Anda di halaman 1dari 11

Upaya Meningkatkan Minat Belajar Matematika dengan Menggunakan Media

Konkret pada Siswa Kelas 3 SDN 160 OKU

Linda Afriani
Maria Edistianda Eka Saputri, M.Pd
¹)Mahasiswa Program Studi PGSD, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Terbuka
²)Dosen Karya Ilmiah Program Studi PGSD, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Terbuka
lindasuhen@gmail.com1)
mariaedistianda2021@gmail.com2)

ABSTRAK
Kurangnya motivasi siswa dan buruknya hasil belajar pada muatan pembelajaran matematika
menginspirasi jalur inkuiri ini. Hal ini disebabkan masih kurangnya variasi metode
pembelajaran yang digunakan guru kelas selama pandemi, serta kurangnya sumber belajar
yang menarik. Siswa hanya dituntut untuk fokus pada buku siswa, dan proses pembelajaran
tidak memberikan penjelasan apa pun. Akibat langsung dari hal ini adalah kurangnya motivasi
siswa, dan sebagai konsekuensinya, hasil belajar siswa menjadi buruk. Melalui pemanfaatan
alat peraga benda nyata, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan baik tingkat motivasi
maupun hasil belajar yang dialami siswa ketika belajar matematika. Penelitian ini dilaksanakan
dengan teknik penelitian tindakan kelas (PTK) dan berlangsung selama dua siklus. Dua
pertemuan terpisah diperlukan untuk menyelesaikan setiap siklus. Partisipan penelitian adalah
siswa kelas III SDN 160 OKU yang berjumlah 30 peserta. Metode seperti observasi,
wawancara, dokumentasi, dan tes digunakan selama proses pengumpulan data. Ditetapkan
bahwa hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas memuaskan, dan
kesimpulan ini diambil berdasarkan data tersebut. Nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar
73, dan pada siklus II meningkat menjadi 86. Sedangkan rata-rata peningkatan motivasi belajar
siswa pada siklus I adalah 3,09, sedangkan peningkatan pada siklus II adalah 3,69. .
Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan alat peraga benda konkrit
pada pembelajaran matematika di SDN 160 OKU kelas III berpotensi meningkatkan motivasi
dan tingkat prestasi siswa dalam mata pelajaran tersebut.

Kata Kunci: minat belajar, hasil belajar, media konkret, matematika.


PENDAHULUAN
Siswa memiliki pemahaman alamiah terhadap mata pelajaran matematika sebagai
bahan pembelajaran. Sangat jarang siswa memiliki persepsi bahwa matematika adalah subjek
yang menantang karena memerlukan penggunaan rumus. Guru pun menerapkan media
pembelajaran sebagai salah satu metode untuk mempermudah pemahaman siswa dalam belajar
matematika. Akibatnya, semangat belajar matematika siswa seringkali minim. Hasil ini
konsisten dengan temuan penelitian yang dikemukakan oleh Sulistyaningsih (2012), yang
mencatat bahwa kemampuan siswa dalam menghubungkan konsep matematis secara umum
masih memerlukan peningkatan. Ketidakmampuan siswa dalam mengaitkan konsep matematis
dapat memiliki dampak negatif terhadap kualitas pendidikan mereka, serta berdampak pada
penurunan prestasi dan motivasi belajar (Hudoyono, 1979) menegaskan bahwa inti matematika
terdiri dari gagasan, struktur, dan interaksi yang disusun sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan logika. Oleh karena itu, boleh dikatakan bahwa matematika adalah ilmu eksakta yang
memberikan jawaban-jawaban tertentu dan lebih mengandalkan rumus-rumus dibandingkan
penalaran.
Proses pembelajaran dicirikan oleh adanya transformasi pada individu yang
mengikutinya. Transformasi ini dapat termanifestasi dalam beragam bentuk, melibatkan
modifikasi pengetahuan, pemahaman, perilaku, kompetensi, kebiasaan, serta sifat-sifat yang
telah melekat dalam individu yang sedang mengalami proses pembelajaran. Perubahan ini juga
relevan dengan konteks pribadi yang tengah mengemban proses pembelajaran (Herzamzam,
2018). Pembelajaran terjadi selama dan sebagai akibat dari kegiatan dan upaya yang dilakukan
untuk mencapai perubahan perilaku; Namun, perubahan perilaku itu sendiri adalah hasil
pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran akan terdiri dari proses rangkaian belajar dan
hasil dari belajar itu sendiri.
Menurut Kunandar (2013), hasil belajar merujuk pada kemampuan atau kompetensi
tertentu, meliputi dimensi kognitif, emosional, dan psikomotorik, yang diperoleh atau dikuasai
oleh siswa sebagai hasil dari partisipasi dalam proses pembelajaran. Perspektif Sanjaya (2014)
menyatakan bahwa belajar adalah sebuah tindakan yang mengarah pada akuisisi pengalaman
yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Proses belajar dipengaruhi oleh interaksi antara
subjek pembelajaran dan lingkungan fisiknya, dan hasil belajar siswa sangat bergantung pada
pengetahuan.
Yang telah mereka peroleh, sifat materi yang dipelajari, mata pelajaran pendidikan, tujuan
siswa, dan tingkat motivasi mereka, serta keakraban mereka dengan metode berinteraksi
dengan itu. informasi. Menurut Sadirman (2014), efek belajar mengacu pada perubahan
tingkah laku, baik itu perubahan dalam bentuk peningkatan pengetahuan, penguasaan
keterampilan, atau adopsi nilai-nilai dan sikap positif oleh individu yang sedang belajar. Ini
berlaku pada berbagai jenis pembelajaran, termasuk yang berfokus pada pemberian
pengetahuan, pengembangan keterampilan, atau pembentukan sikap. Ahli psikologi
menekankan bahwa tidak semua perubahan perilaku dapat diatribusikan sebagai hasil dari
proses pembelajaran. Konsep yang disajikan oleh Susanto (2013) menyatakan bahwa hasil
belajar adalah "perubahan yang terjadi pada diri siswa, yang mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik sebagai hasil dari aktivitas pembelajaran." Perubahan ini memiliki potensi
untuk muncul kapan saja selama proses pembelajaran berlangsung.
Motivasi belajar, sebagaimana dikemukakan oleh Djamarah (2011), merujuk pada
upaya internal individu yang mendorongnya untuk mengubah energi potensialnya menjadi
tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan belajar. Dalam konteks ini, energi yang
dimaksud adalah kemauan, minat, dan dedikasi yang dimiliki seseorang terhadap suatu tujuan
belajar. Proses pergeseran energi ini terwujud dalam aktivitas fisik yang terukur. Karena setiap
individu memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai melalui kegiatan belajar, maka motivasi
menjadi pendorong yang kuat untuk melakukan usaha maksimal guna mencapai tujuan
tersebut. Sadirman (2014) menjelaskan motivasi belajar sebagai dorongan internal yang hadir
dalam proses belajar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan kekuatan
yang secara umum hadir dalam diri siswa, yang memberikan pengembangan, menjamin
kelangsungan, dan memberikan arahan dalam melakukan kegiatan belajar dengan harapan
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Serangkaian upaya yang dilakukan untuk
menghasilkan kondisi tertentu, agar seseorang berkeinginan dan berkeinginan untuk
melakukan sesuatu, dan apabila ia tidak menyukainya maka ia akan berusaha menghindari
perasaan tidak suka tersebut guna memuaskan hasratnya untuk menyelesaikan aktivitas
tersebut adalah hal lain. definisi motivasi (Saputro, 2023). Oleh karena itu, tingkat motivasi
seseorang dapat dipengaruhi oleh peristiwa eksternal, namun dorongan sejatinya berasal dari
dalam diri individu. Dalam konteks proses belajar, motivasi merupakan komponen esensial
yang dapat diartikan sebagai seluruh kekuatan internal yang memberi dorongan kepada siswa
(Shoimah, 2021). Motivasi ini adalah faktor yang memicu aktivitas belajar dan sekaligus
memberikan arah kepada kegiatan belajar agar tujuan yang dikehendaki dapat tercapai melalui
proses pembelajaran.
Selama proses pembelajaran dapat diamati tinggi rendahnya motivasi belajar siswa,
yang dicontohkan oleh faktor-faktor seperti minat belajar siswa, semangat siswa dalam belajar,
dan kesungguhan siswa ketika guru menjelaskan (Irwanto, 2018). Menurut Nashar (2004),
tingkat motivasi belajar siswa dalam setiap kegiatan belajar mempunyai peranan yang sangat
penting dalam peningkatan prestasi belajar siswa secara keseluruhan pada disiplin ilmu
tertentu. Motivasi belajar, seperti yang dijelaskan oleh A.M. (2006), merupakan keseluruhan
energi yang mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan belajar. Energi inilah yang
mendorong mereka untuk memulai, melanjutkan, dan menyelesaikan proses belajar, serta
memberikan arah agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Motivasi memainkan peran kunci
dalam mencapai keberhasilan dalam pembelajaran.
Terdapat berbagai indikator motivasi belajar, sesuai dengan pandangan Hamzah B. Uno (2009),
antara lain mencakup keinginan dan hasrat untuk meraih kesuksesan, dorongan belajar yang
berasal dari kebutuhan pribadi, aspirasi masa depan, penghargaan terhadap proses belajar,
keterlibatan dalam kegiatan pembelajaran yang menarik, dan penciptaan lingkungan belajar
yang kondusif untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran siswa.
Permasalahan ini dianggap penting dan perlu dicarikan solusi untuk memperbaikinya.
Pentingnya permasalahan tersebut didasarkan pada temuan refleksi peneliti sebagai guru yang
menilai kurang idealnya hasil belajar siswa. Pendidikan matematika siswa kelas III SDN 160
OKU ditingkatkan melalui penggunaan media fisik oleh peneliti guna meningkatkan hasil
belajar siswa secara keseluruhan. Penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan, Dapatkah
penggunaan alat peraga benda konkret berkontribusi terhadap peningkatan motivasi dan hasil
belajar dalam konteks pembelajaran matematika di tingkat kelas III di SDN 160 OKU? Dalam
upaya untuk lebih mendalam dan mengkaji dengan spesifik, peneliti telah merinci pertanyaan
penelitian ini menjadi beberapa pertanyaan yang lebih terperinci, salah satunya adalah: Apakah
adanya pemanfaatan alat peraga benda konkret mampu membantu dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar? (2) Apakah
penggunaan contoh dan objek dunia nyata membantu siswa belajar matematika lebih efektif di
sekolah dasar?

LANDASAN TEORI
Sesuai dengan yang dikemukakan Briggs dalam (Nasution, 2004), agar proses
pembelajaran dapat berlangsung perlu adanya sesuatu yang mengkomunikasikan materi (pesan
kurikuler). Oleh karena itu, dalam pandangannya, alat peraga adalah “kendaraan fisik yang
memuat materi pembelajaran”. Dalam pengertian tersebut, alat peraga diidentifikasi sebagai
instrumen yang memiliki peran penting dalam konteks pendidikan. Alat peraga disusun dengan
tujuan untuk mengklarifikasi dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami
konsep, prinsip, atau teori yang diajarkan. Selain itu, penggunaan alat peraga juga bertujuan
untuk membuat pesan kurikulum menjadi lebih menarik bagi siswa, yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar. Dengan demikian, penggunaan alat peraga
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran. Meskipun
terdapat berbagai interpretasi mengenai alat peraga, namun tetap dapat dipahami bahwa alat
peraga dalam konteks pendidikan memiliki fungsi yang jelas dan signifikan.
Menurut Sudjana (2009), tujuan utama pemanfaatan benda-benda aktual atau nyata
dalam proses belajar mengajar adalah untuk mengenalkan satuan pelajaran tertentu, proses
pengoperasian suatu benda atau komponen pelajaran tertentu, dan ciri-ciri lain yang
diperlukan. Benda-benda konkrit itu sendiri merupakan suatu bentuk media pembelajaran;
media dalam pembelajaran ini berasal dari benda asli yang familiar bagi siswa dan tidak sulit
diperoleh. Karena begitu lazimnya di lingkungan terdekat, media ini tidak memerlukan
persiapan apa pun baik dari pihak instruktur maupun siswa (Saputro, 2021). Gagasan tentang
kenyamanan ini sejalan dengan standar yang harus dipenuhi oleh media pembelajaran yang
efektif. Bentuk konkrit media adalah pengalaman yang diterima melalui partisipasi langsung
dalam aktivitas dunia nyata. Menurut (Sanjaya, 2014), bisa berupa pengalaman langsung yang
merupakan metode pembelajaran yang amat efektif.
Sebab, ketika siswa menjumpai sesuatu secara langsung, kemungkinan terjadinya
kesalahan persepsi akan hilang, dan mereka juga akan memperoleh sebuah pengalaman lebih
cepat. Hasil belajar siswa juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman langsung dengan media
nyata yang mempunyai tingkat akurasi yang tinggi. Siswa akan dapat lebih memahami topik
yang dibahas jika mereka menggunakan benda-benda fisik dalam pembelajaran mereka.
Penggunaan media konkrit telah ditunjukkan dalam berbagai penelitian untuk meningkatkan
hasil belajar dan tingkat motivasi. Temuan penelitian ini antara lain menunjukkan adanya
peningkatan hasil belajar siswa sebagaimana dikemukakan oleh Parinem (2014). Pra Siklus
hanya menghasilkan peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 60,42 poin. Nilai
tersebut tumbuh menjadi 72,71 pada siklus I, kemudian meningkat lagi menjadi 91,72 pada
siklus II.
Peningkatan persentase KKM yang diperoleh setelah kenaikan nilai rata-rata tersebut
juga lebih besar dibandingkan sebelumnya. Sebelum diperkenalkannya siklus remedial (Pra
Siklus), hanya 5 (38%) siswa yang telah menyelesaikannya. Setelah dilakukan remedial siklus
I jumlah siswa yang tuntas bertambah menjadi 8 (67%) siswa, dan pada siklus terakhir yaitu
siklus II jumlah siswa yang tuntas bertambah menjadi 13 (100%) siswa. Dapat dan bisa
diasumsikan bahwa pembelajaran bahwasanya yang dilakukan belum dilakukan secara
maksimal berdasarkan permasalahan observasi di SDN 160 OKU. Peningkatan pembelajaran
yang sesuai harus dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa dan hasil belajar mereka
secara keseluruhan. Memanfaatkan media konkrit adalah jawaban atas permasalahan ini, yang
akan membantu memperbaiki situasi.

METODE PENELITIAN
Para peneliti dalam proses melakukan penelitian mungkin terlibat dalam jenis kegiatan
yang dikenal sebagai penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu
contoh penelitian jenis ini. Menurut Mulyasa (2013), penelitian tindakan kelas adalah suatu
usaha yang mengkaji kegiatan belajar sekelompok siswa dengan memberikan tindakan yang
dilakukan guru secara bersama-sama antara guru dan siswa di bawah pimpinan instruktur
dengan tujuan untuk memperbaiki dan menaikkan mutu. pembelajaran. Tindakan ini dilakukan
di dalam kelas oleh guru dan siswa. Dalam penafsirannya, Rubiyanto (2011) menggambarkan
"penelitian tindakan kelas" sebagai suatu bentuk pemeriksaan yang difokuskan pada aktivitas
pembelajaran yang melibatkan tindakan yang direncanakan secara sengaja dan terjadi di dalam
lingkungan kelas”. Akibatnya, "penelitian tindakan kelas" mengacu pada "pemeriksaan
kegiatan pembelajaran." Menurut pernyataan Bahri dalam (Hartono, 2009), pendapat berbeda
mengatakan bahwa PTK adalah kegiatan mengamati kejadian-kejadian dalam pembelajaran di
kelas guna meningkatkan hasil belajar menjadi lebih baik dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam banyak siklus, dan menggunakan model spiral
seperti yang dikemukakan Kemmis dan Targat dalam (Hendawati, Y. dan Kurniati, 2017), yang
terdiri dari perencanaan, observasi & tindakan, dan refleksi. Model inilah yang digunakan
untuk melaksanakan implementasi penelitian ini. Langkah-langkah yang terlibat dalam setiap
siklus tidak mengganggu satu sama lain dengan cara apapun.
Penerapan penelitian akan dilakukan di SDN 160 OKU pada semester I tahun ajaran
2022/2023. Sebuah sekolah dasar yang bernama SDN 160 OKU terletak di Desa Kepayang
yang terletak di Kecamatan Peninjauan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Partisipan dalam
penyelidikan ini adalah tiga puluh siswa yang terdaftar di kelas III SDN 160 OKU.
Penelitian ini dilakukan bersama dengan guru kelas III SDN 160 OKU, Ibu Anggini, S.Pd.,
yang merupakan salah satu penulis penelitian. selama melakukan penyelidikan ini. Tes dan
observasi dilakukan sebagai bagian dari proses penelitian guna memperoleh data yang
diperlukan. Tes digunakan pada akhir kegiatan tujuannya adalah untuk mengevaluasi sejauh
mana efektivitas dari proses pembelajaran dapat diukur melalui penggunaan tes tertulis sebagai
alat evaluasi hasil belajar siswa, terutama dalam ranah kognitif. Tes digunakan untuk
mengetahui berhasil atau tidaknya kegiatan secara keseluruhan. Saat menggunakan strategi
observasi, salah satu pendekatan yang paling berguna adalah menyelesaikan tugas dengan
menggunakan format pengamat atau blanko sebagai instrumen.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel berikut memberikan gambaran berdasarkan hasil penelitian mengenai proporsi
tipikal motivasi belajar siswa dalam kaitannya dengan pemanfaatan media konkret pada siklus
I dan II:

Dalam tabel tersebut, kita akan mengulas perihal motivasi belajar siswa selama
berlangsungnya proses pembelajaran pada kedua siklus, yakni siklus I dan siklus II.. Masing-
masing tandanya adalah sebagai berikut: a) Adanya keinginan dan keinginan untuk mencapai
prestasi dalam usaha seseorang. Ada siswa tertentu yang belum memiliki dorongan dan tekad
yang diperlukan untuk mencapai prestasi. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa serta
keinginannya untuk berhasil belajar dengan cara memotivasi siswa dan memperkenalkan
kreativitas dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, standar kemajuan dengan
skor 21% sudah cukup memuaskan. b) Perlu adanya pembelajaran serta motivasi untuk itu.
Beberapa anak masih kurang memiliki keinginan untuk mendidik diri sendiri dan motivasi
untuk melakukannya.
Tujuan memberikan dorongan kepada siswa adalah untuk meningkatkan tingkat minat siswa
dalam belajar. Berdasarkan hal tersebut, standar kemajuan dengan skor 13% sudah cukup
memuaskan. c) Adanya minat siswa terhadap materi yang disampaikan, dan perhatiannya
tertuju pada materi tersebut. Ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan atau menunjukkan
minat terhadap pelajaran. Media konkrit digunakan di ruang kelas untuk mencoba
membangkitkan minat dan menjaga perhatian siswa. Berdasarkan hal tersebut, standar
kemajuan dengan skor 21% sudah cukup memuaskan. d) Meskipun sebagian besar siswa
bersemangat dalam melaksanakan tugas belajar yang diberikan, namun ada beberapa siswa
yang belum siap untuk bersemangat dalam mengerjakan tugasnya.
Strategi terbaik untuk membantu siswa adalah dengan bertindak sebagai pemandu
mereka sepanjang setiap pelajaran dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan isi
pelajaran sedetail mungkin. Berdasarkan hal tersebut, standar kemajuan dengan skor 22%
sudah cukup memuaskan. Temuan penyelidikan dibahas dengan menggunakan siklus
pembelajaran dan tindakan sebagai kerangka kerjanya. Temuan data disesuaikan dengan
permasalahan pembelajaran seperti perencanaan data dan prosedur pembelajaran. Unit
pembelajaran merupakan representasi tekstual dari data perencanaan yang digunakan dalam
penyusunan pembelajaran. Tahapan proses pembelajaran yang dimasukkan dalam data adalah
yang terjadi sebelum menulis, pada saat menulis, dan setelah menulis. Kesimpulan yang dapat
diambil dari data tersebut diperoleh dari informasi yang dikumpulkan selama pembelajaran
melalui catatan lapangan dan observasi.

Selama siklus I, pemanfaatan berbagai alat peraga diterapkan pada isi mata kuliah.
Hasilnya, nilai rata-rata hasil belajar siswa diperoleh dan tingkat ketuntasan belajar mencapai
43%. Karena siswa yang memperoleh nilai >76 hanya kurang 43% dari persentase ketuntasan
yang diharapkan yaitu 70%, maka data tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I sebagian
besar siswa belum tuntas belajarnya. Sebab, persentase ketuntasan yang ideal adalah 70%.
Masih banyak ruang untuk perbaikan dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus
pertama, namun masih banyak elemen yang masih digunakan pada siklus kedua. Salah satu
contohnya adalah penggunaan alat peraga, dengan hanya sedikit tambahan grafis yang
berhubungan dengan topik. Sebab selama ini hanya siswa cerdas yang memberikan respon
terhadap pertanyaan yang diajukan oleh instruktur, sedangkan siswa yang lain tetap tidak
merespon dan hanya menunggu respon dari instruktur. Pada siklus II rata-rata nilai hasil belajar
siswa sebesar 86 dan persentase peserta didik yang berhasil menyelesaikan pembelajaran
mencapai 85%. Berdasarkan temuan tersebut, tampaknya target yang dicanangkan yaitu
melebihi 70 persen pada siklus II telah tercapai.
Karena pada akhirnya siswa sangat merasa terbantu dan puas dengan bantuan
penggunaan alat bantu pengajaran yang diberikan guru, maka terjadi peningkatan tingkat
belajar siswa secara keseluruhan.
Hasil belajar siswa dipengaruhi secara signifikan ketika instruktur menyajikan konten dengan
bantuan berbagai alat bantu pengajaran. Siswa memberikan kesan bahwa mereka bersemangat
untuk mempelajari sesuatu yang baru di kelas dan mampu memberikan tanggapan yang
bijaksana terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa mampu memperoleh
pemahaman yang lebih baik mengenai isi pengukuran ketika diajari cara menggunakan alat
peraga, dan siswa juga memperoleh kepercayaan diri untuk menyuarakan pemikirannya dan
menanggapi pendapat orang lain ketika diajari cara menggunakan alat peraga. Siswa juga
diajarkan untuk berpikir kritis dan memperhatikan satu sama lain selama berada di sekolah.
Siswa juga diminta untuk berpartisipasi dan menjadi lebih bertanggung jawab pada tingkat
individu dan kolektif. Karena siswa belajar melalui pemanfaatan media perantara dalam proses
pembelajaran, maka dorongan belajar matematika terus meningkat dari rasa bosan menjadi
ingin belajar matematika.
Azhar Arsyad (2011) mendefinisikan media pembelajaran sebagai semua elemen yang
dapat digunakan untuk mentransmisikan pesan atau informasi dalam rangka proses belajar
mengajar dengan tujuan untuk merangsang minat belajar siswa serta memotivasi mereka untuk
belajar. Sementara itu, hasil penelitian yang diungkap oleh Rusman (2016) menegaskan
pentingnya memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa serta
relevan dengan materi yang disampaikan akan membantu merangsang minat, motivasi, fokus,
dan hasil belajar siswa, dalam hal ini selain berfungsi sebagai stimulus kegiatan belajar.
Persepsi dikalangan siswa adalah bahwa matematika bukan lagi mata pelajaran yang
menyenangkan. menantang, namun pembelajaran dapat disederhanakan dengan menggunakan
media apa pun.
Pada siklus II, perbaikan yang akan dilakukan akan dilaksanakan dengan menjadikan
lingkungan belajar lebih santai terlebih menyenangkan. Instruktur menjelaskan kembali
tahapan penggunaan media konkret dengan cara menambah jumlah waktu yang diberikan pada
setiap tahapan dan memberikan penjelasan yang lebih mendalam pada setiap tahapan. Siswa
pada siklus II diberikan soal-soal yang lebih sulit untuk dikerjakan, namun mereka didorong
untuk mengerjakan pekerjaannya dengan penuh semangat dan semangat. Peneliti berperan
sebagai pengamat, dengan bantuan mitra kerjasama mengamati berbagai unsur kegiatan yang
dilakukan oleh instruktur dan siswa. Beberapa siswa telah berhasil meningkatkan hasil
belajarnya dengan meningkatkan tingkat ketuntasan belajarnya sesuai dengan syarat nilai
KKM yaitu 76. Tes yang diberikan sebelum penggunaan alat peraga dan tes yang diberikan
setelah pembelajaran dan proses pembelajaran yang menggunakan alat peraga tidaklah sama.
Siswa mampu belajar dengan gembira, terpacu mengerjakan tugas dengan benar, dan semakin
tergugah rasa ingin tahunya terhadap mata pelajaran yang diajarkan serta alat peraga apa saja
yang akan digunakan karena penggunaan alat peraga.
Dorongan belajar siswa akan mulai berkembang, dan akan terus tumbuh selama
lingkungan belajar dibuat semenarik mungkin melalui penggunaan alat pengajaran yang
semakin menarik. Terlaksananya kegiatan pendidikan akan berjalan lancar jika dilakukan
dengan cara ini. Siswa mungkin mengalami antusiasme dan aktivitas yang lebih besar dalam
pembelajaran mereka ketika pendekatan pembelajaran yang menggabungkan alat bantu
pengajaran digunakan. Masukan cara pandang siswa dan kesungguhan siswa dalam bekerja
sama saat berdiskusi dalam proses penyelesaian tugas yang diberikan guru merupakan dua
indikator peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, penggunaan alat peraga dalam konteks pembelajaran matematika
memacu siswa untuk mengambil peran yang lebih aktif dan kreatif dalam proses akuisisi
pengetahuan matematika, menjadikannya pendorong bagi peningkatan motivasi belajar siswa
yang tersirat dalam pencapaian hasil pada siklus kedua. Seperti yang dijelaskan oleh Sudjana,
alat peraga adalah sebuah medium yang memberikan rangsangan visual dan auditif, dirancang
khusus untuk memberikan dukungan kepada guru guna memastikan efektivitas dan efisiensi
dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, penerapan alat peraga dalam pembelajaran
memiliki potensi besar untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
pengukuran di kelas III SDN 160 OKU, yang tercermin melalui peningkatan rata-rata skor
ujian siswa setiap kali siklus pembelajaran dilaksanakan.Selain itu, jumlah siswa yang
memenuhi KKM > 76 mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Kedua metrik ini
menunjukkan tren yang meningkat.

KESIMPULAN
Temuan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemanfaatan berbagai
alat peraga pada kelas matematika yang diajarkan di SDN 160 OKU berpotensi meningkatkan
motivasi siswa maupun hasil belajarnya secara keseluruhan. Siswa menjadi lebih terlibat dalam
proses pembelajaran dan lebih mudah memahami materi yang dibahas di kelas karena
penggunaan berbagai alat peraga. Peningkatan jumlah siklus dari siklus I ke siklus II
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Peningkatan persentase hasil belajar siswa
yang bertanda tuntas pada siklus I mencapai 43% siswa pada siklus 1, dan pada siklus 2
mencapai 85% siswa yang telah mencapai KKM >76 dari total 30 siswa. . Hal ini menunjukkan
bahwa persentase siswa yang tuntas hasil belajarnya mengalami peningkatan yang signifikan.
Peningkatan motivasi belajar ditandai dengan meningkatnya motivasi belajar siswa pada setiap
pertemuan dan setiap siklus, dengan nilai masing-masing sebesar 3,09 pada siklus I dan 3,69
pada siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

A.M, S. (2006) Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Arsyad, Azhar (2011) Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Djamarah, S. B. (2011) Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Uno, Hamzah B. (2009) Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang.

Hartono (2009) ‘Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas’, pp. 1–24.

Hendawati, Y. and Kurniati, C. (2017) ‘Penerapan Metode Eksperimen Terhadap Pemahaman


Konsep Siswa Kelas V Pada Materi Gaya Dan Pemanfatannya’, Metodik Didaktik, 13(1). doi:
10.17509/md.v13i1.7689.
Herzamzam, D. A. (2018). Peningkatkan minat belajar matematika melalui pendekatan
matematika realistik (PMR) pada siswa sekolah dasar. Visipena, 9(1), 67-80.

Hudoyono, H. (1979) Pengembangan Kurikulum Matematika Dan Pelaksanaannya Didepan


Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.

Irwanto, I., Wasitohadi, W., & Rahayu, T. S. (2019). Penerapan Pendekatan Scientific dengan
Menggunakan Media Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4
SD. Jurnal Riset Teknologi dan Inovasi Pendidikan (Jartika), 2(1), 281-288.

Kunandar (2013) Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Mulyasa (2013) Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Rosda.

Nashar (2004) Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran.
Jakarta: Delia Press.

Nasution, N. (2004) Pendidikan Matematika di Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Parinem (2014) ‘Peningkatan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Media Konkret Dalam
Pembelajaran Matematika Kelas V Sekolah Dasar’, Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952.

Rubiyanto, R. (2011) Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: FKIP PGSD UMS.

Rusman (2016) Model-model pembelajaran: mengembangkan profesionalisme Guru. Jakarta:


Rajawali Pers.

Sadirman (2014) Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Sanjaya, W. (2014) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:


Kencana Prenadamedia Group.

Saputro, K. H., Prasasti, P. A. T., & Raharjo, S. (2023). Upaya Meningkatkan Minat Belajar
Siswa Kelas IV SDN Padas pada Pelajaran Matematika Melalui Penggunaan Media Benda
Konkret. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 8(2), 1593-1611.

Saputro, K. A., Sari, C. K., & Winarsi, S. W. (2021). Pemanfaatan Alat Peraga Benda Konkret
Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Matematika Di Sekolah Dasar. Jurnal
Basicedu, 5(4), 1735-1742.

Shoimah, R. N., Syafi'aturrosyidah, M., & Hadya, S. (2021). Penggunaan media pembelajaran
konkrit untuk meningkatkan aktifitas belajar dan pemahaman konsep pecahan mata pelajaran
Matematika siswa kelas III MI Ma’arif Nu Sukodadi-Lamongan. MIDA: Jurnal Pendidikan
Dasar Islam, 4(2), 1-18.

Sudjana, N. (2009) Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensido.
Sulistyaningsih, D. dkk. (2012) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dengan
Pendekatan Konstruktivisme untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik. Unnes
Journal of Mathematics Education Research. Vol. 1. No.2. Halaman: 126.

Susanto, A. (2013) Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta : Kencana
Prenadamedia Group

Anda mungkin juga menyukai