Anda di halaman 1dari 41

PLENO 1

EPISTAKSIS
MODUL 3.1 RESPIRASI DAN IMUNOLOGI

KELOMPOK 7
ANJANI SYAHADRY 2211201083
RIZKY HADI PRANATA 2211201002
AULIANA FIKRI AL MAULA 2211201061
CANIA RENDRA ESAPUTRI 2211201006
MUHAMMAD HIBATUL ZIKRI 2211201065
PUTRI NABILA 2211201012
SYOFFYAH ATHYAH NIALLAH 2211201076
NURFADHILA 2211201067
SYARIFAH SASMITA PUTRI 2211201017
SARIFAH ZAHARA 2211201060
SKENARIO
EPISTAKSIS
Rhino berumur 16 tahun datang ke UGD Puskesmas dengan keluhan
hidung berdarah setelah berkelahi. Rhino juga mengeluhkan nyeri pada
hidung dan ada darah yang tertelan. Pemeriksaan vital sign dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik tampak darah mengalir dari nares anterior.
Pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak ruptur pembuluh darah superior
rongga hidung, deviasi septum nasi dan konka inferior sinistra tampak
bengkak. Sedangkan pada rhinoskopi posterior tampak darah mengalir
dari choanna dan bekuan darah pada daerah nasofaring. Dokter
memasang tampon anterior dan tampon Belloq pada Rhino.

Bagaimana Anda menjelaskan keluhan yang dialami Rhino?


STEP 1 TERMINOLOGI
1. Epistaksis : Perdarahan dari hidung biasanya akibat pecah pembuluh
darah kecil yang terletak di bagian anterior Septum Nasal (Dorland, 30)
2. Choanna : Salah satu dari sepasang lubang di antara rongga Nasal dan
Nasopharing (Dorland,30).
3. Nares Anterior: Orifisium eksternal rongga hidung (Dorland,30). KEYWORD
4. Deviasi Septum Nasi : Perubahan atau pergeresan dinding batas antara Epistaksis, Keluhan nyeri
kedua lubang hidung (Dorland,30) pada hidung dan ada darah
5. Rhinoskopi Anterior dan Posterior : Pemeriksaan hidung dengan yang tertelan, Deviasi
Spekulum, baik melalui nares anterior atau Nasopharing (Dorland,30) Septum nasi, Tampon
Anterior dan Belloq,
6. Ruptur : Robeknya atau koyaknya jaringan dengan paksa (Dorland,30)
Pemeriksaan Rhinoskopi
7. Konka inferior sinistra : tonjolan tulang yang terletak paling bawah pada
Anterior dan posterior
rongga hidung bagian kiri (Dorland,30)
8. Nasopharing : Bagian dari phariynx yang terletak di belakang cavum nasi
(Dorland,30)
9. Tampon anterior : alat yang dimasukkan ke hidung untuk menghentikan
pendarahan pada pecahnya pembuluh darah yang terjadi pada hidung
atau penyumbatan hidung, mengontrol pendarahan (Dorland,30)
10. Tampon belloq : pendarahan posterior yang diatasi dengan pemasangan
alat yang harus menutupi koana atau nares posterior (Dorland,30)
STEP 2 RUMUSAN MASALAH

1. Dimana letak nares anterior?


2. Kenapa bisa terjadi deviasi septum nasi pada trigger?
3. Kenapa pada trigger ada darah yang tertelan?
4. Mengapa terjadi pembengkakan pada chonca inferior sinistra?
5. Apa penyebab dari Epistaksis?
6. Apa saja klasifikasi Epistaksis?
7. Bagaimana mekanisme terjadinya Epistaksis?
8. Apa cara pencegahan Epistaksis?
9. Bagaimana cara menangani Epistaksis?
10. Bagaimana cara pemasangan tampon belloq dan anterior?
11. Kenapa dokter memasang tampon anterior dan tampon belloq pada rhino?
12. Bagaimana cara pemeriksaan rhinoskopi anterior dan posterior?
13. Kapan dilakukannya pemeriksaan rhinoskopi anterior dan posterior?
STEP 3 BRAINSTROMING
STEP 4 SPIDER-WEB
STEP 5 LEARNING OBJECTIVE

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :


1. Anatomi cavitas nasi dan nasopharynx
2. Histologi cavum nasi dan nasopharynx
3. Definisi Epistaksis
4. Klasifikasi Epistaksis
5. Patogenesis dan patofisiologi Epistaksis
6. Faktor resiko dan Penyakit dengan gejala epistaksis
7. Pemeriksaan rhinoskopi anterior dan posterior
8. Tatalaksana Epistaksis
Anatomi

Cavum nasi Nasopharynx


Cavum Nasi
Dipisahkan oleh septum nasi
terdiri dari : Vestibulum Nasi dan
Cavun nasi proprium

Cavum nasi proprium Terbagi


menjadi 2 regio :
regio olfactoria
regio respiratoria

(L.Moore:2018)
Cavum Nasi
Cavum nasi memiliki batas :

Batas Atap : 3 bagian (frontonasalis, os. ethmoidalis, os


sphenoidalis)
Batas Dasar : processus palatinum maxillae dan palatum durum
dan palatum molle
Dinding Medial : septum nasi
Dinding lateral : Conchae
batas anterior : nares anterior
batas posterior : nares posterior
(L.Moore:2018)
Conchae dan meatus

Conchae memiliki 3 bagian ( superior,


media , inferior)

disela sela cochae terdapat saluran.


Terdapat 4 saluran :
Recessus speno-ethmoidalis
Meatus nasi Superior
Meatus nasi media
Meatus nasi inferior
(L.Drake:2018)
Nasopharynx
Nasopharynx memiliki batas-batas :
Dinding anterior : Choanae
Dinding lateral : Torus tubarius,
plica salphyngopharyngeus, torus
levatorius , recessus pharyngealis (
fossa rosenmuller)
Dinding Supero-posterior : Tonsila
Pharyngea
Inferior : isthmus pharyngeus

(L.Drake :2018)
Vaskularisasi cavum nasi

A. ethmoidalis anterior
A. ethmoidalis posterior
A. spenopalatina
A. palatina mayor
R. septalis A. labialis superior

(L.Moore:2018)
Drainase
Vena cavitas nasi mengalir ke
cavum nasi mengikuti arteri
Plexus pterigoid
Vena Facialis
Vv. emissaria

(L. Drake :2018)


Inervasi Cavum Nasi
N. Olfactoria
Cabang-Cabang dari N. Oftalmicus
(V1)
Cabang-Cabang dari N. Maxillaris
(V2)
Parasimpatis
Simpatis

(L.Drake :2018)
HISTOLOGI
CAVUM NASI
DAN
NASOPHARYNX
Epitel penghidu

(Mescher, 2016)
Epitel penghidu

Hanya membran basal tipis (B) memisahkan sel


basal olfaktorius dari lamina propria (LP) yang
mendasari.

Nukleus neuron olfaktorius bipolar (ON) berbaring


di tengah-tengah epitel olfaktorius pseudostratifid,
dengan zona sel pendukung (S) inti di atasnya.

Pada akhir apikal sel adalah silia nonmotil (C), atau


rambut penciuman, dan lapisan mukus (M).

(Mescher, 2013)
Epitel respiratorik

(Mescher, 2013)
Nasopharynx

Di bagian posterior rongga hidung, nasofaring adalah bagian


pertama faring, yang berlanjut sebagai orofaring ke arah kaudal,
yaitu bagian posterior rongga mulut. Nasofaring dilapisi dengan
epitel pernapasan, dan memiliki tonsila pharyngealis di media
dan muara bilateral tuba auditorius untuk setiap telinga tengah.

(Mescher, 2013)
DEFENISI DAN KLASIFIKASI
EPISTAKSIS
Defenisi
Epistaksis adalah pendarahan dari hidung, biasanya akibat
pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak dibagian anterior
septum nasal kartilaginosa (Dorland, 2010)

Epistaksis (mimisan) sering terjadi karena aliran darah ke


mukosa nasal sangat banyak.semburan darah dari hidung
disebabkan oleh rupturnya arteri dihidung (Moore, 2013)
Klasifikasi

Epistaksis anterior Epistaksis posterior

Arteri ethmoidalis posterior


plexus kiesselbach
atau arteri spenopalatina

(Pandi, 2007)
FAKTOR RESIKO
DAN
PENYAKIT YANG MEMILIKI
GEJALA EPISTAKSIS
Faktor resiko

Usia
Jenis kelamin
Gaya hidup
Pengaruh lingkungan

(Punagi, 2017)
Penyakit yang memiliki gejala epistaksis

Hemofilia
Leukemia
Hipertensi
Arteriosklerosis

(Punagi, 2017)
PATOGENESIS DAN
PATOFISIOLOGI
EPISTAKSIS
Patogenesis

Penyebab lokal Penyebab sistemik

Trauma Penyakit cardiovascular


Infeksi hidung dan sinus Kelainan darah
paranasal Infeksi sistemik
Tumor Gangguan endokrin
Pengaruh lingkungan
Benda asing dan rinolit
Ideopatik
(Pandi, 2007)
Patofisiologi
PEMERIKSAAN RHINOSKOPI
ANTERIOR & POSTERIOR
Pemeriksaan Rhinoskopi anterior dan posterior
TATALAKSANA
Anamnesis

Anamnesis yang terinci dan terarah harus dilakukan untuk


menentukan pola dan tingkat keparahan perdarahan dan untuk
mempertimbangkan faktor penyebab yang mendasarinya.
Pemeriksaan tanda vital harus dilakukan secara teratur meliputi
tekanan darah,kecukupan jalan nafas,pemeriksaan mulut dan
hidung.

(Hussain, 2016)
Pertolongan pertama
1. ABC :
Airway:jalan nafas
Breathing:pernafasan
Circulation:sirkulasi

2. Posisikan pasien duduk,lalu cubit tulang rawan hidung selama 5-10 menit
untuk memberikan tekanan internal pada septum hidung anterior

3. kompres hidung dengan es agar mempercepat vasokonstriksi

4. jika perdarahan telah berhenti atau berkurang,dilakukan kauterisasi kimia


dengan 20% perak nitrat,asam trikloroasetat 3% pada titik terjadinya
perdarahan.
(Hazarika, 2018)
Penanganan Fisik
1.Pemasangan Tampon
A.Tampon anterior
Menggunakan kain kasa
rol sepanjang satu meter
yang direndam dalam
parafin cair atau BIPP.Lalu
kain kasa dimasukkan ke
dalam rongga hidung dan
dipertahankan 2-3 hari.
(Hazarika, 2018)
Penanganan Fisik
B.Tampon posterior
Menggunakan sepotong kain kasa kecil
seukuran ibu jari dan dikaitkan dengan tiga
benang yang direndam dalam paraffin cair atau
(BIPP).Lalu dua kateter karet dimasukkan
melalaui hidung kemudian menuju rongga
mulut.Masing masing kateter diikat pada
benang dan ditarik melalui hidung sampai ke
dalam nasofaring.
Benang dikaitkan pada columella setelah
dilindungi dengan sepotong karet.dan benang
yang lainnya dikeluarkan melalui mulut dan
fiksasi di pipi untuk membantu pelepasan
kateter dalam 24-36 jam dari pemasangan,

(Hazarika, 2018)
Penanganan lanjutan
Jika epistaksis tidak dapat sembuh dengan Pemasangan tampon hidung maka
dilakukan metode bedah,yaitu:
1.Kauterisasi bipolar dengan bantuan endoskopi hidung.
2.Ligasi arteri diperlukan pada kasus yang sulit disembuhkan dimana perdarahan
tidak dapat berhenti setelah pemasangan tampon hidung.
1).Arteri maksilaris interna.
2).ligasi arteri karotis eksterna.
3).Ligasi arteri etmoidalis anterior.

Jika pendarahan terkontrol,Pasien diberikan krim antiseptik topical yaitu krim


klorheksidin dan neomisin (Naseptin) dan penatalaksaan lebih lanjut.Jika terjadi
pendarahan tidak terkontrol,maka dapat diberikan vitamin K intravena.

(Hazarika, 2018)
Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi Hidung
Untuk mengidentifikasi dan menangani titik perdarahan,khususnya pada kasus
perdarahan yang terletak terlalu posterior atau superior.

2. Evaluasi Radiologi
X-ray membantu mengatasi kondisi insfeksi,traumatis dan neoplastic.
CT-Scan
Angiografi substraksi digital

3. Hematologi
Penggolongan darah dan jumlah trombosit darah.

(Hazarika, 2018)
Kesimpulan
Struktur pembuluh darah medial dan lateral cavitas nasi berasal dari lima sumber yang
sering disebut Plexus Kiesselbach, jika anyaman ini mengalami ruptur maka Epistaksis
dapat terjadi yang dikenal sebagai Epistaksis anterior. Selain Epistaksis anterior,
adapula Epistaksis posterior yang dimana yang mengalami ruptur adalah arteri
spenopalatina atau arteri etmoidalis posterior.

Terjadinya ruptur bisa karena faktor eksternal seperti trauma dan internal seperti
cardiovascular. Pada kasus pasien mengalami trauma, yang mengakibatkan Epistaksis,
namun untuk memastikan Epistaksis anterior ataupun posterior diperlukan
pemeriksaan rhinoskopi. Setelah dilakukannya penanganan awal, pemeriksaan
rhinoskopi dilakukan untuk melihat bagian dalam rongga hidung. Kemudian tampon
pun di pasang sesuai dengan jenis Epistaksis yang di derita, tampon anterior untuk
Epistaksis anterior, tampon posterior / tampon belloq untuk Epistaksis posterior
selama beberapa hari, dilanjutkan dengan pemberian obat, jika darah tidak berhenti
maka pasien akan dirujuk.
Terima kasih
Pertanyaan
1.kenapa anak” sering terjadi epistaksis ringan dan kenapa sering dikatakan
idiopatik?
2.apa itu ulkus dan apa penyebabnya?
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Anda mungkin juga menyukai