Anda di halaman 1dari 12

Konstitusi dan Kedudukan Konstitusional Dalam Negara

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Politik

Dibimbing Oleh Bapak Moch. Fauzie Said

Disusun Oleh :

Vinka Dewanti Nur Rahayu

195120100111001

A-1 Sosiologi

UNIVERSITAS BRAWJAYA

FAKULTAS IMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN SOSIOLOGI

MALANG

2019

1
KATA PENGATAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Konstitusi dan Kedudukan Konstitusional Dalam Negara” dengan baik.Makalah ini
telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari
semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari susunan
kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya
berharap semoga makalah dengan judul “Konstitusi dan Kedudukan Konstitusional
Dalam Negara” ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Malang, 17 Oktober 2019

Penysun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 5

2.1 Pengertian Kostitusi ........................................................................................ 5


2.1.1 Konstitusionalisme ............................................................................. 5
2.1.2 Klasifikasi Konstitusi ......................................................................... 5
2.2 Tujuan Konstitusi ............................................................................................ 8
2.3 Kedudukan Konstitusi Dalam Negara ............................................................. 8

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 11


3.2 Saran.............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 12

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada 1950-an dan 1960-an, studi tentang konstitusi dan isu-isu tentang konstitusi
menjadi tidak populer. Para analis politik sebaliknya justru beralih pada apa yang
dipandang sebagai realitas-realitas politik yang lebih mendalam, seperti misalnya
kebudayaan politik, dan distribusi kekuasaan ekonomi dan sosial. Tertarik dalam
studi tentang konstitusi sama saja dengan mengekalkan sebuah pendekatan yang
kadaluwarsa, legalistis dan, terus terang, membosankan, berfokus pada bagaimana
sebuah sistem politik menggambarkan dirinya sendiri, dan bukan pada bagaimana
ia secara aktual bekerja. Akan tetapi, mulai 1970-an, persoalan-persoalan tentang
konstitusi mulai memasuki pusat panggung politik. Negara-negara maju maupun
berkembang telah mengadopsi konstitusi-konstitusi baru, dan konflik politik
semakin diekspresikan dalam sudut pandang seruan-seruan bagi reformasi
kosntitusional. Ini terjadi karena perubahan konstitusi memiliki implikasi-
implikasi yang berjangkauan jauh, memengaruhi bukan hanya bagaimana
keputusan-keputusan dibuat di dalam pemerintahan, tetapi juga keseimbangan dari
kekuatan-kekuatan politik yang membentuk keputusan-keputusan ini. Akan tetapi,
terjadi perdebatan yang seru tentang bagaimana kostitusi-konstitusi seharusnya
disusun dan tentang watak dan batasan dari pengaruh politik mereka. Oleh karena
itu, disini akan saya bahas mengenai konsep dan kedudukan kostitusi itu sendiri
bagi suatu negara.
2.1 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari konstitusi?
2. Apa tujuan dari adanya konstitusi?
3. Bagaimana kedudukan konstitusi dalam suatu negara?
3.1 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami definisi dari konstitusi.
2. Mengetahui dan memahami tujuan dari adanya konstitusi.
3. Mengetahui dan memahami kedudukan konstitusi dalam suatu Negara.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konstitusi


Sebuah konstitusi, secara luas adalah serangkaian aturan, tertulis maupun tak-
tertulis, yang bertujuan untuk menetapkan tugas-tugas, kekuasaan-kekuasaan dan
fungsi-fungsi dari berbagai lembaga pemerintahan, mengatur hubungan-hubungan
antara mereka, dan mendefinisikan hubungan antara negara dan individu.
Perimbangan antara aturan-aturan yang tertulis (hukum formal) dan tak-tertulis
(adat-istiadat) beragam dari satu sistem ke sistem lain. Istilah ‘konstitusi’ juga
digunakan secara sempit untuk menunjuk pada sebuah dokumen otoritatif tunggal
(sebuah konstitusi tertulis), yang tujuannya adalah untuk membukukan ketentuan-
ketentuan konstitusional, konstitusi merupakan hokum tertinggi disebuah negeri.
2.1.1 Konstitusionalisme
Konstitusionalisme, dalam pengertian sempit, adalah praktik
pemerintahan terbatas yang dijamin oleh adanya sebuah konstitusi.
Konstitusionalisme karenanya dapat dikatakan eksis ketika lembaga-
lembaga pemerintahan dan proses-proses politik secara efektif dibatasi
oleh aturan-aturan konstitusional. Lebih luas, konstitusionalisme
adalah serangkaian nilai dan alat-alat yang membagi-bagi kekuasaan,
karenanya menciptakan sebuah jaringan checks and balances.
Menurut Carl J. Friedrich, Konstitusionalisme adalah gagasan
bahwa pemerintah merupakan :
Suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat,
tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk
memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk
pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat
tugas untuk memerintah.
2.1.2 Klasifikasi Konstitusi
Konstitusi dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, di antaranya
adalah sebagai berikut :
• Bentuk dari konstitusi dan status dari aturan-aturana (apakah
konstitusi tersebut tertulis atau tak-tertulis, atau dikodifikasi
atau tidak dikosifikasi)
5
• Seberapa mudah konstitusi tersebut dapat diubah (apakah ia
kaku atau fleksibel)
• Derajat dimana konstitusi tersebut diamati dalam praktiknya
(apakah ia sebuah konstitusi yang efektif, nominal atau kedok)
• Muatan dari konstitusi dan struktur kelembagaan yang
dibentuknya (apakah ia, misalnya, monarki atau republik,
federal atau kesatuan, atau presidensial atau parlementer).

Secara tradisional, penekanan yang besar diberikan pada


pembedaan antara konstitusi tertulis dan tak-tertulis. Konstitusi
tertulis adalah, secara teori, konstitusi yang diabadikan dalam
hukum-hukum, sementara konstitusi tak-tertulis biasanya terdapat
di dalam adat dan tradisi. Konstitusi tertulis adalah sebuah artefak
manusia, dalam pengertian bahwa mereka telah ‘diciptakan’,
sementara konstitusi tak-tertulis adalah entitas-entitas organik yang
muncul dalam perjalanan sejarah.

Yang lebih mudah (dan lebih akurat) daripada pembedaan


tertulis dan tak-tertulis adalah pembedaan antara konstitusi yang
terkodifikasi dan yang tak-terkodifikasi. Konstitusi terkodifikasi
adalah konstitusi yang dilandaskan pada adanya sebuah dokumen
otoritatif tunggal. Sebagai telah ditunjukkan diatas, kebanyakan
konstitusi dapat diklasifikasikan, meskipun mereka mungkin
berbeda-beda dalam derajat perinciannya dan sejauh mana
ketentuan-ketentuan lain bersifat tak-tertulis. Pengaruh dari
kondifikasi, bagaimanapun, sangat besar.

Pertama, dalam konstitusi terkondifikasi, dokumen itu sendiri


bersifat otoritatif, dalam pengertian bahwa ia menjadi hokum yang
lebih tinggi, bahkan hukum yang tertinggi di negeri tersebut.
Konstitusi mengikat semua lembaga politik, termasuk mereka yang
membuat hokum-hukum biasa. Adanya sebuah konstitusi yang
terkondifikasi karena membentuk sebuah hieraki hokum-hukum.
Di Negara-negara kesatuan, terdapat sistem hukum dua tingkat,
dimana konstitusi (undang-undang dasar) berkedudukan diatas

6
undang-undang (state law). Di Negara-negara federal, terdapat
hukum tingkat tiga, dalam bentuk undang-undang negara bagian
atau provinsi. Kedua, status dari dokumen yang terkondifikasi
dijamin oleh fakta bahwa paling tidak ketentuan-ketentuan tertentu
dalam dokumen tersebut memiliki kedudukan kuat, dalam
pengertian bhawa mereka tdak mudah untuk diamandemen atau
dihapus. Prosedur untuk membentuk konstitusi, dan untuk
merevisinya dikemudian hari, karenanya pasti lebih kompleks dan
sulit daripada prosedur untuk membuat undang-undang biasa.
Terakhir, logika dari aturan-aturan yang dikondifikasi adalah,
karena konstitusi menetapkan tugas-tugas, kekuasaan-kekuasaan
dan fungsi-fungsi dari lembaga-lembaga pemerintahan dalam status
sebagai hukum yang lebih tinggi, ia harus justiciable, yang berarti
bahwa semua badan politik harus tunduk pada otoritas dari
pengadilan-pengadilan dan, terutama, mahkamah agung atau
mahkamah konstitusi. Ini secara substansial meningkatkan peran
dan pengaruh dari para hakim, atau paling tidak para hakim senior
atau hakim agung, yang menjadi wasit konstitusi akhir, dan
kearenanya memiliki kekuasaan untuk melakukan peninjauan
kembali (judicial review).

Konstitusi tak-terkodifikasi, meskipun jumlahnya hanya


sedikit, memiliki karakteristik berbeda-beda. Konstitusi Inggris,
yang lebih tepat dianggap sebagai konstitusi yang tak-
terkondifikasi tetapi tertulis-sebagian, mengambil pada beragam
sumber. Sumber-sumber utamanya adalah statuta, yang dibuat oleh
Parlemen, hukum adat, konvensi-konvensi, dan beragam karya
yang memiliki otoritas yang mengklarifikasi dan menjelaskan
unsur-unsur tak-tertulis dari konstitusi. Ketiadaan sebuah dokumen
terkodifikasi mengimplikasikan, yang paling penting, bahwa
legislator memiliki kedaulatan atau otoritas yang tak-tertantang. Ia
memiliki hak untuk membuat atau tidak membuat hukm, apa saja,
dan tidak ada badan atau seseorang yang memiliki hak untuk
menyingkirkan hukum-hukum yang dibuatnya. Karena supremasi

7
legislatif mereka, badan-badan seperti Parlemen Inggris dan
Knesset di Israel mampu untuk berfungsi sebagai wasit tertinggi
dalam masalah konstitusi: makna dari konstitusi mengikuti
penafsiran mereka terhadap konstitusi.

2.2 Tujuan Konstitusi


Secara tradisional, konstitusi dikatakan dengan dua tujuan penting. Pertama,
mereka diyakini menyediakan sebuah deskripsi tentang pemerintahan itu sendiri,
sebuah pengantar tentang lembaga-lembaga utama dan peran-peran mereka.
Kedua, mereka dianggap sebagai bagian penting dari demokrasi liberal, bahkan
sebagai ciri utamanya. Konstitusi juga dibahas dalam pembahasan tentang mesin
pemerintahan dengan tujuan untuk menyediakan aturan-aturan pokok bagi sistem
politik. Pemerintah membentuk aturan-aturan tatanan dan ketertiban dalam
masyarakat, tujuan dari sebuah konstitusi adalah untuk menghasilkan stabilitas,
prediktabilitas dan tatanan pada kerja dari pemerintahan.
2.3 Kedudukan Konstitusi Dalam Suatu Negara
1. Memberdayakan negara-negara
Meskipun gambaran umum tentang konstitusi adalah bahwa mereka
membatasi kekuasaan pemerintah, sebuah fungsi yang lebih mendasar adalah
bahwa mereka menandai eksistensi dari negara-negara dan membuat klaim-
klaim mengenai lingkup otoritas independen mereka. Pembentukan negara-
negara baru (apakah melalui pengusiran penjajah, pemecahan negara-negara
besar, atau penggabungan negara-negara kecil) selalu disertai oleh pembuatan
sebuah konstitusi. Bahkan, dapat diargumentasikan bahwa negara-negara
semacam itu hanya eksis ketika mereka telah memiliki sebuah konstitusi,
karena tanpa konstitusi mereka tidak memiliki yuridiksi formal atas sebuah
wilayah tertentu, atau sebuah perangkat pemerintahan yang dapat secara
efektif menyelenggarakan yuridiksi tersebut.
2. Membangun nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang terpadu
Di samping untuk menyediakan sebuah kerangka bagi pemerintahan,
konstitusi-konstitusi selalu membentuk serangkaian nilai, cita-cita dan tujuan-
tujuan politik yang luas. Inilah mengapa konstitusi-konstitusi tidak dapat
bersifat netral, mereka selalu terkait, secara eksplisit maupun tidak, dengan
priorirtas-prioritas ideologis. Para penyusun ideologi konstitusi karenanya

8
berusaha untuk memberi rezim mereka serangkaian nilai penyatu, sebuah rasa
tentang tujuan ideologis dan sebuah kosakata yang dapat digunakan dalam
penyelenggaraan politik. Dalam banyak kasus, tujuan-tujuan ini tercantum
secara eksplisit dalam pembukaan dari dokumen-dokumen konstitusional,
yang sering kali berfungsi sebagai pernyatan tentang cita-cita nasional. Cita-
cita ini beragam mulai dari sebuah komitmen pada demokrasi, kebebasan atau
negara kesejahteraan hingga sebuah keyakinan pada sosialisme, federalisme
atau islam.
3. Menyediakan stabilitas pemerintahan
Dalam mengalokasikan tugas-tugas, kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-
fungsi di antara lembaga pemerintahan, konstitusi bertindak sebagai bahan
organisasi, panduan definisi atau cetak biru kelembagaan. Dengan demikian,
mereka memformalkan dan mengatur hubungan-hubungan antara badan-badan
politik dan menyediakan sbebuah mekainsme melalui mana konflik-konflik
dapat diayudikasi dan dipecahkan.
4. Melindungi kebebasan
Di Negara-negara demokrasi liberal, secara luas dipahami bahwa
tujuan utama dari sebuah konstitusi adalah untuk membatasi pemerintah
dengan tujuan untuk melindungi kemerdekaan individu. Inilah mengapa
konstitusi cenderung dipandang sebagai alat untuk membentuk dan
memelihara pemerintahan terbatas. Jelas, konstitusi-konstitusi menyediakan
mekanisme hubungan antara negara dan individu, dan menggariskan lingkup
otoritas negara dan lingkup kebebasan individu.
5. Melegitimasi rezim-rezim
Fungsi terakhir dari sebuah konstitusi adalah untuk membantu
membangun legitimasi. Ini dapat menjelaskan fakta meluasnya penggunaan
konstitusi, bahkkan oleh negara-negara dengan kosntitusi-konstitusi yang
sekedar formalitas atau bahkan topeng belaka. Proses legitimasi ini memiliki
dua dimensi. Pertama, keberadaan sebuah konstitusi hampir merupakan
prasyarat bagi keanggotaan sebuah negara dalam komunistas internasional dan
prasyarat bagi pengakuan dari negara-negara lain. Yang lebih signifikan akan
tetapi adalah kemampuan untuk menggunakan sebuah negara melalui usaha-
usaha untuk meningkatkan rasa penghargaan dan kepatuhan di kalangan
warga. Ini memungkinkan rasa sebuah konstitusi melambangkan dan sekaligus
9
menyebarkan nilai-nilai dari elite yang berkuasa, dan memberikan pada sistem
pemerintahan tersebut sebuah jubah legalitas. Untuk membuat konstitusi lebih
efektif dalam hal ini, banyak dilakukan usaha-usaha untuk mendorong,
pemujaan terhadap konstitusi itu sendiri, baik sebagai seuah dokumen yang
bernilai sejarah atau sebagai simbol cita-cita dan identitas nasional.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konstitusi adalah sebuah aturan tertulis maupun tak tertulis yang mamiliki
tujuan untuk menetapkan tugas, kekuasaan, fungsi dari lembaga pemerintahan dan
mengatur hubungan antara tugas, kekuasaan, dan fungsi lembaga pemerintahan
tersebut serta mendefinisikan hubungan antara negara dan individu. Konstitusi juga
diklasifikasikan kedalam beberapa bagian yaitu konstitusi tertulis dan tak-tertulis,
selain itu ada juga konstitusi terkodifikasi dan yang tak-terkodifikasi.
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa kita harus mengetahui dan paham apa itu definisi
dari konstitusi, maksud dari konstitusi dan juga pengklasifikasian dari konstitusi itu
sendiri, karena hal tersebut penting bagi generasi penerus bangsa untuk mengatur dan
memajukan bangsa kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Heywood, A. (2014). Politik. Jakarta: Pustaka Pelajar.

12

Anda mungkin juga menyukai