
Perlu juga ditambahkan disini bahwa penyelesaian (2.41) untuk ΔX biasanya tidak
dilakukan dengan cara menginvers matriks, akan tetapi dilakukan melalui cara eliminasi
(misalnya eliminasi Gauss).
x12 + x22 − 1 = 0
x12 − x22 = 0
Ambil estimasi awal untuk solusi x1(0 ) = x2(0 ) = 1 , dan toleransi ε = 0,01.
Jawab
Untuk persoalan diatas kita definisikan vektor-vektor X, F(X) dan matriks Jacobian
berturut-turut sebagai:
⎡x ⎤
X = ⎢ 1⎥
⎣ x2 ⎦
⎡ f ( X ) ⎤ ⎡ x12 + x22 − 1⎤
F(X) = ⎢ 1 ⎥=⎢ 2 2 ⎥
⎣ f 2 ( X )⎦ ⎣⎢ x1 − x2 ⎦⎥
⎡ ∂f1 ( X ) ∂f1 ( X ) ⎤
⎢ ∂x ∂x2 ⎥ ⎡2 x1 2 x2 ⎤
J(X ) = ⎢ ⎥=
⎢ ∂ ∂f 2 ( X ) ⎥ ⎢⎣2 x1 − 2 x2 ⎥⎦
1
⎢⎣ ∂x1 ∂x2 ⎥⎦
f 2 ( X)
X (0 ) = [1 1]T .
Berikut adalah iterasi metoda Newton-Raphson yang dimulai dari estimasi awal
Iterasi ke-0:
F ( X (0 ) ) = ⎢ =
2 ⎥ ⎢ ⎥
⎣⎢ (1) − (1) ⎦⎥ ⎣0 ⎦
2
⎡2(1) 2(1) ⎤ ⎡2 2 ⎤
J ( X (0 ) ) = ⎢ ⎥=⎢ ⎥
⎣2(1) − 2(1)⎦ ⎣2 − 2 ⎦
−1
⎡2 2 ⎤ ⎡1⎤ ⎡− 0,25 ⎤
ΔX = −⎢ ⎥ ⎢ ⎥=⎢ ⎥
⎣2 − 2 ⎦ ⎣0 ⎦ ⎣− 0,25 ⎦
(0 )
Iterasi ke-1:
F ( X (1) ) = ⎢ =
2 ⎥ ⎢ ⎥
⎣⎢ (0,75) − (0,75) ⎦⎥ ⎣ 0 ⎦
2
Oleh karena maks | F ( X (1) ) |= 0,125 > ε , maka proses perhitungan dilanjutkan.
Matriks Jacobian:
−1
⎡1,5 1,5 ⎤ ⎡0,125⎤ ⎡− 0,0417 ⎤
ΔX = −⎢ ⎥ ⎢ ⎥=⎢ ⎥
⎣1,5 − 1,5⎦ ⎣ 0 ⎦ ⎣− 0,0417 ⎦
(1)
Iterasi ke-2:
F ( X (2) ) = ⎢ =
2 ⎥ ⎢ ⎥
⎣⎢ (0,7083) − (0,7083) ⎦⎥ ⎣ 0 ⎦
2
Oleh karena maks | F ( X ( 2 ) ) |= 0,0034 < ε , maka proses perhitungan distop, dan solusinya
adalah x1 = x2 = 0,7083 .
Soal-Soal Latihan
x12 + 3 x1 x2 − 4 = 0
x1 x2 − 2 x22 + 5 = 0
Ambil estimasi awal untuk solusi x1(0 ) = 1; x2(0 ) = 2 , dan toleransi ε = 0,0001.
x1 x2 x3 − 2 = 0
x12 + x22 + 4 x32 − 9 = 0
2 x12 + x23 + 6 x3 − 4 = 0
Ambil estimasi awal untuk solusi x1(0 ) = x2(0 ) = x3(0 ) = −1 , dan toleransi ε = 0,0001.
Untuk menerapkan metoda Newton-Raphson yang telah dibahas di Subbab 2.5.1, kita
definisikan vektor-vektor X dan F(X) untuk masalah aliran daya sebagai:
⎡ δ1 ⎤ ⎡ P1 ⎤
⎢δ ⎥ ⎢P ⎥
⎢ 2⎥ ⎢ 2⎥
⎢ M ⎥ ⎢ M ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎡ δ ⎤ ⎢δn ⎥ ⎡ P ⎤ ⎢ Pn ⎥
⎢ ⎥
X = ⎢L ⎥ = ⎢ L ⎥ ; F ( X ) = ⎢⎢L⎥⎥ = ⎢ L ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ V ⎥⎦ ⎢ V1 ⎥
(2.46)
⎣⎢ Q ⎦⎥ ⎢Q1 ⎥
⎢V ⎥ ⎢Q ⎥
⎢ 2⎥ ⎢ 2⎥
⎢ M ⎥ ⎢ M ⎥
⎢V ⎥ ⎢Q ⎥
⎣ n⎦ ⎣ 3⎦
Pada (2.46), Pi dan Qi biasa disebut sebagai selisih daya (power mismatch) dan ditentukan
berdasarkan (2.41). Selisih daya ini sering digunakan sebagai kriteria penghentian iterasi
metoda Newton-Raphson. Sedangkan matriks Jacobian dari (2.45), untuk masalah aliran
daya akan berbentuk:
⎡ ∂P ∂P ⎤
⎡ J 1 ( δ, V ) M J 2 ( δ, V ) ⎤ ⎢ ∂δ
M
∂V ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
J (δ, V ) = ⎢ LLL M LLL ⎥ = ⎢LLL M LLL⎥
⎢⎣ J 3 (δ, V ) M J 4 (δ, V )⎥⎦ ⎢ ∂Q ∂Q ⎥
(2.47)
⎢ ∂δ ∂V ⎥
M
⎣ ⎦
dimana matriks Jacobian tersebut telah dipartisi menjadi empat submatriks yang masing-
masing berbentuk:
⎢ ∂P
M
∂Pn
M O
∂Pn ⎥ ⎢ ∂P M
∂Pn
M O
∂Pn
M ⎥
⎢ n ⎥ ⎢ n ⎥
⎢⎣ ∂δ 1 ∂δ 2 ∂δ n ⎥⎦ ⎢⎣ ∂ V1 ∂ V2 ∂ Vn ⎥⎦
L L
Berikut adalah rumusan untuk turunan-turunan parsial pada keempat submatriks (2.48)
dan (2.49).
ANALISA SISTEM TENAGA Hal-18
Oleh: Dr. Ir. Rudy Gianto, MT
STUDI ALIRAN DAYA
Submatriks J1(δ,|V|):
= −∑ Vi V j Yij sin(δ i − δ j − θ ij )
∂Pi n
∂δ i
(2.50)
j =1
j ≠i
∂Pi
= Vi Vk Yik sin(δ i − δ k − θ ik ) ; i ≠ k
∂δ k
(2.51)
Submatriks J2(δ,|V|):
∂ Vi
(2.52)
j =1
∂Pi
= Vi Yik cos(δ i − δ k − θ ik ) ; i ≠ k
∂ Vk
(2.53)
Submatriks J3(δ,|V|):
= ∑ Vi V j Yij cos(δ i − δ j − θ ij )
∂Qi n
∂δ i j =1
(2.54)
j ≠i
∂Qi
= − Vi Vk Yik cos(δ i − δ k − θ ik ) ; i ≠ k
∂δ k
(2.55)
Submatriks J4(δ,|V|):
∂ Vi
(2.56)
j =1
∂Qi
= Vi Yik sin(δ i − δ k − θ ik ) ; i ≠ k
∂ Vk
(2.57)
Dengan demikian, langkah iteratif dari metoda Newton-Raphson dalam mencari solusi
aliran daya adalah dengan menyelesaikan persamaan berikut secara berturutan:
⎡ δ ( k +1) ⎤ ⎡ δ ( k ) ⎤ ⎡ Δδ ( k ) ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ LL ⎥ = ⎢LL ⎥ + ⎢ LL ⎥
⎢ V ( k +1) ⎥ ⎢ V ( k ) ⎥ ⎢Δ V ( k ) ⎥
(2.58)
⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
dimana:
−1
⎡ Δδ ( k ) ⎤ ⎡ J 1( k ) M J 2( k ) ⎤ ⎡ P (k ) ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ LL ⎥ = − ⎢ L M L ⎥ ⎢ L ⎥
⎢Δ V ( k ) ⎥ ⎢J (k ) M J (k ) ⎥ ⎢Q ( k ) ⎥
(2.59)
⎣⎢ ⎦⎥ ⎣ 3 4 ⎦ ⎣ ⎦
Sebagai contoh, untuk sistem tenaga dengan jumlah bus 3, (2.58) dan (2.59) berturut-turut
akan berbentuk:
⎡ δ 1( k +1) ⎤ ⎡ δ 1( k ) ⎤ ⎡ Δδ 1( k ) ⎤
⎢ ( k +1) ⎥ ⎢ ( k ) ⎥ ⎢ ( k ) ⎥
⎢ δ2 ⎥ ⎢ δ 2 ⎥ ⎢ Δδ 2 ⎥
⎢ δ 3( k +1) ⎥ ⎢ δ 3( k ) ⎥ ⎢ Δδ 3( k ) ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢ LL ⎥ = ⎢LL ⎥ + ⎢ LL ⎥
⎢ V ( k +1) ⎥ ⎢ V ( k ) ⎥ ⎢Δ V ( k ) ⎥
(2.60)
⎢ 1 ⎥ ⎢ 1 ⎥ ⎢ 1 ⎥
⎢ V2 + ⎥ ⎢ V2( k ) ⎥ ⎢Δ V2( k ) ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
( k 1)
dan:
−1
⎡ ∂P ( k ) ∂P1( k ) ∂P1( k ) ∂P1( k ) ∂P1( k ) ∂P1( k ) ⎤
⎢ 1 ⎥
M
⎢ ∂δ1 ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V1 ∂ V2 ∂ V3 ⎥
⎢ ∂P ( k ) ∂P2( k ) ⎥
M
⎡ Δδ( k ) ⎤ ∂P2( k ) ∂P2( k ) ∂P2( k ) ∂P2( k )
⎢ 2 ⎥ ⎡ P1( k ) ⎤
M
⎢ 1( k ) ⎥ ⎢ ∂δ1 ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V1 ∂ V2 ∂ V3 ⎥
⎢ Δδ 2 ⎥ ⎢ (k ) ⎥
⎢ ∂P ( k ) ∂P3( k ) ⎥
M
⎢ Δδ( k ) ⎥ ∂P3( k ) ∂P3( k ) ∂P3( k ) ∂P3( k ) ⎢ P2 ⎥
⎢ 3 ⎥ ⎢ P(k ) ⎥
M
⎢ 3 ⎥ ⎢ ∂δ1 ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V1 ∂ V2 ∂ V3 ⎥
⎢ LL ⎥ = − ⎢ LL ⎢ 3 ⎥
LL ⎥
M
⎢Δ V ( k ) ⎥ ⎢LL⎥
⎢ ∂Q ( k ) ∂Q1( k ) ∂Q1( k ) ∂Q1( k ) ∂Q1( k ) ∂Q1( k ) ⎥ ⎢Q ( k ) ⎥
LL LL M LL LL 2.61)
⎢ 1 ⎥ ⎢ 1 ⎥ ⎢ 1 ⎥
M
⎢Δ V ( k ) ⎥ ⎢ ∂δ1 ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V1 ∂ V2 ∂ V3 ⎥
⎢ 2 ⎥ ⎢Q2( k ) ⎥
⎢ (k ) ⎥
M
⎢ (k ) ⎥
⎢Δ V ( k ) ⎥ ⎢ ∂Q2 ∂Q2( k ) ∂Q2( k ) ∂Q2( k ) ∂Q2( k ) ∂Q2( k ) ⎥
⎣Q3 ⎦
⎢⎣ 3 ⎥⎦
M
⎢ ∂δ1 ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V1 ∂ V2 ∂ V3 ⎥
⎢ (k ) ⎥
M
⎢ ∂Q3 ∂Q3( k ) ∂Q3( k ) M ∂Q3( k ) ∂Q3( k ) ∂Q3( k ) ⎥
⎢ ∂δ1 ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V1 ∂ V2 ∂ V3 ⎥⎦
⎣ M
sudut tegangan δslack dan besar tegangan |Vslack| adalah diketahui dan konstan. Oleh
Seperti yang sebelumnya telah diuraikan di Subbab 2.4, pada bus referensi (slack bus),
karenanya, nilai-nilai koreksi untuk sudut Δδslack dan besar tegangan Δ|Vslack| pada bus ini
tidak perlu dihitung. Telah dibahas juga bahwa pada bus ini tidak ada pembatasan untuk
PG,slack dan QG,slack, maka kita dapat membuat PG,slack dan QG,slack sedemikian rupa
baris dan dua kolom yang bersesuaian dari matriks Jacobian dan mengeliminir Δδslack dan
sehingga Pslack dan Qslack menjadi nol. Berdasarkan hal ini, kita dapat menghapus dua
Δ|Vslack| sebagai variabel iteratif. Sebagai contoh, untuk sistem tenaga 3 bus dimana
diasumsikan bus 1 adalah bus slack, maka persamaan iteratif Newton-Raphson (2.61) dan
(2.62) adalah:
ANALISA SISTEM TENAGA Hal-20
Oleh: Dr. Ir. Rudy Gianto, MT
STUDI ALIRAN DAYA
dan:
−1
⎡ ∂P2( k ) ∂P2( k ) ∂P2( k ) ∂P2( k ) ⎤
⎢ ⎥
M
⎡ Δδ 2 ⎤ ⎢ ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V2 ∂ V3 ⎥
⎢ ∂P ( k ) ∂P3( k ) ⎥ ⎡ P2( k ) ⎤
M
⎢ (k ) ⎥ ∂P3( k ) ∂P3( k )
( k )
Δ δ ⎢ 3 ⎥ ⎢ (k ) ⎥
⎢ 3 ⎥
M
⎢ ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V2 ∂ V3 ⎥ ⎢ P3 ⎥
⎢ LL ⎥ ⎢LL⎥
= − ⎢ LL LL ⎥
M
⎢ (k ) ⎥ ⎢ (k ) ⎥
⎢Δ V2 ⎥ ⎢ ∂Q ( k ) ∂Q2( k ) ∂Q2( k ) ∂Q2( k ) ⎥
LL M LL (2.63)
⎢ 2 ⎥ ⎢Q2 ⎥
⎢ (k ) ⎥
M
⎢ ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V2 ∂ V3 ⎥ ⎢Q ( k ) ⎥
⎢⎣Δ V3 ⎥⎦ ⎣ 3 ⎦
⎢ ∂Q ( k ) ∂Q3( k ) ⎥
M
∂Q3( k ) ∂Q3( k )
⎢ 3 ⎥
M
⎣⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V2 ∂ V3 ⎦⎥
Lebih lanjut, seperti yang juga telah diuraikan di Subbab 2.4 bahwa pada bus-bus
sehingga QPV menjadi nol. Hal ini mengijinkan kita untuk mengeliminir Δ|VPV| sebagai
variabel iteratif, dan menghapus baris-baris dan kolom-kolom yang bersesuaian dari
matriks Jacobian. Sebagai contoh, untuk sistem tenaga 3 bus dimana diasumsikan bus 1, 2
dan 3 berturut-turut adalah bus slack, PV dan PQ, maka persamaan iteratif Newton-
Raphson (2.62) dan (2.63) akan menjadi:
⎢ V3 ⎥ ⎢ V3 ⎥ ⎢Δ V3 ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
dan:
−1
⎡ ∂P2( k ) ∂P2( k ) M ∂P2( k ) ⎤
⎢ ⎥
⎡ Δδ(2k ) ⎤ ⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V3 ⎥ ⎡ P ( k ) ⎤
⎢ (k ) ⎥ ⎢ ∂P ( k ) ∂P3( k ) M ∂P3( k ) ⎥ ⎢ ( k ) ⎥
⎢ Δδ3 ⎥ ⎢ 3 ⎥ ⎢ P3 ⎥
2
= −
⎢ LL ⎥ ⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V3 ⎥ ⎢
LL⎥
⎢ (k ) ⎥
(2.65)
⎢ LL M LL ⎥ ⎢ ( k ) ⎥
⎢Δ V3 ⎥ ⎢ ∂Q ( k ) ∂Q3( k ) M ∂Q3( k ) ⎥ ⎢⎣Q3 ⎥⎦
⎣ ⎦
LL
⎢ 3 ⎥
⎣⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V3 ⎦⎥
Berikut adalah algoritma dari metoda Newton-Raphson dalam mencari solusi masalah
aliran daya:
Langkah 1: Set hitungan iterasi k = 0. Tentukan nilai-nilai estimasi awal untuk sudut δ i(k )
dan besar tegangan bus Vi (k ) serta toleransi yang diinginkan. Nilai-nilai
awal untuk sudut tegangan biasanya diambil 0, sedangkan besar tegangan
biasanya diambil 1 pu.
Langkah 2: Hitung nilai-nilai selisih daya Pi (k ) dan Qi(k ) melalui (2.41). Jika semua
nilainya berada dibawah toleransi, artinya bahwa solusi telah diperoleh,
maka iterasi distop. Jika ada selisih daya yang nilainya belum dibawah
toleransi, maka lanjutkan ke langkah berikutnya.
Langkah 3: Hitung Jacobian J (k ) melalui (2.47), dan dapatkan nilai-nilai koreksi untuk
sudut dan besar tegangan melalui (2.59).
Langkah 4: Perbaiki nilai-nilai sudut dan besar tegangan melalui (2.58).
Langkah 5: Set: k = k + 1, dan kembali ke Langkah 2.
Pada Langkah 2 dari algoritma diatas, jika ada nilai QG,PV yang berada diluar batas-
PQ. Pada kasus seperti ini, Δ|VPV| akan menjadi variabel iteratif atau harus dihitung, dan
batasnya, maka QG,PV harus diset pada nilai limitnya, dan tipe busnya diganti menjadi bus
Setelah algoritma dari metoda Newton-Raphson berhasil mendapatkan solusi, aliran daya
pada saluran-saluran dan besar pembangkitan daya dari bus-bus pembangkit dapat
dihitung.
Bila dimisalkan bahwa saluran yang menghubungkan bus p dan q memiliki admitansi seri
ypq dan admitansi shunt total y ,pq , maka arus yang mengalir pada saluran tersebut akan
diberikan oleh:
I pq = (V p − Vq ) y pq + V p
y ,pq
(2.66)
2
∗
Ppq + jQ pq = V p I ∗pq = V p [(V p − Vq )∗ y ∗pq + V p∗
y ,pq
] (2.67)
2
Dengan cara yang sama, aliran daya dari bus q ke p diberikan oleh:
∗
Pqp + jQqp = Vq I qp
∗
= Vq [(Vq − V p ) ∗
y ∗pq + Vq∗
y ,pq
] (2.68)
2
Rugi-rugi daya pada saluran p-q dapat dihitung dengan menjumlahkan Ppq + jQ pq dan
Pqp + jQqp .
Daya yang dibangkitkan pada bus slack dapat dihitung dengan menjumlahkan semua
aliran daya pada saluran yang keluar dari bus tersebut. Alternatif lain adalah dengan
menggunakan (2.6).
Gambar 2.7 memperlihatkan diagram segaris sistem tenaga 3 bus. Tabel 2.6 dan 2.7
2 1
G2 G1
Beban
3
Beban
δ
Tabel 2.7. Data-Data Bus Untuk Contoh Soal 2.3.
Bus Tipe |V| PG QG PL QL QG,min QG,maks
1 Slack 1,05 0 - - 1,0 0,5 - -
2 PV 1,03 - 1,6 - 0 0 - -
3 PQ - - 0 0 2,0 1,0 - -
Jawab
a. Admitansi seri saluran untuk sistem tenaga pada Gambar 2.7 diperlihatkan pada Tabel
2.8.
b. Oleh karena bus 1 adalah bus slack dan bus 2 adalah bus PV, maka vektor dari
sudut/besar tegangan bus dan vektor dari selisih daya adalah:
⎡ δ2 ⎤ ⎡P ⎤
⎡ δ ⎤ ⎢ ⎥ ⎡P⎤ ⎢ 2 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ δ3 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ P3 ⎥
⎢L⎥ = ⎢ L ⎥ ; ⎢L⎥ = ⎢ L ⎥
⎢⎣ V ⎥⎦ ⎢ ⎥ ⎢⎣ Q ⎥⎦ ⎢ ⎥
⎣ V3 ⎦ ⎣Q3 ⎦
c. Berdasarkan (2.41), rumus untuk elemen-elemen dari vektor selisih daya adalah:
P2 = − PG 2 + PL 2 + ∑ V2 Y2 j V j cos(δ 2 − δ j − θ 2 j )
3
= − PG 2 + PL 2 + ( V2 ) ( ) ( )
j =1
[ ]
Y21 V1 cos(δ 2 − δ 1 − θ 21 ) + V2 Y22 V2 cos(δ 2 − δ 2 − θ 22 ) + V2 Y23 V3 cos(δ 2 − δ 3 − θ 23 )
P3 = − PG 3 + PL 3 + ∑ V3 Y3 j V j cos(δ 3 − δ j − θ 3 j )
3
= − PG 3 + PL 3 + ( V3 ) ( ) ( )
j =1
[ ]
Y31 V1 cos(δ 3 − δ 1 − θ 31 ) + V3 Y32 V2 cos(δ 3 − δ 2 − θ 32 ) + V3 Y33 V3 cos(δ 3 − δ 3 − θ 33 )
Q3 = −QG 3 + QL 3 + ∑ V3 Y3 j V j sin(δ 3 − δ j − θ 3 j )
3
= −QG 3 + Q L 3 + ( V3 ) ( ) ( )
j =1
[ ]
Y31 V1 sin(δ 3 − δ 1 − θ 31 ) − V3 Y32 V2 sin(δ 3 − δ 2 − θ 32 ) − V3 Y33 V3 sin(δ 3 − δ 3 − θ 33 )
d. Matriks Jacobian:
⎡ ∂P ∂P2 ∂P2 ⎤
⎢ 2 ⎥
M
⎢ ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V3 ⎥
⎡ J1 M J 2 ⎤ ⎢ ∂P ∂P3 ⎥
M
∂P3
[J ] = ⎢L M L ⎥ = −⎢⎢ ∂δ2 ∂δ3
⎢ ⎥ ⎥
M
∂ V3 ⎥
3
⎢⎣ J 3 M J 4 ⎥⎦ ⎢LL LL LL⎥
M
⎢ ∂Q ∂Q3 ∂Q3 ⎥
M
⎢ 3 ⎥
M
⎣⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V3 ⎦⎥
Berikut adalah rumusan untuk elemen-elemen dari matriks Jacobian yang ditentukan
berdasarkan (2.50) s/d (2.57).
= − ∑ V2 V j Y2 j sin(δ 2 − δ j − θ 2 j )
∂P2 3
∂δ 2 j =1
j ≠2
∂P2
= V2 V3 Y23 sin(δ 2 − δ3 − θ23 )
∂δ3
= (1,03)(19,1565) V3 sin(δ2 − δ3 − 1,8623)
= 19,7312 V3 sin(δ 2 − δ3 − 1,8623)
∂P3
= V3 V2 Y32 sin(δ3 − δ 2 − θ32 )
∂δ 2
= V3 (1,03)(19,1565) sin(δ3 − δ 2 − 1,8623)
= 19,7312 V3 sin(δ3 − δ 2 − 1,8623)
∂P3
= − ∑ V3 V j Y3 j sin(δ3 − δ j − θ3 j )
3
∂δ3 j =1
j ≠3
∂P2
= V2 Y23 cos(δ 2 − δ3 − θ23 )
∂ V3
= (1,03)(19,1565) V3 cos(δ 2 − δ3 − 1,8623)
= 19,7312 V3 cos(δ 2 − δ3 − 1,8623)
∂P3
= V3 Y33 cos θ33 + ∑ V j Y3 j cos(δ3 − δ j − θ3 j )
3
∂ V3 j =1
∂Q3
= − V3 V2 Y32 cos(δ3 − δ 2 − θ32 )
∂δ 2
= − V3 (1,03)(19,1565) cos(δ3 − δ 2 − 1,8623)
= −19,7312 V3 cos(δ3 − δ2 − 1,8623)
∂Q3
= ∑ V3 V j Y3 j cos(δ3 − δ j − θ3 j )
3
∂δ3 j =1
j ≠3
∂Q3
= − V3 Y33 sin θ33 + ∑ V j Y3 j sin(δ3 − δ j − θ3 j )
3
∂ V3 j =1
e. Persamaan iteratif Newton-Raphson untuk solusi aliran daya adalah seperti yang
dinyatakan oleh (2.64) dan (2.65), yaitu:
ANALISA SISTEM TENAGA Hal-27
Oleh: Dr. Ir. Rudy Gianto, MT
STUDI ALIRAN DAYA
⎡ δ( k +1) ⎤ ⎡ δ( k ) ⎤ ⎡ Δδ( k ) ⎤
⎢ (2k +1) ⎥ ⎢ (2k ) ⎥ ⎢ (2k ) ⎥
⎢ δ3 ⎥ ⎢ δ3 ⎥ ⎢ Δδ 2 ⎥
⎢ LL ⎥ = ⎢LL ⎥ + ⎢ LL ⎥
⎢ ( k +1) ⎥ ⎢ ( k ) ⎥ ⎢ ( k ) ⎥
⎢ V3 ⎥ ⎢ V3 ⎥ ⎢Δ V3 ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
dan:
−1
⎡ ∂P2( k ) ∂P2( k ) M ∂P2( k ) ⎤
⎢ ⎥
⎡ Δδ(2k ) ⎤ ⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V3 ⎥ ⎡ P ( k ) ⎤
⎢ (k ) ⎥ ⎢ ∂P ( k ) ∂P3( k ) M ∂P3( k ) ⎥ ⎢ ( k ) ⎥
⎢ Δδ3 ⎥ ⎢ 3 ⎥ ⎢ P3 ⎥
2
= −
⎢ LL ⎥ ⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V3 ⎥ ⎢
LL⎥
⎢ (k ) ⎥ ⎢ LL M LL ⎥ ⎢ ( k ) ⎥
⎢Δ V3 ⎥ ⎢ ∂Q ( k ) ∂Q3( k ) M ∂Q3( k ) ⎥ ⎢⎣Q3 ⎥⎦
⎣ ⎦
LL
⎢ 3 ⎥
⎣⎢ ∂δ 2 ∂δ3 M ∂ V3 ⎦⎥
⎡ δ(0 ) ⎤ ⎡0 ⎤
⎢ (20 ) ⎥ ⎢ ⎥
⎢ δ3 ⎥ = ⎢0 ⎥
⎢ (0 ) ⎥ ⎢ 1 ⎥
⎢⎣ V3 ⎥⎦ ⎣ ⎦
Iterasi k = 0:
Melalui rumus-rumus yang telah diturunkan pada point c, selisih daya (power
mismatch):
P2(0 ) = 8,3211 + 21,2099 cos(δ(20 ) − 1,7682) + 19,7312 V3(0 ) cos(δ(20 ) − δ(30 ) − 1,8623)
P3(0 ) = 2,0 + 20,1143 V3(0 ) cos(δ3(0 ) − 1,8623) + 19,7312 V3(0 ) cos(δ3(0 ) − δ(20 ) − 1,8623) + 11,0106 V3(0 )
2
= 2,0 + ( 20 ,1143)(1) cos(0 − 1,8623) + (19 ,7312 )(1) cos(0 − 0 − 1,8623) + (11,0106 )(1)
2
= 1,5593
Q3(0 ) = 1,0 + 20,1143 V3(0 ) sin(δ(30 ) − 1,8623) + 19,7312 V3(0 ) sin(δ(30 ) − δ(20 ) − 1,8623) + 36 ,6968 V3(0 )
2
= 1,0 + ( 20 ,1143)(1) sin(0 − 1,8623) + (19,7312)(1) sin(0 − 0 − 1,8623) + (36 ,6968 )(1)
2
= −0,4677
Oleh karena nilai absolut maksimum dari selisih daya (yaitu 1,5593) masih lebih besar
dari toleransi (0,01), maka proses perhitungan dilanjutkan.
∂P2(0 )
= −21,2099 sin(δ(20 ) − 1,7682) − 19,7312 V3(0 ) sin(δ(20 ) − δ(30 ) − 1,8623)
∂δ 2
= −21,2099 sin(0 − 1,7682) − (19,7312)(1) sin(0 − 0 − 1,8623)
= 39,6968
∂P2(0 )
= 19,7312 V3(0 ) sin(δ(20 ) − δ(30 ) − 1,8623)
∂δ3
= (19,7312)(1) sin(0 − 0 − 1,8623)
= −18,8988
∂P3(0 )
= 19,7312 V3(0 ) sin(δ3(0 ) − δ(20 ) − 1,8623)
∂δ2
= (19,7312)(1) sin(0 − 0 − 1,8623)
= −18,8988
∂P3(0 )
= −20,1143 V3(0 ) sin(δ3(0 ) − 1,8623) − 19,7312 V3(0 ) sin(δ3(0 ) − δ(20 ) − 1,8623)
∂δ3
= −(20,1143)(1) sin(0 − 1,8623) − (19,7312)(1) sin(0 − 0 − 1,8623)
= 38,1645
∂P2(0 )
= 19,7312 V3(0 ) cos(δ(20 ) − δ3(0 ) − 1,8623)
∂ V3
= (19,7312)(1) cos(0 − 0 − 1,8623)
= −5,6706
∂P3(0 )
= 22,0212 V3(0 ) + 20,1143 cos(δ3(0 ) − 1,8623) + 19,7312 V3(0 ) cos(δ(30 ) − δ(20 ) − 1,8623)
∂ V3
= (22,0212)(1) + 20,1143 cos(0 − 1,8623) + (19,7312)(1) cos(0 − 0 − 1,8623)
= 10,5699
∂Q3(0 )
= −19,7312 V3(0 ) cos(δ3(0 ) − δ(20 ) − 1,8623)
∂δ2
= −(19,7312)(1) cos(0 − 0 − 1,8623)
= 5,6706
∂Q3(0 )
= 20,1143 V3(0 ) cos(δ3(0 ) − 1,8623) + 19,7312 V3(0 ) cos(δ3(0 ) − δ(20 ) − 1,8623)
∂δ3
= (20,1143)(1) cos(0 − 1,8623) + (19,7312)(1) cos(0 − 0 − 1,8623)
= −11,4513
∂Q3(0 )
= 73,3935 V3(0 ) + 20,1143 sin(δ3(0 ) − 1,8623) + 19,7312 sin(δ3(0 ) − δ(20 ) − 1,8623)
∂ V3
= (73,3935)(1) + 20,1143 sin(0 − 1,8623) + 19,7312 sin(0 − 0 − 1,8623)
= 35,2290
[J ]
⎡ 39,6968 − 18,8988 − 5,6706 ⎤
⎢ ∂P (0 ) ∂P3(0 ) ∂P3(0 ) ⎥ ⎢ ⎥
=⎢ 3 ⎥ = − 18,8988 38,1645 10,5699 ⎥
⎢ ∂δ 2 ∂δ 3 ∂ V3 ⎥ ⎢
(0 )
−1
⎡ ∂P2(0 ) ∂P2(0 ) ∂P2(0 ) ⎤
⎢ ⎥
⎡ Δδ(0 ) ⎤ ⎢ ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V3 ⎥
⎡ P2(0 ) ⎤
⎢ (0 ) ⎥ ⎢ ∂P (0 ) ∂P3(0 ) ∂P3(0 ) ⎥ ⎢ (0 ) ⎥
⎢ Δδ3 ⎥ = − ⎢ 3 ⎥ ⎢ P3 ⎥
2
⎢ (0 ) ⎥ ⎢ ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V3 ⎥ ⎢Q (0 ) ⎥
Δ ⎢ ∂Q (0 )
⎣⎢ ⎦⎥ ∂Q3(0 ) ∂Q3(0 ) ⎥ ⎣ 3 ⎦
⎢ 3 ⎥
V3
⎢⎣ ∂δ 2 ∂δ3 ∂ V3 ⎥⎦
−1
⎡ 39,6968 − 18,8988 − 5,6706 ⎤ ⎡ − 1,5093 ⎤ ⎡ 0,0243 ⎤
= − ⎢⎢− 18,8988 38,1645 10,5699 ⎥⎥ ⎢ 1,5592 ⎥ = ⎢− 0,0288 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ 5,6706 − 11,4513 35,2290 ⎥⎦ ⎢⎣− 0,4677 ⎥⎦ ⎢⎣ 0 ⎥⎦
Iterasi k = 1:
P2(1) = 8,3211 + 21,2099 cos(δ (1) − 1,7682) + 19,7312 V3(1) cos(δ (1) − δ (1) − 1,8623)
2 2 3
= 8,3211 + 21, 2099 cos(0,0243 − 1,7682) + (19,7312)(1) cos(0 ,0243 + 0,0288 − 1,8623)
= 0,0083
P3(1) = 2,0 + 20,1143 V3(1) cos(δ (1) − 1,8623) + 19,7312 V3(1) cos(δ (1) − δ (1) − 1,8623) + 11,0106 V3(1)
2
3 3 2
= 2,0 + ( 20,1143)(1) cos( −0 ,0288 − 1,8623) + (19 ,7312)(1) cos( −0,0288 − 0 ,0243 − 1,8623) + (11,0106 )(1)
2
= 0,0118
Q3(1) = 1,0 + 20,1143 V3(1) sin(δ (1) − 1,8623) + 19,7312 V3(1) sin(δ (1) − δ (1) − 1,8623) + 36 ,6968 V3(1)
2
3 3 2
= 1,0 + ( 20,1143)(1) sin( −0 ,0288 − 1,8623) + (19 ,7312 )(1) sin( −0,0288 − 0,0243 − 1,8623) + (36 ,6968 )(1)
2
= 0,0343
Oleh karena nilai absolut maksimum dari selisih daya (yaitu 0,0343) masih lebih besar
dari toleransi (0,01), maka proses perhitungan dilanjutkan.
∂P2(1)
= −21,2099 sin(δ 2(1) − 1,7682) − 19,7312 V3(1) sin(δ 2(1) − δ 3(1) − 1,8623)
∂δ 2
= −21,2099 sin(0,0243 − 1,7682) − (19,7312)(1) sin(0,0243 + 0,0288 − 1,8623)
= 40,0660
∂P2(1)
= 19,7312 V3(1) sin(δ 2(1) − δ 3(1) − 1,8623)
∂δ 3
= (19,7312)(1) sin(0,0243 + 0,0288 − 1,8623)
= −19,1731
∂P3(1)
= 19,7312 V3(1) sin(δ 3(1) − δ 2(1) − 1,8623)
∂δ 2
= (19,7312)(1) sin(−0,0288 − 0,0243 − 1,8623)
= −18,5712
∂P3(1)
= −20,1143 V3(1) sin(δ 3(1) − 1,8623) − 19,7312 V3(1) sin(δ 3(1) − δ 2(1) − 1,8623)
∂δ 3
= −(20,1143)(1) sin( −0,0288 − 1,8623) − (19,7312)(1) sin(−0,0288 − 0,0243 − 1,8623)
= 37 ,6625
∂P2(1)
= 19,7312 V3(1) cos(δ 2(1) − δ 3(1) − 1,8623)
∂ V3
= (19,7312)(1) cos(0,0243 + 0,0288 − 1,8623)
= −4,6596
∂P3(1)
= 22,0212 V3(1) + 20,1143 cos(δ 3(1) − 1,8623) + 19,7312 V3(1) cos(δ 3(1) − δ 2(1) − 1,8623)
∂ V3
= (22,0212)(1) + 20,1143 cos(−0,0288 − 1,8623) +
(19,7312)(1) cos(−0,0288 − 0,0243 − 1,8623)
= 9,0224
∂Q3(1)
= −19,7312 V3(1) cos(δ 3(1) − δ 2(1) − 1,8623)
∂δ 2
= −(19,7312)(1) cos(−0,0288 − 0,0243 − 1,8623)
= 6 ,6657
∂Q3(1)
= 20,1143 V3(1) cos(δ 3(1) − 1,8623) + 19,7312 V3(1) cos(δ 3(1) − δ 2(1) − 1,8623)
∂δ 3
= (20,1143)(1) cos(−0,0288 − 1,8623) + (19,7312)(1) cos(−0,0288 − 0,0243 − 1,8623)
= −12,9988
∂Q3(1)
= 73,3935 V3(1) + 20,1143 sin(δ 3(1) − 1,8623) + 19,7312 sin(δ 3(1) − δ 2(1) − 1,8623)
∂ V3
= (73,3935)(1) + 20,1143 sin(−0,0288 − 1,8623) + 19,7312 sin(−0,0288 − 0,0243 − 1,8623)
= 35,7310
[J ]
⎡ 40,0660 − 19,1731 − 4,6596 ⎤
⎢ ∂P (1) ∂P3(1) ∂P3(1) ⎥ ⎢
=⎢ 3 ⎥ = ⎢− 18,5712 37 ,6625 9,0224 ⎥⎥
⎢ ∂δ 2 ∂δ 3 ∂ V3 ⎥
(1)
⎡ ∂P2(1) ∂P2(1) ⎤
−1
∂P2(1)
⎢ ⎥
⎡ Δδ 2(1) ⎤ ⎢ ∂δ 2 ∂δ 3 ∂ V3 ⎥ ⎡ P2(1) ⎤
⎢ (1) ⎥ ⎢ ∂P3(1) ∂P3(1) ∂P3(1) ⎥ ⎢ (1) ⎥
Δδ
⎢ 3 ⎥ = − ⎢ ⎥ ⎢ P3 ⎥
⎢Δ V (1) ⎥ ⎢ ∂δ 2 ∂δ 3 ∂ V3 ⎥ ⎢Q3(1) ⎥
⎣ ⎦ ⎢ ∂Q3(1) ∂Q3(1) ∂Q3(1) ⎥ ⎣ ⎦
⎢ ⎥
3
⎣⎢ ∂δ 2 ∂δ 3 ∂ V3 ⎦⎥
Iterasi k = 2:
P3( 2 ) = 2,0 + 20,1143 V3( 2) cos(δ ( 2) − 1,8623) + 19,7312 V3( 2) cos(δ ( 2) − δ ( 2) − 1,8623) + 11,0106 V3( 2)
2
3 3 2
= 2,0 + ( 20,1143)(0,9990 ) cos( −0,0291 − 1,8623) +
= 0,0008
Q3( 2 ) = 1,0 + 20,1143 V3( 2) sin(δ ( 2) − 1,8623) + 19,7312 V3( 2) sin(δ ( 2) − δ ( 2) − 1,8623) + 36 ,6968 V3( 2)
2
3 3 2
= 1,0 + ( 20 ,1143)(0 ,9990 ) sin( −0,0291 − 1,8623) +
= 0,0008
Oleh karena nilai absolut maksimum dari selisih daya (yaitu 0,0013) sudah lebih kecil
Raphson adalah δ 2 = 0,0238 rad = 1,36 deg , δ3 = −0,0291 rad = −1,67 deg , dan
dari toleransi (0,01), maka proses perhitungan distop, dan solusi dari iterasi Newton-
V3 = 0,9990 pu .
j =1
j =1
QG 2 = QL 2 + ∑ V2 Y2 j V j sin(δ 2 − δ j − θ2 j )
n
j =1
Hasil perhitungan tegangan dan daya bus diatas diringkaskan pada Tabel.2.9.
δ
Tabel 2.9. Tegangan Dan Daya Bus Untuk Sistem Pada Gambar 2.7.
Bus Tipe |V| PG QG PL QL QG,min QG,maks
1 Slack 1,05 0 1,4441 1,8316 1,0 0,5 - -
2 PV 1,03 1,36 1,6 -0,1763 0 0 - -
3 PQ 0,9990 -1,67 0 0 2,0 1,0 - -
,∗
P12 + jQ12 = V1I12
∗
= V1[(V1 − V2 )∗ y12
∗
+ V1∗
y12
]
2
= (1,05∠0 o )(1,05∠0 o − 1,03∠1,36 o )∗ (3,8462 − j19,2308 )∗
= −0,413 + j0,509
,∗
P21 + jQ21 = V2 I 21
∗
= V2 [(V2 − V1 )∗ y12
∗
+ V2∗
y12
]
2
= (1,05∠0 o )(1,05∠0 o − 1,03∠1,36 o )∗ (3,8462 − j19,2308 )∗
= 0,417 − j0,489
Dengan cara yang sama, perhitungan aliran daya dan rugi-rugi daya pada saluran-
saluran yang lain dapat dilakukan, dan hasilnya diperlihatkan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Aliran Daya Dan Rugi-Rugi Daya Untuk Sistem Pada Gambar 2.7.
Saluran Bus Aliran Daya Aliran Daya Rugi-Rugi Daya
p-q p ke q q ke p
1 1–2 -0,413+j0,509 0,417-j0,489 0,004+j0,020
2 1–3 0,858+j0,822 -0,838-j0,758 0,020+j0,064
3 2–3 1,183+j0,312 -1,162-j0,242 0,021+j0,070
Total Rugi-Rugi Daya 0,045+j0,154
i. Gambar 2.8 memperlihatkan nilai-nilai tegangan bus, daya yang dibangkitkan dan
aliran daya pada diagram segaris.
1,03∠1,36o 1,05∠0o
0,417-j0,489 -0,413+j0,509
G2 G1
1,6-j0,176 1,444+j1,832
1,183+j0,312 0,858+j0,822
2 1 Beban
1+j0,5
-1,162-j0,242 -0,838-j0,758
0,999∠-1,67o 3
Beban
2+j1
Gambar 2.8. Hasil Studi Aliran Daya Untuk Sistem Gambar 2.7.
Karena total pembangkitan sama dengan total beban ditambah total rugi-rugi daya,
maka keseimbangan daya terpenuhi.
Soal-Soal Latihan
1. Tabel 2.11 menunjukkan data-data bus untuk sistem tenaga yang diagram segarisnya
pu (kecuali δ) pada dasar 400 MVA dan 15 kV pada bus 1. Untuk sistem tenaga
diperlihatkan pada Gambar 2.4 dan data jaringannya pada Tabel 2.1. Semua data dalam
tersebut:
δ
Tabel 2.11. Data-Data Bus Untuk Sistem Gambar 2.4.
Bus Tipe |V| PG QG PL QL QG,min QG,maks
1 Slack 1,0 0 - - 0 0 - -
2 PQ - - 0 0 2,0 0,7 - -
3 PV 1,05 - 1,3 - 0,2 0,1 - -
4 PQ - - 0 0 0 0 - -
5 PQ - - 0 0 0 0 - -
2. Tabel 2.12 menunjukkan data-data bus untuk sistem tenaga yang diagram segarisnya
δ
Tabel 2.12. Data-Data Bus Untuk Sistem Gambar 2.6.
Bus Tipe |V| PG QG PL QL QG,min QG,maks
1 Slack 1,06 0 - - 0 0 - -
2 PV 1,05 - 0,4 - 0,2 0,1 - -
3 PQ - - 0 0 0,45 0,15 - -
4 PQ - - 0 0 0,4 0,05 - -
5 PQ - - 0 0 0,6 0,1 - -
P = − J 1Δδ − J 2 Δ | V | (2.69a)
Q = − J 3Δδ − J 4 Δ | V | (2.69b)
Suatu karakteristik yang menarik dari setiap sistem tenaga yang beroperasi pada keadaan
sudut tegangan (P-δ), serta antara daya-reaktif dan besar tegangan (Q-|V|). Hal ini berarti
mantap (steady-state) adalah adanya ketergantungan yang kuat antara daya-aktif dan
bahwa daya-aktif P akan lebih sensitif terhadap perubahan sudut tegangan (Δδ), dan
kurang sensitif terhadap perubahan besar tegangan (Δ|V|). Sedangkan daya-reaktif Q akan
sangat tergantung pada perubahan besar tegangan (Δ|V|), dan kurang tergantung pada
perubahan sudut tegangan (Δδ).
P = − J 1Δδ (2.70a)
Q = −J 4Δ | V | (2.70b)
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan (2.70) akan jauh lebih singkat dibandingkan
waktu penyelesaian (2.69). Reduksi lebih lanjut dari waktu perhitungan akan dapat
diperoleh dengan melakukan penyederhanaan pada submatriks Jacobian J1 dan J4 seperti
berikut.
Elemen-elemen diagonal dari J1 yang dirumuskan melalui (2.50) dapat ditulis sebagai:
∂Pi
= Vi Vi Yii sin(δi − δi − θii ) − ∑ Vi V j Yij sin(δi − δ j − θij )
n
∂δi j =1
| Vi |≈ 1 (2.72)
∂Pi
≈ − Bii
∂δi
(2.74)
∂Pi
= Vi Vk Yik sin(δi − δ k − θik )
∂δ k
(2.51)
∂Pi
≈ Vi Vk Yik sin( −θik ) ≈ − Vi Vk Bik
∂δ k
(2.75)
δi ≈ δ k (2.76)
∂Pi
≈ − Bik
∂δ k
(2.77)
∂P
J1 = = B'
∂δ
(2.78)
dimana B’ merupakan matriks yang dibentuk dari matriks –B. Sedangkan B adalah
matriks suseptansi dan dibentuk dari bagian-bagian imajiner dari matriks admitansi Y
atau:
B = Im(Y ) (2.79)
tergantung pada δ dan |V|, akan tetapi elemen-elemen tersebut sekarang adalah konstanta,
luar biasa. Elemen-elemen dari J1 sekarang bukan lagi merupakan variabel yang
Sekarang mari kita amati elemen-elemen diagonal dari J4 seperti yang dirumuskan oleh
∂ Vi
(2.56)
j =1
atau:
∂Qi
= − Vi Bii + Ti
Q
∂ Vi
(2.80)
| Vi |
∂Qi
≈ − Bii
∂ Vi
(2.81)
Elemen-elemen luar diagonal dari J4 seperti yang dirumuskan oleh (2.57) yaitu:
∂Qi
= Vi Yik sin(δi − δ k − θik )
∂ Vk
(2.57)
∂Qi
≈ − Bik
∂ Vk
(2.82)
Aproksimasi (2.82) diperoleh dengan menggunakan (2.72) dan (2.76) pada (2.57).
∂Q
J4 = = B' '
∂ |V |
(2.83)
dimana B’’ merupakan matriks yang juga dibentuk dari matriks –B.
Dengan demikian, pada aliran daya fast decoupled, nilai-nilai koreksi untuk sudut fasa
dan besar tegangan bus pada setiap iterasi dapat dihitung melalui:
⎡ Δδ( k ) ⎤ ⎡ B' 0 ⎤ ⎡ P (k ) ⎤
−1
⎢ (k ) ⎥
= − ⎢ 0 B ' '⎥ ⎢ ( k ) ⎥
⎣⎢Δ | V |⎦⎥ ⎣ ⎦ ⎢⎣Q ⎦⎥
(2.85)
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kelebihan dari aliran daya fast decoupled adalah
bahwa B’ dan B’’ merupakan matriks-matriks konstan, sehingga hanya perlu diinvers
satu kali saja diawal perhitungan dan menggunakan hasil invers tersebut pada
perhitungan-perhitungan untuk memperbaiki nilai estimasi pada setiap langkah iterasinya.
Hal ini mengakibatkan waktu perhitungan per-iterasi dari fast decoupled akan jauh lebih
singkat dibandingkan Newton-Raphson, dan memori komputer yang dipakai juga akan
jauh lebih sedikit.
Namun demikian, aliran daya fast-decoupled akan memerlukan iterasi yang jumlahnya
sedikit lebih banyak untuk mendapatkan solusi (atau konvergensinya lebih lambat).
berurutan (sequential), artinya dapatkan dulu Δδ dan perbarui nilai estimasi untuk sudut
Konvergensi yang lebih baik akan diperoleh bila penyelesaian (2.84) dilakukan secara
Jawab
a. Oleh karena bus 1 adalah bus slack dan bus 3 adalah bus PV, maka vektor dari
sudut/besar tegangan bus dan vektor dari selisih daya adalah:
⎡ δ2 ⎤ ⎡ P2 ⎤
⎢δ ⎥ ⎢P ⎥
⎢ 3 ⎥ ⎢ 3⎥
⎢ δ4 ⎥ ⎢ P4 ⎥
⎡δ⎤ ⎢ ⎥ ⎡P⎤ ⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎢ δ5 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ P5 ⎥
⎢L⎥ = ⎢ L ⎥ ; ⎢L⎥ = ⎢ L ⎥
⎢⎣ V ⎥⎦ ⎢ ⎥ ⎢⎣ Q ⎥⎦ ⎢ ⎥
⎢| V2 |⎥ ⎢Q2 ⎥
⎢| V |⎥ ⎢Q ⎥
⎢ 4 ⎥ ⎢ 4⎥
⎣⎢ 5 ⎦⎥
| V | ⎣⎢Q5 ⎦⎥
⎡− 12,4301 12,4301 ⎤
⎢ 4,9598 ⎥⎥
0 0 0
⎢ 0 − 7 ,1147 0 2,4799
B = Im(Y ) = ⎢ − 24,8602 24,8602 ⎥
⎢ ⎥
0 0 0
⎢ 24,8602 − 36 ,9898 9,9197 ⎥
⎢⎣ 12,4301 − 27 ,1446 ⎥⎦
0 2,4799
4,9598 0 9,9197
c. Matriks -B:
⎡ 12,4301 − 12,4301⎤
⎢ − 2,4799 − 4,9598 ⎥⎥
0 0 0
⎢ 0 7 ,1147 0
−B=⎢ 24,8602 − 24,8602 ⎥
⎢ ⎥
0 0 0
⎢ − 2,4799 − 24,8602 36 ,9898 − 9,9197 ⎥
⎢⎣− 12,4301 − 4,9598 27 ,1446 ⎥⎦
0
0 − 9,9197
d. Oleh karena bus 1 adalah bus slack dan bus 3 adalah bus PV, maka matriks –B”:
toleransi εP dan εQ
Set hitungan iterasi k = 0, dan
Set Kδ = 0 dan KV = 0
maks|P(k)|< εP
ya
Kδ = 1
tidak
KV = 0
ya
tidak
Hitung: δ(k+1) = δ(k) + Δδ(k) dan
ganti δ(k) dengan δ(k+1)
k=k+1
Hitung selisih daya-reaktif Q(k)
melalui (2.41b) STOP
maks|Q(k)|< ε
ya
KV = 1
tidak
Kδ = 0
Kδ = 1
Hitung ΔV(k) melalui (2.84b)
ya