Anda di halaman 1dari 11

UTS BIMBINGAN DI SD DAN ABK

NAMA : Muzahidin

NIM : F1081221056

KELAS : 3A Reguler

NARASUMBER : Hendri Agustriandi, S.Pd

DOSEN PENGAMPU : Dr. Halida , M.Pd

1. Tulis 5 identifikasi masalah pendidikan yang terjadi di kalbar sesuai dg yang saudara
ketahui terkait layanan BK di SD dan layanan ABK (sekolah inklusif)
Jawab :
a. Keterbatasan Layanan BK di SD : Kurangnya jumlah konselor dan fasilitas yang
memadai di SD dapat menghambat penyediaan layanan BK yang efektif kepada siswa.
b. Kurangnya Kesadaran Tentang Layanan BK : Siswa, orang tua, dan masyarakat
mungkin tidak sepenuhnya menyadari manfaat dan peran BK dalam perkembangan
siswa.
c. Tidak Memadainya Fasilitas Sekolah Inklusif bagi anak ABK : Sekolah inklusif
mungkin tidak memiliki fasilitas yang sesuai untuk mendukung anak berkebutuhan
khusus dalam lingkungan inklusif.
d. Ketidaksetaraan dalam Pendidikan yang dirasakan anak ABK : Anak berkebutuhan
khusus mungkin merasa tidak mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak
tanpa kebutuhan khusus.
e. Adanya Diskriminasi dan Stigma yang terjadi kepada anak ABK : Diskriminasi dan
stigma terhadap anak berkebutuhan khusus dapat memengaruhi persepsi mereka
tentang diri sendiri dan pengalaman belajar mereka.
2. Eksplorasi penyebab 5 masalah tersebut
Jawab :
a. Keterbatasan Layanan BK di SD
Penyebab keterbatasan layanan BK di SD dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti kurangnya program pelatihan yang memadai untuk guru BK, kurangnya
dukungan dari pihak sekolah dan pemerintah dalam menyediakan program pelatihan
yang memadai, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung
pelaksanaan layanan BK, kurangnya kerjasama antara pihak sekolah dan guru BK, dan
kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang layanan BK di masyarakat dan
lingkungan sekitar
Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan keterbatasan layanan BK di SD
adalah kurangnya waktu yang dimiliki oleh guru untuk memberikan layanan BK secara
pribadi, terbatasnya jumlah guru BK yang tersedia, dan kurangnya dukungan dari orang
tua siswa dalam mengakses layanan BK
Kurangnya sumber daya manusia dan fasilitas untuk layanan BK di sekolah dasar.
Ini dapat menyebabkan kurangnya dukungan bagi siswa dalam aspek psikososial dan
perkembangan pribadi mereka.
Hasil wawancara : Penyebab keterbatasan layanan BK di SD:
Keterbatasan Sumber Daya: SD kurang sumber daya seperti konselor yang terbatas,
ruang konseling yang minim, dan anggaran terbatas.
Prioritas Kurikulum: Fokus SD pada kurikulum inti seperti matematika, bahasa,
dan ilmu pengetahuan, sehingga BK sering tidak menjadi prioritas.
Keterbatasan Waktu: Konselor BK di SD memiliki waktu yang terbatas untuk
melayani banyak siswa.

b. Kurangnya Kesadaran Tentang Layanan BK


Kadang-kadang, orang tua dan siswa mungkin tidak sepenuhnya menyadari
manfaat dari layanan BK di SD. Kurangnya kesadaran tentang peran penting konselor
sekolah dapat menjadi masalah yang serius. Kurangnya Kesadaran Tentang Layanan
BK di SD disebabkan oleh kurangnya sosialisasi tentang pentingnya layanan BK di
masyarakat dan lingkungan sekitar. Sosialisasi tentang pentingnya layanan BK masih
kurang dilakukan, sehingga masyarakat belum memahami betapa pentingnya layanan
ini bagi siswa, Dan juga kurangnya informasi dan pemahaman tentang layanan BK di
masyarakat dan lingkungan sekitar juga mempengaruhi. karena Sebagian masyarakat
belum paham tentang layanan BK dan belum tahu bahwa layanan ini dapat membantu
siswa dalam mengatasi masalah pribadi, sosial, dan akademik.
Hasil wawancara : Kurangnya kesadaran tentang layanan Bimbingan dan
Konseling (BK):
Kurangnya Informasi: Ketidaktersediaan informasi yang cukup tentang layanan BK
dapat mengakibatkan kurangnya kesadaran akan manfaatnya.
Stigma atau Stereotip Negatif: Stigma atau stereotip negatif terhadap penggunaan
BK dapat membuat orang ragu untuk menggunakannya.
Ketidakpercayaan: Beberapa individu mungkin tidak percaya bahwa BK dapat
membantu mereka, mungkin karena pengalaman buruk sebelumnya.

c. Tidak Memadainya Fasilitas Sekolah Inklusif bagi anak ABK


Penyebab tidak memadainya fasilitas sekolah inklusif bagi ABK dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti kurangnya dukungan dari pihak sekolah dan pemerintah
dalam menyediakan fasilitas yang memadai, kurangnya sarana dan prasarana yang
memadai untuk mendukung pelaksanaan pendidikan inklusi, serta kurangnya tenaga
pengajar khusus yang terlatih dalam memberikan layanan pendidikan inklusi. Selain
itu, rendahnya mentalitas pendidikan inklusi di masyarakat juga dapat menjadi faktor
penyebab tidak memadainya fasilitas sekolah inklusif bagi ABK
Bagi siswa dengan kebutuhan khusus, sekolah inklusif yang kurang fasilitas dapat
menjadi masalah. Ini dapat menghambat akses mereka ke pendidikan yang setara.
Hasil wawancara : Penyebab ketidakmemadainya fasilitas sekolah inklusif bagi
ABK:
Kurangnya Anggaran: Keterbatasan anggaran dapat menghambat pembangunan
fasilitas dan sumber daya untuk pendidikan inklusif.
Kurangnya Pelatihan untuk Guru dan Staf: Guru dan staf mungkin tidak memiliki
pelatihan yang cukup dalam mendukung ABK.
d. Ketidaksetaraan dalam Pendidikan yang dirasakan anak ABK
Tidak seluruh siswa berkebutuhan khusus mendapatkan kurikulum adaptif dan RPI
membuat sebagian besar anak pengajaran terhadap ABK dan pendidikan inklusif itu
sendiri. pelaksanaan kebijakan sekolah dalam hal pengulangan kelas di mana ABK
disamakan dengan anak normal. Permasalahan ini disebabkan kurangnya pemahaman
guru maupun sekolah terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Apabila dilihat dari temuan-temuan di lapangan, penyebab kurangnya pemahaman
guru bukan terletak pada kurangnya pelatihan mengenai pendidikan inklusif,
melainkan pada kurangnya kolaborasi antara guru kelas dan GPK dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sehingga guru kelas tidak memiliki
pengetahuan mengenai penerapan pendidikan inklusif itu sendiri. Temuan ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunanto dalam Dieni Laylatul Zakia
(2015:112) di antaranya menyatakan bahwa: (1) pada awalnya pembelajaran diterima
oleh guru kelas, kini bergeser pada ketergantungan pada guru khusus atau guru
pendamping. Hal ini menyebabkan kurangnya peran guru dalam pembelajaran bagi
ABK. (2) motivasi, kerjasama dalam mengatasi masalah tidak tampak dan tidak
dilakukan melalui kolaborasi sebab seluruh aktivitas belajar ABK dari perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi diserahkan sepenuhnya kepada guru pendamping.
Seyogyanya, guru di sekolah inklusif saling berkolaborasi dalam pelaksanaan program
pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Sukinah, (2010:45) bahwa guru bekerja dalam
tim, guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumber daya lain dalam
perencanaan, atau setiap pembagian raport
Hasil wawancara : Ketidaksetaraan dalam pendidikan antara anak dengan
kebutuhan khusus (ABK) dan anak tanpa kebutuhan khusus (normal) disebabkan oleh
diskriminasi, kurangnya akses, fasilitas yang tidak sesuai, kurangnya pelatihan guru,
kebijakan yang tidak mendukung, stigma sosial, dan kurangnya dukungan. Mengatasi
ketidaksetaraan memerlukan inklusi, pelatihan, dan perubahan kebijakan untuk
memastikan akses dan dukungan yang setara bagi semua anak.
e. Adanya Diskriminasi dan Stigma yang terjadi kepada anak ABK
Beberapa siswa ABK mungkin menghadapi diskriminasi dan stigmatisasi di
lingkungan sekolah. Menciptakan lingkungan yang inklusif dan menerima untuk semua
siswa adalah tantangan penting. Penyebab diskriminasi dan stigma tersebut adalah
Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang kebutuhan dan hak-hak siswa ABK,
Kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat dalam menghapus stigma negatif
dan perilaku diskriminasi terhadap siswa ABK, Adanya persepsi dan stigma negatif
terhadap siswa ABK dari masyarakat dan lingkungan sekitar.
Hasil wawancara : Penyebab diskriminasi dan stigma terhadap ABK:
Kurangnya Pengetahuan: Kurangnya pemahaman tentang kebutuhan khusus ABK
bisa memicu prasangka dan ketakutan.
Stereotip dan Mitos: Stereotip dan mitos bisa menciptakan persepsi negatif yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
Ketakutan akan yang Berbeda: Ketakutan atau ketidaknyamanan terhadap
perbedaan dapat menyebabkan penolakan atau diskriminasi terhadap ABK.

3. Sebutkan solusi apa yang terbaik dari 5 masalah tersebut.


Jawab :
a. Solusi Keterbatasan Layanan BK di SD
Dilakukan upaya-upaya seperti menyediakan program pelatihan yang memadai
untuk guru BK, meningkatkan dukungan dari pihak sekolah dan pemerintah dalam
menyediakan program pelatihan yang memadai, menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai untuk mendukung pelaksanaan layanan BK, meningkatkan kerjasama
antara pihak sekolah dan guru BK, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
layanan BK di masyarakat dan lingkungan sekitar, mengelola waktu dengan baik untuk
memberikan layanan BK secara pribadi, meningkatkan jumlah guru BK yang tersedia,
dan meningkatkan dukungan dari orang tua siswa dalam mengakses layanan BK
Solusi berdasarkan hasil wawancara :
 Peningkatan Sumber Daya: Tingkatkan sumber daya untuk BK, termasuk
penambahan konselor, ruang konseling, dan anggaran yang cukup.
 Pelatihan yang Lebih Baik: Berikan pelatihan yang lebih baik kepada
konselor BK.
 Penyuluhan dan Kesadaran: Lakukan penyuluhan kepada guru, siswa, dan
orang tua tentang manfaat BK di SD.
Solusi menurut saya : Dilakukan upaya-upaya seperti meningkatkan kerjasama
antara guru BK dengan guru mata pelajaran, meningkatkan sarana dan prasarana, serta
memberikan pemahaman yang lebih baik kepada siswa tentang peran dan fungsi guru
BK

b. Solusi Kurangnya Kesadaran Tentang Layanan BK


Untuk mengatasi kurangnya kesadaran tentang layanan Bimbingan dan Konseling
(BK), beberapa solusi seperti sekolah dan pemerintah dapat mengadakan kampanye
edukasi untuk memberikan informasi kepada siswa, orang tua, dan masyarakat tentang
pentingnya BK dalam perkembangan siswa, mengadakan seminar, lokakarya, atau
pelatihan untuk siswa, orang tua, dan guru tentang manfaat BK dan teknik konseling,
sekolah dapat aktif berkolaborasi dengan orang tua untuk meningkatkan kesadaran
mereka tentang peran BK dalam perkembangan anak.
Solusi berdasarkan hasil wawancara :
Kampanye Edukasi: Adakan kampanye edukasi untuk menyebarkan informasi
tentang layanan BK kepada siswa, orangtua, dan masyarakat.
Membangun Kesadaran Positif: Edukasi untuk mengubah persepsi negatif terhadap
BK dan menghapus stereotip yang salah.
Kolaborasi dengan Komunitas: Bekerjasama dengan organisasi masyarakat dan
pusat kesejahteraan untuk meningkatkan kesadaran tentang layanan BK, termasuk
penyediaan di luar sekolah.
Solusi menurut saya : Perlu dilakukan upaya-upaya seperti meningkatkan promosi
dan sosialisasi tentang layanan BK, memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
peran dan fungsi guru BK, serta meningkatkan dukungan dari orang tua dan guru mata
pelajaran
c. Solusi Tidak Memadainya Fasilitas Sekolah Inklusif
Dilakukan upaya-upaya seperti meningkatkan dukungan dari pihak sekolah dan
pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang memadai, menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai untuk mendukung pelaksanaan pendidikan inklusi,
meningkatkan jumlah tenaga pengajar khusus yang terlatih dalam memberikan layanan
pendidikan inklusi, serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pendidikan inklusi bagi ABK
Solusi berdasarkan hasil wawancara :
Peningkatan Anggaran: Meningkatkan alokasi anggaran untuk mendukung fasilitas
dan sumber daya pendidikan inklusif.
Pelatihan Guru dan Staf: Memberikan pelatihan yang memadai kepada guru dan
staf tentang pengajaran inklusif dan penanganan kebutuhan khusus
Solusi menurut saya : Perlu dilakukan upaya-upaya seperti meningkatkan sarana
dan prasarana yang memadai, memberikan pelatihan dan dukungan kepada tenaga
pengajar khusus, meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kebutuhan dan hak-
hak ABK dalam pendidikan, serta meningkatkan dukungan dari pihak sekolah dan
pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang memadai

d. Solusi Ketidaksetaraan dalam Pendidikan


Dalam pembelajaran di sekolah, guru harus mengeksplorasi kemungkinan adanya
ketidakmampuan belajar seorang siswa pada komponen tertentu dari sekolah dan/atau
yang mulai menunjukkan kesulitan perilaku. Guru harus memperlakukan siswa
berkebutuhan khusus secara berbeda berdasarkan standar yang ada pada tingkat belajar
mereka. Siswa berkebutuhan khusus kehilangan pendidikan yang sesuai ketika mereka
diajar pada tingkat yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Anak-anak dengan
ketidakmampuan belajar mungkin mengalami masalah dalam aspek akademik, sosial,
dan emosional. Masalah-masalah ini dapat mereka atasi dengan menghadiri kelas
pendidikan khusus dan perhatian orang tua.
Dukungan yang perlu diberikan kepada anak berkebutuhan khusus dapat berasal
dari dukungan keluarga dan juga dukungan sosial. Keluarga, sebagai lingkungan
terdekat, memainkan peran penting dalam memberikan dukungan sosial kepada anak
berkebutuhan khusus. Pentingnya dukungan sosial keluarga bagi anak-anak
berkebutuhan khusus dikarenakan keluarga adalah lingkungan pertama yang dapat
menjadi sumber dukungan alamiah bagi mereka. Dukungan sosial dari lingkungan
sekitar juga sangat dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus. Mereka memerlukan
keyakinan bahwa mereka dapat diterima di lingkungan sekitar.
Dalam pendidikan, setiap anak berkebutuhan khusus menerima tiga jenis
pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan non-formal.
Anak berkebutuhan khusus juga menerima dukungan sosial dari berbagai pihak,
terutama orang tua. Orang tua dapat memberikan dukungan dengan memfasilitasi anak-
anak mereka untuk melakukan aktivitas seperti anak-anak normal, seperti bermain
dengan teman-teman di lingkungan sekitar, mengikuti kegiatan keagamaan, atau
bahkan mengikuti kelas seperti karate, meskipun dengan pengawasan yang lebih ketat
dibandingkan anak-anak normal lainnya.
Solusi berdasarkan hasil wawancara : Solusi untuk mengatasi ketidaksetaraan
dalam pendidikan antara anak dengan kebutuhan khusus (ABK) dan anak normal
melibatkan inklusi pendidikan, pelatihan guru, perubahan kebijakan yang mendukung
inklusi, fasilitas yang sesuai, mengurangi stigma sosial, memberikan dukungan khusus,
evaluasi berkala, dan partisipasi keluarga. Upaya bersama ini akan memastikan akses
dan dukungan yang setara bagi semua anak.
Solusi menurut saya : Menyediakan program pelatihan yang memadai untuk guru
ABK di sekolah inklusif, memberikan pelatihan dan dukungan kepada tenaga pengajar
khusus, meningkatkan dukungan dari pihak sekolah dan pemerintah dalam
menyediakan program pelatihan yang memadai, meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan tentang inklusi dan ABK di masyarakat dan lingkungan sekitar,
menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan inklusi, meningkatkan dukungan dari keluarga dan masyarakat dalam
menghapus stigma negatif dan perilaku diskriminasi terhadap siswa ABK, mengelola
waktu dengan baik untuk memberikan perhatian khusus pada siswa ABK,
meningkatkan kerjasama antara guru dan orang tua dalam pelayanan pada ABK, serta
melakukan penilaian yang objektif terhadap kemampuan siswa ABK
e. Solusi Adanya Diskriminasi dan Stigma yang terjadi kepada anak ABK
Keluarga, terutama orangtua, dapat mengatasi stigma terhadap anak mereka dengan
memberikan dukungan penuh, kepercayaan, dan motivasi. Mereka percaya bahwa anak
berkebutuhan khusus dapat melakukan aktivitas normal seperti anak-anak lainnya,
meskipun mungkin memiliki beberapa kekurangan. Orangtua memberikan dukungan
sosial, baik secara emosional, dengan memberikan alat bantu, dan memberikan
informasi yang dapat berpengaruh pada perkembangan anak berkebutuhan khusus,
sehingga anak tidak merasa berbeda dari anak-anak normal (Floyd & Olsen, 2017).
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu peran keluarga berfungsi dengan baik,
karena orangtua berupaya untuk merawat anak dengan sebaik mungkin. Dukungan dari
keluarga, terutama orangtua, memberikan kepercayaan diri kepada anak berkebutuhan
khusus, mendorong mereka untuk belajar hal-hal baru dan mencoba pengalaman baru.
Setiap orangtua dapat menjadi contoh yang baik bagi anak mereka, memberikan
perhatian, cinta, dan kasih sayang yang diperlukan untuk perkembangan anak.
Solusi berdasarkan hasil wawancara : solusi untuk mengurangi diskriminasi dan
stigma melibatkan Edukasi, kesadaran masyarakat, inklusi, dan mengubah persepsi
negatif melalui penyebaran informasi dapat membantu mengatasi diskriminasi dan
stigma terhadap ABK.
Solusi menurut saya : Menyediakan program pelatihan yang memadai untuk guru
ABK di sekolah inklusif, memberikan pelatihan dan dukungan kepada tenaga pengajar
khusus, meningkatkan dukungan dari pihak sekolah dan pemerintah dalam
menyediakan program pelatihan yang memadai, meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan tentang inklusi dan ABK di masyarakat dan lingkungan sekitar
DAFTAR PUSTAKA

Rifani, Latifa Garnisti. "Evaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan
khusus di SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta." WIDIA ORTODIDAKTIKA 5.9 (2016):
951-962.

Fitriani, Erda, et al. "Problematika layanan bimbingan dan konseling di sekolah." Naradidik:
Journal of Education and Pedagogy 1.3 (2022): 174-180.

Noprita, Noprita, Muswardi Rosra, and Shinta Mayasari. "Kendala Pelaksanaan Kegiatan
Bimbingan dan Konseling." ALIBKIN (Jurnal Bimbingan Konseling) 3.3 (2014).

Umami, Febriana Nur. "Permasalahan dalam Pengelolaan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar
Negeri Piyaman III Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul." Hanata Widya 5.4
(2016).

Hanifah, Diva Salma, et al. "Tantangan Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Dalam Menjalani
Pendidikan Inklusi Di Tingkat Sekolah Dasar." Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat (JPPM) 2.3 (2021): 473-483.

Dulisanti, Reza. "Penerimaan sosial dalam proses pendidikan inklusif (studi kasus pada proses
pendidikan inklusif di smk negeri 2 malang)." Indonesian Journal of Disability Studies 2.1
(2015): 38-46.

RESTRI, NOVIANTI. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA MINAT PESERTA


DIDIK DALAM MEMANFAATKAN BIMBINGAN DAN KONSELING INDIVIDU DI
SMK BAKTI MUDA WIYATA PASIR SAKTI LAMPUNG TIMUR. Diss. UIN RADEN
INTAN LAMPUNG, 2023.

Dulisanti, Reza. "Penerimaan sosial dalam proses pendidikan inklusif (studi kasus pada proses
pendidikan inklusif di smk negeri 2 malang)." Indonesian Journal of Disability Studies 2.1
(2015): 38-46.
Limbong, Mesta. "Upaya Guru Melakukan Pelayanan Bimbingan dan Konseling Pendidikan Dasar
9 Tahun (Studi Kasus di Perkebunan Kelapa Sawit)." PROCEEDING SEMINAR DAN
LOKAKARYA NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING 2017. 2017.

Anda mungkin juga menyukai