Anda di halaman 1dari 5

Sermin Timur Taştan, Nevin Hotun Sahin & Mehtap Omaç Sönmez

Uji klinis menunjukkan bahwa perilaku merokok memberikan efek buruk pada saat proses
menyusui. Kandungan nikotin yang ada pada rokok dapat menghambat pelepasan prolaktin dan
mengurangi jumlah ASI. Polychlorinated dibenzo-para-dioxins (PCDDs), polychlorinated
dibenzofurans (PCDFs), dan kadar dioksin yang ditemukan dalam ASI dan nilai alpha IL-1 dapat
menurun pada ibu yang merokok. Ibu yang merokok memiliki frekuensi menyusui yang rendah
dan dengan periode menyusui yang lebih pendek dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok.
Hasil studi ini menyebutkan bahwa ibu yang merokok mulai memberikan makanan pendamping
untuk bayi mereka selama pada bulan keempat atau lebih awal setelah kelahiran menunjukkan
hasil yang signifikan (p<0,05).

Ibu yang meorokok selama masa menyusui, secara signifikan dapat meningkatkan penyerapan
nikotin oleh bayi dibandingkan dengan yang hanya terpapar asap rokok (tembakau). Beberapa
studi farmakokinetik nikotin menunjukkan bahwa waktu paruh nikotin dalam air susu ibu
(t1/2=97720 menit) lebih lama dari waktu paruh dalam serum (t 1/2=8179 menit), namun perbedaan
nilai tersebut tidak signifikan secara statistik. Ketika bayi menyusu pada ibu yang merokok,
maka nikotin yang ada didalam kandungan ASI tersebut akan diserap oleh sistem pencernaan
bayi dan kemudian dimetabolisme di hati menjadi cotinine. Nicotine dan cotinine yang ada di
dalam darah dapat mempengaruhi sirkulasi darah bayi yang berdampak pada peningkatan denyut
jantung melebihi standar. Waktu eliminasi nikotin pada bayi baru lahir mencapai tiga sampai
empat kali lipat lebih lama dibandingkan dengan orang dewasa, namun waktu eliminasi cotinine
sama dengan orang dewasa. Rasio dari konsentrasi ASI/serum terhadap nicotine adalah diatas
rata-rata, 2.92 ± 1.09, sementara terhadap cotinine adalah 0.78 ± 0.19. Perbedaan ini terjadi
karena perbedaan ph (rata-rata: ASI pH=7.06 ± 0.16 vs serum pH= 7.40 ± 0.03). namun PH pada
ASI bervariasi mulai dari 6,65 smpai 7.45, yang dapat menyebabkan perubahan tingkat nicotine
pada ASI. Jika ph ASI menurun maka kadar nicotine akan meningkat. Cotinine adalah metabolit
utama nikotin dengan waktu paruh lebih lama (20 jam vs 2 jam untuk nikotin). Cotinine dapat
digunakan sebagai biomarker paparan asap tembakau. Konsentrasi cotinine dalam ASI
bergantung pada jumlah rokok yang dihisap. Beberapa studi menyebutkan bahwa bayi yang
menyusui pada ibu yang merokok memiliki kadar cotinine dua sampai sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula yang terpapar dengan asapa rokok
(perokok pasif).

Wanita yang merokok dapat menurunkan produksi ASI dan menurunkan periode menyusui.
Beberapa studi menunjukkan bahwa jumlah ASI perhari selama 2 minggu setelah kelahiran bayi
adalah 406 ± 7262 mL/hari pada ibu yang merokok, sedangkan kelompok kontrol pada ibu yang
tidak merokok mencapai 514 ± 338 mL/hari. Antara minggu ke 2 dan 4 setelah menyusui,
jumlah produksi ASI pada wanita yang tidak merokok mengalami peningkatan sebesar 113 ±
179 mL/ hari (p<0,05), sementara pada wanita yang merokok jumlah produksi ASI tidak
mengalami peningkatan, sehingga volume ASI menjadi tidak tercukupi untuk bayinya yang terus
mengalami perkembangan. Ibu yang merokok dan menyusui menyapih bayinya dari menyusui
lebih cepat dari pada ibu yang tidak merokok, dan ibu yang merokok ini memiliki risiko mastitis
yang lebih tinggi ketika mereka mulai menyapih. Terdapat beberapa gagasan yang potensial
tentang efek merokok terhadap proses menyusui. Asap rokok dan (atau) nicotine merubah
tingkat homron ibu, yang berhubungan dengan penurunan laktasi. Hasil dari studi eksperimen
pada manusia menunjukkan bahwa nicotine yang ada di dalam darah ibu menurunkan kadar
prolaktin-hormon yang berperan dalam proses laktasi dengan cara menstimulasi pertumbuhan
kelenjar payudara. Mekanisme yang mungkin terjadi dimulai dengan nicotine menghambat kerja
prolaktin sebagai induksi dalam peningkatan proses laktasi. Setelah menyusui, pada umumnya
kadar hormon somatostatin dalam ASI akan berkurang, namun pada ibu yang perokok ditemukan
kadar hormone somtostatin yang tinggi dalam ASI dan berkontribusi terhadap penurunan volume
ASI. Merokok mungkin tdak mempengaruhi kadar oksitosin yang bertanggung jawab pada
proses laktogenesis secara langsung. Namun merokok menyebabkan peningkatan hormone
epinefrin. Peningkatan hormone epinefrin (hormone adrenalin) pada kelenjar payudara
menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga dapat mengurangi jumlah oksitosin
yang beredar di pembuluh darah serta mempengaruhi kelancaran pengeluaran ASI. Bayi baru
lahir dari ibu yang perokok mengalami penundaan inisiasi reflex menghisap dan tekanan
menghisap yang lebih rendah selama proses menyusui. Studi sebelumnya menyebutkan bahwa
proses menyusui dapat diperpanjang dengan berhenti merokok atau mengurangi jumlah rorok
yang dihisap, namun hal ini masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut.
Ada beberapa laporan yang menyebutkan bahwa nikotin dalam ASI dapat menurunkan nafsu
makan bayi atau keinginan untuk menyusui karena dapat mempengaruhi pada “rasa ASI”
sehingga menyebabkan bayi tidak mau menyusui dalam waktu yang lama.

Paparan asap tembakau melalui ASI terhadap perkembangan bayi.

Bayi yang terpapar asap rokok oleh ibu mereka kemungkinan lebih tinggi mengalami otitis
media, infeksi daluran pernapasan atas dan bawah, masing-masing 2.9, 8,2, dan 15,3 kali lebih
tinggi. Nikotin (Yilmaz etal., 2009). Nikotin yang ada dalam ASI juga dapat mempengaruhi
denyut jantung bayi (Dahlström etal., 2008). Ibu yang merupakan perokok berat selama
kehamilan dan menyusui juga dapat menyebabkan bayi berisiko mengalami leukemia usia dini
(Early Age Leukimia) yang lebih tinggi (Ferreira, et al., 2012).

PEMBAHASAN

Environmental tobacco smoke (ETS) adalah campuran kompleks bahan kimia yang dihasilkan
selama pembakaran produk tembakau. Bahan kimia yang ada dalam ETS, yaitu mutagen,
karsinogen, dan racun toksik pada sistem reproduksi. Merokok pada ibu yang menyusui dapat
menurunkan produksi ASI dan masa menyusui yang lebih pendek. Ibu yang merokok saat
menyusui dapat meningkatkan risiko anemia, gangguan sistem pencernaan, gangguan
pernapasan, otitis media, infeksi skunder pada bayi premature, atau SIDS pada bayi mereka.
Dimana pada ibu yang tidak merokok, ASI yang tidak mengandung nicotine seharusnya dapat
mencegah terjadinya risiko penyakit tersebut.

Merokok selama masa menyusui juga dapat mempengaruhi komponen ASI dan sifat
pelindungnya serta mempengaruhi reflex menghisap pada bayi. Bayi yang diberi ASI oleh ibu
perorok memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kolik, gangguan tidur, gangguan denyut
jantung, probabilitas alergi tinggi, dan gangguan pernapasan. Selain itu juga,bayi dari ibu yang
perokok akan berisiko mengalami leukemia di usia dini dan SIDS.

Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi prevalensi paparan dengan menggunakan
biomarker analisis dari nicotine dan cotinine pada ASI dengan metode sensitifitas dan
spesifisitas.
Pada sebuah uji klinis, semua wanita hamil dan mneyusui harus didorong untuk berhenti
merokok. Namun bagi ibu yang merassa kesulitan untuk berhenti merokok harus didorong untuk
mencoba menyusui meskipun ada potensi bahaya kesehatan untuk bayi mereka. Kemungkinan
manfaat menyusui pada ibu yang merokok lebih baik dari pada terpapar rokok oleh ibu secara
terus menerus dan hanya mendapat makanan pendamping. Namun statement ini juga perlu di
pikirkan secara seksama, karena harus ditekankan bahwa studi sebelumnya memiliki
keterbatasan sehingga kurang dalam menganalisis kontraindikasi utama untuk menyusui bagi ibu
yang merokok dan dampaknya terhadap bayi mereka. Advokat kesehatan selalu mendukung
pemberian ASI eksklusif atas penggunaan susu formula pada bayi baru lahir. Namun, mereka
perlu menyelaraskan kembali dukungan mereka atas proses menyusui yang dilakukan oleh ibu
yang merokok karena dampak buruk yang dapat diberikan dalam menurunkan kesehatan bayi.

Sejak tahun 2013 rokok elektronik telah dipromosikan sebagai alternatif yang aman untuk
merokok. Potensi penyerapan nikotin dari rute yang berbeda-beda dan komponen lain dari
paparan rokok elektronik mungkin berbahaya untuk pertumbuhan dan perkembangan otak dan
paru-paru sebelum dan sesudah kelahiran.

Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa cairan rokok eletronik mengandung nitrosamine
spesifik tembakau yang diklasifikasikan oleh IARC sebagai karsinogenik bagi manusia (Kim dan
Shin, 2013; Farsalinos et al., 2015). Oleh karena itu penelitian yang lebih dalam tentang rokok
elektronik dan dampak nikotin pada proses kehamilan dan ASI diperlukan sebelum adanya
statement yang lebih luas tentang rokok eletronik sebagai metode alternatif untuk merokok bagi
ibu hamil maupun menyusui.

Bagi wanita yang memilih untuk tetap merokok selama periode menyusui harus dapat
meurunkan tingkat paparan bayi terhadap nikotin yang dikandung oleh rokok dengan cara ibu
harus menurunkan secara maksimal jumlah rokok yang dihisap. Ibu juga harus menyadari bahwa
interval waktu yang paling lama antara merokok dan menyusui akan mengurangi jumlah nikotin
pada bayi. Ibu maupun orang lain tidak boleh merokok dihadapan bayi, utuk menghindari
paparan secon hand smoke (perokok pasif). Lingkungan tempat bayi tinggal juga harus bebas
dengan sumber atau sisa-sisa asap tembakau. Intervensi oleh kesehatan masyarakat harus
dibentuk untuk meningkatkan perawatan prenatal dan pendidikan dini mengenai penghentian
merokok bagi kelompok wanita rentan yang berisiko tinggi mengalami komplikasi selama
kehamilan.

MIND MAP

menurunkan :volume ASI, periode menyusui, Rokok elektronik belum dapat dipastikan
sifat protektif ASI, dan reflex mengisap bayi. sebagai alternatif yang aman untuk merokok
Waktu menyapih bayi lebih cepat sehingga bagi ibu yang menyusui karena kandungan
risiko mastitis tinggi pada ibu cairan rokok elektronik bersifat karsinogenik
berdasarkan IARC.

Ibu yang merokok dan


menyusui

ASI mengandung nicotine dan


cotinine Tatalaksana :
- Berhenti merokok
- Kurangi jumlah rokok yang dihisap (jika sulit
berhenti)
- Cegah SHS pada bayi
Meningkatkan risiko gangguan sistem - Bebaskan lingkungan tempat bayi tinggal
pencernaan, pernapasan, denyut jantung, dari asap tembakau
anemia, otitis media, infeksi sekunder bayi - Edukasi dini tentang penghentian merokok
premature, SIDS, kolik, gangguan tidur, alergi, bagi ibu dengan risiko tinggi komplikasi
dan leukimiausia dini pada bayi. selama kehamilan.

Biomarker prevalensi
paparan melalui ASI yang di
konsumsi oleh bayi

Anda mungkin juga menyukai