TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosodium
urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra
selular dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi
klinik.
Diagnosis Kriteria ACR (1977) :
A. Didapatkan kristal monosodium urat didalam cairan
sendi, atau
B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam tofus, atau
C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut :
1. Inflamasi maksimal pada hari pertama
2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
3. Artritis monoartikular
4. Sendi yang terkena bewarna kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP I
6. Serangan pada sendi MTP unilateral
7. Serangan pada sendi tarsal unilateral
8. Tofus
9. Hiperurisemia
10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran
radiologik
11. Kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran
radiologik
12. Kultur bakteri cairan sendi negative
Diagnosis banding Pseudogout, khusus
Artritis septik, Artritis rheumatoid
1
Pemeriksaan penunjang LED, CRP
Analisis cairan sendi
Asam urat darah dan urin 24 jam
Ureum, kreatinin, CCT
Radiologi sendi
Terapi 1. Penyuluhan
2. Pengobatan fase akut
a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai
terjadi perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda
toksik atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam
b. Obat antiiflamasi non-steroid
c. Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi
kolkisin dan obat antiinflamasi non-steroid
3. Pengobatan hiperurisemia
a. Diet rendah purin
b. Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi
berlebih), misalnya allopurinol
c. Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah)
Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada
stadium
Akut
Komplikasi Tofus
Deformitas sendi
Nefropati gout, gagal ginjal
Prognosis Bonam
ARTRITIS REUMATOID
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai
sendi diartrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan
etiologi yang tidak diketahui
Diagnosis Kriteria diagnosis (ACR, 1987)
1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam
2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi
3. Artritis pada sendi pergelangan tangan,
metacarpophalanx (MCP) dan Proximal Interphalans
(PIP)
4. Artritis yang simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid serum positif
7. Gambaran radiologik yang spesifik
Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di
atas. Kriteria 1-4 harus minimal diderita selama 6 minggu
Diagnosis banding Spondiloartropati seronegatif, Sindrom Sjogren
3
mg/minggu selama 20 minggu, selanjutnya diturunkan
setiap 4 minggu sampai dosis kumulatif 2 g
Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat
mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau
kekambuhan.
Dapat diberikan prednison dengan dosis 20 mg dosis
terbagi dan segera tappering off
Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2
sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular
seperti triamcinolon acetonide 10 mg atau
metilprednisolon 20-40 mg.
Fisioterapi, terapi akupasi, bila perlu dapat diberikan
ortosis
Operasi untuk memperbaiki deformitas
Komplikasi Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi
ulna)
Sindrom terowongan karpal
Prognosis Dubia
2
4
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Pengertian Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap
komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan
manifestasi klinis yang luas
Diagnosis Kriteria diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila
didapatkan 4 dari 11 kriteria dibawah ini
1. Ruam malar
2. Ruam diskoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria > 0,5 g/hari, atau
silinder sel)
8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau
lekopenia, atau limfopenia, atau tromponia
10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA
positif, atau anti ds DNA positif, tes serologis untuk
sifilis positif palsu
11. Antibodi antinuklear (ANA) positif
Diagnosis banding Mixed conective tissue disease, Sindrom vaskulitis
5
Terapi Penyuluhan
Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet,
kadang-kadang juga sinar fluoresen
Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue)
dapat diberikan klorokuin 4 mg/kgBB/hari
Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5
mg/kg BB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering
off
Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat
diberikan injeksi steroid intraartikular
Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat
diberikan pulse metilprednison 1 gr/hari IV selama 3
hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral
Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak
memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif
lain, misal Siklofosfamid 500-1000 mg/m² sebulan
sekali selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2
tahun
Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah
Azatioprin siklosporin-A
Komplikasi Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis
lupus, infeksi sekunder, osteonekrosis
Prognosis Dubia
ARTRITIS SEPTIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
6
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai
mikroorganisme (bakteri, non-gonokokal)
7
OSTEOARTRITIS
2
0
TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR TERBIT
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian OA merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan
sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi
progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula
subkondral dan tepi tulang (osteofit)
Diagnosis Osteoartritis sendi lutut:
1. Nyeri lutut, dan
2. Salah satu dari 3 kriteria berikut :
a. Usia > 50 tahun
b. Kaku sendi < 30 menit
c. Krepitasi + Osteofit
8
a. LED < 20 mm/jam
b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau
asetabulum
c. Radiologi : terdapat penyempitan celah sendi
(superior aksial, dan/atau medial)
Diagnosis banding Artritis reumatoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis
ankilosa
Pemeriksaan penunjang LED pada OA inflamatif, LED akan meningkat
Analisis cairan sendi
Radiografi sendi yang terserang
Artroskopi
Terapi 1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non-steroid. Dapat digunakan seperti
sodium diklofenak 50 mg t.i.d, piroksikam 20 mg o.d.
meloksikam 7,5 mg o.d. dan sebagainya
4. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
5. Operasi untuk memperbaiki deformitas
Komplikasi Deformitas sendi
Prognosis Dubia
9
SPONDILITIS ANKILOSA
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Spondilitis ankilosa (SA) merupakan penyakit inflamasi
sistemik kronik yang terutama mengenai tulang aksial.
Dikenal dua bentuk yaitu spondilitis ankilosa primer
(idiopatik) dan sekunder yang berkaitan dengan artritis
reaktif, psoriasis atau penyakit kolon inflamatif
Diagnosis Kriteria New York :
1. Nyeri pada vertebra lumbal atau dorsolumbal
2. Keterbatasan gerak fleksi anterior, fleksi lateral, dan
ekstensi lumbal
3. Keterbatasan ekspansi dada sebesar < 2,5 cm pada sela
iga IV
10
adanya proses inflamasi
Faktor rhematoid serum, biasanya negatif
Analisis cairan sendi. Tidak ada parameter spesifik
untuk menyingkirkan kelainan lain
Radiologi sendi sakroiliakal, vertebra lumbal, dan
vertebra torakal
HLA-B27. hasil positif sangat mendukung kejadian SA.
Faktor risiko berkaitan dengan subtype dari HLA-B27
Terapi Penyuluhan
Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
Obat antiinflamasi non-steroid
Obat remitif (DMARD), biasanya salazopirin dengan
dosis 2 x 1 gram/hari
Fisioterapi yang intensif, terapi okupasi, bila perlu dapat
diberikan ortosis
Operasi untuk memperbaiki deformitas
Komplikasi Bamboo spine, fraktur, dislokasi
Prognosis Malam
SKLEROSIS SISTEMIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
11
Diagnosis A. Kriteria mayor
Skleroderma proksimal
B. Kriteria minor
1. Sklerodaktili
2. Pecekungan jari atau hilangnya substansi jari
3. Fibrosis basal di kedua paru
Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor atau lebih
Diagnosis banding Mixed Connective Tissue Disease
Prognosis Dubia
12
SIROSIS HATI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul
Pemeriksaan penunjang Laboratorium darah (DPL, AST, ALT, albumin, CHE, PT,
seromarker hepatitis), USG, biopsi hati, endoskopi SCBA,
analisa cairan asites
Terapi Istirahat cukup
Diet seimbang (tegantung kondisi klinis)
Roboransia
Mengatasi penyulit
Komplikasi Hipertensi portal, SBP, hematemesis melena, sindroma
hepatorenal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum
13
HEPATOMA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
PELAYANAN Direktur
MEDIS
14
Komplikasi Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis,
melena, kegagalan hati
Prognosis Malam
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
15
HEPATITIS VIRUS KRONIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
16
Prognosis 20% akan berkembang menjadi sirosis hari
ABSES HATI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
17
Terapi Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
Pada abses amuba : metronidazol 4 x 500-750 mg/hari
selama 5-10 hari
Pada abses piogenik : antibiotika spekturum luas atau sesuai
dengan hasil kultur kuman
Pada abses campuran : kombinasi metronidazol dan
antibiotika
Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal
dengan terapi konservatif atau bila abses berukuran besar (>
5 cm)
Komplikasi Ruptur abses (ke pleura, paru, pericardium, usus, intra
peritoneal atau kulit), perdarahan dalam abses, sepsis
Prognosis Bonam
18
KOLESISTITIS AKUT
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
PELAYANAN Direktur
MEDIS
19
Kolesistektomi bila diperlukan
Komplikasi Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung
empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis
kronik
Prognosis Bonam
TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR
TERBIT
PELAYANAN
MEDIS
20
Prognosis Bonam
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
21
Derajat
I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas
manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet
positif dan/atau mudah memar
II : Derajat I disertai perdarahan spontan
III : Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah
atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta
gelisah
IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur
DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan
dengue
Diagnosis banding Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia
Prognosis Bonam
DEMAM TIFOID
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
22
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
Pemeriksaan penunjang DPL, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)
23
Simtomatis
Antimikroba :
o Pilihan utama : kloramfenikol 4 x 500 mg sampai
dengan 7 hari bebas demam
Alternatif lain :
o Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi
lebih rendah dibandingkan kloramfenikol
o Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
o Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kg BB selama
2 minggu
o Sefalosporin generasi III, yang terbukti efektif
adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrose 100 cc
selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5
hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2 x 1 gram
Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari atau
menjelang hari IV):
o Norflosasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
o Pepfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
o Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan
kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya
hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal
langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 dengan
ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg
24
Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus
urinarius eradikasi Schistosma haematobium
o Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
o Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3
dosis interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil, diberikan regimen terapi
untuk tifoid karier seperti di atas.
LEPTOSPIROSIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
25
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
26
o Pilihan utama. Penisilin G 4 x 1,5 juta selama 5-7
hari
o Alternatif : tetrasiklin, ritromisin, doksisiklin,
sefalosporin generasi III, fluorokuinolon
Komplikasi Gagal ginjal, pankreatitis, miokarditis, perdarahan
meningitis aseptic
Prognosis Bonam
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
27
3. Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ
termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati,
ginjal, paru-paru dan asidosis metabolik
Diagnosis banding Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik
Pemeriksaan penunjang DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD,
elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal (urin, pus, sputum,
dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti
mikroba, foto toraks
28
sistolik > 90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin
dipertahankan > 30 ml/jam. Dapat digunakan
vasopresor seperti dopamin dengan dosis > 8 mcg/kg
BB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kgBB/menit,
fenilefrin 0,5-8 mcg/kgBB/menit, atau epinefrin 0,1-
0,5 mcg/kgBB/menit,. Bila terdapat disfungsi
miokard, dapat digunakan inotropik seperti
dobutamin dengan dosis 2-28 mcg/kg BB/menit,,
dopamin 3-8 mcg/kg BB/menit, epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg BB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor
(amrinon dan milrinon).
o Transfusi komponen darah sesuai indikasi
o Koreksi gangguan metabolik : elektrolit gula darah
dan asidosis metabolik (secara empiris dapat
diberikan bila pH < 7,2 atau bikarbonat serum < 9
mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan
hemodinamik)
o Nutrisi yang adekuat
o Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal
o Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi
adrenal
o Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya
tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis
100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam
dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan
untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali kontrol atau
antikoagulan lainnya.
Komplikasi Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik
ireversibel
Prognosis Dubia ad malam
29
FEVER OF UNKNOWN ORIGIN
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
30
infeksi
Demam > 38,3°C dalam 3 hari perawatan atau minimal 3
kali kunjungan pasien rawat jalan belum dapat ditentukan
penyebab dari demam
FUO pada pasien pediatri (usia < 18 tahun): infeksi
Demam > 38,3°C selama lebih 8 hari, sudah dilakukan
pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien rawat jalan
tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam
FUO pada pasien nosokomial: infeksi
Demam > 38,3°C timbul pada pasien yang dirawat di RS
dan pada saat mulai dirawat serta pada masa permulaan
perawatan tidak terjangkit infeksi, penyebab demam tak
diketahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil pertumbuhan
mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi
FUO iatrogenik :
Demam > 38,3°C akibat penggunaan obat : penisilin,
sefalosporin, sulfonamida, atropin, fenitoin, prokainamida,
amfoterisin, interferon, interleukin, rifampisin, INH,
makrolida, klindamisin, vankomisin, aminoglikosida
allopurinol
Diagnosis Anamnesis dan PF : cermat, teliti dan berulang
Riwayat penyakit secara terperinci : pola demam, ada
tidaknya infeksi saluran napas atas, infeksi saluran napas
bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau sakit
pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri
dan pembengkakan sendi, atau tanpa kelainan spesifik
Riwayat pekerjaan perjalanan kontak dengan orang sakit
atau hewan, trauma fisik atau bedah, obat-obatan
(termasuk rokok, alkohol, narkoba), keadaan kulit
pasien, kelenjar getah bening. Lubang orifices pasien
Terapi Simptomatis
Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau
obat antiinflamasi nonsteroid tidak dianjurkan kecuali
31
bila penyakit progresif dan potensi fatal sehingga terapi
empirik diperlukan
Komplikasi Sepsis, renjatan sepsis
Prognosis Dubia
MALARIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
32
2. Anemia berat (normositik) pada keadaan hitung
parasit > 10.000/ul (Hb < 5/dl atau hematokrit <
15%)
3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang
dewasa, atau < 12 ml/kgBB pada anak-anak setelah
dilakukan rehidrasi disertai kreatinin > 3 mg/dl
4. Edema paru/acute respiratory distress syndrome
(ARDS)
5. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik < 70
mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan
temperatur kulit mukosa > 1°C
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna,
dan/atau disertai gangguan koagulasi intravaskular
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam
setelah pendinginan pada hipertermia
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma
< 15 mEq/l)
10. Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi
malaria akut (bukan karena efek samping obat
antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD)
11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P.
falsiparum yang padat pada pembuluh darah kapiler
jaringan otak
Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria
berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat
1. Gangguan kesadaran
2. Kelemahan otot atau kelainan neurologis (tak bisa
duduk/jalan)
3. Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik
atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus (bilirubin > 3 mg/dl)
5. Hiperireksia (temperatur rektal > 40°C)
Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan
Diagnosis banding leptospirosis, ensefalitis
33
Klorokuin basa 150 mg:
Hari 1 : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) hari II
& III : 2 tablet atau hari I & II : 4 tablet, hari III : 2
tablet
Terapi radikal : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari
Terapi Bila gagal dengan terapi klorokuin kina sulfat 3 x
400 – 600 mg/hari selama 7 hari
b. Daerah resisten klorokuin
Klorokuin basa 150 mg:
Hari 1 : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) hari II
& III : 2 tablet atau hari I & II : 4 tablet, hari III : 2
tablet ditambah SP 3 tablet (dosis tunggal)
Terapi radikal : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari
34
kontraindikasi pada malaria serebral
Pemantauan pengobatan :
Hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit
pada H1 50% Ho dan H3 < 25% Ho. Pemeriksaan diulang
dampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali
pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan :
Klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu atau
SP dengan dosis sulfadoksin 10-15 mg/kgBB atau
pirimetamin 0,5-0,75 mg/kgBB diminum tiap minggu sejak
1 minggu sebelum masuk daerah endemik sampai dengan 4
minggu setelah meninggalkan daerah endemik
Malaria berat, renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut
Komplikasi
INTOKSIKASI OPIAT
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
35
petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid,
dekstrometorfan
Diagnosis Anamnesis : Informasi mengenai seluruh obat yang
digunakan sisa obat yang ada
PF : Pupil miosis-pin point pupil, depresi napas, penurunan
kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle
track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier, kejang
Lab : opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi
Diagnosis banding Intoksikasi obat sedatif : barbiturat, benzodiazepim, etanol
Pemeriksaan penunjang Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks
36
hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian
nalokson yang optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi
akibat spasme pilorik, bila diperlukan dapat dipasang
NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung
pada intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi
peroral dengan memberikan 240 ml cairan dengan 30
gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberian diazepam IV 5-10
mg dan dapat diulang bila perlu
Komplikasi
Prognosis
DIABETES MELLITUS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
37
3. atau keduanya
Klasifikasi DM
I DM tipe 1 (destruksi sel B, umumnya diikuti defisiensi
insulin absolut)
immune-mediated
idiopatik
II DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang : predominan
Pengertian resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif –
predominan defek sekrotik dengan resistensi insulin)
III Tipe spesifik lain :
Defek genetik pada fungsi sel B
Defek genetik pada kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Diinduksi obat atau zat kimia
Infeksi
Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
Sindrom genetik lain yang kadang berkaitan dengan
DM
IV DM gestasional
Terdiri dari :
Diagnosis Diagnosis DM
Diagnosis komplikasi DM
Diagnosis penyakit penyerta
Pemantauan pengendalian DM
Anamnesis :
Keluhan khas DM
Poliuria
Polidipsia
Polifagia
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya
Keluhan tidak khas DM
Lemah
Kesemutan
Gatal
Mata kabur
Disfungsi ereksi pada pria,
Pruritus vulvae pad a wanita
Faktor resiko DM tipe 2
Usia > 45 tahun
Berat badan lebih : > 110% BB idaman atau IMT > 23
kg/m2
Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
38
Riwayat DM dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau
BB lahir bayi > 4.000 gram
Riwayat DM gestasional
Riwayat TGT atau GDPT
Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis
hipertiroidisme
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250
mg/dl
Anamnesis komplikasi DM (lihat komplikasi)
Diagnosis banding
Pemeriksaan fisik lengkap, termasuk
TB, BB, TD, lingkar pinggang
Tanda neuropati
Mata (visus, lensa mata dan retina)
Gigi mulut
Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan
kuku
Pemeriksaan laboratorium
Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, LED
Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
Kreatinin
SGPT, albumin/Globulin
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL,
trigliserida
HbA1C
Albuminuria mikro
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang lain :
EKG
Foto thoraks
Funduskopi
Hiperglikemia reaktif
Terapi Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
39
Pemeriksaan laboratorium :
Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, LED
Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
Kreatinin
SGPT, albumin/Globulin
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL,
trigliserida
HbA1C
Albuminuria mikro
Komplikasi
Pemeriksaan penunjang lain :
EKG
Foto thoraks
Funduskopi
Edukasi
Meliputi pemahaman tentang :
Penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
Hipoglikemia
Masalah khusus yang dihadapi
Cara mengembangkan sistem pendukung dan
mengajarkan keterampilann
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi :
Karbohidrat 60 – 70 %
Protein 10 – 15%
Lemak 20 – 25%
Jumlah kandungan kolestrol disarankan < 3000 mg/hari.
Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak
jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam
lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari,
diutamakan serat larut.
40
Status gizi
- BB gemuk - 20%
- BB lebih - 10%
- BB kurang + 20%
Umur > 40 tahun - 5%
Prognosis Stres metabolik (infeksi, operasi, dll) + (10 s/d 30%)
Aktifitas :
Ringan + 10%
Sedang + 20%
Berat + 30%
Hamil
- Trimester I, II + 300%
- Trimester III/laktasi + 500%
Rumus Broca
Berat badan idaman = (TB – 100) – 10%
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10%
lagi
- BB kurang < 90% BB idaman
- BB normal 90 - 100% BB idaman
- BB lebih 110-120% BB idaman
- BB gemuk > 120% BB idaman
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) prinsip :
CONTINUOUS – RYTHMICAL – INTERVAL –
PROGRESIVE – ENDURANCE
Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
* Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)
Sulfonilurea
Glinid
* Penambah sensitivitas terhadap insulin
Metformin
Tiazolidindion
* Penghambat
Penghambat glukosidase alfa
Insulin
Indikasi
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
41
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA stroke
Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan
OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang
berbeda mekanisme kerjanya.
42
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai
Insulin
Atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + insulin malam
43
Sasaran terapi Kombinasi 4 OHO tidak tercapai
Insulin
kriteria pengendalian DM
(lihat tabel lampiran)
A Akut :
Ketosidosis diabetik
Hiperosmolar non ketotik
Hipoglikemia
B. Kronik
Makroangiopati
- Pembuluh koroner
- Vaskular perifer
- Vaskular otak
Mikroangiopati
- Kapiler retina
- Kapiler renal
Neuropati
Gabungan
Kardiopati : PJK, Kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetik
Disfungsi ereksi
Dubia
Keterangan :
TB : Tinggi Badan
BB : Berat badan
IMT : Indeks massa tubuh
TD : Tekanan darah
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
44
GD puasa (mg/dl) 80 - 109 110 - 125 > 126
GD 2 jam pp (mg/dl) 80 - 144 145 – 179 > 180
A1C (%) < 6,5 6,5 - 8 >8
Kolesterol total (mg/dl) < 200 200 - 239 > 240
Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 100 - 129 > 130
Kolesterol HDL (mg/dl) > 45
Trigliserida < 150 150 – 199 > 200
IMT 18,5 – 22,9 23 – 25 > 25
Tekanan darah < 130/80 130-140 > 140/90
80-90
TIROTOKSIKOSIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
45
= tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid
= akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan
Pengertian Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme
karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik
(Plummer dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah
tiroiditis, penyakit trofoblastik, pemakaian berlebihann
yodium, obat hormon tiroid, dll
Krisis tiroid
= keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa. Umumnya timbul pada pasien dengan
dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan
berhubungan dengan dengan faktor pencetus
Infeksi
Operasi
Trauma
Zat kontras beriodium
Hipoglikemia
Partus
Stres emosi
Penghentian obat anti-tiroid
Terapi
Ketosidosis diabetikum
Tromboemboli paru
CVD/stroke
Palpasi tiroid terlalu kuat
46
Struma Difus
Diagnosis Tirotoksikosis
Oftalmopati/Eksoftalmus
Dermopati lokal
Thyroid acropachy
Laboratorium
TSHs rendah
T4 atau FT4 tinggi
Pada T3 toksikosis : T3 atau FT3meningkat
Laboratorium :
TSHs sangat rendah
T4/FT4/T3 tinggi
Anemia normokrom normositik, limfositosis relatif
Hiperglikemia
Peningkatan enzim transaminase hati
Azotemia prerenal
EKG sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan : respons
ventrikular cepat
Hipertiroidisme primer
Penyakit Graves
Struma multinodosa toksik
Adenoma toksik
Metastasis karsinoma tiroid fungsional
Struma ovarii
Mutasi reseptor TSH
47
Obat : kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow
Hipertiroidisme sekunder
Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH
Sindrom resistensi hormon tiroid
Tumor yang mensekresi HCG
Tirotoksikosis gestasional
Laboratorium
TSHs
T4 atau FT4
T3 atau FT3
TSH Rab
Kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian
obat antitiroid)
Sidik tiroid/thyroid scan: terutama membedakan
penyakit plummer dari penyakit Graves dengan
komponen nodosa
EKG
Foto thoraks
48
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu.
Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali,
memantau gejala dan tanda klinis, serta lab.FT 4/T4/T3 dan
TSHs
Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya
dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan
Terapi keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan
dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan
remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan,
pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian
hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.
Tindakan bedah
Indikasi :
Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons
dengan antitiroid
Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat
dosis tinggi
Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak adapat
menerima yodium radioaktif
Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
RadioAblasi
Indikasi
Pasien berusia > 35 tahun
Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi
Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid
Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antuitiroid
Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
50
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM
(KAD)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius. Gambaran klinis utama KAD adalah
hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik
Pengertian Faktor pencetus :
Infeksi
Infark miokard akut
Pankreas akut
Epenggunaan obat golongan steroid
Penghentian atau pengurangan dosis insulin
Klinis :
Keluhan poliuri, polidipsi
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam/infeksi
Muntah
Nyeri perut
Kesadaran : CM – delirium-koma
Diagnosis Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul)
Dehidrasi ( turgor kulit, lidah dan bibir kering)
Dapat disertai syok hipovolemik
Kriteria diagnosis :
51
Kadar glukosa > 250 mg/dl
PH < 7,35
HCO 3 : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria
Ketosis diabstik
Diagnosis banding Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglycemic
hyperosmolar state
Ensefalopati uremikum, asidosis uremikum
Minum alkohol, ketosis alkoholik
Ketosis hipoglikemia
Ketosis starvisi
Asidosis laktat
Asidosis hiperkloremik
Kelebihan salisilat
Drug-induced acidosis
Ensefalopati karena infeksi
Trauma kapitis
Pemeriksaan cito
Gula darah,Elektrolit
Ureum, kreatinin
Aseton darah
Urine rutin
Analisa gas darah
EKG
Pemantauan
Gula darah: tiap jam
Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya
sesuai keadaan
Analisa gas darah : bila pH < 7 saat masuk diperiksa
setiap 6 jam s/d pH > 7,1. selanjutnya setiap hari sampai
stabil
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi)
Kultur darah
Kultur urin
Kultur pus
52
0,45%
Jika GD < 200 mg/dl ganti cairan dengan
Dextrose 5%
II. Insulin (regular insulin = RI)
Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
RI bolus 180 mU/kgBB IV dilanjutkan
RI drip 90 mU/kgBB /jam dalam NaCl 0,9%
Jika GD < 200 mg/dl kecepatan dikurangi RI
drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%
Jika GD stabil 200-300 mg/dl selama 12jam drip 1-2
U/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam
GD RL
(mg/dl) (Unit, subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
> 350 20
Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dl : drip RI
dihentikan
Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat
diperhitungkan kebutuhan insulin ehari dibagi 3
dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien
sudah makan)
III. Kalium
Kalium (K Cl) drip dimulai bersamaan dengan drip
Rl dengan dosis 50 mEq/6 jam. Syarat : tidak ada
gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang
lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup
adekuat
Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3,5 drip KCl 75 mEq/6 jam
3,0-4,5 drip KCl 50 mEq/6 jam
4,5-6,0 drip KCl 25 mEq/6 jam
> 6,0 drip stop
Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu
Terapi IV. Bicarbonat
Drip 100 mEq bila pH < 7,0 disertai KCl 26 mEq drip
50 mEq bila pH 7,0-7,1 disertai KCl 13 mEq drip
juga diberikan pada asidosis laktat dna hiperkalemi
yang mengancam
V. Tatalaksana Umum
O2 bila PO2 < 80 mmHg
53
Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar ( > 380
mOsml)
Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis
Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan
temperatur setiap jam,
Kesadaran setiap jam
Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
Produksi urin setiap jam
Cairan infus yang masuk setiap jam
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan
penunjang)
Syok hipovolemik
Edema paru
Hipertrigliseridemia
Infark miokard akut
Komplikasi Hipoglikemia
Hipokalemia
Hiperkloremia
Edema otak
Hipokalsemia
Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya
Prognosis infark miokard akut, sepsis, syok.
54
HIPOGLIKEMIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
4
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
55
: dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan
dosis
Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta; ginjal, hati, dll
Penggunaan obat sistemik lainya : penghambat
adrenergik dll
Pemeriksaan fisik
Pucat, diaphresis
Tekanan darah
Frekuensi denyut jantung
Penurunan kesadaran
Defisit neurologik fokal transien
Trias Whipplc untuk hipoglikemia secara umum
1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
Hipoglikemia karena
Obat
(Sering) : insulin, sulfonilurea,alkohol
(kadang) : kinin, pentamidine
(jarang) : salisilat, sulfonamid
Hiperinsulinisme endogen
Insulinoma
Kelainan sel jenis lain
Sekretagogue : sulfonilurea
Autoimun
Sekresi insulin ektopik
Penyakit kritis
Gagal hati
Diagnosis banding Gagal ginjal
Gagal jantung
Sepsis
Starvasi dan inanisi
Defisiensi endokrin
Kortisol, growth hormone
Glukagen, epinefrin
Tumor non –sel
Sarkoma
Tumor adrenokortikal, hepatoma
Leukemia, limfoma, melanoma
Pasca-prandial:
Reaktif (setelah operasi gaster)
Diinduksi alkohol
56
Kadar glukosa darah (GD)
Tes fungsi ginjal
Tes fungsi hati
Pemeriksaan penunjang C-peptide
DISLIPIDEMIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan
58
(peingkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis
ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga
Pengertian dikenal sebagai triad lipid.
Ecara klinis, diklasifikasikan menjadi :
Hiperkolesterolemia
Hipertrigliserideia
Campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
Klasifikasi kadar kolesterol
Kolesterol LDL Klasifikasi
< 100 mg/dl Optimal
100 – 129 mg/dl Hampir optimal
130 – 159 mg/dl Borderline tinggi
160 – 189 mg/dl Tinggi
> 190 mg/dl Sangat tinggi
Kolesterol total
Diagnosis < 200 mg/dl Idaman
200 – 239 mg/dl Borderline tinggi
> 240 mg/dl Tinggi
Kolesterol HDL
< 40 mg/dl Rendah
> 50 mg/dl Tinggi
untuk mengevaluasi resiko penyakit jantung koroner (PJK)
diperhatikan faktor-faktor resiko lainnya
Faktor resiko positif
Merokok
Umur (pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun
Kolesterol HDL rendah
Hipertensi (TD > 140/90 atau dalam terapi anti
Faktor resiko negatif
Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor resiko
dari perhitungan total
59
karotis yang simptomatis
Diabetes
Faktor resiko multipel yang mempunyai resiko PJK
dalam 10 tahun > 20 %
Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor resiko
independen untuk terjadinya PJK. Faktor yang
mempengaruhi tingginya trigliserida :
Obsesitas, berat badan lebih
Inaktif fisik
Merokok
Asupan alkohol belebih
Diet tinggi karbohidrat (> 60% asupan energi)
Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom
nefrotik
Obat : kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat
adrenergik –beta dosis tinggi
Kelainan genetik (riwayat keluarga)
60
Gammopati monoklonal : myloma multipel, limfoma
AIDS ; inhibitor protease
HDL rendah sekunder, karena :
Malnutrisi
Obesitas
Meroko
Penghambat beta
Steroid anabolic
Faltor resiko > 2 < 130 > 130 > 130 (FRS
10-20%)
(FRS < 20%) > 160 (FRS <
10%)
61
Bila setelah 6 minggu berikut terapi non-farmakologis tidak
berhasil menurunkan kadar kolestrol LDL, maka terapi
farmakologis diintensifkan
Pasien dengan PJK kejadian koroner mayor atau dirawat
untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari
RS jika kolestrol LDL > 100 mg/dl
Pasien dengan hipertriglisesidemia
Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas
Penatalaksaan farmakologis :
TARGET TERAPI
Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi :
tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL
Pasien dengan trigliserida tinggi : target sekunder adalah
kadar kolestrol non-HDL yakni sebesar 30 mg/dl lebih
tinggi dari target kadar kolestrol LDL
Keteranqan:
Kolestrol HDL = kolesterol high density lipoprotein
Kolesterol LDL = kolesterol low densify lipoprotein
PGH = perubahan gaya hidup
MUFA = mono unsaturated fatty acid
PUFA = poly unsaturated fatty acid
62
STRUMA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
63
Nyeri tekan
Konsistensi
Permukaan
Perlekatan pada jaringan sekitarnya
Pendesakan atau pendorongan trakea
Pembesaran kelenjar getah bening regional
Pemberton’s sign
Penilaian resiko keganasan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan
diagnosa penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya
menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid.
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau diffusa
jinak
Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau
penyakit tiroid autoimun
Gejala hipo atau hipertiroidisme
Nyeri berhubungan dengan nodul
Nodul lunak mudah digerakkan
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi
sama
64
Peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin pada masa
pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan,
Diagnosis banding menopause infeksi, stres lain
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrous-
invasif (Riedel)
Simple goiter
Struma endemik
Kista tiroid, kista degeneratif
Adenoma
Karsinoma tiroid primer, metastatik
Limfoma
65
Jika nodul Kistik (saat BAJAH) : aspirasi
Bila kista regresi Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah
Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi
operasi lobektomi
D Jinak
terapi dengan levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis
Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari)
Dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari)
Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis dosis
naik menjadi 2x 100 ug sampai 4-6 minggu
kemudian evaluasi TSH (target 0,1-0,3 ulU/L
Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil
mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil > 50%
dari volume awal)
Bila nodul mengecil atau tetap
L-tiroksin distop dan diobservasi
o Bila setelah itu struima membesar lagi maka L-
tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1 –0,3 ulU/L
o Bila setelah l-tiroksin distop, struma tidak
berubah, observasi saja.
Bia nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi
supresi obat dihentikan dan operasi Tiroidektomi
dan dilakukan pemeriksaan histopatologi hasil
PA
o Jinak : terapi dengan L-tiroksin : target TSH 0,5
–3,0 ulU/L
o Ganas terapi dengan L-tiroksin :
- Individu dengan resiko ganas tinggi target
TSH 0,01 –0,05 ulU/L
- Individu dengan resiko ganas rendah target TSH
0,05 –0,01 ulU/L
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada
Komplikasi tiroiditis akut/subakut
66
KISTA TIROID
67
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
68
Penilaian resiko keganasan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan
diagnosa penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya
menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid.
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau diffusa
jinak
Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau
penyakit tiroid autoimun
Gejala hipo atau hipertiroidisme
Nyeri berhubungan dengan nodul
Nodul lunak mudah digerakkan
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi
sama
o Kista tiroid
Diagnosis banding o Kista degenerasi
o Karsinoma tirid
USG tiroid
Dapat membedakan bagian padat dan cair
Dapat untuk memandu BAJAH menemukan bagian
solid
Pemeriksaan penunjang Gambaran USG Kista = kurang lebih bulat,
seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis
Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin
Biopsi Aspirasi jarum halus (BAJAH) pada bagian yang
69
solid
BRADIARITMIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Perlambatan denyut jantung dibawah 50 kali/menit yang
dapat disebabkan oleh disfungsi sinus node, hipersensitivitas
/kelainan sistem persarafan dengan dan atau adanya
gangguan konduksi atrioventrikular. Dua keadaan yang
Pengertian sering ditemukan :
1. Gangguan pada sinus node (sick sinus syndrome)
Gangguan koduksi atrioventrikular/blok AV (AV block :
blok AV derajat satu blok AV derajat dua, blok AV total
Gangguan pada sinus node (scik sinus syndrome)
Keluhan
Penurunan curah jantung yang bermanifestasi dalam bentuk
letih, pening, limbung, pingsan
70
Kongesti puimonal dalam bentuk sesak napas
Bila disertai takikardia disebut braditakiaritmia terdapat
palpitasi, kadang-kadang disertai angina pektoris atau
sinkop (pingsan)
Dapat pula
Diagnosis EKG
EKG monitoring baik selama dirawat di rumah sakit
maupun dalam perawatan jalan (ambulatory/holter ECG
monitoring), dapat menemukan kelainan EKG berupa
bradikardia sinus persisten
Block AV
Block AV derajat satu
Irama teratur dengan perpanjangan interval PR melebihi 0,2
detik
Blok AV derajat dua
Mobitz tipe I (Wenckebach)
Gelombang P bentuk normal dan irama atrium yang teratur,
pemanjangan PR secara progresif lalu terdapat gelombang P
yang tidak dihantarkan, sehingga terlihat interval RR
memendek dan kemudian siklus tersebut berulang kembali
Mobitz tipe II
Irama atrium teratur dengan gelombang P normal. Setiap
gelombang P diikuti gelombang QRS kecuali yang tidak
dihantarkan dan bisa lebih dari 1 gelombang P berturut-turut
yang tidak dihantarkan. Irama QRS bisa teratur atau tidak
teratur tergantung pada denyut yang tidak dihantarkan.
Kompleks QRS bisa sempit bila hambatan terjadi pada
berkas his, namun bisa lebar seperti pada blok cabang berkas
bila hambatan ini pada cabang berkas
71
EKG 12 sadapan
Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Pemeriksaan penunjang Angiografi koroner
EPS (Electrophysiology Study)
Blok AV
Pengobatan hanya diberikan pada penderita yang
simtomatik. Walaupun demikian etiologi penyakit dan
riwayat alamiah penyakit ikut menentukan tindakan
selanjutnya.
Bila penyebanya obat-obatan maka harus dihentikan.
Demikian pula bila penyebabnya oleh karena faktor
metabolik yang reversibel maka faktor-faotor tersebut juga
harus dihilangkan (seperti hipotiroidisme, asidosis,
gangguan elektrolit dan sebagainya). Bila penyebab yang
mendasarinya diketahui dan bila hal itu bersifat sementara,
maka mungkin hanya perlu diberikan pengobatan sementara
(pacu jantung sementara) seperti halnya pada infark miokard
akut inferior. Pada penderita yang simptomatik, perlu
dipasang pacu jantung tetap.
Blok AV total
Pada keadaan gawat darurat (simptomatik/asimptomatik)
dapat diberikan sulfas atropin (SA0 0,5-1 mg IV (total 0,04
mg/kgBB) atau isoproterenol. Bila obat tidak menolong,
dipasang alat pacu jantung sementara selanjutnya
pemasangan pacu jantung permanen
Komplikasi Sinkop, tromboemboli bila disertai takikardia, gagal jantung
Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi
72
EDEMA PARU AKUT (KARDIAK)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
73
arah apeks paru
Kadang-kadang timbul efusi pleura
Ekokardiografi tergantung penyebab gagal jantung
Kelainan katup
Hipertrofi ventrikel (hipertensi)
Segmental wall motion abnormality (PJK)
Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium
kiri
Edema paru akut non kardiak
Diagnosis banding Emboli paru
Asma bronchial
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit,
urinalisa, foto toraks, EKG, Enzim jantung (CK-CKMB,
Tropin T), Echocardiografi transtorakal, angiografi koroner.
Pemeriksaan penunjang
1. Posisi ½ duduk
2. Oksigen (40-50) sampai 8 liter/menit bila perlu
dengan masker. Jika memburuk : pasien makin
sesak, takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau
tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan
ventilator/bipep
3. Infus emergensi
4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin
peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan
darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Terapi nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika
tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV dimulai dosis
0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan
perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital
6. Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit
74
sampai total dosis 15 mg
7. diuretik : furosemid 40-80 mg IV bolus dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi
urin 1 ml/kgBB/jam
8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi)
Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik.
Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
9. Trombolik atau revaskularisasi pada pasien infark
mikard
10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia
berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi
oksigen
11. Atasi aritmia atau gangguan kondukis
12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut,
seperti regurgitasi, VSD, dan ruptur dinding ventrikel
atau korda teridinae.
Komplikasi Gagal napas
Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi
ENDOKARDITIS INFEKTIF
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
75
Kriteria Klinis Duke untuk Endokarditis Infektif (EI)
EI definite :
Kriteria patologis
Mikroorganisme : ditemukan dengan kultur atau histology
dalam vegetasi yang mengalami emboli atau dalam suatu
abses intrakardiak
Lesi patologis : vegetasi atau terdapat abses intrakardiak
yang dikonfirmasi dengan histologis yang menunjukkan
endokkarditis aktif.
Kriteria klinis : menggunakan definisi spesifik
Dua kriteria mayor atau satu mayor dan tiga kriteria minor
Diagnosis atau lima kriteria minor
Kriteria mayor :
1. Kultur darah positif untuk Endokarditis Inefektif (EI)
A. Mikroorganisme khas konsisten untuk El dari 2 kultur
darah terpisah seperti tertulis dibawah ini
Streptococci viridans, streptococcus bovis atau
grup HACEK atau
Community acquired Staphylococcus aureus atau
enterococci tanpa ada focus primer atau
B. Mikroorganisme konsisten dengan El dari kultur darah
positif persisten didefinisikan sebagai:
> 2 kultur dari sample darah yang diambil
terpisah > 12 jam atau
semua dari 3 atau mayoritas dari > 4 kultur darah
terpisah (dengan sample awal dan akhir diambil
terpisah > 1 jam)
2. Bukti keterlibatan kardial
A. Ekokardiiogram positif untuk El didefinisikan sebagai
Massa intrakardiak oscilating pada katup atau
struktur yang menyokong, di jalur aliran jet,
regurgitasi atau pada material yang
diimplantasikan tanpa ada alternatif anatomi
yang dapat menerangkan atau
Abses atau
Tonjolan baru pada katup prosteteik atau
B. Regurgitasi valvular yang baru terjadi (membentuk
atau berubah dari murmur yang ada sebelumnya tidak
cukup)
Kriteria Minor
1. Predisposisi : predisposisi kondisi jantung atau
pengguna obat intravena
2. Demam : suhu > 38°C
3. Fenomena vascular : emboli arteri besar, infark
pulmonal septic, aneurisma mikotik, perdarahan
76
intrakranial, perdarahan konjungtiva dan lesi
Janeway
4. fenomena imunologis : glomerulonefritis, Osler’s
nodes, Roth Spots, dan factor rheumatoid
5. Bukti mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak
memenuhi criteria mayor seperti tertulis di atas atau
bukti serologis infeksi aktif di atas atau bukti
serologis infektif aktif oleh mikroorganisme
konsisten dengan El
6. temuan kerdiografi : konsisten dengan El tetapi tidak
memenuhi criteria seeprti tertulis di atas
El possible
Temuan koknsisten dengan El turun dari kriteria definitite
tetapi tidak memenuhi kriteria rejected
El Rejected
Diagnosis alternatif tidak memenuhi manifestasi
endokarditis atau resolusi manifestasi endokarditis dengan
terapi antibiotik selama < 4 hari atau ‘Tidak ditemukan bukti
patologis El pada saat operasi atau autopsy setelah terapi
antibitik < 4 hari
Demam reumatik akut dengan karditis
Sepsis
Diagnosis banding Tuberkulosis milier
Lupus eritematosus sistemik
Pasca glomeruionefritis streptokokal
Pielonefritis
Poliarteritis nodosa
Reaksi obat
Oksigenasi
Cairan intravena yang cukup
Antipiretik
Antibiotika
Regimen yang dianjurkan (AHA)
1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan
Str Bovis.
Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu
atau 6 dosis terbagi selama 4 minggu atau sefriakson
2 g 1kali/hari iv atau im selama 4 minggu
Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu
atau 6 dosis terbagi selama 2 minggu dengan
77
gentamicin sulfat 1mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 2 minggu
Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB /24 jam iv
dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali
kadar serum dipantau selama 4 minggu
Terapi 2. Endokarditis katup asli karena Str. Viridans dan Str Bovis
relatif resisten terhadap Penisilin G
Penisilin G kristal 18 juta unit/24 jam iv kontinu atau
6 dosis terbagi selama 4 minggu dengan gentamicin
sulfat 1mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2
minggu
Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB /24 jam iv dalam 2
dosis terbagi, tidak > 2g/kg BB/24 jam kecuali kadar serum
dipantau selama 4 minggu
3. Endokarditis karena
Penisilin G kristal 18-30 juta unit/24 jam iv kontinu
atau 6 dosis terbagi selama 4-6 minggu dengan
gentamicin sulfat 1mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 4-6 minggu
Ampisilin 12 g/24 jam/24 jam iv kontinu atau dalam
6 dosis terbagi selama 4-6 minggu dengan gentamicin
sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6
minggu.
Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB /24 jam iv
dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/kg BB/24 jam
selama 4-6 inggu dengan gentamicin sulfat 1
mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu
4. Endokarditis karena Stafilokokus tanpa materi prostetik
a. Regimen untuk methicilin Succeptible Staphylococci
Nafsilin atau oksasilin 2 g IV tiap 4 jam selama 4-
6 minggu dengan opsional ditambah gentamicin
sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 35
hari
b. Regimen untuk pasien alergi beta laktam
Cefazolin (atau sefalosporin generasi I lain dalam
dosis setara) 2 g iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu
dengan opsopnal ditambah gentamicin sulfat 1 mg/
kg BB im atau iv tiap 8 jam selama 3-5 hari
Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv
dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali
kadar serum dipantau selama 4-6 minggu
Operasi bila :
Bakteremia yang menetap setelah pemberian terapi
medis yang adekuat
78
Gagal jantung kongestif yang tidak responsif terhadap
terapi medis,
Vegetasi yang menetap setelah emboli sistemik dan
Ekstensi perivalvular
Gagal jantung, emboli, aneurisma nekrotik, gangguan
Komplikasi neurologi, perikarditis
Prognosis Tergantung beratnya gejala dan komplikasi
FIBRILASI ATRIAL
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
Klasifikasi :
Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasri :
1. Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur
jantung dan kelainan
2. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur
jantung tetapi ada kelainan sistemik yang dapat
menimbulkan aritmia
Diagnosis banding
80
dari 48 jam, perlu dilakuan kardioversi ke irama
sinus dengan obat-obatan (farmakologis) atau efektif
tanpa pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah
kardioversi diberikan obat antikoagulan paling
sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang
dianjurkan kelas IC (propafenon dan flekainid)
2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui
lamanya maka pasien diberi obat antikoagulan secara
oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan
kardioversi farmakologis atau elektrik. Selama
periode tersebut dapat diberikan obat-obat seperti
digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium
untuk mengontrol laju irama ventrikel. Alternatif lain
pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan
dilakukan pemeriksaan TEE untuk emnyingkirkan
adanya trombus kardiak sebelum kardioversi
3. FA persisten episode pertama, setelah dilakukan
kardioversi tidak diberikan obat antiaritmia
profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi
pada pasien ini dapat diberikan aritmia profilaksis
dengan penyekat beta, golongan kelas IC
(propafenon, flekainid), sotalol atau amioaron
81
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Pemeriksaan fisik :
Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga; peningkatan/
ekstensi vena jugularis; refluks hepatojugular. Pulsus
alternans; kardiomegali
Ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua
lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada
pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah
Diagnosis baring Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada
paru kiri Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit
katup mitrai dan perikarditis konstriktif; hepatomegali, nyeri
tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dengan
hipertensi vena sistenik, ikterus, berhubungan dengan
peningkatan kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin,
pucat dan berkeringat.
Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen dada Pembesaran jantung, distensi vena
pulmonal dan redistribusinya ke apeks paru (apasifikasi
hilus paru bisa sampai ke apeks. Peningkatan tekanan
vaskular pulmonar efusi pleura, kadnag-kadang
Elektrokariografi
82
Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark,
iskemia, hipertrofi, dan lain-lain)
Dapat ditemukan low voltage, T inversi, Qs, depresi ST dan
lain-lain.
Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit)
hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi liver, dan lipid
darah urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci
tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard.
Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35% - 40%
Normal, kelainan katup (mitral stenosis, mitral regurgitasi,
trikuspid stenosis atau trikuspid regurgitasi), LVH, dilatasi
atrium kiri, kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel
kanan atau atrium kanan, efusi perikardm tamponade, atau
perikarditis
Kriteria diagnosis
Kriteria Framingham
Kriteria mayor
Parok sismal nokturnal dispnea
Distensi vena-vena leher
Peningkatan vena jugularis
Ronkhi
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop bunyi jantung III
Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam
Dispnea pada aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Takikardia (> 120 denyut permenit)
83
Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu
kriteria mayor dan dua kriteria minor.
a. Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi
akut, infeksi paru berat misalnya ARDS, emboli paru
Diagnosis banding b. Penyakit ginjal: gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
Penyakit hati : sirosis hepatis
Pemeriksaan Penunjang :
Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena
pulmonaris dan redistribusinya ke apeksparu (opasifikasi
hilus paru bisa sampai ke apeks), peningkatan tekana
vaskular pulmonar, Efusi pleura, kadang-kadang
Elektrokardiografi
Membantu menunjukkan etilogi gagal jantung (infark,
Pemeriksaan penunjang iskemia, hipertrofi dan lain-lain
Dapat ditemukan low voltage, T inversi, Qs, depresi ST, dan
lain
Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit
hemoglobon, tes fungsi tiroid, tes fungsi liver, dan lipid
darah. Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau
glukosuria.
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci
tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard.
Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35%-40% atau
normal, kelainan katup (mitral stenosis, mitral regurgitasi,
trikuspid stenosis atau trikuspid regurgitasi), LVH, dilatasi
atrium kiri, kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel
kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, atau
perikarditis.
Non farmakologi
Terapi 1. Anjuran umum
a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan
b. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik
dengan profesi yang masih bisa dilakukan
c. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan
panjang
d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan
pneumokokus bila mampu
e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang
dan berat penggunaan hormon dosis rendah masih
84
dapat dianjurkan
2. Tindakan umum
c. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada
gagal jantung ringan dan 1g pada gagal jantung berat,
jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan
d. Hentikan rokok
e. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-
30g/hari pada yang lainnya
f. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/
minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
dan sedang
g. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
aksaserbasi akut
3. Farmakologi
Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah
tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop
diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik dosis
diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau
kombinasi loop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat
kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung
sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik
a. ACE inhibitor, bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pad agagal ginjal jantung yang
disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama
beberapa minggu sampai dosis yang efektif
b. Beta bloker, bermanfaat sama seperti ACE inhibitor.
Pemberian mulai dosis kecil, kemudian dititrasi
selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasnya diberikan bila
keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Beta bloker yang digunakan
carvedilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasa
digunakan bersama dengan ACE inhibitor dan
diuretik
c. Angiotensin II antagonis reseptor, dapat digunakan
bila ada kontraindikasi penggunaan ACE inhibitor
85
d. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat
memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran
dengan ACE inhibitor dapat dipertimbangkan
e. Digoksin, diberi untuk pasien simptomatik dengan
gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan
terutama yang dengan firrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta bloker
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan
untuk pencegahan emboli serebral pada penderita
dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrasi
atrial kronis maupun dengan riwayat emboli,
trombosis dan transient inshemic Attacks, trombus
intrakad\rdak dan aneurisma ventrikel
h. Antiaritmia tidak direkomendasi untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang tidak pada
sritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III
terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia
atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian
mendadak
i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan
kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi
pada gagal jantung
PERIKARDITIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
86
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Peradangan pada perikarditis, viseralis atau kedua-duanya,
yang dapat bermanifestasi sebagai :
1. Perikarditis akut
Pengertian 2. Efusi perikard tanpa tamponade
3. Efusi perikard dengan tanpa tamponade
4. Perikarditis konstriktiv
Tergantung manifestasi klinis perikarditis :
A. Perikarditis akut :
Sakit dada tiba-tiba substernal atau prekordial, yang
berkurang bila duduk dan bertambah sakit bila menarik
napas (sehingga perlu dibedakan dengan pleuritis)
B. Tamponade
Awal : peninggian tekanan vena jugularis dengan
cekungan X prominen dan hilangnya cekungan Y (juga
terlihat pada CVP)
Kemudian : Kusmaull sign (peninggian tekanan vena
Diagnosis jugularis pada saat inspirasi)
Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 12-15
mmHg pada inspirasi, terlihat pada arterial line atau
tensimeter)
Penurunan tekanan darah umumnya disertai :
Pekak hati yang meluas, bunyi jantung elemah, friction
rub, takikardia
Foto toraks menunjukkan :
Paru normal kecuali bila sebabnya kelaina paru
seperti tumor
Jantung membesar membentuk kendi (bila cairan >
250 ml)
EKG low voltage, elektrikal alternans (gelombang
QRS saja, atau P, QRS dan T)
Ekokardiografi, efusi perikard moderat sampai berat,
swinging heart dengan kompresi diastolic vena kava
inferior, atrium kanan dan ventrikel kanan
Kateterisasi : peinggian tekanan atrium kanan dengan
gelombang X prominen serta gelombang Y menurun
atau menghilang. Pulsus paradoksus dan ekualisasi
tekanan diastolic di ke4 ruang jantung (atrium kanan,
ventrikel kanan, ventrikel kiri dan PCW)
C. Perikarditis Konstriktiva
87
Kelelahan, denyut jantung cepat, dan bengkak.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda gagal jantung
seperti peningkatan tekanan vena jugularis dengan
cekungan X dan Y yang prominen, hepatomegali, asites
dan edema
Pulpus paradoksus (pada bentuk subakut)
End diastolic sound (knock) (lebih sering pada kronik)
Kusmaull sign (peninggian tekanan vena jugularis pada
inspirasi) terutama pada yang kronik
Foto toraks : kalsifikasi perikard, jantung bisa membesar
tapi bisa normal
CT Scan dan MRI bisa mengkonfirmasi foto toraks, bila CT
scan/MRI normal maka diagnosis perikarditis konstriktiva
hampir pasti sudah bisa disingkirkan. Kateterisasi
menunjukkan perbedaan tekanan atrium kanan, diastolik
ventrikel kanan, ventrikel kiri, dan rata-rata PCW < 5
mmHg. Gambaran diri dan plateu pada tekanan ventrikel.
Perikarditis akut :
Infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi
aorta, akut abdomen
Diagnosis banding Efusi Pleura/tamponade
Kardiomiopati dilatasi atau gagal jantung, emboli paru
Perikarditis konstriktiva
Kardiomiopati restriktif
EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila terangka
Pemeriksaan penunjang pericardi efusion), kateterisasi, CT Scan, MRI
Perikarditis akut :
Pasien harus dirawat inap dan istirahat baring untuk
memastikan diagnosis dan diagnosis banding serta
Terapi melihat kemungkinan terjadinya tamponade
Simptomatik dengan aspirin 650 mg/4 jam atau OAINS
indometasi 25-50 mg/6jam. Dapat ditambah morfin 2-5
mg/6 jam atau petidin 25-0 mg/4 jam, hindarkan steroid
karena sering menyebabkan ketergantungan. Bila tidak
membaik dalam 72 jam, maka prednison 60-80 mg/hari
dapat dipertimbangkan selama 5-7 hari dan kemudian
tapering off
Cari etilogi/kausal
EFUSI PERIKARD
Sama dengan perikarditis akut, disertai fungsi perikard
untuk diagnostik
88
TAMPONADE JANTUNG
Perikariosentesis perkutan
Bila belum bisa dilakukan perikardiosentesis perkutan,
infus normal salin 500 ml dalam 30-60 menit disertai
dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit atau isoproterenol 2-20
ug/menit
Kalau perlu membuat jendela pericardial dengan :
a. Dilatasi balon melalui perikardiostomi jarum
perkutan
Pembedahan (denganmortalitas sekitar 15%) untuk membuat
jendela pericardial dapat dilakukan bila : tidak ada cairan
yang keluar saat perikardiosentesis, tidak membaik dengan
perikardiosentesis, kasusnya trauma
Pembedahan yang dapat dilakukan
a. Bedah sub-xyphoid perikardiostomi
b. Reseksi perikard local dengan bantuan video
c. Reseksi perikard anterolateral jantung
Pengobatan kausal : bila sebabnya antikoagulan, harus
dihentikan, antibiotik, antituberkulosis, atau streroid
tergantung etiologi, kemotherapi intraperikard bila
etiologinya tumor.
PERIKARDITIS KONSTRIKITIVA
89
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Diagnosis Elektrokardiogram
Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi
segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
Infark miokard ST elevasi : Hiperakut Televisi segmen ST,
gelombang Q inversi gelombang T
Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi
gelombang T dalam
Petanda Biokimia
CK, CKMB, Troponin-T, DII
Enzim meningkat minimal 2x nilai batas atas normal
90
Angina pektoris tak stabil : Infark miokard akut
Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis aktu, emboli
Diagnosis banding paru akut, penyakit dinding dada, sindrom Tierze, gangguan
gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis,
spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak
lambung, dan pankrestitis akut.
EKG
Foto rontgen dada
Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll
Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin
Pemeriksaan penunjang Echocardiografi
Treadmill tes (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
Angiografi koroner
Antitrombotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak
responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik dengan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam
atau aktivator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg,
ditanjutkan dengan 0,75 mg,/kgBB (maksimal: 50 mg)
dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg)
dalam 60 menit jika elevansi segmen ST > 0,1 mV pada
dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2
mV pada dua tau lebih sadapan prekordial berdampingan,
waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75
tahun
Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard
akut
Antikoagulan
91
Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani
revaskularisasi perkutam atau bedah, pasien dengan risiko
tinggi terjadi emboli sistemik seperti infark miokard anterior
atau luas , fibrilasi atrial riwayat emboli, atau diketahui ada
trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin.
92
VT monomorfik yang menetap diikuti anina, edema paru
atau hiptensi harus diterapi dengan DC shock
synchronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal
VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru
atau hippotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg/kg BB. Bolus tambahan 0,5-0,75
mg/kg BB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total
maksimal 3 mg/kgBB. Kemusian loading di!anjutkan
Udengan infus 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit)
Atau
Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB dalam 5-10 menit
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg BB/jam. Atau
Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5
ml/kgBB2C-60 menit dilanjutkan infus tetap 1 mg/menti
selama 6 jam dan kemudian
infus pemeliharaan-0,5 mg/menit.
Atau
Kardioversi elektrik synchronized dimulai dosis 50 J
(anestesi sebelumnya)
4. Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik frekuensi jantung < 50
kali /menit disertai hipotensi, iskemia aritmia ventrike;
escape)
Asistol ventrikel
Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV
(derajat dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape
kompleks sempit)
Terapi dengan sulfas atropin 0,5-2 mg
Isoproterenol 0,5-4 ug/menit bila atropin gagal, sementara
menunggu pacu jantung sementara
5. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi
sesuai standar pelayanan medis mengenai kasus ini
6. Perikarditis
Aspirin (160-325 mg/hari)
Indometasin, Ibuprofen
Kortikosteroid
7. Komplikasi mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel ruptur
dinding ventrikel ditatalaksana operasi
93
sindrom drester, emboli paru
RENJATAN KARDIOGENIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya
Pengertian pompa jantung
95
8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan
kateter Swan Ganz untuk mendapatkan PAWP. Jika
pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif
berikan vasoprecsor untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik 100 mmHg. Dopamin dimulai dengan 5
ug/kgBB/menit ditrasi sampai tercapai target
mempertahankan tekanan darat; atau sampai 15
ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin, bila
tekanan darah < 80 mmgHg dengan dosis 0,1 –30 ug.
KgBB/menit. Jika tidak respon dengan dopamin
dapat juga ditambahkan dobutamin dengan dosis
titrasi I 2,5-20 uglkgBB/menit atau milininon/
amninon
9. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsit .
dengan terapi adekuat sambil menunggu tindakan
intervensi bedah.
10. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan
vasodilator untuk mengurangi afterload dan
memperbaiki fungsi pompa terutam berguna pada
hipertensi berat, edema paru, dekompensasi katup.
Nitrolgiserin sublingual atau intravena
11. Nirogliserin peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit jika
tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan
nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika
tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
nitroprusid, nitroprusid IV dimulai dosis
0,1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah
normal atau selama dapat dipertahankan pefusi yang
adekuat ke organ-organ vital
12. Bila perlu diberikan : Bila perlu : Dopamin 2-5
ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit
untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respons klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark
miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia
berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi
oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti
regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel atau korda
96
tendinae
FIBRILASI VENTRIKULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
1
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
97
3. Bila teratasi penatalaksanaan seperti takikardia
ventrikular
Komplikasi Emboli paru, emboli otak, henti jantung
Prognosis Tergantung penyebab beratnya gejala dan respons terapi
TAKIKARDIA VENTRIKULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24 jam
Pemeriksaan penunjang Ekokardiografi
Angiografi koroner
Pemeriksaan elektrofisiologi
1. Atasi penyakit dasar : bila iskemia maka diakukan
revaskularisasi koroner, bila payah jantung maka diatasi
payah jantungnya
2. Pada keadaan akut :
Bila menganggu hemodinamik : dilakukan DC shock
98
Bila tidak mengganggu hemodinamik, dapat diberikan
Terapi antiaritmia dan bila tidak berhasil dilakukan DC shock
3. DC shock diberikan dan dievaluasi sampai 3 kali (200
joule, 200-300 joule, 360 joule atau bifasik ekuivalen)
jika perlu
4. Aritmia yang diberikan : lidokain atau amiodaron.
Lidokain diberikan mulai dengan bolus dosis 1
mg/kgBB (50-75 mg dilanjutkan dengan rumatan 2-4
mg/kgBB. Bila masih timbul bisa diulangi bolus
50mg/kgBB. Untuk amiodaron dapat diberikan 15
mg/kgBB bolus 1 jam dilanjutkan 5 mg/kgBB bolus
drip dalam 24 jam sampai dengan 1000 mg/24 jam.
Untuk jangka panjang.
Bilamana selama takikardia tidak memberikan gangguan
hemodinamik maka dapat dilakukan tindakan ablasi
kateter dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan. Hal ini
terutama untuk ventrikel takikardia reetran cabang berkas
Bilamana selama takikardia memberikan gangguan
hemodinamik diperlukan tindakan konversi dengan
defibrilator, kalau perlu pemasangan defibrilator jantung
otomatik
Komplikasi Emboli paru, emboli otak, kematian
Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi
EKSTRADISTOL VENTRIKULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
99
Suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini di
Pengertian salah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatu fokus
yang otomatis atau melalui mekanisme reentri
P sinus biasanya terbenam dalam kompleks QRS, segmen
ST atau gelombang T
Kompleks QRS muncul lebih awal dan seharusnya
QRS melebar (>0,12 detik)
Diagnosis Gambaran QRS wide and bizzare
Segmen ST dan gelombang T berlawanan arah dengan
kompleks QRS
Bila karena mekanisme reentri maka interval antara
kompleks QRS normal yang mendahuluinya dengan
kompleks ekstrasistol ventrikel, akan selalu sama. Bila
berbeda maka asalnya dari fokus ventrikel yang berbeda
Diagnosis banding
EKG 12 sadapan
Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Pemeriksaan penunjang Anglografi koroner
100
AIDS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
101
diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan
Kandidiasis mulut
Hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakterial yang bera misalnya pneumonia
HIV Wasting Syndrome
Badan makin kurus
Diare kronik dari 1 bulan
Kelemahan kronik
Panas lebih dari 1 bulan
Satu atau lebih penyakit infeksi aportunistik
Infeksi oportunistik
1. Pneumonia Pneumosistis Karinii
2. Toksoplasmosis otak
3. Kripstosporidiosis dengan diare > 1 bulan
4. Kripstokokosis di paru
5. Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali
limpa, hati, atau kelenjar getah bening
6. Infeksi virus herpes simplak di mukokutan lebih dari 1
buan atau di alat dalam (viseral) lamanya tidak dibatasi
7. Leukoensefalopati multifokal progresif
8. Mikosis (infeksi jamur) apa saja (misalnya
histoplasmosis, koksidiodomikosis) yang endemik,
menyerang banyak organ tubuh (diseminala)
9. Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus, atau paru
10. mikobakteriosis atipik (mirip bakteri tuberkulosis
diseminata
11. septikemia salmonella non tifoid
12. Tuberkulosis di luar paru
13. limfoma
14. sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV sesuai kriteria CDC yaitu gangguan
jognitif disfungsi motorik yang mengganggu atau beberapa
bulan tanpa dapat ditemukan penyebabnya selain HIV
Laboratorium
Tes skrining ELISA 2x positif ditambah tes konfirmasi
eksterm blot 1x positif
Diagnosis banding Infeksi oportunistik
Penyakit imunodedisiensi primer
Kimia rutin dan hematologi
Foto thoraks
Anti HIV dengan cara ELISA dan Western Blot
Kadar HIV RNA dengan RT-PCR
Pemeriksaan penunjang Hitung CD 4+
102
Antitoksoplasma antibodi
VDRL
PPD test
Pemeriksaan status mini-mental
Serologi hepatitis A dan B
1. Konseling tentang HIV/Aids
2. Terapi infeksi oportunistik/infeksi sekunder baik untuk
profilaksis maupun pengobatan
Terapi 3. Terapi neoplasma
4. Terapi antiretroviral
5. Vaksin hepatitis A
6. Vaksin hepatitis B
7. Vaksin influenza
8. Vaksin Streptococcus pneumonia
Komplikasi Infeksi oportunistik, sepsis
Prognosis Tergantung hitung CD 4+
RENJATAN ANAFILAKSIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
0
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Keadaan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi)
Pengertian penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg akibat respon
hipersensitifitas tipe I (adanya reaksi antigen dengan
antibodi lg E)
Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat
disertai gejala klinis lain berupa :
Reaksi sistemik ringan, rasa geli/gatal serta hangat, rasa
103
penuh di mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan
terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair,
bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan
antigen
Reaksi sistemik sedang ; seperti reaksi sistemik ringan
Diagnosis ditambah spasme bronkus dan atau edema saluran nafas,
sesak batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh,
mual, muntah, gatal badan terasa hangat, gelisah, onset
seperti reaksi anifilaktik ringan
Reaksi sistemik berat : terjadi mendadak, seperti reaksi
sistemik ringan dan sedang yang bertambah berat.
Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor sesak
nafas, sianosis, henti nafas. Edema dan hipermoitas
saluran cerna sehingga sakit menelan kejang perut, diare
dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan
kardiovaskuler, aritmia jantung, koma
Diagnosis banding Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik
A. Untuk renjatan
1. Adrenalis larutan 1:1000, 0,3-0,5 ml
Subkutan/intramuskular pada lengan atas atau paha. Bila
renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan
suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada tempat sengatan
kecuali bila sengatan di kepala, leher, tangan dan kaki.
Dapat dilanjutkan infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam
dekstrose 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1
ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai
keadaan tekanan darah.hati-hati pada orang tua dengan
kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya
2. Pasang torniqui proksimal dari suntikan atau sengatan
serangga
dilonggarkan 1-2 menit setiap 19 menit
Terapi 3. O2 bila sesak, mengi, sianosis 3-5 l/menit dengan
sungkup atau
kanul nasal
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral. Rawat
ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik
dilanjutkan dengan terapi:
IVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45 NaCl 2-3l/m²
permukaan tubuh
Dopamin 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bia tekanan darah
tidak membaik
104
Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kg BB
intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap 6 jam yang
dihentikan setelah 72 jam
B. Bila disertai spasme bronkus maka dapat diberikan
1. Agonis inhalasi beta-2
2. jika spasme bronkus menetap Aminopfilin 4-6
mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl 0,9 10 ml
diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bila perlu
dilanjutkan dengan infus aminofilin 0,2-1,2 mg/
kgBB/jam
C. Bila disertai edema hebat saluran nafas atas : intubasi dan
trakeostomi
D. Pemantauan paling seidkit 24 jam
Komplikasi Renjatan, ireversibel, multi organ failure
Prognosis Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala
ASMA BRONKIAL
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai
dengan obstruksi jalan nafas yang dapat hilang dengan atau
Pengertian tanpa pengobatan akibat hiperreaktifitas bronkus terhadap
berbagai rangsagan yang melibatkan sel-sel dan elemen
saluran terutama mastosit, eosinofil, limfosit I, makrofag,
netrofil dan epitel
Episode berulang sesak nafas dengan atau tanpa mengi dan
rasa berat di dada akibat faktor pencetus
Dibagi menjadi :
105
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu
asimptomatik, APE diantara serangan normal, asma
malam < 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas < 20%
2. Asma persisten ringan, gejala asma > 1 kali/minggu, < 1
kali/hari, asma malam > 2 kali > bulan, APE > 80%
Diagnosis variabilitas 20-30%
3. Asma Persisten sedang, gejala asma tiap hari
menggunakan beta-2 agnosis kerja singkat, aktivitas
terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/minggu
APE > 60% dan < 80% prediksi atau variabilitas > 30%
4. Asma Persisten berat, gejala sama terus menerus asma
malam sering, aktivitas terbatas, dan APE < 60%
prediksi atau variabilitas > 30%
Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua tingkatan
derajat sama.
Diagnosis banding Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung
106
BDP : Budesonide propionat
Sedangkan untuk menghilangkan sesak diberikan beta-2
agonis kerja singkat inhalasi tetapi tidak boleh lebih dari 3-
4 kali sehari. Antikolinergik inhalai, agonis beta-2 kerja
singkat oral dan teofilin lepas lambat dapat diberikan
sebagai pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi
Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap
penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Oksigen
2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali
selanjutnya tergantung respon terapi awal
3. Inhalasi antikolinergik (pattropium bromida) setiap 4-6
jam terutama pada obstruksi berat (atau dapat diberikan
bersama-asma dengan agonis beta-2)
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-80
mg/hari secara prednison
5. Amunofilin tidak dianjurkan, bila diberikan dosis awal
5-6 mg/kgBB dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6
mg/kgBB/jam
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder
7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan
pemberian agonis beta 2 tiap 60 menit. Bila setelah
masa observasi terus membaik, pasien dapat
dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari) : inhalasi
agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan,
penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik,
diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat
Bila setelah vasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau
pasien termasuk golongan resiko tinggi :
pemeriksaan fisik tambah berat, APE (arus puncak
ekspirasi) > 50% dan < 70% dan tidak ada perbaikan
hipoksamia (dari hasil analisa gas darah) pasien
harus dirawat
8. Pasien dirawat di ICU bila tidak berespon terhadap
upaya pengobatan di unit gawat darurat atau bertamba
beratnya serangan/buruknya keadaan setelah perawatan
6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-
tanda henti napas, hasil pemeriksaan analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dengan kadar pO2 < 89
mmHg dan atau pCO2 > 45 mmHg walaupun mendapat
pengobatan oksigen yang adekuat.
107
penumotoraks
Prognosis Tergantung beratnya gejala
TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR TERBIT
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kelainan kulit dan mukosa yang diindikasi obat berupa
Pengertian papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan
108
Terapi berkala dari darah dan mukokutam
5. Pemberian makanan tinggi kalori
6. Penggantian cairan dan elektrolit
7. Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi
paru segera
8. Konsultasi mata
9. Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan
mata
10. Antacida cairan dan antagonis H2 bila ada ulserasi
gastrointestinal
11. Antibiotika tegantung hasil kultur
ULKUS PEPTIKUM
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran cerna
Pengertian bagian atas yang kronis
109
Pemeriksaan penunjang Barium dobel kontras
Endoskopi saluran cerna bagian atas
Tanpa komplikasi
Suportif : nutrisi
Memperbaiki/menghindari faktor risiko
Pemberian obat-obatan
Antasida, antimuskarinik, antagonis reseptor H2, proton
pump inhibitor, pemberian obat-obatan untuk mengikat
asam empedu, pemberian obat-obatan untuk
mempercepat pengosongan lambung, pemebrian obat
untuk eradikasi kuman Helicobater Polylori, pemberian
Terapi obat-obatan untuk meningkatkan faktor defensif
Dengan komplikasi
Tukak peptik yang berdarah penatalaksanaan umum
atau supportif sesuai dengan penatalaksanaan
hematemesis melena secara umum
Penatalaksanaan/tindakan khusus : tindakan/terapi
hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksis
klerol atau obat fibrinogen trombin atau tindakan
hemostatik dengan heat probe atau terapi lacer atau
terapi koagulasi listrik atau bipolar probe
Pemberian obat somatostatin jangka pendek
Terapi embolisaasi arteri melalui anteiografi
Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua
pengobatan tersebut dilaksanakan, tetap masuk dalam
keadaan gawat 1 s/d II maka penderita amsuk dalam
indikasi operasi
Komplikasi Perdarahan ulkus
Prognosis Dubia
DISPEPSIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
1
0
110
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Dispepsia merupakan kumpulan segala atau sindrom yang
terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa
penuh atau cepat kenyang dan sendawa
Diagnosis Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas
Komplikasi
Prognosis Dubia
HEMATEMESIS MELENA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
111
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang
berasal dari saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang
Pengertian air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian
atas adalah saluran cerna di atas (proksimal_ ligamentum
Treitz mulai dari jejunum proksimal, duoddenum, gaster dan
esophagus
Muntah dan BAB darah warna hitam ter
Sindrom dyspepsia, bila ada riwayat makan obat NSAID,
jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus
Diagnosis peptikum
Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat
disertai gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum)
Dapat terjadi syok hipovolemik
Diagnosis banding Hemoptoe
Hematoskezia
Darah perifer lengkap hemostasis lengkap atau masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, elektrolit
(Na, K, Cl), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase,
Pemeriksaan penunjang albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C
endoskopi SCBA diagnostik atau foto rontgen OMD, USG
hati
112
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati
kronis atau dirosis hati
Untuk penyebab varices
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mikro g/jam
intravena atau ocreotide (sandostatin) 0,1 mg/2 jam
Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah
skleroterapi/ligasi varices esophagus
2. Propanol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat
ditingkatkan samai tekanan diastolik turun 20 mmHg
atau denyut nadi turun 20%
3. Issorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari
4. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
Pada pasien dengan pecah varices/penyakit hati
kronik/sirosis hati diberikan:
1. Laktulosa 4x1 sendok makan
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan bila pasien
masuk dalam keadaan gawat I-III
DIARE KRONIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
113
Direktur
Pengertian Diare kronik yang berlangsung lebih dari 15 hari sejak awal
diare
Diagnosis Diare dengan lama lebih dari 15 hari
Diagnosis banding Kelainan pankreas, kelainan usus halus dan usus besar,
kelainan PEM dan tiroksikosis, kelainan hati, IBS tipe diare
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan darah : DPL, kadar feritin, SI-IBC, kadar
vitamin B12 darah ,kadar asam folat darah, albumin
serum, eosinofil darah, serologi amuba (IDT), widal,
pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CD8)
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan anatomi usus : Bariun enema/colon in loop
(didahului BNO), kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi,
barium follow through atau enterocylsis, ERCP, USG
abdomen, CT Scan abdomen
Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan
yeyunum tes fungsi pankreas, tes Schilling, CEA dan Ca
19-9
Non farmakologis : diet lunak tidak merangsang, tinggi
kalori, tinggi protein, bila tidak tahan laktosa diberikan
rendah laktosa, bila maldigesti lemak diberikan rendah
lemak. Bila penyakit Crohn dan colitis ulserosa
diberikan rendah serat padakeadaan akut.
Terapi Pertahankan minum yang baik, bila perlu infus untuk
mencegah dehidrasi
Farmakologis : bila sesak nafas dapat diberikan oksigen
infus untuk memberikan cairan dan elektrolit
Antibiotika bila terdapat infeksi. Bila penyebab
amuba/paradit/giardis dapat diberikan metronidazol.
Bila alergi makan/obat/susu, diobati dengan
menghentikan makanan/obat penyebab alergi tersebut.
Keganasan /polip diobati dengan pengangkatan
keanker.polip
TBC usus diobati dengan OAT
Diare karena kelainan endokrin, diobati dengan kelainan
endokrinnya
Malabsorbsi dengan pemberian enzim
Kolitis di atas sesuai jenis kolitis
Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan
Komplikasi elektrolit dan asam basa/gas darah, gagal ginjal akut,
kematian
Prognosis Dubia ad malam
114
PANKREATITIS AKUT
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Pankreatitis akut yaitu reaksi peradangan pankreas yang
akut
Keadaan umum pasien seperti sakit dyspepsia sedang
sampai berat, gelisah kadang disetai gangguan kesadaran
Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan
takikardia, bising usus menurun (ileus paralitik)
Diagnosis Penyakit penyerta yang meningkat resiko /l batu empedu,
trauma, tindakan bedah di abdomen, DM, hipertiroidisme,
alkoholisme, ulkus peptikum, leptospirosis DHF
HEMATOSKEZIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR TERBIT
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Hematoskezia adalah BAB darah segar berwarna merah
Pengertian yang berasal dari saluran cerna bagian bawah
116
yang tidak biasanya, mendapat terapi antibiotik, penyakit
kardiovaskuler, dapat disertai gejala ekstraintestinal seperti
kelainan kulit, sendi dan radang mata.
Melena, hemoroid, infeksi usus, penyakit usus inflamatorik.
Diagnosis banding Divertikulosis kolon dan / atau usus halus, angiodiplasia,
tumor koloan dan/atau usus halus colitis iskemik, colitis
radiasi
Laboratorium : DPL tiap 6 jam, analisis gas dan
elektrolit darah
Pemeriksaan hemostatis lengkap
Pemeriksaan etiologi : Kultur Widal-Gall, seologi
Pemeriksaan penunjang amuba, serologi IDT amuba, kultur Salmonella-Shigella
feses urin, pemeriksaan mikroskopik parasit difeses
Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi dan biopsy. Pada
demam tifoid koloniskopi sebaiknya dilakukan bila
demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik
Foto abdomen 3 posisi
Kolon inloop kontras ganda
USG abdomen
CT Scan abdomen/foto usus halus
Foto dada
EKG
Non farmakologis : puasa cairan infus, perbaikan
hemodinamik
Jika hemodinamik stabil dapat nutrisi enteral
Terapi Farmakologis : Tranfusi darah PRC/WB sampai dengan
Hb > 10 gr%
Pengobatan infeksi sesuai penyebab
Bila ada kelainan hemostatis diobati sesuai penyebabnya
Komplikasi Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena
perdarahan
Prognosis Dubia ad malam
117
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Kriteria :
1. Keusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih,
berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
Pengertian berdasarkan
Kelainan patologik atau
Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada
komposisi darah atau urin, atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. LFG < 60 ml/menit 1,73m² yang terjadi selama 3 bulan
atau lebih dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Ananesis : lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK
berkurang
PF : Anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra,
tanda bendungan paru
Lab : gangguan fungsi ginjal
118
DPL, ureum, kreatinin, UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl,
Ca P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD,
Pemeriksaan penunjang SL, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin,
USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap,
foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG,
Ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAg, Anti HCV, Anti HIV
Nonfarmakologis :
Pengaturan asupan protein:
o Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari
sesuai dengan CCT dan toleransi pasien
o Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kg BB ideal hari
o Pasien peritonealdialisis 1,3 gram/kgBB/hari
Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
Pengaturan asupan lemak : 30-40 % dari kalori
total dan mengandung jumlah yang sama antara
asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari
kalori total
Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17
mg/hari
Kalsium : 1400-1600 mg/hari
Terapi Besi 10-18 mg/hari
Magnesium : 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD : 5 mg
Air :jumlah urin 24 jam + 500 ml (isensible water
loss). Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah
dialisat yang keluar. Kenaikan BB diantara waktu
HD < 5% BB kering
Farmakologis :
Kontrol tekanan darah :
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor
angiotensin II evaluasi kreatinin dan kalium
serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%
atau timbul hiperkalemi harus dihentikan
- Penghambat kalsium
- Diuretik
Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari
pemakaian metformin dan obat-obat sulfoniturea
dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk
DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk
DM tipe 2 adalah 6%
Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
119
Kontrol hiperfosfatemi : polimer kationik
(Renagel) Kalsitriol
Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3
20-22 mEq/l
Koreksi hiperkalemi
Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100
mg/dl dianjurkan golongan statin
Terapi ginjal pengganti
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
120
UL ureum, kratinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL,
Pemeriksaan penunjang elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi,
biopsi ginjal
Nonfarmakologis :
Istirahat
Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB
ideal/hari + eksresi protein dalam urin/24 jam. Bila
fungsi ginjal sudah menurun, diet protein dissuaikan
hingga 0,6 gram/kgBB ideal/hari + eksresi protein dalam
urin /24 jam
Diet rendah kolestrol < 600 mg/hari
Berhenti merokok
Terapi Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema
Farmakologis :
Pengobatan edema : diuretik loop
Pengobatan proteinuria dengan penghambat EKA
dan/atau antagonis reseptor Angiotensin II
Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin
Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah <
125/75 mmHg. Penghambat EKA dan antagonis
reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama
Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat SOP
penyakit glomerular)
Komplikasi Penyakit ginjal kronik tromboemboli
PENYAKIT GLOMERULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
121
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Keterangan :
Difus : lesi mencakup > 80% glomerulus. Fokal : lesi
mencakup < 80% glomerulus. Segmental : lesi mencakup
sebagian gelung glomerulus Global : lesi mencakup
keseluruhan gelung glomerulus.
Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat beupa :
Diagnosis 1. Sindrom nefrotik
2. Hematuria persisten
122
3. Proteinuria persisten
4. Sindrom nefritik (hipertensi, hematuria, azotemia)
5. Rapid progressive glomerulonephritis (RPGN)
Diagnosis banding Etiologi dari penyakit glomerular
Nefropati membranosa
123
1. Diberikan bolus IV metik prednisolon 1 gram/hari
selama 3 hari
2. Kemudian diberikan steroid yang setara dengan
prednisson 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan lalu
diganti dengan klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari atau
siklosfamid 2 mg/kgBB/hari selama 1 bulan
3. prosesur No.2 diulang kembali sampai seluruhnya dari
prosedur No.2 sebanyak 3 kali
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Steroid tidak terbukti efektif pad apasien dewasa.
Dianjurkan peberian aspirin 325mg/hari atau diporidamol 3
x 75-100 mg/hari atau kombinasi keduanya selama 12
bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon,
pengobatan dihentikan sama sekali
Nefropati IgA
Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi
Bila proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal,
hanya observasi. Bila dengan gangguan fungsi ginjal,
diberikan minyak ikan
Bila proteinuria > 6 gram dengan CCT > 70 ml/menit,
diberikan steroid yang setara dengan prednison 1
mg/kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara
perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT < 70
ml/menit, hanya diberikan minyak ikan.
Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid.
Komplikasi Penyakit ginjal kronik
Prognosis Tergantung jenis kelainan glomerulus
124
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Asupan nutrisi
125
o Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA
tanpa komplikasi, kebutuhan ditambah 15-20% pada
GGA berat (terdapat komplikasi/stres)
o Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari
pada GGA berat tanpa komplikasi 1-1,5 gram/kgBB
ideal/hari pada GGA berat
o Suplementasi asam amino tidak dianjurkan
Asupan cairan
o Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
Bila akibat perdarahan diberikan transfusi
darah PRC dan cairan isotonik, hematokrit
dipertahankan sekitar 30%
Bila akibat diare, muntah, atau asupan cairan
yang kurang dapat diberikan cairan kristaloid
o Normovolemia : cairan seimbang (input = output)
o Hipervolemia : restriksi cairan (input < output)
Terapi o Fase anuria/oliguria : cairan seimbang : fase poliuria
: 2/3 dari cairan yang keluar
Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien
membutuhkan 300-500 ml electrolyte free water perhari
sebagai bagian dari total cairan yang diperlukan
Koreksi gangguan asam basa
Koreksi gangguan elektrolit
o Asupan kalium dibatasi < 50 mEq/hari Hindari
makanan yang banyak mengandung kalium, obat
yang menganggu eksresi kalium seperti penghambat
EKA dan diuretik hemat kalium, dan cairan/nutrisi
parenteral yang mengandung kalium
o Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi
per oral 3-4 gram per hari dalam bentuk kalsium
karbonat bila sampai timbul tetani, diberikan
kalsium glukonas 10% IV
o Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat
pengikat fosfat seperti aluminium hidroksida atau
kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan
makan
Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamine
dapat membantu pemeliharaan fase nonoligurik tapi
terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang
diinginkan
Indikasi dialisis
o Oliguria
o Anuria
o Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/l)
o Asidosis berat (pH < 7,1)
126
o Azotemia (ureum >98 mg/dl)
o Edema paru
o Ensefalopati uremikum
o Perikarditis uremik
o Neuropati/miopati uremik
o Disnatremia berat (Na > 160 mEq/l atau < 115
mEq/l
o Hipertermia
Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)
HIPERTENSI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik
dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada
seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi
127
o Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran
tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap
kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan
atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah
beristirahat 5 menit
o Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik =
Diagnosis suara fase 5
o Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk
menghindarkan kelainan pembuluh darah perifer
o Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri
diindikasikan pada pasien dengan risiko hipotensi
postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
o Faktor resiko kardiovaskuler
Hipertensi
Merokok
Obesitas (IMT > 30)
Inaktivitas fisik
Dislipidemia
Diabetes melitus
Mikroalbuminuria atau LFG < 60 ml/menit
Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit kardivaskular
dini (laki-laki < 55 tahun atau perempuan < 65
tahun)
o Kerusakan organ sasaran
Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau
riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi
korner, gagal jantung
Otak : stroke atau transient ischemic attack (TIA)
Penyakit ginjal kronik
Penyakit arteri perifer
Retinopati
o Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep
apnea, akibat obat atau berkaitan dengan obat, penyakit
ginjal kronik, aldosteronisme primer, penyakit
renovaskular, terapi steroid kronik dan sindrom
Cushing, feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit
tiroid atau paratiroid
128
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension,
rasa nyeri, peningkatann tekanan intraserebral, ensefalitis,
Diagnosis banding akibat obat dll
UL, tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto
toraks, EKG, sesuai penyakit penyerta : asam urat, aktivitas
renin plasma, aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh
darah besar, USG ginjal ekokardiografi
Pemeriksaan penunjang
Target tekanan
Hipertensi darah
stage 1 tidak tercapai
Hipertensi(<140/90
stage 2 mmHg atau
Lihat petunjuk
<130/80 mmHg pada pasien dengan DM ataupemilihanpenyakitdengan
obat ginjalKombinasi
kronik) 2 obat compelling
Indication (biasnaya
Gol. Diuretik tiazid gol.diuretik tiazid Obat antihipertensi
Pilihan obat inisial
Bila pertimbangkan dan penghambat lain dibutuhkan
antagonis penghambat EKA atau (diuretik,
EKA antagonis reseptor antagonis
All resetor
Terapi
129
Petunjuk pemilihan obat pada compelling indications
130
tinggi > 150 mg/dl, kolestrol HDL rendah < 40
mg/dl pada laki-laki atau < 50 mg/dl pada
perempuan) --> modifikasi gaya hidup yang intensif
dengan pilihan terapi utama golongan penghambat
EKA. Pilihan lain adalah antagonis reseptor All,
penghabat kalsium, dan penghambat
o Hipertropi ventrikel kiri --> tatalaksana tekanan
darah yang agresif termasuk penuunan BB, restriksi
asupan natrium dan terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodiator langsung,
hidralazin danminoksidil
o Penyakit arteri perifer --> semua kelas anti
hipertensi tatalaksana faktor resiko lain, dan
pemberian aspirin
o Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik
dengan dosis rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat
antihipertensi lain dengan mempertimbangkan
penyakit penyerta
o Kehamilan --> pilihan terapi adalah golongan
metidopa, penghambat resptor , antagonis
kalsium, dan vasodilator, penghambat EKA dan
anatgonis reseptor All tidak boleh digunakan selama
kehamilan
KRISIS HIPERTENSI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
131
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
132
penggunaan obat simpatomimek, mekanisme rabound
akibat penghentian mendadak obat antihipertensi
hiperrefleksi otomatis pasca cedera kardo spinalis
o Eklamsia
o Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang
memerlukan operasi segera, hipertensi pascaoperasi
perdaahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
o Luka bakar berat
o Epistaksis berat
o Trombotic thrombocytopenic purura
DPL, UL, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit. EKG.
Pemeriksaan khusus sesuai indikasi : foto toraks,
ekokardiografi, aktivitas renin plasma, aldosteron
Pemeriksaan penunjang metanefrin/katekolamin, USG abdomen, CT scan dan MRI
Hipertensi urgency
Obat dosis awitan Lama kerja
Penghambat EKA 6,25 mg per oral atau sublingual bila 15 menit 4-6 jam
Kaptopril tidak dapat menelan
Penyakit adrenergik dosis awal per oral 0,15 mg, 0,5-2 jam 6-8 jam
- Klonidin selanjutnya 0,15 mg tiap jam dapat
diberikan sampai dengan dosis total
0,9 mg 0,5 – 2 8-12 jam
jam
- Labetalol 100-200 mg per oral
Diuretik 0,5 – 1 6-8 jam
Terapi Furosemid 20-40 mg peroral jam
Vasodilator infus 5-100 mg/menit. Dosis awal 5 2-5 mnt 5-10 mnt
- Nitrogliserin mg/menit dapat ditingkatkan 5
meg/menit tiap 3-5 menit
133
Komplikasi Kerusakan organ target
Prognosis Dubia
2
0
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih
kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan
asending
134
struktural ataupun ginjal
ISK terkomplikasi : ISK yang berlokasi selain di vesika
urinaria, ISK pada anak-anak laki-laki atau ibu hamil.
DPL, UL, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi
Pemeriksaan penunjang ginjal, gula darah, foto BNO-IVP, USG ginjal
Nonfarmakologis
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
Menjaga higiene genetika eksterna
Terapi
Farmakologis :
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada, bila
hasil tes resistensi kuman sudah ada, pemberian
antimikroba disesuaikan
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi
Komplikasi kuman yang multiresisten, gangguan fungsi ginjal
Prognosis Bonam
135
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Nonfarmakologis :
Batu kalsium : diet rendah kalsium
Batu urat : diet rendah asam urat
Minum banyak (2,5l/hari) bila fungsi ginjal masih baik
Farmakologis
Terapi Antispasmodik bila ada kolik
Antimikroba bila ada infeksi
Batu kalisum : kalium silrat
Batu urat : olopurinol
Bedah :
Pielotomi
ESWL
136
Nefrosiomi
Komplikasi Kolik, obstruksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi
ginjal
Prognosis Bonam
NEFRITIS LUPUS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
137
Klasifikasi Nefritis Lupus (WHO 1995)
Nefritis Histopatologi Gejala Klinis
Lupus
Kelas I Glomerulus normal Hanya proteinuria, kelainan
sedimen urin tidak ada
Pemeriksaan penunjang UL, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsi
ginjal, albumin serum, profil lipid, komplemen C 3 C4 anti ds
DNA
138
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau
setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak bertambah
buruk
Penatalaksanaan Umum :
Diet rendah garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak
Terapi bila terdapat dislipidemia atau sindrom nefritik, rendah
protein sesuai derajat penyakit
Diuretik dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan
Tatalaksana hipertensi dengan baik
Pemeriksaan rutin periodik meliputi : sedimen urin, protein
urin kuantitatif 24 jam, tes fugnsi ginjal albumin serum,
komplemen C3 C4, anti ds-DNA
Monitor efek samping steroid dan imunosupresan serta
komplikasi selama pengobatan suplementasi kalsium untuk
mengurangi efek samping osteoporosis karena steroid
Hindari pemberian salisilat dan obat anti inflamasi
nonsteroid yang akan memperberat fungsi ginjal. Aspirin
hanya dibeirkan selektif bila ada sindrom antifosfolipid
Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif
Nefritis LupusKhusus
Penatalaksanaan Pengobatan
Kelas I Tidak ada pengobatan khusus, terapi ditujukan untuk
gejala ekstrarenal
139
Nefritis Lupus Pengobatan
Sikofosfamid tidak berhasil. Terapi MMF
dikombinaskan dengan prednison 0,5
mg/kgBB/hari yag kemudian
diturunkan dosisnya perlahan-lahan.
Lama terapi bisa mencapai 24 bulan
Kelas V
ttTerapi prednison 1 mg/kgBB/hari selama 6-
12 minggu respon klinis tak ada: prednison
dihentikan. Terdapat respon : prednison
dipertahankan selama 1-2 tahun dengan dosis
10 mg/hari. Dapat pula diberikan siklosporin
140
Komplikasi Gagal ginjal
Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I da II prognosis baik.
Prognosis Kelas II dan IV hampir seluruhnya akan menimbulkan
penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis cukup baik
LYMPHOMA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit keganasan primer jaringan limfoid padat
141
Laboratorium : Darah tepi lengkap, gula darah, fungsi
hati,fungsi hinjal, imunoglobulin
Pemeriksaan sitologi kelenjar/massa tumor untuk
mengetahui subtype LNH tersebut serta keterlibatan kelenjar
lain yang membesar
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
Pemeriksaan penunjang CT scan atau USG abdomen untuk mengetahui adanya
pembesaran KGB paraaorta abdominal atau KGB lainnya
massa tumor dalam abdomen
Foto thoraks untuk mengetahui pembesaran KGB
mediastinum pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan
cincin waldeyer
Gastroskopi bila perlu untuk melihat keterlibatan lambung
Bone scan atau foto bone survey bila perlu untuk melihat
keterlibatan tulang
Derajat keganasan rendah
Kemoterapi oba tunggal atau ganda, peroral
Radioterapi paliatif
Derajat keganasan sedang
Stadium I s/d IIa : radioterapi atau kemoterapi
parenteral Kombinasi
Terapi Stadium II.b s/d IV : kemoterapi parenteral kombinasi
radioterapi berperan untuk tujuan paliatif
Derajat keganasan
Selalu kemoterapi parenteral kombinasi (lebih agresif)
Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif
Reevaluasi hasil pengobatan
Setelah siklus kemoterapi keempat
Setelah selesai pengobatan lengkap
Akibat langsung penyakitnya
Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus
dan saraf
Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Komplikasi Akibat efek samping pengobatan
Aplasia sumsum tulang
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
Gagal jantung oleh obat sisplatinum
Neuritis oleh obat vinkristin
Tergantung derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass,
keadaan umum pasien dan ada tidaknya gangguan organ
yang mempengaruhi pengobatan
Prognosis Derajat keganasan rendah : Tidak daat sembuh, namun dapat
hidup lama
Derajat keganasan menengah : Sebagian dapat disembuhkan
Derajat keganasan tinggi : dapat disembuhkan, cepat
meninggal apabila tidak diobati
142
ANEMIA APLASTIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
143
Pemeriksaan penunjang : darah tepi lengkap ditemukan
pansitopenia, serologi virus (hepatitis, parvovirus)
Diagnosis pasti : sitologi dan histopatologi sumsum tulang
Mielofibrosis
Diagnosis banding Anemia hemolitik
Anemia defisiensi
Anemia karena penyakit kronik
Anemia karena penyakit keganasan sumsum tulang
Hipersplenisme
Leukemia akut
Pemeriksaan penunjang Laboratorium : darah tepi lengkap, serologi virus
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Terapi penunjang
transfusi komponen darah (PRC dan/TC sesuai indikasi
(pada bab transfusi darah)
Menghindari dan mengatasi infeksi
Kortikosteroid : Prednison 1-2 mg/kgBB/hari
Androgen : Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/har,
maksimal diberikan selama 3 bulan
Spelenektomi, bila tidak responden dengan steroiod
Imunosupresif
- Siklosporin 5 mg/kgBB/hari
ATG (anti thymocyte globulin) 15mg/kgBB/hari
intravena selama 5 hari
Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA yang
Terapi cocok
Respon terapi
Complete : granulosit>1000/ul, trombosit>100.000/ul, Hb N
Partial : granulosit > 500/ul, tidak membutuhukan transfusi
darah merah dan trombosit
Minimal : granulosit > 500/ul, tidak membutuhkan transfusi
darah merah dan trombosit
Minimal : granulosit > 500/ul, tidak membutuhkan transfusi
darah merah dan trombosit
Tidak respon; anemia aplastik berat menetap
Komplikasi Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia
yang berat
Dubia, tergantung tingkat hipoplasianya
Prognosis Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan
atau komplikasi transfusi darah
144
LEUKEMIA AKUT
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
145
Laboratorium : darah peifer lengkap (termasuk retikulosit
dan hitung jenis), LDH, asam urat,fungsi ginjal, fungsi hati,
serologi virus (hepatitis, HSV, EBV, CMV)
Pemeriksaan penunjang Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenetik
Kuratif
Sitoreduksi dengan sitostatyika mulai ari yang ringan hingga
yang agresif dengan membutuhkan rescue sel induk darah
pasien dari darah perifer untuk penyelamatan pada ablasi
sumsum tulang
Transplantasi sel induk darah alogenik atau autogenik dari
darah perifer, sumsum tulang atau talii pusar
Paliatif
Respon terapi
146
Complete
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit < 5% pada
sitologi aspirat sumsum tulang
Pada darah tepi tidak ditemukan blas, leukosit > 3000/ul,
granulosit > 1500/ul dan trombosit > 1000.000/ul
Partial :
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit 5-10% pada
Prognosis Malam
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama
Pengertian pada vena tungkai bawah
147
Pasien dengan risiko tinggi yaitu apabila :
Riwayat trombosis, stroke
Paska tindakan bedah terutama bedah orthopedi
Imobilisasi lama terutama paska trauma/penyanyi berat
Luka bakar
Gagal jantung akut atau kronik
Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan
hermatologi
Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang
disertai syok
Diagnosis Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon
estrogen kelainan darah bawaan atau didapat yang
menjadi predisposisi untuk trombosis
Terapi
Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregrasi trombosit
Komplikasi trombositopenia akibat heparin, osteoporosis pada pasien
yang mendapat heparin > 6 bulan dengan dosis 10.000
u/hari
Prognosis Tergantung penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi
baik
148
KOAGULASI INTRAVASKULAR
DISSEMINATA (KID/DIC)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Aktivitas sistem koagulasi dan fibrinolisis secara berlebihan
dan terjadi bersamaan
Klinis :
Dapat ditemukan gejala-gejala umum seperti demam,
hipotensi asidosis, hipoksia, proteinuria dll
Adanya tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena, hematuria, epistaksis dll)
Trombosis gagal organ (paru, ginjal, hati dll)
Merupakan akibat dari kausa primer yang lain
Bidang obstetri (emboli cairan amnion, IUFD, abortus
septik)
Bidang hematologi (reaksi transfusi, hemolisis berat,
leukemia) infeksi (septisemiam, gram +, virus HIV, hepatitis
dengue, parasit malaria)
Trauma, penyakit hati akut, luka bakar
149
d-dimer + / +/ ++
Diagnosis banding Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID
Suportif
Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
Membebaskan jalan nafas
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa
Memperbaiki dan mentstabilkan keseimbangan elektrolit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis
Antikoagulan
Heparin IV bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU, evaluasi APTT
Terapi dengan target 1,5 – 2,5 x kontrol pada jam kedua dan
keempat
Bila pada jam kedua
APTT < 1,5 x kontrol heparin dinaikkan menjadi 7500 U
APTT 1,5 - 2,5 x kontrol dosis heparin tetap
APTT > 2,5 x kontrol, evaluasi APTT pada jam keempat
bila :
APTT < 1,5 x kontrol heparin dinaikkan menjadi 7500 U
APTT > 2,5 x kontrol, hearin dikurangi menjadi 2500 U
Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC,
FFP, kriopresipitat)
Komplikasi Gagal organ, syok/hipoperfusi, DVT, KID folminan
Prognosis Malam
AFERESIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
150
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Terapeutik
Sitoferesis
Eritrositoferesis : Sickle cell anemia, malaria dengan
parasitemia
Trombofersis : Trombositemia simtomatik
Leukosiferesis : Leukemia dengan hiperleukositosis, arthritis
rheumatoid (dalam keadaan tetentu)
Plasmaferesis :
Kelainan paraprotein (sindrom hiperviskositas
krioglobulinemia, penyakit cold agglutinin),
Kelainan imunologis (sindrom goodpasture, miastenia gravis
Indikasi sindrom eaton-lambert, sindrom guilain barre, pemfigus, ITP
inhibitor faktor koagulasi)
Vaskulitides (SLE, glomerulonefritis mesanglokapiler
granulomatosis wagener),
Defisiensi faktor plasma (TTP) karacunan obat atau bahan
racun lainnya
Donor :
Untuk memenuhi kebutuhan komponen darah pasien
Tromboferesis
Plasmaferesis
Leukoferesis untuk mendukung program PBSCT
151
Aferesis terapeutik
Pasien dengan kondisi buruk dan gangguan hemodinamik
aferesis donor
Kadar trombosit/leukosit/albumin/hemoglobin/hematokrit
Kontra Indikasi dibawah normal
Golongan ABO-Rh tidak cocok, cross matching hasil (+)
Mengandung HbsAg/anti HCV/HIV/VDRL dan malaria
Berat badan kurang, usia tua, anak-anak
Menderita penyakit jantung, paru-paru, gagal ginjal kronik
atau penyakit akut lainnya
Bahan dan alat
Mesin aferesis
Set aferesis disposable, set trombaferesis, set plasmaferesis
set leukaferesis, set eritositaferesis
Antikoagulan ACD-A
Akses intravena
AV fistula
Heparin injeksi
Infus salin 0,9%
Persiapan Albumin (untuk plasmaferesis)
Obat-obat darurat : injeksi Ca glukonas, Inj adrenalin, Inj
kortikosteroid, inj antihistamin, infuse salin plasma expander
oksigen, alat resusitasi dan obat darurat untuk resusitasi
Pasien :
Penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalani
Pemeriksaan :
Fisik : hemodinamik, berat badan, tinggi badan
Laboratorium : gol darah ABO-Rh, cross-matching, DPL,
HbsAg anti HCV
Informed consent
Menelan tablet kalsium sehari sebelumnya
152
kemudian lepaskan set aferesis dari donor, trombosit yang
dikoleksi segera diberikan ke pasien atau bila disimpan
harus diatas blood rotator (yang bergoyang) selama
maksimal 5 hari selama prosedur aferesis berjalan, dokter
dan perawat harus mengawasi keluhan, dan bila perlu
menilai hemodinamik
Untuk aferesis terapeutik, prosedurnya sama dengan aferesis
donor, namun khusus untuk plasmateresis, awasi keungkinan
syok hipovolemik dan tidak lupa memberikan infus albumin
saat pertengahan prosedur serta awasi 1-2 jam setelah
prosedur untuk mencegah kemungkinan syok.
Hipokalsemia (kesemutan biir dan jari tangan, dada ras
Komplikasi tertekan, pandangan gelap) gangguan hemodinamik dan
penurunan kesadaran
DEPRESI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
153
- Pandangan masa depan suram/pesimis
- Tidur teganggu
Diagnosis - Nafsu makan kurang / bertambah
Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala-gejala tersebut
Derajat depresi
1. Ringan : 2 gejala A dan 2 gejala B
2. Sedang : 2 gejala A dan 3 gejala B
3. Berat : 3 gejala A dan 4 gejala B
Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas,
Diagnosis banding gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan
(koinsidensi)
Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi
hati, urin lengkap
Analisis gas darah, K, Na, Ca, T3 T4 TSH sesuai
indikasi
Pemeriksaan penunjang Foto toraks
Elektrokardiogram, elektromiogram, elektroensefa
logram bila perlu
Endoskopi, kolonoskopi, ultrasonografi
Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/sesuai keluhan pasien.
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi
Farmakologis :
Terapi Antidepresan : maprotalin, amineptin, maklobenid dan obat
golongan SRRI seperti sertralin, paroksetin dan lain-lain
Simtomatik, sesuai indiaksi
Kurang /tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
Komplikasi (bekerja) bunuh diri
Prognosis Bonam
ANSIETAS
154
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
155
Pemeriksaan penunjang Elektrokardiogram, elektromiogram, elektroensefa
logram bila perlu
Endoskopi, kolonoskopi, ultrasonografi
Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/sesuai keluhan pasien
1. Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi
2. Farmakologis : *benzodiazepin : buspiron. Penyekat
Terapi beta bila gejala hiperaktivitas autonom menonjol,
simtomatik sesuai indikasi
Komplikasi Kurang atau tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
(bekerja)
Prognosis Bonam
HEMOPTISIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Ekspektorasi darah dari saluran penafasa. darah bervariasi
dari dahak disertai bercak/lapisan darah s/d batuk berisi
Pengertian darah saja.
Batuk darah masif = batuk darah > 100 ml s.d > 600 ml
darak dalam 24 jam
Anamnesis :
Batuk, darah berwarna merah segar, bercampur busa
Batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penamilan)
demam, esak, nyeri dada, riwayat penyakit paru
penurunan berat badan, anoreksia
Penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya
Kelainan perdarahan, penggunaan obat
antikoagulan/ obat yang dapat menginduksi
156
trombositopenia
Kebiasaan : merokok
Pemeriksaan fisik
Diagnosis Orofaring, nasofaring : tidak ada sumber
perdarahan,
Paru : ronkhi basah atau kering, pleural friction rub
Jantung : tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral
stenosis gagal jantung
Foto thorak : menentukan lesi paru (lokal/difus kardiak)
Lab :
DPL, LED ureum, creatinin, urine lengkap
Hemostatis (apTT) : bila perlu
Sputum : pemeriksaan BTA langsung dan kultur
pewarnaan Gram, kultur MOR
Bronkoskopi, menentukan lokasi sumber perdarahan
dan diagnosis
CT scan thoraks : menemukan bronkiektasis malformasi
AV
Angiografi : menemukan emboli paru, malformasi AV
Sumber trakeobronkial
Neoplasma (karsinoma bronkogenik, tumor metastasis,
endobronkial, dll)
Bronkitis (akut dan kronik)
Bronkiektasis
Bronkiolitiasis
Trauma
Benda asing
Sumber parenkin paru
Tuberkulosis paru
Pneumonia
Abses paru
Diagnosis banding Mycetoma (fungus ball)
Sindrom Goodpasture
Granulomatosis Wegener
Pneumonitis lupus
Sumber vaskular
Peningkatan tekanan vena pulmonal (MS)
Emboli paru
Malformasi AV
Hematemesis
Perdarahan nasofaring
Koagulopati, pengobatan trombolitik/antikoagulan
157
Foto thoraks
Lab :
DPL, LED, ureum, creatinin, urine lengkap
Pemeriksaan penunjang Hemostasis nila perlu
Sputum : pemeriksaan BTA, pewarna Gram, kultur
MOR
Bronkoskopi : bila perlu
CT Scan thoraks bila perlu
Hemoptitis masif
Tujuan terapi : Mempertahakan jalan nafas, proteksi paru
yang sehat, menghentikan perdarahan
Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi
Terapi sakit
Oksigen
Infus, bila perlu transfusi darah
Medikamentosa
- Antibiotika
- Kodein tablet untuk supresi batuk
- Koreksi koagulopati : vitamin K IV
Bronkoskopi : diagnostik dan terapeutik topikal (bilas
air es, instilasi epinefrin)
Intubasi slektif pada bronkus paru yang tidak berdarah
(bila perlu)
Indikasi operasi pada pasien batuk darah masif
Batuk darah > 600 cc/24 jam
pada observasi tidak berhenti
Batuk darah > 250 cc/24 jam
pada observasi tidak berhenti
Batuk darah > 100 cc/24 jam Hb > 10 g/dl
pada observasi 48 jam tidak berhenti
Hemoptitis non-masif
Tujuan :mengendalikan penaykit dasar
Terapi konservatif sesuai penyakit dasar
Asfiksia
Komplikasi Atelektasis
Anemia
158
EFUSI PLEURA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
159
intraabdominal, hernia diagragmatika
Penyakit kolagen (SLE, dll)
Trauma
Chylothorax
Uremia
Radiasi
Sindrom Dressler
Pasca CABG
Penyakit plaura diinduksi obat : amiodarone,
bronmocriptine
Penyakit perikardium
Chylothrcraker = timbul bila terjadi disrupsi ductus
thoracicus dan akumulasi chylus di rongga pleura.
Disebabkan trauma, atau tumor mediastinum
Hemothoraks = cairam pleura mengandung darah, dan Ht
cairan pleura > 50% Ht darah tepi. Disebabkan trauma atau
ruptur pembulih darah atau tumor
Efusi pleura maligna : bila ditemukan sel-sel ganas yang
terbawa pada cairan pleura atau ditemukan pada jaringan
pleura saat biopsi pleura
Efusi paramaligna = efusi yang disebabkan keganasan, tetap
sel-sel neoplasma tidak dapat ditemukan pada cairan leura
atau jaringan pleura. Rfusi paramaligna dapat berupa cairan
transudat.
Keluhan :
Nyeri
Sesak
Demam
Pemeriksaan fisik
Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada
Bila > 300 ml cairan
* Bagian bawah / daerah cairan
Diagnosis Perkusi : redup
Fremitus taktil & fokal : menghilang
Suara nafas : melemah s/d menghilang fremitus (saat
awal)
Trakea : trdorong ke kontralateral
* Di atas dari cairan : penekanan paru/konsolidasi paru/
konsolisasi
Foto toraks
PA : sudut kostofrenikus tumpul (bila > 500 ml cairan)
Lateral sudut kostofrenikus tumpul (> 200 ml cairan)
PA/lateral : gambaran perselubungan hormogen
menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif
160
radioopak, permukaan atas cekung
USG : Menentukan adanya & lokasi cairan di rongga pleura
membimbing aspirasi efusi terlokuasi (teutama bila
ketebalan efusi < 10 mm atau terlokulasi)
CT Scan (bila perlu) : menunjukkan efusi yang belum
terdeteksi dengan radiologi konvensional,
memperlihatkan parenkim paru, indentifikasi
penebalan pleura dan kalsifikasi karena paparan
asbestos, membedakan abses paru perifer dengan
empyema terlokulasi
Fungsi pleura (thoracentesis) & analisa cairan pluera :
melihat komposisi cairan pleura dan
membandingkan komposisi cairan pleura dengan
darah, dibilai secara :
Makroskopis
Transudat : jernih, sedikit kekuningan
Eksudat : warna lebih gelap, keruh
Empyema : opak, kental
Efusi kaya kolestrol : berkilau seperti satin
Efusi chylous : seperti susu
Mikroskopis
Sel leukosit < 1.000/mm3 transudat
Sel leukosit meningkat, predominasi, lomfosit matur,
neoplasma limfoma, TBC
Sel leukosit predominasi PMN pneumonia pankreatitis
Kimiawi
Protein
PDH
Cairan disebut eksudat bila memenuhi salah satu dari 3
kriteria :
Rasio kadar protein total di cairan pleura : diserum
> 0,5
Rasio kadar LDH dicairan pleura : diserum > 0,6
Kadar LDH > 200 IU atau > 2/3 batas atas nilai
normal serum
Jika efusi pleura eksudat, selanjutnya diperiksakan :
Kadar glukosa
Kadar amilase
PH
Hitung jenis
Kadar lipid : trigliserida
Pemeriksaan mikrobilogi dan sitologi
Amylase
Tes bakteriologi : pewarnaan Gram, kultur MOR,
pemeriksaan BTA langsung dan kultur BTA
Sitologi
161
Diagnosis banding Transudat, eksudat, chylothoraks, emplema (lihat di atas)
162
Chylothoraks
Chest tube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasng
pleuraperitoneal shunt
Hemothoraks
Chest tube/thoracostomy
Bila perdarahan > 200 ml/jam, pertimbangan thoracotomy
PNEUMOTHORAKS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru
Pneumothoraks spontan = terjadi tanpa trauma atau
penyebab jelas:
Pneumothoraks spontan primer : pada orang sehat.
Faktor resiko merokok. Penyebab: umumnya ruptur bieb
subpleural atau bullae
Pneumothoraks spontan sekunder : pada penderita
Pengertian PPOK, TB paru, asma, cystic fibrosis, pneumonia
pneumocystis carinii, dll
Pneumothoraks traumatik : didahului trauma, termasuk:
163
biopsi trans thorakal, ventilasi mekanik, pemasangan kateter
vena sentral, thoracentesis, biopsi trans bronkhial, dll
Menurut jenis fistulanya, dibagi atas
1. Pneumothoraks ventil
2. Pneumothoraks terbuka
3. Pneumothoraks tertutup
Gejala
Nyeri dada, akut, terlokalisir
Dyspnea (pada p. ventil : tiba-tiba, makin hebat)
Batuk
Hemoptysis
PF
Diagnosis Takikpneu
Sisi terkena (ipsilateral)
Statis : lebih menonjol
Dinamis : pergerakan berkurang/tertinggal
Fremitus : menghilang
Perkusi: hipersonor
Auskultasi : suara nafas melemah-menghilang
Tanda pneumothoraks tension
KU sakit berat
Denyut jantung > 140 x/m
Hipotensi
Takipneu, pernafasan berat
Sianosis
Diaphoresis
Deviasi vena leher
Foto thoraks
Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal
oleh ruangan lusen
PA tegak pneumothoraks kecil : tampak ruangan
antara paru dan dinding dada pada apex
Bila perlu foto saat ekspirasi mediastinal shift,
depresi diafragma, ekspansi rib cag
CT Scan : membedakan pneumothoraks terlokulasi
dari kista atau bullae
AGD : hipoxemia, mungkin disertai hipokardia
(karena hiperventilasi) atau hiperkarbia
Penyakit tromboemboli paru
Pneumonia
Diagnosis banding Infark miokardium
PPOK eksaserbasi akut
Efusi pleura
Kanker paru
164
Foto thoraks
CT Scan thoraks
Analisa gas darah (AGD) : bila diperlukan
Pemeriksaan penunjang
Aspirasi :
Anestesi lokal di sela iga II anterior (garis
midklavikula) aspirasi dengan kateter 16F atau 18F
Terapi s/d tidak ada gas lagi keluar
Jika tidak resolusi dengan aspirasi atau volume udara besar.
Konsul Bagian Bedah/subbagian Bedah Thoraks
untuk pertimbangan pemasangan thoracostomy tube.
Tube disambungkan ke water sealed chamber, dapat
disertai suction untuk 24 jam pertama atau selama
masih ada kebocoran udara. Setelah 24 jam tidak
terjadi pneumothoraks lagi : tube dapat dicabut oleh
TS bagian Bedah
Jika Pneumothoraks rekurens :
Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura
atau
Konsul bagian Bedah / Subbagian Bedah Thoraks untuk
pertimbangan :
Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura
perietal atau stripping pleurietal) atau
Thorakoskopi, atau Open thoractomy. Indikasi
- Kebocoran udara memanjang
- Reekspansi paru tidak sempurna
- Bullar besar
- Resiko pekerjaan
Indikasi relatif
Pneumothoraks tensions
Hemopneumothoraks
Bilateral pneumothoraks
Rekurens ipsilateral/kontralateral
Gagal nafas, pneumothoraks tension, homepneumothoraks
Komplikasi infeksi / pyopneumothoraks, penebalan pleura, atelektasis,
pneumothoraks, rekurens, amfisema mediastinum, edema
paru reekspansi
165
Dubia ; tergantung tipe, penyakit dasar, faktor pemberat/
Prognosis komorbid
PNEUMONIA DIDAPAT DI
MASYARAKAT
(Community-Acquired Pneumonia = CAP)
166
1. Diagnostik adanya CAP
Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang
bertambah
Diagnosis Terdapat 2 dari 3 gejala berikut
Demam, batuk + sputum produktif, i\leukositosis
(pada penderita usia lanjut : gejala dapat tidak
khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau makandll)
2. Pengkajian awal dderajat berat penyakit dengan the
Pneumonia PORT prediction rule atau Pneumonia
Sevarity of Illness Index (PSI)
Berdasarkan proses dua langkah yang mengevaluasi
faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis, pasien
distratifikasi menjadi lima kelas resiko mortalitas dan
outcome (lihat tabel 2,3,4 dan gambar 1)
3. Indetifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4)
Pewarna Gram sputum
Kultur sputum
Kultur darah
Pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen,
pemeriksaan polymerasa chain reaction (PCR), dan
tes invasif (thrakosentesis, transthorakal, biopsi paru
terbuka dan thorakoskopi) : bila diperlukan
Diagnosis banding
Foto thoraks
Pulse oxymetry
Lab. Rutin ; DPL hitung jenis, LED, glukosa darah,
ureum, creatinin, SGOT, SGPT
Analisa gas darah, elektrolit
Pewarnaan Gram sputum
Pemeriksaan penunjang Kultur sputum
Kultur darah
Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan antigen
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
Tes invasif (thorakosentensis, aspirasi transtrakheal,
bronkoskopi, aspirasi jarum transthorakal, biopsi paru
terbuka dan thorakoskopi)
Tatalaksana Umum
Rawat jalan:
Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan
minum banyak cairan
Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
Eksprektoran.mukolitik
Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
167
Terapi Kontrol setelah 48 jam atu lebih awal bila diperlukan
Bila tidak membaik dalam 48 jam; dipertimbangkan
untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto
thoraks,
Rawat inap di RS
Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen
dan konsentrasi osigen inspirasi. Tujuannya :
mempertahankan PaO2 > 8 kPa dan SaO2 > 92%
Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK
dengan komplikasi gagal nafas dituntun dengan
pengukuran analisa gas darahberkala
Cairan bila perlu dengan cairan intravena
Nutrisi
Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
Ekspektoran/mukolitik
Foto thoraks diulang pada pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rawat di ICU
Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret
mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran
mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial
Terapi Antibiotika
Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin
berdasarkan perkiraan etiologi yang menyebabkan CAP pad
akelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi empirik
inisial ATS 2001
168
CAP berat :
Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria
modifikasi) atau dua kriteria minor (dari 3 kriteria minor
modifikasi)
Komplikasi Kriteria minor yang dikaji saat masuk RS
1. Gagal nafas berat (PaO2/FLO2 < 250)
2. Foto thoraks : pneumonia multilobaris
3. TS sistolik < 90 mmHg
Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam
perjalanan penyakit
1. Perlunya ventilator mekanis
2. syok sepsis
Gagal nafas
Sepsis, syok sepsis
Gagal ginjal akut
Efusi parapneumonik
Bronkiektasis
Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid
Prognosis status imunologis, dll
Group I Grup II
Rawat Jalan Tanpa Penyakit Kordiupulmonal Rawat Jalan Dengan Penyakit Kordiupulmonal
Tanpa Faktor Modifikasi Dan/atau Faktor Modifikasi
Grup III
Rawat Inap non-ICU
a. Dengan penyakit kariopulmonal dan/ atau faktor a. tanpa resiko infeksi Pseudomoniae (termasuk
modifikasi (termasuk penghuni panti jompo) DRSP)
Sterptococcuspneumoniae (termasuk DRSP) Sterptococcuspneumoniae (termasuk DRSP)
Hemophilus Influenzae Hemophilus Influenzae
169
Mycoplasma pneumonia Enterik gram negatif
Chamydia pneumoniae Staphyloccocuss aureus
Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik) Mycoplasma pneumonia
Enterik gram negatif Respiratori virus
Aspirasi (anaerob) Lain-lain
Virus - Chamydia pneumoniae
Legionella spp - Mycobacteioum tuberculosis
Lain-lain - Fungi endemik
- Mycobacteioum tuberculosis
- Fungi endemik
- Pneumocystis cannii
b. Tanpa Penyakit Kardiopulmonal, Tanpa Faktor b. Ada resiko infeksi pseudomonas aeruginosa
Modifikasi Semua patogen di atas (IV.a)
Sterptococcuspneumoniae (termasuk DRSP) + pseudomonas aeruginosa
Hemophilus Influenzae
Mycoplasma pneumonia
Chamydia pneumoniae
Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik)
Virus
Legionella spp
Lain-lain
- Mycobacteioum tuberculosis
- Fungi endemik
- Pneumocystis cannii
Gambar 1 Langkah pertama Rumus Prediksi Pneumonia : Mendeteksi pasien dengan Kelas Resiko I
Tidak
neoplasma
gagal jantung kongestif
penyakit serebrovaskuler Ya
penyakit gagal ginjal
penyakit hati
170
Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik :
perubahan status mental
nadi > 125/menit Sesuai langkah kedua/
pernafasan > 30/menit sistem skor rumus
tekanan darah sistolik < 90 mmHg
suhu < 35°C atau > 40°C Ya
Tidak
Pasien dimasukkan
Dalam kelas resiko
PNEUMONIA ATIPIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi
mempunyai gambaran klinis radiologis tersendiri yang
berbeda dari penumonia umumnya, yakni onset yang
insidious, demam ringan sampai berat, batuk tanpa produksi
sputum, dan tidak berespons dengan terapi antibiotik -
Pengertian laktam
Atiologi :
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia pneumoniae
Legionella spp
Influenza virus tipe A dan B
Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroba atipik,
gejala sistem pernapasn dapat tidak khas, sedangkan gekala
sistemik seperti sakit kepala, nyeri otot/sendi dapat
menonjol.
171
Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat/
infeksi sekunder
Demam ringan, dapat dengan epat meningkat s/d
mengigil
Diagnosis Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh
Sakit kepala, nyeri otot (sering)
Nyeri dada (jarang), sesak nafas (bila berat)
PF : tanda-tanda radang dan konsolidasi paru: suara
nafas bronkial, ronkhi
Efusi pleura, abses paru (bila berat)
172
- Clarythomrcin 2 x 500 mg
- Azithroycin 1 x 500 mg
- Roxythromycin 2 x 500 mg
Doxycyline
Terapi Respiratory-Fluoroquinolone
+ Rifampicin (bila curiga Legionella)
Efusi pleura
Empiema
Abses paru
Atelektasis
Komplikasi Gagal nafas
173
Kerpulmonal
Pneumothoraks
Septikemia
Herpes labialis
Penyakit thromboemboli
Dubia: tergantung derajat berat penyakit, penyakit terkait
Prognosis faktor prognostik lain
GAGAL NAFAS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3
0
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman),
oksigen (O2), dan karbondioksida (CO2) darah arteri supaya
tetap dalam batas normal
Etiologi
1. Penyakit saluran napas
Bronkitis kronik
Emfisema
Asma bronkial
Bronkietasis
2. Penyakit paru
Pneumonia
Edema paru
Aspirasi
Pengertian Inhalasi asap, gas
3. Gangguan hiperpermeabilitas
Edema paru
174
ARDS
4. Penyakit pembuluh darah
Emboli paru
Syok kardiogenik
Fistula A.V pumoner
5. Trauma
Taruma dada
Trauma leher
Trauma kepala
6. Gangguan neuromuskular
Poliomielitis, sindrom tetanus
Guillain Bare, paralisis diafragma
7. Obat-obatan
Barbiturat
Narkotik
Sedatif
Obat-obat relaksasi
8. Kelainan dinding dada
Kofoskoliosis
Ankylosing spondylitis
9. Lain-lain
Hipotermia
Sesak napas berat
Batuk
Sianosis
Pulsus paradoksus
Stridor
Sritmia
Takikardia
Konstriksi pupil
Gagal nafas tipe I
PCO2 normal atau meningkat
Diagnosis PO2 turun
Umumnya kurus
Warna kulit : pink puffer
Hiperventilasi
Pernapasan : puse-lips
Gagal nafas tipe II
PCO2 meningkat
PO2 menurun
Sianosis
Umumnya kegemukan
Hiperventilasi
Tremor CO2
Edema
175
Diagnosis banding Edema paru
ARDS
Analisa gas darah
Foto thoraks
Pemeriksaan penunjang Kateter Swan ganz dengan mmonitor tekanan kapiler
paru (PCWP)
EKG
Tahap I
Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2
Bronkodilator nebulizer
Terapi Humidikasi
Fisioterapi dada
Antibiotika
Tahap II
Bronkodilator parenteral
Kortikosteroid
Tahap III
Stimulan pernafaasn
Mini trakeostomi jika retensi sputum
Tahap IV
Ventilasi mekanik
Komplikasi Mortalitas
Prognosis Malam
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
176
Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran
Pengertian udara umumnya bersifat progresif dan bekaitan dengan
resppons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas
iritan (GOLD 2001)
Keluhan
- Sesak nafas
- Batuk-batuk kronis
- Sputum yang produktif
- Faktor resiko (+)
- PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko,
riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK,
riwayat eksaserbasi, dampak penyakit terhadap aktivitas
dll, kemungkinan mengurangi faktor resiko
Pemeriksaan fisik
- Pernafasan pursed lips
Diagnosis - Takipnea
- Dada emfisematous atau barrel chest
- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
- Bunyi nafas vesikuler melemah
- Eksirasi memanjang
- Ronki kering atau wheezing
- Bunyi jantung jauh
Diagnosis pasti dengan uji spirometri
- FEV,/FVC < 70%
- Uji bronkodilator< 80% prediksi
Uji coba kortikosteroid
Analisis gas darah pada :
- Semua pasien dengan VEP, < 40% prediksi
- Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah
jantung kanan
177
Institute dan WHO (lihat tabel 1)
Asma bronchial
Diagnosis banding Bronkiektasis
Gagal jantung kongestif
Pneumonia
Spirometri
Foto thoraks
Bila eksaserbasi akut
- Analisis gas darah
Pemeriksaan penunjang - DPL
- Sputum gram, kultur MOR
178
Vaksinasi : influenza, pneumokok
Terapi Non-farmakologis
a Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernafasn, rehabilitasi prikososial
b Terapi oksigen jangka panjang (> 15 jam sehari) pada
PPOK stadium III, AGD
c Nutrisi
d Pembedahan : pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki
fungsi paru atau gerakan mekanik paru)
Gagal Nafas
Komplikasi Kor pulonal
Septikemia
Tabel 1 Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Insitute dan WHO
179
Spirometri normal
IIA II A :
50% < FEV1 < 80% Pengobatan rutin dnegan > 1
prediksi ± keluhan klinis bronkodilator
Steroid inhalasi : jika uji
steroid (+)
II B Rehabilitasi
30% < FEV1 < 50%
prediksi ± keluhan klinis II B : II A ditambah
Steroid inhalasi jika uji
steroid (+) atau eksaserbasi
berulang
PPOK FEV1/FVC < 70% Pengobatan rutin dengan > 1
Berat FEV1/FVC < 30% bronkodilator
prediksi, atau Steroid inhalasi jika uji
FEV1/FVC < 50% + gagal steorid (+) atau eksaserbasi
nafas berulang
Pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Terapi O2 jika gagal nafas
180
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Adalah infeksi paru yang menyrang jaringan parenkim paru,
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, dibagi dalam :
1. TB paru TBA positif : sekurangnya 2 dari 3 spesien
sputum TB positif
2. TB paru TBA negatif, dari 3 spesimen sputum BTA
negatif, foto rontgen positif
Berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang ditunjukkan
oleh foto rontgen, dibagi dalam
1. TB paru dengan kelainan paru luas
2. TB paru dengan kelainan paru sedikit
Pengertian Berdasarkan organ selain paru yang terserang, dibagi
dalam :
1. TB Ekstra paru ringan : TB kelenjar limfe,TB tulang
non-vertebra, TB sendi, TB Adrenal
2. TB ekstra Paru berat : meningitis, TB milier, TB
disseminata, perikarditis, pleuritis, peritonitis, TB
vertebra, TB usus, TB genitourinarius
Berdasarkan riwayat pengobatannya, dibagi dalam :
1. Kasus baru
2. Kambuh (relaps)
3. Drop-out/default
4. Gagal terapi
5. Kronis
Keluhan (tergantung derajat berat, organ telibat, dan
komplikasi):
Diagnosis 1. Batuk-batuk > 3 miggu
2. Batuk berdarah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise, lemah
6. Berat badan turun
7. Nafsu makan turun
8. Keringat malam
9. Demam
Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat organ
terlibat dan komplikasi)
1. KU emah, cachexia
2. Takipnea
181
3. Febris
4. Paru : tanda-tanda konsilidasi (redup, fremitus
mengaras/ melemah, suara nafas bronkial/melemah
ronkhi basah/kering
5. dll
182
Penderita batu TB paru, sputum BTA negatif, rontgen
positif dengan kelainan paru luas
Penderita TB Ekstra paru berat diterapi dengan :
- 2 RHZE/4RH
- 2 RHZE/4R3H3
- 2 RHZE/6RHE
Kategori 2 untuk :
- penderita kambuh
- penderita gagal
- penderita after default
diterapi dengan :
- 2 RHZES/1RHZE/5RHE
Terapi - 2 RHZES/1RHZE/5R3H3E3
kategori 3 untuk
- penderita baru TB paru, sputum BTA negatif, rontgen
positif dengan kelainan paru tidak luas
- penderita TB ekstra paru ringan
diterapi dengan
- 2 RHZE/4RH
- 2 RHZE/4R3H3
- 2 RHZE/6RHE
Kategori 4 untuk :
- penderita TB kronik
diterapi dengan ;
- H seumur hidup
Bila mampu OAT lini kedua
DEPRESI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
183
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
184
Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/ sesuai keluhan pasien
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, prikoterapi
Farmakologis :
Antidepresan : maprotin, amineptin, moklobemid, dan
Terapi obat golongan SRRI seperti sertrain, paroksetin dan lain-
lain
Simtomatik, sesuai indikasi
Kurang/tidak mapu melakukan aktivitas sehari-hari
Komplikasi (bekerja), bunuh diri
Bonam
Prognosis
ANSIETAS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
185
diare dan lain-lain
Bila ditemukan adanya kelainan organik pada
umumnya keluhan tidak sebanding dengan kelainan
Diagnosis organ yang ditemukan
Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap
berkurang : mudah terkejut, cepat tersinggung, sulit
konsentrasi, sukar tidur dan lain-lain
Aktivitas sehari-hari terganggu : kemampuan kerja
menurun, hubungan sosial terganggu, kurang merawat
dirim dan lain-lain
Ada 5 varian ansietas : gangguan cemas menyeluruh
(GAD), gangguan panik. Ibsesif-kompulsif, Fibio dan
gangguan stress pasca trauma
Gangguan cemas menyeluruh ditandai oleh
Gangguan campuran ansietas dan depresi
Diagnosis banding Depresi
Gangguan somatisasi
Kelainan organik yang ditemukan (konsidensi)
Hb, Ht leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi
hati, urin lengkap
Analisa gas darah K, Na, Ca, T3, T4 TSH, sesuai
indikasi
Pemeriksaan penunjang Foto toraks
Elektrokardiogram, elektromiogram,
elektroensefalogram
Endokopi, kolonoskopi, ultrasonografi
Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/ sesuai keluhan pasien
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, prikoterapi
Farmakologis : * benzodiazepin: diazepam; alprazolam;
Terapi clobazam, nonbenzoidiazepin: buspiron. Penyakit beta bila
gejala hiperaktivitas autonom menonjol, simtomatik sesuai
indikasi
Komplikasi Kurang atau tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
(bekerja)
Prognosis Bonam
186
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
187
Supportif “ Oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik, ekspektoran
Terapi Famakologis : Antibiotika (Ampisilin-snebaktum, kuinolum
sefalosforin gen 2-4
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
188
Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
penyebab/ pencetus
Elektrolit darah, terutama natrium dan kalium
Analisis gas darah
Pemeriksaan penunjang Ureum dan kreatinin darah
Gula darah
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi deficit
neurologis fokal, adalah CVD atau TIA
Prognosis Dubia
INKONTINENSIA URIN
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS dr. Ukhron Novansyah
02 -02-2015 Direktur
189
gangguan pada sistem saluran kemih, merupakan akibat
ketidakmampuan mencapai toilet, lumpuh, imobilitas,
kelemahan) sehingga tidak dapat berkemih secara
Diagnosis normal
Inkotinensia urgensi merupakan inkontinensia akibat
ketidakmampuan untuk menunda berkemih begitu
sensasi berkemih muncul, jumlah urin agak banyak
frekusnsi berkemih sering
Inkontinensia stress disebabkan kelemahan otot dasar
panggul, muncul pada saat batuk, bersin atau mengedan,
jumlah urin sedikit
Diagnosis banding Inkontinensia akut
Non farmakologis
Terapi Koreksi penyebab yang mendasari
Latihan menahan kemih
Latihan otot dasr panggul
Membiasakan berkemih pada waktu yang telah
ditentukan sesuai kebiasaan pasien
Pasien dengan trauma medulla spinalis, strok atau
demensia mungin memerlukan pemasangan kateter
jangka panjang atau selamanya
Farmakologis
Antikolinergik/untuk inkontinensia urgensi/(antimus
karinok selektif) seperti ; Toltxrodin)
Agonis alfa/untuk inkotinensia stress/estrogen topikan
Pembedahan
Dapat dipertimbangkan pad inkontinensia tipe stress
atau campuran stress dan urgensi, bila terapi
farmakologis dan nonfarmakologi tidak berhasil
Inkontinensia tipe overlow memerlukan tindakan
pembedahan untuk menghaslkan retensi urin
Dekubitus, infeksi saluran kemih, karena penggunaan kateter
agar tidak mengompol, jatuh (terutama bila mengompol
malam hari) menyebabkan fraktur, depresi, isolasi,
katergantungan pada orang lain dan alat (keteter/pampers)
Komplikasi Komplikasi emboli paru: gagal nafas, gagal jantung kanan
190
akut, hipotensi/syok kardiogenik
Komplikasi terapi perdarahan (termasuk intra-kranial),
heparin induced thrombocytopenia, nekrosis, kulit, warfarin
embryopathy
Prognosis Malam
DEHIDRASI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau
Pengertian hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama
(dehidrasi isotonik) atau hilangnya natriuim lebih banyak
daripada hilangnya air (dehidrasi hipotonik)
Riwayat asupan yang kurang atau kehilangan cairan yang
berlebihan melalui panas, keringat, takipnea, muntah atau
diare jumlah urin sedikit ( < 30 cc/jam)
Pada pemeriksaan fisik terdapat gangguan kesadaran,
Diagnosis hipotensi dan jumlah urin sedikit
Rasio ureum/kreatinin < 25, umumnya kadar natrium plasma
> 145 mmol/L urin dan osmolalitas serun > 290
mosm/liter, walaupun dehidrasi dengan kadar natrium
osmolalitas serum normal atau rendah
Diagnosis banding
191
Pemeriksaan ureum, kreatinin, kadar natrium plasma,
Pemeriksaan penunjang osmolaritas serum, CVP, BJ urin
EMBOLI PARU
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
192
Kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada
arteri pulmonalis apru
Bekuan vena sistemik yang menyangkut dipercabangan
arteri pulmonalis, merupakan komplikasi trombosis vena
dalam (DVT) yang umumnya terjadi pada kaki atau panggul.
Faktor predisposisi Trombosis Vena, dikaitkan dengan Trias
vichow
Statis
Imobilitas
Tirah baring
Anestesi
Pengertian Gagal jantung kongestif/korpulmonal
Trombosis vena sebelumnya
Hiperkoagulabilitis
Keganasan
Antibodi antikadiopilin
Sindrom nefrotik
Trombisitosis esensial
Terapi estrogen
Heparin-included thrombocytopenia
Inflammatory bowel disease
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
Koagulasi intravaskuler diseminata
Defisiensi protein C dan S
Defisiensi antitrombin III
Kerusakan dinding pembuluh darah
Trauma
Pembedahan
Manifestasi klinis terbagi atas :
Akut
1. Oklusi masif
2. Infark paru
3. Emboli paru tanpa infark
Kronik
Emboli paru unresolved
193
Keluhan : sesak nafas, nyeri dada, hemoptitis
PF :
Takipneu, takikardia, pleural rub, tanda-tanda efusi
pleura
Tanda-tanda gagal jantung kanan akut : JVP meningkat,
bunyi P2 mengeras, murmur sistolik daerah katup
pulmonal
EKG : terutama menyingkirkan penyakit lain
Perubahan ST-T tidak spesifik. Inversi gelombang T di
V1-V4
Kadang-kadng RBBB, AF
Pad emboli paru masif : RAD, P pulmonal, S1 Q3 T3
Diagnosis Foto thoraks : menyingkirkan penyebab lain
Infiltrasi, efusi, atelektasis
Efusi pleura
Aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner
Dysphonia
Sindrom Pancoast
Metastasis ke organ : otak, tulang, hepar, limfatik
Sindrom paraneoplastik
Penurunan berat badan, anoreksia, demam
Leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
Hiperkalsemia
SIADH
Demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Prognosis Tergantung tipe histologi, staging, resektabilitas dan
operabilitas
KARSINOMA PARU
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
194
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Faktor risiko
Merokok (aktif, pasif)
Polusi lingkungan kerja
Asbestos (galangan kapal, konstruksi,
Pengertian pertambangan),
Arsenik (kebun anggur, gembala kambing, tambang
emas, pelais logam)
Hidrokarbon aromatik polisiklik (industri baja)
Kromat dan kromium (pekerja industri, pelapis
krom)
Silika (penemuan baja)
Pabrik gas beracun, penyulingan nikel
Tambang uranium, radon dan turunannya
Polusi udara : gas buangan kendaraan bermotor
mengandung hidrokarbon aromatik olisklik
Radiasi non-ionisasi (telepon selular)
Radiasi prosedur diagnostic
Gambaran Klinis
Diagnosis Asimptomatis
Klinis lokal
Batuk, hemoptisis, wheezing, stridor, abses, atelektasis
195
Klinis invasi lokal
Nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura, aritmia (invasi ke
pericardium), sindrom vena cava superior, sindrom
Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis), suara serak
(penekanan pada laryngeal recurrent), sindrom pancoast
(invasi pleksus bradikialis & sarah simpatis servilasi)
Metastasis
Nyeri tulang, sakit kepala, ikterus, perubahan neurologis,
suara serak, sulit menelan, sesak nafas, pembesaran
kelenjar getah bening
Sindrom
Gejala sistemik : penurunan berat badan, anoreksia,
demam
Hematologi; leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
Neurologik : demensia, ataksia, tremor, neuropati
perifer
Endokrin : sekresi PTH (hiperkalsemia)
Dermatologi : eritema multiform, hiperkeratosis, jari
tabuh
Renal : SIADH
Oesteoarthropati hipertrofi
Diagnostik pada pasien dengan kanker paru terdiri dari
1. Diagnosis adanya kanker paru
2. Diagnosis tipe histologis kanker paru
3. Staging kanker paru
4. Anatomic staging : penentuan lokasi tumor
5. Physiologic staging : pengkajian kemampuan pasien
menerima berbagai terapi anti-tumor
Terutama untuk kanker paru nin-small sell: resektabilitas
(apakah tuor dapat diangkat seluruhnya dengan prosedur
bedah standar seerti tobektomi atau pneumonektomi0 dan
operabilitas (apakah pasien dapat mentoleransi prosedur
bedah)
196
Pemeriksaan sitologi sputum merupakan pemeriksaan
rutin pada pasien dengan batuk dan gambaran klinis
dicurigaisuatu keganasan
Pemeriksaan sitologi lain dapat dilakukan pada cairan
pleura, aspirasi kelenjar getah bening, biopsi
transthorakal, transbronchial needle aspiration (TBNA),
bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi sumsum tulang
Pemeriksaan histopatologis, merupakan baku emas,
dialkukan melalui cara : bronkoskopi, thorakoskopi,
mediastinoskopim thorakstomi
Foto thoraks: untuk penapisan pasien dengan resiko
tinggi, menemukan adanya massa di paru, melihat
adanya efusi pleura
CT Scan thoraks: memastikan adanya lesi di paru,
menentukan lokasi dan ukuran lesi secara tepat, menilai
KGB hilus dan mediastinum, mencari metastasis paru
supra renalis dan hepar, menilai respons terapi,
mendeteksi kekambuhan tumor
Pencitraan lain : CT Scan abdomen, USG abdomen, CT
kepala, bone scan, bone survey, angiografi, MRI
197
Sitologi cairan pleura bila ada efusi pleura
Komplikasi
Prognosis
198
PEMASANGAN SELANG
NASOGASTRIK
(NGT ATAU FLOCARE)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2
STANDAR
TANGGAL DITETAPKAN,
PELAYANAN TERBIT
MEDIS
199
Komplikasi Erosis pada esophagus dan lambung
TRANSFUSI DARAH
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
Prosedur tindakan Perawat mengambil sampel darah minimal 2 cc, paling baik
5 cc. Pada sampel darah ini harus ditempelkan tabel yang
kuat bertulisan nama lengkap (sesuai formulir), jenis
201
kelamin, umur, nomor rekam medik, tanggal pengambilan
dan ruang perawatan
Pemberian transfusi darah atau komponen
202
FLEBOTOMI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
203
sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dilakukan dala posisi
duduk/berdiri karena mencerminkan tekanan darah yang
sebenarnya
Bila status hemodinamik stabil, pasien berbaring di tempat
tidur dilakukan tindakan a dan antisepsis pada lengan
daerah venaseksi yang dilanjutkan dengan pembendungan
vena dengan tensimeter tekanan 60 mmHg (atau diantara
sistolik dan diastolik)
Pada orangtua di atas 65 tahun atau pasien dengan
kecenderungan penyakit kardiobaskuler, disisi lengan yang
satunya dipasang infus set dengan cairan pengagnti plasma
(pasma expander) atau desktran yang dimulai ecara
bersamaan dengan tindakan flebotomi dengan jumlah yang
sama seperti darah yang dikeluarkan
Kebanyakan pasien dapat menerima pengeluaran darah
sebanyak 3 unit (kira-kira 450-600 cc) per minggu, bahkan
ada yang melakukan sebanyak 500 cc dengan interval 1-3
hari. Untuk usia lanjut dan pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dianjurkan sekitar 200-300 cc
Setelah tercapai target pengobatan yaitu hematokrit antara
40-45% makan kekerapan flebotomi biasnya dapat
diturunkan antara 1 atau 2 kali tiap 3-4 bulan tergantung
evaluasi rutin yaitu nilai hematokrit atau serum feritin dalam
batas normal rendah 10-40 ug/ml untuk pasien-pasien
dengan hemokromatosis
Komplikasi Perdarahan/hematom, gangguan hemodinamik
204
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Aspirasi cairan pleura dari rongga pleura dengan jarum
Pengertian perkutan (=thoracentesis)
Pneumothoraks
Hemothoraks
Komplikasi Edema paru re-eksplansi (terutama bila drainase terlalu
cepat dan > 1 L cairan dikeluarkan pada satu saat
Emboli udara
206
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengambilan material jaringan kelenjar getah bening untuk
Pengertian dilakukan pemeriksaan sitologi dan mikrobiologi. Klenjar
getah bening yang dimaksud di sini ialah kelenjar getah
bening (KGB) daerah
Tujuan Mengambil bahan jaringan kelenjar getah bening untuk
pemeriksaan sitologi dan mikrobiologi
Pembesaran kelenjar getah bening di daerah submandibula,
Indikasi leher, supraklavikula, dengan kecurigaan kelainan paru yang
berhubungan dengan KGB tersebut
Kontraindiaksi KL mutlak tidak ada
KL relatif : gangguan koagulasi berat
Persiapan pasien:
1. Pemeriksaan DPL, BT, CT
2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasein dan keluarga, indikasi, dan komplikasi
yang mungkin timbul
3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga
menandatangani surat ijin tindakan
4. Dilakukan peemriksaan hemodinamik (tekanan darah,
Persiapan nadi,, frekuensi pernafasn, suhu)
5. Pasien dimina untuk buang air besar/kecil sebelum mulai
tindakan
Bahan dan alat :
1. Jarum suntik ukuran 23G atau 25G
2. Syringe 2,5 ml atau 5 ml tanpa jarum
3. Kaca obyek 3 buah
4. Kasa steril
5. Larutan povison iodine
6. Sarung tangan steril
1. Memakai sarung tangan steril
2. Daerah benjolan/KGB dan sekitarnya, dibersihkan
dengan kasa steril dan telah dibasahi dengan antiseptik,
secara sentrifugal
3. Benjolan difiksasi dengan tangan kiri (bila pemeriksaan
merupakan pengguna tangan kanan)
4. Jarum tanpa syringe ditusukkan ke benjolan dari pinggir
ke tengah benjo;an
5. Setelah jarum masuk, ditarik sedikit lau ditusukkan lagi
ke arah kiri dan kanan arah sebelumnya, kira-kira 3-7
207
kali tusukan
Prosedur tindakan 6. Jarum ditarik keluar sambil menutup lubang pangkal
jarum
7. Syringe tanpa jarum mengaspirasi udara bebas
8. Jarum dipasangkan kepada syringe
9. Dekatkan ujung jarum ke tengah kaca obyek, lalu
disemprotkan (syringe dikosongkan)
10. Kaca obyek yang ada bahan aspirasi ditempelkan kepada
kacaobyek bersihm sehingga didapatkan 2 buah kaca
obyej dengan bahan aspirasi
11. Kedua kaca obyek dibiarkan mengering di udara, lalu
diberi tanda identitas dan segera dikirim ke laboratorium
12. Bekas luka tusukan jarum ditutup dengan kasa steril
yang telah dibubuhi cairan antiseptic
Lama tindakan 5-10 menit
Komplikasi Perdarahan
SPIROMETRI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
208
Inspiratory reserve volume = IRV
Residual volume = RV
Vital capacity = VC
Force vital capacity = IC
Insiratory capacity = FRC
Total lung capasity = TLC
Volume dinamik
Pengertian Volume expirated in the first second = FEV1
Maximal voluntary ventilation = MVV
209
3. Penderita PPOK dalam keadaan stabil untuk
mendapatkan nilai dasar PPOK dan penyakit obstruksi
lainnya, selanjutnya setiap 3-6 bulan
Indikasi 4. Penderita asma dan PPOK setelah pemberian
bronkodilator untuk melihat efek pengobatan
5. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah dengan
anestesi umum
6. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah
toraktomi
7. Pemeriksaan berkala pada orang-orang yang merokok
sekali setahun
Absolut : tidak ada
Relatif : hemoptisis, pneumothoraks, infark miokard, emboli
Kontraindikasi paru, status kardiovaskular tidak stabil, aneurisma
cerebri, pasca bedah mata, infeksi viral (2-3
minggu terakhir)
Alat :
Spirometri
Persiapan Mouth piece 1 buah
Penderita
Tidak menggunakan obat bronkodilator minimal 8 jam
(kerja singkat) atau 24 jam (kerja panjang)
Tidak merokok atau makan kenyang dalam 2 jam
sebelum pemeriksaan
Tidak berpakaian ketat
Diterangkan tujuan dan cara pemeriksaan, serta contoh
cara melakukan pemeriksaan
Diukur tinggi badan, berat badan
Posisi berdiri tegak, kecuali jika tidak memungkinkan
dalam posisi duduk
Penderita menghirup udara semaksimal mungkin,
kemudian meniup melalui mouth piece sekuat-kuatnya
Prosedur tindakan dan sampai semua udara dapat dikeluarkan sebanyak-
banyaknya, dengan tidak ada udara yang bocor melalui
celah antara bibir dan mouth piece
Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan 3 nilai yang
reproduksibel (beda antara 2 nilai terbesar dari ketiga
percobaan < 5% atau < 100 mL)
Lama tindakan ± 10 menit
Pneumothoraks
Peningkatan tekanan intrakranial
Sinkope
Komplikasi Sakit kepala pusing
Nyeri dada
210
Batuk
Infeksi nosokomial
Desaturasi oksigen
BIOPSI PLEURA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
211
Sklalpel No.11
Klem Kelly
Persiapan Cairan antiseptik, sarung steril, kasa handuk steril
Lidokain 1% 20 ml
Spuit 2 cc dan 10 cc
Jarum No.25 ¾ inci
No.20 1 ½ inci
Tempatkan spesimen dengan larutan formalin 10%
Persiapan pasien
1. Pemeriksaan DPL, BT, CT
2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga indikasi dan komplikasi
yang mungkin timbul
3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga
menandatangani surat ijin tindakan
4. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah,
nadi, frekuensi penafasan, suhu)
Prosedur tindakan
1. Pasien duduk dengan posisi santai
2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linca aksilaris
posterior
3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan
jarum Abrams
4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
5. Anestesi daerah tindakan dengan jarum No.25 untuk
bagian luar dan jaru No,20 untuk bagian dalam
6. Dilakukan sayatan 3 mm dengan skalpel pada kulit
jaringan interkostal yang dipilih
7. Dorong jarum Abrams dengan gerakan memutar dalam
posisi tertutup sampai terasa ada hambatan. Putar alat ke
dalam posisi terbuka dan aspirasi dengan spuit. Aadnya
cairan membuktikan pemotongan berada di ruang pleura
Prosedur tindakan 8. Letakkan pemotongan pada posisi jam 6. Pemotongan
dikeluarkan bila pleura parietal telah diperoleh, ajrum
pemotong diputar di posisi tertutup dan keluarkan
9. Letakkan spesimen pada kaldu untuk M. tuberkulosis
dan kultur jamur, sedangkan yang lainnya diletakkan
dalam formalin 10% untuk pemeriksaan histologi
10. Ulang prosedur ini sampai 5 kali dengan jarum
pemotong dan diarahkan ke bawah antara posisi jam 2
dan jam 10. Ajrum pemotong jangan diarahkan ke atas
oleh karena dapat merusak syaraf dan pembuluh darah
interkostal
11. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura gunakan jarum
torakosentrasi atau jarum abrams
212
12. Luka ditutup dengan verban dan jika diperluakn dapat
dijahit.
Pneumotoraks
Perdarahan
213
Komplikasi Kerusakan saraf interkostal dengan gejala nyeri sisa dan
berkurangnya tuberkulosis pada lokasi biopsi
Emfisema subkutan
Reaksi vasivagal
KARDIOVERSI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur
214
Fibrilasi atrial kronik pad stenosis mitral atau regurgitasi
mitral dan tiroksikosis
Fibrilasi atrial dengan slow ventrikcular rate
Kontra Indiksi Hipokalemia
Keracunan digitalis
PARASENTESIS ABDOMEN
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
215
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Pasien :
216
Diperiksa darah perifer lengkap, masa perdarahan, masa
pembekuan dan masa protrombin (plg lama 48 jam terakhir)
Surat persetujuan tindakan
Vesika urinaria harus kosong
Pasien tidur berbaring dengan posisi kepala 45-90
Identifikasi tempat aspirasi (A, B, C). hindari vena-vena
kolateral, pembuluh darah epigastrika inferior, lokasi
bekas operasi dan limpa yang membesar
Pakai sarung tangan steril
Bersihkan lokasi tindakan dengan antiseptik
Pasang duk steril
Anestesi local dengan lidokain 1% sampai dengan
Prosedur Tindakan peritoneum
Pasng iv-cath no.14 atau 16 secara zigzag, sedot cairan
dengan spuit 10 cc dan 50 cc untuk pemeriksaan
Untuk tujuan terapi pasang set infus, lalu alirkan cairan
keluar
Tidak ada batas pasti jumlah maksimal yang boleh
dikeluarkan rata-rata 3-4 liter masih cukup aman
Pada pasien sirosis hati sebaiknya ditambahkan 6-8 gr
albumin intravena untuk setiap liter cairan asites yang
dikeluarkan
Parasentesis diagnosis 15 menit
Lama tindakan Parasentesis terapeutik tergantung jumlah cairan asites yang
dikeluarkan
Local
Perdarahan, infeksi dinding perut, peritonitis, perforasi usus
Komplikasi atau vesika urinaria
Umum
Hipovolemia, hipotensi, gagal ginjal, ensefalopati
pertosistemik
ASPIRASI CAIRAN
SENDI/ARTROSENTESIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
217
STANDAR
TANGGAL DITETAPKAN,
PELAYANAN TERBIT
MEDIS
Diagnostik :
Inefksi jaringan lunak yang menutupi sendi
Bakteremia
Anatomis tidak bisa dilakukan
Pasien tidak kooperatif
Kontra Indiksi Terapeutik
Kontraindikasi diagnostik
Instabilitas sendi
218
Nekrosis septik
Osteonekrosis
Sendi neurotropik
Bahan dan alat
Spuit sesuai keperluan
Persiapan Jarum spuit : No.25 untuk sendi kecil. No.21 untuk sendi
lain, no. 15-18 untuk efusi yang padat (pus)
Desinfektan iodine (betadine)
Dipakai spuit dan jarum yang disposable. Ukuran jarum
yang dipakai disesuaikan dengan besar sendi yang akan
disuntik
Misalnya jarum nomor 19 atau 21 untuk sendi besar,
sedangkan untuk sendi kecil jarum nomor 23 atau 25
Perlengkapan lain ialah bolpen untuk menandai titik yang
akan disuntik, anestetik lokal (lidokain atau spray
etilklorida) kapas alcohol, kain kasa dan larutan pemebrsih
kulit (misalnya larutan yang mengandung yodium). Juga tak
boleh dilupakan botol kecil tempat menampung aspirat guna
pemeriksaan dalam sendi lebih lanjut
Sebaiknya penyuntikan dilakukan dalam lingkungan yag
aseptik. Hendaknya ditimbulkan kesan pada penderita
bahwa prosedur ini bukan prosedur yang sulit. Jarang
diperlukan obat penenang. Penentuan tempat yang tepat
sangat penting. Keberhasilan suntikan lokal sangat
bergantung kepada pengetahuan anatomis daerah harus
Prosedur Tindakan mempunyai gambaran yang jelas tentang tempat yang akan
disuntik dengan penekanan ujung ballpoint atau diberi tanda
dengan kuku) dan jalur yang akan dilalui oleh jarum suntik.
Penderita harus dalam posisi sedemikian rupa. Sehingga
struktur disekitar sasaran suntikan dalam keadaan rileks.
Kemudian dilakukan pemebsihan serta tindakan asepsis dan
antisepsis pada tempat yang akan disuntik. Drapping hanya
diperlukan pada penderita imunokompromis atau jika
diperkirakan prosedur akan berlangsung lama atau sulit.
Tindakan untuk mengurangi sensasi tusukan jarum
(misalnya semprotan elektroda atau anestesi lokal dengan
infiltrasi lidokain melalui jarum yang sangat halus) kadang-
kadang diperlukan.
10 menit
komplikasi suntikan lokal
1. Infeksi dengan insidens 1 dari 1000-10.000 pad dokter
yang berpengalaman
Lama tindakan 2. Perdarahan jika merata harus dicurigai trauma atau
gangguan mekanisme perdarahan. Lalu lakukan aspirasi
dan jangan lakukan penyuntikan
3. Kerusakan rawan sendi dapat terjadi akibat trauma oleh
219
ujung jarum suntik
4. Nekrosis aseptic terjadi akibat infarktulang subhondrat
5. Atrofi kulit dan jaringan subkutan
6. Sinovilis kristal
7. Ruptur tendi/ligament
8. Supresi korteks adrenal
PENYUNTIKAN INTRA-ARTIKULER
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Suatu terapi lokal dengan tujuan memberikan efek analgetik
anti inflamasi di daerah sendi
220
keradangan sendi yang sulit diatasi
e) Membantu mobilisasi dan mencegah deformitas
sendi bersama-sama dengan program rehabilitasi
f) Keluhan reumatik ekstra-artikuler hursitis nerve
entrapement syndrome, dll
g) Menghilangkan nyeri dengan cepat
h) Biasanya tidak diberikan pad osteoarthritis.kecuali
pada kasus tertentu yaitu untuk menghilangkan nyeri
pada osteoarthritis, kecuali pada kasus ostheoarthritis
yang menunjukkan tanda inflamasi lokal
1. Infeksi lokal
2. Hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikan
3. Diatesa hemoragik
4. Sendi yang tidak stabil
5. Fraktur intra-artikuler
Kontraindikasi 6. Sendi yang tidak dapat dicapai
7. Osteoporosis juxtra-artikuler yang berat
8. Kegagalan suntikan terdahulu
9. Tidak ada indikasi yang tepat
10. Lesi yg mungkin tidak akan memberikan respon
terhadap suntikan
11. Psikologis penderita neurologis mungkin akan
begantung kepada suntikan
12. Penderita yang takit disuntik
Semua perlengkapan yang dipakai harus steril umumnya
dapat dilakukan dengan fleksi dan ekstensi sendi. Untuk
Persiapan mempermudah memasuki sendi ini dilakukan tarikan dan
putar fleksi 30 derajat. Tusukan jarum pada garis sendi pada
posisi 90 derajat
Lama tindakan 15 menit
Infeksi
Komplikasi Perdarahan pada tempat aspirasi
Hematrosis
Luka pada rawan sendi
Episode vesevagal pada saat atau setelah tindakan
221