Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

STUDI MODERASI ISLAM DI INDONESIA


“NILAI-NILAI MODERASI DAN PRINSIF BERAGAMA”
DOSEN PENGAMPU: Dr. Agus Susanto.

Kelompok 2:

Zaenal Mutakin (23.51.01.0038)


Abdul Munir (23.51.01.0045)
Fahmi Ramadhan (23.51.01.0026)

PROGRAM STUDI
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NIDA EL-ADABI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT Tuhan yang maha Esa atas segala
rahmat- nya sehingga makalah dengan berjudul “Nilai-nilai dan Prinsif Beragama” ini
dapat tersusun hingga sampai tahap penyelesaian. Dalam hal ini kami ucapkan
banyak terima kasih atas bantuan, arahan dan masukan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan materi maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini, bertujuan untuk memenuhi nilai tugas kelompok
dalam mata kuliah Studi Modersi Islam Di Indonesia. Selain itu, dengan adanya
pembuatan makalah ini dengan penuh harapan semoga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan bagi para pembaca. Dalam berupaya menulis makalah ini, tentunya
dengan penuh yakin masih banyak sekali kekurangan dan keterbatasan. Maka oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang
membacanya.

Bogor, 16 Oktober 2023

Kelompok 2

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................I
DAFTAR ISI.................................................................................................................II
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................1
C. TUJUAN MASALAH................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................2
A. NILAI-NILAI MODERASI BERAGAMA.............................................................2
1. Menelaah Makna Moderasi Beragama......................................................................................2
a. Wasatiyyah (Mengambil Jalan Tengah)....................................................................................3
b. Tawazun (Seimbang).................................................................................................................4
c. I’tidal (lurus dan tegas).............................................................................................................5
d. Tasamuh (Toleransi)..................................................................................................................6
e. Musawah (Persamaan)...............................................................................................................7
f. Syuro (Musyawarah).................................................................................................................7
g. Islah (Reformasi).......................................................................................................................8
h. Awlawiyah (Mendahulukan Prioritas).......................................................................................8
i. Tathawur Wal Ibtikar (dinamis dan inovatif)............................................................................9
j. Tahaddhur (Berkeadaban).......................................................................................................10
B. PRINSIP-PRINSIP MODERASI BERAGAMA..................................................11
1. Pancasila sebagai Landasan Moderasi Beragama di Indonesia........................................11
2. Moderasi Beragama Sesuai dengan Prinsip Pancasila......................................................12

BAB III........................................................................................................................14
KESIMPULAN............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang meliliki corak yang kompleks.
Kompleksitas yang terdapat didalamnya yakni negara yang memiliki keunikan
dan keberagaman dari segi suku, ras, budaya, adat istiadat, bahasa bahkan
kepercayaan yang dianut oleh seluruh rakyat indonesia. Rakyat Indonesia
berbaur dalam satu ikatan ideologi. Hal ini yang perlu dipertahankan oleh
seluruh rakyat yang beragam tersebut. Karena, dapat mempersatukan dan
menjaga kerukunan didalamnya demi terwujudnya negara yang aman serta
sejahtera.
Persatuan Indonesia menjadi sebuah anugrah dari tuhan dengan
berbagai macam keberagaman yang ada didalamnya. Lantas, tugas dan
kewajiban sebagai rakyat, tentunya menjaga jangan sampai tercerai berai oleh
paham ekstrimisme dan radikalisme yang masuk dengan berlindung dibalik
demokrasi. Tidak menjadi hal yang luar biasa bilamana rakyat Indonesia
mengetahui masuknya paham-paham tersebut. Perlu adanya solusi yang
ditanamkan pada jiwa dan raga yang dapat memfilter dari faham-faham yang
tidak sesuai dengan identitas negara.
Dalam konteks agama, moderasi dipahami oleh penganut dan pemeluk
islam dikenal dengan istilah islam wasathiyah atau islam moderat. Yaitu islam
yang berada di jalan tengah menghindari pada kekerasan cinta kedamaian dan
menolak terhadap faham-faham radikalisme dan ekstrimisme.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Saja Nila-nilai Yang Terkandung pada Moderasi Beragama
2. Apa Prinsif Moderasi Beragama
C. TUJUAN MASALAH
1. Menggali Nilai-nilai Yang Terkandung Pada Moderasi Beragama
2. Mendeskripsikan Prinsip Moderasi Beragama

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. NILAI-NILAI MODERASI BERAGAMA


Semenjak terjadinya perkembangan dunia saat ini dipelopori dengan
terbuka nya pusat informasi yang memiliki pengaruh terhadap pola berfikir
dan informasi yang diterima semakin liar jika tidak ada filter yang bisa
menyadari identitas bangsa.
Hilangnya identitas berbangsa yang disebabkan pengaruh pola pikir karna
dengan mudahnya menerima informasi melalui akulturasi budaya tanpa
menyesuaikan budaya local, maka hal itu dapat dengan mudah menerima
faham ekstrimisme. Akibat daripada terpengaruhnya faham ekstremisme akan
menyebabkan kerusakan Pancasila sebagai ideologi negara.
1. Menelaah Makna Moderasi Beragama
Istilah moderasi biasa lazim digunakan untuk mengungkapkan
sebuah posisi atau keadaan ditengah tengah yang tidak berada di sisi
kanan dan tidak pula berada di sisi kiri 1. Istilah moderasi merupakan
kata serapan yang diadopsi dari Bahasa latin yaitu, “moderatio” yang
berarti sedang tidak kekurangan dan tidak kelebihan. Dalam
hubungannya dengan beragama, moderasi dipahami dalam istilah
Bahasa arab sebagai Wasat atau Wasatiyah sedangkan pelakunya
disebut Wasit. Kata wasit sendiri itu memiliki makna penengah,
pelantara dan pelerai2.
Dalam konteks agama, moderasi dapat dipahami oleh penganut
kepercayaan islam dikenal sebagai islam Wasattiyah atau islam
moderat yaitu islam yang selalu mengambil jalan tengah, mencintai
kedamaian,

1
Bakir,M.,&Othman,K (2017) A Conceptual Analysis Of Wasattiyah (Islamic Moderation-IM) from
Islamic knowledge management (IKM) Persfective. Revelation and science, 7(1),21-31
2
Fauzi, Ahmad. “Moderasi islam, untuk peradaban dan kemanusiaan”. Jurnal Islam Nusantara 2.2
(2018), hlm,233

2
3

menerima nilai leluhur yang baik, menerima perkembangan zaman,


menerima setiap perubahan demi pembaharuan, menerima setiap fatwa
berdasakan kondisi geografis, budaya dan social.
Firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqaroh Ayat 143:
‫َ َ ﺷ ِﮭﯿﺪًا‬
‫َ ﻋﻠَﻰ َ وﯾَ ُﻜ ْﻮ َ َ ﻋﻠ‬ ‫َ و َﻛﺬَا ِﻟ َ ﺟﻌَ ْﻠَﻨ ُﻜ َ ً ِ ﻟّﺘَ ُﻜ ُ ﺷ‬
.
‫َن اﻟ ﱠﺮ ﺳ ْﯿ ُﻜ‬ ‫اﻟﻨﱠﺎ ِس‬ ‫ْﻢ ُا ﱠﻣﺔً و ﻄ ْﻮﻧُ ْﻮا َﮭَﺪا‬ ‫َﻚ‬
‫ْﻢ‬ ‫ُﻮ‬ ‫َء‬ ‫َﺳ ﺄ‬
‫ُل‬
Artinya: Serta demikian itulah kami sudah menjadikan kalian (umat
islam) “sebagai umat yang moderat” dan dipilih kalian supaya jadi
saksi atas (perbuatan) manusia serta supaya Rasul (Muhammad) jadi
saksi atas (perbuatan) kalian… (Q.S Al Baqaroh:143).
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa Allah SWT telah
menjadikan umat islam sebagai “Ummatan Wasathan” sebagai umat
yang adil dan terpilih, maksudnya adalah bahwa umat islam telah
memiliki kesempurnaan ajaran agama, paling baik akhlaknya dan amal
yang paling utama3. Oleh karena itu kita selaku umat islam sudah
seharusnya menjadi umat yang mencintai kedamaian agar senantiasa
menjadikan agama islam yang rahmatan lil alamin.
Islam yang rahmatan alamin memiliki ciri-ciri yang terkandung dalam
moderasi beragama yang harus ditanamkan dalam jiwa yaitu:
a. Wasatiyyah (Mengambil Jalan Tengah)
Yaitu, berpandangan dengan menggunakan jalan tengah yang
tidak melebih lebihkan dalam agama atau terlalu sempit dalam
memanadang sesuatu yang bersifat universal, yang hanya
berpedoman pada teks saja sehingga menjadikan pemikiran
yang kaku dan radikal (Fundamentalis) juga tidak mengurangi
agama, yang hanya berpedoman pada pemikiran yang
kontekstual saja mengesampingkan pedoman (AL-Qur’an dan
Hadist) sehingga terjerumus pada paham (Liberalisme) yang
sangat liar dalam memandang dan sesuka hati.

3
Mustaqim Hasan, Prinsip Kehidupan Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa, (2021), Jurnal
Mubtadi’in,Vol. No 17.
4

Berpandangan wasattiyah dapat diartikan sebagai guna untuk


merelevansikan pemahaman secara tekstual kepada
pemahaman yang secara kontekstual, pemahaman inilah yang
mampu menyelaraskan pada kondisi masyarakat dari segi
social, budaya dan bernegara.
Sehingga wasatiyah, ialah suatu pandangan ataupun prilaku
yang senantiasa berupaya mengambil posisi tengah dari dua
prilaku yang bersebrangan serta kelewatan sehingga salah satu
dari kedua prilaku yang diartikan tidak mendominasi dalam
benak serta prilaku seorang. Sebagaimana pendapat Khaled
Abou El Fadl dalam the great Theft, kalau “moderasi”
merupakan pemahaman yang mengambil jalur tengah, ialah
pemahaman yang tidak ekstrem kanan dan tidak pula ekstrem
kiri4.
Seorang hamba, sudah sewajibnya melaksanakan shalat,
puasa, haji, zakat dan ibadah sunnah lainnya, namun sudah
sehendaknya pula seorang hamba memiliki hubungan yang
baik dengan seluruh hamba yang lainnya. Artinya mesti
adanya keseimbangan antara hubungan (Hablumminallah)
seorang hamba dengan Allah SWT, dan demikian hubungan
(Hablumminannas) seorang hamba dengan hamba yang lain.
Keduanya harus seimbang antara akhirat dengan duniawi
(social, perkembangan budaya, politik dan bernegara).
b. Tawazun (Seimbang)
Tawazun merupakan pandangan keseimbangan yang dapat
mempertahankan agar tidak keluar dari segi garis hukum yang
telah ditetapkan, baik secara hukum tekstual (Al-Qur’an dan

4
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, keutamaan, dan kebangsaan (Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 13
5

Hadist) atau hukum Kontekstual (Sosial, budaya, bahasa dan


bernegara).
Islam adalah agama yang seimbang, menyeimbangkan antara
peranan wahyu ilahi dengan mendayagunakan akal rasio, serta
memberikan peranan sendiri bagi wahyu dan akal. Dalam
menjalani hidup, islam mengajarkan untuk seimbang antara
ruh dengan akal, akal dan hati, hati Nurani dan nafsu dan
sebagainya5.
Firman Allah SWT dalam Surat Al Hadid ayat 25:
...‫ْ ﺴ ِﻂ‬ َ َ ‫ﺳﻠَﻨﺎ ِت‬
‫ِ ﻟﯿَُﻘ ْﻮ ُ س‬ ‫ﻣﻌ ُﮭ ْﻢ َ ب َواﻟ ِﻤ‬ َ َ ‫وا‬ َ ُ ‫ُر‬ َ ‫ﻟََﻘ ْﺪ ا‬
‫َم اﻟﻨﱠﺎ ﺑِﺎاﻟ ِﻘ‬ ‫ْﯿ َﺰا َن‬ ‫اﻟ ِﻜﺘَﺎ‬ ‫ﺎاﻟﺒﯿَِّﻨﺎ ْﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎ‬
َ ِ‫ﺑ‬ ‫ْر ﺳ‬
‫ْﻠﻨَﺎ‬
Artinya: Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami
dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami
turunkan Bersama mereka al-kitab neraca (penimbang
keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (Q.S
Al Hadid : 25)
Dari penjelasan ayat diatas, tawazun dapat dipahami dalam
konteks moderasi adalah berprilaku adil, seimbang tidak berat
sebelah dibarengi dengan kejujuran sehingga tidak bergeser
dari garis yang telah ditentukan. Sebab, ketidak adilan
merupakan cara untuk merusak keseimbangan dan kesesuaian
jalannya alam raya yang telah ditetapkan oleh Allah yang
maha kuasa.
c. I’tidal (lurus dan tegas)
Istilah I’tidal berasal dari kata Bahasa arab yaitu adil yang
berarti sama, dalam kamus besar Bahasa Indonesia adil berarti
tidak berat sebelah, tidak sewenang wenang. I’tidal merupakan
pandangan yang menempatkan sesuatu pada tempatnya,

5
Alif Cahya Setiyadi, Pendidikan islam dalam lingkaran globalisasi., Jurnal Vol. 7, No 2, Desember
2012h.252
6

membagi sesuai dengan porsinya, melaksanakan hak dan


memenuhi kewajiban6.
Sebagai seorang muslim kita diperintahkan berlaku adil
kepada siapa saja dalam hal apa saja dan diperintahkan untuk
senantiasa berbuat Ikhsan dengan siapa saja. Karena keadilan
ini lah yang menjadi nilai luhur agama, bahkan omong kosong
kesejahteraan masyarakat terjadi tanpa adanya keadilan7.
d. Tasamuh (Toleransi)
Tasamuh jika ditinjau dari Bahasa arab berasal dari kata
samhun yang berarti memudahkan. Sedangkan menurut kamus
besar Bahasa Indonesia toleransi berarti: Bersifat menghargai,
membiarkan, membolehkan, sesuatu berbeda ataupun
berlawanan dengan pendirian sendiri.
Jadi dapat disimpulakan bahwa toleransi merupakan prilaku
menghargai pendirian orang lain, menghargai bukan berarti
membetulkan terlebih bersepakat mengikuti dan
membenarkannya.
Firman Allah SWT Surat Al Hujurat Ayat 10:
‫َ ﱠ َ ﺣ ُﻤ ْﻮ َن‬ َ‫ﻣﻨ ْﻮ ْ ﺧ ْ ُﺤ ْﻮاﺑَ ْﯿ َﻦ ا‬
‫ﷲ ﻟﻌَﻠ‬َ ‫َ وﺗﱠُﻘ ْﻮا‬ ُ ِ ‫ِاﻧﱠ َﻤﺎ اﻟ ُﻤ ْﺆ‬
‫ُﻜ ْﻢ ﺗُ ْﺮ‬ َ
‫ﻮة ﻓَﺄ ﺻ َﺧ َﻮ ْﯾ ُﻜ ْﻢ‬
ٌ َ ‫َن ِإ‬

‫ِﻠ‬
Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya
bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah kepada Allah SWT,
supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.R Al Hujurat:10).
Dalam hal beragama, toleransi tidak dibenarkan didalam
ranah beribadah. Beribadah tentunya memiliki tempat nya
masing- masing dan moderasi memandang setiap agama itu
benar menurut kepercayaan penganutnya masing-masing.
Lantas,

6
Departemen Agama RI, Moderasi Islam, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2012),
hlm.20-2
7
Nurul H. Ma’arif, Islam Mengasihi Bukan Membenci , (PT. Mizan Pustaka, 2017), hlm. 143
7

moderasi memandang toleransi hanya untuk digunakan di


dalam ruang lingkup social dan kemanusiaan untuk menjaga
kerukunan dan perdamaian.
e. Musawah (Persamaan)
Musawah berarti persamaan derajat, islam tidak pernah
membedakan dari segi personalitasnya yakni dari segi ras,
jenis kelamin, budaya, kepercayaan, tradisi dan pangkat tetapi
islam memandang semuanya memiliki persamaan dan sesuai
dengan ketetapan sang pencipta dan tidak ada yang mampu
untuk merubah atau bahkan memandang bahwa dirinya yang
paling benar.
Firman Allah SWT didalam Surat Al Hujurat ayat 13:
ِ ‫ ِا ﱠن اَ ِﻋ ْﻨَﺪ‬،‫ﺮﻓ ﻮ ا‬
‫ﷲ‬ َ‫ِﻣ ْﻦ ذَ َﻛ ٍﺮ ا َ و َﺟﻌ‬
ْ ُ َ َ‫ِ ﻟّﺘَﻌ‬ ‫ُﺷ‬ َ‫ﯾَﺎاَ ﱡﯾ َﮭﺎ اﻟﻨﱠﺎ َﺧﻠ‬
‫ْﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ‬ ُ‫ﻌ‬ ‫ْو ُا ْﻧﺜَﻰ ْﻠَﻨ ُﻜ ْﻢ‬ ‫ُس ْﻘَﻨ ُﻜ‬
‫ْﻮًﺑﺎ‬ ‫ْﻢ‬
.‫اَﺗَْﻘ ُﻜ ْﻢ ِا ﱠن َ َﺧﺒِ ْﯿ ٌﺮ‬
‫® ﻋ‬ َ
‫ِﻠ ْﯿ‬
‫ٌﻢ‬
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha mengenal”. (Q.S Al Hujurat:13).
Dari ayat diatas dapat dapat kita jelaskan bahwa semua
manusia memiliki personalitas (ras, jenis kelami, budaya,
kepercayaan, tradisi dan pangkat) yang sama diantara
manusia, hanya disi Allah lah manusia berbeda yang dilihat
dari ketaqwaan nya kepada Allah SWT.
f. Syuro (Musyawarah)
Istilah syuro berasal dari kata Syawara-yusawiru yang
memiliki arti memberikan penjelasan, menyatakan atau
8
mengambil sesuatu. Bentuk lain dari kata syawara adalah
tasyawara yang
9

berarti perundingan, saling berdialog bertukar ide, sedangkan


syawir memiliki pengertian mengajukan pendapat atau
bertukar pikiran.8
Jadi musyawarah merupakan jalan untuk menyelesaikan
masalah dengan cara duduk bersama, berdialog, berdiskusi
satu sama lain untuk mencapai pada hasil yang mufakat demi
kebaikan bersama. Dalam konteks moderasi, musyawarah
solusi untuk meminimalisir dan menghilangkan prasangka dan
perselisihan antara indvidu dan kelompok, karena musyawarah
mampu menjalin komunikasi, keterbukaan, kebebasan
pendapat, serta sebagai media silaturahmi sehingga akan
terjalin sebuah hubungan persaudaraan dan persatuan yang
erat dalam ukhuwah Islamiyah, ukhuwah watoniyah, ukhuwah
basyariah dan ukhuwah insaniyah.
g. Islah (Reformasi)
Islah berasal dari kosa kata Bahasa arab yang berarti
memperbaiki atau mendamaikan. Dalam konsep moderasi,
islah memberikan kondisi yang lebih baik untuk merespon
perubahan dan kemajuan zaman atas dasar kepentingan umum
dengan berpegang prinsi pada memelihara nilai-nilai tradisi
lama yang baik dan menerima nilai-nilai tradisi baru yang baik
pula. Maka pemahaman ini akan memberikan pesan
perdamaian bagi masyarakat yang senantiasa menyebarkan
nilai pembaharuan dan persatuan dalam hidup berbangsa.
h. Awlawiyah (Mendahulukan Prioritas)
Al-awlawiyah adalah bentuk jamak dari kata al-aula, yang
berarti penting atau prioritas. Awlawiyah juga dapat diartikan
sebagai mengutamakan kepentingan yang lebih prioritas.

8
M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, h.18
10

Menurut istilah, dari segi implementasi (aplikasi), dalam


beberapa kasus yang paling penting adalah memprioritaskan
kasus-kasus yang lebih di prioritaskan daripada kasus-kasus
yang kurang utama lainnya tergantung pada waktu dan durasi
implementasi.9
Awlawiyah dalam konteks moderasi dalam kehidupan
berbangsa harus mampu memprioritaskan kepentingan umum
yang membawa kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa. Dan
mengutamakan kepentingan yang di prioritaskan oleh bangsa
daripada kepentingan yang bersifatnya kurang utama didalam
aspek bernegara.
i. Tathawur Wal Ibtikar (dinamis dan inovatif)
Tathawur wal ibtikar merupakan sifat dinamis dan inovatif
yang memiliki pengertian bergerak dan pembaharu, selalu
membuka diri untuk bergerak aktif partisipasi untuk
melakukan pembaharuan sesuai dengan munculnya
perkembangan zaman untuk kemajuan dan kemaslahatan
umat.
Jika kita mundur ke belakang menilik sejarah masa lalu
menurut anang solikhudin, bahwa salah satu penyebab umat
islam mengalami kemunduran salah satunya dipengaruhi
kemunduran berpikir umat islam.10 Sifat pasif dan statis nya
umat islam yang sangat terpengaruh oleh doktrin faham kalam
jabariyah yang dimanfaatkan oleh para penjajah yang berusaha
menghancurkan islam sehingga umat islam memiliki pendapat
bahwa apa yang terjadi pada umat islam adalah sudah takdir
dan kehendak tuhan manusia dianggap tidak bisa menentukan
nasibnya sendiri. Tathawur wal ibtikat dalam konteks
moderasi

9
Yusuf Al-Qardhawiy, Fi Fiqh al aulawiyat, Dirasah Jadidah fi dau’ Al-Qur’an Wa al sunnah, (Jakarta:
Rabbani Press, 1996)
10
Anang Solikhudin, Merebut Kembali kejayaan islam analisis internal dan eksternal penyebab
kemunduran islam, Al Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No 1, Desember 2017, hal.136
11

yakni, bahwa moderasi membuka peluang yang sangat lebar


bagi bangsa untuk terus berkembang secara dinamis dan
inovati dalam melakukan terobosan dan perubahan bahkan
tidak menutup mata dengan munculnya perkembangan zaman
dan tidak terlena dengan apa yang telah dimiliki oleh setiap
bangsa. Karena bilamana cara berpikir suatu bangsa masih
kaku terhadap perkembangan zaman, otomatis tidak akan
adanya perubahan yang dapat mensejahterakan bangsa bahkan
akan terjerumus pada kejumudan, taklid buta dan sulit untuk
mendapatkan perubahan.
j. Tahaddhur (Berkeadaban)
Tahaddhur (berkeadaban) bisa dimaknai sebagai menjunjung
tinggi nilai moralitas, kepribadian, budi luhur, identitas dan
integritas sebagai khoiru ummah dalam kehidupan dan
peradaban manusia. Berkeadaban memiliki banyak konsep
salah satunya adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
merupakan cikal bakal dari sebuah peradaban, semakin tinggu
ilmu yang dimiliki maka akan semakin luas cara memandang
suatu hal. Luasnya pandangan akan dapat memandang dari
beragam sudut arah, sehingga akan menjadi pribadi yang
bijaksana.
Keberadaban dalam konteks moderasi dalam kehidupan
berbangsa menjadi penting untuk diamalkan, karena semakin
tinggi adab seseorang maka akan semakin tinggi pula toleransi
dan penghargaan nya kepada orang lain, memandang bukan
hanya dengan menggunakan persfektif dirinya sendiri
melainkan dengan menggunakan persfektif yang berbagai
macam.
12

B. PRINSIP-PRINSIP MODERASI BERAGAMA

Moderasi beragama merupakan prinsip yang rancang untuk beberapa


agama saja, namun rancangan prinsip moderasi beragama untuk seluruh
agama dan para penganutnya masing-masing. Karena, dalam setiap agama
selalu ada saja yang menganut faham ekstrimisme dan tentunya bagi penganut
yang lain dari agama tersebut harus mewaspadai faham-faham ekstrimisme.
Moderasi agama bukan mengajak mencampurkan agama atau indifferentisme,
melainkan menghargai keragaman agama dan tafsir kebenaran ajaran agama,
serta terjebak dalam ekstrimisme, intoleransi, dan kekerasan.
Selain itu, moderasi beragama pula bukan moderasi agama, yang
dimoderasi adalah pemahaman dan pengalaman umat beragama, yang mana
moderasi beragama bukan menjauhkan umat dari ajaran agama, justru
menginternalisasikannilai-nilai esensial agama, dan moderasi di rancang
dalam kehidupan beragama untuk umat bukan sebagai anti tesa radikalisme
tetapi penghargaan terhadap multikulturalisme.11
Kelima prinsip dan empat indicator moderasi beragama ini dikenal sebagai
Sembilan kata kunci dalam memahami konsep moderasi beragama yang
mengandung nila-nilai kebangsaan.
1. Pancasila sebagai Landasan Moderasi Beragama di Indonesia
Pancasila memiliki unsur kehidupan yang disebutkan setelah
unsur agama pada sila pertama untuk menjaga hubungan baik antar
manusia yang tergambar dari nilai kemanusiaan pada sila kedua, nilai
persatuan pada sila ketiga, nilai musyawarah untuk pengambilan
keputusan dalam sila keempat, dan nilai keadilan. dalam sila kelima.
Pancasila dijadikan dasar dari semua peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, dimana setiap peraturan yang ada tidak
boleh menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
dalam Pancasila. Pancasila juga ditetapkan sebagai ideologi
negara agar

11
Anton Ranteallo, Nilai-nilai Universal Dalam Moderasi Beragama, Kemenag RI Sulbar (2023)
13

masyarakat dapat memadukan kelima nilai tersebut menjadi suatu


karakter tersendiri dalam diri mereka sehingga dapat menerapkannya
dalam kehidupan nyata di tengah banyaknya perbedaan di lingkungan
sekitarnya.
2. Moderasi Beragama Sesuai dengan Prinsip Pancasila
Salah satu nilai yang terkandung dalam moderasi beragama
adalah toleransi. Moderasi berarti tidak berpihak pada pihak manapun,
bersikap adil, dan tidak membenci kelompok lain. Hal ini sejalan
dengan nilai-nilai Pancasila.
Dalam artian, antara pancasila dan moderasi beragama adalah
kompatibel karena keduanya menumbuhkan rasa toleransi yang besar.
Sesuai dengan ajaran agama, setiap masyarakat harus hidup rukun dan
tidak kecewa dengan orang yang memiliki kepercayaan lain. Inilah
toleransi karena meskipun berbeda keyakinan, mereka tetap bisa hidup
berdampingan, dan saling memahami.
Toleransi adalah inti dari perdamaia Setiap warga negara yang
beragama taat dan menjalankan moderasi beragama, akan berada di
tengah-tengah hukum. Ia akan tetap taat beragama tanpa menghina
orang yang beragama lain, karena ia percaya bahwa membina
hubungan dengan sesama manusia juga bermanfaat. Jika seseorang
memahami moderasi beragama, ia tidak dapat memilih teman atau
sahabat yang berasal dari berbagai latar belakang dan memiliki
keyakinan yang berbeda. Perbedaan tidak menjadi masalah karena
beliau menjunjung tinggi toleransi. Dia percaya bahwa mereka yang
tidak seiman dengannya adalah saudara dalam kemanusiaan.
Toleransi sangat penting karena ada 6 kepercayaan yang diakui
oleh pemerintah dan jika tidak ada toleransi maka dapat memicu
perang dalam masyarakat. Namun, ketika seluruh warga negara
Indonesia memahami bagaimana bergaul dan saling
menghormati, apapun
14

keyakinannya, maka akan tercipta perdamaian di Indonesia. Dengan


toleransi, hidup akan lebih indah dan orang akan bersatu satu sama
lain. Warga negara Indonesia yang menerapkan Pancasila dan
memahami moderasi beragama tidak hanya bergaul dengan orang
yang seiman, dan tidak menghina orang yang berbeda keyakinan. Ia
mengerti bahwa perbedaan itu indah. Jika ada perbedaan maka tidak
akan dibesar- besarkan.
BAB III

KESIMPULAN

Tegaknya moderasi beragama perlu dikawal bersama sama, baik oleh


perorangan atau Lembaga, baik masyarakat maupun negara. Tentunya kelompok
agama yang moderat harus lantang bersuara dan tidak lagi memilih menjadi
mayoritas yang diam. Komponen komponen itu lah yang semestinya mengawal
moderasi beragama dan dibarengi oleh seluruh para penganutnya. Setiap komponen
bangsa harus yakin bahwa Indonesia memiliki modal social untuk memperkuat
moderasi beragama. Modal social itu berupa nilai-nilai budaya local, kekayaan
keragaman adat istiadat, tradisi musyawarah, serta budaya gotong royong yang
diwarisi masyarakat Indonesia secara turun temurun.
Modal social itu harus kita rawat, demi terciptanya kehidupan yang harmoni
dalam keragaman budaya, etnis, dan agama. Jika dipikul bersama, Indonesia dapat
menjadi inspirasi dunia dalam mempraktikan moderasi beragama.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. (2021). Prinsip Moderasi Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa. Journal


An-Nur, 111-123.
Bakir M, O. K. (2017). A Conceptual Analysis Of Wasattiyah . Islamic Moderation,
21-31.
Ahmad, F. (2018). Moderasi Islam Untuk Peradaban dan Kemanusiaan. Jurnal Islam
Nusantara, 233.
Misrawi, Z. (2010). Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari, Moderasi, Keutamaan dan
Kebangsaan. PT. Kompas Media Nusantara, 13.
Setiyadi, A. C. (2012). Pendidikan Islam Dalam Lingkaran Globalisasi. Jurnal Vol. 7,
252.
RI, D. A. (2012). Moderasi Islam. Lajnah Pentashihan Mushaf AL-Qur'an, 20-2.
Ma'arif, N. H. (2017). Islam Mengasihi Bukan Membenci. PT. Mizan Pustaka, 143.
Amiruddin, M. H. (2021). Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman. Jurnal, 18.
Al-Qardhawiy, Y. (1996). Dirasah Jadidah Fi dau' Al-Qur'an Wa al Sunnah. Jakarta:
Rabbani Press.
Solikhudin, A. (2017). Merebut Kembali Kejayaan Islam Analisis Internal dan
Eksternal Penyebab Kemunduran Islam. Jurnal Pendidikan Agama
Islam, 136.
Ranteallo, A. (2023). Nilai-Nilai Universal Dalam Moderasi Beragama. Kemenag RI
Sulbar.

15

Anda mungkin juga menyukai