Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR PUSTAKA

A. Perbedaan trias politica di Indonesia dengan amerika............................................................2


1. Dalam Supremasi Hukum.................................................................................................................2
2. Dalam Pemisah Kekuasaan.........................................................................................................2
a. Badan Legilatif............................................................................................................................2
b.Badan Eksekutif..........................................................................................................................3
c. Badan yudikatif...........................................................................................................................3
3. Dalam Bidang Peradilan...............................................................................................................3
B. Pendekatan-pendekatan dalam ilmu politik................................................................................4
1. Pendekatan Tradisional (Tradisional Approach).................................................................4
2. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Approach).............................................................4
3. Pendekatan Pascaperilaku (Post Behavioral Approach)..................................................5
4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory).......................................................................6
5. Pendekatan Pilihan Rasional (Rasional Choice).................................................................6
C. Pemikiran Politik Barat, Klasik, dan Modern..............................................................................8
1. Pemikiran Politik Zaman Yunani Kuno......................................................................................8
a. Socrates........................................................................................................................................8
b. Plato..............................................................................................................................................9
c. Aristoteles..................................................................................................................................10
2. Pemikiran Politik Zaman Romawi Kuno.................................................................................10
3. Pemikiran Politik Abad Pertengahan.......................................................................................11
a. Aurelius Augustinus (356-430)..............................................................................................12
b. Thomas Aquinas......................................................................................................................13
4. Pemikiran Politik Zaman Modern..............................................................................................14
a. Niccolo Machiavelli..................................................................................................................14
b. Thomas Hobbes.......................................................................................................................15
c. John Locke................................................................................................................................16
d. Montesquieu..............................................................................................................................17
e. Jean-Jacques Rousseau........................................................................................................17
A. Perbedaan trias politica di Indonesia dengan amerika

1. Dalam Supremasi Hukum


Negara Indonesia menganut negara hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD
1945. Sehingga hukum tertinggi di Indonesia adalah UUD 1945, karena Indonesia
negaranya berbentuk kesatuan sehingga hanya ada satu UUD.
Sedangkan di Amerika serikat menganggap UUD sebagai hukum tertinggi,
Dalam konstitusi Amerika Serikat disebutkan akan eksistensi dirinya sebagai
“hukum negara yang tertinggi”. Di Amerika menggunakan UU Federasi atau
Konstitusi Amerika Serikat. Karena Amerika Serikat negaranya berbentuk negara
bagain, maka konstitusinya tidak hanya satu tapi setiap negara bagian mempunyai
konstitusi dan konstitusi yang tertinggi adalah Konstitusi Amerika Serikat.
2. Dalam Pemisah Kekuasaan
Di Indonesia dan juga Amerika Serikat sama-sama adanya pemisahan
kekuasaan (Trias Politika), yaitu adanya lembaga Legislatif, Eksekutif dan
Yudikatif. Letak perbedaannya sendiri terdapat pada penerapan secara utuh, di
mana Indonesia menganut distribution of power sedangkan Amerika Serikat
menganut Separation of Power dengan Checking power with Power.
Di Indonesia, masing – masing lembaga tersebut mempunyai tugas masing-
masing sehingga adanya pembagian kekuasaan, yaitu:
a. Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-
undang. Dilaksanakan DPR pasal 20 ayat (1).
b. Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-
undang. Dilaksanakan Presiden Pasal 4 ayat (1), yaitu dengan
memegang kekuasaan pemerintahan.
c. Badan yudikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan
Undang-undang, memeriksa dan megadilinya. Dilaksanakan MA, MK
pasal 24 ayat (1).

Sementara Amerika Serikat menggunakan pemisahan kekuasaan yang


tegas diantara ketiga lembaga tersebut sehingga terjadi chek and balances,
kekuasaan badan tersebut adalah :
a. Badan Legilatif
Kekuasaan legislatif berada pada parlemen yang disebut kongres.
Kongres terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Senat dan Badan
Perwakilan (The House of Representative). Anggota Senat sendiri adalah
perwakilan dari tiap negara bagian yang dipilih melalui pemilu oleh rakyat di
negara bagian yang bersangkutan. Tiap negara bagian punya 2 orang
wakil. Masa jabatan Senat adalah enam tahun, akan tetapi dua pertiga
anggotanya diperbaharui setiap 2 tahun. Dan badan perwakilan sendiri,
merupakan perwakilan yg dipilih langsung oleh rakyat Amerika Serikat
untuk masa jabatan 2 tahun.
Congress sendiri memiliki kekuasaan untuk membuat UndangUndang
Fideral, menyatakan perang, menyetujui perjanjian, the power of purse
(pembatasan pendanaan) dan impeachment (menurunkan pemerintah).
b.Badan Eksekutif.
Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden. Presiden berkedudukan
sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden membentuk kabinet
dan mengepalai badan eksekutif yang mencakup departemen ataupun
lembaga non departemen.
Presiden memiliki kekuasaan komando tertinggi militer, memveto
Rancangan Undang-Undang (RUU), menandatangani RUU untuk menjadi
UU, menunjuk kabinet dan pejabat negara dan menegakkan UU dan
peraturan.
c. Badan yudikatif
Berada pada Mahkamah Agung (Supreme Court) yang bebas dari
pengaruh dua badan lainnya. Mahkamah Agung menjamin tegaknya
kebebasan dan kemerdekaan individu, serta tegaknya hukum.[1]
Supreme Court berwenang untuk menafsirkan UU dan memastikan
UU sesuai dengan Konstitusi (UUD).
3. Dalam Bidang Peradilan
Dalam hal peradilan, di Indonesia kekuasaan peradilan terbagi lagi antara
MA, MK, dan KY yang dipilih oleh presiden.
Sedangkan di Amerika Serikat dalam hal ini supreme court, Anggota Hakim
Agung dipilih oleh presiden melalui persetujuan senat. Hakim Agung akan memiliki
masa bakti seumur hidup. Hal ini untuk memperkuat independensinya. Dan
Supreme Court memiliki hak untuk membatalkan UU bila dinilai tidak sesuai
dengan Konstitusi (UUD).
B. Pendekatan-pendekatan dalam ilmu politik
1. Pendekatan Tradisional (Tradisional Approach)
Negara menjadi focus utama dengan menonjolkan segi konstitusional dan
yuridis. Bahasan pendekatan ini menyangkut, misalnya : Sifat Undang-Undang
Dasar serta kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan lembaga-lembaga
kenegaraan formal, badan yudikatif, badan eksekutif,dsb. Karenanya
pendekatan ini disebut juga pendekatan institusional atau legal-institusional.
Contoh Pendekatan Tradisional:
Dengan pendekatan ini, dalam mempelajari parlemen, maka yang
diperhatikan adalah kekuasaan serta wewenang yang dimilikinya seperti
tertuang dalam naskah (UUD,UU, atau Peraturan Tata Tertib); hubungan formal
dengan badan eksekutif; struktur oranisasi serta hasilnya.
Beberapa kelemahan pendekatan tradisional, antara lain:1
a. Pendekatan ini tidak meneliti apakah lembaga kenegaraan memang
terbentuk dan berfungsi seperti yang diuraikan dalam naskah-naskah
resmi kenegaraan.
b. cenderung kurang menyoroti organisasi-organisasi yang tidak formal,
seperti kelompok kepentingan dan media massa.
c. Bahasan lebih deskriptif daripada analitis.
d. Lebih banyak menggunakan ulasan sejarah, seperti menelusuri
perkembangan parlemen.
e. Lebih bersifat normative karena fakta dan norma kurang dibedakan,
bahkan seringkali saling berkaitan.
f. Kurang memberikan sumbangan terhadap pembentukan teori baru.
2. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Approach)
Salah satu pemikiran pokok dari pelopor-pelopor pendekatan perilaku
adalah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena
bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang
sebenarnya. Sebaliknya, lebih bermanfaat bagi peneliti untuk mempelajari
manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala yang benar-benar
dapat diamati.
Contoh Pendekatan Perilaku:
Dalam mempelajari parlemen, maka yang dibahas adalah perilaku
anggota perlemen, yaitu: bagaimana pola pemberian suaranya (voting behavior)
terhadap rancangan UU, giat atau tidaknya memprakarsai UU, kegiatan
lobbying, dsb.
Ciri-Ciri Pendekatan Tingkah Laku:
1 Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
a. Pendekatan ini cenderung bersifat interdisipliner, maksudnya tidak saja
mempelajari dampak faktor pribadi tetapi juga dampak dari faktor
sosial, ekonomi, dan budaya.
b. Merupakan suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik.
Orientasi ini mencakup beberapa konsep pokok (David Easton dan
Albert Somit), antara lain:
1) Perilaku politik menampilakan keteraturan (regularities).
2) Generalisasi-generalisasi ini pada dasarnya harus dapat dibuktikan
keabsahan atau kebenarannya (verification).
3) Teknik-teknik penelitian yang cermat harus digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data.
4) Pengukuran dan kuantifikasi (antara lain melalui statistik dan
matematika ) harus digunakan untuk mencapai kecermatan dalam
penelitian.
5) Harus ada usaha untuk membedakan secara jelas antara norma
(ideal atau standard yang harus menjadi pedoman untuk tingkah
laku) dan fakta (sesuatu yang dapat dibuktikan berdasarkan
pengamatan atau pengalaman).
6) Penelitian harus bersifat sistematis dan berkaitan dengan
pembinaan teori.
7) Ilmu politiik harus bersifat murni (pure science) dalam arti bahwa
usaha untuk memahami dan menjelaskan perilaku politik harus
mendahului usaha untuk menerapkan pengetahuan itu bagi
penyelesaian masalah-masalah social.
8) Dalam penelitian politik diperlukan sikap terbuka serta integrasi
dengan konsep-konsep dan teori-teori ilmu lainnya
c. Pandangan bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem
sosial dan negara sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem
dari sistem sosial. Dalam suatu sistem, bagian-bagian saling
berinteraksi serta saling bergantungan dan semua bagian bekerjasama
untuk menunjang terselengaranya sistem tersebut.
d. Sumbangan pendekatan perilaku pada usaha untuk memajukan Ilmu
Perbandingan Politik
3. Pendekatan Pascaperilaku (Post Behavioral Approach)
Gerakan pascaperilaku memperjuangkan perlunya relevance and action
(relevansi dan orientasi bertindak). Reaksi ini ditujukan kepada usaha
mengubah penelitian dan pendidikan Ilmu Politik menjadi suatu ilmu
pengetahuan murni sesuai dengan pola ilmu eksakta. Pada hakikatnya
pendekatan ini merupakan “kesinambungan” sekaligus “koreksi” dari
pendekatan perilaku.2
Pokok-pokok pendekatan Pascaperilaku yang diuraikan oleh David Easton,
antara lain:
a. Dalam usaha mengadakan penelitian yang empiris dan kuantitatif, ilmu
politik menjadi terlalu abstrak dan tidak relevan terhadap masalah
sosial yang dihadapi. Relevansi ini dianggap penting daripada
penelitian yang cermat.
b. Karena penelitian ini dianggap terlalu abstrak, Ilmu Politik kehilangan
kontak dengan realitas sosial.
c. Penelitian mengenai nilai-nilai harus merupakan tugas Ilmu Politik.
d. Para cendekiawan memiliki tugas yang historis dan unik untuk
mengatasi masalah-masalah sosial.
e. Cendekiawan harus action oriented
f. Cendekiawan tidak boleh menghindari perjuangan dan harus turt
mempolitisi organisasi-organisasi
4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ini penelitiannya pada hubungan antara negara Dunia Pertama dan
Dunia Ketiga.Teori inimulai dirintis tahun 1960-an oleh Paul Baran,kemudian
disusul oleh GUnder Frank.Menurut mereka imperialism masih hidup,negara
penjajah telah melepas jajahannya tapi perekonomian mereka masih
dikendalikan oleh negara penjajah.Menurut mereka pembangunan oleh negara
yang kurang maju hampir berkaitan denan kepentingan barat,karena negara ke
tiga belum dapat menyediakan SDM dan SDA,negara maju diuntungkan,karena
memperlakukan gaji dan sewa yang murah,dan negara kurang maju menadi
pasar untuk hasil produksi negara maju,produksi untuk ekspor sering ditentukan
oleh negara maju.
Yang paling ekstrem adalah pemikiran pelopor teori ketergantungan,
Andre Gunder Fran (1960-an) yang berpendapat bahwa penyelesaian masalah
itu hanyalah melalui revolusi sosial secara global.Sementara penulis lain
Henrique Cardoso (1979) menganggap bahwa pembangunan yang independen
ada kemungkinan terjadi,sehingga revolusi sosial tidak mutlak harus terjadi.
Yang menarik dari tulisan- tulisan kalangan pendukung Teori Ketergantungan
(dependencia),yang pada awalnya memusatkan perhatian pada negara-negara
Amerika Selatan,adalah pandangan mereka yang membuka mata kita terhadap
akibat dari dominasi ekonomi ini.
5. Pendekatan Pilihan Rasional (Rasional Choice)

2 Miriam. Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia. 2008.)H. 56-67


Pengikut pendekatan ini menimbulkan kejutan karena mencanangkan
bahwa mereka telah meningkatkan ilmu politik menjadi salah satu ilmu yang
benar-benar science,dikatakan bahwa manusia Homo Politicus.Mereka percaya
dapat meramalkan perilaku manusia dengan mengetahui kpentingan -
kepentingan dari actor yang bersangkutan (involved).Inti dari politik menurut
mereka adalah individu sebagai actor terpnting dalam dunia politik.Sebagai
makhluk rasional ia selalu mempunyai tujuan-tujuan (goal seeking/goal oriented)
yang mencerminkan apa yang dianggap kepentingan diri sendiri. Pelaku
Rational Act ini,terutama polititsi,birokrat,pemilih,dan actor ekonomi,pada
dasarnya egois dan segala tindakannya berdasarkan kecenderungan
ini.Sekalipun berbagai penganut Rational Choice mempunyai penjelasan yang
berbeda- beda,substansi dasar dari doktrin ini telah dirumuskan oleh James B.
Rule,sebagai berikut:
a. Tindakan manusia (human action) pada dasarnya adalah instrument,agar
perilaku manusai dapat dijelaskan sebagai usaha untuk mencapai suatu
tujuan yang sedikit banyak jarak jauh.
b. Para actor merumuskan perelakunya melalui perhitungan rasional mengenai
aksi mana yang akan memaksimalkan keuntungannya.
c. Proses-proses sosial berskala besar termasuk hal-hal seperti ratings,
institusi dan praktik- praktik merupakan hasil kalkulasi seperti itu.3
Mahzab ini sangat ditentang oleh para penganut structural-functionalism
karena dianggap tidak memperhatikan kenyataan bahwa manusia dalam
perilaku politinya sering tidak rasional.Kritik lain ialah bahwa memaksimalkan
kepentingan sendiri cenderung secara tidak langsung mengabaikan
kesejahteraan orang lain dan kepentingan umum,seolah – olah mengabaikan
unsure etika.Bagaimanapun juga Pendekatan Rational Choice sangat berjasa
untuk mendorong usaha kuantifikasi dalam ilmu politik dan mengembangkan
sifat empiris yang dapat dibuktikan kebenarannya.Salah satu reaksi terhadap
pendekatan Rational Choice adalah timbulnya perhatian kembali pada karya
John Rawls,A Theory of Justice (1971) yang mengargumentasikan bahwa nilai –
nilai seperti keadilan,persamaan hak,dan moralitas merupaan sifat manusia
yang perlu diprhitungkan dan dikembangkan.Sementara para structural-
funcionalist melihat negara sebagai salah satu sistem dari sekian banyak
sistem,maka para Neo-Marxis memandang negara sabagai fator negative dalam
onstelasi politik,karena sifatnya represif.Kedua pandangan ini mendorong
beberapa sarjana untuk meninjau kembali peran negara di masa modern

3 Ibid,H 67-80
C. Pemikiran Politik Barat, Klasik, dan Modern.

1. Pemikiran Politik Zaman Yunani Kuno


Bila kita menelaah pikiran - pikiran politik di dunia Barat, maka perhatian kita
akan tertuju ke negara Yunani kuno, karena memang di sanalah dimulai pemikiran
Barat. Hingga sekarang pemikiran politik Yunani kuno masih berpengaruh di
kehidupan tata negaraan, malah ada yang mengatakan bahwa tanpa menggali
kembali pemikiran politik Yunani kita tidak akan mengetahui pemikiran politik orang-
orang Yunani.4 Di anatara tokoh-tokohnya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles.
Mereka berbeda dalam pemikiran, tetapi hampir sama dalam pembahasannya, yakni
mengenai negara.
a. Socrates
Adalah salah seorang filosof masa Yunani. Diperkirakan dilahirkan 469 SM.
Menurutnya negara bukanlah semata-mata keharusan yang objektif, yang berasal
dari budi pekerti manusia. Tugas Negara adalah menciptakan hukum yang ditaati
oleh penguasa yang di pilih oleh rakyat. Di sinilah terkandung konsep demokrasi.
Socrates menolak dengan keras apa yang dismapakan bertentangan dengan
undang-undang . Socrates dihukum mati dengan cara meminum racun karena
dianggap meracuni pemikiran pemuda-pemuda Athena dengan kepandainnya.
Walaupun Socrates mati tanpa meninggalkan tulisan ataupun buku, akan tetapi
pemikiran Socrates tetap hidup di dalam pikiran Plato murid dari Socrates yang
paling besar, bahkan plato membuat buku di dalam karangannya berbentuk Tanya
jawab antara plato dengan gurunya. Maka dengan jalan inilah pemikiran Socrates
hidup sampai sekarang.
Yunani kuno merupakan Negara kota atau polis. Sejarah berdirinya berawal
dari sebuah benteng di sebuah bukit di dalamnya hidup masyarakat. Semakin
lama polis ini dihuni banyak orang kemudian munculah organisasi pemerintahan
yang mengatur kehidupan orang–orang hidup Negara ini. Bahkan urusan pribadi
warga yang tinggal di dalam polis diatur oleh polis. Dengan demikian kita bisa
menyimpulkan zaman Yunani kuno dapat diselengarakan sistem pemerintahan
yang demokrasi disebabkan pada waktu itu Yunani masih terdiri dari negara kota
kecil atau polis. Persoalan dalam Negara tidak sekompleks sekarang dan warga

4 Soehino.ilmu Negara.Yogyakrta: Liberti.2008. Hal 14.


Negara masih sedikit. Setiap warga Negara berkewajiban untuk ikut serta
mengatur Negara kecuali orang sakit, budak dan bayi.
Di atas sempat disinggung mengenai Negara Yunani kuno yang
menggunakan asas demokrasi. Yang dimaksud dalam demokrasi Yunani adalah
demokrasi langsung yang mana pemerintahannya dikontrol oleh setiap warga
negara. Mereka ikut mengatur setiap kebijakan Negara dan ikut serta menjalani
roda pemerintahan.

b. Plato
Adalah murid Socrates yang paling besar hidup tahun 429-374 SM. Pada
tahun 389 SM membuka sebuah sekolah di kota Athena yang diberi nama
Acemadas.5 Saat mengajar di sekolah ini Plato banyak membuat buku - buku yang
berbentuk tanya jawab antara plato dengan gurunya Socrates dengan cara inilah
Plato menghidupakan pemikiran gurunya. Buku yang paling terkenal dibuat Plato
berjudul politea. Buku ini banyak memuat mengenai masalah hukum dan Negara
dan disusul dua buku yang lain berjudul Politikos atau Akhli Negara dan Nomoi
mengenai undang-undang.
Plato adalah pelopor dari ajaran filsafat alam-cita (ideeenleer) yang
menjabarkan kebenaran terdapat dalam ide manusia. Segala benda di bumi
hanyalah bayangan. Apa - apa yang di luar dari manusia adalah tidak sama,
contoh misal di dunia ini banyak aneka jenis sapi dari sapi jawa, sapi Australia dan
sapi metal tapi pada hakekatnya sama – sama sapi. Plato selain ahli dengan
filsafat juga mengeluarkan teori tentang awal mula terbentuknya Negara akibat
dari kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka ragam, yang menimbulkan
kebutuhan yang bermacam-macam yang mengharuskan untuk berkerjasama
dalam satu wadah yang kemudian disebut masyarakat atau Negara. Selain itu
Plato juga mengklasifikasikan bentuk Negara menjadi lima macam, diurutkan dari
bentuk Negara yang paling tinggi posisnya.
a) Aritokrasi, yaitu Negara yang mana roda pemerintahannya dikuasi oleh
para cendikiawan atau orang ahli di bidang masing – masing yang dalam
menjalankan pemerintahannya berpedoman pada keadilan.
b) Timokerasi. Negara hanya digunakan sang penguasa untuk memenuhi isi
perutnya sendiri. Pada intinya kekayan Negara dikuasai oleh penguasa
yang akhirnya akan melahirkan sekelompok orang yang kaya dihormati
masyarakat dan melahirkan persepsi masyarakat yang pantas untuk
menjadi penguasa adalah orang kaya.
c) Oligarki, adalah bentuk Negara yang lahir dari persepsi masyarakat yang
menganggap yang pantas untuk menjadi penguasa adalah orang kaya.

5 Ibid. hal 15-21.


Dalam pemerintahan Oligarki penguasa yang sudah kaya ingin untuk
bertambah kaya lagi akhirnya menimbulkan kemiskinan yang luas di
masyarakat, yang kemudian menyadarkan masyarakat untuk menentang,
memberontak atas penguasa yang menidas masyarakat.
d) Demokrasi, negara yang mana pemerintahnya di pegang oleh rakyat dan
kepentingan umum. Prinsip yang utama adalah prinsip kemerdekaan dan
kebebasan. Akan tetapi kemerdekan dan kebebasan setiap individu akan
menimbulkan mendewakan kebebasan dan kemerdekan yang kemudian
menimbulkan sikap anarki, yaitu sikap orang sesuka hatinya untuk tidak
mau diatur dan tidak mau diperintah yang pada akhirnya timbul
kekacauan.
e) Tirani, dalam keadaan semacam di atas diperlukan seorang figur
pemimpin yang cakap dan berwibawa untuk mengontrol pemerintahan.
Jadi jalan pemerintah dipegang oleh satu orang saja, namun timbul hasrat
untuk berkuasa secara absolut, bahkan rival politik tak segan - segan
disingkirkan dengan cara dibunuh atau diasingkan. Tindakan semacam ini
mencederai dari prinsip keadilan Negara. Pemerintah semacam ini
disebut dengan pemerintah Tirani. Pemerintah semacam ini jauh dari cita-
cita keadilan. Sebab orang Tirani berusaha menindas rakyatnya.
c. Aristoteles
Murid dari dari plato hidup pada tahun 384-322 SM. Anak dari Nicomachus,
seorang tabib kerajaan Macedonia. Ia diberi tugas oleh raja Philippus untuk
mendidik putranya yang bernama Iskandar Dzulkarnain (Alexander Agung)
kemudian menjadi penguasa dunia.
Meskipun Aristoteles murid dari Plato, namun mereka memiliki perbedaan
cara pandangan. Hal ini terlihat saat ajaran Plato yang masih mencampuradukan
semua objek penyidikan. Sedangkan Aristoteles memisah - misahkan ajarannya di
dalam buku yang berjudul Politica dan Ethica. Jika Plato dikenal sebagai pencetus
dari idealism sedangkan Aritoteles pencetus dari realism. Selain itu ia juga
pencipta ilmu filsafat, prima philosophia yaitu filsafat yang mencari sifat - sifat
umum dari keadaan.
Pemikiran tertuang dalam karyanya Ethics yang membahas mengenai etika
dan politics yang membahasa mengenai masyarakat dan kenegaraan. Dua subjek
dari kedua buku tersebut (etika dan politik) berkaitan erat. Bahkan menurutnya,
etika adalah pendahulu politik dan politik itu pelengkap studi etika.
Salah satu teori atau pemikiran Aristoteles adalah menurutnya bentuk negara
yang terbaik adalah Republik Konstitusionil. Berbeda dengan Plato yang lebih
condong kepada Aristokrasi. Hal ini disebabkan pendapatnya mengenai tujuan
negara, adalah kesempurnaan diri (kebahagiaan) manusia sebagai anggota
masyarakat. Sehingga kebahagiaan masyarakat menjadi kepentingan umum.
2. Pemikiran Politik Zaman Romawi Kuno
Berbicara mengenai pemikiran politik zaman Romawi Kuno tidak akan lepas
sedikit banyaknya dari pengaruh Yunani Kuno. Namun dari segi pemikiran politik
Romawi memberikan pemahaman berbeda kepada barat tentang teori imperium.
Teori imperium adalah teori tentang kekuasaan dan otoritas neagra dimaman
kedaulatan dan kekuasaan dianggap sebgaia pendelagasian kekuatan rakyat kepada
penguasa negara. Tokohnya yang terkenal adalah Marcus Tullius Cicero.
Dilahirkan pada tahun 106 SM di kota Arpinum, di antara Roma dan Naples. Di
usia 20-an ia telah bertindak sebagai pembela di pengadilan, karena sejak kecil telah
mendapat didikan hal-hal klasik dan dipersiapkan berkarier dalam hukum. Ia
meninggalkan Roma menuju Athena dan Rhodes untuk mempelajari filosofi dan
retorika. Dan saat kembali, ia memulai karier politiknya, dari lembaga-lembaga kecil
hingga bergerak naik ke senat.
Cicero adalah manusia dengan tindakan. 6Tindakannya yang paling terkenal
adalah tatkala mensponsori sebuah Negara bayangan berhukum militer dalam
menanggapi suatu konspirasi penggulingan kekuasaan dipimpin oleh Catiline,
seorang pemimpin rakyat jelata yang populer.7 Bermula tahun 55 SM, Cicero menulis
catatan-catatan filosofinya. Hal ini bersamaan dengan kekecewaan dan depresi yang
hadir sebgaian karena tragedi pribadi, kematian anak perempuannya dan karena
keprihatinannya atsa meluruhnya politik Roma.
Bagi Cicero, filosofi tidaklah lengkap tanpa aplikasi praktis dalam melayani
negara. Di samping itu, filsuf pun berutang kebijksanaan kota sebagai imbalan atas
kesempatan-kesempatan yang telah diberikan kota. Hal ini tercantum dalam
karyanya commonwealth. Selain itu, pemikiran politiknya adalah mengenai
persemkamuran, hukum alam, dan penguasa yang baik.
Persemakmuran di sini adalah “sebuah urusan rakyat”. Ia menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial yang alami, membuat masyarakat politik sebuah
entitas organic dan tidak sekedar sebuah perangkat. 8 Kemudian mengenai hukum
alam, ia menegaskan bahwa hukum merupakan konvensi-konvensi relative yang
melayani penguasa. Sedangkan keadilan adalah sebuah atribut universal yang
muncul dari akal dan dapat diakses oleh semua makhluk rasional. Dan mengenai
penguasa yang baik, ia berpendapat bahwa penguasa yang baik memliki
pengetahuan moral sebagai tujuan dan menegaskan sifat praktis dalam dirinya,
seperti arti penting kejayaan sebagai kekuasaan pemberi motivasi.9

6 Joseph Losco dan Leonard Williams. Political Theory. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2005. Hlm 247.
7 Ibid. Hlm 248.
8 Ibid. Hlm 249.
9 Ibid. Hlm 250
3. Pemikiran Politik Abad Pertengahan
Zaman pertengahan yang dimaksud di sini dimulai sejak abad ke-13 sampai
awal abad ke-17 di Eropa, dimana terdapat garis yang jelas antara teori politik pada
masa itu. Hubungan public pada masa ini banyak dicampuri oleh gereja, dalam hal
ini pola hubungan antara kerajaan dan gereja. Namun, pada abad ke-18 terjadi
reformasi yang cukup besar dimana kalangan aristokrat tidak diperbolehkan
mengontrol gereja sama seperti mereka mengontrol militer dan kekuatan politik masa
itu.10
Hal di atas menujukkan sebuah revolusi kepausan dalam sejarah Eropa dan
menyebabkan krisis kekuasaan antara gereja dengan kerajaan. Sepanjang abad ke-
13, sering sekali terjadi konflik yang melibatkan Paus Gregory VII dengan Raja Henry
IV, termasuk perubahan posisi antara Paus Innocent IV dengan Raja Frederick II.
Terjadi ketidak pahaman mengenai konstitusi pemilihan Raja dan pangeran terpilih,
dan persetujuan Paus, serta mengenai hubungan antara kerajaan Inggris dengan
kerajaan Perancis dan Spanyol.
Kedudukan Paus dalam gereja juga menjadi kontroversi karena Paus
memberikan dukungan terhadap ‘mendicant orders’ dan hal itu semakin
meruncingkan oposisi dari uskup dan pendeta. Juga terjadi sengketa antara otoritas
gereja peraturan sekuler apakah pendeta dibebaskan dari pajak dan dari pengadilan
criminal umum, dan apakah uang yang dikumpulkan oleh gereja lokal seharusnya
digunakan oleh kepausan untuk membiayai pasukan Perang Salib melawan
Saracens tapi juga kampanye militer di Eropa.
Persengketaan semacam ini semakin meruncing di akhir abad ke-13 ketika studi
mengenai hukum, filosofi, dan teologi berada pada level yang tinggi. Sampai pada
abad ke-14, perdebatan yang rumit dan panjang terjadi antara Paus Boniface VIII,
Raja Philip dari Perancis, Paus John XXII, Raja Roma ‘Ludwig dari Bavaria’, orang-
orang Perancis, dan Universitas Perancis. Hal ini terjadi karena pakar teologi
menciptakan banyak sekali perjanjian yang mengkhawatirkan hubungan antara
agama dan pemerintahan sekular, konstitusi Gereja, konstitusi pemerintahan sekuler,
yang pada akhirnya berujung pada hukum dan filosifi pengikut Aristoteles.11
a. Aurelius Augustinus (356-430)
Aurelius Augustinus atau Santos Augustinus adalah seorang filsuf, ahli
ilmu agama dan Bapa Gereja Barat yang dilahirkan di Tagaste (kini Souk-Ahras)
Algeria pada 13 November 354. Ibunya adalah seorang Kristen yang saleh,
sedangkan Ayahnya adalah seorang penyembah berhala. Augustinus mengikuti
jejak ayahnya sebagai seorang penyembah berhala.12
Pada umur sebelas tahun Augustinus berangkat ke Madaurus untuk
belajar bahasa latin. Pada umur tujuh belas tahun ia berangkat ke Karthago
10 Soehino, “Ilmu Negara”,(Yogyakarta:Liberty,2005),hlm.48.
11 Ibid.hal.50.
12 Pramana, KA Pudja, “Ilmu Negara”,(Yogyakarta:Graha Ilmu,2009),hlm:68.
untuk mempelajari filsafat retorika selama dua tahun dan di sanalah Augustinus
mengenal ajaran-ajaran Mani(216-276 SM) dan tak beberapa lama ia
memutuskan untuk memeluk agama Manichean.
Pada 383 SM, ia berpindah ke Roma dan menganut skeptisisme yang
mengajarkan bahwa di alam dunia tidak ada kepastian, sehingga manusia tidak
mungkin mencapai kebenaran. Pada tahun berikutnya ia pindah ke Milan untuk
memerdalam Noeplatonisme yang meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi
tidak diciptakan oleh Tuhan. Di kota itulah Augustinus merintis karir sebagai
pengajar filsafat dan berkenalan dengan Uskup Besar Santo Ambrose yang
menunjukan kebenaran dan keagungan Tuhan sehingga Augustinus bertobat
dan memeluk Kristen pada usia 32 tahun.13

b. Thomas Aquinas
Thomas telah menelurkan beberapa tulisan mengenai kekuasaan paus di
Eropa. Tulisan pertamanya yaitu Scriptum super libros sentetiarum “ketika dua
kekuasaan berkonflik, yang mana yang harus kita patuhi?”. Jawaban yang muncul
adalah, jika yang otoritas yang asli datang dari yang lain, maka ketaatan yang
semestinya adalah terhadap otoritas yang asli. Misalnya kekuasaan pendeta yang
diberikan oleh paus, maka yang harus dipatuhi adalah paus.
Sedangkan, jika yang berkonflik adalah dua kekuasaan yang tertinggi yakni
gereja dan kerajaan, ketaatan harus diberikan terhadap pemegang kekuasaan
tertinggi melihat permasalahan itu apakah berkaitan dengan spiritual atau
duniawi. Hal ini dikarenakan bahwa baik kekuasaan spiritual maupun duniawi
berasal dari Tuhan. Masyarakat harus patuh pada paus dalam persoalan yang
menyangkut hal-hal yang telah ditentukan oleh Tuhan atau dengan kata lain yang
menyangkut urusan keagamaan. Di lain sisi, masyarakat harus patuh terhadap
kerajaan jika yang dipersengketakan adalah permasalahan sipil.
Namun, Thomas menambahkan bahwa kekuasaan spiritual dan duniawi
dipegang hanya oleh satu orang, paus, yang oleh Tuhan telah ditunjuk sebagai
perpanjangan tangannya di dunia untuk mengurusi urusan spiritual dan duniawi.
Pada level yang rendah, memang kekuasaan spiritual dan duniawi dipegang oleh
dua orang berbeda. Namun pada level yang lebih tinggi, kedua kekuasaan ini
dipegang oleh satu orang yaitu paus.
Tulisan keduanya, De regno, menyatakan bahwa Negara (pemerintahan)
bukanlah hal yang abadi alias akan berakhir pada waktunya dan terdiri dari
individu dengan tujuan masing-masing. Negara ada untuk menjamin keamanan
rakyatnya, keamanan yang dimaksud adalah keamanan yang virtual yang nyata
dan juga keamanan yang hakiki yaitu surga.
Kepausan menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia harus mencapai
keamanan hakiki, maka dari itu Tuhan membangun gereja di muka bumi agar
13 Ibid. hal.69.
manusia bisa menerima bantuan khusus dari Tuhan (God’s special help) berupa
pengampunan. Gereja adalah agensi manusia dari Tuhan yang sengaja dibangun
agar manusia bisa lebih mudah meminta pengampunan dan melakukan
pengorbanan sebagai usaha penebusan dosa.
Di sinilah tugas Negara (pemerintah) untuk mengarahkan rakyatnya agar
mau mengejar surga yang dijanjikan. Bahkan gereja juga menginginkan adanya
pengaplikasian hukum gereja dalam kehidupan bermasyarakat seperti, bunuh diri
bagi yang bersalah dan pengorbanan untuk penebusan dosa.
Di era ini terdapat, hirarki antara gereja dan pemerintah. Pemerintah hanya
menginginkan tujuan kesejahteraan secara virtual, fisik, dan nyata. Sedangkan
tujuan akhir bukanlah itu melainkan surga dan hanya bisa dicapai jika seseorang
benar-benar taat pada agamanya (Kristen).
Sehingga, peraturan sekuler harus ditetapkan oleh paus karena hanya
dialah yang bisa menyediakan jalan menuju tujuan akhir yang tingkatannya lebih
tinggi dibandingkan tujuan yang diberikan oleh Negara.

4. Pemikiran Politik Zaman Modern


Tak diragukan, zaman pertengahan adalah zaman kemajuan ilmiah dan artistik.
Berarti juga kemajuan berpikir dalam bidang politik yang menghasilkan perbedaan-
perbedaan yang saling bertentangan dan perubahan filosofis. Secara politik, negara
besar seperti Prancis, dan Inggris bentuk monarki yang terbatasi kewajiban dan
klaim hukum alam sedikit banyak memberikan jalan kepada monarki absolut.
Sebaliknya, di Italia, disebabkan banyaknya Negara yang bersaing sehingga tiada
kewenangan dominan yang terkembangkan. Kemudian, ditinjau dari segi filosofis,
khususnya di antara para penulis politik, pendekatan yang berlaku adalah
mengarahkan kembali pemikiran yang menekankan individualistik, sehingga mampu
menggantikan penekanan zaman pertengahan yang menekankan komunitas dan
saling ketergantungan. Dan para tokoh pemikir politik zaman modern di antaranya
adalah, Niccolo Machiavelli, Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu dan Jean-
Jacques Rousseau.

a. Niccolo Machiavelli
Niccolo Machiavelli dilahirkan di Florence 3 Mei tahun 1469 dan meninggal
21 Juni 1527. Berasal keluarga bangsawan yang termahsyur. Ayahnya seorang
pengacara yang terkadang menangani urusan public di Negara-kota Florence. 14
Tahun 1498 ia ditunjuk sebagai sekretaris utama Republik Florence dan
menjabat selama 14 tahun. Dari sinilah ia mendapat kesempatan melihat
manajemen intern dan ekstern Negara. Karena disamping tugas domestiknya, ia

14 Henry J. Schmandt. Filsafat Politi Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern. Cet. III. United
States of America: The Bruce Publishing Company. 2009. Hlm 248.
seringkali dikirim ke luar negeri dan sempat berjumpa dengan tokoh-tokoh politik
seperti Louis XII dan Maharaja Maximilian.
Tahun 1512, ia ditahan dalam operasi pengusiran Prancis dari Italia
kemudian diasingkan ke tanah kelahirannya dekat San Casciano. Di tempat
inilah ia mulai menulis karya-karya besarnya termasuk il Principe, Discourses, A
History of Florence, dan Mandragola.
Machiavelli hidup dalam situasi yang sulit, karena politik di Italia dalam era
penuh pergolakan, perpecahan golongan dan terjadinya kecemburuan yang
menimbulkan meluasnya kekerasan dan pengkhianatan jabatan public serta
konspirasi dan pembunuhan. Salah seorang gurunya, Cesare Borgia adalah
orang yang kejam tetapi terampil, dan tidak ambil pusing dengan pembunuhan
terhadap saudaranya sekalipun jika hal itu demi kepentingannya. Dengan latar
belakang inilah Machiavelli membangun filsafat politiknya.
Beberapa teori atau pemikiran politiknya tertuang di dalam bukunya yang
berjudul il principe dan discourses. Ia berpendapat bahwa rezim terbagi pada
dua tipe yaitu principality dan republik. Dalam bukunya il Principe, ia memberikan
nasihat yang cukup mengusik bagi setiap penguasa yang berkeinginan
menaklukan atau mereformasi serta mempertahankan sebuah negara. Untuk
melakukannya penguasa mesti mengikuti jalur yang mengedepankan kebutuhan,
kejayaan dan kebaikan negara. Karena hanya dengan machismo, semangat
keprajuritan, dan pertimbangan politik, penguasa dapat memenuhi kewajiban
pada negara dan keabadian sejarah. Selain itu, Macchiavelli berpendapat
tentang penguasa yang bijak hendaknya memiliki hal-hal di antaranya :
a) Sebuah kemampuan untuk menjadi baik sekaligus buruk, baik dicintai
maupun ditakuti,
b) Watak-watak seperti ketegasan, kekejaman, kemandirian disiplin, dan
control diri,
c) Sebuah reputasi menyangkut kemurahan hati, pengampun, dapat
dipercaya dan tulus.15
Oleh karena itu, Machiavelli dikenal sebagai pemikir yang tidak
mengindahkan nilai-nilai moral.
Sedangkan dalam Discourses, ia mengalihkan perhatiannya pada
penciptaan, penjagaan dan renovasi sebuah pemerintahan. Perhatian utamanya
adalah menunjukkan bagaimana pemerintahan dapat mendorong stablitas dan
kebebasan sambil menghindari pengaruh korupsi yang membuat lemah. Karena
bagi Macchiavelli, keamanan dan kejayaan merupakan ambisi politik yang
dikejar dalam batas yang ditentukan akal, kearifan, nasib baik dan kebutuhan.

15 Joseph Losco dan Leonard Williams. Political Theory. Jilid II. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2005. Hlm 19-20
b. Thomas Hobbes
Thomas Hobbes (1588-1679) dilahirkan di Malmesbury, sebuah kota kecil
yang berjarak 25 kilometer dari London. Ia dilahirkan pada tanggal 15 April 1588.
Ketika Hobbes dilahirkan, armada Spanyol sedang menyerbu Inggris. Ayah
Hobbes adalah seorang pendeta di Westport, bagian dari Malmesbury. Ayahnya
bermasalah dengan pihak gereja sehingga melarikan diri dari kota tersebut dan
meninggalkan Hobbes untuk diasuh oleh pamannya. Pada tahun 1603-1608,
Hobbes belajar di Magdalen Hall, Oxford pada usia 14 tahun.16 Di tempat inilah ia
mengembangkan suatu kebencian kepada para filsuf klasik dan
ketidakpercayaan terhadap kehidupan akademik.
Gejolak politik di dalam negeri, menyebabkan Hobbes menghadirkan
tulisan-tulisan politik, dan yang paling terkenal adalah leviathan pada tahun
1651. Leviathan terbagi menjadi empat bagian yaitu tentang manusia (of man),
tentang persemakmuran (of commonwealth), dan tentang persemakmuran
Kristen (of a commonwealth), dan tentang kerajaan kegelepan (of the kingdom of
darkness). Hobbes berpendapat bahwa manusia digerakkan oleh gairah-gairah
dan nafsu-nafsu, yang mana dapat menciptakan konflik karena adanya hasrat
untuk mendapat opini baik dari orang lain. Selain itu, manusia pun memiliki
gairah membara akan kekuasaan yang hanya berhenti dengan kematian.
Namun, meskipun seperti itu terdapat juga gairah yang membuat condong
kepada kedamaian karena ketakutan terhadap kematian. Dapat disimpulkan
bahwa manusia perlu bersatu di bawah sebuah kontrak demi kepentingan
perdamaian, keselamatan dan penjagaan bersama, yang dapat terlaksana jika
masing-masing individu melakukan hal yang sama. Maka jelaslah bahwa Hobbes
lebih menyukai system monarki karena memiliki keamanan terbesar dengan
kemungkinan kejahatan terkecil yang dibawa oleh golongan.
c. John Locke
Dilahirkan di Wrington, Somerset dekat Bristol, Inggris pada tahun 1632.
Ayahnya seorang jaksa dan panitera hukum yang membesarkannya dengan
berpegang teguh pada aturan-aturan. Sebagai seorang pemuda, ia belajar
karya-karya klasik di Westminster School dan mendapatkan beasiswa untuk
melanjutkan studi di Christ Church dan Oxford.
Setelah menyelesaikan studinya, ia mulai berkecimpung dalam praktik
hukum sebagai sekretaris perutusan di istana Bradenburg di Jerman dan
pemikir. Karyanya yang paling besar adalah the second treatise of government.
Dalam bukunya, ia mengungkapkan pemikiran tentang sifat manusia dan
politik. Layaknya Hobbes, ia pun mengadopsi kontrak sebagai instrumen untuk
mendirikan masyarakat dan pemerintahan.17 Perbedaannya, jika Hobbes

16 http://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_hobbes.
17 Losco dan Williams. Hlm 135-136.
menyetujui bahwa pemerintahan itu berbentuk monarki, sedangkan Locke tidak.
Karena memberikan seluruh kekuasaan kepada satu pemegan kedaulatan atas
nama perlindungan diri kita satu sama lain, sebagaimana disarankan Hobbes,
akan seperti pencegahan kejahatan yang dilakukan “kucing-kucing liar atau
rubah-rubah” agar dapat dimangsa “singa-singa”.18
Kemudian dalam maksudnya untuk menciptakan masyarakat politik, dan
mencegah munculnya negara totaliter maka Locke membagi kekuasaan negara
kepada 3 bagian, yaitu legislatif, eksekutif dan federatif.
 Kekuasaan legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang dan
peraturan-peraturan hukum fundamental lainnya.
 Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang melaksanakan undang-
undang dan peraturan-peraturan hukum yang dibuat oleh kekuasaan
legislatif.
 Kekuasaan federatif adalah kekuasaan yang berkaitan dengan masalah
hubungan luar negeri, kekuasaan menentukan perang, perdamaian, liga
dan aliansi antarnegara, dan transaksi-transaksi dengan negara asing.19
Ketiganya harus terpisah dan tidak boleh bersatu dalam satu lembaga saja,
karena jika bersatu dalam satu lembaga akan terjadi sentralisasi
kekuasaan.
d. Montesquieu
Bernama lengkap Charles Louis de Secondant Baron de Montesquieu,
dilahirkan di dekat Bordeaux, Prancis pada 18 Januari 1689 dan meninggal pada
10 Februari 1755. Ia anak dari keluarga bangsawan. Montesquieu sempat
mengenyam pendidikan di Juilly dan Bordeaux. Memulai karirnya sebagai
pengacara di pengadilan dan pada akhirnya terkenal sebagai pengarang serta
ilmuwan di usia 30an. Tulisannya yang paling membekas dan memberikan
pengaruh adalah de l’esprit des lois (semangat hukum).
Pemikiran Montesquieu tentang teori politik yang terkenal adalah yang
sering disebut dengan trias politica yakni pembagian kekuasaan agar tidak
terjadi kekuasaan absolut. Teori ini sebenarnya hampir sama dengan pemikiran
pendahulunya John Locke. Perbedaannya, jika John Locke dalam teori
pembagian kekuasaannya tidak mengemukakan masalah yudikatif maka
Montesquieu mengemukakannya. Jadi, pembagian kekuasaan menurut
Montesquieu adalah legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Mengenai kekuasaan legislatif dan eksekutif, Montesquieu mengikuti atau
sesuai dengan John Locke. Sedangkan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan
yang bertugas untuk menegakkan keadilan.

18 Ibid. Hlm 136.


19 http://ilhamendra.wordpress.com/2009/03/17/pokok-pokok-pemikiran-john-locke-dalam-two-treatises-of-
government/. Diakses 1 Maret 2014.
Pemikiran Montesquieu mengenai mengemukakan kekuasaan yudikatif dan
menghilangkan kekuasaan federatif karena menurutnya kekuasaan federatif
telah tercakup dalam kekuasaan eksekutif. Teori Montesquieu pun dianggap
sebagai penyempurna dari teori John Locke karena memang terbukti banyak
dipraktekkan olah negara-negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.20

e. Jean-Jacques Rousseau
Lahir di Jenewa, Swiss, 28 Juni 1712 – meninggal di Ermenonville, Oise,
Perancis, 2 Juli 1778. Ia dikenal sebagai pemikira yang memiliki pengaruh
sangat luas, bukan hanya dalam politik tetapi juga di bidang filsafat, dan
kesusastraan. Kehidupannya penuh warna sekaligus tragis. Ibunya meninggal
ketika melahirkannya sehingga ia diasuh oleh saudara ibunya. Sedangkan
ayahnya seorang pembuat jam, dan guru dansa. Namun ayahnya
meninggalkannya pada usia 10 tahun demi gaya hidup yang ugal-ugalan.21
Terkenal pula sebagai bapak gerakan romantik yang mulai menjelma di
Eropa pada abad ke-18. Gerakan ini menunjang apa yang disebut la sensibilite
(sensibility), yaitu kecenderungan kepada emosi yang digerakkan secara
langsung dan kuat dan bukan disertai pemikiran sebelumnya. 22 Mereka dari
golongan ini akan menangis ketika suatu keluarga miskin tetapi bersikap dingin
terhadap pemikiran yang akan mengangkat derajat hidup keluarga miskin itu.
Karyanya terbesar adalah The Social Contract. Dalam buku ini, ia
membahas mengenai keadaan alami manusia sebelum terbentuknya negara,
yang mana ia merumuskan teorinya tersebut hasil dari membaca karya-karya
Thomas Hobbes, John Locke.
Kontrak sosial menurut Rousseau adalah individu-individu dalam
masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebagian hak-hak kebebasan dan
kekuasaaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama. Hasil dari
kontrak sosial ini biasa disebut dengan negara.23
Negara yang diberi legitimasi untuk mengatur unsure-unsur kehidupan
manusia, menurut Rousseau harus memiliki dua hal , yaitu kemauan dan
kekuatan. Kemauan adalah kekuasaan legislatif dan kekuatan adalah kekuasaan
eksekutif. Dan dalam sistem pemerintahan, ia mengidealkan bentuk republik.
Kemudian ia pun tidak setuju dengan adanya perwakilan rakyat dan partai politik.
Karena menurutnya itu hanya mengahalangi hubungan antara manusia dan
negara. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang mendukung sistem
demokrasi langsung, yang diambil contohnya dari negara-negara kota di Romawi

20 http://ayurahmadhani-fisip12.web.unair.ac.id/. Diakses 2 Maret 2014.


21 Delia Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. Bandung: Mizan Pustaka. 1998. Hlm 149.
22 Ibid.
23http://www.academia.edu/5444375/
Pemikiran_Politik_Jean_Jacques_Rousseau_Mengenai_State_Of_Nature_dan_Teori_Kontrak_Sosial_w_Hafizh_/
diakses 3 Maret 2014.
Kuno. Oleh karena itu, menurutnya sebuah negara tidak terlalu luas dan tidak
terlalu kecil. Jika terlalu luas maka akan sulit untuk menerapkan demokrasi
langsung dan jika terlalu kecil maka akan sulit untuk mempertahankan diri.

Anda mungkin juga menyukai