Anda di halaman 1dari 221

ARTRITIS PIRAI

NOMOR NOMOR HALAMAN


DOKUMEN REVISI
2

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosodium
urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra
selular dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi
klinik.
Diagnosis Kriteria ACR (1977) :
A. Didapatkan kristal monosodium urat didalam cairan
sendi, atau
B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam tofus, atau
C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut :
1. Inflamasi maksimal pada hari pertama
2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
3. Artritis monoartikular
4. Sendi yang terkena bewarna kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP I
6. Serangan pada sendi MTP unilateral
7. Serangan pada sendi tarsal unilateral
8. Tofus
9. Hiperurisemia
10. Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran
radiologik
11. Kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran
radiologik
12. Kultur bakteri cairan sendi negative
Diagnosis banding Pseudogout, khusus
Artritis septik, Artritis rheumatoid

1
Pemeriksaan penunjang  LED, CRP
 Analisis cairan sendi
 Asam urat darah dan urin 24 jam
 Ureum, kreatinin, CCT
 Radiologi sendi

Terapi 1. Penyuluhan
2. Pengobatan fase akut
a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai
terjadi perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda
toksik atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam
b. Obat antiiflamasi non-steroid
c. Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi
kolkisin dan obat antiinflamasi non-steroid
3. Pengobatan hiperurisemia
a. Diet rendah purin
b. Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi
berlebih), misalnya allopurinol
c. Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah)
Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada
stadium
Akut
Komplikasi  Tofus
 Deformitas sendi
 Nefropati gout, gagal ginjal

Prognosis  Bonam

ARTRITIS REUMATOID
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

2
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai
sendi diartrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan
etiologi yang tidak diketahui
Diagnosis Kriteria diagnosis (ACR, 1987)
1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam
2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi
3. Artritis pada sendi pergelangan tangan,
metacarpophalanx (MCP) dan Proximal Interphalans
(PIP)
4. Artritis yang simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid serum positif
7. Gambaran radiologik yang spesifik
Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di
atas. Kriteria 1-4 harus minimal diderita selama 6 minggu
Diagnosis banding Spondiloartropati seronegatif, Sindrom Sjogren

Pemeriksaan penunjang  LED, CRP


 Faktor reumatoid serum. Hasil positif juxta-articular dan
erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat
penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi
meluas sampai daerah subkondral dijumpai pada
sebagian besar kasus (85%), sedangkan hasil negatif
tidak menyingkirkan adanya AR
 Analisis cairan sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah
leukosit di atas 2.000/mm3. Analisis ini sekaligus
digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati kristal
 Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa
pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis
 Biopsi sinovium/nodul rheumatoid
Terapi  Penyuluhan
 Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
 Obat antiinlamasi non-steroid
 Obat remitif (DMARD), misalnya klorokuin dengan
dosis 1 x 250 mg/hari, metotreksat dosis 7,5 - 20 mg
sekali seminggu, salazopirin dosis 3-4 x 500 mg/hari,
garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari atau subkutan
dosis awal 10 g, dilanjutkan seminggu kemudian dengan
dosis 25 mg/minggu dan dinaikkan menjadi 50

3
mg/minggu selama 20 minggu, selanjutnya diturunkan
setiap 4 minggu sampai dosis kumulatif 2 g
 Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat
mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau
kekambuhan.
Dapat diberikan prednison dengan dosis 20 mg dosis
terbagi dan segera tappering off
 Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2
sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular
seperti triamcinolon acetonide 10 mg atau
metilprednisolon 20-40 mg.
 Fisioterapi, terapi akupasi, bila perlu dapat diberikan
ortosis
 Operasi untuk memperbaiki deformitas
Komplikasi  Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi
ulna)
 Sindrom terowongan karpal
Prognosis  Dubia

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

2
4
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
Pengertian Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap
komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan
manifestasi klinis yang luas
Diagnosis Kriteria diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila
didapatkan 4 dari 11 kriteria dibawah ini
1. Ruam malar
2. Ruam diskoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria > 0,5 g/hari, atau
silinder sel)
8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau
lekopenia, atau limfopenia, atau tromponia
10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA
positif, atau anti ds DNA positif, tes serologis untuk
sifilis positif palsu
11. Antibodi antinuklear (ANA) positif
Diagnosis banding Mixed conective tissue disease, Sindrom vaskulitis

Pemeriksaan penunjang  LED, CRP


 C3 dan C4
 ANA, EBA (anti ds DNA dsb)
 Coomb test, bila ada AIHA
 Biopsi kulit

5
Terapi  Penyuluhan
 Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet,
kadang-kadang juga sinar fluoresen
 Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue)
dapat diberikan klorokuin 4 mg/kgBB/hari
 Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5
mg/kg BB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering
off
 Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat
diberikan injeksi steroid intraartikular
 Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat
diberikan pulse metilprednison 1 gr/hari IV selama 3
hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral
 Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak
memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif
lain, misal Siklofosfamid 500-1000 mg/m² sebulan
sekali selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2
tahun
 Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah
Azatioprin siklosporin-A
Komplikasi  Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis
lupus, infeksi sekunder, osteonekrosis

Prognosis  Dubia

ARTRITIS SEPTIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

6
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai
mikroorganisme (bakteri, non-gonokokal)

Diagnosis  Nyeri sendi akut, umumnya monoartikular


 Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari
 Ditemukan bakteri dari kultur cairan sendi
Diagnosis banding Artritis gonokokal, bursitis septic

Pemeriksaan penunjang  Analisis cairan sendi


 Pewarnaan gram dan kultur cairan sendi
 Radiografi sendi yang terserang
 LED, CRP, leukosit darah
 Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis

Terapi 1. Aspirasi cairan sendi


2. Antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan
diubah setelah hasil kultur diperoelh
3. Drainase sendi yang terinfeksi
4. Indikasi tindakan bedah :
a. Infeksi koksa pada anak-anak
b. Infeksi mengenai sendi yang sulit dilakukan drainase
secara adekuat
c. Terdapat bukti osteomielitis
d. Infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitarnya

Komplikasi Osteomielitis, sepsis


Prognosis  Dubia

7
OSTEOARTRITIS

NOMOR NOMOR HALAMAN


DOKUMEN REVISI

2
0

TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR TERBIT
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian OA merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan
sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi
progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula
subkondral dan tepi tulang (osteofit)
Diagnosis Osteoartritis sendi lutut:
1. Nyeri lutut, dan
2. Salah satu dari 3 kriteria berikut :
a. Usia > 50 tahun
b. Kaku sendi < 30 menit
c. Krepitasi + Osteofit

Osteoartritis sendi tangan :


1. Nyeri tangan atau kaku dan
2. Tiga dari 4 kriteria berikut
a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10
sendi tangan tertentu (DIP II dan III kiri & kanan,
CMC I kiri & kanan)
b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi
DIP
c. Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan
tertentu

Osteoartritis sendi pinggul:


1. Nyeri pinggul dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut :

8
a. LED < 20 mm/jam
b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau
asetabulum
c. Radiologi : terdapat penyempitan celah sendi
(superior aksial, dan/atau medial)
Diagnosis banding Artritis reumatoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis
ankilosa
Pemeriksaan penunjang  LED pada OA inflamatif, LED akan meningkat
 Analisis cairan sendi
 Radiografi sendi yang terserang
 Artroskopi

Terapi 1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non-steroid. Dapat digunakan seperti
sodium diklofenak 50 mg t.i.d, piroksikam 20 mg o.d.
meloksikam 7,5 mg o.d. dan sebagainya
4. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
5. Operasi untuk memperbaiki deformitas
Komplikasi Deformitas sendi

Prognosis  Dubia

9
SPONDILITIS ANKILOSA

NOMOR NOMOR HALAMAN


DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Spondilitis ankilosa (SA) merupakan penyakit inflamasi
sistemik kronik yang terutama mengenai tulang aksial.
Dikenal dua bentuk yaitu spondilitis ankilosa primer
(idiopatik) dan sekunder yang berkaitan dengan artritis
reaktif, psoriasis atau penyakit kolon inflamatif
Diagnosis Kriteria New York :
1. Nyeri pada vertebra lumbal atau dorsolumbal
2. Keterbatasan gerak fleksi anterior, fleksi lateral, dan
ekstensi lumbal
3. Keterbatasan ekspansi dada sebesar < 2,5 cm pada sela
iga IV

Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan :


1. Gambaran radiografi sakroilitis bilateral derajat 3-4
ditambah 1 atau lebih kriteria di atas, atau
2. Gambaran radiografi sakroilitis unilateral derajat 3-4
atau sakrolitis bilateral derajat 2, ditambah kriteria 1 atau
kriteria 2 + 3

Diagnosis kemungkinan SA (probable) ditegakkan


berdasarkan gambaran radiografi sakrolitis derajat 3-4 tanpa
disertai kriteria tersebut di atas
Diagnosis banding Penyakit Reiter, sponduloartropati juvenile, artritis psoriatic,
atropi enteropatik
Pemeriksaan penunjang  LED, CRP. Seperti halnya AR, LED dan CRP
diharapkan meningkat dimana hal ini menunjukkan

10
adanya proses inflamasi
 Faktor rhematoid serum, biasanya negatif
 Analisis cairan sendi. Tidak ada parameter spesifik
untuk menyingkirkan kelainan lain
 Radiologi sendi sakroiliakal, vertebra lumbal, dan
vertebra torakal
 HLA-B27. hasil positif sangat mendukung kejadian SA.
Faktor risiko berkaitan dengan subtype dari HLA-B27
Terapi  Penyuluhan
 Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
 Obat antiinflamasi non-steroid
 Obat remitif (DMARD), biasanya salazopirin dengan
dosis 2 x 1 gram/hari
 Fisioterapi yang intensif, terapi okupasi, bila perlu dapat
diberikan ortosis
 Operasi untuk memperbaiki deformitas
Komplikasi Bamboo spine, fraktur, dislokasi

Prognosis Malam

SKLEROSIS SISTEMIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Sklerosis sistemik merupakan penyakit kronik yang


mengenal berbagai sistem organ dan terutama ditandai
dengan penebalan kulit. Penyakit ini dapat difus, terbatas,
atau berupa sindrom tumpang tindih, penyakit jaringan ikat
yang sulit diterapkan atau terlokalisir

11
Diagnosis A. Kriteria mayor
Skleroderma proksimal
B. Kriteria minor
1. Sklerodaktili
2. Pecekungan jari atau hilangnya substansi jari
3. Fibrosis basal di kedua paru
Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor atau lebih
Diagnosis banding Mixed Connective Tissue Disease

Pemeriksaan penunjang  LED, CRP. Peningkatan hasil menunjukkan proses


inflamasi aktif
 ANA, anti topo-1 (Scl-70 antibody antisentromer anti
SS-A, anti SS-B, anti RNP). Diharapkan hasil tersebut
positif, terutama anti-topoisomerase 1, RNA polymeras
I, III, dan U3 RNP
 Radiologi tangan, toraks
 Uji fungsi paru
 Ureum dan kreatinin
 Biopsi kulit
Terapi  Penyuluhan dan dukungan psikososial
 Proteksi terhadap suhu dingin untuk mengatasi
fenomena Raynaud
 Bila terdapat ulkus atau gangren, harus dirawat dengan
baik dan diberikan antibiotik yang adekuat
 Dapat dicoba D-penisilamin 3 x 250 mg. Bila gagal
dapat dicoba DMARD lain seperti metotreksat
 Bila didapatkan gangguan gastrointestinal, dapat
diberikan H2 antagonis, omeprazol, dan obat-obat
prokinetik
 Pada keadaan krisis renal, dapat diberikan kaptopril,
fungsi ginjal memburuk, dapat dilakukan dialisis
 Pada pneumonitis, dapat diberikan glukokortikoid atau
siklofosfamid
Komplikasi Hipertensi yang tidak terkontrol, krisis renal, pneumonitis
refluks esofagitis, divertikulosis

Prognosis  Dubia

12
SIROSIS HATI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul

Diagnosis Pemeriksaan fisik : stigma sirosis (palmar eritema, spider


nevi) vena kolateral dinding perut, ikterus, edema pretibial,
asites, spenomegali
Laboratorium : rasio albumin dan globulin terbalik
Diagnosis banding Hepatitis kronik aktif

Pemeriksaan penunjang Laboratorium darah (DPL, AST, ALT, albumin, CHE, PT,
seromarker hepatitis), USG, biopsi hati, endoskopi SCBA,
analisa cairan asites
Terapi Istirahat cukup
Diet seimbang (tegantung kondisi klinis)
Roboransia
Mengatasi penyulit
Komplikasi Hipertensi portal, SBP, hematemesis melena, sindroma
hepatorenal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum

Prognosis Dubia ad malam

13
HEPATOMA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
PELAYANAN Direktur
MEDIS

Pengertian Tumor ganas hati primer

Diagnosis Anamnesis : penurunan BB, nyeru perut kanan atas,


anoreksia, malaise, benjolan perutkanan atas
Peemriksaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata
penyakit hati kronik
Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, ALP
USG : Lesi fokal/difus di hati
Diagnosis banding Abses hati

Pemeriksaan penunjang Laboratorium : AFP, PIVKA II, ALP, AST, ALT,


seromarker Hepatitis
USG : lesi fokal / difus
CT Scan, biopsi hati

Terapi Pembedahan/resesi tumor


(bila tumor mengenai 1 lobus, ukuran < 3 cm)
Injeksi etanol perkutan dengan tuntutan USG (bila tumor < 3
buah, ukuran < 3 cm, tumor yang residif pasca reseksi hati,
tumor residual pasca embolisasi)
Transplantasi hati
Kemoembolisasi pada A hepatica

14
Komplikasi Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis,
melena, kegagalan hati

Prognosis Malam

HEPATITIS VIRUS AKUT


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung


selama < 6 bulan

Diagnosis Anamnesis : mual, malaise, anoreksia, urin berwarna gelap


Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali
Laboratorium : ALT dan AST meningkat > 3 x normal
Diagnosis banding Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran
empedu, leptospirosis
Pemeriksaan penunjang Laboratorium : AST, ALT bilirubin, seromarker (IgM anti
HAV, HBsAg, IgM anti HBc, anti HCV, IgM anti HEV

Terapi Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif

Komplikasi Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis


kronik
Prognosis Bonam

15
HEPATITIS VIRUS KRONIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh


bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat
peradangan dan nekrosis pada hati.
Diagnosis Anamnesis : umumnya tanpa keluhan
Pemeriksaan fisik : bisa ditemukan hepatomegali
Laboratorium : petanda virus hepatitis B atau C positif
USG : hepatitis kronik
Biopsi hati : peradangan dan fibrosis pada hati
Diagnosis banding Perlemakan hati

Pemeriksaan penunjang Laboratorium seperti pada hepatitis akut


USG hati
Biopsi hati
Terapi Hepatitis B kronik : Lamivudin
Hepatitis C kronik : Interferon
Komplikasi Sirosis hati, karsinoma hepatoseluler

16
Prognosis 20% akan berkembang menjadi sirosis hari

ABSES HATI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam


jaringan hati akibat infeksi amuba atau bakteri

Diagnosis Anamnesis : demam


Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali yang nyeri tekan,
nyeri perut kanan atas
Laboratorium : leukositosis, gangguan fungsi hati
USG : rongga dalam hati
Aspirasi : pus (+)

Diagnosis banding Hepatoma, kolesistitis, TBC hati, aktinomikosis hati

Pemeriksaan penunjang Laboratorium : DPL, ALP, bilirubin, serologi amuba, USG,


kultur cairan pus

17
Terapi Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
Pada abses amuba : metronidazol 4 x 500-750 mg/hari
selama 5-10 hari
Pada abses piogenik : antibiotika spekturum luas atau sesuai
dengan hasil kultur kuman
Pada abses campuran : kombinasi metronidazol dan
antibiotika
Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal
dengan terapi konservatif atau bila abses berukuran besar (>
5 cm)
Komplikasi Ruptur abses (ke pleura, paru, pericardium, usus, intra
peritoneal atau kulit), perdarahan dalam abses, sepsis

Prognosis Bonam

18
KOLESISTITIS AKUT
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
PELAYANAN Direktur
MEDIS

Pengertian Reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial


akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan panas badan
Diagnosis Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas, dapat
menjalar ke daerah scapula kanan, demam
Pemeriksaan fisik teraba massa kandung empedu, nyeri
tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda Murphy
(+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran
empedu ekstrahepatik.
Laboratorium : Leukositosis
USG : Penebalan dinding kandung empedu, sering kali
ditemukan pula sludge atau batu

Diagnosis banding Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut


retrosaekal, tukak peptik perforasi, pankreatitis akut,
obstruksi intestinal
Pemeriksaan penunjang Laboratorium : DPL, AST, ALT, ALP, bilirubin, kultur darah
USG hati

Terapi Tirah baring, puasa sampai nyeri berkurang/hilang


Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan
infus dan mengoreksi kelainan elektrolit)
Antibiotika parenteral

19
Kolesistektomi bila diperlukan
Komplikasi Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung
empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis
kronik

Prognosis Bonam

PERLEMAKAN HEPATITIS NON


ALKOHOLIK

NOMOR NOMOR HALAMAN


DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR
TERBIT
PELAYANAN
MEDIS

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur
Pengertian Suatu sindrom klinis dan patologis akibat perlemakan hati,
ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan
fibrosis pada hati
Diagnosis Anamnesis : rasa mengganjal di perut kanan atas
Pemeriksaan fisik : kelebihan berat badan
USG : gambaran bright liver
Biopsi hati ditemukan perlemakan hati, peradangan lobulus,
kerusakan hepatoseluler, hialin Mallory dengan atau tanpa
fibrosis
Diagnosis banding Hepatitis virus kronik
Pemeriksaan penunjang Laboratorium : gula darah, profil lipid, AST, ALT, ALP,
gamma GT, seromarker hepatitis, ANA, anti ds DNA
Biopsi hati
Terapi Mengoreksi faktor risiko (penurunan berat badan, kontrol
gula darah, memperbaiki profil lipid dan olah raga)
Komplikasi Sirosis hati

20
Prognosis Bonam

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue


dan dikeluarkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan
Aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD
Diagnosis Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari
biasanya bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan
berikut ini:
 Uji torniquet positif (> 20 petekie dalam 2,54 cm²)
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan
atau tempat lain
 Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (< 100.000/mm3)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :
 Hematokrit meningkat > 20% dibanding hematokrit
rata-rata pada usia, jenis kelamin dan populasi yang
sama
 Hematokrit turun hingga > 20% dari hematokrit
awal, setelah pemberian cairan
 Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan
hipoproteinemia

21
Derajat
I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas
manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet
positif dan/atau mudah memar
II : Derajat I disertai perdarahan spontan
III : Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah
atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta
gelisah
IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur
DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan
dengue
Diagnosis banding Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

Pemeriksaan penunjang Hb, Ht, lekosit, trombosit, serologi dengue

Terapi Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak


Farmakologis :
 Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam
 Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol
tatalaksana DBD
Cairan intravena :
Riger laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV
bila diperlukan
 Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
 Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadiuim III dan
IV dengan koagulasi intravaskular diseminata (KID)
Komplikasi Renjatan, perdarahan, KID

Prognosis Bonam

DEMAM TIFOID
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
22
STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman


Salmonella typhi

Diagnosis Anamnesis : demam naik secara bertangga lalu menetap


selama beberapa hari, demam terutama sore/malam hari,
sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare.
PF : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif
(peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi
6 x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan
ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali,
nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia)
Lab : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit
normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia
ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati.
Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji
widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640
disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis

Hepatitis tifosa bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khisia


hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lain :
bilirubin > 30,6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT,
penurunan indeks PT), kelainan histopatologi
Tifoid karier : ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam
biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis
infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam
tifoid.
Diagnosis banding Infeksi virus, malaria

Pemeriksaan penunjang DPL, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)

Terapi Non farmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat


Farmakologis :

23
 Simtomatis
 Antimikroba :
o Pilihan utama : kloramfenikol 4 x 500 mg sampai
dengan 7 hari bebas demam
Alternatif lain :
o Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi
lebih rendah dibandingkan kloramfenikol
o Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
o Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kg BB selama
2 minggu
o Sefalosporin generasi III, yang terbukti efektif
adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrose 100 cc
selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5
hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2 x 1 gram
 Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari atau
menjelang hari IV):
o Norflosasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
o Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
o Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
o Pepfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
o Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan
kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya
hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal
langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 dengan
ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg

Kombinasi antibiotika dan kortikosteroid hanya


diindikasikan pada toksik tifoid atau tifoid yang mengalami
renjatan septik dengan dosis 3 x 5 mg

Kasus tifoid karier :


 Tanpa kolelitiasis  pilihan regimen terapi selang bulan
o Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid
mg/KgBB/hari
o Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari+ Probenesid
mg/KgBB/hari
o Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
Dengan kolelitiasis  kolesistektomi + regimen
tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi +
satu regimen berikut :
o Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
o Norfloksasin 2 x 400 mg/hari

24
 Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus
urinarius  eradikasi Schistosma haematobium
o Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
o Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3
dosis interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil, diberikan regimen terapi
untuk tifoid karier seperti di atas.

Perhatian : Pada kehamilan fluorokuinolon dan


kotrimoksazol tidak boleh digunakan. Kloramfenikol tidak
dianjurkan pada trimester III. Tianifenikol tidak dianjurkan
pada trimester I. Yang dianjurkan golongan beta laktam:
ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin generasi III
(seftriakson)
Komplikasi Intestinal : Perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus
paralitik, pankreatitis

Ekstra-intestinal : kardiovaskular (kegagalan sirkulasi


perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis), hematologik
(anemia hemolitik, trombositopenia, KID), paru
(pneumonia, empiema, pleuritis), hepatobilier (hepatitis,
kolesistitis), ginjal (glomerulonefritis, piolonefritis,
perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis,
artritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid)
Prognosis Bonam

LEPTOSPIROSIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

25
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Pengertian Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta dari


famili Leptospiraceae

Diagnosis Anamnesis : demam tinggi, mengigil, sakit kepala, nyeri,


mual,
muntah, diare
PF : Injeksi konjungtiva, ikterik, fotofobia,
hepatosplenomegali,
penurunan kesadaran
Lab : Dapat ditemukan lekositosis, peningkatan amilase, dan
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal
Serologi leptospira positif
(titer 1 > 100 atau peningkatan > 4 kali pada titer
ulangan)
Diagnosis banding Hepatitis tifosa, ikterus obstruktif, malaria, kolangitis,
hepatitis fulminan
Pemeriksaan penunjang DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amilase,
serologi leptospira

Terapi Non farmakologis : tirah baring, makanan/cairan tergantung


pada komplikasi organ yang terlibat
Farmakologis :
- Simtomatis
- Antimikroba

26
o Pilihan utama. Penisilin G 4 x 1,5 juta selama 5-7
hari
o Alternatif : tetrasiklin, ritromisin, doksisiklin,
sefalosporin generasi III, fluorokuinolon
Komplikasi Gagal ginjal, pankreatitis, miokarditis, perdarahan
meningitis aseptic

Prognosis Bonam

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Sepsis : Sindrom respon inflamasi sistemik (SRIS) yang


disebabkan oleh infeksi.
Renjatan septic : Sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan
penurunan TDS < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg
dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat
menurunkan TD
Diagnosis 1. SRIS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut
o Suhu badan > 38°C atau < 36°C
o Frekuensi denyut jantung > 90 x/menit
o Frekuensi pernapasan > 24 x/menit atau PaCO2 < 32 tor
o Hitung lekosit > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3, atau
adanya > 10% sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna untuk menyebabkan
sepsis

27
3. Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ
termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati,
ginjal, paru-paru dan asidosis metabolik
Diagnosis banding Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

Pemeriksaan penunjang DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD,
elektrolit, kultur darah dan infeksi fokal (urin, pus, sputum,
dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti
mikroba, foto toraks

Terapi  Eradikasi fokus infeksi


 Antimikroba empirik, sesuai dengan :
o Tempat infeksi
o Dugaan kuman penyebab
o Profil antimikroba (farmakokinetik dan
farmakodinamik)
Antimikroba definitif bila hasil kultur mikroorganisme
telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasil
uji kepekaan mikroorganisme
 Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi (sesuai indikasi)
pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan
respon secepatnya.
o Resusitasi cairan
Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan
pemberian cairan kristaloid atau koloid. Volume
cairan yang diberikan mengacu pada respon klinis
(respon terlihat dari peningkatan tekanan darah,
penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi,
perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan
perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada
tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan KVP,
ronki, galop S3 dan penurunan saturasi oksigen).
Sebaiknya dievaluasi dengan CVP dipertahankan 10-
12 cmH2)), dengan mempertimbangkan kebutuhan
kalori perhari
Oksigenisasi sesuai kebutuhan. Ventilator
diindikasikan pada hipoksemia yang progresif,
hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan
otot pernapasan
Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi,
diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah

28
sistolik > 90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin
dipertahankan > 30 ml/jam. Dapat digunakan
vasopresor seperti dopamin dengan dosis > 8 mcg/kg
BB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kgBB/menit,
fenilefrin 0,5-8 mcg/kgBB/menit, atau epinefrin 0,1-
0,5 mcg/kgBB/menit,. Bila terdapat disfungsi
miokard, dapat digunakan inotropik seperti
dobutamin dengan dosis 2-28 mcg/kg BB/menit,,
dopamin 3-8 mcg/kg BB/menit, epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg BB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor
(amrinon dan milrinon).
o Transfusi komponen darah sesuai indikasi
o Koreksi gangguan metabolik : elektrolit gula darah
dan asidosis metabolik (secara empiris dapat
diberikan bila pH < 7,2 atau bikarbonat serum < 9
mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan
hemodinamik)
o Nutrisi yang adekuat
o Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal
o Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi
adrenal
o Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya
tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis
100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam
dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan
untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali kontrol atau
antikoagulan lainnya.
Komplikasi Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik
ireversibel
Prognosis Dubia ad malam

29
FEVER OF UNKNOWN ORIGIN
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian FUO klasik :  neoplasma, penyakit kolagen


Demam > 38,3°C selama lebih dari 3 minggu, sudah
dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien
dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan
tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam
FUO pada pasien HIV :  infeksi
Demam > 38,3°C selama 4 minggu atau lebih pada pasien
rawat jalan atau minimal 4 hari pada pasien yang dirawat
dengan hasil pertumbuhan mikroorganisme negatif dari
dugaan fokus infeksi
FUO pada pasien netropenia (jumlah lekosit PMN <
500/mm3) :  infeksi
Demam > 38,3°C dalam 3 hari perawatan pertumbuhan
mikroorganisme masih negatif dari dugaan fokus infeksi
FUO pada pasien geriatri :  neoplasma, penyakit kolagen,

30
infeksi
Demam > 38,3°C dalam 3 hari perawatan atau minimal 3
kali kunjungan pasien rawat jalan belum dapat ditentukan
penyebab dari demam
FUO pada pasien pediatri (usia < 18 tahun):  infeksi
Demam > 38,3°C selama lebih 8 hari, sudah dilakukan
pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien rawat jalan
tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam
FUO pada pasien nosokomial:  infeksi
Demam > 38,3°C timbul pada pasien yang dirawat di RS
dan pada saat mulai dirawat serta pada masa permulaan
perawatan tidak terjangkit infeksi, penyebab demam tak
diketahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil pertumbuhan
mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi
FUO iatrogenik :
Demam > 38,3°C akibat penggunaan obat : penisilin,
sefalosporin, sulfonamida, atropin, fenitoin, prokainamida,
amfoterisin, interferon, interleukin, rifampisin, INH,
makrolida, klindamisin, vankomisin, aminoglikosida
allopurinol
Diagnosis Anamnesis dan PF : cermat, teliti dan berulang
 Riwayat penyakit secara terperinci : pola demam, ada
tidaknya infeksi saluran napas atas, infeksi saluran napas
bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau sakit
pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri
dan pembengkakan sendi, atau tanpa kelainan spesifik
 Riwayat pekerjaan perjalanan kontak dengan orang sakit
atau hewan, trauma fisik atau bedah, obat-obatan
(termasuk rokok, alkohol, narkoba), keadaan kulit
pasien, kelenjar getah bening. Lubang orifices pasien

Lab : sesuai mikroorganisme dan organ terkait


Diagnosis banding Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan hematologi, kimia darah UL, mikrobiologi,


imunologi, radiologi, EKG, biopsi jaringan tubuh,
pencitraan, sidikan (scanning), endoskopi/peritoneoskopi,
angiografi, limfografi, tindakan bedah (laparatomi,
percobaan), uji pengobatan.

Terapi  Simptomatis
 Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau
obat antiinflamasi nonsteroid tidak dianjurkan kecuali

31
bila penyakit progresif dan potensi fatal sehingga terapi
empirik diperlukan
Komplikasi Sepsis, renjatan sepsis

Prognosis Dubia

MALARIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium


Pengertian falsiparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, atau
plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles
Anamnesis : riwayat demam intermiten atau terus menerus,
riwayat dari atau pergi ke daerah endemik malaria trias
malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan
kemudian timbul keringat yang banyak; pada daerah
endemik malaria, trias malaria mungkin tidak ada, diare
dapat merupakan gejala utama)
PF : konjungtiva pucat, sklera ikterik, splenomegali
Lab : Sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium,
serologi malaria (+) sebagai penunjang

Malaria berat : ditemukannya P falsiparum dalam stadium


aseksual disertai satu atau lebih gejala berikut
Diagnosis 1. Malaria serebral : koma dalam yang tak dapat sulit
dibangunkan dan bukan disebabkan oleh penyakit
lain

32
2. Anemia berat (normositik) pada keadaan hitung
parasit > 10.000/ul (Hb < 5/dl atau hematokrit <
15%)
3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang
dewasa, atau < 12 ml/kgBB pada anak-anak setelah
dilakukan rehidrasi disertai kreatinin > 3 mg/dl
4. Edema paru/acute respiratory distress syndrome
(ARDS)
5. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik < 70
mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan
temperatur kulit mukosa > 1°C
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna,
dan/atau disertai gangguan koagulasi intravaskular
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam
setelah pendinginan pada hipertermia
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma
< 15 mEq/l)
10. Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi
malaria akut (bukan karena efek samping obat
antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD)
11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P.
falsiparum yang padat pada pembuluh darah kapiler
jaringan otak
Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria
berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat
1. Gangguan kesadaran
2. Kelemahan otot atau kelainan neurologis (tak bisa
duduk/jalan)
3. Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik
atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus (bilirubin > 3 mg/dl)
5. Hiperireksia (temperatur rektal > 40°C)
Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan
Diagnosis banding leptospirosis, ensefalitis

Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes


fungsi ginjal, tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektron
Pemeriksaan penunjang hemostasis, rontgen toraks, EKG

I. Infeksi P. vivax atau P. Ovale


a. Daerah sensitif klorokuin

33
Klorokuin basa 150 mg:
Hari 1 : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) hari II
& III : 2 tablet atau hari I & II : 4 tablet, hari III : 2
tablet
Terapi radikal : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari
Terapi Bila gagal dengan terapi klorokuin  kina sulfat 3 x
400 – 600 mg/hari selama 7 hari
b. Daerah resisten klorokuin
Klorokuin basa 150 mg:
Hari 1 : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) hari II
& III : 2 tablet atau hari I & II : 4 tablet, hari III : 2
tablet ditambah SP 3 tablet (dosis tunggal)
Terapi radikal : primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari

II. Infeksi P. Falsiparum ringan/sedang, infeksi campur P.


falsiparum dan P. vivax
- Klorokuin basa 150 mg:
Hari 1 : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian) hari II
& III : 2 tablet
- Bila perlu Terapi radikal
Falsiparum : primakuin 45 mg (dosis tunggal,
infeksi campuran primakuin 1 x 15 mg selama
14hari
 Bila resisten dengan pengobatan tersebut : SP 3
tablet (dosis tunggal) atau kina sulfat 3 x 400-600
mg/hari selama 7 hari

III. Malaria berat


 Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-
500 ml D5% diberikan dalam 6-8 jam (maksimum
2000 mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula
darah tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum
obat per oral atau sampai hitung parasit malaria
sesuai target (total pemberian parenteral dan per
oral selama 7 hari dengan dosis per oral 10
mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari
 Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan
dengan tetrasiklin 3 mg/kgBB sekali sehari
Perhatian :
SP tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamil. Primakuin
tidak boleh diberikan pada ibu hamil, bayi, dan penderita
defisiensi G6PD. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral, bila
obat sudah diterima 48 jam tetapi belum ada perbaikan dan
atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dosis selanjutnya
diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan

34
kontraindikasi pada malaria serebral
Pemantauan pengobatan :
Hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit
pada H1 50% Ho dan H3 < 25% Ho. Pemeriksaan diulang
dampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali
pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan :
Klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu atau
SP dengan dosis sulfadoksin 10-15 mg/kgBB atau
pirimetamin 0,5-0,75 mg/kgBB diminum tiap minggu sejak
1 minggu sebelum masuk daerah endemik sampai dengan 4
minggu setelah meninggalkan daerah endemik
Malaria berat, renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut

Komplikasi

Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau


Prognosis malaria ovale : bonam. Malaria berat : dubia ad malam

INTOKSIKASI OPIAT
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian Intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat : morfin,

35
petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid,
dekstrometorfan
Diagnosis Anamnesis : Informasi mengenai seluruh obat yang
digunakan sisa obat yang ada
PF : Pupil miosis-pin point pupil, depresi napas, penurunan
kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle
track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier, kejang
Lab : opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi
Diagnosis banding Intoksikasi obat sedatif : barbiturat, benzodiazepim, etanol

Pemeriksaan penunjang Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks

Terapi A. Penanganan kegawatan :resusitasi A-B-C (airway,


breathing, circulation) dengan memperhatikan prinsip
kewaspadaan universal
Bebaskan jalan napas, berikan oksigen sesuai
kebutuhan pemasangan infus dan pemberian cairan
sesuai kebutuhan
B. Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0,4 mg IV
pelan-pelan atau diencerkan
2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg
IV pelan-pelan atau diencerkan
3. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV
tiap 5-10 menit hingga timbul respon (perbaikan
kesadaran hilangnya depresi pernapasn, dilatasi
pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg.
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan
pasien dapat jatuh ke dalam keadaan overdosis
kembali sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital
kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam.
Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson
satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0,9%
diberikan dalam 4-6 jam
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin
dan lakukan rontgen toraks
6. Pertimbangkan pemasangan ETT bila : pernapasan
tak adekuat setelah pemberian nalokson yang optimal
oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau

36
hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian
nalokson yang optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi
akibat spasme pilorik, bila diperlukan dapat dipasang
NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung
pada intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi
peroral dengan memberikan 240 ml cairan dengan 30
gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberian diazepam IV 5-10
mg dan dapat diulang bila perlu
Komplikasi

Prognosis

DIABETES MELLITUS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh


hiperglikemia akibat defek pada :
1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan
produksi glukosa hepatik) dan perifer (otot dan
lemak)
2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas

37
3. atau keduanya

Klasifikasi DM
I DM tipe 1 (destruksi sel B, umumnya diikuti defisiensi
insulin absolut)
 immune-mediated
 idiopatik
II DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang : predominan
Pengertian resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif –
predominan defek sekrotik dengan resistensi insulin)
III Tipe spesifik lain :
 Defek genetik pada fungsi sel B
 Defek genetik pada kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Diinduksi obat atau zat kimia
 Infeksi
 Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
 Sindrom genetik lain yang kadang berkaitan dengan
DM
IV DM gestasional
Terdiri dari :
Diagnosis  Diagnosis DM
 Diagnosis komplikasi DM
 Diagnosis penyakit penyerta
 Pemantauan pengendalian DM

Anamnesis :
Keluhan khas DM
 Poliuria
 Polidipsia
 Polifagia
 Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya
Keluhan tidak khas DM
 Lemah
 Kesemutan
 Gatal
 Mata kabur
 Disfungsi ereksi pada pria,
 Pruritus vulvae pad a wanita
Faktor resiko DM tipe 2
 Usia > 45 tahun
 Berat badan lebih : > 110% BB idaman atau IMT > 23
kg/m2
 Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)

38
 Riwayat DM dalam garis keturunan
 Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau
BB lahir bayi > 4.000 gram
 Riwayat DM gestasional
 Riwayat TGT atau GDPT
 Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis
hipertiroidisme
 Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250
mg/dl
Anamnesis komplikasi DM (lihat komplikasi)
Diagnosis banding
Pemeriksaan fisik lengkap, termasuk
 TB, BB, TD, lingkar pinggang
 Tanda neuropati
 Mata (visus, lensa mata dan retina)
 Gigi mulut
 Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan
kuku

Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa


1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/
dl atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl
atau
3. Kadar glukosa darah plasma > 200 mg/dl pada 2 jam
sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO

Pemeriksaan laboratorium
 Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, LED
 Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
 Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
 Kreatinin
 SGPT, albumin/Globulin
 Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL,
trigliserida
 HbA1C
 Albuminuria mikro
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang lain :
 EKG
 Foto thoraks
 Funduskopi
Hiperglikemia reaktif
Terapi Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT = IFG)

39
Pemeriksaan laboratorium :
 Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, LED
 Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
 Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
 Kreatinin
 SGPT, albumin/Globulin
 Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL,
trigliserida
 HbA1C
 Albuminuria mikro
Komplikasi
Pemeriksaan penunjang lain :
 EKG
 Foto thoraks
 Funduskopi

Edukasi
Meliputi pemahaman tentang :
 Penyakit DM
 Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
 Penyulit DM
 Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
 Hipoglikemia
 Masalah khusus yang dihadapi
 Cara mengembangkan sistem pendukung dan
mengajarkan keterampilann
 Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi :
 Karbohidrat 60 – 70 %
 Protein 10 – 15%
 Lemak 20 – 25%
Jumlah kandungan kolestrol disarankan < 3000 mg/hari.
Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak
jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam
lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari,
diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal per hari


 Laki-laki : 30 kal/kg BB idaman
 Wanita : 25 kal/kg BB idaman

Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari

40
 Status gizi
- BB gemuk - 20%
- BB lebih - 10%
- BB kurang + 20%
 Umur > 40 tahun - 5%
Prognosis  Stres metabolik (infeksi, operasi, dll) + (10 s/d 30%)
 Aktifitas :
Ringan + 10%
Sedang + 20%
Berat + 30%
 Hamil
- Trimester I, II + 300%
- Trimester III/laktasi + 500%

Rumus Broca
Berat badan idaman = (TB – 100) – 10%
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10%
lagi
- BB kurang < 90% BB idaman
- BB normal 90 - 100% BB idaman
- BB lebih 110-120% BB idaman
- BB gemuk > 120% BB idaman

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) prinsip :
CONTINUOUS – RYTHMICAL – INTERVAL –
PROGRESIVE – ENDURANCE

Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
* Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)
Sulfonilurea
Glinid
* Penambah sensitivitas terhadap insulin
Metformin
Tiazolidindion
* Penghambat
Penghambat glukosidase alfa

Insulin
Indikasi
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

41
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
 Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA stroke
 Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan
OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang
berbeda mekanisme kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 gemuk


Non farmakologis
 evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai


Penekanan kembali tatalaksana non-farmakologis
 evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai


+ 1 macam OHO
Biguanid/Penghambat glukosidase  / Glitazon
 evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai


Kombinasi 2 macam OHO, antara
Biguanid/Penghambat glukosidase  / Glitazon
 evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai


Kombinasi 3 macam OHO
Biguanid + Penghambat glukosidase  + Glitazon
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai


Kombinasi 4 macam OHO
Biguanid + Penghambat glukosidase  + Glitazon +
Secretagogue atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

42
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai
Insulin
Atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + insulin malam

Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai :


Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak gemuk


Non – farmakologis
 evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai


Non – farmakologis + secretagogue
 evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai


Kombinasi 2 macam OHO, antara :
Secretagogue +
Penghambat glukosidase  /Biguanid/Glitazon
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai


Kombinasi 3 macam OHO,
Secretagogue +Penghambat glukosidase 
/Biguanid/Glitazon
Atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi Kombinasi 3 OHO tidak tercapai


Kombinasi 4 macam OHO
Secretagogue + Penghambat glukosidase  +
Biguanid +Glitazon
Atau Terapi Kombinasi 4 OHO siang hari + insulin malam
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi Kombinasi 4 OHO tidak tercapai


Insulin
Atau
Terapi Kombinasi 4 OHO siang hari + insulin malam

43
Sasaran terapi Kombinasi 4 OHO tidak tercapai
Insulin

Bila sasaran tercapai teruskan terapi terakhir

Penilaian hasil terapi


1. pemeriksaan glukosa darah
2. pemeriksaan HbA1C
3. pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. pemeriksaan glukosa urin
5. penentuan benda keton

kriteria pengendalian DM
(lihat tabel lampiran)

A Akut :
Ketosidosis diabetik
Hiperosmolar non ketotik
Hipoglikemia
B. Kronik
 Makroangiopati
- Pembuluh koroner
- Vaskular perifer
- Vaskular otak
 Mikroangiopati
- Kapiler retina
- Kapiler renal
 Neuropati
 Gabungan
 Kardiopati : PJK, Kardiomiopati
 Rentan infeksi
 Kaki diabetik
 Disfungsi ereksi
Dubia

Keterangan :
TB : Tinggi Badan
BB : Berat badan
IMT : Indeks massa tubuh
TD : Tekanan darah
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral

Tabel : Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

44
GD puasa (mg/dl) 80 - 109 110 - 125 > 126
GD 2 jam pp (mg/dl) 80 - 144 145 – 179 > 180
A1C (%) < 6,5 6,5 - 8 >8
Kolesterol total (mg/dl) < 200 200 - 239 > 240
Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 100 - 129 > 130
Kolesterol HDL (mg/dl) > 45
Trigliserida < 150 150 – 199 > 200
IMT 18,5 – 22,9 23 – 25 > 25
Tekanan darah < 130/80 130-140 > 140/90
80-90

TIROTOKSIKOSIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid.


Berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan
biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan
hormon tiroid berlebihan

Tiroksikosis dibagi dalam 2 kategori :


 Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme
 Kelainan yang tidak berhubungan dengan
hipertiroidisme
Hipertiroidisme

45
= tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid
= akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan
Pengertian Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme
karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik
(Plummer dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah
tiroiditis, penyakit trofoblastik, pemakaian berlebihann
yodium, obat hormon tiroid, dll

Krisis tiroid
= keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa. Umumnya timbul pada pasien dengan
dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan
berhubungan dengan dengan faktor pencetus
 Infeksi
 Operasi
 Trauma
 Zat kontras beriodium
 Hipoglikemia
 Partus
 Stres emosi
 Penghentian obat anti-tiroid
 Terapi
 Ketosidosis diabetikum
 Tromboemboli paru
 CVD/stroke
 Palpasi tiroid terlalu kuat

Gejala dan tanda Tirotoksikosis


 Hiperaktivitas
 Palpitasi
 Berat badan turun

 Nafsu makan meningkat


 Tidak tanah panas, banyak keringat
 Mudah lelah
 BAB sering
 Oligomenore/amenore dan libido turun
 Takikardia
 Fibrilasi atrial
 Tremor halus
 Refleks meningkat
 Kulit hangat dan basah
 Rambut rontok
 Bruit

Gambaran Klinis Graves

46
 Struma Difus
Diagnosis  Tirotoksikosis
 Oftalmopati/Eksoftalmus
 Dermopati lokal
 Thyroid acropachy

Laboratorium
 TSHs rendah
 T4 atau FT4 tinggi
 Pada T3 toksikosis : T3 atau FT3meningkat

Penderita yang dicurigai krisis tiroid


Anamnesis :
 Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala yang
khas
 Berat badn turun
 Perubahan suasana hati, bingung
 Diare
 Amenorea
Pemeriksaan Fisik
 Gejala & tanda khas hipertiroidisme, karena Graves
atau yang lain
 Sistem saraf pusat terganggu, delirium, koma
 Demam tinggi s/d 40°C
 Takikardia s/d 130-200 x/m
 Sering ; fibrilasi atrial dengan respons ventrikulator
cepat
 Dapat memperlihatkan gagal jantung kongestif
 Dapat ditemukan ikterus

Laboratorium :
 TSHs sangat rendah
 T4/FT4/T3 tinggi
 Anemia normokrom normositik, limfositosis relatif
 Hiperglikemia
 Peningkatan enzim transaminase hati
 Azotemia prerenal
EKG sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan : respons
ventrikular cepat
Hipertiroidisme primer
 Penyakit Graves
 Struma multinodosa toksik
 Adenoma toksik
 Metastasis karsinoma tiroid fungsional
 Struma ovarii
 Mutasi reseptor TSH

47
 Obat : kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow

Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme


Diagnosis banding  Tiroiditis subakut
 Tiroiditis silent
 Destruksi tiroid karena : amiodarone, radiasi, infark
adenoma
 Asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)

Hipertiroidisme sekunder
 Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH
 Sindrom resistensi hormon tiroid
 Tumor yang mensekresi HCG
 Tirotoksikosis gestasional

Laboratorium
 TSHs
 T4 atau FT4
 T3 atau FT3
 TSH Rab
 Kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian
obat antitiroid)
 Sidik tiroid/thyroid scan: terutama membedakan
penyakit plummer dari penyakit Graves dengan
komponen nodosa
 EKG
 Foto thoraks

Tata laksana Penyakit Graves :


Obat Antititiroid
Pemeriksaan penunjang  PTU dosis awal 300-600 mg/hari, dosis maksimal 2.000
mg/hari
 Metimazol dosis awal 20-30 mg/hari
Indikasi :
 Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang
remisi pada pasien muda dengan struma ringan-sedang
dan tirotoksikosis
 Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
 Persiapan tiroidektomi
 Pasien hamil, lanjut usia
 Krisis tiroid
Penyekat adrenergik R pada awal terapi, sementara
menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu
pemberian antitiroid : propanolol dosis 40-200 mg dalam
4 dosis

48
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu.
Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali,
memantau gejala dan tanda klinis, serta lab.FT 4/T4/T3 dan
TSHs
Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya
dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan
Terapi keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan
dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan
remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan,
pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian
hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.

Tindakan bedah
Indikasi :
 Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons
dengan antitiroid
 Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat
dosis tinggi
 Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak adapat
menerima yodium radioaktif
 Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
 Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

RadioAblasi
Indikasi
 Pasien berusia > 35 tahun
 Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi
 Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid
 Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antuitiroid
 Adenoma toksik, struma multinodosa toksik

Tata laksana krisis tiroid


(Terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid)
1. Perawatan suportifl
 Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)
 Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit : infus Dextrose 5% dan NaCl 0,9%
 Mengatasi gagal jantung : O2 diuretik, digitalis
2. Antagonis aktivitas hormon tiroid
 Blokade produksi hormon tiroid
Propiltiourasil (PTU) dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO.
Alternatif Metimazol 20-30 mg tiap 4-6 jam PO pada
keadaan sangat berat : dapat per NGT, PTU 600 –
1.000 mg atau metimazol 60-100 mg
 Blokade eksresi hormon tiroid :
49
Solutio Lugol (saturrated solution of potassium lodida) 8
tetes tiap 6 jam
  - blocker
Propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan
respons (target : frekuensi jantung < 90 x/m)
 Glukokortikoid :
Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam
 Bila refrakter terhadap terapi di atas ; plasmaferesis,
dialisis peritoneal
3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi antibiotik, dll

Penyakit Graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati


Komplikasi Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis
pada pengobatan dengan obat antitiroid
Krisis tiroid : mortalitas tinggi
Dubia ad bonam
Prognosis Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-
15%

50
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM
(KAD)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius. Gambaran klinis utama KAD adalah
hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik
Pengertian Faktor pencetus :
 Infeksi
 Infark miokard akut
 Pankreas akut
 Epenggunaan obat golongan steroid
 Penghentian atau pengurangan dosis insulin
Klinis :
 Keluhan poliuri, polidipsi
 Riwayat berhenti menyuntik insulin
 Demam/infeksi
 Muntah
 Nyeri perut
 Kesadaran : CM – delirium-koma
Diagnosis  Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul)
 Dehidrasi ( turgor kulit, lidah dan bibir kering)
 Dapat disertai syok hipovolemik
Kriteria diagnosis :
51
Kadar glukosa > 250 mg/dl
PH < 7,35
HCO 3 : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria
 Ketosis diabstik
Diagnosis banding  Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglycemic
hyperosmolar state
 Ensefalopati uremikum, asidosis uremikum
 Minum alkohol, ketosis alkoholik
 Ketosis hipoglikemia
 Ketosis starvisi
 Asidosis laktat
 Asidosis hiperkloremik
 Kelebihan salisilat
 Drug-induced acidosis
 Ensefalopati karena infeksi
 Trauma kapitis
Pemeriksaan cito
 Gula darah,Elektrolit
 Ureum, kreatinin
 Aseton darah
 Urine rutin
 Analisa gas darah
 EKG
Pemantauan
 Gula darah: tiap jam
 Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya
sesuai keadaan
 Analisa gas darah : bila pH < 7 saat masuk  diperiksa
setiap 6 jam s/d pH > 7,1. selanjutnya setiap hari sampai
stabil
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi)
 Kultur darah
 Kultur urin
 Kultur pus

Akses IV 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way


Pemeriksaan penunjang I. Cairan :
 NaCl 0,9% diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama,
lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu ± 0,5 L pada jam
ketiga dan kempat, dan ± 0,25 L pada jam kelima
dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan
 Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar
5L
 Jika Na+ > 155 mEq/L  ganti cairan dengan NaCl

52
0,45%
 Jika GD < 200 mg/dl  ganti cairan dengan
Dextrose 5%
II. Insulin (regular insulin = RI)
 Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
 RI bolus 180 mU/kgBB IV dilanjutkan
 RI drip 90 mU/kgBB /jam dalam NaCl 0,9%
 Jika GD < 200 mg/dl kecepatan dikurangi  RI
drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%
Jika GD stabil 200-300 mg/dl selama 12jam  drip 1-2
U/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam

GD  RL
(mg/dl) (Unit, subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
> 350 20
 Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dl : drip RI
dihentikan
 Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat
diperhitungkan kebutuhan insulin ehari  dibagi 3
dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien
sudah makan)

III. Kalium
 Kalium (K Cl) drip dimulai bersamaan dengan drip
Rl dengan dosis 50 mEq/6 jam. Syarat : tidak ada
gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang
lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup
adekuat
 Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3,5  drip KCl 75 mEq/6 jam
3,0-4,5 drip KCl 50 mEq/6 jam
4,5-6,0 drip KCl 25 mEq/6 jam
> 6,0 drip stop
Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu
Terapi IV. Bicarbonat
Drip 100 mEq bila pH < 7,0 disertai KCl 26 mEq drip
50 mEq bila pH 7,0-7,1 disertai KCl 13 mEq drip
juga diberikan pada asidosis laktat dna hiperkalemi
yang mengancam

V. Tatalaksana Umum
O2 bila PO2 < 80 mmHg

53
Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar ( > 380
mOsml)
Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis
 Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan
temperatur setiap jam,
 Kesadaran setiap jam
 Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
 Produksi urin setiap jam
 Cairan infus yang masuk setiap jam
 Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan
penunjang)
Syok hipovolemik
Edema paru
Hipertrigliseridemia
Infark miokard akut
Komplikasi Hipoglikemia
Hipokalemia
Hiperkloremia
Edema otak
Hipokalsemia
Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya
Prognosis infark miokard akut, sepsis, syok.

54
HIPOGLIKEMIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

4
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar glukosas darah


< 80 mg/dl dengan gejala klinis

Hipoglikemia pada DM terjadi karena :


 Kelabihan obat/dosis obat: terutama insulin, atau obat
Pengertian hipoglikemik oral
 Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun :
gagal ginjal kronik, pasca persalinan
 Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu
makan tidak tepat
 Kegiatan jasmani berlebihan

Gejala dan tanda klinis


 Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
 Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara,
kesulitan menghitung sementar
 Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir
atau tangan gemetar
 Stadium ganguan otak berat ; tidak sadar, dengan atau
tanpa kejang
Diagnosis Anamnesis :
 Penggunaan preparat insulin atau obat hiposlikemik oral

55
: dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan
dosis
 Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
 Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
 Lama menderita DM, komplikasi DM
 Penyakit penyerta; ginjal, hati, dll
 Penggunaan obat sistemik lainya : penghambat
adrenergik  dll

Pemeriksaan fisik
 Pucat, diaphresis
 Tekanan darah
 Frekuensi denyut jantung
 Penurunan kesadaran
 Defisit neurologik fokal transien
Trias Whipplc untuk hipoglikemia secara umum
1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
Hipoglikemia karena
 Obat
 (Sering) : insulin, sulfonilurea,alkohol
 (kadang) : kinin, pentamidine
 (jarang) : salisilat, sulfonamid
 Hiperinsulinisme endogen
 Insulinoma
 Kelainan sel  jenis lain
 Sekretagogue : sulfonilurea
 Autoimun
 Sekresi insulin ektopik
 Penyakit kritis
 Gagal hati
Diagnosis banding  Gagal ginjal
 Gagal jantung
 Sepsis
 Starvasi dan inanisi
 Defisiensi endokrin
 Kortisol, growth hormone
 Glukagen, epinefrin
 Tumor non –sel 
 Sarkoma
 Tumor adrenokortikal, hepatoma
 Leukemia, limfoma, melanoma
 Pasca-prandial:
 Reaktif (setelah operasi gaster)
 Diinduksi alkohol

56
Kadar glukosa darah (GD)
Tes fungsi ginjal
Tes fungsi hati
Pemeriksaan penunjang C-peptide

Stadium permulaan (sadar)


 Berikan gula murni 30 gr (2 sendok makan) atau
sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula
atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat
 Stop obat hipoglikemik sementara
 Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak
sadar) Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga
hipoglikemia) :
1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon
(=50 ml) bolus intravena
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per
kolf
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan
Terapi dengan glukometer
 Bila GDs < 50 mg/dl  + bolus Dekstrosa 40% 50
ml IV
 Bila GDs < 100 mg/dl  + bolus Dekstrosa 40% 25
ml IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa
40%
 Bila GDs < 50 mg/dl  + bolus Dekstrosa 40% 50
ml IV
 Bila GDs < 100 mg/dl  + bolus Dekstrosa 40% 25
ml IV
 Bila GDs < 100-200 mg/dl  + bolus Dekstrosa
40% ml IV
 Bila GDs > 200 mg/dl  pertimbangkan
menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut
pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai
di atas. Bila GDs > 200 mg/dl  pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%
6. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai
di atas. Bila GDs > 200 mg/dl  pertimbangkan
57
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%
7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut
sliding scale setiap 6 jam :
GD  RI
(mg/dl) (Unit subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20

 Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan


pemberian antagonis insulin, seperti : adrenalin, kortison
dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV/IM (bila
penyebab insulin)
Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl
Hidrolortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau
Deksametason 10 mg IV bolus dianjutkan 2 mg tiap 6
jam dan Manitol 1,5 – 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam.
Dicari penyebab lain kesadaran menurun
Komplikasi Mortalitas
Prognosis Dubia

DISLIPIDEMIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan

58
(peingkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis
ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga
Pengertian dikenal sebagai triad lipid.
Ecara klinis, diklasifikasikan menjadi :
 Hiperkolesterolemia
 Hipertrigliserideia
 Campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
Klasifikasi kadar kolesterol
Kolesterol LDL Klasifikasi
< 100 mg/dl Optimal
100 – 129 mg/dl Hampir optimal
130 – 159 mg/dl Borderline tinggi
160 – 189 mg/dl Tinggi
> 190 mg/dl Sangat tinggi

Kolesterol total
Diagnosis < 200 mg/dl Idaman
200 – 239 mg/dl Borderline tinggi
> 240 mg/dl Tinggi
Kolesterol HDL
< 40 mg/dl Rendah
> 50 mg/dl Tinggi
untuk mengevaluasi resiko penyakit jantung koroner (PJK)
diperhatikan faktor-faktor resiko lainnya
 Faktor resiko positif
 Merokok
 Umur (pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun
 Kolesterol HDL rendah
 Hipertensi (TD > 140/90 atau dalam terapi anti
 Faktor resiko negatif
 Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor resiko
dari perhitungan total

ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk


menghitung besarnya resiko PJK pada pasien dengan > 2
faktor resiko, meliputi : umur, kadar kolesterol total
kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi.
Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan persentase
resiko PJK dalam 10 tahun
Ekivalen resiko PJK mengandung resiko kejadian koroner
mayor yang sebanding dengan kejadian PJK yakni > 20
dalam 10 tahun, terdiri dari :
 Bentuk klinis lain dari aterosklerosis : penyakit artei
perifer, aneurisma aorta abdominalis, penyakit arteri

59
karotis yang simptomatis
 Diabetes
 Faktor resiko multipel yang mempunyai resiko PJK
dalam 10 tahun > 20 %
Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor resiko
independen untuk terjadinya PJK. Faktor yang
mempengaruhi tingginya trigliserida :
 Obsesitas, berat badan lebih
 Inaktif fisik
 Merokok
 Asupan alkohol belebih
 Diet tinggi karbohidrat (> 60% asupan energi)
 Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom
nefrotik
 Obat : kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat
adrenergik –beta dosis tinggi
 Kelainan genetik (riwayat keluarga)

Klasifikasi derajat hipertrigseridemia


 Normal : < 150 mg/dl
 Borderline-tinggi : 150 – 199 mg/dl
 Tinggi : 200 – 499 mg/dl
Sangat tinggi : > 500 mg/dl

Hiperkolesterolemia sekunder, karena


 Hipotiroidisme
Diagnosis banding  Penyakit hati obstruksi
 Sindrom nefrotik
 Anoreksia nervosa
 Porfiria intermiten akut
 Obat : progestin, siklosporin, thiazide
Hipertrigliseridemia sekunder, karena
 Obesitas
 DM
 Gagal ginjal kronik
 Lipodistrufi
 Glycogen strorage disease
 Alkohol
 Bedah bypass ileal
 Stress
 Sepsis
 Kehamilan
 Obat : estrogen, isotretinoin, penghambat beta,
glukokortikoid, resin pengikat bile-acid, thiazide
 Hepatitis akut
 Lupus eritematosus sistemik

60
 Gammopati monoklonal : myloma multipel, limfoma
 AIDS ; inhibitor protease
 HDL rendah sekunder, karena :
 Malnutrisi
 Obesitas
 Meroko
 Penghambat beta
Steroid anabolic

Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia > 20 tahun


setiap 5 tahun sekali
 Kadar kolesterol total
 Kadar kolesterol LDL
 Kadar kolesterol HDL
Pemeriksaan penunjang  Kadar trigliserida
Kadar glukosa darah
Tes fungsi hati
Urine lengkap
Tes fungsi ginjal
TSH
EKG
Target Kolesterol LDT (mg/dl)
Kategori Target Kadar LDL Kadar LDL
Terapi Resiko LDL untuk mulai untuk mulai
PGH terapi
farmakologis

PJK atau < 100 > 100 > 130


Ekivalen PJK
(FRS > 20%)

Faltor resiko > 2 < 130 > 130 > 130 (FRS
10-20%)
(FRS < 20%) > 160 (FRS <
10%)

Faktor resiko 0-1 < 160 >160 > 190


(160-189 :
Opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer,


dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau
nicotinic acid.
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila
target sudah tercapai (lihat tabel terget di atas),
pemantauan setiap 4-6 bulan

61
Bila setelah 6 minggu berikut terapi non-farmakologis tidak
berhasil menurunkan kadar kolestrol LDL, maka terapi
farmakologis diintensifkan
Pasien dengan PJK kejadian koroner mayor atau dirawat
untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari
RS jika kolestrol LDL > 100 mg/dl
Pasien dengan hipertriglisesidemia
Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas
Penatalaksaan farmakologis :

TARGET TERAPI
Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi :
tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL
Pasien dengan trigliserida tinggi : target sekunder adalah
kadar kolestrol non-HDL yakni sebesar 30 mg/dl lebih
tinggi dari target kadar kolestrol LDL

Pendekatan terapi obat :


1. obat penurun kadar kolestrol LDL atau
2. ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid
Golongan fibrat terdiri dari :
 Gemfibrozil 2 x 600 mg atau 1 x 900 mg
 Fenofibrat 1 x 200 mg
Penyebab primer dari dislipidemia sekunder, juga harus
ditata laksana
 Aterosklerosis
Komplikasi  Penyakit jantung koroner
 Stroke pankreatitis akut

Prognosis Dubia ad Bonam

Keteranqan:
Kolestrol HDL = kolesterol high density lipoprotein
Kolesterol LDL = kolesterol low densify lipoprotein
PGH = perubahan gaya hidup
MUFA = mono unsaturated fatty acid
PUFA = poly unsaturated fatty acid

62
STRUMA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul


tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme
Berdasarkan jumlah nodul, dibagi :
 Struma mononodosa non toksik
 Struma multinodosa non toksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif
Pengertian  Nodul dingin
 Nodul hangat
 Nodul panas
Berdasarkan konsistensinya
 Nodul lunak
 Nodul kistik
 Nodul keras
 Nodul sangat keras
Anamnesis umum
 Sejak kapan benjolan timbul
 Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau
tetap
 Cara membesarnya : cepat atau lambat
 Pada awalnya berupa satu benjolan membesar menjadi
beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja
Diagnosis  Riwayat keluarga
 Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
 Perubahan suara
 Gangguan menelan, sesak nafas
 Penurunan berat badan
 Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik
Umum
Lokal
 Nodus tunggal atau majemuk atau difus

63
 Nyeri tekan
 Konsistensi
 Permukaan
 Perlekatan pada jaringan sekitarnya
 Pendesakan atau pendorongan trakea
 Pembesaran kelenjar getah bening regional
 Pemberton’s sign
Penilaian resiko keganasan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan
diagnosa penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya
menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid.
 Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau diffusa
jinak
 Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau
penyakit tiroid autoimun
 Gejala hipo atau hipertiroidisme
 Nyeri berhubungan dengan nodul
 Nodul lunak mudah digerakkan
 Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi
sama

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan


kecurigaan ke arah keganasan tiroid :
 Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
 Gender laki-laki
 Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas
 Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan)
 Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau
dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit nodul
tiroid jinak)
 Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
 Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan
sulit digerakkan
 Paralisis pita suara
 Temuan limfadenopati servikal
 Metastasis jauh (paru-paru, dll)
Langkah diagnostik I : TSHs, FT4
Hasil Non-toksik  langkah diagnostik II BAJAH nodul
tiroid hasil :
a. Ganas
b. Curiga
c. Jinak
d. Tak cukup/sediaan tak representatif
(dilanjutkan di kolom terapi)

Struma Nodosa pada :

64
Peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin pada masa
pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan,
Diagnosis banding menopause infeksi, stres lain
 Tiroiditis akut
 Tiroiditis subakut
 Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrous-
invasif (Riedel)
 Simple goiter
 Struma endemik
 Kista tiroid, kista degeneratif
 Adenoma
 Karsinoma tiroid primer, metastatik
 Limfoma

 Lab : T4 atau fT4, T3 dan TSH


Pemeriksaan penunjang  Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid
o Bila hasil lab : non-toksik
o Bila hasil lab (awal) toksik, tetapi hasil scan :
cold nodule  syarat sudah menjadi eutiroid
 USG tiroid
 Pemantauan kasus nodul yang tidak dioperasi
 Pemandu pada BAJAH
 Sidik tiroid
 Bila klinis :ganas, tetapi hasil sitologi dengan
BAJAH (2x) jinak
 Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
 Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga
dengan karsinoma tiroid meduler, diperiksakan
kalsitonin)
 Periksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga
penyakit Hashimoto.
Sesuai hasil BAJAH, maka terapi :
A. Ganas
 operasi Tiroidektomi near-total
B. Curiga
Terapi  Operasi dnegan lebih dahulu melakukan potong beku
(VC)
Bila hasil = ganas operasi Tiroidektomi near-total
Bila hasil = jinak  Operasi lobektomi, atau
Tiroidektomi near-total
 alternatif : sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule 
operasi
C. Tak cukup/sediaan tak respresentatif
 Jika nodul solid (saat BAJAH): ulang BAJAH
Bila klinis curiga ganas tinggi  operasi lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah  observasi

65
 Jika nodul Kistik (saat BAJAH) : aspirasi
Bila kista regresi  Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah 
Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi 
operasi lobektomi

D Jinak
 terapi dengan levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis
 Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari)
 Dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari)
Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis dosis
naik menjadi 2x 100 ug sampai 4-6 minggu
kemudian evaluasi TSH (target 0,1-0,3 ulU/L
Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil
mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil > 50%
dari volume awal)
 Bila nodul mengecil atau tetap
 L-tiroksin distop dan diobservasi
o Bila setelah itu struima membesar lagi maka L-
tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1 –0,3 ulU/L
o Bila setelah l-tiroksin distop, struma tidak
berubah, observasi saja.
 Bia nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi
supresi  obat dihentikan dan operasi Tiroidektomi
dan dilakukan pemeriksaan histopatologi  hasil
PA
o Jinak : terapi dengan L-tiroksin : target TSH 0,5
–3,0 ulU/L
o Ganas terapi dengan L-tiroksin :
- Individu dengan resiko ganas tinggi target
TSH 0,01 –0,05 ulU/L
- Individu dengan resiko ganas rendah target TSH
0,05 –0,01 ulU/L
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada
Komplikasi tiroiditis akut/subakut

Prognosis Tergantung jenis nodul, tipe histopatologis

66
KISTA TIROID

67
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


PELAYANAN Direktur
MEDIS

Nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10-25% dari


seluruh nodul tiroid
Pengertian Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan
nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin
merupakan suatu keganasan
Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid
Seperti pada Struma Nodosas Non Toksik :
Anamnesis umum
 Sejak kapan benjolan timbul
 Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau
tetap
 Cara membesarnya : cepat atau lambat
 Pada awalnya berupa satu benjolan membesar menjadi
beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja
 Riwayat keluarga
Diagnosis  Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
 Perubahan suara
 Gangguan menelan, sesak nafas
 Penurunan berat badan
 Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik
Umum
Lokal
 Nodus tunggal atau majemuk atau difus
 Nyeri tekan
 Konsistensi
 Permukaan
 Perlekatan pada jaringan sekitarnya
 Pendesakan atau pendorongan trakea
 Pembesaran kelenjar getah bening regional
 Pemberton’s sign

68
Penilaian resiko keganasan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan
diagnosa penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya
menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid.
 Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau diffusa
jinak
 Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau
penyakit tiroid autoimun
 Gejala hipo atau hipertiroidisme
 Nyeri berhubungan dengan nodul
 Nodul lunak mudah digerakkan
 Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi
sama

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan


kecurigaan ke arah keganasan tiroid :
 Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
 Gender laki-laki
 Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas
 Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan)
 Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau
dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit nodul
tiroid jinak)
 Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
 Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan
sulit digerakkan
 Paralisis pita suara
 Temuan limfadenopati servikal
 Metastasis jauh (paru-paru, dll)

Langkah diagnostik I : TSHs, FT4


Bila hasil Non-toksik  langkah diagnostik II
 fungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista
tiroid :

o Kista tiroid
Diagnosis banding o Kista degenerasi
o Karsinoma tirid
 USG tiroid
 Dapat membedakan bagian padat dan cair
 Dapat untuk memandu BAJAH menemukan bagian
solid
Pemeriksaan penunjang  Gambaran USG Kista = kurang lebih bulat,
seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis
 Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin
 Biopsi Aspirasi jarum halus (BAJAH) pada bagian yang

69
solid

Fungsi aspirasi seluruh cairan kista


Bila kista regresi  observasi
Terapi Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah
 fungsi aspirasi dan observasi
Bila kista rekurns, klinis kecurigaan ganas tinggi
 operasi lobektomi
Komplikasi Tidak ada
Prognosis Dubia ad bonam. Tergantung tipe dan jenis
histopatologinya

BRADIARITMIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Perlambatan denyut jantung dibawah 50 kali/menit yang
dapat disebabkan oleh disfungsi sinus node, hipersensitivitas
/kelainan sistem persarafan dengan dan atau adanya
gangguan konduksi atrioventrikular. Dua keadaan yang
Pengertian sering ditemukan :
1. Gangguan pada sinus node (sick sinus syndrome)
Gangguan koduksi atrioventrikular/blok AV (AV block :
blok AV derajat satu blok AV derajat dua, blok AV total
Gangguan pada sinus node (scik sinus syndrome)
Keluhan
 Penurunan curah jantung yang bermanifestasi dalam bentuk
letih, pening, limbung, pingsan

70
 Kongesti puimonal dalam bentuk sesak napas
 Bila disertai takikardia disebut braditakiaritmia terdapat
palpitasi, kadang-kadang disertai angina pektoris atau
sinkop (pingsan)
 Dapat pula

Diagnosis EKG
 EKG monitoring baik selama dirawat di rumah sakit
maupun dalam perawatan jalan (ambulatory/holter ECG
monitoring), dapat menemukan kelainan EKG berupa
bradikardia sinus persisten
Block AV
Block AV derajat satu
Irama teratur dengan perpanjangan interval PR melebihi 0,2
detik
Blok AV derajat dua
Mobitz tipe I (Wenckebach)
Gelombang P bentuk normal dan irama atrium yang teratur,
pemanjangan PR secara progresif lalu terdapat gelombang P
yang tidak dihantarkan, sehingga terlihat interval RR
memendek dan kemudian siklus tersebut berulang kembali
Mobitz tipe II
Irama atrium teratur dengan gelombang P normal. Setiap
gelombang P diikuti gelombang QRS kecuali yang tidak
dihantarkan dan bisa lebih dari 1 gelombang P berturut-turut
yang tidak dihantarkan. Irama QRS bisa teratur atau tidak
teratur tergantung pada denyut yang tidak dihantarkan.
Kompleks QRS bisa sempit bila hambatan terjadi pada
berkas his, namun bisa lebar seperti pada blok cabang berkas
bila hambatan ini pada cabang berkas

Blok total AV (Complete AV Block )


Hambatan total konduksi antara atrium dan ventrikel
Atrium dan ventrikel masing-masing mempunyai frekuensi
sendiri (frekuensi ventrikel < frekuensi atrium)
Keluhan :
Sinkop, vertigo, denyut jantung (< 50 kali/menit)
Diagnosis banding EKG
Disosiasi atroventrikular
Denyut atrium biasnya lebih cepat

71
EKG 12 sadapan
Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Pemeriksaan penunjang Angiografi koroner
EPS (Electrophysiology Study)

Gangguan pada sinus node (sick sinus syndrome)


Pada keadaan gawat darurat:
Dapat diberikan sulfas atropin (SA) 0,5-1 mg IV (total
(0,04mg/kgBB) jika tidak ada respon diberikan drip
isoproterenol dimulai dengan dosis 1 ug/menit sampai 10
ug/kg/menit secara bertahap. Kemudian dapat dilanjutkan
Terapi dengan memasang pacu jantung, tergantung sarana yang
tersedia (transcutaneus temporary pace maker dan
transvenous temporary pace maker)
Pada penatalaksanaan aselanjutnya dapat dilakukan
pemasangan pacu jantung permanen.

Blok AV
Pengobatan hanya diberikan pada penderita yang
simtomatik. Walaupun demikian etiologi penyakit dan
riwayat alamiah penyakit ikut menentukan tindakan
selanjutnya.
Bila penyebanya obat-obatan maka harus dihentikan.
Demikian pula bila penyebabnya oleh karena faktor
metabolik yang reversibel maka faktor-faotor tersebut juga
harus dihilangkan (seperti hipotiroidisme, asidosis,
gangguan elektrolit dan sebagainya). Bila penyebab yang
mendasarinya diketahui dan bila hal itu bersifat sementara,
maka mungkin hanya perlu diberikan pengobatan sementara
(pacu jantung sementara) seperti halnya pada infark miokard
akut inferior. Pada penderita yang simptomatik, perlu
dipasang pacu jantung tetap.

Blok AV total
Pada keadaan gawat darurat (simptomatik/asimptomatik)
dapat diberikan sulfas atropin (SA0 0,5-1 mg IV (total 0,04
mg/kgBB) atau isoproterenol. Bila obat tidak menolong,
dipasang alat pacu jantung sementara selanjutnya
pemasangan pacu jantung permanen
Komplikasi Sinkop, tromboemboli bila disertai takikardia, gagal jantung
Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

72
EDEMA PARU AKUT (KARDIAK)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

3
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur

Akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat


Pengertian peninggian tekan intravascular

Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu


singkat (jam atau hari) disertai gelisah, batuk dengan sputum
berbusa kemerahan
Pemeriksaan fisik :
1. Sianosis sentral
2. Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus
berbuih
3. Ronkhi basah nyari di basal paru kemudian
memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang-
kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasma sehingga disebut
asma kardial
Diagnosis 4. Takikardia dengan gallop S3
5. Murmur bila ada kelainan katup
Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung
Gambaran infark, LVH atau aritmia bisa ditemukan
Laboratorium
Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula-mula
rendah dan kemudian hiperkapnia
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark
miokard.
Foto toraks
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke

73
arah apeks paru
Kadang-kadang timbul efusi pleura
Ekokardiografi tergantung penyebab gagal jantung
 Kelainan katup
 Hipertrofi ventrikel (hipertensi)
 Segmental wall motion abnormality (PJK)
 Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium
kiri
Edema paru akut non kardiak
Diagnosis banding Emboli paru
Asma bronchial
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit,
urinalisa, foto toraks, EKG, Enzim jantung (CK-CKMB,
Tropin T), Echocardiografi transtorakal, angiografi koroner.
Pemeriksaan penunjang

1. Posisi ½ duduk
2. Oksigen (40-50) sampai 8 liter/menit bila perlu
dengan masker. Jika memburuk : pasien makin
sesak, takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau
tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan
ventilator/bipep
3. Infus emergensi
4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin
peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan
darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Terapi nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika
tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV dimulai dosis
0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan
perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital
6. Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit

74
sampai total dosis 15 mg
7. diuretik : furosemid 40-80 mg IV bolus dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau
dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi
urin 1 ml/kgBB/jam
8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi)
Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik.
Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
9. Trombolik atau revaskularisasi pada pasien infark
mikard
10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia
berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi
oksigen
11. Atasi aritmia atau gangguan kondukis
12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut,
seperti regurgitasi, VSD, dan ruptur dinding ventrikel
atau korda teridinae.
Komplikasi Gagal napas
Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

ENDOKARDITIS INFEKTIF
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Inflamasi pada endokard yang biasanya melibatkan katup


Pengertian dan jaringan sekitarnya yang terkait dengan agen penyebab
infeksi

75
Kriteria Klinis Duke untuk Endokarditis Infektif (EI)
EI definite :
Kriteria patologis
Mikroorganisme : ditemukan dengan kultur atau histology
dalam vegetasi yang mengalami emboli atau dalam suatu
abses intrakardiak
Lesi patologis : vegetasi atau terdapat abses intrakardiak
yang dikonfirmasi dengan histologis yang menunjukkan
endokkarditis aktif.
Kriteria klinis : menggunakan definisi spesifik
Dua kriteria mayor atau satu mayor dan tiga kriteria minor
Diagnosis atau lima kriteria minor
Kriteria mayor :
1. Kultur darah positif untuk Endokarditis Inefektif (EI)
A. Mikroorganisme khas konsisten untuk El dari 2 kultur
darah terpisah seperti tertulis dibawah ini
 Streptococci viridans, streptococcus bovis atau
grup HACEK atau
 Community acquired Staphylococcus aureus atau
enterococci tanpa ada focus primer atau
B. Mikroorganisme konsisten dengan El dari kultur darah
positif persisten didefinisikan sebagai:
 > 2 kultur dari sample darah yang diambil
terpisah > 12 jam atau
 semua dari 3 atau mayoritas dari > 4 kultur darah
terpisah (dengan sample awal dan akhir diambil
terpisah > 1 jam)
2. Bukti keterlibatan kardial
A. Ekokardiiogram positif untuk El didefinisikan sebagai
 Massa intrakardiak oscilating pada katup atau
struktur yang menyokong, di jalur aliran jet,
regurgitasi atau pada material yang
diimplantasikan tanpa ada alternatif anatomi
yang dapat menerangkan atau
 Abses atau
 Tonjolan baru pada katup prosteteik atau
B. Regurgitasi valvular yang baru terjadi (membentuk
atau berubah dari murmur yang ada sebelumnya tidak
cukup)

Kriteria Minor
1. Predisposisi : predisposisi kondisi jantung atau
pengguna obat intravena
2. Demam : suhu > 38°C
3. Fenomena vascular : emboli arteri besar, infark
pulmonal septic, aneurisma mikotik, perdarahan

76
intrakranial, perdarahan konjungtiva dan lesi
Janeway
4. fenomena imunologis : glomerulonefritis, Osler’s
nodes, Roth Spots, dan factor rheumatoid
5. Bukti mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak
memenuhi criteria mayor seperti tertulis di atas atau
bukti serologis infeksi aktif di atas atau bukti
serologis infektif aktif oleh mikroorganisme
konsisten dengan El
6. temuan kerdiografi : konsisten dengan El tetapi tidak
memenuhi criteria seeprti tertulis di atas

El possible
Temuan koknsisten dengan El turun dari kriteria definitite
tetapi tidak memenuhi kriteria rejected

El Rejected
Diagnosis alternatif tidak memenuhi manifestasi
endokarditis atau resolusi manifestasi endokarditis dengan
terapi antibiotik selama < 4 hari atau ‘Tidak ditemukan bukti
patologis El pada saat operasi atau autopsy setelah terapi
antibitik < 4 hari
Demam reumatik akut dengan karditis
Sepsis
Diagnosis banding Tuberkulosis milier
Lupus eritematosus sistemik
Pasca glomeruionefritis streptokokal
Pielonefritis
Poliarteritis nodosa
Reaksi obat

Darah rutin, EKG, foto toraks, echocardiografi,


Pemeriksaan penunjang transesofagela echocardiografi, kultur darah

Oksigenasi
Cairan intravena yang cukup
Antipiretik
Antibiotika
Regimen yang dianjurkan (AHA)
1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan
Str Bovis.
 Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu
atau 6 dosis terbagi selama 4 minggu atau sefriakson
2 g 1kali/hari iv atau im selama 4 minggu
 Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu
atau 6 dosis terbagi selama 2 minggu dengan

77
gentamicin sulfat 1mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 2 minggu
 Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB /24 jam iv
dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali
kadar serum dipantau selama 4 minggu

Terapi 2. Endokarditis katup asli karena Str. Viridans dan Str Bovis
relatif resisten terhadap Penisilin G
 Penisilin G kristal 18 juta unit/24 jam iv kontinu atau
6 dosis terbagi selama 4 minggu dengan gentamicin
sulfat 1mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2
minggu
Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB /24 jam iv dalam 2
dosis terbagi, tidak > 2g/kg BB/24 jam kecuali kadar serum
dipantau selama 4 minggu
3. Endokarditis karena
 Penisilin G kristal 18-30 juta unit/24 jam iv kontinu
atau 6 dosis terbagi selama 4-6 minggu dengan
gentamicin sulfat 1mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 4-6 minggu
 Ampisilin 12 g/24 jam/24 jam iv kontinu atau dalam
6 dosis terbagi selama 4-6 minggu dengan gentamicin
sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6
minggu.
 Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB /24 jam iv
dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/kg BB/24 jam
selama 4-6 inggu dengan gentamicin sulfat 1
mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu
4. Endokarditis karena Stafilokokus tanpa materi prostetik
a. Regimen untuk methicilin Succeptible Staphylococci
 Nafsilin atau oksasilin 2 g IV tiap 4 jam selama 4-
6 minggu dengan opsional ditambah gentamicin
sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 35
hari
b. Regimen untuk pasien alergi beta laktam
 Cefazolin (atau sefalosporin generasi I lain dalam
dosis setara) 2 g iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu
dengan opsopnal ditambah gentamicin sulfat 1 mg/
kg BB im atau iv tiap 8 jam selama 3-5 hari
 Vankomicin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv
dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali
kadar serum dipantau selama 4-6 minggu

Operasi bila :
 Bakteremia yang menetap setelah pemberian terapi
medis yang adekuat

78
 Gagal jantung kongestif yang tidak responsif terhadap
terapi medis,
 Vegetasi yang menetap setelah emboli sistemik dan
Ekstensi perivalvular
Gagal jantung, emboli, aneurisma nekrotik, gangguan
Komplikasi neurologi, perikarditis
Prognosis Tergantung beratnya gejala dan komplikasi

FIBRILASI ATRIAL
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Adanya irregularitas kopleks QRS dan gambaran gelombang


Pengertian “f” dengan frekuensi antara 350-650 permenit

Gambaran EKG berupa adanya irregularitas kompleks QRS


dan gambaran gelombang “f” dengan frekuensi antara 350
650 permenit

Klasifikasi :
Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasri :
1. Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur
jantung dan kelainan
2. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur
jantung tetapi ada kelainan sistemik yang dapat
menimbulkan aritmia

Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan


keberhasilan usaha konversi ke irama sinus :
Diagnosis 1. Paroksismal, bila AF berlangsung kurang dari 7 hari
79
berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi
2. Persisten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya
dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau
tindakan
3. Permanen bila AF berlangsung lebih dari 7 hari,
dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah

Dapat pula dibagi sebagai :


1. Akut, bila timbul kurang dari 48 jam
2. Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam

Diagnosis banding

EKG bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi


pasien AF paroksismal
Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya
Pemeriksaan penunjang penyakit primer
Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk
kepentingan akademik

EKG bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi


pasien AF paroksismal
Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya
penyakit primer
Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk
kepentingan akademik

Fibrasi atrial paroksimal :


1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia
hanya diberi penerangan saja
2. Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan
pengobatan dan tanpa kelainan jantung atau disertai
kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat
beta atau obat antiaritmia kelas IC seperti
propafenon atau flekainid
3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan
amiodaron
Terapi 4. Bila dengan obat-obat itu juga tidak berhasil
dipertimbangkan terapi ablasi atau obat-obat anti
aritmia lain.
5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan,
amidaron merupakan obat pilihan.
Fibrilasi atrial persisten
1. FA tidak kembali irama sinus secara spontan kurang

80
dari 48 jam, perlu dilakuan kardioversi ke irama
sinus dengan obat-obatan (farmakologis) atau efektif
tanpa pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah
kardioversi diberikan obat antikoagulan paling
sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang
dianjurkan kelas IC (propafenon dan flekainid)
2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui
lamanya maka pasien diberi obat antikoagulan secara
oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan
kardioversi farmakologis atau elektrik. Selama
periode tersebut dapat diberikan obat-obat seperti
digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium
untuk mengontrol laju irama ventrikel. Alternatif lain
pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan
dilakukan pemeriksaan TEE untuk emnyingkirkan
adanya trombus kardiak sebelum kardioversi
3. FA persisten episode pertama, setelah dilakukan
kardioversi tidak diberikan obat antiaritmia
profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi
pada pasien ini dapat diberikan aritmia profilaksis
dengan penyekat beta, golongan kelas IC
(propafenon, flekainid), sotalol atau amioaron

Fibrilasi atrial permanen


1. Kardioversi tidak efektif
2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat
beta, atau antagonis kalsium
3. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan ablasi
nodus AV atau pemasangan pacemaker permanen
4. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli
Komplikasi Emboli, strok, trombus intrakardiak
Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

GAGAL JANTUNG KRONIK


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

81
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan fungsi atau


struktural jantung yang mengganggu kemampuan jantung
Pengertian
untuk berfungsi sebagai pompa
Anamnesis :
Dispnea on effort, Orthopnea; Paroksismal nokturnal
dispnea; lemas, anoreksia dan mual : Gangguan mental pada
usia tua

Pemeriksaan fisik :
Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga; peningkatan/
ekstensi vena jugularis; refluks hepatojugular. Pulsus
alternans; kardiomegali
Ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua
lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada
pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah
Diagnosis baring Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada
paru kiri Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit
katup mitrai dan perikarditis konstriktif; hepatomegali, nyeri
tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dengan
hipertensi vena sistenik, ikterus, berhubungan dengan
peningkatan kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin,
pucat dan berkeringat.

Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen dada Pembesaran jantung, distensi vena
pulmonal dan redistribusinya ke apeks paru (apasifikasi
hilus paru bisa sampai ke apeks. Peningkatan tekanan
vaskular pulmonar efusi pleura, kadnag-kadang
Elektrokariografi

82
Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark,
iskemia, hipertrofi, dan lain-lain)
Dapat ditemukan low voltage, T inversi, Qs, depresi ST dan
lain-lain.

Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit)
hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi liver, dan lipid
darah urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria

Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci
tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard.
Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35% - 40%
Normal, kelainan katup (mitral stenosis, mitral regurgitasi,
trikuspid stenosis atau trikuspid regurgitasi), LVH, dilatasi
atrium kiri, kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel
kanan atau atrium kanan, efusi perikardm tamponade, atau
perikarditis

Kriteria diagnosis
Kriteria Framingham

Kriteria mayor
Parok sismal nokturnal dispnea
Distensi vena-vena leher
Peningkatan vena jugularis
Ronkhi
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop bunyi jantung III
Refluks hepatojugular positif

Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam
Dispnea pada aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Takikardia (> 120 denyut permenit)

Mayor atau minor


Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari terapi

83
Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu
kriteria mayor dan dua kriteria minor.
a. Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi
akut, infeksi paru berat misalnya ARDS, emboli paru
Diagnosis banding b. Penyakit ginjal: gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
Penyakit hati : sirosis hepatis

Pemeriksaan Penunjang :
Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena
pulmonaris dan redistribusinya ke apeksparu (opasifikasi
hilus paru bisa sampai ke apeks), peningkatan tekana
vaskular pulmonar, Efusi pleura, kadang-kadang
Elektrokardiografi
Membantu menunjukkan etilogi gagal jantung (infark,
Pemeriksaan penunjang iskemia, hipertrofi dan lain-lain
Dapat ditemukan low voltage, T inversi, Qs, depresi ST, dan
lain

Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit
hemoglobon, tes fungsi tiroid, tes fungsi liver, dan lipid
darah. Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau
glukosuria.
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci
tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard.
Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35%-40% atau
normal, kelainan katup (mitral stenosis, mitral regurgitasi,
trikuspid stenosis atau trikuspid regurgitasi), LVH, dilatasi
atrium kiri, kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel
kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, atau
perikarditis.
Non farmakologi
Terapi 1. Anjuran umum
a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan
b. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik
dengan profesi yang masih bisa dilakukan
c. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan
panjang
d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan
pneumokokus bila mampu
e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang
dan berat penggunaan hormon dosis rendah masih

84
dapat dianjurkan

2. Tindakan umum
c. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada
gagal jantung ringan dan 1g pada gagal jantung berat,
jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan
d. Hentikan rokok
e. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-
30g/hari pada yang lainnya
f. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/
minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
dan sedang
g. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
aksaserbasi akut

3. Farmakologi
Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah
tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop
diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik dosis
diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau
kombinasi loop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat
kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung
sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik
a. ACE inhibitor, bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pad agagal ginjal jantung yang
disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama
beberapa minggu sampai dosis yang efektif
b. Beta bloker, bermanfaat sama seperti ACE inhibitor.
Pemberian mulai dosis kecil, kemudian dititrasi
selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasnya diberikan bila
keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Beta bloker yang digunakan
carvedilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasa
digunakan bersama dengan ACE inhibitor dan
diuretik
c. Angiotensin II antagonis reseptor, dapat digunakan
bila ada kontraindikasi penggunaan ACE inhibitor

85
d. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat
memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran
dengan ACE inhibitor dapat dipertimbangkan
e. Digoksin, diberi untuk pasien simptomatik dengan
gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan
terutama yang dengan firrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta bloker
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan
untuk pencegahan emboli serebral pada penderita
dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrasi
atrial kronis maupun dengan riwayat emboli,
trombosis dan transient inshemic Attacks, trombus
intrakad\rdak dan aneurisma ventrikel
h. Antiaritmia tidak direkomendasi untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang tidak pada
sritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III
terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia
atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian
mendadak
i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan
kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi
pada gagal jantung

Komplikasi Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan


elektrolit
Prognosis Tergantung klas fungsionalnya

PERIKARDITIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

86
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Peradangan pada perikarditis, viseralis atau kedua-duanya,
yang dapat bermanifestasi sebagai :
1. Perikarditis akut
Pengertian 2. Efusi perikard tanpa tamponade
3. Efusi perikard dengan tanpa tamponade
4. Perikarditis konstriktiv
Tergantung manifestasi klinis perikarditis :
A. Perikarditis akut :
Sakit dada tiba-tiba substernal atau prekordial, yang
berkurang bila duduk dan bertambah sakit bila menarik
napas (sehingga perlu dibedakan dengan pleuritis)
B. Tamponade
Awal : peninggian tekanan vena jugularis dengan
cekungan X prominen dan hilangnya cekungan Y (juga
terlihat pada CVP)
Kemudian : Kusmaull sign (peninggian tekanan vena
Diagnosis jugularis pada saat inspirasi)
Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 12-15
mmHg pada inspirasi, terlihat pada arterial line atau
tensimeter)
Penurunan tekanan darah umumnya disertai :
Pekak hati yang meluas, bunyi jantung elemah, friction
rub, takikardia
Foto toraks menunjukkan :
 Paru normal kecuali bila sebabnya kelaina paru
seperti tumor
 Jantung membesar membentuk kendi (bila cairan >
250 ml)
 EKG low voltage, elektrikal alternans (gelombang
QRS saja, atau P, QRS dan T)
 Ekokardiografi, efusi perikard moderat sampai berat,
swinging heart dengan kompresi diastolic vena kava
inferior, atrium kanan dan ventrikel kanan
 Kateterisasi : peinggian tekanan atrium kanan dengan
gelombang X prominen serta gelombang Y menurun
atau menghilang. Pulsus paradoksus dan ekualisasi
tekanan diastolic di ke4 ruang jantung (atrium kanan,
ventrikel kanan, ventrikel kiri dan PCW)
C. Perikarditis Konstriktiva

87
Kelelahan, denyut jantung cepat, dan bengkak.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda gagal jantung
seperti peningkatan tekanan vena jugularis dengan
cekungan X dan Y yang prominen, hepatomegali, asites
dan edema
Pulpus paradoksus (pada bentuk subakut)
End diastolic sound (knock) (lebih sering pada kronik)
Kusmaull sign (peninggian tekanan vena jugularis pada
inspirasi) terutama pada yang kronik
Foto toraks : kalsifikasi perikard, jantung bisa membesar
tapi bisa normal
CT Scan dan MRI bisa mengkonfirmasi foto toraks, bila CT
scan/MRI normal maka diagnosis perikarditis konstriktiva
hampir pasti sudah bisa disingkirkan. Kateterisasi
menunjukkan perbedaan tekanan atrium kanan, diastolik
ventrikel kanan, ventrikel kiri, dan rata-rata PCW < 5
mmHg. Gambaran diri dan plateu pada tekanan ventrikel.
Perikarditis akut :
Infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi
aorta, akut abdomen
Diagnosis banding Efusi Pleura/tamponade
Kardiomiopati dilatasi atau gagal jantung, emboli paru
Perikarditis konstriktiva
Kardiomiopati restriktif
EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila terangka
Pemeriksaan penunjang pericardi efusion), kateterisasi, CT Scan, MRI

Perikarditis akut :
 Pasien harus dirawat inap dan istirahat baring untuk
memastikan diagnosis dan diagnosis banding serta
Terapi melihat kemungkinan terjadinya tamponade
 Simptomatik dengan aspirin 650 mg/4 jam atau OAINS
indometasi 25-50 mg/6jam. Dapat ditambah morfin 2-5
mg/6 jam atau petidin 25-0 mg/4 jam, hindarkan steroid
karena sering menyebabkan ketergantungan. Bila tidak
membaik dalam 72 jam, maka prednison 60-80 mg/hari
dapat dipertimbangkan selama 5-7 hari dan kemudian
tapering off
 Cari etilogi/kausal

EFUSI PERIKARD
 Sama dengan perikarditis akut, disertai fungsi perikard
untuk diagnostik

88
TAMPONADE JANTUNG
 Perikariosentesis perkutan
 Bila belum bisa dilakukan perikardiosentesis perkutan,
infus normal salin 500 ml dalam 30-60 menit disertai
dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit atau isoproterenol 2-20
ug/menit
 Kalau perlu membuat jendela pericardial dengan :
a. Dilatasi balon melalui perikardiostomi jarum
perkutan
Pembedahan (denganmortalitas sekitar 15%) untuk membuat
jendela pericardial dapat dilakukan bila : tidak ada cairan
yang keluar saat perikardiosentesis, tidak membaik dengan
perikardiosentesis, kasusnya trauma
 Pembedahan yang dapat dilakukan
a. Bedah sub-xyphoid perikardiostomi
b. Reseksi perikard local dengan bantuan video
c. Reseksi perikard anterolateral jantung
 Pengobatan kausal : bila sebabnya antikoagulan, harus
dihentikan, antibiotik, antituberkulosis, atau streroid
tergantung etiologi, kemotherapi intraperikard bila
etiologinya tumor.

PERIKARDITIS KONSTRIKITIVA

Bila ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba OAINS


bila progresif, dapat dilakukan perikardiektomi
Perikarditis akut :
Chronic relapsing perikarditis, efusi perikard, tamponade,
Komplikasi perikarditis konstriktiva
Efusi perikard/tamponade
Henti jantung, aritmia : fibrilasi atrial atau flutter,
perikarditis konstriktiva
Prognosis Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang terjadi

SINDROM KORONER AKUT


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

89
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi


klinis perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain
sebagai akibat iskemia miokard
Pengertian Sindrom koroner akut mencakup :
1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pektoris tak stabil (unstable angina pectoris)
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal,
retrosternal, dada prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih
benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan
dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula
gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan
kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat
nitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stress
emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai
gejala mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin dan
lemas.

Diagnosis Elektrokardiogram
Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi
segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
Infark miokard ST elevasi : Hiperakut Televisi segmen ST,
gelombang Q inversi gelombang T
Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi
gelombang T dalam

Petanda Biokimia
CK, CKMB, Troponin-T, DII
Enzim meningkat minimal 2x nilai batas atas normal

90
Angina pektoris tak stabil : Infark miokard akut
Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis aktu, emboli
Diagnosis banding paru akut, penyakit dinding dada, sindrom Tierze, gangguan
gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis,
spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak
lambung, dan pankrestitis akut.
EKG
Foto rontgen dada
Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll
Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin
Pemeriksaan penunjang Echocardiografi
Treadmill tes (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
Angiografi koroner

Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)


Pasang infus intravena dengan Nacl 0,9% atau deksfrosa 5%
Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter /menit 2-3 jam,
dilanjutkan bila sarutasi oksigen arteri rendah (< 90%)
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair.
Selanjutnya diet jantung.

Pasang monitor EKG secara kontinu


Atasi nyeri dengan :
Nitrat subligual/transdermal/nitrogliserin intravena
titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg).
Bradikardia (< 5 kali/menit), takikardia.
Atau
Morfin 2,5. mg (2-4 mg)intravena, dapat diulang tiap
Terapi 5 merit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50
mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena

Antitrombotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak
responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik dengan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam
atau aktivator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg,
ditanjutkan dengan 0,75 mg,/kgBB (maksimal: 50 mg)
dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg)
dalam 60 menit jika elevansi segmen ST > 0,1 mV pada
dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2
mV pada dua tau lebih sadapan prekordial berdampingan,
waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75
tahun
Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard
akut
Antikoagulan
91
Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani
revaskularisasi perkutam atau bedah, pasien dengan risiko
tinggi terjadi emboli sistemik seperti infark miokard anterior
atau luas , fibrilasi atrial riwayat emboli, atau diketahui ada
trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin.

Heparin diberikan dengan target 3 PTT 1,5-2 kali nilai


kontrol. Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam
diberikan heparin bolus intravena 5000 unit dilanjutkan
dengan infus selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan
aPTT 1,5 – 2 kali nilai kontrol
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan
diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan
trombus ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara
tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum
heparin dihentikan.
Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan
dengan menyesuaikan nilai INR (2-3) atasi rasa takut atau
cemas

Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau I IV


Pelunak tinja : laktulosa (laksadin) 2 X 15 ml Beta bloker
diberikan bila tidak ada kontraindikasi
ACE inhibitor diberikan bila keadaan mengizinkan terutama
pada infark wiokard naut yang luas, atau anterior, gagal
jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard .

Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST


elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi
atasi komplikasi :
1. Fibrilasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasine dengan gangguan
hemodinamik berat atau iskemia intraktabel
Digitalisasi cepat
Beta bloker
Diltiazem atau verapamil bila beta bloker
dikontraindikasi
2. Fibrilasi ventrikel
DC Shock unsyrcronized dengan energi awal 200 jika tak
berhasil harus diberikan shook kedua 200-300 J dan jika
perlu shock ketiga 360 J
3. Takikardia ventrikel
VT polimorfik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan
gangguan hemodinamik : DC Shock unsynchronized
dengan energi awal 200 J. jika gagal harus diberikan
shock ketiga 360 J

92
VT monomorfik yang menetap diikuti anina, edema paru
atau hiptensi harus diterapi dengan DC shock
synchronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal
VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru
atau hippotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg/kg BB. Bolus tambahan 0,5-0,75
mg/kg BB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total
maksimal 3 mg/kgBB. Kemusian loading di!anjutkan
Udengan infus 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit)
Atau
Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB dalam 5-10 menit
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg BB/jam. Atau
Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5
ml/kgBB2C-60 menit dilanjutkan infus tetap 1 mg/menti
selama 6 jam dan kemudian
infus pemeliharaan-0,5 mg/menit.
Atau
Kardioversi elektrik synchronized dimulai dosis 50 J
(anestesi sebelumnya)
4. Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik frekuensi jantung < 50
kali /menit disertai hipotensi, iskemia aritmia ventrike;
escape)
Asistol ventrikel
Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV
(derajat dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape
kompleks sempit)
Terapi dengan sulfas atropin 0,5-2 mg
Isoproterenol 0,5-4 ug/menit bila atropin gagal, sementara
menunggu pacu jantung sementara
5. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi
sesuai standar pelayanan medis mengenai kasus ini
6. Perikarditis
Aspirin (160-325 mg/hari)
Indometasin, Ibuprofen
Kortikosteroid
7. Komplikasi mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel ruptur
dinding ventrikel ditatalaksana operasi

1. Angina pektorik tak stabil : payah jantung, syok


Komplikasi kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut dengan atau tanpa ST elevasi ) gagal
jantung, syok kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum,
ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantar aritmia,

93
sindrom drester, emboli paru

Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala ada


Prognosis tidaknya komplikasi

RENJATAN KARDIOGENIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya
Pengertian pompa jantung

Trias tekanan darah < 90 mmHg, takikardia, dan oliguria


Pemeriksaan fisik :
1. Tanda-tanda kantung
2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut
seperti ruptur septum interventrikel atau muskulus
papilaris infark ventrikel kanan pada infark inferior
dimana denyut jantung rendah karena blok AV, tanda
gagal jantung kanan dengan dengan paru yang tidak
kongestif
3. Murmur : regurgitasi akut aorta, mitral, sienosis aorta
berat, atau trombosis katup prostetik
94
Diagnosis Elektrokardiografi
1. tanda iskemia, infark, hipertrofi, low voltage
2. aritmia : Av blok, bradiartitmia, takiaritmia
Foto toraks : opsisfikasi hilus dan bagian baasl paru,
kemudian makin ke arah apeks paru. Kadang-kadang efusi
pleura
Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk
RWMA
Dilatasi ventrikel kiri atau atrium kiri atau arteri pulmonalis
Regurgitasi katup
Miksoma atrium
Efusi perikard dengan tamponade
Kardiomiopati hipertrofik
Perikarditis konstriktiva
Syok hipovolemik
Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
Diagnosis banding Syok distrubutif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis
obat)
Infar jantung kanan

Darah rutin, ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit,


Pemeriksaan penunjang foto toraks, EKG, Enzim jantung (CK-CKKBm Troponin
T), Echocardiografi, Angiografi koroner

1. Posisi ½ duduk bila ada edema paru kecuali


hipotensi berat
2. Kksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu
dengan masker bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau
tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan
ventilator
3. Infus emergensi
4. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi
dar ditatalaksana untuk dekompresi dengan chest tube
torakotomi
Terapi 5. Atasi segera aritmia dangar, obat atau DG
6. Jika ada de fisit volume yang ikut berperan berikan
normal salin 25U-500 ml kecuali ada edema paru
akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan
Ganz.
7. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung
kanan bila ada infark akut inferior

95
8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan
kateter Swan Ganz untuk mendapatkan PAWP. Jika
pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif
berikan vasoprecsor untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik 100 mmHg. Dopamin dimulai dengan 5
ug/kgBB/menit ditrasi sampai tercapai target
mempertahankan tekanan darat; atau sampai 15
ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin, bila
tekanan darah < 80 mmgHg dengan dosis 0,1 –30 ug.
KgBB/menit. Jika tidak respon dengan dopamin
dapat juga ditambahkan dobutamin dengan dosis
titrasi I 2,5-20 uglkgBB/menit atau milininon/
amninon
9. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsit .
dengan terapi adekuat sambil menunggu tindakan
intervensi bedah.
10. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan
vasodilator untuk mengurangi afterload dan
memperbaiki fungsi pompa terutam berguna pada
hipertensi berat, edema paru, dekompensasi katup.
Nitrolgiserin sublingual atau intravena
11. Nirogliserin peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit jika
tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan
nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika
tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
nitroprusid, nitroprusid IV dimulai dosis
0,1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah
normal atau selama dapat dipertahankan pefusi yang
adekuat ke organ-organ vital
12. Bila perlu diberikan : Bila perlu : Dopamin 2-5
ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit
untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respons klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark
miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia
berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi
oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti
regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel atau korda

96
tendinae

Komplikasi Gagal napas

Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

FIBRILASI VENTRIKULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

1
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Tidak ditemukan depolarisasi ventrikel yang terorganisisasi


Pengertian sehingga ventrikel tidak mampu berkontraksi sebagai suatu
kesatuan dengan irama yang sangat kacau serta tidak
terlihat gelombang P, QRS maupun T
Diagnosis Kompleks RS sudah berubah sama sekali
Amplitudo R sudah mengecil sekali
Diagnosis banding

Pemeriksaan penunjang EKG 12 sandapan


Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Angiografi koroner
1. DC Shock dengan evaluasi dan shock sampai 3 kali
jika perlu dimulai dengan 2000 joule, kemudian 200-
300 joule dan 360 joule
Terapi 2. Resusitasi jantung paru selama tidak ada irama
jantung yang efektif (pulsasi dipembuluh nadi besar
tidak teraba)

97
3. Bila teratasi penatalaksanaan seperti takikardia
ventrikular
Komplikasi Emboli paru, emboli otak, henti jantung
Prognosis Tergantung penyebab beratnya gejala dan respons terapi

TAKIKARDIA VENTRIKULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur

Tiga atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara


Pengertian berurutan dengan laju lebih dari 100 per menit

1. Frekuensi kompleks QRS meningkat, 150-200


kali/menit
Diagnosis 2. Kompleks QRS melebar
3. Hubungan gelombang P dan kompleks QRS tidak
tetap
Diagnosis banding Supraventrikular takikardia dengan konduksi aberans

EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24 jam
Pemeriksaan penunjang Ekokardiografi
Angiografi koroner
Pemeriksaan elektrofisiologi
1. Atasi penyakit dasar : bila iskemia maka diakukan
revaskularisasi koroner, bila payah jantung maka diatasi
payah jantungnya
2. Pada keadaan akut :
 Bila menganggu hemodinamik : dilakukan DC shock

98
 Bila tidak mengganggu hemodinamik, dapat diberikan
Terapi antiaritmia dan bila tidak berhasil dilakukan DC shock
3. DC shock diberikan dan dievaluasi sampai 3 kali (200
joule, 200-300 joule, 360 joule atau bifasik ekuivalen)
jika perlu
4. Aritmia yang diberikan : lidokain atau amiodaron.
Lidokain diberikan mulai dengan bolus dosis 1
mg/kgBB (50-75 mg dilanjutkan dengan rumatan 2-4
mg/kgBB. Bila masih timbul bisa diulangi bolus
50mg/kgBB. Untuk amiodaron dapat diberikan 15
mg/kgBB bolus 1 jam dilanjutkan 5 mg/kgBB bolus
drip dalam 24 jam sampai dengan 1000 mg/24 jam.
Untuk jangka panjang.
Bilamana selama takikardia tidak memberikan gangguan
hemodinamik maka dapat dilakukan tindakan ablasi
kateter dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan. Hal ini
terutama untuk ventrikel takikardia reetran cabang berkas
Bilamana selama takikardia memberikan gangguan
hemodinamik diperlukan tindakan konversi dengan
defibrilator, kalau perlu pemasangan defibrilator jantung
otomatik
Komplikasi Emboli paru, emboli otak, kematian
Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

EKSTRADISTOL VENTRIKULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur

99
Suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini di
Pengertian salah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatu fokus
yang otomatis atau melalui mekanisme reentri
P sinus biasanya terbenam dalam kompleks QRS, segmen
ST atau gelombang T
Kompleks QRS muncul lebih awal dan seharusnya
QRS melebar (>0,12 detik)
Diagnosis Gambaran QRS wide and bizzare
Segmen ST dan gelombang T berlawanan arah dengan
kompleks QRS
Bila karena mekanisme reentri maka interval antara
kompleks QRS normal yang mendahuluinya dengan
kompleks ekstrasistol ventrikel, akan selalu sama. Bila
berbeda maka asalnya dari fokus ventrikel yang berbeda
Diagnosis banding

EKG 12 sadapan
Rekaman EKG 24 jam
Ekokardiografi
Pemeriksaan penunjang Anglografi koroner

1. Tidak perlu diobati jika jarang, timbul pada pasien


tanpa/tidak dicurigai kelainan jantung organik
Terapi 2. Perlu pengobatan bila terdapat pada keadaan iskemia
miokard akut, bigemini, trigemini, atau multifokal,
alvoventrike
3. Koreksi gangguan elektrolit, gangguan
keseimbangan asam, basa dan hipoksia
4. Obat yang sering digunakan xilokain yang diberikan
secara intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB
dilanjutkan dengan infus 2-4 mg/menit. Obat
alternatif. Prokainamid, amiodaron, meksiletin. Bila
pengobatan tidak perlu segera, obat-obatan tersebut
dapat diberikan secara oral
Komplikasi VT/VT, kematian mendadak

Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi

100
AIDS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pasien yang terbukti terinfeksi HIV dengan hitung sel


Pengertian TCD4 < 200 dan pasien yang terinfeksi HIV dengan satu
atau lebih penyakit yang dipertimbangkan sebagai indikator
gangguan imunitas selalu yang berat
Adanya faktor risiko penularan
Berdasarkan gejala :
Sindrom HIV akut
 Timbul 3-6 minggu setelah infeksi primer
 Ditemukan gejala
 Umum : demam, faringitis, limfacenopati, Heodache,
retroorbital pain, atralgia.mialgia letargi/ alaise,
noreksia/berat badan turun, mual/muntah/diare
 Neurologi : meningitis, ensefalitis, periferal neuropati,
myolopati
 Dermatologi, rash etrimatosus makulopapular, ulserasi
mukekutan
Asimptomatik
Diagnosis  Tanpa gejala sama sekali
 Pembesaran kelenjar getah bening
Siptomatik
 Penurunan berat badan (< 10%)
 Kelainan mulut, kulit, saluran nafas yang ringan
(sariawan, kelilitis, dermatitis, seboraika, prurigo,
infeksi jamur pada kuku)
Simptomatik lanjut
 Penurunan berat badan yang lebih mencolok
 Diare lebih 1 bulan
 Panas hilang timbul maupun tersus menerus tidak

101
diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan
 Kandidiasis mulut
 Hairy leukoplakia
 Tuberkulosis paru
 Infeksi bakterial yang bera misalnya pneumonia
HIV Wasting Syndrome
 Badan makin kurus
 Diare kronik dari 1 bulan
 Kelemahan kronik
 Panas lebih dari 1 bulan
 Satu atau lebih penyakit infeksi aportunistik

Infeksi oportunistik
1. Pneumonia Pneumosistis Karinii
2. Toksoplasmosis otak
3. Kripstosporidiosis dengan diare > 1 bulan
4. Kripstokokosis di paru
5. Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali
limpa, hati, atau kelenjar getah bening
6. Infeksi virus herpes simplak di mukokutan lebih dari 1
buan atau di alat dalam (viseral) lamanya tidak dibatasi
7. Leukoensefalopati multifokal progresif
8. Mikosis (infeksi jamur) apa saja (misalnya
histoplasmosis, koksidiodomikosis) yang endemik,
menyerang banyak organ tubuh (diseminala)
9. Kandidiasis esofagus, trakea, bronkus, atau paru
10. mikobakteriosis atipik (mirip bakteri tuberkulosis
diseminata
11. septikemia salmonella non tifoid
12. Tuberkulosis di luar paru
13. limfoma
14. sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV sesuai kriteria CDC yaitu gangguan
jognitif disfungsi motorik yang mengganggu atau beberapa
bulan tanpa dapat ditemukan penyebabnya selain HIV

Laboratorium
Tes skrining ELISA 2x positif ditambah tes konfirmasi
eksterm blot 1x positif
Diagnosis banding Infeksi oportunistik
Penyakit imunodedisiensi primer
Kimia rutin dan hematologi
Foto thoraks
Anti HIV dengan cara ELISA dan Western Blot
Kadar HIV RNA dengan RT-PCR
Pemeriksaan penunjang Hitung CD 4+

102
Antitoksoplasma antibodi
VDRL
PPD test
Pemeriksaan status mini-mental
Serologi hepatitis A dan B
1. Konseling tentang HIV/Aids
2. Terapi infeksi oportunistik/infeksi sekunder baik untuk
profilaksis maupun pengobatan
Terapi 3. Terapi neoplasma
4. Terapi antiretroviral
5. Vaksin hepatitis A
6. Vaksin hepatitis B
7. Vaksin influenza
8. Vaksin Streptococcus pneumonia
Komplikasi Infeksi oportunistik, sepsis
Prognosis Tergantung hitung CD 4+

RENJATAN ANAFILAKSIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

2
0

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Keadaan gawat darurat yang ditandai dengan (hipotensi)
Pengertian penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg akibat respon
hipersensitifitas tipe I (adanya reaksi antigen dengan
antibodi lg E)
 Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat
disertai gejala klinis lain berupa :
 Reaksi sistemik ringan, rasa geli/gatal serta hangat, rasa

103
penuh di mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan
terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair,
bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan
antigen
 Reaksi sistemik sedang ; seperti reaksi sistemik ringan
Diagnosis ditambah spasme bronkus dan atau edema saluran nafas,
sesak batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh,
mual, muntah, gatal badan terasa hangat, gelisah, onset
seperti reaksi anifilaktik ringan
 Reaksi sistemik berat : terjadi mendadak, seperti reaksi
sistemik ringan dan sedang yang bertambah berat.
Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor sesak
nafas, sianosis, henti nafas. Edema dan hipermoitas
saluran cerna sehingga sakit menelan kejang perut, diare
dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan
kardiovaskuler, aritmia jantung, koma
Diagnosis banding Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit analisis gas darah


Pemeriksaan penunjang EKG

A. Untuk renjatan
1. Adrenalis larutan 1:1000, 0,3-0,5 ml
Subkutan/intramuskular pada lengan atas atau paha. Bila
renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan
suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml pada tempat sengatan
kecuali bila sengatan di kepala, leher, tangan dan kaki.
Dapat dilanjutkan infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam
dekstrose 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan 1
ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai
keadaan tekanan darah.hati-hati pada orang tua dengan
kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya
2. Pasang torniqui proksimal dari suntikan atau sengatan
serangga
dilonggarkan 1-2 menit setiap 19 menit
Terapi 3. O2 bila sesak, mengi, sianosis 3-5 l/menit dengan
sungkup atau
kanul nasal
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral. Rawat
ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik
dilanjutkan dengan terapi:
 IVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45 NaCl 2-3l/m²
permukaan tubuh
 Dopamin 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bia tekanan darah
tidak membaik

104
 Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kg BB
intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap 6 jam yang
dihentikan setelah 72 jam
B. Bila disertai spasme bronkus maka dapat diberikan
1. Agonis inhalasi beta-2
2. jika spasme bronkus menetap Aminopfilin 4-6
mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl 0,9 10 ml
diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bila perlu
dilanjutkan dengan infus aminofilin 0,2-1,2 mg/
kgBB/jam
C. Bila disertai edema hebat saluran nafas atas : intubasi dan
trakeostomi
D. Pemantauan paling seidkit 24 jam
Komplikasi Renjatan, ireversibel, multi organ failure
Prognosis Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala

ASMA BRONKIAL
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai
dengan obstruksi jalan nafas yang dapat hilang dengan atau
Pengertian tanpa pengobatan akibat hiperreaktifitas bronkus terhadap
berbagai rangsagan yang melibatkan sel-sel dan elemen
saluran terutama mastosit, eosinofil, limfosit I, makrofag,
netrofil dan epitel
Episode berulang sesak nafas dengan atau tanpa mengi dan
rasa berat di dada akibat faktor pencetus
Dibagi menjadi :

105
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu
asimptomatik, APE diantara serangan normal, asma
malam < 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas < 20%
2. Asma persisten ringan, gejala asma > 1 kali/minggu, < 1
kali/hari, asma malam > 2 kali > bulan, APE > 80%
Diagnosis variabilitas 20-30%
3. Asma Persisten sedang, gejala asma tiap hari
menggunakan beta-2 agnosis kerja singkat, aktivitas
terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/minggu
APE > 60% dan < 80% prediksi atau variabilitas > 30%
4. Asma Persisten berat, gejala sama terus menerus asma
malam sering, aktivitas terbatas, dan APE < 60%
prediksi atau variabilitas > 30%
Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua tingkatan
derajat sama.
Diagnosis banding Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung

Laboratorium : Jumlah eosinofil darah dan sputum, foto


Pemeriksaan penunjang toraks spirometri, uji tusuk kulit (skin pick test/SPT), uji
bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus atas
indikasi analisa darah atas indikasi.
1. Asma intermiten tidak memerlukan obat pengendali
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali
kortikosteroid inhalasi (500 ugBDP atau ekuivalennya)
atau pilihan lainnya : teofilin lepas lambat, kromolin,
antileukotrien
3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali
berupa kortikosteroid inhalasi (200-1000 ug DBP atau
ekuivalennya) ditambah dengan beta-2 agnosis aksi
lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteorid inhalasi
(600-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + teofilin lepas
lambat atau kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP
atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid
inhalasi dosis ditingkatkan (> 1000 ugBDP atau
ekuivalennya) atau kortikosteroid inhalasi 500-1000 ug
BDP atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid
inhalasi dosis ditinggikan (> 1000 ug BDP atau
ekuivalennya) atau kortikosteroid inhalasi 500-1000 ug
BDP atau ekuivalennya) + antileukotrien
4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid inha- lasi (>
1000 ug BDP atau ekuivalennya + LABA
Terapi
inhalasi + salah satu pilihan berikut
 Teofilin lepas lambat
 Antileukotrien
 LABA oral

106
BDP : Budesonide propionat
Sedangkan untuk menghilangkan sesak diberikan beta-2
agonis kerja singkat inhalasi tetapi tidak boleh lebih dari 3-
4 kali sehari. Antikolinergik inhalai, agonis beta-2 kerja
singkat oral dan teofilin lepas lambat dapat diberikan
sebagai pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat
inhalasi
Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap
penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Oksigen
2. Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali
selanjutnya tergantung respon terapi awal
3. Inhalasi antikolinergik (pattropium bromida) setiap 4-6
jam terutama pada obstruksi berat (atau dapat diberikan
bersama-asma dengan agonis beta-2)
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-80
mg/hari secara prednison
5. Amunofilin tidak dianjurkan, bila diberikan dosis awal
5-6 mg/kgBB dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6
mg/kgBB/jam
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder
7. Pasien diobservasi 1-3 jam kemudian dengan
pemberian agonis beta 2 tiap 60 menit. Bila setelah
masa observasi terus membaik, pasien dapat
dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari) : inhalasi
agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan,
penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik,
diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat
Bila setelah vasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau
pasien termasuk golongan resiko tinggi :
pemeriksaan fisik tambah berat, APE (arus puncak
ekspirasi) > 50% dan < 70% dan tidak ada perbaikan
hipoksamia (dari hasil analisa gas darah) pasien
harus dirawat
8. Pasien dirawat di ICU bila tidak berespon terhadap
upaya pengobatan di unit gawat darurat atau bertamba
beratnya serangan/buruknya keadaan setelah perawatan
6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-
tanda henti napas, hasil pemeriksaan analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dengan kadar pO2 < 89
mmHg dan atau pCO2 > 45 mmHg walaupun mendapat
pengobatan oksigen yang adekuat.

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) gagal jantung pada


Komplikasi keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal napas dan

107
penumotoraks
Prognosis Tergantung beratnya gejala

URTIKARIA KARENA OBAT


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR TERBIT
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Kelainan kulit dan mukosa yang diindikasi obat berupa
Pengertian papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan

Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi


penyakit, misal : NSAIDM sulfonamida, antikonvulsan,
penicillin dan tetrasiklin
Diagnosis Gejala prodremal berupa gejala radang saluran nafas atas :
demam, batuk, sakit kepala, malaise, nyeri menelan. Dalam
beberapa hari terjadi erosi multipel pada membran mukosa
lwpuhan, makula purpura. Daerah yang terkena lepuhan dan
pelepasan kulit < 10%
Diagnosis banding TEN, eritema multiformis

Hitung eosinofil, foto thoraks, kultur pus dari kulit kultur


Pemeriksaan penunjang sputum

1. Hentikan obat penyebab


2. Rawat di pusar luka bakar, skin graft ini untuk
mencegah invasi bakteri
3. Monitor cairan dan elektrolit, termasuk monitor
jumlah urin
4. Monitor infeksi sekunder dengan melakukan kultur

108
Terapi berkala dari darah dan mukokutam
5. Pemberian makanan tinggi kalori
6. Penggantian cairan dan elektrolit
7. Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi
paru segera
8. Konsultasi mata
9. Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan
mata
10. Antacida cairan dan antagonis H2 bila ada ulserasi
gastrointestinal
11. Antibiotika tegantung hasil kultur

Komplikasi Sepsis, syok hipovolemik, syok sepsis

Prognosis Tergantungnya beratnya gejala

ULKUS PEPTIKUM
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran cerna
Pengertian bagian atas yang kronis

Faktor resiko : umur. Penggunaan obat-obatan aspirin atau


Diagnosis NSAD
Anamnesis : terdapat nyeri spigastrium, dispepsia, nauceas,
vomitus, anoreksia dan kembung
Diagnosis banding Ulkus gaster, ulkus duodenum, dispepsia non ulkus

109
Pemeriksaan penunjang Barium dobel kontras
Endoskopi saluran cerna bagian atas
 Tanpa komplikasi
 Suportif : nutrisi
 Memperbaiki/menghindari faktor risiko
 Pemberian obat-obatan
Antasida, antimuskarinik, antagonis reseptor H2, proton
pump inhibitor, pemberian obat-obatan untuk mengikat
asam empedu, pemberian obat-obatan untuk
mempercepat pengosongan lambung, pemebrian obat
untuk eradikasi kuman Helicobater Polylori, pemberian
Terapi obat-obatan untuk meningkatkan faktor defensif
 Dengan komplikasi
Tukak peptik yang berdarah  penatalaksanaan umum
atau supportif sesuai dengan penatalaksanaan
hematemesis melena secara umum
Penatalaksanaan/tindakan khusus : tindakan/terapi
hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksis
klerol atau obat fibrinogen trombin atau tindakan
hemostatik dengan heat probe atau terapi lacer atau
terapi koagulasi listrik atau bipolar probe
Pemberian obat somatostatin jangka pendek
Terapi embolisaasi arteri melalui anteiografi
Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua
pengobatan tersebut dilaksanakan, tetap masuk dalam
keadaan gawat 1 s/d II maka penderita amsuk dalam
indikasi operasi
Komplikasi Perdarahan ulkus
Prognosis Dubia

DISPEPSIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

1
0

110
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Dispepsia merupakan kumpulan segala atau sindrom yang
terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa
penuh atau cepat kenyang dan sendawa
Diagnosis Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas

Diagnosis banding Penyakit refluks gastroesofageal


Irritable Bowel Syndrome
Karsinoma saluran cerna bagian atas
Kelainan pankreas dan kelainan hepar
Pemeriksaan penunjang Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, analisis
cairan lambung, pemeriksaan terhadap adanya infeksi
Helicobacter Pylori pemeriksaan fungsi hati, amylase dan
lipase fosfalase alkali dan gamma GT
Terapi Support nutrisi
Pengobatan empirik selama 4 minggu (terdiri dari)
Pengobatan berdasarkan etiologi

Komplikasi
Prognosis Dubia

HEMATEMESIS MELENA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

111
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang
berasal dari saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang
Pengertian air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian
atas adalah saluran cerna di atas (proksimal_ ligamentum
Treitz mulai dari jejunum proksimal, duoddenum, gaster dan
esophagus
Muntah dan BAB darah warna hitam ter
Sindrom dyspepsia, bila ada riwayat makan obat NSAID,
jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus
Diagnosis peptikum
Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat
disertai gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum)
Dapat terjadi syok hipovolemik
Diagnosis banding Hemoptoe
Hematoskezia
Darah perifer lengkap hemostasis lengkap atau masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, elektrolit
(Na, K, Cl), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase,
Pemeriksaan penunjang albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C
endoskopi SCBA diagnostik atau foto rontgen OMD, USG
hati

Nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung,


pasang NGT untuk dekompresi pantau perdarahan
Terapi Farmakologis
 Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi da
Hb). Pada kasus non varices, transfusi sampai dengan
Hb 12 gr%
 Sementara menunggu darah dapat dihentikan pengganti
plasma (misalnya dekstran/hemacel) atau NaCl 0,9%
atau RL
 Untuk penyebab non varices
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa proton
2. Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram atau
Teprenon 3 x 1 tab

112
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati
kronis atau dirosis hati
 Untuk penyebab varices
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mikro g/jam
intravena atau ocreotide (sandostatin) 0,1 mg/2 jam
Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah
skleroterapi/ligasi varices esophagus
2. Propanol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat
ditingkatkan samai tekanan diastolik turun 20 mmHg
atau denyut nadi turun 20%
3. Issorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari
4. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
 Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
 Pada pasien dengan pecah varices/penyakit hati
kronik/sirosis hati diberikan:
1. Laktulosa 4x1 sendok makan
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan bila pasien
masuk dalam keadaan gawat I-III

Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut,


Komplikasi sindrom hepatorenal, koma hepatikum, anemia karena
perdarahan
Prognosis Dubia

DIARE KRONIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
113
Direktur

Pengertian Diare kronik yang berlangsung lebih dari 15 hari sejak awal
diare
Diagnosis Diare dengan lama lebih dari 15 hari

Diagnosis banding Kelainan pankreas, kelainan usus halus dan usus besar,
kelainan PEM dan tiroksikosis, kelainan hati, IBS tipe diare
Pemeriksaan tinja
 Pemeriksaan darah : DPL, kadar feritin, SI-IBC, kadar
vitamin B12 darah ,kadar asam folat darah, albumin
serum, eosinofil darah, serologi amuba (IDT), widal,
pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CD8)
Pemeriksaan penunjang  Pemeriksaan anatomi usus : Bariun enema/colon in loop
(didahului BNO), kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi,
barium follow through atau enterocylsis, ERCP, USG
abdomen, CT Scan abdomen
 Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan
yeyunum tes fungsi pankreas, tes Schilling, CEA dan Ca
19-9
 Non farmakologis : diet lunak tidak merangsang, tinggi
kalori, tinggi protein, bila tidak tahan laktosa diberikan
rendah laktosa, bila maldigesti lemak diberikan rendah
lemak. Bila penyakit Crohn dan colitis ulserosa
diberikan rendah serat padakeadaan akut.
Terapi Pertahankan minum yang baik, bila perlu infus untuk
mencegah dehidrasi
 Farmakologis : bila sesak nafas dapat diberikan oksigen
infus untuk memberikan cairan dan elektrolit
Antibiotika bila terdapat infeksi. Bila penyebab
amuba/paradit/giardis dapat diberikan metronidazol.
Bila alergi makan/obat/susu, diobati dengan
menghentikan makanan/obat penyebab alergi tersebut.
Keganasan /polip diobati dengan pengangkatan
keanker.polip
TBC usus diobati dengan OAT
Diare karena kelainan endokrin, diobati dengan kelainan
endokrinnya
Malabsorbsi dengan pemberian enzim
Kolitis di atas sesuai jenis kolitis
Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan
Komplikasi elektrolit dan asam basa/gas darah, gagal ginjal akut,
kematian
Prognosis Dubia ad malam

114
PANKREATITIS AKUT

NOMOR NOMOR HALAMAN


DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Pankreatitis akut yaitu reaksi peradangan pankreas yang
akut
Keadaan umum pasien seperti sakit dyspepsia sedang
sampai berat, gelisah kadang disetai gangguan kesadaran
Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan
takikardia, bising usus menurun (ileus paralitik)
Diagnosis Penyakit penyerta yang meningkat resiko /l batu empedu,
trauma, tindakan bedah di abdomen, DM, hipertiroidisme,
alkoholisme, ulkus peptikum, leptospirosis DHF

Peforasi ulkus peptikum, kolangitis akut, kolesistitis akut,


apendisitis akut, nefrolitiasis kanan akut, infark miokard
Diagnosis banding akut inferior

Laboratorium : Klasifiaksi berat/prognosis ; Kriteria Ranson


Pemeriksaan penunjang DPL, amylase serum, lipase serum, gula darah, kalsium
serum, LDH serum, fungsi ginjal, SGOT, SGPT, AGD
elektrolit
Non farmakologis : Puasa dan pemasangan infus untuk
nutrisi parenteral total sampai amylase dan lipase serum
normal/mendekati normal dan pada selang nasogastrik
Terapi cairan lambung < 300 cc, pasien tak nyeri ulu hati
Farmakologis :
115
 Analgesik dan sedative, infus cairan, pasang selang
lambung
 Antibiotika bila ada infeksi
 Penghambat sekresi enzim pancreas
 Prosedur bedah pada infeksi berat berupa drainase
cairan
Pseudokista pankreas, abses pankreas, peradangan
Komplikasi hemoragik, nekrosis organ sekitar, pembentukan fistel, ulkus
duodenum ikterus obstruksi, asites
Sepsis
Prognosis Dubia ad malam

HEMATOSKEZIA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
STANDAR TERBIT
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Hematoskezia adalah BAB darah segar berwarna merah
Pengertian yang berasal dari saluran cerna bagian bawah

BAB darah merah segar sampai merah tua


Demam bila penyebabnya infeksi usus
Nyeri perut di atas ubilikus seperti kejang/kolik, atau perut
kanan bawah yang hilang timbul dapat akut atai kronik,
dapat ditemukan massa
Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok
Diagnosis hipovolemik
Bising usus menurun atau menghilang
Berat badan dapat menurun
Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makan

116
yang tidak biasanya, mendapat terapi antibiotik, penyakit
kardiovaskuler, dapat disertai gejala ekstraintestinal seperti
kelainan kulit, sendi dan radang mata.
Melena, hemoroid, infeksi usus, penyakit usus inflamatorik.
Diagnosis banding Divertikulosis kolon dan / atau usus halus, angiodiplasia,
tumor koloan dan/atau usus halus colitis iskemik, colitis
radiasi
 Laboratorium : DPL tiap 6 jam, analisis gas dan
elektrolit darah
Pemeriksaan hemostatis lengkap
Pemeriksaan etiologi : Kultur Widal-Gall, seologi
Pemeriksaan penunjang amuba, serologi IDT amuba, kultur Salmonella-Shigella
feses urin, pemeriksaan mikroskopik parasit difeses
 Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi dan biopsy. Pada
demam tifoid koloniskopi sebaiknya dilakukan bila
demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik
Foto abdomen 3 posisi
 Kolon inloop kontras ganda
 USG abdomen
 CT Scan abdomen/foto usus halus
 Foto dada
 EKG
 Non farmakologis : puasa cairan infus, perbaikan
hemodinamik
Jika hemodinamik stabil dapat nutrisi enteral
Terapi  Farmakologis : Tranfusi darah PRC/WB sampai dengan
Hb > 10 gr%
Pengobatan infeksi sesuai penyebab
Bila ada kelainan hemostatis diobati sesuai penyebabnya
Komplikasi Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena
perdarahan
Prognosis Dubia ad malam

PENYAKIT GINJAL KRONIK


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

117
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Kriteria :
1. Keusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih,
berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
Pengertian berdasarkan
 Kelainan patologik atau
 Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada
komposisi darah atau urin, atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. LFG < 60 ml/menit 1,73m² yang terjadi selama 3 bulan
atau lebih dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Ananesis : lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK
berkurang
PF : Anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra,
tanda bendungan paru
Lab : gangguan fungsi ginjal

Batasan dan Stadium penyakit Ginjal Kronik


Diagnosis
LFG Dengan Kerusakan Tanpa Kerusakan Ginjal
(ml/menit1,73m²) Ginjal
Dengan Tanpa Dengan Tanpa
Hipertens Hipertensi Hipertensi Hipertensi
i
> 90 1 1 Hipertensi ‘Normal”
60-80 2 2 Hipertensi + LFG  LFG
30-59 3 3 3 3
15-29 4 4 4 4
< 15 (atau dialisis) 5 5 5 5

Diagnosis banding Gagal ginjal akut

118
DPL, ureum, kreatinin, UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl,
Ca P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD,
Pemeriksaan penunjang SL, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin,
USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap,
foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG,
Ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAg, Anti HCV, Anti HIV

Nonfarmakologis :
 Pengaturan asupan protein:
o Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari
sesuai dengan CCT dan toleransi pasien
o Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kg BB ideal hari
o Pasien peritonealdialisis 1,3 gram/kgBB/hari
 Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
 Pengaturan asupan lemak : 30-40 % dari kalori
total dan mengandung jumlah yang sama antara
asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
 Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari
kalori total
 Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
 Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
 Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17
mg/hari
 Kalsium : 1400-1600 mg/hari
Terapi  Besi 10-18 mg/hari
 Magnesium : 200-300 mg/hari
 Asam folat pasien HD : 5 mg
 Air :jumlah urin 24 jam + 500 ml (isensible water
loss). Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah
dialisat yang keluar. Kenaikan BB diantara waktu
HD < 5% BB kering

Farmakologis :
 Kontrol tekanan darah :
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor
angiotensin II  evaluasi kreatinin dan kalium
serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%
atau timbul hiperkalemi harus dihentikan
- Penghambat kalsium
- Diuretik
 Pada pasien DM, kontrol gula darah  hindari
pemakaian metformin dan obat-obat sulfoniturea
dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk
DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk
DM tipe 2 adalah 6%
 Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl

119
 Kontrol hiperfosfatemi : polimer kationik
(Renagel) Kalsitriol
 Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3
20-22 mEq/l
 Koreksi hiperkalemi
 Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100
mg/dl dianjurkan golongan statin
 Terapi ginjal pengganti

Komplikasi Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan


dan elektrolit, ostecdistrofi renal, anemis
Prognosis Dubia

SINDROM NEFROTIK (SN)


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

SN Merupakan salah satu gambaran klinik penyakit


Pengertian glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif > 3,5
gram/24 jam/1,73 m² disertai lipiduria
Anamnesis : bengkak seluruh tubuh, BAK keruh
PF : edema anasarka, asites
Diagnosis Lab : Proteinuria masif > 3,5 gram/24 jam/1,73 m lipiduria,
hipoalbuminemia (<3,5 gram/dl) dislipidemia
Diagnosis etiologi berdasarkan biopsi ginjal
Diagnosis banding Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi,
diagnosis etilogi SN

120
UL ureum, kratinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL,
Pemeriksaan penunjang elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi,
biopsi ginjal
Nonfarmakologis :
 Istirahat
 Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB
ideal/hari + eksresi protein dalam urin/24 jam. Bila
fungsi ginjal sudah menurun, diet protein dissuaikan
hingga 0,6 gram/kgBB ideal/hari + eksresi protein dalam
urin /24 jam
 Diet rendah kolestrol < 600 mg/hari
 Berhenti merokok
Terapi  Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema

Farmakologis :
 Pengobatan edema : diuretik loop
 Pengobatan proteinuria dengan penghambat EKA
dan/atau antagonis reseptor Angiotensin II
 Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin
 Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah <
125/75 mmHg. Penghambat EKA dan antagonis
reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama
 Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat SOP
penyakit glomerular)
Komplikasi Penyakit ginjal kronik tromboemboli

Prognosis Tergantung kenis kelaina glomerular

PENYAKIT GLOMERULAR
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

121
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus, dapat


merupakan penyakit glomerular primer atau sekunder
Penyakit glomerular primer
1. Kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis fokal segmental
a. GN membranosa (Nefropati membranosa)
b. GN proliferatif (terdapat sedimen aktif pada
UL sedimen eritrosit (+), hematuri)
 GN proliferatif mesangial
 GN proliferatif endokapiler
 GN membranoproliferatif
(mesangiokapiler)
 GN kresentik dan necrotizing
Pengertian c. GN sclerosing
3. Nefropati lgA

Penyakit glomerulus sekunder :


1. Nefropati diabetik
2. nefritis lupus
3. GN pasca infeksi
4. GN terkait hepatitis
5. GN terkait HIV

Keterangan :
Difus : lesi mencakup > 80% glomerulus. Fokal : lesi
mencakup < 80% glomerulus. Segmental : lesi mencakup
sebagian gelung glomerulus Global : lesi mencakup
keseluruhan gelung glomerulus.
Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat beupa :
Diagnosis 1. Sindrom nefrotik
2. Hematuria persisten

122
3. Proteinuria persisten
4. Sindrom nefritik (hipertensi, hematuria, azotemia)
5. Rapid progressive glomerulonephritis (RPGN)
Diagnosis banding Etiologi dari penyakit glomerular

UL, ureum, kreatinin, protein urin kuantitif/24 jam


pemeriksaan imunologi,biopsi ginjal, gula darah, tes fungsi
hati.
Pemeriksaan penunjang

Sesuai etiologi, penyakit glomerular primer


Kelainan minimal :
 Diberikan steroid yang setara dengan prednison 60 mg/m²
(maksimal 80 mg) selama 4-6 minggu
 Setelah 4-6 minggu dosis prednison diberikan 40 mg/m²
selang sehari selama 4-6 minggu
 Bila terjadi relaps: dosis prednison kembali 60 mg/m²
(maksimal 80 mg) setiap hari samai 3 hari bebas protein
dalam urin, kemudian kembali selang sehari dengan dosis
40 mg/m² selama 4 minggu.
 Bila sering relaps (>2 kali) prednison selang sehari
Terapi ditambah dengan siklofosfamid 2 mg/kgBB atau
klorambusil 0,15 mg/kgBB selama 8 minggu bila gagal
diberikan siklosporin 5mg/kgBB selama 6-12 bulan
 Bila tergantung steorid (relaps terjadi pada saat dosis
steroid diturunkan atau dalam 2 minggu pasca obat
sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut) : siklofosfamid 2
mg/kgBB selama 8-12 minggu. Bila gagal, diberikan
sikosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
 Bila resisten terhadap steorid, diberikan siklosporin 5
mg/kgBB selama 6-12 bulan.

Glomerulonefritis fokal segmental :


 Diberikan steorid yang setara dengan prednison 60
mg/hari selama 6 bulan
 Bila resisten atau tergantung steroid : siklosporin 5
mg/kgBB selama 6 bulan
 Bila terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan
25% setiap dua bulan
 Bila gagal, siklosporin dihentikan

Nefropati membranosa

123
1. Diberikan bolus IV metik prednisolon 1 gram/hari
selama 3 hari
2. Kemudian diberikan steroid yang setara dengan
prednisson 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan lalu
diganti dengan klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari atau
siklosfamid 2 mg/kgBB/hari selama 1 bulan
3. prosesur No.2 diulang kembali sampai seluruhnya dari
prosedur No.2 sebanyak 3 kali

Glomerulonefritis membranoproliferatif
 Steroid tidak terbukti efektif pad apasien dewasa.
Dianjurkan peberian aspirin 325mg/hari atau diporidamol 3
x 75-100 mg/hari atau kombinasi keduanya selama 12
bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon,
pengobatan dihentikan sama sekali

Nefropati IgA
 Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi
 Bila proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal,
hanya observasi. Bila dengan gangguan fungsi ginjal,
diberikan minyak ikan
 Bila proteinuria > 6 gram dengan CCT > 70 ml/menit,
diberikan steroid yang setara dengan prednison 1
mg/kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara
perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT < 70
ml/menit, hanya diberikan minyak ikan.
 Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid.
Komplikasi Penyakit ginjal kronik
Prognosis Tergantung jenis kelainan glomerulus

GAGAL GINJAL AKUT (GGA)


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3

124
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Sindrom yang ditandai oleh penurunan LFG secara


mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang
mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen
Pengertian seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kreatinin serum 0,5
mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan CCT hitung sampai
50% atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan
kebutuhan akan dialysis
Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA
1. Pre-renal :akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi,
perdarahan, penurunan curah jantung dan hipotensi oleh
sebab lain)
2. Renal: akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat
Diagnosis kimia/toksin, iskemi ginjal, penyakit glomerular)
3. Post-renal : akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu
saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan
ginekologis)
Fase : anuria (produksi urin < 100 mg/24 jam), oliguria
(produksi urin < 400 ml/24 jam), poliuria (produksi urin >
3.500 ml/24 jam)
Diagnosis banding Episode akut pada penyakit ginjal kronik, penyakit ginjal
kronik
Pemeriksaan penunjang Tes fungsi ginjal, DPL, UL, elektrolit, AGD, gula darah

 Asupan nutrisi

125
o Kebutuhan kalori 30 kal/kgBB ideal/hari pada GGA
tanpa komplikasi, kebutuhan ditambah 15-20% pada
GGA berat (terdapat komplikasi/stres)
o Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari
pada GGA berat tanpa komplikasi 1-1,5 gram/kgBB
ideal/hari pada GGA berat
o Suplementasi asam amino tidak dianjurkan
 Asupan cairan
o Hipovolemia : rehidrasi sesuai kebutuhan
 Bila akibat perdarahan diberikan transfusi
darah PRC dan cairan isotonik, hematokrit
dipertahankan sekitar 30%
 Bila akibat diare, muntah, atau asupan cairan
yang kurang dapat diberikan cairan kristaloid
o Normovolemia : cairan seimbang (input = output)
o Hipervolemia : restriksi cairan (input < output)
Terapi o Fase anuria/oliguria : cairan seimbang : fase poliuria
: 2/3 dari cairan yang keluar
Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien
membutuhkan 300-500 ml electrolyte free water perhari
sebagai bagian dari total cairan yang diperlukan
 Koreksi gangguan asam basa
 Koreksi gangguan elektrolit
o Asupan kalium dibatasi < 50 mEq/hari Hindari
makanan yang banyak mengandung kalium, obat
yang menganggu eksresi kalium seperti penghambat
EKA dan diuretik hemat kalium, dan cairan/nutrisi
parenteral yang mengandung kalium
o Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi
per oral 3-4 gram per hari dalam bentuk kalsium
karbonat bila sampai timbul tetani, diberikan
kalsium glukonas 10% IV
o Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat
pengikat fosfat seperti aluminium hidroksida atau
kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan
makan
 Pemberian furosemid bersamaan dengan dopamine
dapat membantu pemeliharaan fase nonoligurik tapi
terapi harus dihentikan bila tidak memberikan hasil yang
diinginkan

 Indikasi dialisis
o Oliguria
o Anuria
o Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/l)
o Asidosis berat (pH < 7,1)

126
o Azotemia (ureum >98 mg/dl)
o Edema paru
o Ensefalopati uremikum
o Perikarditis uremik
o Neuropati/miopati uremik
o Disnatremia berat (Na > 160 mEq/l atau < 115
mEq/l
o Hipertermia
 Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)

Komplikasi Gangguan asam basa dan elektrolit, sindrom uremik, edema


paru, infeksi
Prognosis Dubia ad malam

HIPERTENSI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik
dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada
seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi

Klasifikasi Tekanan DarahTD


Klasifikasi Berdasarkan
sistolik INC VII TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pengertian Pre-hipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi stage 2 > 160 Atau > 100

127
o Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran
tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap
kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan
atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah
beristirahat 5 menit
o Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik =
Diagnosis suara fase 5
o Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk
menghindarkan kelainan pembuluh darah perifer
o Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri
diindikasikan pada pasien dengan risiko hipotensi
postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
o Faktor resiko kardiovaskuler
 Hipertensi
 Merokok
 Obesitas (IMT > 30)
 Inaktivitas fisik
 Dislipidemia
 Diabetes melitus
 Mikroalbuminuria atau LFG < 60 ml/menit
 Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
 Riwayat keluarga dengan penyakit kardivaskular
dini (laki-laki < 55 tahun atau perempuan < 65
tahun)
o Kerusakan organ sasaran
 Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau
riwayat infark miokard, riwayat revaskularisasi
korner, gagal jantung
 Otak : stroke atau transient ischemic attack (TIA)
 Penyakit ginjal kronik
 Penyakit arteri perifer
 Retinopati
o Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep
apnea, akibat obat atau berkaitan dengan obat, penyakit
ginjal kronik, aldosteronisme primer, penyakit
renovaskular, terapi steroid kronik dan sindrom
Cushing, feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit
tiroid atau paratiroid

128
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension,
rasa nyeri, peningkatann tekanan intraserebral, ensefalitis,
Diagnosis banding akibat obat dll

UL, tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto
toraks, EKG, sesuai penyakit penyerta : asam urat, aktivitas
renin plasma, aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh
darah besar, USG ginjal ekokardiografi

Pemeriksaan penunjang

Algoritme Penatalaksanaan Hipertensi


Hipertensi tanpa Hipertensi
Modifikasi
Compelling indications gaya hidup Compelling
Indications

Target tekanan
Hipertensi darah
stage 1 tidak tercapai
Hipertensi(<140/90
stage 2 mmHg atau
Lihat petunjuk
<130/80 mmHg pada pasien dengan DM ataupemilihanpenyakitdengan
obat ginjalKombinasi
kronik) 2 obat compelling
Indication (biasnaya
Gol. Diuretik tiazid gol.diuretik tiazid Obat antihipertensi
Pilihan obat inisial
Bila pertimbangkan dan penghambat lain dibutuhkan
antagonis penghambat EKA atau (diuretik,
EKA antagonis reseptor antagonis
All resetor 

Penghambat reseptor , Reseptor all atau Reseptor all


penghambat kalsium atau penghambat penghambat EKA,
kombinasi reseptor  atau penghambat
penghambat
kalsium Penghambat kalsium

Terapi

Target tekanan darah tidak tercapai

Optimalisasi dosis atau tambahkan obat lain sampai target tekanan


darah tercapai
Petimbangkan untuk konsultasi kepada spesialis hipertensi

129
Petunjuk pemilihan obat pada compelling indications

Kondisi Obat-obat yang direkomendasikan


tinggi Risik diureti Penghamba Penghamba Antagoni Penghamba Antagonis
compelling o dg k t reseptor  t EKA s t aldostero
indication kalsium n
Gagal
jantung
Pasca
infark
miokar
Risiko
tinggi peny
koroner
DM
Peny.
kronik
Pencegaha
n stroke
berulang

 Pada penggunaan penghambat EKA atau antagonis


reseptor all evaluasi kreatinin dan kalium erum. Bila
terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
 Kondisi khusus lain :
o Obesitas dan sindrom metabolik (terdapat 3 atau
lebih keadaan berikut : lingkar pinggang laki-laki >
102 cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa
terganggu dengan gula darah puasa > 110 mg/dl,
tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida

130
tinggi > 150 mg/dl, kolestrol HDL rendah < 40
mg/dl pada laki-laki atau < 50 mg/dl pada
perempuan) --> modifikasi gaya hidup yang intensif
dengan pilihan terapi utama golongan penghambat
EKA. Pilihan lain adalah antagonis reseptor All,
penghabat kalsium, dan penghambat 
o Hipertropi ventrikel kiri --> tatalaksana tekanan
darah yang agresif termasuk penuunan BB, restriksi
asupan natrium dan terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodiator langsung,
hidralazin danminoksidil
o Penyakit arteri perifer --> semua kelas anti
hipertensi tatalaksana faktor resiko lain, dan
pemberian aspirin
o Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik
dengan dosis rendah 12,5 mg/hari. Penggunaan obat
antihipertensi lain dengan mempertimbangkan
penyakit penyerta
o Kehamilan --> pilihan terapi adalah golongan
metidopa, penghambat resptor  , antagonis
kalsium, dan vasodilator, penghambat EKA dan
anatgonis reseptor All tidak boleh digunakan selama
kehamilan

Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi


Komplikasi ginjal, aretosklerosis pembuluh darah, retinopati, stroke atau
TIA, infark mikard, angina pectoris gagal jantung
Prognosis Bonam

KRISIS HIPERTENSI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

131
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Krisis hipertensi : Keadaan hipertensi yang memerlukan


penurunan tekanan darah segera karena akan mempengaruhi
keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah
bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan
darah, dibagi menjadi dua.
Pengertian 1. Hipertensi emergency. Situasi dimana diperlukan
penurunan tekanan darah yang segera dengan obat
antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan
organ target akut atau progresif
2. Hipertensi urgency. Situasi dimana terdapat
peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa
adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam.
Anamnesis : riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan
minum obat pasien, tekanan darah rata-rata, riwayat
pemakaian obat-obat simptomatik dan steroid, kelainan
hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala
Diagnosis serebral jantung, dan gangguan penglihatan
PF ; tekanan darak pada kedua ekstremitas, perabaan denyut
nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya
edema atau tanda penumpukan cairan funduskopi dan status
neurologis
Lab : sesuai dengan penyakit dasar penyakit penyerta dan
kerusakan organ target
Penyebab hipertensi emergency
o Hipertensi maligna terakselerasi dengan papiledema
Diagnosis banding o Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark
otak ateroktrombik dengan hipertensi berat, perdarahan
intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan trauma
kepala
o Kondisi jantung : disekresi aorta akut, gagal jantung kiri
akut, infark miokard akut pasca operasi bypass koroner
o Kondisi ginjal : GN akut hipertensi renovaskular, krisis
renal karena penyakit kolagen-vaskular,hipertensi berat
pasca transplantasi ginjal
o Akibat ketekolamin disirkulasi : krisis feckromositoma
interaksi makanan atau obat dengan MAO inhibitor,

132
penggunaan obat simpatomimek, mekanisme rabound
akibat penghentian mendadak obat antihipertensi
hiperrefleksi otomatis pasca cedera kardo spinalis
o Eklamsia
o Kondisi bedah : hipertensi berat pada pasien yang
memerlukan operasi segera, hipertensi pascaoperasi
perdaahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
o Luka bakar berat
o Epistaksis berat
o Trombotic thrombocytopenic purura
DPL, UL, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit. EKG.
Pemeriksaan khusus sesuai indikasi : foto toraks,
ekokardiografi, aktivitas renin plasma, aldosteron
Pemeriksaan penunjang metanefrin/katekolamin, USG abdomen, CT scan dan MRI

Hipertensi urgency
Obat dosis awitan Lama kerja
Penghambat EKA 6,25 mg per oral atau sublingual bila 15 menit 4-6 jam
Kaptopril tidak dapat menelan

Penyakit adrenergik dosis awal per oral 0,15 mg, 0,5-2 jam 6-8 jam
- Klonidin selanjutnya 0,15 mg tiap jam dapat
diberikan sampai dengan dosis total
0,9 mg 0,5 – 2 8-12 jam
jam
- Labetalol 100-200 mg per oral
Diuretik 0,5 – 1 6-8 jam
Terapi Furosemid 20-40 mg peroral jam

Obat dosis awitan Lama kerja


Diuretik 20-40 mg, dapat diulang. Hanya 5-15 mnt 2-3 jam
Furosemid diberikan bila terdapat retensi cairan

Vasodilator infus 5-100 mg/menit. Dosis awal 5 2-5 mnt 5-10 mnt
- Nitrogliserin mg/menit dapat ditingkatkan 5
meg/menit tiap 3-5 menit

- Nitroprusid infus 0,25-10 meg/kgBB/menit segera 1-2 mnt


Hipertensi (maksimum 10 menit
emergency
Antagonis Kalsium Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB/menit
Diliazem (maksimum 10 menit)

Penyekat reseptor  Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB,


Klonidin dilanjutkan infus 5-10 mg/jam

6 ampul (900 meg) dalam 250 ml


cairan infus, dosis

133
Komplikasi Kerusakan organ target

Prognosis Dubia

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

2
0

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih
kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan
asending

Faktor risiko : kerusakan atau kelainan anatomi saluran


kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, endapan
obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih,
Pengertian konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik,
kehamilan DM, atau pegaruh obat-obat estrogen

ISK sederhana/tak terkomplikasi : ISK yang terjadi pada


perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi

134
struktural ataupun ginjal
ISK terkomplikasi : ISK yang berlokasi selain di vesika
urinaria, ISK pada anak-anak laki-laki atau ibu hamil.

Anamnesis : ISK bawah --> frekuensi, disuria terminal,


polakisuria, nyeri suprapublik. ISK atas --> nyeri pinggang,
demam, mengigit, mual dan muntah, hematuria

Diagnosis PF : febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut


kostovertebra

Lab : Lekositosis, lekosituria, kultur urin (+) : bakteriuria >


105/ml urin
Diagnosis banding ISK sederhana, ISK terkomplikasi

DPL, UL, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi
Pemeriksaan penunjang ginjal, gula darah, foto BNO-IVP, USG ginjal

Nonfarmakologis
 Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
 Menjaga higiene genetika eksterna
Terapi
Farmakologis :
 Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada, bila
hasil tes resistensi kuman sudah ada, pemberian
antimikroba disesuaikan
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi
Komplikasi kuman yang multiresisten, gangguan fungsi ginjal
Prognosis Bonam

BATU SALURAN KEMIH


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

135
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Pengertian Batu di traktus urinarius


Anamnesis : nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang
pegal, gejala infeksi saluran kemih, hematuria, riwayat
keluarga
PF : Nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut
Diagnosis bagian bawah, terdapat tanda balotemen
Lab : hematuria, bayangan raio opak pad foto BNO, filling
defect pada IVP atau pielografi antegrad/retrograd,
gambaran batu ginjal atau kandung keih serta hidronefrosis
pada USG
Diagnosis banding Nefrikalsinosis : lokasi batu : batu ginjal batu ureter, batu
vesika, jenis batu asam urat, kalisum, struvite
UL, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal,
elektrolit darah (kalsium, fosfor) dan urin 24 jam (kalsium,
Pemeriksaan penunjang sirat, oksalat asam urat), asam urat darah, hormon baratiroid,
foto BNO-IVP, USG abdomen, pielografi antegrated/
retrogad renogram, analisis batu

Nonfarmakologis :
 Batu kalsium : diet rendah kalsium
 Batu urat : diet rendah asam urat
 Minum banyak (2,5l/hari) bila fungsi ginjal masih baik
Farmakologis
Terapi  Antispasmodik bila ada kolik
 Antimikroba bila ada infeksi
 Batu kalisum : kalium silrat
 Batu urat : olopurinol
Bedah :
 Pielotomi
 ESWL

136
 Nefrosiomi
Komplikasi Kolik, obstruksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi
ginjal
Prognosis Bonam

NEFRITIS LUPUS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pengertian SLE yang disertai keterlibatan ginjal

 Memenuhi kriteria SLE menurut ACR 1982


 Diagnosi klinis ditegakkan bila pada pasien SLE terdapat
proteinuria 1 gram/24 jam dengan/atau hematuria (>8
eritrosit/LPB) dengan/atau penurunan fungsi ginjal sampai
30%
 Biopsi ginjal harus dilakukan bila tidak ada kontraindikasi,
untuk menentukan pilihan pengobatan berdasarkan kelas
Diagnosis nefritis lupus

137
Klasifikasi Nefritis Lupus (WHO 1995)
Nefritis Histopatologi Gejala Klinis
Lupus
Kelas I Glomerulus normal Hanya proteinuria, kelainan
sedimen urin tidak ada

Kelas II Perubahan pada Kelas II a:hanya proteinuria,


inesangial kelainan sedimen urin tidak ada
Kelas II b: hematuria mikroskopik
dan/atau proteinuria, tanpa
hipertensi tidak pernah terjadi SN
atau gangguan fungsi ginjal

Kelas III Glomerulonefritis Hematuria dan proteinuria pada


fokal segmental seluruh pasien. Hipertensi, SN,
dan penurunan fungsi ginjal pada
hampir seluruh pasien

Kelas IV Glomerulonefritis Hematuria dan proteinuria pada


difus seluruh pasien. Hipertensi, SN,
dan penurunan fungsi ginjal pada
hampir seluruh pasien

Kelas V Glomerulonefritis SN pada seluruh pasien, sebagian


membranosa difus dengan hematuria atau hipertensi,
namun fungsi ginjal masih normal
atau sedikit menurun

Kelas VI Glomerulonefritis Penurunan fungsi ginjal yang


Sklerotik lanjut lambat dengan kelainan urin yang
relatif normal
Diagnosis banding
Glomerulonefritis oleh sebab lain

Pemeriksaan penunjang UL, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsi
ginjal, albumin serum, profil lipid, komplemen C 3 C4 anti ds
DNA

138
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau
setidaknya mempertahankan fungsi ginjal agar tidak bertambah
buruk
Penatalaksanaan Umum :
 Diet rendah garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak
Terapi bila terdapat dislipidemia atau sindrom nefritik, rendah
protein sesuai derajat penyakit
 Diuretik dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan
 Tatalaksana hipertensi dengan baik
 Pemeriksaan rutin periodik meliputi : sedimen urin, protein
urin kuantitatif 24 jam, tes fugnsi ginjal albumin serum,
komplemen C3 C4, anti ds-DNA
 Monitor efek samping steroid dan imunosupresan serta
komplikasi selama pengobatan suplementasi kalsium untuk
mengurangi efek samping osteoporosis karena steroid
 Hindari pemberian salisilat dan obat anti inflamasi
nonsteroid yang akan memperberat fungsi ginjal. Aspirin
hanya dibeirkan selektif bila ada sindrom antifosfolipid
 Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif
Nefritis LupusKhusus
Penatalaksanaan Pengobatan
Kelas I Tidak ada pengobatan khusus, terapi ditujukan untuk
gejala ekstrarenal

Kelas II IIa tidak memerlukan pengobatan. II b


dengan protein > 1 gram, titer anti ds-DNA
tinggi, dan C3 rendah dapat diberikan
prednison 20 mg/hari selama 6 minggu-3
bulan, kemudian dosis diturunkan secara
Kelas III dan betahap
Kelas IV
Kombonasi steroid dosis rendah dan siklofosfamid
 Prednison 0,5 mg/kgBB/hari selama 4 minggu,
lalu dosis diurunkan perlahan-lahan sampai dosis
minimal untuk mengendalikan kelainan ekstrarenal.
Siklofosfamid 0,5-1 gr/m² tiap bulan selama 6 bulan,
kemudian setiap 2 bulan dengan dosis yang sama
sampai 6 kali pemberian, dosis selanjutnya tiap 3
bulan juga 6 kali pemberian (total pengobatan 3
tahun)
Alternatif lain :
 Azatioprin 2 mg/kgBB (aman untuk perempuan
hamil) dikombinasi dengan prednison
 Sikloporin dikombinasi dengan prednison.
Dosis awal siklosforin 5 mg/kgBB/hari, lalu
diturunkan menjadi 2,5 mg/kgBB/hari setelah
6 bulan
 Mycophenolate mefetil (MMF) dengan dosis
0,5-2 gram/hari, terutama bila terapi dengan

139
Nefritis Lupus Pengobatan
Sikofosfamid tidak berhasil. Terapi MMF
dikombinaskan dengan prednison 0,5
mg/kgBB/hari yag kemudian
diturunkan dosisnya perlahan-lahan.
Lama terapi bisa mencapai 24 bulan
Kelas V
ttTerapi prednison 1 mg/kgBB/hari selama 6-
12 minggu respon klinis tak ada: prednison
dihentikan. Terdapat respon : prednison
dipertahankan selama 1-2 tahun dengan dosis
10 mg/hari. Dapat pula diberikan siklosporin

TTerapi manifestasi ekstrarenal. Terapi support


untuk memperlambat penurunan fungsi
ginjal : restriksi protein, penatalaksanaan
hipertensi, pengikat fosfor oral, dan
vitamin D

140
Komplikasi Gagal ginjal
Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I da II prognosis baik.
Prognosis Kelas II dan IV hampir seluruhnya akan menimbulkan
penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis cukup baik

LYMPHOMA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Penyakit keganasan primer jaringan limfoid padat

Riwayat pembesaran kelenjar getah bening/massa tumor di


tempat lain (tulang, intra abdomen, hidung, lambung dsb)
Riwayat deman-deman tanpa sebab yang jelas
Diagnosis Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan
Keringat malam banyak, tanpa sebab yang sesuai
Pemeriksaan histopatologi tumor, sesuai dengan lomfoma
non Hodgkin
Limfoma Hodgkin
Limfadenitis TB
Diagnosis banding Toxoplasmosis
Filariasis
Tumor padat yang lain

141
Laboratorium : Darah tepi lengkap, gula darah, fungsi
hati,fungsi hinjal, imunoglobulin
Pemeriksaan sitologi kelenjar/massa tumor untuk
mengetahui subtype LNH tersebut serta keterlibatan kelenjar
lain yang membesar
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
Pemeriksaan penunjang CT scan atau USG abdomen untuk mengetahui adanya
pembesaran KGB paraaorta abdominal atau KGB lainnya
massa tumor dalam abdomen
Foto thoraks untuk mengetahui pembesaran KGB
mediastinum pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan
cincin waldeyer
Gastroskopi bila perlu untuk melihat keterlibatan lambung
Bone scan atau foto bone survey bila perlu untuk melihat
keterlibatan tulang
Derajat keganasan rendah
Kemoterapi oba tunggal atau ganda, peroral
Radioterapi paliatif
Derajat keganasan sedang
Stadium I s/d IIa : radioterapi atau kemoterapi
parenteral Kombinasi
Terapi Stadium II.b s/d IV : kemoterapi parenteral kombinasi
radioterapi berperan untuk tujuan paliatif
Derajat keganasan
Selalu kemoterapi parenteral kombinasi (lebih agresif)
Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif
Reevaluasi hasil pengobatan
Setelah siklus kemoterapi keempat
Setelah selesai pengobatan lengkap
Akibat langsung penyakitnya
Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus
dan saraf
Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Komplikasi Akibat efek samping pengobatan
Aplasia sumsum tulang
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
Gagal jantung oleh obat sisplatinum
Neuritis oleh obat vinkristin
Tergantung derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass,
keadaan umum pasien dan ada tidaknya gangguan organ
yang mempengaruhi pengobatan
Prognosis Derajat keganasan rendah : Tidak daat sembuh, namun dapat
hidup lama
Derajat keganasan menengah : Sebagian dapat disembuhkan
Derajat keganasan tinggi : dapat disembuhkan, cepat
meninggal apabila tidak diobati

142
ANEMIA APLASTIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Anemia akibat aplasia dari sumsum tulang dimana jaringan


hemopoiesis diganti oleh jaringan lemak
Dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang < 25%
Terdapat 2 dari 3 gejala berikut
Pengertian  Granulosit < 500/ul
 trombosit < 20.000/ul
 retikulosit < 10%
2. Anemia alastik
Sumsum tulang hipoplastik
Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah
seperti pada anemia aplastik berat
Anamnesis :
Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat, lingkungan
kerja, hobi), menderita infeksi virus 6 bulan terakhir
(hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi darah
Gejala anemia : rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak nafas
gagal jantung, berkunang-kunang
Diagnosis Tanda-tanda infeksi : sering demam
Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama,
epitaksis, perdarahan gusi, perdarahan di abwah kulit,
hematuria, BAB capur darah, muntah darah)
Pemeriksaan fisik : konjungtiva pucat takikardi, tanda
perdarahan

143
Pemeriksaan penunjang : darah tepi lengkap ditemukan
pansitopenia, serologi virus (hepatitis, parvovirus)
Diagnosis pasti : sitologi dan histopatologi sumsum tulang
Mielofibrosis
Diagnosis banding Anemia hemolitik
Anemia defisiensi
Anemia karena penyakit kronik
Anemia karena penyakit keganasan sumsum tulang
Hipersplenisme
Leukemia akut
Pemeriksaan penunjang Laboratorium : darah tepi lengkap, serologi virus
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Terapi penunjang
 transfusi komponen darah (PRC dan/TC sesuai indikasi
(pada bab transfusi darah)
 Menghindari dan mengatasi infeksi
 Kortikosteroid : Prednison 1-2 mg/kgBB/hari
 Androgen : Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/har,
maksimal diberikan selama 3 bulan
Spelenektomi, bila tidak responden dengan steroiod
 Imunosupresif
- Siklosporin 5 mg/kgBB/hari
ATG (anti thymocyte globulin) 15mg/kgBB/hari
intravena selama 5 hari
 Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA yang
Terapi cocok

Respon terapi
Complete : granulosit>1000/ul, trombosit>100.000/ul, Hb N
Partial : granulosit > 500/ul, tidak membutuhukan transfusi
darah merah dan trombosit
Minimal : granulosit > 500/ul, tidak membutuhkan transfusi
darah merah dan trombosit
Minimal : granulosit > 500/ul, tidak membutuhkan transfusi
darah merah dan trombosit
Tidak respon; anemia aplastik berat menetap
Komplikasi Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia
yang berat
Dubia, tergantung tingkat hipoplasianya
Prognosis Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan
atau komplikasi transfusi darah

144
LEUKEMIA AKUT
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan


progresif sehingga susunan sumsum tulang normal
digantikan oleh sel primitif dan sel induk darah (sel blas dan
Pengertian atau satu tingkat diatasnya)
Dibagi 2 yaitu :
1. leukimia mielositik akut
2. leukemia limfosittik akut
Anamnesis :
Gejala anemia : ras lemas/lemah, pucat, pusing, sesask
nafas, gagal jantung, berkunang-kunang
Tanda-tanda infeksi sering demam
Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi lama,
Diagnosis epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan di bawah kulit,
hematuria, BAB campur darah, muntah darah)
Pemeriksaan fisik : pucat, demam pembesaran KGB
superfisial, organomegali, petekie/purpura/ekimosis
Pemeriksaan penunjang
Aspirasi sumsum tulang : hitung jenis sel blas dan/atau
progranulosit > 30%
Diagnosis banding MDS (sindrom mielodisplasia), reaksi leukemoid,leukemia
kronis

145
Laboratorium : darah peifer lengkap (termasuk retikulosit
dan hitung jenis), LDH, asam urat,fungsi ginjal, fungsi hati,
serologi virus (hepatitis, HSV, EBV, CMV)
Pemeriksaan penunjang Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenetik

Perawatan di ruang rawat isolasi imunitas menurun


Persiapan pengobatan sitoreduksi
 Central venous line
 Anti emetik
 Profilaksis asam urat (allopurinol sesuai CCT, hidrasi
cukup > 2000 ml/24 jam alkalinisasi urin dg bicnat oral
4x 500 – 1000 mg/hari (target pH urin > 7)
 Tunda haid (lynestrenol)
 Antibiotika dekontaminasi parsial
 Profilaksis streptokokus (benzylpenicilline 4x1 gr)
 Vitamin K 2 kali seminggu 5 mg peroral
 Asam folat 1x5 mg/hari dan vit B12 1000 ug/minggu
 Leukoferesis untuk mencegah leukostasis jika leukosit >
100.000/ul dikombinasi metilprednisolon 5 mg/kg/hari
Pemeriksaan rutin
 Turn over rate sel tumor (LDH, asam urat)
 Elektrolit (Na, K, Ca)
 Hemostatis lengkap
 Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
 Keasaman urin
 Fungsi hati (bilirubin direk/indirek, SGOT/SGPT, ALP
 Gula darah
 Serologi virus
Terapi  Surveilance bakteiologi
 Foto dada
 Fungsi lumbal diagnostik jangkitan otak

Kuratif
Sitoreduksi dengan sitostatyika mulai ari yang ringan hingga
yang agresif dengan membutuhkan rescue sel induk darah
pasien dari darah perifer untuk penyelamatan pada ablasi
sumsum tulang
Transplantasi sel induk darah alogenik atau autogenik dari
darah perifer, sumsum tulang atau talii pusar
Paliatif

Respon terapi

146
Complete
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit < 5% pada
sitologi aspirat sumsum tulang
Pada darah tepi tidak ditemukan blas, leukosit > 3000/ul,
granulosit > 1500/ul dan trombosit > 1000.000/ul
Partial :
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit 5-10% pada

sitologi aspirat sumsum tulang

Pada darah tepi dapat ditemukan sel blas


Tidak respon
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit > 10% pada
sitologi aspirat sumsum tulang
Komplikasi Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia da perdarahan
trombopenia/KID

Prognosis Malam

DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama
Pengertian pada vena tungkai bawah

Gejala klinik bervariasi (90% tanpa gejala klinis)

147
Pasien dengan risiko tinggi yaitu apabila :
Riwayat trombosis, stroke
Paska tindakan bedah terutama bedah orthopedi
Imobilisasi lama terutama paska trauma/penyanyi berat
Luka bakar
Gagal jantung akut atau kronik
Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan
hermatologi
Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang
disertai syok
Diagnosis Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon
estrogen kelainan darah bawaan atau didapat yang
menjadi predisposisi untuk trombosis

Anamnesis : Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan


fungsi berkurang pada anggota tubuh yang terkena
Pemeriksaan fisik : Edema, eritem, peningkatan suhu lokal
tempat yang terkena pembuluh darah vena teraba, horman’s
sign (+)
Berdasrkan data tersebut di atas sering ditemukan negatif
palsu

Prosedur data tersebut di atas sering ditemukan negatif palsu


Prosedur diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi
Pemeriksaan penunjang
Kadar antitrombin III (AT III) menurun (N 85-125%)
Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
Titer D dimer meningkat
Sindrom paska flebitis, varises, gagal jantung, trauma,
refluks vena, selulitis, limfangitis, abses inguinal, keganasan
Diagnosis banding dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena, gout, dermatitis
kontak, eritma nodosum, kehamilan, flebitis superfisial,
paralisis
Radiologi venographi/ flebografi, USG veno-B mode atau
colour dopler
Pemeriksaan penunjang Laboratorium : kadar AT III, prot C, prot S, antibody
antikardiolipin, profil lipia, agregrasi trombosit

Terapi
Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregrasi trombosit
Komplikasi trombositopenia akibat heparin, osteoporosis pada pasien
yang mendapat heparin > 6 bulan dengan dosis 10.000
u/hari
Prognosis Tergantung penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi
baik

148
KOAGULASI INTRAVASKULAR
DISSEMINATA (KID/DIC)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Aktivitas sistem koagulasi dan fibrinolisis secara berlebihan
dan terjadi bersamaan

Klinis :
Dapat ditemukan gejala-gejala umum seperti demam,
hipotensi asidosis, hipoksia, proteinuria dll
Adanya tanda-tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena, hematuria, epistaksis dll)
Trombosis  gagal organ (paru, ginjal, hati dll)
Merupakan akibat dari kausa primer yang lain
Bidang obstetri (emboli cairan amnion, IUFD, abortus
septik)
Bidang hematologi (reaksi transfusi, hemolisis berat,
leukemia) infeksi (septisemiam, gram +, virus HIV, hepatitis
dengue, parasit malaria)
Trauma, penyakit hati akut, luka bakar

Diagnosis Pemeriksaan penunjang


Darah tei : trombositopenia atau normal, burr cell (+)
Pemeriksaan hemostasis pada KID
Pemeriksaan kompensasi hiperkompensasi dekompensasi
Trombosit N N 
PTT N N/ 
PT N N/ 
Fibrinogen N N/ 

149
d-dimer + / +/ ++
Diagnosis banding Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID

Pemeriksaan penunjang Laboratorium : DPL, hemostatis lengkap (PT, APTT,


fibrinogen d-dimer)

Suportif
Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
Membebaskan jalan nafas
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa
Memperbaiki dan mentstabilkan keseimbangan elektrolit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis

Antikoagulan
Heparin IV bolus tiap 6 jam dosis 5000 IU, evaluasi APTT
Terapi dengan target 1,5 – 2,5 x kontrol pada jam kedua dan
keempat
Bila pada jam kedua
APTT < 1,5 x kontrol heparin dinaikkan menjadi 7500 U
APTT 1,5 - 2,5 x kontrol dosis heparin tetap
APTT > 2,5 x kontrol, evaluasi APTT pada jam keempat

bila :
APTT < 1,5 x kontrol heparin dinaikkan menjadi 7500 U
APTT > 2,5 x kontrol, hearin dikurangi menjadi 2500 U
Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC,
FFP, kriopresipitat)
Komplikasi Gagal organ, syok/hipoperfusi, DVT, KID folminan
Prognosis Malam

AFERESIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

150
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Prosedur pemisahan komponen darah seseorang secara


Pengertian langsung dengan menggunakan mesin pemisah komponen
darah
Mengeluarkan sebagian komponen darah, dapat berupa
Diagnosis (cytapheresis) atau plasma (plasmapheresis/plasma
exchange)

Terapeutik
Sitoferesis
Eritrositoferesis : Sickle cell anemia, malaria dengan
parasitemia
Trombofersis : Trombositemia simtomatik
Leukosiferesis : Leukemia dengan hiperleukositosis, arthritis
rheumatoid (dalam keadaan tetentu)
Plasmaferesis :
Kelainan paraprotein (sindrom hiperviskositas
krioglobulinemia, penyakit cold agglutinin),
Kelainan imunologis (sindrom goodpasture, miastenia gravis
Indikasi sindrom eaton-lambert, sindrom guilain barre, pemfigus, ITP
inhibitor faktor koagulasi)
Vaskulitides (SLE, glomerulonefritis mesanglokapiler
granulomatosis wagener),
Defisiensi faktor plasma (TTP) karacunan obat atau bahan
racun lainnya

Donor :
Untuk memenuhi kebutuhan komponen darah pasien
Tromboferesis
Plasmaferesis
Leukoferesis untuk mendukung program PBSCT

151
Aferesis terapeutik
Pasien dengan kondisi buruk dan gangguan hemodinamik
aferesis donor
Kadar trombosit/leukosit/albumin/hemoglobin/hematokrit
Kontra Indikasi dibawah normal
Golongan ABO-Rh tidak cocok, cross matching hasil (+)
Mengandung HbsAg/anti HCV/HIV/VDRL dan malaria
Berat badan kurang, usia tua, anak-anak
Menderita penyakit jantung, paru-paru, gagal ginjal kronik
atau penyakit akut lainnya
Bahan dan alat
Mesin aferesis
Set aferesis disposable, set trombaferesis, set plasmaferesis
set leukaferesis, set eritositaferesis
Antikoagulan ACD-A
Akses intravena
AV fistula
Heparin injeksi
Infus salin 0,9%
Persiapan Albumin (untuk plasmaferesis)
Obat-obat darurat : injeksi Ca glukonas, Inj adrenalin, Inj
kortikosteroid, inj antihistamin, infuse salin plasma expander
oksigen, alat resusitasi dan obat darurat untuk resusitasi

Pasien :
Penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalani
Pemeriksaan :
Fisik : hemodinamik, berat badan, tinggi badan
Laboratorium : gol darah ABO-Rh, cross-matching, DPL,
HbsAg anti HCV
Informed consent
Menelan tablet kalsium sehari sebelumnya

Mesin aferesis dihidupkan dan dinilai apakah layak


beroperasi, memasang set aferesis disposable (set tunggal
atau ganda) pada mesin aferesis, beserta infus NaCl 0,9%,
antikoagulan ACD-A
Melakukan koleksi komponen darah adri donor via vena di
Prosedur tindakan lengan kanan, kiri (set ganda) atau satu lengan, mengisi data
donor pada komputer mesin, menghubungkan mesin set dan
set aferesis disposable dengan donor,melalui prosedur
Prosedur donor trombosit dari plasma berlangsung 100
menit sedangkan prosedur donor sel asal darah dalam darah
tepi berlangsung 4-8 jam

Bila prosedur selesai dilakukan, start rinseback mode,

152
kemudian lepaskan set aferesis dari donor, trombosit yang
dikoleksi segera diberikan ke pasien atau bila disimpan
harus diatas blood rotator (yang bergoyang) selama
maksimal 5 hari selama prosedur aferesis berjalan, dokter
dan perawat harus mengawasi keluhan, dan bila perlu
menilai hemodinamik
Untuk aferesis terapeutik, prosedurnya sama dengan aferesis
donor, namun khusus untuk plasmateresis, awasi keungkinan
syok hipovolemik dan tidak lupa memberikan infus albumin
saat pertengahan prosedur serta awasi 1-2 jam setelah
prosedur untuk mencegah kemungkinan syok.
Hipokalsemia (kesemutan biir dan jari tangan, dada ras
Komplikasi tertekan, pandangan gelap) gangguan hemodinamik dan
penurunan kesadaran

DEPRESI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi


Pengertian (sedih)

A.- Perasaan sedih (depresif), tidak bisa menikmati hidup


- Kurang atau tidak ada perhatian pada lingkungan
- Mudah lelah
B. Gejala lain
- Konsentrasi dan perhatian kurang
- Harga diri dan kepercayaan diri kurang
- Perasaan bersalah / tidak berguna

153
- Pandangan masa depan suram/pesimis
- Tidur teganggu
Diagnosis - Nafsu makan kurang / bertambah
Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala-gejala tersebut

dengan ataupun tanpa gejala-gejala tersebut dengan ataupun

tanpa gejala somatik

Derajat depresi
1. Ringan : 2 gejala A dan 2 gejala B
2. Sedang : 2 gejala A dan 3 gejala B
3. Berat : 3 gejala A dan 4 gejala B
Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas,
Diagnosis banding gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan
(koinsidensi)
 Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi
hati, urin lengkap
 Analisis gas darah, K, Na, Ca, T3 T4 TSH sesuai
indikasi
Pemeriksaan penunjang  Foto toraks
 Elektrokardiogram, elektromiogram, elektroensefa
logram bila perlu
 Endoskopi, kolonoskopi, ultrasonografi
Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/sesuai keluhan pasien.
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi
Farmakologis :
Terapi Antidepresan : maprotalin, amineptin, maklobenid dan obat
golongan SRRI seperti sertralin, paroksetin dan lain-lain
Simtomatik, sesuai indiaksi
Kurang /tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
Komplikasi (bekerja) bunuh diri

Prognosis Bonam

ANSIETAS

154
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


PELAYANAN Direktur
MEDIS

Pengertian Fenomena psikologis yang kompleks

 Perasaan cemas yang berlebihan, subyektif dan tidak


realistis
 Terdapat keluhan dan gejala-gejala
o Ketegangan motorik: kedutan otot, kaku, pegal sakit
dada, sakit persendian dan lain-lain
Hiperaktif autonom, sesak napas, jantung berdebar,
telapak tangan basah, mulut kering, rasa mual,
mules diare dll
o Bila ditemukan adanya kelainan organik pada
Diagnosis umumnya keluhan tidak sebanding dengan kelainan
organ yang ditemukan
o Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap
berkurang mudah terkejut, cepat tersinggung, sulit
konsentrasi, sukar tidur danlain-lain
 Aktivitas sehari-hari terganggu kemampuan kerja
menurun, hubungan osial terganggu, kurang merawat
diri,dll
 Ada 5 varian ansietas : Gangguan cemas menyeluruh
(GAD), gangguan panik, obsesif-kompulsif, Fobia dan
Gangguan stress pasca trauma
 Gangguan cemas menyeluruh ditandai oleh ?
 Gangguan campuran ansietas dan depresi
Diagnosis banding  Depresi
 Gangguan somatisasi
 Kelainan organik yang ditemukan (koinsidensi)
 Darah lengkap, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi
hati,urin lengkap
 Analisis gas darah, K, Na, Ca, T3, t4 TSH
 Foto toraks

155
Pemeriksaan penunjang  Elektrokardiogram, elektromiogram, elektroensefa
logram bila perlu
 Endoskopi, kolonoskopi, ultrasonografi
 Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/sesuai keluhan pasien
1. Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi
2. Farmakologis : *benzodiazepin : buspiron. Penyekat
Terapi beta bila gejala hiperaktivitas autonom menonjol,
simtomatik sesuai indikasi
Komplikasi Kurang atau tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
(bekerja)
Prognosis Bonam

HEMOPTISIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Ekspektorasi darah dari saluran penafasa. darah bervariasi
dari dahak disertai bercak/lapisan darah s/d batuk berisi
Pengertian darah saja.
Batuk darah masif = batuk darah > 100 ml s.d > 600 ml
darak dalam 24 jam
 Anamnesis :
 Batuk, darah berwarna merah segar, bercampur busa
 Batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penamilan)
demam, esak, nyeri dada, riwayat penyakit paru
penurunan berat badan, anoreksia
 Penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya
 Kelainan perdarahan, penggunaan obat
antikoagulan/ obat yang dapat menginduksi

156
trombositopenia
 Kebiasaan : merokok

 Pemeriksaan fisik
Diagnosis  Orofaring, nasofaring : tidak ada sumber
perdarahan,
 Paru : ronkhi basah atau kering, pleural friction rub
 Jantung : tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral
stenosis gagal jantung
 Foto thorak : menentukan lesi paru (lokal/difus kardiak)
 Lab :
 DPL, LED ureum, creatinin, urine lengkap
 Hemostatis (apTT) : bila perlu
 Sputum : pemeriksaan BTA langsung dan kultur
pewarnaan Gram, kultur MOR
 Bronkoskopi, menentukan lokasi sumber perdarahan
dan diagnosis
 CT scan thoraks : menemukan bronkiektasis malformasi
AV
 Angiografi : menemukan emboli paru, malformasi AV
Sumber trakeobronkial
 Neoplasma (karsinoma bronkogenik, tumor metastasis,
endobronkial, dll)
 Bronkitis (akut dan kronik)
 Bronkiektasis
 Bronkiolitiasis
 Trauma
 Benda asing
Sumber parenkin paru
 Tuberkulosis paru
 Pneumonia
 Abses paru
Diagnosis banding  Mycetoma (fungus ball)
Sindrom Goodpasture

 Granulomatosis Wegener
 Pneumonitis lupus
 Sumber vaskular
 Peningkatan tekanan vena pulmonal (MS)
 Emboli paru
 Malformasi AV
 Hematemesis
 Perdarahan nasofaring
Koagulopati, pengobatan trombolitik/antikoagulan

157
 Foto thoraks
 Lab :
 DPL, LED, ureum, creatinin, urine lengkap
Pemeriksaan penunjang  Hemostasis nila perlu
 Sputum : pemeriksaan BTA, pewarna Gram, kultur
MOR
 Bronkoskopi : bila perlu
 CT Scan thoraks bila perlu

Hemoptitis masif
Tujuan terapi : Mempertahakan jalan nafas, proteksi paru
yang sehat, menghentikan perdarahan
 Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi
Terapi sakit
 Oksigen
 Infus, bila perlu transfusi darah
 Medikamentosa
- Antibiotika
- Kodein tablet untuk supresi batuk
- Koreksi koagulopati : vitamin K IV
 Bronkoskopi : diagnostik dan terapeutik topikal (bilas
air es, instilasi epinefrin)
 Intubasi slektif pada bronkus paru yang tidak berdarah
(bila perlu)
Indikasi operasi pada pasien batuk darah masif
 Batuk darah > 600 cc/24 jam
pada observasi tidak berhenti
 Batuk darah > 250 cc/24 jam
pada observasi tidak berhenti
 Batuk darah > 100 cc/24 jam Hb > 10 g/dl
pada observasi 48 jam tidak berhenti
Hemoptitis non-masif
Tujuan :mengendalikan penaykit dasar
Terapi konservatif sesuai penyakit dasar

Asfiksia
Komplikasi Atelektasis
Anemia

Prognosis Tergantung pada penyebabnya

158
EFUSI PLEURA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Adanya cairan di rongga pleura > 15 ml, akibat :


 Ketidak seimbangan gaya starling
 Abnormalitas struktur endotel & mesotel
 Drainase limfatik terganggu
 Abdonormalitas site of entry (defek diafragma)
Tipe efusi pleura
1. Efusi transudatif : cairan pleura bersifat transudat
(kandungan konsentrasi protein atau molekul besar lain
rendah). Efusi transudatif terjadi karena perubahan
faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
absorpsi cairan pleura. Penyebab
 Gagal jantung kongestif
 Sindrom nefrotik
Pengertian  Sirosis hati
 Sindrom meigs
 Hidronefrosis
 Dialisis peritoneal
 Efusi pleura maligna/paramaligna : karena arelektasis
pada obstruksi bronkial, atau stadium awal obstruksi
limfatik
2. Efusi eksudatif : cairan pleura bersifat eksudat
(konsentrasi protein lebih tinggi dari transudat). Efusi
terjadi karena perubahan faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura.
penyebab :
 Tuberkulosis
 Efusi parapneumonia : efusi pada pneumonia
 Keganasan : metastasis (karsinoma paru, kanker
mammase, limfoma, ovarium dll), mesothelioma
 Emboli paru
 Penyakit abdomen: penyakit pankreas, abses

159
intraabdominal, hernia diagragmatika
 Penyakit kolagen (SLE, dll)
 Trauma
 Chylothorax
 Uremia
 Radiasi
 Sindrom Dressler
 Pasca CABG
 Penyakit plaura diinduksi obat : amiodarone,
bronmocriptine
 Penyakit perikardium
Chylothrcraker = timbul bila terjadi disrupsi ductus
thoracicus dan akumulasi chylus di rongga pleura.
Disebabkan trauma, atau tumor mediastinum
Hemothoraks = cairam pleura mengandung darah, dan Ht
cairan pleura > 50% Ht darah tepi. Disebabkan trauma atau
ruptur pembulih darah atau tumor
Efusi pleura maligna : bila ditemukan sel-sel ganas yang
terbawa pada cairan pleura atau ditemukan pada jaringan
pleura saat biopsi pleura
Efusi paramaligna = efusi yang disebabkan keganasan, tetap
sel-sel neoplasma tidak dapat ditemukan pada cairan leura
atau jaringan pleura. Rfusi paramaligna dapat berupa cairan
transudat.
Keluhan :
 Nyeri
 Sesak
 Demam
Pemeriksaan fisik
 Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada
 Bila > 300 ml cairan
* Bagian bawah / daerah cairan
Diagnosis Perkusi : redup
Fremitus taktil & fokal : menghilang
Suara nafas : melemah s/d menghilang fremitus (saat
awal)
Trakea : trdorong ke kontralateral
* Di atas dari cairan : penekanan paru/konsolidasi paru/
konsolisasi
Foto toraks
 PA : sudut kostofrenikus tumpul (bila > 500 ml cairan)
 Lateral sudut kostofrenikus tumpul (> 200 ml cairan)
 PA/lateral : gambaran perselubungan hormogen
menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif

160
radioopak, permukaan atas cekung
USG : Menentukan adanya & lokasi cairan di rongga pleura
membimbing aspirasi efusi terlokuasi (teutama bila
ketebalan efusi < 10 mm atau terlokulasi)
CT Scan (bila perlu) : menunjukkan efusi yang belum
terdeteksi dengan radiologi konvensional,
memperlihatkan parenkim paru, indentifikasi
penebalan pleura dan kalsifikasi karena paparan
asbestos, membedakan abses paru perifer dengan
empyema terlokulasi
Fungsi pleura (thoracentesis) & analisa cairan pluera :
melihat komposisi cairan pleura dan
membandingkan komposisi cairan pleura dengan
darah, dibilai secara :
Makroskopis
 Transudat : jernih, sedikit kekuningan
 Eksudat : warna lebih gelap, keruh
 Empyema : opak, kental
 Efusi kaya kolestrol : berkilau seperti satin
 Efusi chylous : seperti susu
Mikroskopis
 Sel leukosit < 1.000/mm3 transudat
 Sel leukosit meningkat, predominasi, lomfosit matur,
neoplasma limfoma, TBC
 Sel leukosit predominasi PMN pneumonia pankreatitis
Kimiawi
 Protein
 PDH
 Cairan disebut eksudat bila memenuhi salah satu dari 3
kriteria :
 Rasio kadar protein total di cairan pleura : diserum
> 0,5
 Rasio kadar LDH dicairan pleura : diserum > 0,6
 Kadar LDH > 200 IU atau > 2/3 batas atas nilai
normal serum
 Jika efusi pleura eksudat, selanjutnya diperiksakan :
 Kadar glukosa
 Kadar amilase
 PH
 Hitung jenis
 Kadar lipid : trigliserida
 Pemeriksaan mikrobilogi dan sitologi
 Amylase
 Tes bakteriologi : pewarnaan Gram, kultur MOR,
pemeriksaan BTA langsung dan kultur BTA
Sitologi

161
Diagnosis banding Transudat, eksudat, chylothoraks, emplema (lihat di atas)

Foto toraks PA, lateral dna lateral dekubitus


 Analisa cairan pleura
 Pemeriksaan cairan pleura : BTA langsung, kultur BTA,
Pemeriksaan penunjang kultur mikroorganisme + resistensi
 Sitologi cairan pleura (dengan atau tanpa cytospon USG
thoraks
 CT Scan

Efusi karena gagal jantung


 Diuretik
 Thorakcentesis diagnostik bila
Efusi menetap dengan terapi diuretik
Efusi unilateral
Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna
Efusi + febris
Efusi + nyeri dada pleuritik
Efusi parapneumonia/Empiema :
Thoracentesis + antibiotika ± drainase (lihat lampiran
algoritme)

Efusi pleura karena pleuritis TB


Obat anti TB (minimal 9 bulan)
Terapi  Kortikosteroid 0,75 – 1 mg/khBB/hari selama 2-3
minggu, setelah ada resppon diturunkan bertahan
 Thoracentesis terapeutik, bila sesak atau efusi > tinggi
dari sela iga III
Efusi pleura keganasan
 Drainase dengan chest tube + pleurpdesis kimiawi
kandidat yang baik untuk pleurodesis ialah :
 Terjadi rekurens yang cepat
 Angka harapan hidup : minimal beberapa bulan
 Pasien tidak debilitasi
 Cairan pleura dengan pH > 7,30
 Alternatif pasien yang tidak dapat dilakukan pleurodesis
ialah pleuroperitoneal shunt
 Terapi kanker paru (lihat SOP kanker paru)
 Kemoterapi sistemik pada limfoma, kanker mammae dan
karsinoma pari small cell
 Radioterapi pada limfoma dan chylothorax limfomatous
dengan keterlibatan KGB mediastinum
 Pasien dengan lama harapan hidup pendek atau keadaan
buruk : thoracentesis terapeutik periodik

162
Chylothoraks
Chest tube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasng
pleuraperitoneal shunt

Hemothoraks
Chest tube/thoracostomy
Bila perdarahan > 200 ml/jam, pertimbangan thoracotomy

Efusi karena penyebab lain


Atasi penyakit primer
Komplikasi Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema
gagal nafas
Dubia : tergantung penyebab, dan penyakit kemorhoid
Prognosis Prognosis buruk pad efusi pleura maligna

PNEUMOTHORAKS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru
Pneumothoraks spontan = terjadi tanpa trauma atau
penyebab jelas:
 Pneumothoraks spontan primer : pada orang sehat.
Faktor resiko merokok. Penyebab: umumnya ruptur bieb
subpleural atau bullae
 Pneumothoraks spontan sekunder : pada penderita
Pengertian PPOK, TB paru, asma, cystic fibrosis, pneumonia
pneumocystis carinii, dll
Pneumothoraks traumatik : didahului trauma, termasuk:

163
biopsi trans thorakal, ventilasi mekanik, pemasangan kateter
vena sentral, thoracentesis, biopsi trans bronkhial, dll
Menurut jenis fistulanya, dibagi atas
1. Pneumothoraks ventil
2. Pneumothoraks terbuka
3. Pneumothoraks tertutup
Gejala
 Nyeri dada, akut, terlokalisir
 Dyspnea (pada p. ventil : tiba-tiba, makin hebat)
 Batuk
 Hemoptysis
PF
Diagnosis  Takikpneu
 Sisi terkena (ipsilateral)
 Statis : lebih menonjol
 Dinamis : pergerakan berkurang/tertinggal
 Fremitus : menghilang
 Perkusi: hipersonor
 Auskultasi : suara nafas melemah-menghilang
 Tanda pneumothoraks tension
 KU sakit berat
 Denyut jantung > 140 x/m
 Hipotensi
 Takipneu, pernafasan berat
 Sianosis
 Diaphoresis
 Deviasi vena leher
 Foto thoraks
 Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal
oleh ruangan lusen
 PA tegak pneumothoraks kecil : tampak ruangan
antara paru dan dinding dada pada apex
 Bila perlu foto saat ekspirasi mediastinal shift,
depresi diafragma, ekspansi rib cag
 CT Scan : membedakan pneumothoraks terlokulasi
dari kista atau bullae
 AGD : hipoxemia, mungkin disertai hipokardia
(karena hiperventilasi) atau hiperkarbia
 Penyakit tromboemboli paru
 Pneumonia
Diagnosis banding  Infark miokardium
 PPOK eksaserbasi akut
 Efusi pleura
 Kanker paru

164
Foto thoraks
CT Scan thoraks
Analisa gas darah (AGD) : bila diperlukan
Pemeriksaan penunjang

Pneumothoraks unilateral kecil ( < 20%) dan asimtomatik:


observasi, foto thoraks serial

Aspirasi :
Anestesi lokal di sela iga II anterior (garis
midklavikula) aspirasi dengan kateter 16F atau 18F
Terapi s/d tidak ada gas lagi keluar
Jika tidak resolusi dengan aspirasi atau volume udara besar.
Konsul Bagian Bedah/subbagian Bedah Thoraks
untuk pertimbangan pemasangan thoracostomy tube.
Tube disambungkan ke water sealed chamber, dapat
disertai suction untuk 24 jam pertama atau selama
masih ada kebocoran udara. Setelah 24 jam tidak
terjadi pneumothoraks lagi : tube dapat dicabut oleh
TS bagian Bedah
Jika Pneumothoraks rekurens :
 Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura
atau
 Konsul bagian Bedah / Subbagian Bedah Thoraks untuk
pertimbangan :
 Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura
perietal atau stripping pleurietal) atau
 Thorakoskopi, atau Open thoractomy. Indikasi
- Kebocoran udara memanjang
- Reekspansi paru tidak sempurna
- Bullar besar
- Resiko pekerjaan
Indikasi relatif
 Pneumothoraks tensions
 Hemopneumothoraks
 Bilateral pneumothoraks
 Rekurens ipsilateral/kontralateral
Gagal nafas, pneumothoraks tension, homepneumothoraks
Komplikasi infeksi / pyopneumothoraks, penebalan pleura, atelektasis,
pneumothoraks, rekurens, amfisema mediastinum, edema
paru reekspansi

165
Dubia ; tergantung tipe, penyakit dasar, faktor pemberat/
Prognosis komorbid

PNEUMONIA DIDAPAT DI
MASYARAKAT
(Community-Acquired Pneumonia = CAP)

NOMOR NOMOR HALAMAN


DOKUMEN REVISI
STANDAR 5
PELAYANAN
MEDIS
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur
Pneumonia
 Inflamasi parenkin paru yang disebabkan
mikroorganisme selain Mycobakterium tuberculosis.
CAP
 Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar
rumah sakit, atau dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit
 Inefksi akut pada parenkim paru yang berhubungan
Pengertian dengan setidaknya beberapa gejala infeksi akut, disertai
adanya gambaran infiltrat akut pada radiologi thorak atau
temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia
(perubahan suara nafas dan atau ronkhi setempat) pada
orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada
pada fasilitas perawatan jangka panjang selama > 14 hari
sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000)
Etiologi penyebab : lihat tabel 1
Rencana diagnostik bertujuan :

166
1. Diagnostik adanya CAP
 Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang
bertambah
Diagnosis  Terdapat 2 dari 3 gejala berikut
Demam, batuk + sputum produktif, i\leukositosis
(pada penderita usia lanjut : gejala dapat tidak
khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau makandll)
2. Pengkajian awal dderajat berat penyakit dengan the
Pneumonia PORT prediction rule atau Pneumonia
Sevarity of Illness Index (PSI)
Berdasarkan proses dua langkah yang mengevaluasi
faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis, pasien
distratifikasi menjadi lima kelas resiko mortalitas dan
outcome (lihat tabel 2,3,4 dan gambar 1)
3. Indetifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4)
 Pewarna Gram sputum
 Kultur sputum
 Kultur darah
 Pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen,
pemeriksaan polymerasa chain reaction (PCR), dan
tes invasif (thrakosentesis, transthorakal, biopsi paru
terbuka dan thorakoskopi) : bila diperlukan
Diagnosis banding

 Foto thoraks
 Pulse oxymetry
 Lab. Rutin ; DPL hitung jenis, LED, glukosa darah,
ureum, creatinin, SGOT, SGPT
 Analisa gas darah, elektrolit
 Pewarnaan Gram sputum
Pemeriksaan penunjang  Kultur sputum
 Kultur darah
 Pemeriksaan serologis
 Pemeriksaan antigen
 Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
 Tes invasif (thorakosentensis, aspirasi transtrakheal,
bronkoskopi, aspirasi jarum transthorakal, biopsi paru
terbuka dan thorakoskopi)
Tatalaksana Umum
Rawat jalan:
 Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan
minum banyak cairan
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
 Eksprektoran.mukolitik
 Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan

167
Terapi  Kontrol setelah 48 jam atu lebih awal bila diperlukan
 Bila tidak membaik dalam 48 jam; dipertimbangkan
untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto
thoraks,

Keputusan merawat pasien di RS ditentukan oleh :


 Derajat berat CAP
 Penyakit terkait
 Faktor prognostik lain
 Kondisi dan dukungan orang di rumah
 Kepatuhan, keinginan pasien

Rawat inap di RS
 Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen
dan konsentrasi osigen inspirasi. Tujuannya :
mempertahankan PaO2 > 8 kPa dan SaO2 > 92%
 Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK
dengan komplikasi gagal nafas dituntun dengan
pengukuran analisa gas darahberkala
 Cairan bila perlu dengan cairan intravena
 Nutrisi
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Foto thoraks diulang pada pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rawat di ICU
 Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret
mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran
mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial

Terapi Antibiotika
Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin
berdasarkan perkiraan etiologi yang menyebabkan CAP pad
akelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi empirik
inisial ATS 2001

Syarat untuk alih terapi (ATS 2001)


 Bekurangnya keluhan batuk dan sesak nafas
 Suhu febris (<100°F) pada dua pengukuran yang terpisah
8 jam lamanya
 Leukosit berkurang/menjadi normal
 Saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral
adekuat
 Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria
Weingarten atau Ramirez (lihat tabel 6)

168
 CAP berat :
Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria
modifikasi) atau dua kriteria minor (dari 3 kriteria minor
modifikasi)
Komplikasi Kriteria minor yang dikaji saat masuk RS
1. Gagal nafas berat (PaO2/FLO2 < 250)
2. Foto thoraks : pneumonia multilobaris
3. TS sistolik < 90 mmHg
Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam
perjalanan penyakit
1. Perlunya ventilator mekanis
2. syok sepsis
 Gagal nafas
 Sepsis, syok sepsis
 Gagal ginjal akut
 Efusi parapneumonik
 Bronkiektasis
Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid
Prognosis status imunologis, dll

Tabel 1. Patogen penyebab CAP menurut klasifikasi pasien (ATS, 2001)

Group I Grup II
Rawat Jalan Tanpa Penyakit Kordiupulmonal Rawat Jalan Dengan Penyakit Kordiupulmonal
Tanpa Faktor Modifikasi Dan/atau Faktor Modifikasi

 Sterptococcuspneumoniae  Sterptococcuspneumoniae (termasuk DRSP)


 Mycoplasma pneumonia  Mycoplasma pneumonia
 Chamydia pneumonia (tunggal atau infeksi  Chamydia pneumoniae
campuran)  Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau
 Hemophilus influenza virus)
 Respiratory viruses  Hemophilus influenza
 Lain-lain  Respiratory viruses
- Legionella spp  Lain-lain
- Mycobacteioum tuberculosis - Moraxella catarrhalis
- Fungi endemik - Legionella spp
- Mycobacteioum tuberculosis
- Fungi endemik

Grup III 
Rawat Inap non-ICU
a. Dengan penyakit kariopulmonal dan/ atau faktor a. tanpa resiko infeksi Pseudomoniae (termasuk
modifikasi (termasuk penghuni panti jompo) DRSP)
 Sterptococcuspneumoniae (termasuk DRSP)  Sterptococcuspneumoniae (termasuk DRSP)
 Hemophilus Influenzae  Hemophilus Influenzae

169
 Mycoplasma pneumonia  Enterik gram negatif
 Chamydia pneumoniae  Staphyloccocuss aureus
 Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik)  Mycoplasma pneumonia
 Enterik gram negatif  Respiratori virus
 Aspirasi (anaerob)  Lain-lain
 Virus - Chamydia pneumoniae
 Legionella spp - Mycobacteioum tuberculosis
 Lain-lain - Fungi endemik
- Mycobacteioum tuberculosis
- Fungi endemik
- Pneumocystis cannii

b. Tanpa Penyakit Kardiopulmonal, Tanpa Faktor b. Ada resiko infeksi pseudomonas aeruginosa
Modifikasi  Semua patogen di atas (IV.a)
 Sterptococcuspneumoniae (termasuk DRSP)  + pseudomonas aeruginosa
 Hemophilus Influenzae
 Mycoplasma pneumonia
 Chamydia pneumoniae
 Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik)
 Virus
 Legionella spp
 Lain-lain
- Mycobacteioum tuberculosis
- Fungi endemik
- Pneumocystis cannii

Gambar 1 Langkah pertama Rumus Prediksi Pneumonia : Mendeteksi pasien dengan Kelas Resiko I

Pasien dengan CAP

Usia > 50 tahun ? Ya

Tidak

Adakah riwayat ki-morbid :

 neoplasma
 gagal jantung kongestif
 penyakit serebrovaskuler Ya
 penyakit gagal ginjal
 penyakit hati

Tidak Pasien dimasukkan


dalam kelas resiko II-V

170
Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik :
 perubahan status mental
 nadi > 125/menit Sesuai langkah kedua/
 pernafasan > 30/menit sistem skor rumus
 tekanan darah sistolik < 90 mmHg
 suhu < 35°C atau > 40°C Ya

Tidak

Pasien dimasukkan
Dalam kelas resiko

PNEUMONIA ATIPIK
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi
mempunyai gambaran klinis radiologis tersendiri yang
berbeda dari penumonia umumnya, yakni onset yang
insidious, demam ringan sampai berat, batuk tanpa produksi
sputum, dan tidak berespons dengan terapi antibiotik -
Pengertian laktam
Atiologi :
 Mycoplasma pneumonia
 Chlamydia pneumoniae
 Legionella spp
Influenza virus tipe A dan B
Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroba atipik,
gejala sistem pernapasn dapat tidak khas, sedangkan gekala
sistemik seperti sakit kepala, nyeri otot/sendi dapat
menonjol.

171
 Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat/
infeksi sekunder
 Demam ringan, dapat dengan epat meningkat s/d
mengigil
Diagnosis  Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh
 Sakit kepala, nyeri otot (sering)
 Nyeri dada (jarang), sesak nafas (bila berat)
 PF : tanda-tanda radang dan konsolidasi paru: suara
nafas bronkial, ronkhi
 Efusi pleura, abses paru (bila berat)

Gejala gangguan ekstra paru (terutama oleh legionella dan


Mycoplasma)
 Infeksi saluran nafas atas : laryngitis, faringitis, rhinitis
 Sasluran gastrointestinal : diare, muntah, nyei perut,
hepato-splenomegali
 Sistem kardiovaskuler : bradikardia relatif, miokarditis,
perikarditis
 Gangguan sistem syaraf : conclusion, ensefalitis,
meningismus, paralisis guillain Barre, kelumpuhan saraf
kranial, neuropati perifer
 Gangguan dermato-muskuloskeletal : rash eritema,
myalgia, artritis, arthralgia
 Gangguan sistem urogenital, glomerulonefritis
 Mata : bullous myringitis
 Telinga : otitis media
Lab :
 Leukositosis (jarang0, biasnaya < 15.000/ml
 Trombositopenia, anemia hemolitik (kadang-kadang)
 LED meningkat
 AST, ALT meningkat
Foto thoraks : bevariasi
 Fase awal : infiltyrasi paru retikuler dan intersitial
unilateral, terutama lobus bawah, segmental atau satu
lobus
 Pembesaran KGB hilus
Pneumonia didapat di masyarakat (CAP)
Diagnosis banding Bronkitis kronik

Lab: DPL, Retikulosit, LED, AST, ALT, Serologis


Pemeriksaan penunjang Foto thoraks

Antibiotik: pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit


mungkin
 Makrolid
- Erythomycin

172
- Clarythomrcin 2 x 500 mg
- Azithroycin 1 x 500 mg
- Roxythromycin 2 x 500 mg
 Doxycyline
Terapi  Respiratory-Fluoroquinolone
 + Rifampicin (bila curiga Legionella)

Tata laksana umum pneumonia (=tatalaksana umum CAP)


Rawat jalan :
 Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan
minum banyak cairan
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
 Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
 Bila tidak membaik dalam 48 jam : dipertimbangkan
untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto thoraks
Keputusan merawat pasin di RS ditentukan oleh
 Derajat berat
 Penyakit terkait
 Faktor prognostik lain
 Kondisi dan dukungan orang di rumah
 Kepatuhan, keinginan pasien
Rawat inap di RS
 Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen
dan konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya
mempertahankan PaO2 > 8 kPa dan SaO2 > 92%
 Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasr FPOK
dengan komplikasi gagal nafas dikuntun dengan
pengukuran analisa gas darah berkala
 Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
 Nutrisi
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Foto thoraks diulang pada pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rawat di ICU
Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret
mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran
mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan endobronkial

Efusi pleura
Empiema
Abses paru
Atelektasis
Komplikasi Gagal nafas

173
Kerpulmonal
Pneumothoraks
Septikemia
Herpes labialis
Penyakit thromboemboli
Dubia: tergantung derajat berat penyakit, penyakit terkait
Prognosis faktor prognostik lain

GAGAL NAFAS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

3
0

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman),
oksigen (O2), dan karbondioksida (CO2) darah arteri supaya
tetap dalam batas normal
Etiologi
1. Penyakit saluran napas
 Bronkitis kronik
 Emfisema
 Asma bronkial
 Bronkietasis
2. Penyakit paru
 Pneumonia
 Edema paru
 Aspirasi
Pengertian  Inhalasi asap, gas
3. Gangguan hiperpermeabilitas
 Edema paru

174
 ARDS
4. Penyakit pembuluh darah
 Emboli paru
 Syok kardiogenik
 Fistula A.V pumoner
5. Trauma
 Taruma dada
 Trauma leher
 Trauma kepala
6. Gangguan neuromuskular
 Poliomielitis, sindrom tetanus
 Guillain Bare, paralisis diafragma
7. Obat-obatan
 Barbiturat
 Narkotik
 Sedatif
 Obat-obat relaksasi
8. Kelainan dinding dada
 Kofoskoliosis
 Ankylosing spondylitis
9. Lain-lain
Hipotermia
 Sesak napas berat
 Batuk
 Sianosis
 Pulsus paradoksus
 Stridor
 Sritmia
 Takikardia
 Konstriksi pupil
Gagal nafas tipe I
 PCO2 normal atau meningkat
Diagnosis  PO2 turun
 Umumnya kurus
 Warna kulit : pink puffer
 Hiperventilasi
 Pernapasan : puse-lips
Gagal nafas tipe II
 PCO2 meningkat
 PO2 menurun
 Sianosis
 Umumnya kegemukan
 Hiperventilasi
 Tremor CO2
 Edema

175
Diagnosis banding Edema paru
ARDS
 Analisa gas darah
 Foto thoraks
Pemeriksaan penunjang  Kateter Swan ganz dengan mmonitor tekanan kapiler
paru (PCWP)
 EKG

Tahap I
 Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2
 Bronkodilator nebulizer
Terapi  Humidikasi
 Fisioterapi dada
 Antibiotika
Tahap II
 Bronkodilator parenteral
 Kortikosteroid
Tahap III
 Stimulan pernafaasn
 Mini trakeostomi jika retensi sputum
Tahap IV
 Ventilasi mekanik
Komplikasi Mortalitas
Prognosis Malam

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF


KRONIK (PPOK)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur

176
Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran
Pengertian udara umumnya bersifat progresif dan bekaitan dengan
resppons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas
iritan (GOLD 2001)
 Keluhan
- Sesak nafas
- Batuk-batuk kronis
- Sputum yang produktif
- Faktor resiko (+)
- PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
 Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko,
riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK,
riwayat eksaserbasi, dampak penyakit terhadap aktivitas
dll, kemungkinan mengurangi faktor resiko
 Pemeriksaan fisik
- Pernafasan pursed lips
Diagnosis - Takipnea
- Dada emfisematous atau barrel chest
- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
- Bunyi nafas vesikuler melemah
- Eksirasi memanjang
- Ronki kering atau wheezing
- Bunyi jantung jauh
 Diagnosis pasti dengan uji spirometri
- FEV,/FVC < 70%
- Uji bronkodilator< 80% prediksi
 Uji coba kortikosteroid
 Analisis gas darah pada :
- Semua pasien dengan VEP, < 40% prediksi
- Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah
jantung kanan

PPOK Eksaserbasi Akut


- Gejala eksaserbasi ; bertambahnya sesak napas
kadnag-kadang disertai mengi, bertambahnya batuk
disertai menigkatnya sputum dan sputum menjadi
lebih purulen atau berubah warna
- Gejala non-spesifik, malaise, insomnia, fatigue,
depresi
- Spirometri : fungsi paru sangat menurun
Etiologi eksaserbasi
Infksi mukosas trakeobronkial, terutama streptococcus,
pneumoniem haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis
Pajanan polusi udara
Klasifikasi PPOK menurut national Heart, Lung and Blood

177
Institute dan WHO (lihat tabel 1)
Asma bronchial
Diagnosis banding Bronkiektasis
Gagal jantung kongestif
Pneumonia
 Spirometri
 Foto thoraks
 Bila eksaserbasi akut
- Analisis gas darah
Pemeriksaan penunjang - DPL
- Sputum gram, kultur MOR

Usaha Mengurangi Faktor Resiko


Edukasi-motivasi berhenti merokok
Farmakoterapi stop merok

Terapi PPOK stabil


Terapi Farmakologis
a Bronkodilator
Terapi  Secara inhalasi (MDI),kecuali preparat tak
tersedia/tak terjangkau
 Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila
diperlukan (gejala intermitten)
 3 golongan :
- agonis  -2 fenopterol, salbutamol, albuterol,
terbutalin, formaterol, salmeterol
- Antikolinergik, ipratropium bromid, oksitroprium
bromid
- Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila
kombinasi  -2 dan steroid belum memuaskan
 Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada
menigkatkan dosis bronkodilator monoterapi
b Steroid, pada
 PPOK yang menunjukkan, respons pada uji steroid
 PPOK dengan FEVI < 50% prediksi (stadium IIB
dan III)
 Eksaserbasi akut
c Obat-obat tambahan lain
 Mukolitik, gliserol iodida
 Antioksidan : N-asetil-sistein
 Imunoregulator (imunostimulator,
imunomodulator) : tidak rutin
 Antitusif : tidak rutin

178
 Vaksinasi : influenza, pneumokok
Terapi Non-farmakologis
a Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan
pernafasn, rehabilitasi prikososial
b Terapi oksigen jangka panjang (> 15 jam sehari) pada
PPOK stadium III, AGD
c Nutrisi
d Pembedahan : pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki
fungsi paru atau gerakan mekanik paru)

Terapi PPOK Eksaserbasi Akut


Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut di rumah
 Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-
4 hirup sehari
 Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari
 Bila infeksi : diberikan antibiotika spektrum luas
(termasuk S pneumonie, H influensae, M, catarrhais)
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit
 Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau
venturi mask
 Bronkodilator : inhalasi agonis  -2 (dosis & frekusnsi
ditingkatkan) + antikolinergik. Pada ekseerbasi akut
berat + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam
 Steroid : Prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari
steroid intravena : pada keadaan berat
 Antibiotika terhadap S pneumonie, H influensae M
cattarhalis
Ventulas mekanik indikasi : gagal nafas akut atau kronik

Gagal Nafas
Komplikasi Kor pulonal
Septikemia

Dubia, tergantung dari stage penyakit paru komorbid,


Prognosis penyakit komorbid lain

Tabel 1 Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Insitute dan WHO

Stadium Derajat Karakteristik Anjuran Pengobatan


Beresiko Gejala kronik Hindari faktor resiko
PPOK Paparan faktor resiko Vaksinasi

179
Spirometri normal

PPOK FEV1/FVC < 70% Bronkodilator kerja cepat


Ringan FEV1 > 80% prediksi, ± (prn)
keluhan kronik

PPOK FEV1/FVC < 70%


Sedang 30% < FEV12 < 80%
prediksi

IIA II A :
50% < FEV1 < 80% Pengobatan rutin dnegan > 1
prediksi ± keluhan klinis bronkodilator
Steroid inhalasi : jika uji
steroid (+)
II B Rehabilitasi
30% < FEV1 < 50%
prediksi ± keluhan klinis II B : II A ditambah
Steroid inhalasi jika uji
steroid (+) atau eksaserbasi
berulang
PPOK FEV1/FVC < 70% Pengobatan rutin dengan > 1
Berat FEV1/FVC < 30% bronkodilator
prediksi, atau Steroid inhalasi jika uji
FEV1/FVC < 50% + gagal steorid (+) atau eksaserbasi
nafas berulang
Pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Terapi O2 jika gagal nafas

Hindari faktor resiko


Vaksinasi

TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

180
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Adalah infeksi paru yang menyrang jaringan parenkim paru,
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, dibagi dalam :
1. TB paru TBA positif : sekurangnya 2 dari 3 spesien
sputum TB positif
2. TB paru TBA negatif, dari 3 spesimen sputum BTA
negatif, foto rontgen positif
Berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang ditunjukkan
oleh foto rontgen, dibagi dalam
1. TB paru dengan kelainan paru luas
2. TB paru dengan kelainan paru sedikit
Pengertian Berdasarkan organ selain paru yang terserang, dibagi
dalam :
1. TB Ekstra paru ringan : TB kelenjar limfe,TB tulang
non-vertebra, TB sendi, TB Adrenal
2. TB ekstra Paru berat : meningitis, TB milier, TB
disseminata, perikarditis, pleuritis, peritonitis, TB
vertebra, TB usus, TB genitourinarius
Berdasarkan riwayat pengobatannya, dibagi dalam :
1. Kasus baru
2. Kambuh (relaps)
3. Drop-out/default
4. Gagal terapi
5. Kronis
Keluhan (tergantung derajat berat, organ telibat, dan
komplikasi):
Diagnosis 1. Batuk-batuk > 3 miggu
2. Batuk berdarah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise, lemah
6. Berat badan turun
7. Nafsu makan turun
8. Keringat malam
9. Demam
Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat organ
terlibat dan komplikasi)
1. KU emah, cachexia
2. Takipnea

181
3. Febris
4. Paru : tanda-tanda konsilidasi (redup, fremitus
mengaras/ melemah, suara nafas bronkial/melemah
ronkhi basah/kering
5. dll

Laboratorium : LED meningkat


Mikrobiologis
 BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS
 Kultur Mycobacterium tuberculosis positif (diagnosis
pasti)
Radiologis :
 Foto thoraks PA ± lateral (hasil bervariasi) : infilrrat,
pembesaran KGB hilus/KGB paratrakeal, milier,
etelektasis, efusi pleura, klasifikasi, bronkietasis,
kavitas, destroyed lung
Imuno-serologis :
 Uji kulit dengan tuberkulin (Mantoux) positif > 15 mm
pada orang Indonesia yang imuokompeten
 Tes PAP, ICT-TBC positif
PCR-TB dari sputum (hanya menunjang klinis)
Diagnosis banding Penumonia, Tumor/keganasan paru, jamur paru, penyakit
pari akibat kerja
Laboratorium : LED
Mikrobiologis : BTA sputum, kultur resistensi sputum
terhadap M.tuberculosis
 Pada kategori 1 dan 3 sputum BTA diulangi pada akhir
bulan ke 2, 4 dan 6
Pemeriksaan penunjang  Pada kategori 2 sputum BTA diulangi pada akhir bulan
ke 2, 5 dan 8
 Kultur BTA sputum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan
akhir terapi
Radiologis : foto thoraks PA, lateral pada saat diagnosis
awal dan akhir terapi
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan
6 bulan
Imuno – serologi
- uji kulit dengan tuberkulin (Mantoux)
- tes PAP, ICT, TBC
PCR – TB dari sputum
Terapi umum istirahat, stop merokok, hindari olusi,
tatalaksana komorbiditas, nutrisi, vitamin
Medikamentosa obat anti TB (OAT)
Kategori 1 ; untuk
 Penderita batu TB paru, sputum BTA positif

182
 Penderita batu TB paru, sputum BTA negatif, rontgen
positif dengan kelainan paru luas
 Penderita TB Ekstra paru berat diterapi dengan :
- 2 RHZE/4RH
- 2 RHZE/4R3H3
- 2 RHZE/6RHE
Kategori 2 untuk :
- penderita kambuh
- penderita gagal
- penderita after default
diterapi dengan :
- 2 RHZES/1RHZE/5RHE
Terapi - 2 RHZES/1RHZE/5R3H3E3
kategori 3 untuk
- penderita baru TB paru, sputum BTA negatif, rontgen
positif dengan kelainan paru tidak luas
- penderita TB ekstra paru ringan
diterapi dengan
- 2 RHZE/4RH
- 2 RHZE/4R3H3
- 2 RHZE/6RHE
Kategori 4 untuk :
- penderita TB kronik
diterapi dengan ;
- H seumur hidup
Bila mampu OAT lini kedua

 Komplikasi paru : atelektasis, hemoptisis, fibrosis


bronkiektasis, pneumothoraks, gagal nafas
Komplikasi  TB ekstra paru : pleuritis, efusi pleura perikarditis
peritonitis, TB kelenjar limfe dll
 Cor Pulonal
Dubia : tergantung derajat berat, kepatuhan pasien
Prognosis senditivitas bakteri gizi, status imun, komorbiditas

DEPRESI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

183
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Pengertian Gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi (sedih)

A _ Perasaan sedih (depresi), tidak bisa menimati hidup


 Kurang atau tidak ada perhatian pada lingkungan
 Mudah lelah
B. Gejala
 Konsentrasi dan perhatian kurang
 Harga diri dan kepercayaan diri kurang
 Perasaan bersalah/tidak berguna
Diagnosis  Pandangan masa depan suram/pesimis
 Tidur terganggu
 Nafsu makan kurang/bertambah
Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala-gejala tersebut
dengan ataupun tanpa gejala somatik
Derajat depresi
1. Ringan : 2 gejala A dan 2 gejala B
2. Sedang : 2 gejala A dan 3 gejala B
3. Berat : 3 gejala A dan 4 gejala B
Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas,
Diagnosis banding gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan
(koinsidensi)
 Hb, Ht leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi
hati, urin lengkap
 Analisa gas darah K, Na, Ca, T3, T4 TSH, sesuai
indikasi
Pemeriksaan penunjang  Foto toraks
 Elektrokardiogram, elektromiogram,
elektroensefaligram, bila perlu
 Endokopi, kolonoskopi, ultrasonografi

184
Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/ sesuai keluhan pasien
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, prikoterapi
Farmakologis :
 Antidepresan : maprotin, amineptin, moklobemid, dan
Terapi obat golongan SRRI seperti sertrain, paroksetin dan lain-
lain
 Simtomatik, sesuai indikasi
Kurang/tidak mapu melakukan aktivitas sehari-hari
Komplikasi (bekerja), bunuh diri

Bonam
Prognosis

ANSIETAS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur

Pengertian Fenomena psikologis yang kompleks

 Perasaan cemas yang berlebihan, subyektif, dan tidak


realistis
 Terdapat keluhan dan gejala –gejala :
 Ketegangan motorik : kedutan otot, kaku pegal, sakit
dada, sakit persendian dan lain-lain
 Hiperaktif autonom : sesak napas, jantung berdebar
telapak tangan basah, mulut kering, rasa mual, mules

185
diare dan lain-lain
 Bila ditemukan adanya kelainan organik pada
umumnya keluhan tidak sebanding dengan kelainan
Diagnosis organ yang ditemukan
 Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap
berkurang : mudah terkejut, cepat tersinggung, sulit
konsentrasi, sukar tidur dan lain-lain
 Aktivitas sehari-hari terganggu : kemampuan kerja
menurun, hubungan sosial terganggu, kurang merawat
dirim dan lain-lain
 Ada 5 varian ansietas : gangguan cemas menyeluruh
(GAD), gangguan panik. Ibsesif-kompulsif, Fibio dan
gangguan stress pasca trauma
 Gangguan cemas menyeluruh ditandai oleh
 Gangguan campuran ansietas dan depresi
Diagnosis banding  Depresi
 Gangguan somatisasi
 Kelainan organik yang ditemukan (konsidensi)
 Hb, Ht leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi
hati, urin lengkap
 Analisa gas darah K, Na, Ca, T3, T4 TSH, sesuai
indikasi
Pemeriksaan penunjang  Foto toraks
 Elektrokardiogram, elektromiogram,
elektroensefalogram
 Endokopi, kolonoskopi, ultrasonografi
Semua pemeriksaan di atas dilakukan bila perlu, sesuai
indikasi/ sesuai keluhan pasien
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, prikoterapi
Farmakologis : * benzodiazepin: diazepam; alprazolam;
Terapi clobazam, nonbenzoidiazepin: buspiron. Penyakit beta bila
gejala hiperaktivitas autonom menonjol, simtomatik sesuai
indikasi
Komplikasi Kurang atau tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
(bekerja)
Prognosis Bonam

PNEUMONIA PADA GERIATRI

186
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


PELAYANAN Direktur
MEDIS

Peumonia adalah infeksi parenkin paru yang dapat


Pengertian disebabkan oleh bebagai jenis bakteri meliputi mikoplasma,
klamidida, virus, jamur dan parasit
Infiltrat baru atau perubahan infiltrat progresif pad rontgen
dada, dengan disertai sekurang-kurangnya 1 gejala mayor
atau 2 gejala minor
Mayor
1. Batuk
2. Sputum produktif
3. Demam (S > 37,8°C)
Diagnosis Minor
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Konsolidasi paru pada pem. Fisik
4. Leukosit > 12.000
Penumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala
yang tidak khas. Pasien seringkali datang dengan keluhan
penurunan kesadaran ataupun tidak mau makan
Emboli paru
Diagnosis banding Gagal jantung
TB paru
DPL dengan diff.count, ureum, nutrisi dan kreatinin, analisa
gas darah, oksimetri, albumin, foto rontgen dada, EKG,
kultur sputum
Pemeriksaan penunjang

187
Supportif “ Oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik, ekspektoran
Terapi Famakologis : Antibiotika (Ampisilin-snebaktum, kuinolum
sefalosforin gen 2-4

Komplikasi Empiema, efusi pleura, gagal napas, sepsis sampai syok


sepsis
Prognosis Dubia

ACUTE CONFUSIONAL STATE


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Sindrom mental organik yang ditandai dengan gangguan


Pengertian kognitif global, perubahan kesadaran, dan aktivitas
prikonotor, gangguan siklus tidur, terjadi akut dan fluktuatif
Gangguan kognitif
 Gangguan proses pikir
 Gangguan daya ingat, terutama jangka pendek
Diagnosis  Gangguan persepsi, halusinasi
 Gangguan perhatian
 Penurunan kesadaran
 Perubahan siklus tidur
 Perubahan aktivitas psikomotor
Demensia
Diagnosis banding Psikosis fungsional
Kelainan neurologist

188
Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
penyebab/ pencetus
Elektrolit darah, terutama natrium dan kalium
Analisis gas darah
Pemeriksaan penunjang Ureum dan kreatinin darah
Gula darah
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi deficit
neurologis fokal, adalah CVD atau TIA

Rehidrasi bila terdapat gejala dan tanda dehidrasi, antisipasi


kemungkinan penurunan volume intravascular tanpa respon
Terapi takikardia
- Pasang infuse NaCl 0,9% dengan kecepatan 22 tetes/menit
- Berikan oksigen 4 liter/menit
Tujuan utama terapi ialah mengatasi faktor pencetus
Fraktur femur, tangan, vertebra, hipoensi sampai renjatan,
Komplikasi trombosis vena dalam, emboli paru

Prognosis Dubia

INKONTINENSIA URIN
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS dr. Ukhron Novansyah
02 -02-2015 Direktur

Keluarnya urin tanpa dikehendaki dalam jumlah yang cukup


Pengertian banyak atau sering sehingga menimbulkan masalah sosial,
spikologis, ekonomi dan kesehatan
Mengompol, urin tak bisa ditahan
 Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia tanpa

189
gangguan pada sistem saluran kemih, merupakan akibat
ketidakmampuan mencapai toilet, lumpuh, imobilitas,
kelemahan) sehingga tidak dapat berkemih secara
Diagnosis normal
 Inkotinensia urgensi merupakan inkontinensia akibat
ketidakmampuan untuk menunda berkemih begitu
sensasi berkemih muncul, jumlah urin agak banyak
frekusnsi berkemih sering
 Inkontinensia stress disebabkan kelemahan otot dasar
panggul, muncul pada saat batuk, bersin atau mengedan,
jumlah urin sedikit
Diagnosis banding Inkontinensia akut

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang paripurna dan rinci


Urinalisis
Kultur urin
Pemeriksaan penunjang Guda darah & glukosa urin
Kalsium serum dan urin
Kartu catatan berkemih
Tes Urodinamik

 Non farmakologis
Terapi Koreksi penyebab yang mendasari
Latihan menahan kemih
Latihan otot dasr panggul
Membiasakan berkemih pada waktu yang telah
ditentukan sesuai kebiasaan pasien
Pasien dengan trauma medulla spinalis, strok atau
demensia mungin memerlukan pemasangan kateter
jangka panjang atau selamanya
 Farmakologis
Antikolinergik/untuk inkontinensia urgensi/(antimus
karinok selektif) seperti ; Toltxrodin)
Agonis alfa/untuk inkotinensia stress/estrogen topikan
 Pembedahan
Dapat dipertimbangkan pad inkontinensia tipe stress
atau campuran stress dan urgensi, bila terapi
farmakologis dan nonfarmakologi tidak berhasil
Inkontinensia tipe overlow memerlukan tindakan
pembedahan untuk menghaslkan retensi urin
Dekubitus, infeksi saluran kemih, karena penggunaan kateter
agar tidak mengompol, jatuh (terutama bila mengompol
malam hari) menyebabkan fraktur, depresi, isolasi,
katergantungan pada orang lain dan alat (keteter/pampers)
Komplikasi Komplikasi emboli paru: gagal nafas, gagal jantung kanan

190
akut, hipotensi/syok kardiogenik
Komplikasi terapi perdarahan (termasuk intra-kranial),
heparin induced thrombocytopenia, nekrosis, kulit, warfarin
embryopathy
Prognosis Malam

DEHIDRASI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau
Pengertian hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama
(dehidrasi isotonik) atau hilangnya natriuim lebih banyak
daripada hilangnya air (dehidrasi hipotonik)
Riwayat asupan yang kurang atau kehilangan cairan yang
berlebihan melalui panas, keringat, takipnea, muntah atau
diare jumlah urin sedikit ( < 30 cc/jam)
Pada pemeriksaan fisik terdapat gangguan kesadaran,
Diagnosis hipotensi dan jumlah urin sedikit
Rasio ureum/kreatinin < 25, umumnya kadar natrium plasma
> 145 mmol/L urin  dan osmolalitas serun > 290
mosm/liter, walaupun dehidrasi dengan kadar natrium
osmolalitas serum normal atau rendah
Diagnosis banding

191
Pemeriksaan ureum, kreatinin, kadar natrium plasma,
Pemeriksaan penunjang osmolaritas serum, CVP, BJ urin

Cairan kristaloid secukupnya. Pemberian harus hati-hati


untuk mencegah kelebihan cairan dan hiponatremia
Jumlah cairan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus
:
 Defisit cairan : cairan tubuh total (TBW) yang
Terapi diinginkan TBW saat ini
 TBW yang diinginkan Kadar Na/140 x TBW saat ini
 TBW saat ini = 50% x berat badan
Pada dehidrasi ringan dapat diberikan terapi cairan peroral
1500-2500 ml/24 jam (30 mlkgBB/24 jam) untuk kebutuhan
dasr (pemeliharaan), ditambah pengantian defisit cairan dan
kehilangan cairan yang masih berlangsung
Menghitung kebutuhan cairan sehat, dilakukan tiap hari
Pada pasien dehidrasi yang memerlukan cairan infus dapat
diberikan NaCl 0,9% atau dextrose 5% dengan kecepatan
25-30% dari jumlah cairan total perhari (termasuk kebuthan
dasar + defisit) pada dehidrasi isotonic, sedangkan pada
dehidrasi hipernatremik diberikan NaCl 0,9% dengan
kecepatan 45%
Komplikasi Gagal ginjal, delirium
Prognosis Dubia ad bonam

EMBOLI PARU
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

192
Kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada
arteri pulmonalis apru
Bekuan vena sistemik yang menyangkut dipercabangan
arteri pulmonalis, merupakan komplikasi trombosis vena
dalam (DVT) yang umumnya terjadi pada kaki atau panggul.
Faktor predisposisi Trombosis Vena, dikaitkan dengan Trias
vichow
 Statis
 Imobilitas
 Tirah baring
 Anestesi
Pengertian  Gagal jantung kongestif/korpulmonal
 Trombosis vena sebelumnya
 Hiperkoagulabilitis
 Keganasan
 Antibodi antikadiopilin
 Sindrom nefrotik
 Trombisitosis esensial
 Terapi estrogen
 Heparin-included thrombocytopenia
 Inflammatory bowel disease
 Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
 Koagulasi intravaskuler diseminata
 Defisiensi protein C dan S
 Defisiensi antitrombin III
 Kerusakan dinding pembuluh darah
 Trauma
 Pembedahan
Manifestasi klinis terbagi atas :
 Akut
1. Oklusi masif
2. Infark paru
3. Emboli paru tanpa infark
 Kronik
Emboli paru unresolved

193
 Keluhan : sesak nafas, nyeri dada, hemoptitis
 PF :
Takipneu, takikardia, pleural rub, tanda-tanda efusi
pleura
 Tanda-tanda gagal jantung kanan akut : JVP meningkat,
bunyi P2 mengeras, murmur sistolik daerah katup
pulmonal
 EKG : terutama menyingkirkan penyakit lain
 Perubahan ST-T tidak spesifik. Inversi gelombang T di
V1-V4
 Kadang-kadng RBBB, AF
 Pad emboli paru masif : RAD, P pulmonal, S1 Q3 T3
Diagnosis Foto thoraks : menyingkirkan penyebab lain
 Infiltrasi, efusi, atelektasis
 Efusi pleura
 Aritmia
 Sindrom vena cava superior
 Sindrom Horner
 Dysphonia
 Sindrom Pancoast
 Metastasis ke organ : otak, tulang, hepar, limfatik
 Sindrom paraneoplastik
 Penurunan berat badan, anoreksia, demam
 Leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
 Hiperkalsemia
 SIADH
Demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Prognosis Tergantung tipe histologi, staging, resektabilitas dan
operabilitas

KARSINOMA PARU
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

194
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Umumnya berarti tumor yang berasal dari epitel pernafasan


(bronkus, bronkiolus, alveolus)
Tipe sel yang paling sering ditemukan menurut klasifikasi
WHO untuk neoplasma paru primer :
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (oat cell carsinoma)
3. Adenokarsinoma (termasuk bronkioloalveolar)
4. Karsinoma sel besar

Faktor risiko
 Merokok (aktif, pasif)
 Polusi lingkungan kerja
 Asbestos (galangan kapal, konstruksi,
Pengertian pertambangan),
 Arsenik (kebun anggur, gembala kambing, tambang
emas, pelais logam)
 Hidrokarbon aromatik polisiklik (industri baja)
 Kromat dan kromium (pekerja industri, pelapis
krom)
 Silika (penemuan baja)
 Pabrik gas beracun, penyulingan nikel
 Tambang uranium, radon dan turunannya
 Polusi udara : gas buangan kendaraan bermotor
mengandung hidrokarbon aromatik olisklik
 Radiasi non-ionisasi (telepon selular)
Radiasi prosedur diagnostic
Gambaran Klinis
Diagnosis  Asimptomatis
 Klinis lokal
Batuk, hemoptisis, wheezing, stridor, abses, atelektasis

195
 Klinis invasi lokal
Nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura, aritmia (invasi ke
pericardium), sindrom vena cava superior, sindrom
Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis), suara serak
(penekanan pada laryngeal recurrent), sindrom pancoast
(invasi pleksus bradikialis & sarah simpatis servilasi)
 Metastasis
Nyeri tulang, sakit kepala, ikterus, perubahan neurologis,
suara serak, sulit menelan, sesak nafas, pembesaran
kelenjar getah bening
 Sindrom
 Gejala sistemik : penurunan berat badan, anoreksia,
demam
 Hematologi; leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
 Neurologik : demensia, ataksia, tremor, neuropati
perifer
 Endokrin : sekresi PTH (hiperkalsemia)
 Dermatologi : eritema multiform, hiperkeratosis, jari
tabuh
 Renal : SIADH
 Oesteoarthropati hipertrofi
Diagnostik pada pasien dengan kanker paru terdiri dari
1. Diagnosis adanya kanker paru
2. Diagnosis tipe histologis kanker paru
3. Staging kanker paru
4. Anatomic staging : penentuan lokasi tumor
5. Physiologic staging : pengkajian kemampuan pasien
menerima berbagai terapi anti-tumor
Terutama untuk kanker paru nin-small sell: resektabilitas
(apakah tuor dapat diangkat seluruhnya dengan prosedur
bedah standar seerti tobektomi atau pneumonektomi0 dan
operabilitas (apakah pasien dapat mentoleransi prosedur
bedah)

Tumor metastasis dari kanker primer di tempat lain


Diagnosis banding Tumor jinak paru: tersering ialah adenoma bronchial dan
hemartoma. Yang lebih jarang kondroma, fibroma, lipoma,
hemangioma, leiomyoma, teratoma, endometriosis, infeksi
(TB paru, inefksi non spesifik), granuloma

196
 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan pemeriksaan
rutin pada pasien dengan batuk dan gambaran klinis
dicurigaisuatu keganasan
 Pemeriksaan sitologi lain dapat dilakukan pada cairan
pleura, aspirasi kelenjar getah bening, biopsi
transthorakal, transbronchial needle aspiration (TBNA),
bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi sumsum tulang
 Pemeriksaan histopatologis, merupakan baku emas,
dialkukan melalui cara : bronkoskopi, thorakoskopi,
mediastinoskopim thorakstomi
 Foto thoraks: untuk penapisan pasien dengan resiko
tinggi, menemukan adanya massa di paru, melihat
adanya efusi pleura
 CT Scan thoraks: memastikan adanya lesi di paru,
menentukan lokasi dan ukuran lesi secara tepat, menilai
KGB hilus dan mediastinum, mencari metastasis paru
supra renalis dan hepar, menilai respons terapi,
mendeteksi kekambuhan tumor
 Pencitraan lain : CT Scan abdomen, USG abdomen, CT
kepala, bone scan, bone survey, angiografi, MRI

Prosedur staging untuk pasien kanker paru


Pemeriksaan penunjang A. Untuk semua pasien
 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik lengkap
 Penentuan status tampilan
 Lab : darah perifer lengkap, elektrolit, glukosa,
calcium, phosphate, fungsi ginjal, fungsi hati
 EKG
 Tes kulit untuk tuberculosis
 Foto thoraks
 CT scan thoraks
 CT scan abdomen atau USG abdomen
 CT scan otak
 Bone scan
 Bone survey atau foto daerah tulang yang dicurigai
berdasarkan bone scan atau klinis
 Foto Barium bila ada keluhan esophagus
 Fungsi paru/spirometri dan analisa gas darah bila
ada gangguan pernafasan
 Biopsi dari lesi yang dicurigai kanker yang dapat
dijangkau
 Lesi sentral : bronkoskopi dengan bilasn
bronkus, sikatan bronkus, TBNA, biopsi forsep
 Lesi perifer : biopsi aspirasi jarum halus
transthorakal dengan atau tanpa bimbingan
USG/CT scan, biopsi dengan thorakeskopi

197
 Sitologi cairan pleura bila ada efusi pleura

B. Untuk pasien dengan NSCLC tanpa kontraindikasi untuk


pembedahan kuratif arau radioterapi :
 Seperti butir A ditambah
 Tes koagulasi
 Jika rencana bedah: evaluasi mediastinum oleh bag.
Bedah pada saat mediastinoskopi atau thoraktomi

C. Untuk pasien dengan SCLC


 Seperti butir A ditambah
 Aspirasi sumsum tulang dan biopsy

Berdasarkan tipe histopatologis dan staging TNM menurut


IUCC 1997:
NSCLC :
Stage I A-B, II A-B; Reseksi
St I A-B & II A-B : Reseksi
St III A dengan keterlibatan N2 minimal (ditentukan saat
thoraktomi atau mediastinoskopi
Reseksi + diseksi KGB mediastinum lengkap +
pertimbangan kemotherapi Neoajuvan
Keterlibatan N2 (bila tidak diberikan kemoterapi Neoajuvan
radiotherapi pasca op
Kemoterapi / ajuvan diskusikan resiko/keuntungan bagi
Terapi pasien
Non operabel
Radiotherapi berpotensi kuratif
Stage III A dengan tipe tertentu dari tumor stage T3
Invasi dinding dada (T3)
Reseksi en block tumor + dinding dada yang terlibat
pertimbangan radiotherapi pasca op
Tumor pancoast (T3)
Radiotherapi pre-op (30-45 Gy) dilanjutkan reseksi en block
tumor + dinding dada yang telibat, pertimbangkan radio
terapi pasca op atau Brakiterapi intra-op
Keterlibatan saluran nafas proksimal (< 2 cm dari karina)
tanpa KGB mediastinum
Reseksi sleeve (jika mungkin mempertahankan paru)

Komplikasi
Prognosis

198
PEMASANGAN SELANG
NASOGASTRIK
(NGT ATAU FLOCARE)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
2

STANDAR
TANGGAL DITETAPKAN,
PELAYANAN TERBIT
MEDIS

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur
Pemasangan selang kedalam lambung melalui hidung pada
keadaan pasien tidak dapat menelan makanan oleh berbagai
Pengertian sebab untuk menjamin pemberian nutrisi enteral.
Pemasangan NGT juga dilakukan pada pasien dengan
perdarahan saluran cerna bagian atas, pankreatitis akut ileus
paralitik/ostruksi
Pemberian nutrisi enteral pada pasien yang tidak dapat
menelan oleh berbagai sebab
Tujuan Dekompresi/menyalurkan cairan lambung keluar pada ileus
paralitik/obstruktif dan pankreatitis akut
Bilas lambung pada perdarahan SCBA
Pasien tidak dapat menelan oleh berbagai sebab
Indikasi Perdarahan saluran cerna bagian atas
Pankreatitis akut, ileus obstruktif/paralitik
Kontraindikasi Pasien tidak kooperatif
Prosedur Tindakan 1. Pasien posisi terlentang atau miring ke kiri/kanan dengan
kepala sedikit di tekuk ke depan
2. Selang dimasukkan ke hidung setelah ujungnya diberi
jeli
3. Setelah mencapai lambung, biasanya pada tanda 3 strip
hitam yaitu kira-kira 50 cm dari lambung dimasukkan
udara melalui selang. Hal ini bisa menimbulkan suara
yang dapat didengar dengan stetoskop yang ditempelkan
kira-kira di atas lambung (perut kiri atas/sedikit di atas
epigastrium). Jika terdapat banyak cairan lambung,
biasanya cairan lambung keluar melalui selang
Lama Tindakan ± 15menit

199
Komplikasi Erosis pada esophagus dan lambung

TRANSFUSI DARAH
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Memasukkan sel darah merah (darah segar, pack red sel)


Pengertian kedalam tubuh melalui vena

Tujuan Memberian kebutuhan sel darah merah sesuai indikasi

Sesuai dengan komponen darah yang ditransfusikan:


Darah lengkap (whole blood) 250-300 cc/unit
Menigkatkan volume darah merah dan volume plasma pada
perdarahan akut dan pada kehilangan darah > 25% volume
darah total
Darah merah melekat (packes res blood cells) 150-250
cc/unit: meningkatkan massa sel darah merah dan kapasitas
oksigen pada anemia nonmovolemik simtoatik termasuk
anemia kronik pada kelainan ginjal kronik dan kanker
Darah merah dicuci (salino washed red blood cells) 180
cc/unit
Indikasi Meningkatkan massa sel darah merah, mengurangi risiko
reaksi alergi terhadap protein plasma
Trombosit konsentrat (platelet concentrate) 50 cc/unit
Perdarahan karena trombositopenia atau trombopati,
kcocokan HLA
Plasma beku (fres frozen plasma) 220 cc:
Pengobatan beberapa gangguan koagulasi
Kriopresipitat (cryopresipitate/anti hemophilifactor) 15
cc/unit defisiensi faktor VIII, faktor XIII, fibrinogen,
pengobatan penyakit non willebrand
200
Darah merah minim leukosit (leucoccyte poor RBC) 200
cc/unit: meningkatkan massa sel darah merah, mencegah
reaksi demam karena antibodi leukosit, menurunkan
kemungkinan aioimunisasi terhadap leukosit atau antigen
HLA
Sesuai dengan komponen darah :
Darah lengkap
Anemia kronik normovolemik yang hanya memerlukan
peningkatan massa sel darah merah
Darah merah dicuci
Bila sudah lebih dari 24 jam karena teknik pencucian sistem
terbuka menyebabkan penggunaanya terbatas 24 jam (risiko
kontaminasi bakerial)
Kontraindiaksi Darah merah pekat dan darah merah minim leukosit
Hati-hati risiko reaksi transfusi hemolitik, transfusi infeksi
virus, reaksi alergi dan demam
Trombosit konsentrat dan trombosit aferesis
Tidak efektif untuk pasien dengan destruksi trombosit yang
cepat, termasuk ITD dan KID yang tidak diobati (kecuali
pada perdarahan aktif), setikemia dan hiperplenisme
Plasma beku
Jangan diberikan bila tujuannya menambah volume darah
kriopresipitat
Untuk kasus selain indikasi
Bahan dan alat
Untuk transfusi darah lengkap, darah merah pekat, darah
merah dicuci, plasma beku dan kriopresipitat, gunakan set
transfusi khusus dengan penyaring/filter atau blood set
Persiapan Untuk transfusi trombosit konsentrat atau trombosit aferesis,
gunakan infus et khusus untuk transfusi trombosit
Hanya infus NaCl 0,9% yang diizinkan untuk diberikan
bersama darak/komponen darah
Bila tersedia, dapat digunakan alat pemompa darah
elektronik untuk transfusi darah
Permintaah darah atau komponen
Formulir permintaan darah diisi lengkap, termasuk golongan
darah ABO-Rh yang selama ini diketahui, nama pasien dan
nama orang tua atau suami, reaksi transfusi yang pernah
dialami, indikasi dan lain-lain.
Formulir tersebut ditandatangani oleh dokter yang meminta.
Sedangkan perawat ruangan menilai ulang kelengkapan dan
kebenaran pengisian formulir tersebut

Prosedur tindakan Perawat mengambil sampel darah minimal 2 cc, paling baik
5 cc. Pada sampel darah ini harus ditempelkan tabel yang
kuat bertulisan nama lengkap (sesuai formulir), jenis

201
kelamin, umur, nomor rekam medik, tanggal pengambilan
dan ruang perawatan
Pemberian transfusi darah atau komponen

Identifikasi secara benar dan cermat bahwa nama pasien dan


data lainnya cocok dengan label pada darah/komponen darah
yang akan diberikan, begitu juga kebenaran indikasi
transfusi pada pasien ini.
Pada saat dimulai pemberian transfusi, pasien harus diawasi
selama 5-10 menit pertama, kemudian diawasi ecara peiodik
sampai tindakan transfusi selesai

Dokter harus berada di area yang terjangkau (di RS) selama


pemberian transfusi, sehingga bila timbul keadaan darurat
dapat segera hadir menanganinya.
Bila alatnya tersedia, darah/komponen darah dihangatkan
dulu dengan alat blood warmer, terutama pada kasus-kasus
khusus antara lain pasien dewasa yang menerima transfusi
cepat dan beulang (> 50 cc/kg/jam) exchange tranfusion
pada bayi, anak-anak yang menerima transfusi dengan
volume besar (> 15 ml/kg/jam) dan infus cepat melalui
kateter vena sentral
Pada orang dewasa kecepatan transfusi darah/komponen
jangan melebihi 100 ml/menit, karena bekaitan dengan
risiko tinggi henti jantung
Jangan menyimpan darah pada suhu kamar lebih lama. Bila
kondisi klinik memerlukan waktu transfusi lebih dari 4 jam,
darah komponen harus dicicil pengambilannya, sisanya
disimpan di bank darah rumah sakit sampai saat yang
diperlukan
Jangan menambah obat-obat ke dalam darah/komponen
Juga jangan memberikan obat suntik bersamaan dengan
pelaksanaan transfusi darah
Lama tindakan Tergantung banyaknya komponen darah yang ditransfusikan
Reaksi transfusi cepat

Reaksi hemolitik kuat, reaksi demam, reaksi alergi


Hipervolema, edema paru non kardiogenik
Komplikasi Hemolisis non-imun sepsis bakterial
Reaksi transfusi lambat

Reaksi hemolitik lambat


Penyakit infeksi (hepatitis B, C, HIV, EBV, HTLV-
1, CMV, malaria, toksoplasmosis
Reaksi lambat lainnya

202
FLEBOTOMI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Satu tindakan menurunkan volume darah dengan cara


Pengertian mengeluarkannya melalui pembuluh vena secaa bertahap
dan cepat
Tujuan Menghilangkan gejala-gejala distress da fletora

Indikasi Polisitemia vera, eritositosis, hemokromatosis, porfiria


cutanea tarda
Kontraindiaksi Gagal jantung
Bahan dan alat
Tensimeter dan stetoskop untuk memantau status
hemodinamik sebelum, selama dan sesudah tindakan dan
juga untuk membendung vena pada vena seksi
Tempat tidur untuk berbaring pasien
Set donor
Persiapan Botol (plaboof) atau kantong penampung darah dengan skala
volume
Set infus/kateter intravena dan cairan plasma atau dekstran
(sebagai persiapan) terutama pada pasien di atas usia 65
tahun atau adanya penyakit/penyulit kardiovaskuler atau
gejala-gejala hiperviskositas
Perangkat standar antiseptik antara lain gauge steril,
povidone iodine, alkohol dan plester
Pasien diminta untuk buang air besar atau kecil sebelum
tindakan
Prosedur tindakan Pasien dalam posisi berbaring dilakukan evaluasi status
hemodinamik, sedang untuk pasien di atas usia 65 tahun

203
sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dilakukan dala posisi
duduk/berdiri karena mencerminkan tekanan darah yang
sebenarnya
Bila status hemodinamik stabil, pasien berbaring di tempat
tidur dilakukan tindakan a dan antisepsis pada lengan
daerah venaseksi yang dilanjutkan dengan pembendungan
vena dengan tensimeter tekanan 60 mmHg (atau diantara
sistolik dan diastolik)
Pada orangtua di atas 65 tahun atau pasien dengan
kecenderungan penyakit kardiobaskuler, disisi lengan yang
satunya dipasang infus set dengan cairan pengagnti plasma
(pasma expander) atau desktran yang dimulai ecara
bersamaan dengan tindakan flebotomi dengan jumlah yang
sama seperti darah yang dikeluarkan
Kebanyakan pasien dapat menerima pengeluaran darah
sebanyak 3 unit (kira-kira 450-600 cc) per minggu, bahkan
ada yang melakukan sebanyak 500 cc dengan interval 1-3
hari. Untuk usia lanjut dan pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dianjurkan sekitar 200-300 cc
Setelah tercapai target pengobatan yaitu hematokrit antara
40-45% makan kekerapan flebotomi biasnya dapat
diturunkan antara 1 atau 2 kali tiap 3-4 bulan tergantung
evaluasi rutin yaitu nilai hematokrit atau serum feritin dalam
batas normal rendah 10-40 ug/ml untuk pasien-pasien
dengan hemokromatosis
Komplikasi Perdarahan/hematom, gangguan hemodinamik

PUNGSI CAIRAN PLEURA


NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

204
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Aspirasi cairan pleura dari rongga pleura dengan jarum
Pengertian perkutan (=thoracentesis)

Tujuan Aspirasi cairan pleura untuk diagnostik efusi pleura atau


terapeutik/drainase
Indikasi Efusi pleura
Kontraindiaksi Keadaan sepsis

1. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan


kepada pasien dan keluarga, indikasi, dan komplikasi
yang mungkin timbul, serta kemungkinan yang akan
terjadi bila tidak dilakukan prosedur tersebut
2. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga
menandatangani surat ijin tindakan
3. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah,
nadi, frekuensi pernafasn, suhu)
4. Menentukan lokasi cairan pleura dengan klinis dan
Persiapan radiologis. Efusi pleura yang sedikit diperiksa foto
thoraks lateral dekubitus, bila mungkin dengan
ultrasonografi yang lebih baik membedakan cairan yang
mengambang bebas dan terlokulasi
5. Menyediakan alat dan bahan yang diperlukan
 Lidocain 2% ampul (4 ampul)
 Spuit 5 ml, 20 ml, 50 ml
 Abocath no.16 G no.14G
 Three way
 Blood set
1. Pasien berada dalam posisi duduk tegak, kedua lengan
ke depanm sebaiknya kepala dan kedua lengan ditopang
meja.
2. Lokasi yang akan difungsi diperiksa ulang dan diberi
tanda dengan pen. Lokasi harus bebas dari penyakit
lokal. Untuk efusi yang besar, lokasi fungsi ialah di satu
iga di bawah batas atas perkusi pekak, di line axilliaris
posterior atau media. Pendapat lain ialah di sela iga VI
atau VII linea axilliaris posteior atau media. Pada efusi
yang kecil sebaliknya dengan dibimbing USG
3. Menggunakan sarung tangan steril
4. A da antisepsis daerah kulit di atas efusi pleura
205
5. Bila aspirasi diagnostik hanya akanmengambil sedikit
cairan anestesi lokal umumnya tidak diperlukan. Pada
pasien yang tidak genuk, digunakan jarum untuk fungsi
vena ukuran 21-G dengan syringe 50 ml
Prosedur tindakan 6. Jarum ditusukkan tegak lurus terhadap dinding dada,
sedikit superior dari tepi atas tulang iga (= dibagian
bawah ruang inter-costae) untuk emnghindari berkas
neurobaskular. Seraya menusukkan jarum, dilakukan
penghisapan dengan syringe sampai cairan pleura
teraspirasi. Lalu ujung jarum diarahkan ke inferior
7. Bila volume cairan lebih besar akan dikeluarkan,
digunakan anestesi lokal (lidocaine 2% 2-4 ml), three-
way tap, dan kanui intravena (Abocath) 16-G
8. Luka bekas fungsi ditutup kassa steril yang ditetesi
iodium povidone (Betadine)
9. Contoh cairan dikirim untuk permeriksaan anakisa cairan
pleura, sitologi, mikrobiologi sesuai indikasi
10. Hemodinamik dimonitor sesuai dengan banyaknya
cairan yang diambil, dan reaksi tubuh pasien terhadap
prosedur
Tegantung tujuan dan volume cairan
Lama tindakan Diagnostik : 5 menit
Terapeutik : 15-60 menit

 Pneumothoraks
 Hemothoraks
Komplikasi  Edema paru re-eksplansi (terutama bila drainase terlalu
cepat dan > 1 L cairan dikeluarkan pada satu saat
 Emboli udara

BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS


(FINE NEEDLE ASPIRATION BIOPSY)
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

206
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS
02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengambilan material jaringan kelenjar getah bening untuk
Pengertian dilakukan pemeriksaan sitologi dan mikrobiologi. Klenjar
getah bening yang dimaksud di sini ialah kelenjar getah
bening (KGB) daerah
Tujuan Mengambil bahan jaringan kelenjar getah bening untuk
pemeriksaan sitologi dan mikrobiologi
Pembesaran kelenjar getah bening di daerah submandibula,
Indikasi leher, supraklavikula, dengan kecurigaan kelainan paru yang
berhubungan dengan KGB tersebut
Kontraindiaksi KL mutlak tidak ada
KL relatif : gangguan koagulasi berat
Persiapan pasien:
1. Pemeriksaan DPL, BT, CT
2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasein dan keluarga, indikasi, dan komplikasi
yang mungkin timbul
3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga
menandatangani surat ijin tindakan
4. Dilakukan peemriksaan hemodinamik (tekanan darah,
Persiapan nadi,, frekuensi pernafasn, suhu)
5. Pasien dimina untuk buang air besar/kecil sebelum mulai
tindakan
Bahan dan alat :
1. Jarum suntik ukuran 23G atau 25G
2. Syringe 2,5 ml atau 5 ml tanpa jarum
3. Kaca obyek 3 buah
4. Kasa steril
5. Larutan povison iodine
6. Sarung tangan steril
1. Memakai sarung tangan steril
2. Daerah benjolan/KGB dan sekitarnya, dibersihkan
dengan kasa steril dan telah dibasahi dengan antiseptik,
secara sentrifugal
3. Benjolan difiksasi dengan tangan kiri (bila pemeriksaan
merupakan pengguna tangan kanan)
4. Jarum tanpa syringe ditusukkan ke benjolan dari pinggir
ke tengah benjo;an
5. Setelah jarum masuk, ditarik sedikit lau ditusukkan lagi
ke arah kiri dan kanan arah sebelumnya, kira-kira 3-7

207
kali tusukan
Prosedur tindakan 6. Jarum ditarik keluar sambil menutup lubang pangkal
jarum
7. Syringe tanpa jarum mengaspirasi udara bebas
8. Jarum dipasangkan kepada syringe
9. Dekatkan ujung jarum ke tengah kaca obyek, lalu
disemprotkan (syringe dikosongkan)
10. Kaca obyek yang ada bahan aspirasi ditempelkan kepada
kacaobyek bersihm sehingga didapatkan 2 buah kaca
obyej dengan bahan aspirasi
11. Kedua kaca obyek dibiarkan mengering di udara, lalu
diberi tanda identitas dan segera dikirim ke laboratorium
12. Bekas luka tusukan jarum ditutup dengan kasa steril
yang telah dibubuhi cairan antiseptic
Lama tindakan 5-10 menit
Komplikasi Perdarahan

SPIROMETRI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Pemeriksaan untuk mengukur volume paru statik dan


dinamik dengan alat spirometer
Volume udara total di paru-paru terbagi atas kompartemen
(volume) dan kapasitas (kombinasi dari 2 atau lebih volume)

Volume dalam keadaan statis


 Tidal volume = TV
 Expiratory resarve volume = ERV

208
 Inspiratory reserve volume = IRV
 Residual volume = RV
 Vital capacity = VC
 Force vital capacity = IC
 Insiratory capacity = FRC
 Total lung capasity = TLC

Volume dinamik
Pengertian Volume expirated in the first second = FEV1
Maximal voluntary ventilation = MVV

Interpretasi : Klasifikasi pola abnormal terdiri atas


1. Pola obstruksi (karena penyempitan jalan nafas dan
perlambatan arus udara)
2. Pola restriksi (karena penyakit parenkim paru, dinding
dada rongga pleura, neuromuskular yang mengurangi
kapasitas vital dan volume paru)
3. Pola campuran obstruksirestriksi (karena proses
patologis yang mengurangi volume udara, kapasitas
vital, dan arus udara, dan termasuk penyempitan jalan
nafas
4. Transfer udara abnormal (abnormalitas membran
alveolus kapiler

Kategori obsruksi berdasarkan pengukuran FEV1/FVC%


Normal : nilai FEV1/FVC% > 69%
Obstruksi ringan : 61 – 69 %
Obstruksi sedang : 45 – 60%
Obstriksi berat : < 45%

Kategori Restriksi berdasarkan Rasio VC didapat/VC


prediksi Normal : VC% > 81%
Restriksi ringan : 66 – 80 %
Restriksi sedang : 51– 65%
Restriksi berat : < 50%
1. Menilai status faal paru :normal, hiperinflasi, obstruksi,
restriksia, atau campuran
2. Menilai manfaat intervensi/pengobatan
Tujuan 3. Evaluasi perembangan penyakit
4. Menentukan prognosis
5. Menentukan toleransi tindakan bedah
 Menentukan resiko ringan, sedang, atau berat
 Menentukan apakah dapat dilakukan reseksi paru
1. Penderita sesak nafas
2. Pendeita asma dalam keadaan stabil untuk mendapatkan
nilai dasar, selanjutnya setiap 6 bulan

209
3. Penderita PPOK dalam keadaan stabil untuk
mendapatkan nilai dasar PPOK dan penyakit obstruksi
lainnya, selanjutnya setiap 3-6 bulan
Indikasi 4. Penderita asma dan PPOK setelah pemberian
bronkodilator untuk melihat efek pengobatan
5. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah dengan
anestesi umum
6. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah
toraktomi
7. Pemeriksaan berkala pada orang-orang yang merokok
sekali setahun
Absolut : tidak ada
Relatif : hemoptisis, pneumothoraks, infark miokard, emboli
Kontraindikasi paru, status kardiovaskular tidak stabil, aneurisma
cerebri, pasca bedah mata, infeksi viral (2-3
minggu terakhir)
Alat :
 Spirometri
Persiapan  Mouth piece 1 buah

Penderita
 Tidak menggunakan obat bronkodilator minimal 8 jam
(kerja singkat) atau 24 jam (kerja panjang)
 Tidak merokok atau makan kenyang dalam 2 jam
sebelum pemeriksaan
 Tidak berpakaian ketat
 Diterangkan tujuan dan cara pemeriksaan, serta contoh
cara melakukan pemeriksaan
 Diukur tinggi badan, berat badan
 Posisi berdiri tegak, kecuali jika tidak memungkinkan
dalam posisi duduk
 Penderita menghirup udara semaksimal mungkin,
kemudian meniup melalui mouth piece sekuat-kuatnya
Prosedur tindakan dan sampai semua udara dapat dikeluarkan sebanyak-
banyaknya, dengan tidak ada udara yang bocor melalui
celah antara bibir dan mouth piece
 Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan 3 nilai yang
reproduksibel (beda antara 2 nilai terbesar dari ketiga
percobaan < 5% atau < 100 mL)
Lama tindakan ± 10 menit

 Pneumothoraks
 Peningkatan tekanan intrakranial
 Sinkope
Komplikasi  Sakit kepala pusing
 Nyeri dada

210
 Batuk
 Infeksi nosokomial
 Desaturasi oksigen

BIOPSI PLEURA
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI
3

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Tindakan untuk mengambil spesmen jaringan pleura perietal


Pengertian secara trans-torakal

Tujuan Untuk endiagnosis penyakit-penyakit pleura seperti


tuberkulosis dan keganasan
 Bila torassentesis sebelumnya tidak memberikan hasil
diagnostik yang diharapkan
Indikasi  Untuk meningkatkan ketepatan diagnostik pada saat
torasentesis inisial pada pasien dengan efusi pleura yang
belum dapat diterangkan atau penebalan pleura, terutama
jika dicurigai karsinomatosis pleura atau tuberkulosis
 Gangguan fungsi koagulasi yang belum teratasi
 Pneumothoraks
 Pasien tidak kooperatif
Kontraindikasi  Pasien yang mendapatkan positive pressure ventilation
(PPV)

Bahan dan alat


 Jarum biopsi

211
 Sklalpel No.11
 Klem Kelly
Persiapan  Cairan antiseptik, sarung steril, kasa handuk steril
 Lidokain 1% 20 ml
 Spuit 2 cc dan 10 cc
 Jarum No.25 ¾ inci
No.20 1 ½ inci
 Tempatkan spesimen dengan larutan formalin 10%

Persiapan pasien
1. Pemeriksaan DPL, BT, CT
2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga indikasi dan komplikasi
yang mungkin timbul
3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga
menandatangani surat ijin tindakan
4. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah,
nadi, frekuensi penafasan, suhu)
Prosedur tindakan
1. Pasien duduk dengan posisi santai
2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linca aksilaris
posterior
3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan
jarum Abrams
4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
5. Anestesi daerah tindakan dengan jarum No.25 untuk
bagian luar dan jaru No,20 untuk bagian dalam
6. Dilakukan sayatan 3 mm dengan skalpel pada kulit
jaringan interkostal yang dipilih
7. Dorong jarum Abrams dengan gerakan memutar dalam
posisi tertutup sampai terasa ada hambatan. Putar alat ke
dalam posisi terbuka dan aspirasi dengan spuit. Aadnya
cairan membuktikan pemotongan berada di ruang pleura
Prosedur tindakan 8. Letakkan pemotongan pada posisi jam 6. Pemotongan
dikeluarkan bila pleura parietal telah diperoleh, ajrum
pemotong diputar di posisi tertutup dan keluarkan
9. Letakkan spesimen pada kaldu untuk M. tuberkulosis
dan kultur jamur, sedangkan yang lainnya diletakkan
dalam formalin 10% untuk pemeriksaan histologi
10. Ulang prosedur ini sampai 5 kali dengan jarum
pemotong dan diarahkan ke bawah antara posisi jam 2
dan jam 10. Ajrum pemotong jangan diarahkan ke atas
oleh karena dapat merusak syaraf dan pembuluh darah
interkostal
11. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura gunakan jarum
torakosentrasi atau jarum abrams

212
12. Luka ditutup dengan verban dan jika diperluakn dapat
dijahit.

Teknik Memakai Jarum Cope


1. Pasien duduk dengan posisi santai dan nyaman
2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linea aksilaris
posterior
3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan
jarum cope
4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
5. Anestesi daerah tindakan
6. Buat insisi pada kulit sepanjang 3 mm
7. Masukkan ujung trokar ke dalam kanula luar, tusukakan
ke dinding dada dan tarik trokar dengan gerakan
memutar sampai cairan teaspirasi
8. Keluarkan trokar dari kanula luar dan masukkan kaitan
trokar biopsi dalam. Untuk mencegah udara kanular luar
pasien dianjurkan utnuk menahan napas
9. Tempatkan pemotong kait trokar biopsi antara jam 2 dan
jam 10, gunakan penutup metal pad proksimal trokar
niopsi sebagai tuntutan biopsi
10. Cabut perlahan-lahan trokar terangkat
13. Masukkan kanula luar ke dalam dada dengan gerakan
memutar sambil tetap berusaha menarik trokar biopsi.
Kanula luar memotong jaringan pleura yang kuat pada
trokar biopsi. Tarik trokar biopsi dari kanula luar dan
keluarkan hasil biopsy
11. Trokar dapat dimasukkan ulang ke dalam kanula luar
dan dapat dilakukan biopsi tambahan 3 sampai 6
spesimen dapat diperoleh dari kait biopsi dengan arah
yang berbeda-beda. Letakkan 1 jaringan spesimen pada
kaldu M. Tuberkulosis dan kultur spesimen pada kaldu
M Tuberkulosis dan kultur jamur. Sedangkan lainnya
dapat diletakkan pada cairan formalin 10% untuk
pemeriksaan histologi
12. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura dapat melalui
kanula luar
13. Tutup tempat pungsi dengan verban jika perlu dapat
dijahit

Evalausi pasca biopsi pleura


 Observasi tanda-tanda pneumotorik
Foto dada PA
Lama tindakan ± 10-15 menit

 Pneumotoraks
 Perdarahan
213
Komplikasi  Kerusakan saraf interkostal dengan gejala nyeri sisa dan
berkurangnya tuberkulosis pada lokasi biopsi
 Emfisema subkutan
 Reaksi vasivagal

KARDIOVERSI
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

STANDAR
PELAYANAN 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
MEDIS Direktur

Upaya konversi secara elektrik pada aritmia atrial atau


ventrikular memakai DC (Direct Current) shock yang
Pengertian synchronized dan DC shock nonsynchonized yang juga
disebut defebrilation. Saat kejutan yang synchonized yaitu
pada awal gelombang T kira-kira 30 ms sebelum apeks
gelombang T
Tujuan Menghentikan aritmia yang mengancam menjadi irama sinus
yang normal
 Fibrilasi ventrikular, fluter atrial atau finrilasi atrial yang
menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak responsif
dengan terapi
Indikasi  Takikardia supraventricular yang menyebabkan
gangguan hemodinamik dan tanresponsif dengan obat
abtiaritmia atau manuvercasal
 Takikardia ventrikular yang menyebabkan gangguan
hemodinamik dan tak responsif dengan obat anti aritmia

214
 Fibrilasi atrial kronik pad stenosis mitral atau regurgitasi
mitral dan tiroksikosis
 Fibrilasi atrial dengan slow ventrikcular rate
Kontra Indiksi  Hipokalemia
 Keracunan digitalis

1. Penjelasan seperlunya kepada pasien dan keluarga


2. Alat cardiovertaer dan monitor jantung berfungsi baik
Persiapan 3. Sebaiknya puasa untuk menghindari regurgitasi/asfiksia
4. Pemakaian digitalis distop 1-2 hari sebelum tindakan
5. Kadar elektrolit serum harus optimal
6. Oksigen terpasang
7. Premediaksi mepenidin 100 mg atau diazepam 5 mg IV
 Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 joule bila gagal
diulang memakai 60 atau 100 joule
 Fibrilasi arrial diawali dengan dosis 100 joul bila gagal
bisa 200-300 joul. Sehari sebelumnya pasien diberi
Prosedur Tindakan kuinidin oral tiap 8 jam kadangkala obat ini diberikan
untuk jangka waktu lama. Prokainamid cepat dipakai
bila pasien tak toleran dnegan kuinidin
 Takikardia supraventrikular 10 joule biasanya 100 joule
hampir selalu efektif
 Finrilasi ventrikular dosis awal 200 jloule bila gagal
segera pakai 360 joule
Bradiaritmia atau asistol sehingga perlu disiapkan atropin,
isoproterenol dan pacu jantung sementara
Komplikasi Takiaritmia (TV atau FV)
Emboli
(Pasien perlu dimonitor kira-kira 8 jam pasca tindakan)

PARASENTESIS ABDOMEN
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

215
TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur

STANDAR
PELAYANAN
MEDIS

Pengertian Suatu tindakan untuk mengeluarkan cairan asites

Untuk membantu menegakkan diagnosis


Tujuan Sebagai terapi, bila pengobatan dengan medikamentosa
tidak memberi respon
Diagnostik : untuk memastikan penyebab asites atau
menetukan asites yang terinfeksi seperti SBP pada pasien
Indikasi sirosis hati
Untuk mengatasi distensi abdomen atau sesak nafas akibat
tekanan asites
Gangguan pembekuan darah
Masa protrombin memanjang > 5 detik kontrol
Trombosit < 50.000/mm
Ileus obstruktif
Kontra Indiksi Infeksi pada dinding perut
Relatif
Pasien tidak kooperatif’riwayat operasi laparatomi berulang

Bahan dan alat :


Sarung steril
Betadine. Alcohol
Kasa steril
Lidokain 1% (10 cc)
Persiapan Spuit disposable 10 cc (2 buah), 50 cc (2 buah)
IV catch no.14 atau 16
Blood set
Tabung steril

Pasien :

216
Diperiksa darah perifer lengkap, masa perdarahan, masa
pembekuan dan masa protrombin (plg lama 48 jam terakhir)
Surat persetujuan tindakan
 Vesika urinaria harus kosong
 Pasien tidur berbaring dengan posisi kepala 45-90
 Identifikasi tempat aspirasi (A, B, C). hindari vena-vena
kolateral, pembuluh darah epigastrika inferior, lokasi
bekas operasi dan limpa yang membesar
 Pakai sarung tangan steril
 Bersihkan lokasi tindakan dengan antiseptik
 Pasang duk steril
 Anestesi local dengan lidokain 1% sampai dengan
Prosedur Tindakan peritoneum
 Pasng iv-cath no.14 atau 16 secara zigzag, sedot cairan
dengan spuit 10 cc dan 50 cc untuk pemeriksaan
 Untuk tujuan terapi pasang set infus, lalu alirkan cairan
keluar
 Tidak ada batas pasti jumlah maksimal yang boleh
dikeluarkan rata-rata 3-4 liter masih cukup aman
 Pada pasien sirosis hati sebaiknya ditambahkan 6-8 gr
albumin intravena untuk setiap liter cairan asites yang
dikeluarkan
Parasentesis diagnosis 15 menit
Lama tindakan Parasentesis terapeutik tergantung jumlah cairan asites yang
dikeluarkan

Local
Perdarahan, infeksi dinding perut, peritonitis, perforasi usus
Komplikasi atau vesika urinaria
Umum
Hipovolemia, hipotensi, gagal ginjal, ensefalopati
pertosistemik

ASPIRASI CAIRAN
SENDI/ARTROSENTESIS
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

217
STANDAR
TANGGAL DITETAPKAN,
PELAYANAN TERBIT
MEDIS

02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah


Direktur
Merupakan tindakan yang dilakukan dibidang reumatologi.
Tindakan aspirasi dan analisis cairan sendi sangat penting
Pengertian artinya dalam diagnosis dan tata laksana beberapa penyakit
sendi seperti arthitis septik dan arthiris goul. Sendi-sendi
tertentu seperti sendi lutut lebih sering mengalami efusi
daripada sendi lainnya
Diagnostik :
1. Membantu diagnosis arthritis
Tujuan 2. Memberikan konfirmasi diagnosis klinik
3. Selama pengobatan arthritis septik dilakukan secara
serial untuk menghitung jumlah leukosit, pencegahan
gram, dan kultur cairan sendi
Terapeutik
1. Artrosentesis
 Evakuasi kristal untuk mengurangi inflamasi pada
pseudagout akut dan crysta induced artitis yang lain
 Evakuasi serial pada arthritis septik untuk
mengurangi destruksi (drainase)
2. Pemberian kortikosteroid intraartikular
Indikasi  Mengontrol inflamasi steril pada sendi-sendi secara
maksimal merupakan kunci dimaan obat anti-
inflamasi nonsteroid telah gagal, kemungkinan akan
gagal atau merupakan kontraindikasi mempersingkat
periode kesakitan pada inflamasi yang self limited
(gout)
 Menghilangkan nyeri inflamasi dengan cepat membantu
terapi fisik pada kontraktur sendi

Diagnostik :
 Inefksi jaringan lunak yang menutupi sendi
 Bakteremia
 Anatomis tidak bisa dilakukan
 Pasien tidak kooperatif
Kontra Indiksi Terapeutik
 Kontraindikasi diagnostik
 Instabilitas sendi

218
 Nekrosis septik
 Osteonekrosis
 Sendi neurotropik
Bahan dan alat
 Spuit sesuai keperluan
Persiapan  Jarum spuit : No.25 untuk sendi kecil. No.21 untuk sendi
lain, no. 15-18 untuk efusi yang padat (pus)
 Desinfektan iodine (betadine)
Dipakai spuit dan jarum yang disposable. Ukuran jarum
yang dipakai disesuaikan dengan besar sendi yang akan
disuntik
Misalnya jarum nomor 19 atau 21 untuk sendi besar,
sedangkan untuk sendi kecil jarum nomor 23 atau 25
Perlengkapan lain ialah bolpen untuk menandai titik yang
akan disuntik, anestetik lokal (lidokain atau spray
etilklorida) kapas alcohol, kain kasa dan larutan pemebrsih
kulit (misalnya larutan yang mengandung yodium). Juga tak
boleh dilupakan botol kecil tempat menampung aspirat guna
pemeriksaan dalam sendi lebih lanjut
Sebaiknya penyuntikan dilakukan dalam lingkungan yag
aseptik. Hendaknya ditimbulkan kesan pada penderita
bahwa prosedur ini bukan prosedur yang sulit. Jarang
diperlukan obat penenang. Penentuan tempat yang tepat
sangat penting. Keberhasilan suntikan lokal sangat
bergantung kepada pengetahuan anatomis daerah harus
Prosedur Tindakan mempunyai gambaran yang jelas tentang tempat yang akan
disuntik dengan penekanan ujung ballpoint atau diberi tanda
dengan kuku) dan jalur yang akan dilalui oleh jarum suntik.
Penderita harus dalam posisi sedemikian rupa. Sehingga
struktur disekitar sasaran suntikan dalam keadaan rileks.
Kemudian dilakukan pemebsihan serta tindakan asepsis dan
antisepsis pada tempat yang akan disuntik. Drapping hanya
diperlukan pada penderita imunokompromis atau jika
diperkirakan prosedur akan berlangsung lama atau sulit.
Tindakan untuk mengurangi sensasi tusukan jarum
(misalnya semprotan elektroda atau anestesi lokal dengan
infiltrasi lidokain melalui jarum yang sangat halus) kadang-
kadang diperlukan.
10 menit
komplikasi suntikan lokal
1. Infeksi dengan insidens 1 dari 1000-10.000 pad dokter
yang berpengalaman
Lama tindakan 2. Perdarahan jika merata harus dicurigai trauma atau
gangguan mekanisme perdarahan. Lalu lakukan aspirasi
dan jangan lakukan penyuntikan
3. Kerusakan rawan sendi dapat terjadi akibat trauma oleh

219
ujung jarum suntik
4. Nekrosis aseptic terjadi akibat infarktulang subhondrat
5. Atrofi kulit dan jaringan subkutan
6. Sinovilis kristal
7. Ruptur tendi/ligament
8. Supresi korteks adrenal

PENYUNTIKAN INTRA-ARTIKULER
NOMOR NOMOR HALAMAN
DOKUMEN REVISI

TANGGAL DITETAPKAN,
TERBIT
STANDAR
PELAYANAN
MEDIS 02 -02-2015 dr. Ukhron Novansyah
Direktur
Pengertian Suatu terapi lokal dengan tujuan memberikan efek analgetik
anti inflamasi di daerah sendi

1. Aspirasi cairan sendi tindakan ini penting dalam rangka


memastikan diagnosis jika penyebab efusi sendi berupa
sesis deposit kristal atau pendarahan juga berguna dalam
membedakan kelaianansendi inflematif atau non
inflamatif. Aspirasi juga mempunyai arti terapeutik atau
non inflamatif. Aspirasi juga mempunyai arti terapeutik
dengan jalan mengeluarkan darah, pus, cairan sendi yang
terlalu banyak atau yang mengandung kristal
2. Suntikan/pemberian obat : peyuntikan bahan tertentu ke
dalam ruang sendi merupakan prosedur terapeutik dan
dilakukan dalam keadaan-keadaan sebagai berikut
dengan syarat infeksi harus telah disingkirkan
a) Hanya 1 atau beberapa sendi yang meradang
b) Hanya 1 atau beberapa sendi yang lebih meradang
dari yang lain
Indikasi c) Jika terapi sistemik dikontraindikasikan
d) Sebagai pelengkap terapi sistemik terhadap kelainan/

220
keradangan sendi yang sulit diatasi
e) Membantu mobilisasi dan mencegah deformitas
sendi bersama-sama dengan program rehabilitasi
f) Keluhan reumatik ekstra-artikuler hursitis nerve
entrapement syndrome, dll
g) Menghilangkan nyeri dengan cepat
h) Biasanya tidak diberikan pad osteoarthritis.kecuali
pada kasus tertentu yaitu untuk menghilangkan nyeri
pada osteoarthritis, kecuali pada kasus ostheoarthritis
yang menunjukkan tanda inflamasi lokal
1. Infeksi lokal
2. Hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikan
3. Diatesa hemoragik
4. Sendi yang tidak stabil
5. Fraktur intra-artikuler
Kontraindikasi 6. Sendi yang tidak dapat dicapai
7. Osteoporosis juxtra-artikuler yang berat
8. Kegagalan suntikan terdahulu
9. Tidak ada indikasi yang tepat
10. Lesi yg mungkin tidak akan memberikan respon
terhadap suntikan
11. Psikologis penderita neurologis mungkin akan
begantung kepada suntikan
12. Penderita yang takit disuntik
Semua perlengkapan yang dipakai harus steril umumnya
dapat dilakukan dengan fleksi dan ekstensi sendi. Untuk
Persiapan mempermudah memasuki sendi ini dilakukan tarikan dan
putar fleksi 30 derajat. Tusukan jarum pada garis sendi pada
posisi 90 derajat
Lama tindakan 15 menit

 Infeksi
Komplikasi  Perdarahan pada tempat aspirasi
 Hematrosis
 Luka pada rawan sendi
 Episode vesevagal pada saat atau setelah tindakan

221

Anda mungkin juga menyukai