Anda di halaman 1dari 3

Peran Digital Health dalam Menguatkan Sistem Kesehatan di Level

Fasilitas Kesehatan dan Masyarakat


Pandemi COVID-19 yang terjadi selama kurang lebih 2 tahun ini benar-benar menyadarkan
kita bahwa teknologi mempunyai peran penting dalam menyelesaikan permasalahan di
berbagai sektor, terutama kesehatan. Seperti yang kita ketahui, selama ini pemerintah telah
melakukan pembatasan pergerakan untuk menekan penyebaran virus. Kebijakan ini tentu saja
menimbulkan banyak masalah, salah satunya kesulitan masyarakat dalam mengakses pusat
layanan kesehatan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, banyak negara di dunia termasuk
Indonesia membuat keputusan untuk menggunakan sistem teknologi kesehatan digital. (El
Otmani Dehbi et al., 2021)

Transformasi digital dan penggunaan teknologi yang optimal tentunya memudahkan pusat
layanan kesehatan dalam mengumpulkan data. Sebuah keputusan yang diambil tidak akan
keliru ketika dilihat dari data. Namun, untuk memperkuat sistem kesehatan kita tidak bisa
hanya mengandalkan pengumpulan data, tetapi data yang terintegrasi dan pelayanan
kesehatan yang lebih sederhana juga punya peran yang penting dalam mewujudkan Indonesia
yang sehat. (Budd et al., 2020)

Penggunaan teknologi kesehatan digital sungguh berguna untuk mewujudkan Indonesia yang
sehat. Hal ini didukung dengan keadaan Indonesia yang jumlah penduduknya semakin
banyak, kurangnya tenaga kesehatan, serta keadaan wilayah geografis yang beragam. Ini
semua menjadi tantangan besar, dan sudah tentu teknologi kesehatan digital menjadi
jawabannya.

Namun, apakah hanya dengan teknologi masalah kesehatan dapat teratasi?

Seperti yang kita tahu, begitu banyak aplikasi kesehatan yang sering kita jumpai bahkan
mungkin kita mengunduhnya di telepon genggam. Mulai dari aplikasi milik pemerintah,
buatan mitra swasta, bahkan layanan berbasis online chatting sering kita temukan. Namun
sayangnya, ratusan layanan aplikasi tersebut datanya tidak terintegrasi dan memiliki standar
yang berbeda. Hal ini tentu akan mempersulit tujuan awal transformasi digital, yaitu
memudahkan pengambilan kebijakan dalam mewujudkan Indonesia yang sehat.

WHO telah menyebutkan bahwa prinsip continuum of care harus dijalankan dalam melakukan
pelayanan kesehatan. Inti dari continuum of care di sini adalah fasilitas layanan kesehatan
melakukan pengamatan kesehatan pasien secara berkesinambungan. Ini artinya, perlu ada
perbaikan dalam pencatatan data yang lengkap dan akurat, sehingga peran digital dalam
mewujudkan sistem kesehatan yang terintegrasi dan efisien dapat tercapai.

Sebelum saya merumuskan poin-poin penting tentang apa saja yang perlu diperhatikan agar
peran teknologi digital dalam menguatkan sistem kesehatan dapat terwujud, izinkan saya
bercerita sedikit tentang pengalaman saya yang erat kaitannya dengan penggunaan teknologi
kesehatan digital, yaitu menjadi seorang contact tracer. Menjadi seorang contact tracer
merupakan sebuah pekerjaan yang bisa dikatakan gampang-gampang susah. Seorang art
ditugaskan untuk melacak kasus yang terkonfirmasi, melacak kontak erat serta mengedukasi
apa yang seharusnya mereka lakukan. Hal ini dilakukan untuk menekan penyebaran virus.

Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh contact tracer bisa dilakukan secara online. Mulai dari
pengumpulan data keadaan dan gejala, lokasi tempat tinggal, hingga dengan siapa saja mereka
bertemu. Setelah itu, contact tracer harus menghubungi kontak erat untuk melakukan
tindakan preventif agar tidak terjadi penularan lebih luas atau jika bergejala dapat langsung
menghubungi fasilitas kesehatan terdekat.

Data-data yang diperoleh tidak hanya ditulis begitu saja, tapi harus dimasukkan ke dalam
sistem atau aplikasi. Data-data ini penting disimpan dalam sistem yang terintegrasi agar
petugas kesehatan mudah untuk melakukan pemantauan dan pemangku kekuasaan dapat
melihat dengan jelas bagaimana situasi terkini yang terjadi di lapangan.

Memang tidak mudah untuk melakukan pemantauan dan memastikan apakah orang-orang
yang terkonfirmasi tidak melakukan mobilitas tinggi. Namun, karena sudah berbasis digital,
sebenarnya kita dapat melihat di area mana saja orang-orang yang terkonfirmasi melalui
aplikasi.

Teknologi kesehatan digital juga dilakukan oleh pemerintah di Bangladesh dengan cara yang
sedikit berbeda. Mereka meluncurkan nomor hotline yang bisa masyarakat hubungi untuk
mengetahui apakah mereka mengalami gejala COVID-19 atau tidak. (Bakibinga et al., 2020)

Edukasi kesehatan juga tidak semestinya dilakukan dengan cara tatap muka. Peran digital
sangat terasa karena semua orang di berbagai belahan dunia terhubung dan dapat menerima
informasi dengan cepat. Jika kita bandingkan dengan kejadian pandemi Influenza silam,
pastinya angka korban sangat jauh berbeda. Hal ini karena pada zaman dulu edukasi lebih
sulit dilakukan karena belum ada teknologi digital secanggih sekarang. (Khubone et al., 2020)

Untuk mempersingkat dan memperjelas, berikut ini poin-poin penting tentang apa saja yang
perlu diperhatikan agar peran teknologi digital dapat menguatkan sistem kesehatan di
Indonesia.

1. Akuntabilitas

Cakupan akuntabilitas mewakili jumlah orang dalam target populasi dalam sistem kesehatan.
Jumlah populasi yang ditetapkan harus berbeda dari jumlah yang telah disebutkan atau
ditargetkan.

2. Pasokan

Meliputi ketersediaan peralatan, sumber daya manusia, dan fasilitas kesehatan. Tidak hanya
itu, tapi tenaga kesehatan yang berkualitas juga menjadi indikator berhasilnya sistem
kesehatan. Keterjangkauan fasilitas kesehatan juga menjadi penentu. Apakah mudah diakses
atau tidak oleh masyarakat yang membutuhkan.

3. Permintaan

Fasilitas kesehatan yang mudah diakses dapat memastikan bahwa tidak ada kesenjangan yang
terjadi, baik kesenjangan fasilitas, tenaga kesehatan, dan pelayanan. Setiap orang yang telah
terdata dalam pelayanan kesehatan, bisa dipastikan akan kembali lagi ke fasilitas kesehatan
tersebut. Sehingga sistem intervensi kesehatan yang efektif, dan berkesinambungan sangat
dibutuhkan agar intervensi tercapai.

4. Kualitas
Keefektifan sistem kesehatan dapat dirusak dengan kualitas sumber daya manusia yang buruk.
Contohnya seperti ketika petugas kesehatan tidak mematuhi protokol pengobatan yang benar.

5. Keterjangkauan

Biaya yang harus dibayarkan ketika pasien mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan
biasanya dibagi menjadi dua, yaitu biaya yang dibayarkan langsung dan biaya yang
dibayarkan tidak langsung. Biaya yang harus dibayarkan ini semestinya tidak memberatkan
pasien yang dapat berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan. Sehingga sebisa mungkin
intervensi yang diberikan tepat dan dapat dijangkau oleh pasien.

Selain kelima poin tersebut, ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teknologi
kesehatan digital, yaitu persiapan dan keakuratan. Sebelum aplikasi diluncurkan dan siap
digunakan baik oleh pelayan kesehatan dan masyarakat, harus dipastikan terlebih dahulu
apakah aplikasi tersebut ‘ramah’ digunakan. Mengingat bahwa yang menggunakan aplikasi
bukan hanya datang dari generasi milenial, tapi generasi terdahulu pun juga ikut
menggunakannya.

Selain mementingkan kemudahan penggunaan, keadaan politik dan sosial budaya setempat
juga mempengaruhi inovasi serta pengembangan aplikasi. Lingkungan politik dan sosial
budaya yang mendukung tentu dapat membuat aplikasi digital health mudah untuk dijangkau
oleh semua kalangan. (Kamulegeya et al., 2020)

Lalu selanjutnya adalah keakuratan. Digital mengandalkan kecerdasan artificial intelligence


yang mana hal ini berbeda dengan kemampuan berpikir dan merasa yang dimiliki oleh
manusia. Ini artinya aplikasi atau sistem yang digunakan harus sering dilakukan evaluasi.
Agar data yang terambil tetap akurat.

Kita sepatutnya mendukung transformasi digital untuk efisiensi dan mewujudkan sistem
kesehatan yang paripurna. Namun terwujudnya sistem kesehatan yang paripurna tentu saja
harus menerapkan poin-poin yang telah disebutkan di atas.

Daftar Pustaka
Bakibinga et al. Challenges and prospects for implementation of community health
volunteers' digital health solutions in Kenya: A qualitative study. BMC Health Services
Research. 2020; 20 (1)
Budd et al. Digital technologies in the public-health response to COVID-19. Nature Medicine.
2020 August; 26: 1183-1192
El Otmani Dehbi et al. Moroccan Digital Health Response to COVID-19 Crisis. Journal
Frontiers in Public Health. 2021 August
Kamulegeya et al. Continuity of Health Service Delivery During The COVID-19 Pandemic:
The Role of Digital Health in Uganda. Pan African Medical Journal. 2020; 35: 4-6
Khubone et al. Electronic Health Information Systems to Improve Disease Diagnosis and
Management at Point-of-Care in Low and Middle Income Countries: A Narrative Review.
Diagnostics Journal. 2020 10 (5)

Anda mungkin juga menyukai