Anda di halaman 1dari 60

Dikubur 26 Tahun Jasad Masih Utuh Secara Teori Tidak Masuk Akal

jenazahSudah Siapkah Kita Menghadapi Kematian ?

***

Sampai sejauh ini, tak ada orang yang hidup kembali dari kematiannya sehingga dapat
berbagi cerita tentang pengalamannya, selama di alam kematian, dengan demikian mari
kita gali dan kita keetahui perihal kematian, melalui Al-quran.

Kematian, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran, sangat jauh berbeda dari kematian
medical, hal ini terkait dengan Surat Al – Waqiah yang artinya “Maka mengapa ketika
nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat”. (QS. Al Waqiah (56) : 83 – 85).

Kematian orang beriman penuh berkah : “(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam
keadaan baik, oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka):
Salaamunalaikum. Masuklah kamu ke dalam surga itu, disebabkan apa yang telah kamu
kerjakan”. (QS. An-Nahl (16) : 32)

Ayat-ayat ini menguak fakta penting tak terbantah tentang kematian: saat datangnya
kematian, jalan yang dilalui oleh orang mati dan hal-hal yang dapat diamati merupakan
pengalaman yang berbeda-beda, misalnya, seseorang yang menghabiskan seluruh
hidupnya sebagai seorang kafir dan degil barangkali nampak mengalami “kematian yang
damai”, Akan tetapi, ruh, yang berada pada dimensi berbeda, merasakan kematian yang
menyakitkan.

Sedangkan ruh orang beriman, meskipun nampak menderita, seperti kaum muslimin
dimanapun berada yang saat ini ditimpa dan menjadi korban gempa, misalnya, akan
tetapi ruh mereka meninggalkan jasadnya dalam keadaan ‘terhormat’.

Al-quran menjelaskan sejumlah kesukaran-kesukaran yang dialami orang kafir ketika


nyawa mereka dicabut, karena malaikat membuat perhitungan dengan ruh atau jiwa orang
kafir saat kematiannya: “Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut)
mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? Yang
demikian itu adalah karena mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah
dan (karena) mereka membenci (apa-apa yang menimbulkan) keridlan-Nya”. QS.
Muhammad (47) : 27-28.

Dalam Al-quran dijelaskan pula mengenai “tekanan-tekanan sakaratul maut”, di mana


saat itu malaikat mengabarkan tentang adanya azab yang kekal: “…………. Alangkah
dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang-orang yang zalim (berada) dalam
tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya,
(sambil berkata): ”Keluarkan nyawamu!” Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang
sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang
tidak benar, dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”. QS.
Al-An’am (6) : 93.

”Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang kafir seraya
memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakan olehmu siksa neraka yang
membakar” (tentulah kamu akan merasa ngeri). Demikian itu disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya”. QS.
Al- Anfal (8) : 50-51.

Sebagaimana dijelaskan oleh ayat di atas, kematian orang kafir diliputi kesengsaraan,
ketika orang-orang di sekitarnya melihatnya begitu tenang di pembaringan, sesungguhnya
azab fisik dan spiritual sedang dialaminya, Malaikat maut mencabut nyawanya,
menimpakan penderitaan dan kehinaan baginya. Dalam Alquran, malaikat yang
mencabut nyawa orang-orang kafir digambarkan: “Demi (malaikat-malaikat) yang
mencabut (nyawa) dengan keras”. QS. An-Naziat (79) : 1.

Tahap terakhir bagaimana nyawa atau ruh dicabut dijelaskan sebagai berikut : “Sekali-
kali jangan! Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan
dikatakan (kepadanya); Siapakah yang dapat menyembuhkan? dan bertaut betis (kiri)
dengan betis (kanan)”. (QS. Al-Qiyamah (75) : 26-29).

Saat itu, orang kafir mendapati kebenaran yang dibantahnya semasa hidupnya, Dengan
kematian, ia akan menerima segala konsekuensi dari dosa dan bantahannya, Malaikat
memukul punggungnya dan mencabut nyawanya dengan keras, dan itu hanya sebagian
kecil dari duka panjang yang menantinya.

Sebaliknya, kematian orang-orang beriman merupakan awal dari kebahagiaan abadi.


Tidak seperti orang kafir yang menderita kepahitan, “jiwa orang beriman dicabut dengan
lemah lembut”. QS. An-Nazi’at (79) : 2.

“Dan Malaikat berkata; Salaamunalaikum ! Masuklah kamu kamu ke dalam surga itu
disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”.(QS. An-Nahl (16) : 32.

Ini sama seperti dalam keadaan tidur, dalam tidur, jiwa / ruh masuk ke dimensi lain,
seperti digambarkan dalam ayat berikut : “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya
dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah
jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain
sampai waktu yang ditentukan”. QS. Az-Zumar (39) : 42.

Ini adalah kebenaran tak terbantahkan mengenai kematian. Penampakan luar dari
seseorang yang menjelang ajal yaitu tatkala malaikat memukul wajah dan punggungnya,
maupun ketika nyawanya sampai ke kerongkongannya, hanya jiwa orang-orang yang
mengalaminya yang dapat merasakan dan melihat gambaran ini.

Akan tetapi, kematian sejati dirasakan di dalam setiap sudut oleh orang yang sedang
sakaratul maut dalam dimensi yang sama sekali tidak dikenal oleh orang yang
menyaksikan kematian dari luar. dengan kata lain, apa yang dialami dalam kematian
adalah “perubahan dalam dimensi”.

Sudah banyak yang membuktikan dan melihat sebagai contoh yang telah Allah SWT
tunjukan pada kita khususnya warga Jakarta dan Tangerang baru baru ini, Allah
melindungi dan menjaga dari kehancuran akan tubuh seorang ulama dari Daerah
Tangerang yang bernama : KH.Abdullah, atau pada daerah daerah lain dipenjuru bumi
ini, bersama ini saya lampirkan cuplikan berita dan sumber dimaksud.

**

Dikubur 26 Tahun Jasad Masih Utuh Secara Teori Tidak Masuk Akal

Jakarta- Lahan seluas lapangan bulutangkis itu kini hanya tinggal puing-puing. Dulu di
lahan tersebut berdiri sebuah musala yang diberi nama An-Najat. Di musala itu KH.
Abdullah memberikan pengajian kepada murid-muridnya, sejak tahun 1950-an.

Nama Kiai Abdullah kini ramai menjadi perbincangan di Tangerang karena jasadnya
yang sudah dikubur selama 26 tahun ternyata masih utuh bahkan bau wangi. Kondisi
jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu. Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan
rambutnya memutih.

Sepanjang hidupnya, Kiai Abdullah banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan
mengajar agama. Menurut Achmad Fathi, putra Kiai Abdullah, sewaktu muda Kiai
Abdullah sempat dibimbing Kiai Mursan, seorang ulama yang tinggal di kampung
Blenduk, Batu Ceper, Tangerang, yang letaknya sekitar 2 kilometer dari kediamannya.

Setelah 5 tahun menuntut ilmu di Kiai Mursan, pria kelahiran 16 Desember 1919 itu
kemudian diperintah KH Marsan untuk menambah ilmu di Darul Ulum, Mekkah, Arab
Saudi. Di sana ia belajar selama kurang lebih 7 tahun.

Kiai Abdullah akhirnya pulang ke tanah air setelah gurunya, Syekh Yasin, asal Padang,
Sumatera Barat, memintanya pulang ke Indonesia, untuk menularkan ilmunya kepada
masyarakat, khususnya di wilayah Batu Ceper, Tangerang.

“Ayah saya diperintahkan pulang untuk mengajar oleh Syekh Yasin, saat perang dunia ke
II (1939-1945), ” jelas Achmad Fathi saat ditemui detikcom.

Sesuai perintah gurunya, Kiai Abdullah kemudian mulai memberikan pengajian di sekitar
rumahnya. Sistem pengajaran yang dilakukan Kiai Abdullah bukan model pesantren
melainkan berbentuk majelis.

Lokasi pengajian dilakukan di Musala An-Najat sejak beduk Magrib hingga jam
sembilan malam. Usai pengajian, biasanya murid-murid bermalam di musala dan pulang
selepas salat Subuh berjamaah.
Materi pengajian yang diajarkan Kiai Abdullah berupa ilmu Fiqih (hukum) maupun tafsir
Al Quran. Adapun kitab-kitab yang diajarjakan, antara lain, Jurmiyah, Nahwu, Shorof,
Fathul Qorib, Fathul Muin, maupun tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam Jalaludin As-Suyiti.

Saat mengajar, sang kiai dikenal sangat tegas. Namun meski dikenal galak dalam
mengajar, murid-muridnya justru semakin hari semakin bertambah. Mereka umumnya
datang dari daerah Batu Ceper dan wilayah Tanggerang.

Selain mengajarkan ilmu agama, Kiai Abdullah juga mengajarkan murid-muridnya cara
bercocok tanam. Saat siang hari biasanya murid-muridnya bekerja di sawah maupun
kebun pepaya milik Abdullah. “Murid-murid kalau siang hari ditugasi mengelola sawah
dan kebun milik keluarga kami,” jelas Achmad Fathi.

Kesolehan dan ilmu yang mumpuni yang dimiliki Kiai Abdullah lama-lama tersiar ke
seantero Tangerang. Itu sebabnya, Pemda Tangerang pada tahun 1973 memintanya untuk
menjadi Wakil Ketua Pengadilan Agama Tengerang.

Namun sekalipun telah bekerja di pemerintahan, sikap sederhana dan rendah hati tetap
melekat dalam diri Kiai Abdullah. Setiap bekerja ia hanya menggunakan sepeda ontel.

Jarak antara rumahnya ke Pengadilan Agama Tangerang berjarak sekitar 10 kilometer.

“Kata bapak hidup sederhana dan apa adanya merupakan perintah Nabi Muhammad
SAW. Karena itu selama hidup bapak tidak mau hidup secara berlebih-lebihan, ” jelas
Abdul Zibaki, anak Kiai Abdullah Lainnya.

Selama hidup Kiai Abdullah memiliki tiga orang istri, yakni Rohani, Maswani, dan
Romlah. Ia pertama menikah dengan Rohani, yang merupakan putri gurunya, KH
Mursan, sekitar tahun 1945. Dari pernikahannya dengan Rohani, dikarunia dua orang
anak. Namun tidak lama setelah melahirkan anak kedua, Rohani meninggal dunia.

Selang dua tahun kemudian Kiai Abdullah menikah lagi dengan Maswani, yang
merupakan tetangga rumahnya. Dari Maswani, Kiai Abdullah dikaruniai 5 orang anak.
Dan lagi-lagi istri keduanya ternyata pergi menghadap Sang Pencipta lebih dulu darinya.
Maswani wafat tahun 1980.

Setelah kematian istri keduanya Kiai Abdullah sebenarnya tidak mau menikah lagi.
Namun karena desakan anak-anaknya, ia akhirnya menikah dengan Romlah, warga
tetangga Desa Juru Mudi. “Kami merasa kasian sama bapak karena tidak ada yang
mengurusinya. Makanya kami mendesaknya untuk menikah lagi,” tutur Mukhtar Ali,
anak sulung Kiai Abdullah.

Namun dari pernikahannya dengan Romlah, Kiai Abdullah tidak dikaruniai anak hingga
ia wafat pada 22 Oktober 1983. Kiai Abdullah meninggal dunia lantaran penyakit ginjal
yang dideritanya. Sebelum meninggal ia sempat dibawa ke Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Kiai Abdullah dimakamkan di belakang musala An-Najat berdasarkan wasiat yang


disampaikannya kepada anaknya, Mukhtar sebelum meninggal. Sang kiai beralasan ingin
dikubur di sana mengingat musala itu merupakan tempat perjuangannya pertama kali di
dunia dakwah.

Musala tempatnya pertama kali mengajar seakan menjadi kenangan sendiri bagi
Abdullah.

Meskipun ia sebenarnya juga telah mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang diberi
nama Islahuddiniyah, sejak tahun 1970-an. Lokasi madrasah itu persis berada di depan
rumah Kiai Abdullah.

Soal utuhnya jasad Kiai Abdulah setelah dikubur selama 26 tahun dikatakan salah
seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Said Budairy sebagai karunia Allah.
Menurutnya, jenazah itu dilindungi oleh Allah.

“Kejadian seperti itu sudah sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Dan biasanya
yang jasadnya seperti itu adalah orang-orang yang hafidz Alquran dan alim,” jelasnya.

Ditambahkannya, untuk melihat kealiman si jenazah bisa dilihat dari perjalanan hidup
almarhum.

“Dan kalau seperti yang saya dengar kiai itu sebagai orang yang ahli ilmu, itu sudah tidak
salah lagi. Berarti kiai itu dilindungi Allah di dalam kuburnya,” imbuhnya.

Sementara Agus Hendratno, anggota Ikatan Ahli Geologi Yogyakarta mengatakan, dari
teori geologi, memang bisa saja jasad manusia yang dikubur akan tetap utuh.

Penyebabnya mungkin saja di dalam tanah itu tidak terdapat hewan organik yang bisa
mengubah jasad manusia, seperti kulit dan daging menjadi tanah.

Menurut Agus, dalam peristiwa utuhnya jenazah Kiai Abdullah mungkin saja bisa
disebabkan di liang lahat tidak terdapat hewan organik.

“Sebenarnya peristiwa utuhnya jenazah masuk lebih kepada urusan spiritual. Tapi kalau
mau dikait-kaitkan ke dalam teori geologi, bisa saja di liang lahat itu tidak terdapat
hewan organik,” urainya. Tapi, kata Agus, bila lokasi tanah yang berair dan lembab
seperti di wilayah Batu Ceper, yang dikenal dahulunya merupakan daerah rawa-rawa,
teori itu terbantahkan. Dengan kata lain Agus berpendapat jika peristiwa utuhnya jenazah
Kiai Abdullah sangat unik dan di luar kebiasaan. (ddg/iy).

***
Sumber: berbagai sumber dan :
http://www.detiknews.com/read/2009/08/21/173439/1187447/159/secara- teori-tidak-
masuk-akal

QS. Al-Baqarah (2) :154. “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang
gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya”.

Semoga bermanfaat bermanfaat.

Penulis: Mujiarto Karuk

#
erva kurniawan 8:02 pm on 2 November 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Berhenti dan Lihat Yang Baik

PemulungKlontang…klontang …klonteng. …,bunyi botol kaleng bekas minuman ringan


membentur jalan aspal dan rupanya bukan jatuh namun sengaja dibuang oleh pemiliknya
karena sudah habis isinya. Lemparan kaleng tersebut rupanya dilempar sengaja mengarah
ke sudut tertentu – sambil berlalu dengan kendaraan roda duanya. Tempat yang dituju
oleh pemilik kaleng kosong tersebut adalah mendekati seorang pemulung yang sedang
berjalan sambil memperhatikan sekitarnya – berharap ada sesuatu barang yang dibuang
pemiliknya yang masih dapat dimanfaatkan olehnya.

“Woy…”! teriak pemulung tersebut.

“Liat-liat dong buang sampah…buta apa?”, lanjutnya. Sementara pemilik kaleng tersebut
hanya menoleh dari atas motornya & segera melanjutkan perjalannya sambil mengangkat
tangan sebagai tanda permintaan maafnya.

Pemulung tersebut mulai mencari tahu benda apa yang dilempar orang tsb ke arahnya.
Dia mulai berhenti berjalan, melihat ke kiri, ke kanan, memutar badan ke kiri dan
memutar badan ke kanan semata hanya untuk memenuhi rasa keingintahuannya. Bahkan
dia sampai harus menanyakan orang yang kebetulan dekat dengannya apa dan ke mana
jatuhnya benda yang dilempar ke arahnya itu. “Itu tuh Pak jatuh ke selokan,”ujar
sesorang lelaki yang sedang membuka gembok pintu warungnya yang baru akan dibuka
pagi itu.

Pemulung tersebut bergegas menuju selokan sesuai arah yang ditunjuk oleh lelaki
tersebut dan mendapatinya sebuah kaleng bekas botol minuman ringan yang berwarna
biru tersangkut diantara sampah. Segera dia melepaskan gendongan besar yang berada di
punggungnya, meletakannya di atas trotoar dan sementara dirinya berjongkok hingga
lututnya menyentuh trotoar dan mulai menggunakan kaitan besi yang dibawanya untuk
meraihnya. Sedikit aga sulit untuk meraih kaleng tersebut, namun usaha pemulung
tersebut membuahkan hasil juga dan berhasil mendapatkan kaleng bekas minuman
tersebut dan dimasukannya ke dalam keranjangnya. Kemudian pemulung tersebut pun
pergi melanjutkan perjalanannya mencari rezeki hari itu.

Saya yang memperhatikannya dari awal kejadian itu, berkali-kali berucap syukur pada
Tuhan (Alloh SWT) atas pelajaran yang diperlihatkanNYA dari peristiwa tesebut. Ada
keyakinan dalam diri saya (InsyaAlloh benar) bahwa pengendara sepeda motor tersebut
memang sengaja membuang kaleng bekas minuman ringannya itu ke arah pemulung agar
dapat dimanfaatkan oleh pemulung tersebut sebagai bagian dari rezekinya hari itu.

Padahal bisa saja pengendara motor itu membuangnya langsung ke selokan, atau ke
tempat sampah yang ditemuinya di perjalanannya atau membuangnya ke sembarang arah.
Tapi itu semua tidak dilakukannya dan Tuhan (Alloh SWT) lah yang menggerakan
pengendara motor tersebut agar memberikan kaleng bekas minuman tersebut ke
pemulung itu.

Sementara sang pemulung tidak menyadari bahwa dia sedang mendapatkan rezeki,
namun malah marah dan mengupat pengendara motor itu. Sang pemulung hanya bereaksi
spontan yang mungkin didasarkan atas perasaan “jadi orang kecil”, atau mungkin
kemarahan karena tidak dihargai orang lain, atau kekecewaan akan nasib hidupnya yang
kurang beruntung, atau masalah yang sedang dihadapinya dan atau banyak kemungkinan-
kemungkinan lainnya yang jadi alasan dari reaksinya itu (dan mungkin kita juga akan
berbuat hal yang sama seperti sang pemulung tersebut dan mungkin juga dengan berbagai
alasan yang sama dengan pemulung tersebut).

Beruntung sang pemulung berhenti dari kondisi tersebut (sebenarnya dikarenakan juga
oleh pengendara motor tsb yang lebih memilih pergi & tidak meladeni makian sang
pemulung) – yaitu kondisi dimana dia masih meributkan lemparan ke arahnya dan
perasaan-perasaanny a yang terpicu akibat lemparan tersebut (kesulitan). Sang pemulung
mulai mencari tahu apa yang di lemparnya dengan proses pembelajaran di dalamnya
(sang pemulung harus tengok kiri, tengok kanan dan bahkan bertanya pada orang lain)
dan setelah mengetahuinya – justru apa yang dimakinya malah memberikannya
keuntungan (kemudahan) yaitu dia mendapatkan sebuah kaleng kosong yang dapat dia
manfaatkan meskipun dia harus sedikit usaha untuk mendapatkannya (kesulitan).

Terakhir…. (dan ini yang sering kita melupakannya) sang pemulung pergi begitu saja
dengan raut muka yang datar, biasa-biasa saja, tanpa perasaan bahagia dan tanpa terucap
sedikit syukur atas rezekinya – seolah ini adalah hasil usahanya sendiri. Seolah-olah tidak
ada campur tangan orang lain dalam rezeki yang didapatnya dan seolah-olah Tuhan
(Alloh SWT) tidak menggerakan “KuasaNYA” sehingga rezekiNYA dapat sampai pada
sang pemulung itu dengan baik dan bukan ke pemulung yang lain.

Sepertinya sang pemulung masih merasa marah & kesal atas perlakuan pengendara motor
itu. Padahal….itulah rahasia Tuhan (Alloh SWT) yang Maha Tahu dengan cara
bagaimana DIA berkomunikasi dengan hambaNYA. Sebuah rahasia yang berisi ujian
kesulitan dan kemudahan dalam satu paket untuk hambaNYA yang mau “berhenti dan
melihat yang baiknya saja”.

***

“Kaya itu bukanlah banyak harta benda, tetapi kaya ialah kaya hati (HR.
Bukhori/Muslim) “

Sumber: daarut tauhid

Fathy Farhat khantengah berdiskusi Toggle Comments

*
Fathy Farhat khan 3:49 pm on 4 November 2009 Permalink

Assalamu’alaikum, salam kenal….Subhanallah, tulisan yang selain memberikan


pencerahan ide baru juga sangat inspiratif kawan, nice blog, keep on blogging!!!
kayaknya yang betul tauhid uluhiyah bukan ufuhiyah deh, salah ketik kali ya? :-) artikel-
artikel untuk menjadi muslim kaya juga bisa aku temukan di sini : http://muslim-
kaya.blogspot.com/

#
erva kurniawan 7:53 pm on 1 November 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Bertaubatnya Si Gay

siluet masjid 7Oleh: Yudi Rohim

***

Pagi itu, hari senin sekitar pukul 7.30 tapi aku lupa tanggal berapa di tahun 2005, aku
tengah bersantai membaca koran pagi ketika telepon itu berdering. Sebagai seorang
marboth masjid, aku harus melayani jamaah termasuk jika ada telepon.

Salam menyapa, “Assalamu’alaikum”, sapaku.

“Wa’alaikumsalam”, jawabnya.

“Maaf mas, boleh saya datang ke Al Ghifari”, tanya si penelepon.

“Oh.. tentu boleh, silakan”, jawabku.

Sekitar 1 menit kemudian terdengar lagi salam sambil mengetuk pintu kamar marboth.
“Assalamu’alaikum”.

“Wa’alaikumussalam”. Aku keluar melihat siapa yang datang.

“Maaf mas saya yang tadi nelpon”.

“Hah.. cepet amat, emang tadi nelpon dari mana?”, tanyaku.

“Oh dari telepon umum yang ada di depan”, jawabnya.

“Lho, kenapa ga datang aja langsung?”. Dulu di depan masjid memang ada telepon
umum koin.

“Mmm, untuk memastikan aja ada orang atau ngga”, katanya.

“Oh, silakan duduk mas”. Kupersilakan ia duduk di kursi depan tempat wudhu akhwat.

“Tahu dari mana telepon Al Ghifari?”, tanyaku.

“Di depan kan ada tulisannya”.

O iya ya pikirku. “Ada yang bisa saya Bantu?”, tanyaku.

“Mmm, boleh saya cerita mas?”.

“Boleh, silakan”.

“Tapi mas jangan marah ya?”.

“Lho kenapa saya harus marah?”, tanyaku.

“Mmm, begini mas”.

Dia bercerita kepadaku panjang lebar tentang jalan hidupnya. Bermula dari aktivitasnya
selama di kampung halamannya yang aktif di remaja masjid. Lalu diterimanya ia di IPB
untuk kuliah. Wah, anak IPB juga rupanya dan ternyata seangkatan. Itulah yang membuat
kami kian akrab. Aku fakultas MIPA, dia dari fakultas yang lain, cuma dia D3. Akhirnya
dia masuk ke inti pembicaraan. Semula aku mengira ia akan meminta bantuan keuangan
seperti banyak orang yang telah datang ke Al Ghifari dengan berbagai alasan. Tapi
ternyata aku salah, dia malah menceritakan masalah penderitaan hidup yang dia alami
selama ini.

Selama di IPB ia kesulitan masalah biaya. Tapi ia adalah orang yang mandiri yang tidak
mau menyulitkan orang tuanya. Maka ia berusaha mencari uang sendiri mulai dari
menjual koran hingga menyemir sepatu. Sampai pada akhirnya, ia mengalah, sepertinya
tidak mungkin meneruskan kuliah dan ia pun memutuskan untuk berhenti.
Di tengah usahanya mencari kehidupan, ia bertemu seseorang yang baik yang ingin
menawarkan pekerjaan. Langsung saja ia terima tawaran tersebut, bahkan ia ditawari
tempat tinggal bersama orang tersebut di sekitar Ciapus. Awalnya ia diperlakukan dengan
sangat baik. Namun beberapa hari kemudian ia merasakan hal yang aneh dalam rumah
tersebut. Penghuni rumah adalah laki-laki semua, tetapi kemesraan sesama lelaki terjadi
di sana. Sampai pada suatu saat ia dipaksa melakukan hal itu, sebab jika tidak ia akan
dibunuh.

Ya, ia diper**** oleh sesama lelaki. Setiap hari! Karena memang itu aktivitas penghuni
jika sudah berkumpul. Mulai dari sakit yang ia rasakan, tertekan batin sampai kenikmatan
dan ketagihan yang ia rasakan selama menghuni rumah tersebut selama beberapa bulan.

Setelah itu, ia mangkal tiap malam di daerah Taman Topi dan depan DPRD. Biasa,
mencari pelanggan. (Ternyata ada lho di Bogor, mungkin banyak). Dan itu ia lakukan
selama sekitar 3 tahun lebih.

Namun suatu saat, ketika ia tengah bersantai sambil nonton sinetron, ia mendapati
sinetron yang katanya religius, tentang azab kepada kaum gay. Menonton sinetron itu, ia
ditertawakan oleh yang lain. Namun setelah hari itu, ia merasa gelisah. Hatinya takut jika
yang ia tonton itu terjadi pada dirinya. (ternyata ada juga manfaat sinetron begituan).
Terlebih ia pun sudah mengidap penyakit kelamin. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan.
Akhirnya ia memutuskan harus keluar dari lingkungan itu. Ia pun kabur menuju
keluarganya di daerah Cibinong.

Ia bercerita hal yang sama seperti yang ia ceritakan kepadaku. Namun keluarganya
tersebut malah mengusir dia dengan hinaan. “Pergi kamu, jijik saya ngeliat kamu.
Pergi..pergi. .”. Begitulah ia menceritakan kepadaku. Hal itu membuat dirinya kecewa
dan merasa tidak berguna. Suatu saat ia ingin bunuh diri, tapi urung ia lakukan karena
takut.

Akhirnya ia kembali lagi ke rumah itu. Beberapa bulan kemudian dia kembali teringat
sinetron itu. Dan kali ini dia memutuskan benar-benar akan pergi. Entah ke mana, yang
penting pergi. Lebih baik mati dari pada hidup seperti itu. Begitulah katanya. Sampai
tidak sengaja dia melewati masjid Al Ghifari. Dia berharap ada yang bisa membantu
masalahnya, minimal memberikan dorongan moril buatnya. Begitulah ia bercerita
kepadaku sambil menangis.

Terus terang, sebenarnya aku pun merasa jijik mendengarnya, terutama ketika ia bilang ia
sudah terkena penyakit kelamin. Ingin aku menjauhinya, meski tidak ingin mengusirnya.

Tapi tidak tega, terlebih ketika ia bilang, “mas saya ingin tobat, saya ingin pulang, ingin
bertemu ibu, ingin mencium kakinya”. Tidak terasa air mataku pun meleleh. Aku peluk
dia. Entah”¦ tiba-tiba hilang rasa jijikku. Yang aku tahu, ada orang yang membutuhkan
pertolongan saat itu. Mungkin inilah tugasku menjadi seorang da’i yang bermanfaat bagi
orang lain.
Aku tenangkan dia, lalu aku ajak masuk ke kamar marbot. Aku suruh tunggu karena mau
membeli makan buatnya. Setelah itu kami makan bersama, terpaksalah aku membatalkan
puasa sunnahku untuknya. Kemudian aku tawarkan pengobatan kepadanya.

“Mau ga dibekam?”.

“Apa tuh mas dibekam?”.

Lalu aku jelaskan mengenai bekam.

“Ga mau ah mas, pasti sakit”.

“Ya paling sakitnya sedikit”.

“Ga ah, takut ngeliat darah”.

Dia tak mau, akhirnya aku aja ia ke tempat temanku yang bisa refleksi. Setelah diperiksa,
ia memang menjerit ketika ditekan titik untuk saluran pembuangan. Aku tidak langsung
cerita ke temanku itu. Setelah itu kami istirahat. Untuk meyakinkan diri kalau ia benar-
benar ingin taubat, aku tahan ia selama 3 hari di Al Ghifari. Setiap hari aku kasih makan.
Kadang diajak jalan-jalan.

Bahkan aku ingin membuktikan kalau ia dulu pernah aktif di remaja masjid. Ternyata ia
memang bisa baca Qur’an meski tidak lancar. Dia bilang, dia ingin lagi aktif seperti dulu,
belajar agama. Dia janji kalau sudah sampai rumah ia ingin belajar agama lagi.

Ketika malam aku ajak dia tidur di dalam kamar. Dia menolak, tapi aku paksa. Akhirnya
dia mau. Kami tidur bersebelahan, karena memang tidur di karpet. Aku terjaga tidak bisa
tidur memikirkan yang terjadi hari ini, kok bisa-bisanya aku mendapati hal ini. Sambil
juga memikirkan, khawatir aku diapa-apain waktu tidur. Tapi segera kusingkirkan pikiran
itu, terlebih dia sudah tertidur lelap, mungkin karena cape dan menahan sakitnya.

Tiga hari sudah dia di Al Ghifari. Shalat 5 waktu, baca Qur’an. Aku melihat sepertinya
ada kesungguhan dalam dirinya untuk berubah. Malamnya aku persiapkan perbekalan
untuknya pulang kampung. Aku berikan ia sebuah tas kenang-kenangan milikku, sebuah
Al-Qur’an satu-satunya yang sangat kusayangi, sebuah surat dan seluruh uang
mengajarku yang tidak seberapa. Tidak kupikirkan diriku yang tak punya uang lagi,
meski sempat bertanya dalam hati, entar gua makan apa ya. Tapi bodo ah, yang kutahu
manusia hanya akan mati kalau memang rezkinya sudah habis. Sebelum berangkat, aku
tawarkan ia untuk bertahan di Al Ghifari. Tapi ia katakan tidak. Ia sudah bertekad untuk
pergi dari Bogor. Ia ingin kembali ke kampung halamannya dan memulai hidup baru.
Aku antar ia sampai naik angkot. Dan terakhir kami berpelukan kembali. Ia mengucapkan
terima kasih. Dan ia berjanji akan kembali ke rumahnya dan tidak akan kembali ke
kehidupan yang jahiliyah itu lagi. Dan ia pun akan mengingatku seumur hidupnya.

Setelah itu, baru aku cerita kepada marbot yang lain siapa orang itu. Yang lain hanya bisa
heran”¦

Ya Allah selamatkanlah dia dan kami. Tunjukilah jalan yang terbaik buat dia dan kami.
Ya Allah, Engkau Maha segalanya, jika Engkau tidak sempat mempertemukan kembali
di dunia ini, maka pertemukanlah kami di surga-MU ya Allah”¦

Teruntuk saudaraku Yeri (bukan nama sebenarnya), moga engkau sehat saja selalu dan
telah sembuh dari penyakitmu. Semoga kau hidup bahagia di samping ibumu, di
kampung halamanmu, di Sumatra Barat.

***

Lipatan Kisah Dari Sebuah Perjalanan

siluet masjidOleh: David Sofyan (daarut tauhid)

***

Satu tahun yang lalu ketika memasuki bulan Rajab , tidak banyak yang menunaikan
sholat duha di masjid itu, kecuali seorang pemuda yang selalu membawa tas ransel. Dia
bekerja tidak jauh dari area masjid yang terletak di bilangan Jakarta Utara. Sholat sunnah
dhuha memang tidak se familiar sholat sunnah rawatib yang selalu mengapit sholat fardu.
Banyak orang menganggap sholat dhuha adalah sholat kepentingan sama halnya dengan
sholat hajat, hanya saja dhuha lebih di fokuskan dengan masalah rezeki. Walaupun tidak
semua seperti itu tapi kita tidak juga bisa menutup mata dengan bertebarannya dalil
kecukupan rezeki bagi orang yang menunaikanya, sehingga jika ada yang
menunaikannya karena meminta dimudahkan rezeki oleh Allah adalah wajar saja.

Memasuki bulan Syakban, kondisi masjid mulai bertambah seiring dengan sunnah puasa
di bulan ini maka bertambah juga orang yang menunaikan sholat dhuha. Puncaknya
adalah bulan Ramadhan, apalagi pada sepuluh hari terakhir, maka susah untuk
membedakan mana yang datang dari luar untuk menunaikan sholat dhuha dan mana yang
telah berdiam diri disana dari hari sebelumnya. Mengginjak bulan Syawal kembali masjid
tersebut sepi. Kami seperti reuni dalam kesunyian, mengapai ridho Allah dalam hal
rezeki, mengais harapan dari setiap doa dan bersimpuh untuk meraih setiap kesempatan
yang diberikanNya.

Namanya Ahmad, bekerja sebagai office boy pada sebuah perusahaan multi nasional. Dia
ingin meningkatkan karirnya dengan cara melanjutkan pendidikan keperguran tinggi.
Setelah tamat sekolah menengah tingkat atas di telah bekerja di berbagai tempat dan
mulai menabung untuk biaya memasuki perguruan tinggi pada sore hari selepas bekerja.
Dia selalu merasa ada saja masalah yang menghinggapinya sehingga setiap hari lari
kemasjid mengadu kepada Allah, dia tidak mempunyai teman yang bisa di percaya untuk
berbagi cerita, sedangkan orang tuanya ada di kampung. Saya sempat bercanda
dengannya dengan mengatakan bahwa Allah mungkin senang berdua dengannya
sehingga selalu di titipkan sebuah masalah agar dia selalu kembali kepadaNya. ” Benar
sih mas tapi saya ingin berdua dengan Allah bukan karena sebuah masalah, tapi karena
memang saya ingin berdua denganNya dengan hati damai” katanya mencoba berharap
lain.

Hari demi hari berlalu dan seperti biasa setiap pagi kami selalu bertemu dan menunaikan
sholat dhuha secara terpisah mencari sudut yang paling ideal berdialog denganNya.
Memasuki bulan Rajab yang lalu, saya kehilangan dia dan berlanjut pada bulan Syakban
dan Ramadhan. Memasuki bulan Syawal, sewaktu perusahaan baru mulai beraktifitas
kembali setelah libur lebaran. Saya bertemu dengannya di masjid yang sama dengan
penampilan yang berbeda. ” Saya sudah tidak bekerja di sini lagi mas , udah pindah ke
Jakarta barat, saya coba mampir kesini mau silaturahim sama mas dan teman-teman di
kantor lama” katanya menerangkan. Allah telah menjawab teriakan doa yang di
panjatkannya gumam saya didalam hati. ” kayaknya banyak kemajuan nih, ” canda saya
kepadanya. ” saya jadi bingung mas, sebenarnya cobaan saya itu kekurangan saya dulu
atau kelebihan saya sekarang, saat ini saya jarang sholat dhuha karena kantor di daerah
saya kerja sekarang jauh dari masjid, sedangkan kalau sholat dikantor selalu saja ada
halangannya karena tempat sholatnya dekat dengan pantry. Saya sekarang udah kuliah
sore mas, tapi saya jadi sering ketinggalan sholat maghrib paling telat diakhir waktu.
Setiap pagi kerinduan berdialog dengan Allah tergantikan dengan bercanda dengan teman
di kantin karena suasana kantinnya asyik sekali karena yang makan disana cantik-cantik
dan baik-baik ” katanya seperti tidak mau untuk bercerita, tetapi waktu memaksa kami
untuk berpisah.

Mulai hari itu masjid itu kembali sepi, saya mencari sudut dari masjid tempat dulu ahmad
melaksanakan sholat dan merasakan kehadiran Allah dalam nuansa ketakutan, Saya
selalu gelisah dengan pencapaian-pencapai an yang tidak pernah berakhir dengan
memuaskan tetapi saya lebih takut ditinggalkan Allah dalam keadaan tertawa. Saya tidak
lagi berani berdoa ini dan itu……hanya diam dan terpaku, tiba-tiba hati ini diliputi
suasana bahagia…lau hening , entah dari mana asalnya lalu seperti di tuntun berdo’a ” Ya
Allah berikanlah kapadaku keikhlasan menerima segala kehendakmu atas jalan hidupku
dan jadikanlah sabar di hati sebagai rasa syukur atas segala cobaanMu dan hiasilah rasa
syukur didada ini dengan sebuah kesabaran dalam menerima amanahMU”

***

#
erva kurniawan 6:31 pm on 29 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Surga untuk Suami Saya
water-lily 1Jakarta -Pagi itu, semua berjalan seperti biasa saja. Semua sibuk mengerjakan
pekerjaan masing-masing apalagi hari itu banyak sekali kegiatan yang harus dipersiapkan
oleh kami di Dompet Dhuafa.

Namun yang pasti hari itu, saya mendapatkan lagi pelajaran betapa sesungguhnya
memberi pelayanan yang terbaik itu berlaku itu semua orang. Tak peduli apakah itu orang
kaya, atau orang yang terlihat kaya atau terlihat biasa-biasa saja.

Pertama soal betapa prasangka itu, tidaklah benar. Menyangka ibu tua renta yang datang
dengan anaknya itu tadinya adalah orang yang akan meminta bantuan, namun nyatanya ia
malah muzakki yang dari dana zakatnya program rumah sehat terpadu kami insyaAllah
dapat terwujud.

Kedua, jangan pernah melihat orang dari fisiknya saja. Yang disangka meminta malah
membayar. Semoga Allah membuka hati ini terus-menerus untuk dapat menangkap
kebaikan. Amin.

Bermula dari datangnya ibu dan anaknya, wajahnya biasa-biasa saja. Bahkan nampak
sekali kerut-kerut di wajahnya membuat ia tampak semakin tua dan lelah saja. Ia datang
untuk meminta penjelasan tentang program rumah sehat terpadu yang rencananya kami
bangun di depan sekolah unggul bebas biaya di Parung, Bogor.

”Boleh, saya mendapatkan infomasi tentang Rumah Sehat Terpadu,” tanyanya perlahan.

”Boleh Ibu, informasi apa yang ingin Ibu dapatkan. Rumah Sakit itu sengaja kami beri
nama Rumah Sehat, karena kami ingin agar mereka yang datang mendapatkan layanan
kesehatan di Rumah Sehat tersebut menjadi sehat. Sementara kata terpadu dikarenakan di
lokasi itu nantinya akan terintregasikan seluruh program-program pendidikan, kesehatan,
ekonomi, yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Semuanya kami berikan gratis. Bahkan
kami berencana membangun masjid kaca” ujar Herdi, amil Dompet Dhuafa.

”Siapa saja yang boleh mendapatkan layanan kesehatan gratsis itu?” tanyanya lagi.

Kami semua menyangka bahwa ibu tua itu mengharapkan bantuan untuk mendapatkan
layanan kesehatan cuma-cuma itu. Ternyata tidak. Ia hanya ingin memastikan lagi bahwa
dana zakat yang diserahkan oleh para muzakki ke Dompet Dhuafa itu memberikan
dampak yang besar bagi masyarakat.

”Ok Nak Herdi, saya ingin membayarkan zakat saya, di mana lokasi Bank Mandiri
terdekat di sini? Bila sudah transfer saya akan kabari Nak Herdi.”.

Herdi terhenyak kaget, dan semakin kaget lagi begitu ia ingin segera membayarkan zakat
tanpa menunda waktu.

”Bank Mandiri tak jauh dari sini Ibu. Saya bisa antarkan.”
”Tak usah, nanti saja bila sudah saya tranfer saya akan kembali untuk dapatkan bukti
setor zakatnya. Tolong berikan no rekening Dompet Dhuafa di Bank Mandiri.”

Herdi pun sibuk mencari no rekening Dompet Dhuafa di Bank Mandiri. Padahal nomor
itu ada di brosur DD, tapi seolah tak ada. Jadi sulit untuk dicari. Sampai menjumpai no
rekening nya. ”Ahh ini nomor nya Bu..!”

”Saya minta izin dahulu nanti saya kembali lagi bila sudah mentransfer”.

Belum lagi 5 menit handphone Herdi pun, berdering. ”Bisa di cek ke rekening Dompet
Dhuafa, saya baru saja mentransfer Rp 150 juta,” suara dibalik telepon itu terdengar agak
samar.

”Mohon maaf Ibu, berapa yang Ibu transfer nanti akan kami cek segera ke Bank
Mandiri.”

”Rp 150 juta, Mas,” ujar ibu itu.

Masya Allah sebanyak itu, Alhamdulillah ya Allah, semoga Allah memberikan


kemuliaan pada Ibu itu.

”Sebentar itu kami akan cek, Mbak Endang tolong di cek di Bank Mandiri, apakah sudah
masuk transfer sebesar Rp 150 juta untuk Rumah Sehat Terpadu.”

”Sudah Mas,” sahut Endang dari balik ruangan.

”Alhamdulillah Ibu, sudah masuk ke rekening kami.”

Hmm Luar biasa, lihatlah katanya-katanya, ”Saya bayarkan zakat ini untuk suami saya
yang telah wafat. Saya berharap zakat yang saya tunaikan ini, memudahkan jalan bagi ia
menuju surga, seperti yang selama ini diharapkannya.”

”Amin Ibu, kami berdoa semoga almarhum mendapatkan tempat yang mulia dan tinggi
atas zakat yang Ibu tunaikan hari ini. Semoga Allah memberikan pahala atas harta yang
telah diberikan dan menjadikan suci serta keberkahan atas harta Ibu yang tersisa.”

”Amin”

***

Pembaca yang mulia, kisah ini membuat saya harus sering berdoa semoga saya bisa
seikhlas mereka dalam sedekah dan belajar juga untuk menjauhkan diri dari prasangka.
Sambil terus mendoakan para muzakki agar doa dan harapannya segera terwujud.
Penulis, Yuli Pujihardi adalah Corporate Secretary & Resources Mobilization Director
Dompet Dhuafa.

#
erva kurniawan 6:22 pm on 28 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Menggali Cita-cita

White_water_LilyJakarta -Sebuah perusahaan tambang emas di Amerika merekrut


seorang ahli tambang yang punya reputasi baik dan terkenal. Membayangkan prospek
galian emas yang sangat menggiurkan perusahaan ini berani mematok bayaran tinggi
kepada ahli tambang ini.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, insinyur tambang ini kemudian men-set tim dan
menyiapkan perlengkapan tambang yang paling modern di kala itu. Maka dimulailah
pengerjaan penambangan, menggali lokasi yang diduga mempunyai mempunyai tanah
yang mengandung bulir-bulir emas di dalamnya. Seluruh tim dikerahkan, seluruh teknik
penambangan mutakhir dimanfaatkan.

Tahun pertama telah dilalui oleh tim ini tanpa hasil emas yang bararti. Yang didapati
hanyalah tanah hitam yang keras. Penggalian pun berjalan seperti melamban. Para
penggali tambang mulai kelelahan dan kehilangan semangat. Sang insinyur tambang
harus memompakan keyakinan agar timnya tidak loyo.

Tahun kedua telah terlewati. Tak juga tambang ini menghasilkan emas seperti yang
diimpikan. Seluruh tim kelihatan tak lagi punya harapan. Yang disalahkan adalah
perencanaan tambang yang salah dalam mencari lokasi. Reputasi sang ahli tambang
mulai dilecehkan. Ia sendiri gamang dan menjadi menyesal. Ia merenungi perencanan
dan perkiraan yang salah sehingga merugikan industri tambang yang ia pimpin.

Dalam keputusasaan itu tepat dua tahun usia lokasi penambangan itu, ia menutup lokasi
tambang tersebut. Dalam catatannya kepada pemilik perusahaan dia menulis “penelitian
tim ahli saya akan potensi tambang ini mungkin salah, lahan ini benar-benar tak
mengandung emas”. Tambang ini dijual murah.

Di awal tahun ketiga, pemilik baru tambang terlihat di halaman depan surat kabar waktu
itu dalam pose memegang bungkil-bungkil emas dengan tersenyum lebar. Ia berhasil
menemukan emas dalam jumlah besar, sesuai dengan perkiraan perencanaan tim ahli
pertambangan. Sang pemenang ini ketika ditanya kiat suksesnya mengatakan “Dig Little
More”. Ya! Gali Lebih Dalam Lagi!

Cerita ini semoga memompakan semangat kepada kita untuk tak putus asa di tengah
perjuangan. Karena kesuksesan selalu saja milik pribadi yang ulet dan sabar. Maka ketika
di ujung doa harapan kita terselip kata “di manakah pertolongan itu?”, maka tancapkan di
dada kita bahwa pertolongan Allah SWT teramat dekat. Teruskan berikhtiar. Gali Lebih
Dalam Lagi !. Karena kemenangan dan pertolongan Allah adalah janji yang pasti.

***

Penulis, Moh Arifin Purwakananta adalah Direktur Program Dompet Dhuafa, Ketua
Humanitarian Forum Indonesia dan Vice President Association of Fundraising
Proffesional Jakarta Chapter.

#
erva kurniawan 6:01 pm on 17 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Falsafah Truk Sampah

siluet masjidSuatu hari saya naik sebuah taxi dan menuju ke Bandara. Kami melaju pada
jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parkir
tepat di depan kami. Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil
berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut.

Pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya dan mulai menjerit ke arah
kami. Supir taxi hanya tersenyum dan melambai pada orang orang tersebut. Saya benar-
benar heran dengan sikapnya yang bersahabat. Maka saya bertanya, “Mengapa anda
melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke
rumah sakit!” Saat itulah saya belajar dari supir taxi tersebut mengenai apa yang saya
kemudian sebut :

“Hukum Truk Sampah”.

Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah. Mereka berjalan keliling
membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin
penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, dan
seringkali mereka membuangnya kepada anda. Jangan ambil hati, tersenyum saja,
lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.

Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda
temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan. Intinya, orang yang sukses adalah
orang yang tidak membiarkan “truk sampah” mengambil alih hari-hari mereka dengan
merusak suasana hati.

Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka:Kasihilah
orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yang tidak.

Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana
kamu menghadapinya.
Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu,tapi tentang bagaimana belajar menari
dalam hujan.

***

Sumber: email teman.

Ermilatengah berdiskusi Toggle Comments

*
Ermila 3:49 pm on 18 Oktober 2009 Permalink

Menari dalam hjn..? hsilnya demam dunk..

#
erva kurniawan 5:52 pm on 16 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Renungan: Kasih Ibu

kasih-sayang-ibuPada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah,
Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan disuatu jalan, ia
baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya
aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai
uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata “Nona,
apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”

“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu

“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai.

“Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera
makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

“Ada apa nona?” Tanya si pemilik kedai.

“tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi !, tetapi,?
ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan
kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah”

“Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan
ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata
“Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu
semangkuk bakmi dan kau begitu terharu.

Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa
kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya”

Ana, terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal
tersebut?

Untuk semangkuk bakmi dr orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi
kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak
memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku
bertengkar dengannya.

Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke
rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada
ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan
cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah
“Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan
makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak
memakannya sekarang”.

Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain disekitar kita
untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita.

Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita,
kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup Kita.

***

Renungan:

Bagaimanapun kita tidak boleh melupakan jasa orang tua kita.

Seringkali kita menganggap pengorbanan mereka merupakan suatu proses alami yang
biasa saja; tetapi kasih dan kepedulian orang tua kita adalah hadiah paling berharga yang
diberikan kepada kita sejak kita lahir. Pikirkanlah hal itu??
Apakah kita mau menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang tua kita? Hai anak-
anak, taati dan hormatilah orang tuamu dalam keseharianmu, karena itulah hal yang indah
dimata tuhan.

Sumber: email teman.

usman, ermila, dan ikankritingtengah berdiskusi Toggle Comments

*
ikankriting 2:15 pm on 17 Oktober 2009 Permalink

bro, bagi gambar bajaj-nya yah.. keren! hahaaa


*
ermila 3:56 pm on 18 Oktober 2009 Permalink

Mknya surga tu dibwh tlpk kaki ibu, bkn penjual bakmi


*
usman 11:30 am on 16 Desember 2009 Permalink

sesosok jiwa yang melekat sesosok hati yang tertanam tak dapat di gantikan dengan
sejuta rasa di dunia ibu membrikan semua pada kita dan tak mengharapkan balasan
sedikitpun tapi kenapa kita ga pernah memikirkannya
kenapa….. kenapa….. kenapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????????

#
erva kurniawan 5:41 pm on 15 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Sebuah Kisah Cinta Sejati Untuk Anda Semua

weddingSeorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh


megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati
hari yang berbahagia tersebut.

Suatu acara yang luar biasa mengesankan. Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun
putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang
memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, “Sayang, aku baru
membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan”
katanya sambil menyodorkan majalah tersebut.
“Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita.
Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup
pernikahan kita bersama lebih bahagia…..”

Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak
mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal
yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama.

Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam
benak mereka masing-masing. Besok pagi ketika sarapan, mereka siap
mendiskusikannya.

“Aku akan mulai duluan ya”, kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak
sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman.

Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia
memperhatikan bahwa air mata suaminya mulai mengalir.

“Maaf, apakah aku harus berhenti ?” tanyanya.

“Oh tidak, lanjutkan…” jawab suaminya.

Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat
kertasnya dengan manis di atas meja dan berkata dengan bahagia.

“Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu”.

Dengan suara perlahan suaminya berkata “Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku.
Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu.

Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari
pribadimu yang kudapatkan kurang…. “

Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati
suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya…

Ia menunduk dan menangis…..

Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati.
Sesungguhnya takperlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut.

Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus
menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk,mengecewakan dan menyakitkan jika
kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita ?
Saya percaya kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan
bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

***

Diterjemahkan dari tulisan : Trevor Klein.

“Sukses tidak harus berarti banyak UANG. Menjadi orang BAIK juga itu termasuk
SUKSES”

anissa, dan hilda evriantytengah berdiskusi Toggle Comments

*
hilda evrianty 4:24 pm on 16 Oktober 2009 Permalink

mudah”n aq jg mendapatkn pasangan seperti itu..


aminn..
*
anissa 3:29 pm on 26 Oktober 2009 Permalink

ya.. bisakah kita menerima pasangan apa adanya.??


semoga kita juga bisa membuka hati untuk menerimanya apa adanya.

#
erva kurniawan 5:27 pm on 14 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
5 Prinsip Hidup Dalam Sebuah Pensil

pensilSeorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.

“Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentangku?”

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada
cucunya.

“Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi
tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai.

“Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti” ujar sinenek lagi.
Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali
kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.

“Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja denganpensil yang lainnya.” Ujar si cucu.
Si nenek kemudian menjawab, “Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil
ini.”

“Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani
hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini.”

Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

“Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat
dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau
ada tangan yang selalumembimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya
tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya” .

“Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan
menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan
membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan
mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu
harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan
membuatmu menjadi orang yang lebih baik”.

“Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan


penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki
kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk
tetap berada pada jalan yang benar”.

“Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian
luarnya, melainkanarang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-
hati dan menyadari hal -hal di dalam dirimu”.

“Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga
kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan
meninggalkan kesan. Oleh karena ituselalulah hati-hati dan sadarterhadap semua
tindakan”.

hany asmahanie, Sri Mulyati, qodierdan 6 orang lain tengah berdiskusi. Toggle
Comments

*
edi jatmiko 12:57 pm on 15 Oktober 2009 Permalink

thanks You. salam kenal


*
dea arditia 4:44 pm on 24 Oktober 2009 Permalink

alhmdllh…mantappp….syukron ya…
boleh lah qt menjalin tali silaturrahmi..

fb ana : d3a_ar@yahoo.co.id
*
anissa 3:17 pm on 26 Oktober 2009 Permalink

subhanallah..
koreksi yg bagus untuk kita.. agar menjadi lebih baik
*
Laksmana Hanif 10:50 pm on 28 Desember 2009 Permalink

Subhanallah…
Ceritanya bagus.

Oiya, salam kenal dari ciledug.


Saya izin copy ceritanya yah…
*
Hamdan Trisno Husain 5:17 pm on 14 Januari 2010 Permalink

I like It !! slam kenal dari hamdan mahasiswa UIN makassar !! saya izin kopi ya !!
*
qodier 3:12 pm on 23 April 2010 Permalink

bagus banget !!!!


*
Sri Mulyati 7:08 pm on 8 Oktober 2010 Permalink

subhanallah ceritanya bagus


izin copi ya…
*
hany asmahanie 10:51 am on 7 Maret 2011 Permalink

hhmmm..cerita yang sangat bagus…izin share y :)

#
erva kurniawan 8:47 pm on 9 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Suara Gema Adalah Cermin Kehidupan

silluet-masjid 14“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda
gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” QS.Al-An’am [6] :32.
Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya.
Entah mengapa, tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. “Aduhh!” jeritannya
memecah keheningan suasana pegunungan.

Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya


persis sama, “Aduhh!”.

Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, “Hei! Siapa kau?” Jawaban yang terdengar, “Hei!
Siapa kau?” Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru,
“Pengecut kamu!” Lagi-lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan
umpatan serupa.

Ia bertanya kepada sang ayah, “Apa yang terjadi?” Dengan penuh kearifan sang ayah
tersenyum, “Anakku, coba perhatikan.” Lelaki itu berkata keras, “Saya kagum padamu!”
Suara di kejauhan menjawab, Saya kagum padamu!” Sekali lagi sang ayah berteriak
“Kamu sang juara!” Suara itu menjawab, “Kamu sang juara!” Sang bocah sangat
keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti.

Lalu sang ayah menjelaskan, “Suara itu adalah gema, tapi sesungguhnya itulah
kehidupan.”

**

Point of view: Kehidupan memberi umpan balik atas semua ucapan dan tindakanmu.
Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan
kita. Bila kamu ingin mendapatkan lebih banyak cinta di dunia ini, ya ciptakan cinta di
dalam hatimu. Bila kamu menginginkan tim kerjamu punya kemampuan tinggi, ya
tingkatkan kemampuan itu. Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah
kau berikan kepadanya. Ingat, hidup bukan sebuah kebetulan tapi sebuah bayangan
dirimu”.

***

#
erva kurniawan 7:23 pm on 6 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Wong Fei Hung

wong_fei-hungSelama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu
dalam film Once Upon A Time in China . Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung
diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong , Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong
Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris
yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China.
Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai
seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.

Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga
muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk
menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk
menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal
Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu pengobatan
tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki
sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong
Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi.
Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari
Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya
kepada Wong Fei Hung.

Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta
ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering
turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah
masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari
kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu,
Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh.
Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku,
ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan
pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang
merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini
dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang
memeluk agama Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi
yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian
mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan
Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar
ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak
seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos
dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir


mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita
mengenalnya sebagai Korea ). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan
pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan
pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.

Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya
sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri
terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan
beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat
taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan
Khusus. Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan
bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan
mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat
berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di
Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.

Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang
anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-
Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri
ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia
bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli
beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat.
Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan
suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya
di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin
(tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan
berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap
kekuatan dan keberanian yang dimilikinya. Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan
nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu
pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga
segala amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt dan semoga segala kebaikannya
menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. Amiin.

***

(Sumber: email teman)

chimotz alhady, sandi, dan bang zerotengah berdiskusi Toggle Comments

*
bang zero 3:20 pm on 25 Januari 2010 Permalink

ijin copas mas


*
sandi 10:09 am on 27 Maret 2010 Permalink
maaf mas apakah ini sumbernya benar-benar valid ? kalo boleh mohon di dhare..
*
chimotz alhady 10:53 pm on 2 Februari 2011 Permalink

subhanallah

#
erva kurniawan 10:47 am on 1 October 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Kisah Sesendok Madu

madu (1)Alkisah, pada suatu ketika seorang raja ingin menguji kesadaran warga kotanya.
Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan
membawa sesendok madu untuk dituangkan dalam sebuah bejana yang telah disediakan
di puncak bukit di tengah kota.

Seluruh warga kota memahami benar perintah tersebut dan menyatakan kesediaan
mereka untuk melaksanakannya. Tetapi, dalam pikiran seorang warga kota terlintas cara
untuk mengelak perintah tersebut.

“Aku akan membawa sesendok penuh, tapi bukan madu. Aku akan membawa air.
Kegelapan malam akan melindungiku dari pandangan mata orang lain. Sesendok air tidak
akan mempengaruhi isi bejana yang kelak akan diisi madu oleh seluruh warga kota.”

Tibalah waktu yang ditetapkan. Apa kemudian yang terjadi? Bejana itu ternyata
seluruhnya berisi penuh dengan air! Rupanya seluruh warga kota berpikiran sama dengan
si Fulan. Mereka mengharapkan warga kota yang lain membawa madu sambil
membebaskan diri dari tanggung jawab.

Kisah simbolik ini sering terjadi dalam berbagai kehidupan masyarakat. Idealnya
memang bahwa seseorang harus memulai dari dirinya sendiri disertai dengan pembuktian
yang nyata, baru kemudian melibatkan pengikut-pengikutnya.

Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku. Aku mengajak ke jalan Allah disertai
dengan pembuktian yang nyata. Aku bersama orang-orang yang mengikutiku (QS
Yuusuf; 12:108)

Berperang atau berjuang di jalan Allah tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri,
dan bangkitkanlah semangat orang-orang mukmin (pengikut-pengikutmu) (QS An
Nisaa’; 4:84)

Perhatikanlah kata-kata : “tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri”. Nabi


Muhammad SAW pernah bersabda : “Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian
susulkanlah keluargamu” Setiap orang menurut Beliau adalah pemimpin dan bertanggung
jawab atas yang dipimpinnya. Berarti setiap orang harus harus tampil terlebih dulu. Sikap
mental yang seperti ini akan menyebabkan bejana sang raja akan penuh dengan madu,
bukan air, apalagi racun.

***

( Sumber: Lentera Hati, M Quraish Shihab )

anissa, dan Ermilatengah berdiskusi Toggle Comments

*
Ermila 6:40 am on 2 Oktober 2009 Permalink

Kisah ini dh sering saya baca,..


*
anissa 3:41 pm on 2 Oktober 2009 Permalink

kalau sy baru ni baca..:D


jazakumullah..

#
erva kurniawan 1:04 pm on 19 September 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Rahasia Dzikir

siluet masjid 7Ada sebuah kejadian yang sangat unik, dan terus akan saya ingat untuk
selamanya. Sebuah pelajaran istimewa dan sangat berharga, yang kejadian semacam itu,
hanya bisa saya jumpai dalam literatur diskusi-diskusi lama. Tetapi saat itu saya betul-
betul menjumpai dan sekaligus merasakan dalam kehidupan nyata.

Pada hari itu, ada seseorang yang menemui saya. Saya agak heran karena saya tidak
begitu kenal dengan laki-laki yang masih muda tersebut. Ia memakai pakaian yang
menunjukkan sebagai seorang muslim. Setelah berbincang-bincang sebentar, saya mulai
bisa menyimpulkan bahwa ternyata ia adalah seorang kiai muda, yang cukup disegani
didaerahnya. Di samping itu, ia juga seorang da’i yang sering memberikan petuah di
masyarakat sekitarnya.

Setelah beberapa saat kami terlibat dalam pembicaraan perkenalan, tiba-tiba ia


mengajukan pertanyaan, apakah saya masih punya seorang ayah? Saya jawab, oh iya,
saya punya ayah. Dimana beliau sekarang? “tanya lelaki itu. Beliau ada di rumah, tetapi
beliau saat ini agak sakit.”Jawab saya.
Lelaki muda itu melanjutkan, saya ingin sekali bertemu dengan ayah anda, apakah bisa
saya bertemu dengan beliau? Kalau memang itu keinginan bapak, nanti kita bersama-
sama menemui ayah saya…” jawab saya.

Akhirnya, sekitar pukul empat sore saya bersama dengan orang itu menuju rumah, untuk
menemui ayah yang memang sedang sakit. Sesampai di rumah, langsung saja ia saya
antar ke kamar ayah, dimana saat itu ayah sedang berbaring atau bahkan lagi tidur..

Kami menunggu di sebelah pembaringannya, tidak berani mengganggu. Saya lihat orang
itu sesekali nampak berdo’a sambil berjongkok di dekat kaki ayah saya yang sedang
tertidur. Saya tidak tahu apa yang dido’akan oleh orang tersebut. Apakah ia mendo’akan
agar ayah saya lekas sembuh atau do’a yang lain.

Selang beberapa saat, tiba-tiba ayah saya membuka mata, beliau memandang ke arah
saya, dan juga ke wajah orang tersebut yang masih berjongkok di dekat kaki ayah saya.

Tiba-tiba ayah saya berkata perlahan kepada saya :”..nak, tolong ambilkan segelas air
putih… “saya bergegas ke belakang sambil bertanya kepada ayah. Apakah ayah lagi
haus. Atau ingin minum obat… ?” Oh, tidak. Ini kan ada tamu, ia ke sini mau mencari
ilmu…,” jawab ayah saya. Saya heran dengan perkataan ayah.

Setelah saya ambilkan segelas air putih, oleh beliau air di gelas itu diberi do’a, dan
diberikan lagi ke saya, sambil beliau berkata ・..berikan air putih ini kepadanya, kasihan,
ia lagi haus….Tolong, sampaikan kepadanya, bahwa dzikir itu letaknya di hati. Bukan di
mulut, bahkan mata berkedip itu dzikir, apabila hatinya ingat kepada Allah Swt. Setelah
berkata begitu, ayah saya langsung tidur lagi, seolah-olah tidak pernah terjadi
sesuatu…・

Di kamar itu begitu sunyi, sehingga sangat jelasnya suara ayah saya. Saya tidak tahu
bagaimana perasaan orang itu mendengarkan dialog kami. Yang jelas ia tidak beranjak
dari tempatnya. Ia tetap berjongkok sambil menundukkan kepala.

Setelah saya menerima segelas air putih itu, saya berikan air itu kepada orang tersebut,
dan ia meminumnya sambil terus berjongkok. Saya lihat di sudut kelopak matanya ada
setitik air mata, yang dicobanya untuk tidak jatuh.

Setelah beberapa saat kami dalam kebisuan, ayah juga tidur dengan nyenyaknya.
Sementara kami juga tidak berani mengganggunya. Cukup lama kami menunggu. Tetapi
ayah tetap tidak bangun. Nampaknya beliau tertidur dengan begitu nyenyaknya. Setelah
agak lama, orang itupun mohon diri untuk pulang, sambil berkata kepada saya pelajaran
yang saya cari sejak dulu, baru ini saya mendapat ilmu yang sangat berarti bagi hidup
saya. Tadi adalah pelajaran rahasia yang tidak setiap orang bisa menangkapnya. Saya
akui bahwa saya sering melakukan dzikir tetapi rupanya yang saya lakukan itu salah.
Saya berdzikir hanya sebatas mulut saja…”
Terima kasih, tolong sampaikan kepada beliau, saya tidak berani pamit, takut
mengganggu beliau yang saat ini sedang asyik berdzikir dalam tidurnya…”

Orang itu bangkit dan bergeser perlahan dari tempatnya, ia sangat takut mengganggu
ayah yang lagi tidur. Dan ia pun mengucap salam, sambil berjalan pulang…

Sungguh, saya masih terkesima dengan kejadian istimewa itu. Semoga apa yang
disampaikan ayah saya, meskipun hanya satu kalimat, akan menjadikan ilmu yang
bermanfaat fid dunyaa wal aakhirat… Amiin ya rabbal

#
erva kurniawan 12:56 pm on 16 September 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Membunuh Nyamuk Di Tengah Malam

siluet masjid 3Jam dinding tepat menunjukkan pukul 02.30. Tanpa terasa saya terbangun
dari tidur. Saya dikagetkan oleh dengungan suara seekor nyamuk yang mau hinggap di
tubuh.

Secara reflek tangan saya bergerak. Dan ‘plak’. Seketika matilah nyamuk tersebut oleh
kedua tangan saya yang menepuknya.

Setelah terbangun dari gangguan nyamuk tadi, saya menuju kamar mandi, mengambil air
wudhu dan kembali ke kamar tidur. Berikutnya saya mengambil sajadah, dan saya
‘terperangkap’ dalam khusyu’nya tahajud malam.

Selesai melakukan shalat, dzikir yang cukup panjang mewarnai malam itu. Ditengah
basahnya lidah menyebut asma Allah, tiba-tiba saya teringat akan nyamuk yang saya
bunuh tadi. Dan tak tertahankan lagi, mata basah oleh penyesalan yang mendalam.

Rasa salah yang begitu besar, telah menyelinap di hati yang paling dalam. Saat itu diri ini
merasa berdosa, sebab telah membunuh seekor nyamuk yang telah berjasa besar.
Nyamuk itulah justru yang telah membangunkan saya dari tidur lelap agar bisa tahajud
malam. Agar bisa mendekati Sang Khaliq.. Agar bisa mencintai Sang pengasih. Tetapi
‘pahlawan’ itu terbunuh dalam ‘tugas mulia’nya ketika membangunkan manusia dari
kekhilafannya. Maka bertambah berderailah air mata penyesalan, disela-sela dzikir
asmaul husna.

Keesokan harinya, ketika saya berusaha mengulang untuk merekonstruksi kejadian


malam itu, tidak sebutir air matapun yang menetes.. Mengapa? sebab suasana sudah
berubah. Saya termenung memikirkan kejadian semalam itu.

Pertanyaan yang selalu muncul adalah mengapa pada malam itu, saya bisa menangisi
seekor nyamuk? Padahal ia membawa penyakit, padahal gigitannya mendatangkan rasa
sakit. Apa yang menyebabkan saya menjadi menyesal setelah membunuh nyamuk itu?
Pertanyaan demi pertanyaan, muncul di benak saya. Manakah yang benar? Apakah yang
terbunuh malam itu, ia adalah seekor binatang jahat yang akan mendatangkan kerugian
karena gigitan atau penyakit yang dibawanya, ataukah justru ia adalah seekor binatang
kecil sebagai sosok pahlawan yang rela mati demi kepentingan seorang manusia agar bisa
bertemu dengan Tuhannya.

Yang jelas, suasana malam hari yang hening akan menyebabkan seseorang bisa berfikir
dengan begitu jernihnya tanpa dipengaruhi oleh dunia yang penuh dengan tipu daya.

Sungguh sangat masuk akal kalau Rasulullah saw, menganjurkan kita agar sering bangun
di sepertiga malam terakhir, agar kita mendapatkan suatu anugerah yang luar biasa.
Bahkan dalam bulan ramadhan ada suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu
bulan….

Tetapi memang sungguh berbeda, calon penghuni neraka, dan calon penghuni surga. Ada
sebagian orang yang menggunakan waktu malamnya untuk mendekatkan diri pada Ilahi.
Dia bangun tengah malam, diambilnya air wudhu’ untuk mensucikan dirinya, setelah itu
ia asyik tenggelam dalam shalat tahajudnya. Kenikmatan yang didapatnya tak dapat
diutarakan dengan kata-kata….

Sementara, di tempat lain banyak juga orang-orang yang menggunakan waktu malamnya
yang sangat berharga itu, untuk melakukan perbuatan maksiat yang dilarang oleh
Penciptanya. Padahal semua fasilitas untuk berbuat maksiat itu adalah didapat karena
kasih sayang Tuhannya.

Apakah kesehatannya, apakah rezekinya, atau kesempatannya, atau umurnya. Semua


yang dipakai untuk pergi menuju tempat ‘terlarang’ itu berasal dari Tuhan sang
Penciptanya. Pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah, Manakah yang
lebih pintar?

Apakah orang-orang yang menggunakan waktu malamnya untuk menuju keridhaan


Allah, dengan melakukan dzikrullah,

Ataukah orang-orang yang menggunakan waktu malamnya untuk menuju tempat atau
melakukan perbuatan yang dilarang Allah.

Dan kita pun tinggal memilih, berada pada golongan manakah diri kita? Kata Allah Swt,
dalam Surat Al-Hasyr : 20 “(sungguh), Tiada sama penghuni neraka dengan penghuni
syurga. Penghuni syurga itu adalah orang-orang yang beruntung…”

***

Sumber: NN

ermilatengah berdiskusi Toggle Comments


*
ermila 7:10 am on 18 September 2009 Permalink

Nguing…3x, plok-plok,..mati deh sinyamuk

#
erva kurniawan 12:29 pm on 14 September 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Nasehat Sang Ibunda

siluet bundaJam menunjukkan pukul 23.00. Tapi mata belum juga bisa terpejamkan.
Setelah menyaksikan adegan istimewa yang disuguhkan Allah Swt di dinding kamar
saya, bagaimana upaya seekor cicak menyambut rizkinya. Tiba-tiba tanpa sengaja pikiran
saya melayang jauh ke masa lampau. Waktu itu bertepatan dengan hari ke sebelas bulan
ramadhan.

Sosok ibu kami, pada masanya, beliau tidak pernah merasakan bagaimana menjadi
seorang murid. Beliau tidak pernah sekolah. Walaupun hanya setingkat sekolah dasar.
Tetapi cara-cara beliau mendidik dan memberi pelajaran kepada kami, sungguh sangat
mengesankan dan membuat kami selalu kagum pada beliau. Diantara sekian banyak
pelajaran kehidupan yang kami terima, ada satu hal yang terus saya ingat, apabila pikiran
terbayang pada beliau.

Pada sore hari yang cerah, saya mau mengambil buah jambu yang ada di halaman rumah
kami. Buah jambu itu tampak sudah matang dan begitu menggairahkan. Perlu diketahui
bahwa pohon jambu yang kami tanam di depan rumah kami adalah buah ‘jambu jepang’,
istilah orang kampung. Pohon itu sangat langka pada saat itu.

Di kampung tempat kami tinggal hanya ada satu pohon itu saja. Sehingga semua orang
yang melihatnya kepingin sekali merasakan bagaimana rasa buah `jambu jepang’
tersebut. Pohon itu kalau berbuah juga tidak terlalu banyak. Kadang-kadang satu pohon
hanya ada satu atau dua buah saja yang masak. Perlu diketahui pula bahwa buahnya
sangat kecil hanya sebesar buah kelengkeng saja. Tetapi baunya harum dan rasanya
manis.

Pada hari itu, buah jambu yang masak ada dua buah. Ketika sore itu saya mau mengambil
buah yang sudah ranum, ibu melarangnya. Sehingga saya agak kecewa karenanya.

Kata saya : ‘..mengapa bu, saya tidak boleh mengambil buah tersebut? Kan itu milik kita.
Kalau tidak cepat diambil nanti kan membusuk?”

Jawab ibu : “Nak, kita kan sudah pernah makan buah tersebut.. Walaupun dengan
menunggu dalam waktu yang cukup lama. Dan memang kadang-kadang kita hanya bisa
makan satu atau duah buah saja yang sedang masak. Tetapi tetangga depan rumah kita
itu, belum pernah mencicipinya. Kemarin ibu lihat anaknya pingin sekali mengambil
jambu itu. Karena itu janganlah diambil. Berikan buah jambu itu kepada mereka. Agar
hatinya senang…

Kembali mata saya berkaca-kaca, mengingat peristiwa sederhana itu. Sebuah peristiwa
yang mungkin setiap orang akan pernah menjumpainya dalam keluarganya masing-
masing. Atau dalam lingkungan lainnya, dengan model yang berbeda.

“Dahulukanlah orang lain… ! Begitulah kira-kira inti pelajaran istimewa yang saya
terima dari beliau Mengenang peristiwa itu, saya jadi teringat sebuah riwayat yang
menceritakan tentang seorang sahabat yang oleh rasulullah disuruh menjamu tamunya.
Ceritanya, di rumah sahabat tersebut tidak terdapat sesuatu makanan, kecuali makanan
milik anaknya. Karena sang pemilik rumah ingin lebih mengutamakan tamunya dari pada
keluarganya, ia memberikan makanan milik anaknya tersebut kepada tamunya dengan
cara yang sangat luar biasa.

Yaitu ketika waktu makan bersama tamunya, sang pemilik rumah pura-pura makan juga,
padahal piringnya kosong. Mengapa pura-pura? Supaya sang tamu tidak mengetahui
kalau pemilik rumah sebenarnya tidak ikut makan. Untuk maksud itu, maka lampu di
dalam rumahnya dipadamkan. Pura-pura kehabisan minyak. Setelah suasana menjadi
gelap, maka mereka ‘makan’ bersama-sama. Sang tamu makan sungguhan, sang pemilik
rumah makan pura-pura, padahal perutnya sangatlah laparnya.

Peristiwa itu begitu luar biasanya, sehingga turunlah ayat Al-Qur’an surat Al-Hasyr (59) :
9, sebagai penghargaan terhadap peristiwa tersebut.

“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-
apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa
yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang-orang yang beruntung.”

Kalaulah sampai Allah Swt, menurunkan sebuah ayat lantaran peristiwa tersebut,
sungguh betapa hebatnya kejadian itu sehingga perlu diabadikan dalam kitab suci akhir
zaman ini. Agar bisa dicontoh dan diteladani oleh umat manusia.

Demikian pula banyak pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh Rasulullah saw, agar kita
selalu berbuat baik kepada orang lain, serta memiliki sifat murah hati terhadap orang lain.

Anas bin Malik ra, berkata, bahwa rasulullah saw itu, tidak pernah diminta kecuali selalu
memberi. Pernah datang seorang lelaki kepada Rasulullah untuk meminta, maka beliau
memberikan kambing-kambing yang banyak yang berada diantara dua gunung, kambing
sadaqah. Maka lelaki itu pulang dan ia berkata kepada kaumnya…
Wahai kaumku, masuk Islamlah kalian semua! Sesungguhnya Muhammad itu amat
pemurah. Ia memberi dengan pemberian yang sangat banyak, tidak pernah takut
melarat…

***

Sumber: NN

anissatengah berdiskusi Toggle Comments

*
anissa 8:30 am on 28 September 2009 Permalink

Subhanallah..
contoh yg sgt bagus di era modern spt skrg ini kita harus ttp berusaha untuk
berkorban demi kebahagiaan orang lain.. Allah pasti akan membalasnya dgn yang lebih
baik.. amiin..

#
erva kurniawan 8:15 pm on 10 September 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Kisah Petani Kecil Yang Mulia

Pak TaniBeberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Semarang sedang
berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah
berumur. Si Pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.

” Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si Pemuda.

“Oh… Saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya
yang kedua” jawab ibu itu.

” Wouw….. hebat sekali putra ibu, pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak. Pemuda
itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan
pertanyaannya.

” Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya Bu??
Bagaimana dengan adik-adiknya? ?”

Oh ya tentu, si Ibu bercerita : “Anak saya yang ketiga seorang Dokter di Malang, yang
keempat Kerja di Perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi Arsitek di Jakarta, yang
keenam menjadi Kepala Cabang Bank di Purwokerto,yang ke tujuh menjadi Dosen di
Semarang.”
Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak anaknya dengan sangat baik, dari
anak kedua sampai ke tujuh.

“Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ??”

Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, “Anak saya yang pertama menjadi
Petani di Godean Jogja nak”.

Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar “

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu….. kalau ibu agak kecewa ya dengan anak
pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia
menjadi petani “??

Dengan tersenyum ibu itu menjawab,

” Ooo …tidak tidak begitu nak….

Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai
sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani”

***

Point of view:

Everybody in the world is a important person. Open your eyes…. your heart…. your
mind…. your point of view…. because we can’t make summary before read “the book”
completely.

The wise person says… The more important thing is not WHO YOU ARE

But… WHAT YOU HAVE BEEN DOING

(Sumber: email teman)

utusan allah, dan yunatengah berdiskusi Toggle Comments

*
yuna 10:36 am on 11 September 2009 Permalink

true story ngga nie??


*
utusan allah 1:50 pm on 9 Maret 2010 Permalink
tu baru yang dinamakan manusia yang berguna bagi kehidupan orang lain,maka
kebahagiaan sodara2 nya akan menjadi nikmat baginya.

#
erva kurniawan 9:37 am on 7 September 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Doa dari Keranjang Tempe

Penjual-tempeDi Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, tempat tinggal


seorang ibu penjual tempe . Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lakukan sebagai
menyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia
jalani hidup dengan riang.

“Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. ”
demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat
tempe , dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja
panjang. Tapi…….deg !! dadanya gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata belum
jadi. Masih berupa kacang, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas
dari peragian. Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya
lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan
modal membeli kacang, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah,
pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, ditengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia
baca doa. “Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi
hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe .
Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku…”

Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya. Dengan tenang, dia tekan dan
mampatkan daun pembungkus tempe . Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu.
Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh.

Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan… dia kecewa. Tempe itu masih
belum juga berubah. Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi,
dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang “memproses”
doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan
hambanya yang setia beribadah seperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah
jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. “Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang
mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain
berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku…”

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus
tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan…
belum jadi. Kacang itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas
ragian kacang tersebut.

“Keajaiban Tuhan akan datang….pasti, ” yakinnya. Dia pun berjalan ke pasar. Di


sepanjang perjalanan itu, dia yakin, “kehendak” Tuhan tengah bekerja untuk
mematangkan proses peragian atas tempe tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan
doa… berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya. Sampai di pasar,
di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu.

“Pasti sekarang telah jadi tempe !” batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun
pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan… dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada
perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi. Kecewa,
airmata menitik di keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini
tidak jadi?

Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku?
Demikian batinnya berkecamuk. Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu
di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada
yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar… merasa sendirian.
Allah telah meninggalkan aku, batinnya. Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia
tak dapat berjualan… esok dia pun tak akan dapat makan.

Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan “teman-temannya” sesama
penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka
yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya,
tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian
keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat. Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan
menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya,
tengah tersenyum, memandangnya.

“Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari
di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya??” Penjual tempe itu bengong.
Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia
cepat menadahkan tangan. “Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan
engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan
tempe ….”

Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. “Jangan-
jangan, sekarang sudah jadi tempe ….”

“Bagaimana Bu ? Apa ibu menjual tempe setengah jadi ?” tanya perempuan itu lagi.
Kepanikan melandanya lagi. “Duh Gusti… bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan
jadikan tempe ya?” ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun
pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, pembaca ?? Di balik daun yang hangat
itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi ! “Alhamdulillah! ” pekiknya, tanpa
sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun
bertanya kepada si ibu cantik itu. “Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum
jadi?”

“Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Sulhanuddin, yang kuliah S2 di Australia ingin
sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun
mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak
dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu ?”

Sahabatku, ini kisah yang biasa bukan ? Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap
berdoa…..dan “memaksakan” agar …..Allah memberikan apa yang menurut kita paling
cocok untuk kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa
kecewa. Padahal, Allah paling tahu apa yang paling cocok untuk kita. Bahwa semua
rencananya adalah sempurna..

Wallahu’alam Bishshawaab…..

***

Sumber: Eramuslim

Doa dari Keranjang Tempe « Huckleberryfinn94's Blog, anissa, dan Ermilatengah


berdiskusi Toggle Comments

*
Ermila 2:02 pm on 7 September 2009 Permalink

Subhanallah,.Allahhu Akbar,.sbnrnya kt tau Allah lebih tau dr apa yg kt tau, tp disaat


trtntu kt lupa hal itu,.. Mdh2an kt bs mnjd org yg lebih ikhlas dlm mnjlni hdp ini
*
anissa 9:03 am on 28 September 2009 Permalink

subhanallah..
cerita yang mengharukan dan lucu, menunjukan kdekatan seorang hamba dgn
Tuhannya dan yakin bahwa pertolongan Allah pasti datang.. hanya mungkin si ibu kurang
sabar.. bahwa Allah memberikan jawaban dari arah yang tidak disangka2..,
sama spt kita kadang kurang sabar dlm do’a2 kita yang belum dijawab Allah..
astaghfirullah al adzhiim

#
erva kurniawan 1:12 pm on 3 September 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Buah Kejujuran
WaterLilyPada suatu hari ada seorang penebang kayu yang sedang menebangi cabang
sebuah pohon yang melintang di atas sungai. Tiba-tiba kapaknya terjatuh ke sungai itu.
Ketika ia mulai menangis, Raja menampakkan diri dan bertanya, “Mengapa kamu
menangis?” Si penebang kayu menjawab bahwa kapaknya telah terjatuh ke dalam sungai.

Segera Raja masuk ke dalam air dan muncul dengan sebuah kapak emas.

“Inikah kapakmu?” Raja bertanya.

“Bukan,” si penebang kayu menjawab.

Raja masuk kembali ke air dan muncul dengan kapak perak. “Inikah kapakmu?” Raja
bertanya lagi.

“Bukan,” si penebang kayu menjawab.

Sekali lagi Raja masuk ke air dan muncul dengan kapak besi. “Inikah kapakmu?” Raja
bertanya.

“Ya!” jawab si penebang kayu.

Raja sangat senang dengan kejujurannya dan memberikan ketiga kapak itu kepadanya. Si
penebang kayu pulang ke rumahnya dengan hati bahagia.

Beberapa waktu kemudian, si penebang kayu berjalan-jalan di sepanjang sungai dengan


istrinya. Tiba-tiba sang istri terjatuh ke dalam sungai. Ketika ia mulai menangis, Raja
menampakkan diri dan bertanya, “Mengapa kamu menangis?”

Si penebang kayu menjawab bahwa istrinya telah terjatuh ke dalam sungai. Segera Raja
masuk ke dalam air dan muncul dengan Cleopatra. “Inikah istrimu?” Raja bertanya.

“Ya!” si penebang kayu menjawab, cepat.

Mendengar itu, Raja menjadi sangat marah. “Kamu berbuat curang! Aku akan
mengutukmu!” tegur Raja.

Si penebang kayu segera menjawab, “Maafkan saya, ya Raja. Ini hanya kesalahpahaman
belaka. Kalau saya berkata ‘Bukan’ pada Clopatra, Engkau pasti akan muncul kembali
dengan Ratu Interniti. Kalau saya juga berkata ‘Bukan’ kepadanya, pada akhirnya
Engkau pasti akan muncul dengan istri saya, dan saya akan berkata ‘Ya’. Kemudian
Engkau pasti akan memberikan ketiganya kepada saya.

“Raja, saya adalah orang miskin. Saya tidak akan mampu menghidupi mereka bertiga. Itu
sebabnya saya menjawab ‘Ya’.”

Hmm… Kejujuran, kapan pun memang selalu membawa kisah manis.


***

Sumber: anonim

ahmad nursobah, dan abdurrahmantengah berdiskusi Toggle Comments

*
abdurrahman 11:40 am on 14 September 2009 Permalink

sEBENARNYA ISTRI LEBIH DARI SATU TIDAK HARUS MENUGGU


KAYA,NAMUN YANG LEBIH URGEN ADALAH BAGAIMANA AMAL AGAMA
SEMPURNA PADA DIRI DAN KELUARGA KITA.SEMOGA ALLAH MEMBERI
KEKUATAN PADA KITA.
*
ahmad nursobah 12:53 pm on 27 Februari 2010 Permalink

memang benar kata si tukang kayu, bahwa ada waktunya kita jujur dan ada waktunya
pula kita tdk jujur, selama itu tidak menyimpang ajaran agama,dan sandainya dia jujur
dengan raja sama saja dia mempermainkan agama karena beristri lebih dari satu dantidak
mampu menafkahi, dalam al quran diterangkan:”nikahilah olehmu 1 wanita atau lebih
jika kamu mampu menafkahinya”.semoga kita termasuk orang2 yang di rahmati oleh
allah selalu,amin!

#
erva kurniawan 9:06 am on 2 September 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Maaf, Saya Mau Ke Masjid….

silluet-masjid 14Seorang pengusaha shalih bernama Kajiman -bukan nama asli- sedang
menginap di sebuah hotel berbintang lima di Semarang. Usai melakukan qiyamul-lail ia
bergegas ke luar hotel untuk mencari masjid terdekat untuk shalat Shubuh berjamaah.
Waktu saat itu menunjukkan bahwa waktu adzan Shubuh kira-kira setengah jam ke
depan.Sehingga Ia ingin jalan-jalan sebentar sebelum sholat shubuh.

Begitu keluar dari lobby hotel, Kajiman pun meminta kepada tukang becak yang bernama
Ibnu untuk mengantar keliling Semarang. Kira-kira belasan menit sudah Ibnu
mengayuhkan pedal becak, sayup-sayup terdengar suara tarhim yang mengisyaratkan
waktu shubuh akan tiba.

Sejurus itu Ibnu berkata santun kepada penumpangnya, “Mohon maaf ya pak, boleh tidak
bapak saya pindahkan ke becak lain??” Kajiman membalas, “Memangnya bapak mau
kemana?” “Mohon maaf pak, saya mau pergi ke masjid!” jawab Ibnu.
Terus terang Kajiman kagum atas jawaban Ibnu sang tukang becak, namun ia ingin
mencari alasan mengapa Ibnu sedemikian hebat kemauannya hingga ingin pergi ke
masjid. “Kenapa harus pergi ke masjid pak Ibnu?” Tanya Kajiman. Ibnu dengan polos
menjawab, “Saya sudah lama bertekad untuk mengumandangkan adzan di masjid agar
orang-orang bangun dan melaksanakan shalat Shubuh. Sayang khan Pak kalau kita tidak
shalat Shubuh” jelas Ibnu singkat.

Jawaban ini semakin membuat Kajiman bertambah kagum. Namun Kajiman belum puas
sehingga ia melontarkan pertanyaan yang menggoyah keimanan Ibnu. “Pak, bagaimana
kalau pak Ibnu tidak usah ke masjid tapi pak Ibnu temani saya keliling kota dan saya
akan membayar Rp 500 ribu sebagai imbalannya!” Dengan santun Ibnu menolak tawaran
itu, dengan mengatakan bahwa shalat sunnah Fajar itu lebih mahal daripada dunia beserta
isinya!”

Ia terkejut dan begitu takjub atas ketaatan Ibnu. Bahkan ketika Kajiman memberikan
tawaran dua kali lipat, tetap saja Ibnu menolak. Kekaguman pun membawa Kajiman
menyadari bahwa ada pelajaran besar yang sedang ia dapati dari seorang guru kehidupan
bernama Ibnu .

Beberapa saat kemudian, Ibnu dan Kajiman pun tiba di salah satu masjid. Usai sholat dan
puas berdoa. Kajiman lalu berdiri dan menghampiri tubuh Ibnu. Ia gamit tangan Ibnu
untuk berjabat lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Sementara Ibnu belum mengerti apa
maksud perbuatan yang dilakukan Kajiman.

Dalam pelukan itu Kajiman membisikkan kalimat ke telinga Ibnu, “Mohon pak Ibnu
tidak menolak tawaran saya kali ini. Dalam doa munajat kepada Allah tadi saya sudah
bernazar untuk memberangkatkan pak Ibnu berhaji tahun ini ke Baitullah… ., Mohon
bapak jangan menolak tawaran saya ini.

Subhanallah. … bagai kilat yang menyambar. Betapa hati Ibnu teramat kaget mendengar
penuturan Kajiman. Kini Ibnu pun mengeratkan pelukan ke tubuh Kajiman dan ia
berkata, “Subhanallah walhamdulillah. … terima kasih ya Allah…. terima kasih pak
Kajiman….. !” Matanya berkaca-kaca

Ini keimanan tukang becak. Bagaimana dengan Kita?

***

Sumber : Kisah Ust Bobby H.

Nanang, abdurrahman, zakidan satu orang lain tengah berdiskusi. Toggle Comments

*
ichek 10:58 am on 2 September 2009 Permalink
Berat…
*
zaki 4:34 pm on 5 September 2009 Permalink

subhanallah
*
abdurrahman 11:26 am on 14 September 2009 Permalink

Seandainya orang orang Indonesia seperti p Ibnu betapa indahnya kehidupan ini.
*
Nanang 10:25 am on 6 November 2009 Permalink

mari kita bangun Gerakan Shalat Shubuh Berjamaah

#
erva kurniawan 7:23 am on 27 August 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Wanita Yang Memesan Tempat di Neraka

siluet masjid 13Semoga Jadi Renungan bagi kita semua.

Oleh: Mahfudin Arsyad

***

Musim panas merupakan ujian yang cukup berat. Terutama bagi Muslimah, untuk tetap
mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya
menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher
kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki multifungsi.

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari Kairo ke Alexandria; di sebuah
mikrobus, ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan
sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung kursi dekat pintu
keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang ‘perhatian’ kalau bisa
dibahasakan sebagai keprihatinan sosial.

Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa
pakaian yang dikenakannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya
sendiri. Disamping itu, pakaian tersebut juga melanggar aturan agama dan norma
kesopanan. Orang tua itu bicara agak hati-hati, pelan-pelan, sebagaimana seorang bapak
terhadap anaknya.

Apa respon perempuan muda tersebut? Rupanya dia tersinggung, lalu ia ekspresikan
kemarahannya karena merasa hak privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah
hak prerogatif seseorang!
“Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di neraka
Tuhan Anda!”

Sebuah respon yang sangat frontal. Orang tua berjanggut itu hanya beristighfar. Ia terus
menggumamkan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain yang mendengar kemarahan si
wanita ikut kaget, lalu terdiam.

Detik-detik berikutnya, suasana begitu senyap. Beberapa orang terlihat kelelahan dan
terlelap dalam mimpi, tak terkecuali perempuan muda itu.

Lalu sampailah perjalanan di penghujung tujuan, di terminal terakhir mikrobus


Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun, tapimereka terhalangi oleh
perempuan muda tersebut yang masih terlihat tidur, karena posisi tidurnya berada dekat
pintu keluar.

“Bangunkan saja!” kata seorang penumpang.

“Iya, bangunkan saja!” teriak yang lainnya.

Gadis itu tetap bungkam, tiada bergeming.

Salah seorang mencoba penumpang lain yang tadi duduk di dekatnya mendekati si
wanita, dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah. Namun,
astaghfirullah! Apakah yang terjadi? Perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun
lagi. Ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan neraka!

Kontan seisi mikrobus berucap istighfar, kalimat tauhid serta menggumamkan kalimat
Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk di sampingnya. Ada pula yang
histeris meneriakkan Allahu Akbar dengan linangan air mata.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan. Seandainya tiap
orang mengetahui akhir hidupnya. Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa
berakhir setiap saat. Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam
keadaan yang buruk. Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah. Sungguh
Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya. Allah akan semakin
mendekatkan orang-orang yang dekat dengan-NYA semakin dekat.

Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar, mumpung kesempatan itu masih ada!

Apakah booking tempatnya terpenuhi di alam sana?

Wallahu a’lam

***
hilda evrianty, abdurrahman, Ermiladan 3 orang lain tengah berdiskusi. Toggle
Comments

*
Nank 5:17 pm on 30 Agustus 2009 Permalink

oke banget buat renungan orang-orang takabur> thank banget Guys?


*
Alde 6:58 am on 31 Agustus 2009 Permalink

Astaqfirullah,bgt bnyk pljrn yg dpt qt ambl dr crt dats,bg mslmh hrs mnjg pkaian,&qt
hrs mnjg pktan qt dbln sc rmdhn syukrn…
*
anissa 2:32 pm on 1 September 2009 Permalink

Astagghfirullah al adzhiim.., sebuah akhir yang buruk..


semoga kita masih diberikan petunjuk dan kesempatan dari Rabbul Izzati untuk lebih
bertaqwa..
sebuah pelajaran yang sgt berharga..dan yang pasti harus lebih berhati-hati kalau
bicara..
*
Ermila 1:48 pm on 7 September 2009 Permalink

Astaghfirullah,..mdh2an kita semua dpt meninggal dlm keadaan khusnul khotimah


*
abdurrahman 11:18 am on 14 September 2009 Permalink

selalulah berdakwah dan mengingatkan namun melakukan pendekatan dengan


taaruf,tafahum dst akan lebih baik dan menjadikan audien menerima dan akan mjd
kebaikan utk semua.dan kita doakan dia semoga Allah mengampuninya.amiin
*
hilda evrianty 3:34 pm on 30 September 2009 Permalink

sungguh crita yg memberi pelajaran bagi yg membacany…

#
erva kurniawan 7:16 am on 26 August 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Berguru Dari Bu Sumirah (Tukang Pijat)

pijatDikutip dari http://www.kompas.com : Jumat, 19 September 2008

***
SURABAYA – Menjadi tukang pijat belumlah cukup. Sumirah nyambi jadi tukang sol
sepatu, penjahit, dan pekerja pabrik. Sebagian hasil keringatnya itu ia gunakan untuk
membangun madrasah, masjid, mushala, dan mengurus anak yatim. Ternyata, beramal
tidak harus menunggu kaya.

Penolakan halus langsung diucapkan Sumirah, pimpinan Panti Asuhan Yatim Piatu
Amanah, Rungkut, Surabaya, saat akan diwawancarai Surya untuk tulisan ini. “Saya ini
apalah mbak, kok pakai diwawancarai. Masih banyak yang lebih bagus, lebih pintar, dan
lebih hebat,” elaknya saat ditemui di Panti Asuhan Amanah sekaligus rumahnya di Jalan
Pandugo Gg II Nomor 30 B, Rungkut, Senin (15/9).

Secara materi, Sumirah memang belum bisa dibandingkan dengan pengusaha sukses.
Namun, kekayaan hati Sumirah mungkin hanya dimiliki segelintir orang pada abad ini.

Perempuan kelahiran 3 April 1965 ini tak cukup mengelola panti asuhan. Ia mendirikan
madrasah, masjid, dan mushala di kampungnya, Pacitan. Mungkin juga sulit dipercaya,
Sumirah menghidupi anak-anak yatim dengan menjadi tukang pijat panggilan.

Rasa empati Sumirah sudah terpupuk sejak kecil. Ia terbiasa bergaul dengan anak-anak
yatim asuhan almarhum Atmorejo, ayahnya. “Saat itu ada 100 anak yatim dan anak-anak
lain yang berlatih ilmu kanuragan (kebatinan) di rumah. Mereka semua tinggal di
rumah,” kata ibu lima anak ini.

Secara materi Sumirah kecil tercukupi, tetapi didikan ayahnya tidak membuatnya manja.
Bahkan, sejak kelas II SD ia sudah menjadi tukang pijat alternatif, warisan keahlian
turun temurun. Duitnya “ditabung” di mushala di Desa Kembang, Kecamatan Pacitan.

“Saat itu saya masih ingat nasihat ayah, ‘Kalau kamu punya rezeki, 50 persen untuk
kamu dan 50 persen lagi untuk mushala. Pasti rezeki itu akan barokah’,” ujarnya.

Pesan almarhum ayahnya terus diingat Sumirah. Setiap rupiah yang dihasilkan selalu
disisihkan untuk mushala. Begitu pula ketika orderan memijat merambah hingga Madiun,
bahkan Semarang.

Saat SMP Sumirah dan kakaknya hijrah ke Jakarta. Di kota megapolitan ini Sumirah
tidak tertarik mencicipi pekerjaan lain. Kebetulan, kemampuan memijatnya tersohor
hingga ke Jawa Barat. Pada 1986 Sumirah dan suami mencari peruntungan di Surabaya.
Di kota ini selain tetap memijat, ia bekerja di pabrik PT Horison Sintex (sekarang Lotus).
Ia hanya masuk pabrik hari Selasa, Rabu, dan Kamis.

Namun, dua profesi itu belum cukup. Merasa waktunya masih senggang, Sumirah
mencari pekerjaan sampingan. Ia menjadi tukang sol sepatu, menjahit baju, dan tukang
keriting rambut. “Karena pekerjaan banyak, rata-rata saya hanya tidur dua jam sehari.
Mijat saja sehari hingga 20 kali,” katanya sambil tersenyum.
Kerja keras itu impas dengan hasilnya. Sehari, tidak kurang ia mengantongi Rp 2 juta.
Namun, limpahan uang itu tidak membuatnya mabuk. Uang itu dialirkan untuk
membangun madrasah, mushala-mushala, dan masjid di desanya. Sumirah enggan
menyebut nama mushala itu. “Nanti saya ndak diridaikalau pamer,” katanya.

Suatu ketika, Sumirah pulang kampung. Jalan di desanya tidak bisa dilewati karena rusak
berat. Prihatin, ia dan suaminya memperkeras seluruh jalan itu dengan paving blok.
Walhasil, rencana naik haji seketika batal karena simpanan Rp 60 juta habis untuk
ongkos paving.

“Saya tidak pernah menyimpan uang di bank. Bukan apa-apa, tapi karena tanda tangan
saya tidak pernah sama. Itu tentu tidak boleh kan?” katanya.

Hidup Sumirah teruji saat dia melihat banyak anak telantar di sekitar kampungnya. Dia
nekat menampung 54 anak yatim itu di rumahnya yang berukuran 2,5 meter x 13 meter.
“Sebagian dari mereka saya koskan di depan rumah. Saya sewa tiga kamar,” katanya.

Masalah datang ketika anak asuhnya ndableg dengan menghabiskan air dan sabun milik
ibu kos. Sekitar pukul 21.00 anak-anak itu diusir. “Mereka saya tampung di rumah saya.
Jadi, mereka tidur sambil duduk,” kata Sumirah.

Esoknya, Sumirah mencari kontrakan untuk mereka. Tawaran kontrakan Rp 4 juta ditolak
karena Sumirah tak punya duit. Di tengah kesulitan ia berdoa. Mendadak ada semacam
dorongan untuk menghubungi Pak Triyono, dermawan dari Barata Jaya, Surabaya.
Sumirah kaget, Pak Triyono memberinya zakat maal (zakat kekayaan) sejumlah Rp 4
juta. “Agar tidak mengganggu penduduk kampung, pagi-pagi sekali kami pindahan,”
katanya.

Panti Asuhan Amanah kini menampung 60 anak yatim, dibangun Sumirah pada 1996.
Mereka kanak-kanak hingga remaja. Belum lama ini Sumirah mengasuh balita yang
ditinggal mati bapaknya. Amelia, balita itu, sekarang berumur sembilan bulan. “Oh ya,
Saya sudah menikahkan 13 anak di sini, 16 Oktober nanti saya mantu lagi,” ujarnya
dengan mata berbinar.

Untuk mencukupi hidup anak asuhnya, Sumirah tidak mengandalkan bantuan donatur
yang sebagian adalah pelanggan pijatnya. Selepas subuh, anak yatim itu berdagang
kelapa kupas, sayuran, dan bumbu. Sumirah dan suami juga membuka toko kelontong.

Mengakhiri kisahnya, Sumirah sempat bilang, “Pergunakanlah mata hati. Banyak orang
pintar yang belum tentu mengerti.” (MUSAHADAH)

***

Faizah, anissa, sulisdan 2 orang lain tengah berdiskusi. Toggle Comments


*
AriES 12:45 am on 27 Agustus 2009 Permalink

SubhaNALlah…
*
sri handayani 11:49 am on 31 Agustus 2009 Permalink

semoga sikap rendah hati dan jiwa besar yg dimiliki oleh sang ibu dapat menurun
kepada kita semua n menjadi suri tauladan yg baik bagi anak2nya,, semoga dijadikan
cerminan bagi orang2 yg belum tergugah hatinya untuk selalu berbagi dengan yang
kurang mampu
*
sulis 1:08 pm on 1 September 2009 Permalink

assalamualaykum….Blog yang keren…banyak pelajaran didapat. thanks


*
anissa 2:38 pm on 1 September 2009 Permalink

sebuah contoh yg bagus untuk zaman skrg yg serba individual..


Bu Sumirah insya Allah.. Syurga pasti merindukanmu..
*
Faizah 1:04 pm on 2 September 2009 Permalink

Subhanallah, sungguh mulia Bu Sumirah.. Semoga kita bisa meneladani perilaku


beliau, dan kita sadar serta peduli akan keadaan saudara kita di luar sana…

#
erva kurniawan 9:30 pm on 23 August 2009 Permalink | Balas
Tags: puasa ( 5 ), puasa bulan ramadhan ( 5 ), puasa ramadhan ( 11 ), sedekah ( 8 )
Bocah Misterius

bocah-misteriusBocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang. Sudah tiga hari ini
ia mondar-mandir keliling kampung.

Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan


orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.

Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari
sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala.
Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-
butiran es yang melekat diplastik es tersebut.

Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan
pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa Bulan ketika
banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja
menggoda orang yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari
semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya. Luqman
mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak berani
melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan
nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.

Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan
sekaligus keheranan.

Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang
menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung,
belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah itu
akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul
pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan
menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah,
tanda ingin meminum es itu juga.

Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah
mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.

“Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia


kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek
keterangan apa maksud semua ini. Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga
akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.

Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman.
Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya
ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang
yang melihatnya.

“Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini?
Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-
akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.

Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.

“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa,” jawab Luqman dengan
halus,”apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya
ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu..”
Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi
mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai.

Ia menatap Luqman lebih tajam lagi. “Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami
semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?!

Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan
pada sebelas bulan diluar bulan puasa?

Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun
harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?

Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?

Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara
kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!

Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk
menahan lapar dan haus?

Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada
kerakusan kalian…!?”

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu berubah.

Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara
lirih, mengiba.

“Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski
bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan.
Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.

Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti
perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu
menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?

Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar
biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah
menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?

Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan
Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.

Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan
tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini.
Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil
seperti kami…!

Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja
mendekap harta secara berlebih?

Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa
sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?

Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada
penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab
Tuhan yang akan menimpa?

Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan…, jangan merasa
perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk setahun, jangan pernah
merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak….”

Wuahh…, entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat
meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.

Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!

Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.

Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan
Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.

Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.

Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya
kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia
tidak menemukan bocah itu. Di tengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua
orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung.

Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak
melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman!

Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!

Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah,
sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau
meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan
bocah misterius tadi.
Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang
yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan,
dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.

Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang
berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda
orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan
kemewahan yang berlebihan.

Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali
tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.
Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar
biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.

Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan
mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah
kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya
orang.

Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki
bercahayanya hati.

Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi
melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-
tudingan yang memang betul adanya.

Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk
hidungnya ketika ia salah.

Selamat menjalankan ibadah puasa…

***

(Mansur, Yusuf, Bocah misterius : wisata hati / Yusuf Mansur. Bandung: Mizan, 2004)

fahreza, doni, ariyuliantodan satu orang lain tengah berdiskusi. Toggle Comments

*
Huda 11:47 pm on 24 Agustus 2009 Permalink

Alhamdulilah mga crtax brmanfbt bg kta smwa :-)


*
ariyulianto 4:24 am on 30 Agustus 2009 Permalink
cerita ini ada di buku wisata hati dengan judul bocah misterius karangan yusuf
mansyur terbitan mizan media utama tahun 2004, mohon sumber cerita dicantumkan agar
lebih afdol dan bukan plagiat.

atau anda yang punya cerita dan yusuf mansyur yang jiplak???
*
doni 5:24 pm on 3 September 2009 Permalink

hahaha bener, itu.. g ada salahnya mencantumkan sumbernya…. toh kita juga g
mbayar kan?!….
*
fahreza 5:18 am on 24 Oktober 2009 Permalink

bagus!, dengan cerita tadi kita bisa sadar dan peduli kepada orang yang membutuhkan

#
erva kurniawan 6:37 am on 20 August 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Bom Naudzubillah dan Si Cantik Salahiyah

bom 17072009Jakarta – Bom meledak. Sembilan tewas, puluhan luka-luka. Korbannya


memang tidak sebanyak bom Bali. Bom JW Marriot & Ritz-Carlton Jakarta itu juga tidak
menimbulkan histeria massal. Itu karena kita mulai ‘terbiasa’ dengan ‘jebles jedur’
macam ini. Hanya yang tidak habis pikir, alasan bom itu diledakkan.

Di Palestina pernah tercatat bomber yang mensejarah. Dia perempuan yang sangat luar
biasa. Selain alasan jihad, secara manusiawi ada rasionalisasi terhadap tindakan harakiri
itu. Perbuatan itu, sesadis dan sebarbar apapun masih menyisakan respek. Tapi bom kali
ini?

Nama perempuan istimewa itu adalah Salahiyah. Dia muslimah. Cantik dan taat
beribadah. Dia tinggal di kamp pengungsi di Jalur Gaza . Hidup miskin dan tertekan tidak
membuatnya menyerah. Dia lawan karena yakin kehidupan indah ada di kehidupan
berikutnya.

Anak-anaknya masih kecil. Mereka tidak kolokan. Itu karena sadar di kamp bukan hanya
mereka yang susah. Semua tetangga dan kaumnya juga sama. Israel yang represif dan
‘berencana’ melakukan genosida membuat bangsa Palestina harus terus-menerus terlilit
bencana.

Salahiyah sangat tegar. Ketegarannya sudah sampai pada tahap nihilis. Tidak beda hidup
dan mati. Tidak berjarak duka atau bahagia. Hatinya disemaikan taburan syukur. Dan
was-was dianggapnya sebagai ujian menuju kesabaran hakiki, sabar seperti yang
dikehendaki Allah.
Salahiyah telah berubah menjadi batu cadas. Angin gurun sedahsyat apa saja tidak
mampu menggoyahnya. Itu akibat harmonisasi keluarga yang terkoyak. Suami dan anak-
anaknya yang kecil berantakan saat bom menyulap tubuh suaminya jadi serpihan yang
tidak bisa dikenali. Di usianya yang masih muda Salahiyah menjadi janda dengan tiga
balita dan tanpa sanak-saudara.

Di musim kerontang, Salahiyah berjalan menuju wilayah Mesir. Menimba air bagi anak-
anak yang dahaga. Di tengah hujan bom, perempuan ini melintasi kawasan tandus. Dan
demi belahan jiwa dia melupakan nyawanya.

Kalau hari lagi sepi gempuran, sehabis salat subuh Salahiyah mengais rejeki ke pasar.
Jualan kurma, dan hasilnya ditukar dengan makanan buat sang anak tercinta. Siklus itu
rutin. Tanpa kelu dia banting tulang dan membagi kasih sayang.

Waktu merangkak. Anak lelakinya sudah mulai bisa bermain. Mainan di ‘medan perang’
adalah melempari tentara Israel, memasang bom rakitan, dan menyusup untuk
meledakkan. Dari pagi hingga matahari surut anak-anak itu menantang maut. Dan jika
Isyak belum pulang, itu pertanda anak-anak itu sudah menghadap Tuhan. Dia mati
ditembak tentara.

israel-palestineBatin Salahiyah terpompa itu. Saban hari dan saban waktu. Sebagai ibu
dia tidak tega melihat anak-anaknya bergumul dengan bahaya. Tapi adakah hanya
anaknya yang menantang maut? Bagaimana dengan dirinya? Bagaimana pula dengan
kaumnya yang terus dihujani bom dan tembakan tanpa kenal musim itu?

Ketika umur anaknya belasan tahun, tahapan lain harus dilalui. Mereka siap menjadi
martir. Memantapkan keimanan untuk menjadi ‘mesin perang’. Maka saat purnama
menerangi gurun dan sang anak yang beranjak remaja itu bersimpuh, Salahiyah paham.
Itu saatnya dia harus melepas buah hatinya untuk menyumbangkan satu-satunya nyawa
yang dia punya.

Sejak itu kabar Karim, anak lelakinya hanya sayup-sayup sampai. Salahiyah Cuma
berdoa agar umur anaknya agak panjang. Namun itu hanya harapan. Saat kamp
dibombardir mortir, buah hati yang tersisa tergolek tak bernyawa. Mereka mati di antara
puing-puing reruntuhan. Peristiwa tragis itu disusul berita kematian Karim yang
meledakkan tubuhnya di pos penjagaan Israel .

Salahiyah tidak menangis. Dia hanya menggigit bibirnya. Air bening meleleh dari
kelopak matanya. Dia kini sendiri. Suami, saudara, dan anak-anaknya begitu cepat
meninggalkan dunia ini. Terpaan itu membuatnya bergabung dengan gerakan intifadah.

Salahiyah berubah menjadi macan betina. Bom demi bom diledakkan. Dia ditakuti lawan
dan disegani kawan. Salahiyah melakukan jihad fi sabilillah, insyaallah, atau
melampiaskan dendam tidak ada yang menyoal. Setidaknya, hablum minannas dan
hablum minallah terpenuhi. Tapi bom Mega Kuningan? Naudzubillah hi mindzalik !
***

Djoko Suud Sukahar (pemerhati budaya ) – detikNews

muslihtengah berdiskusi Toggle Comments

*
muslih 9:41 am on 2 September 2009 Permalink

sungguh macan – macan akan terus bangkit sampai akhir zaman selama hegomoni
barat terhadap ummat terjadi dan akan terus terjadi…bersiaplah!

#
erva kurniawan 6:32 am on 19 August 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Hadiah Cinta

2Mother_son“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan
penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka
selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya.
Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit.
Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang
anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan
buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya
di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan
kekecewaan dan tragedi.Anak lelaki itu terisak-isak berkata, “Seorang anak laki-laki
besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.”

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-
teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia
ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, “Bukankah nantinya kau akan
bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan
telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya.
Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter.
Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga
dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya,
“Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu.
Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua
ini sangatlah rahasia.” kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang
hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari
sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang
diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia
mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama
sekali belum membalas kebaikannya. “

Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang
telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai
dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu
hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu
berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan
lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu
menyibaknya sehingga tampaklah… bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.

“Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik
sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit
kecantikannya bukan?”

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta
karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak
dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan
diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

**

NB:

Sahabat, kadang kita sebagai anak tidak menyadari betapa cintanya Orang Tua Kita (Ibu)
kepada kita, mereka menumpahkan segala cintanya kpd anaknya. Coba bayangkan apa yg
telah kita lakukan thd mereka, mereka kita kencingi ketika kita kecil, kita jadikan mereka
pembantu (mencuci, membersihkan rumah, memasak setrika dll) sampai menjelang
dewasapun kita masih merongrongnya dengan inilah itulah, Disaat kita mendapat
kebahagiaan kita lupakan dia akan tetapi disaat musibah menimpa baru kita datangi
mereka …. tapi ibu tetaplah ibu yg kasih sayangnya tidak terperi, hanya doa yang mampu
kami panjatkan sbg bakti dari kami …… anakmu.

Ya, Allah Ampunilah Dosa2 ku dan Dosa Kedua Orang Tua-ku, Kasihani & Sayangi
mereka sebagaimana mereka mengasuh dan menyayangi kami semenjak kecil….

Amien
***

Daarut Tauhid

#
erva kurniawan 9:20 pm on 18 August 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Sedekah Meringankan Takdir

water_lily02 yellow_oleh Ummi Agus

***

“Good morning, Pak Gland, what’d happened with your neck?” sapaku pada Bosku yang
pagi itu datang dengan kondisi berbalut penyangga leher; yang disambut Bosku dengan
cerita panjang lebar penyebab balutan dilehernya, bagaimana saat liburan akhir minggu
disuatu daerah pariwisata, ternyata motor yang ditumpangi bersama rekannya,
terpelanting ditikungan dan terseret di jalanan berpasir dan akibat peristiwa itu, salah urat
pada leher membuatnya sulit untuk digerakkan dan harus dirawat dua hari dirumah sakit
tempatnya berlibur.

Saat ia bercerita, aku teringat anak kami yang sedang melanjutkan kuliahnya didaerah
yang sama, yang juga mengendarai motor sebagai alat transportasinya; yah, hanya do’a
kami sebagai orang tua yang selalu kami panjatkan kepada Alloh SWT agar anak kami
selalu selamat dalam lindunganNya dan dijauhi dari segala musibah.

Jam-jam sibuk hari itupun berlalu, sambil beranjak pulang aku lantunkan dalam hati
do’a-do’a kepada Alloh, mohon perlindunganNya; do’a itu berlanjut saat bus yang
kutumpangi dari arah belakang bergerak lambat, beriringan dengan kendaraan lainnya,
karena jam yang sama, semua orang berpacu menuju ketempat tinggal masing-masing.

Walau bus penuh penumpang, Alhamdulillah, Alloh berikan aku rizki tempat duduk
untuk melepas lelah; saat itu posisi dudukku berada di deretan belakang, maka dengan
leluasa aku dapat melihat apa yang terjadi di depanku; Diantara penumpang yang
kuperhatikan, ada dua anak yang terlihat seperti kakak-beradik berdiri tidak jauh dari
tempatku duduk; si adik dengan posisi jongkok sepertinya sedang menahan rasa sakit
diperutnya, sedangkan sang kakak berdiri disebelahnya seolah tidak begitu peduli dengan
kondisi si adik.

Sekian menit bus berjalan, aku perhatikan kondisi si adik semakin meringis,pucat,
menahan sakit; membuat hati ini tergugah, maka dengan tidak mempedulikan reaksi
penumpang lain, aku bertanya “Adik sakit perut ya?”.. ternyata menjawab si kakak “iya
tuh Bu, mules, masuk angin barangkali”..
Tanpa berfikir panjang, dengan cepat aku cari uang dua puluh ribuan yang sudah aku
bayangkan dan niatkan untuk aku berikan pada mereka sejak tadi, lantas aku ulurkan
pada si kakak “kalau nanti sampai, bisa tolong belikan obat masuk angin dan makanan
untuk adikmu”, sang kakak dengan sigap mengiyakan.

Setibanya bus diterminal, dengan tergesa-gesa semua penumpang berhamburan keluar,


begitu juga dengan kedua kakak-beradik tersebut; kuperhatikan dari jauh bagaimana si
adik langsung menuju ke wc umum, sedang si kakak ke arah pedagang; sedangkan aku,
melanjutkan langkahku mencari kendaraan umum yang akan membawaku menuju
rumah; saat itu jam menunjukkan pukul 16.30, dan entah mengapa, saat berada dalam
kendaraan tersebut, tiba-tiba airmata ini bercucuran tanpa bisa dicegah, saat itu,
terbayang anak-anak kami –yang sepertinya- usianya tidak jauh berbeda dengan kakak
beradik yang aku temui tadi; bedanya anak bungsuku dirumah, sedang sang kakak jauh di
daerah.

Akhirnya, alhamdulillah, sampailah aku dirumah, dengan mengucap salam, aku masuki
rumah, kupeluk si bungsu, kemudian kulanjutkan dengan aktifitasku sebagai ibu rumah
tangga. Selang beberapa menit sebelum adzan maghrib, telpon rumahku berdering, aku
fikir, mungkin dari suamiku yang akan minta izin akan pulang setelah sholat maghrib di
kantornya; ternyata dari seberang sana terdengar suara tersendat-sendat “Bunda,…a..a..
aku.. ba..ru..ja.. tuh..dari motor…ta..pi..ga’..papa..koq’..” wah!…itu suara si sulung,anak
kami, merintih seperti menahan sakit; dengan paniknya aku menjawab..”Mas, bagaimana
kondisinya, dimana jatuhnya.., apa yang sakit, nak”…dg perlahan anakku menjawab
“Bunda.. ga’ usah panik, aku sudah ditolong temanku dibawa ke dokter,
alhamdulillah ..Cuma mata kakiku yang lecet, motorku terpeleset ditikungan jalan yang
banyak pasirnya”…

Subhanalloh…

Silih berganti terbayang dibenakku, bagaimana peristiwa yang menimpa bosku dengan
kondisi yang sama dan terbayang juga kondisi kakak beradik di bus sore ini.. Airmata ini
berurai tak terbendung…cepat-cepat aku tanyakan “jam berapa kejadiannya,
anakku?”…”kira2 jam 17.30-an tadi, Bun” ujar anakku..

MasyaAlloh, dengan selisih perbedaan waktu setempat, ternyata takdir anakku jatuh dari
motor berlaku di jam yang sama dengan linangan airmata ibunya dikendaraan umum tadi.

Subhanalloh. .

Dengan penuh kasih sayang seorang ibu, aku besarkan hatinya untuk selalu tegar dan
menyuruhnya istirahat, minum obat, sambil mengingatkannya untuk selalu dekat dan
berkomunikasi kepada Alloh dengan menjalankan segala perintahNya, do’a orang tua
akan selalu mengiringi..”

Malam itu, setelah semua kejadian dan hubungannya dengan sedekah yang diberikan
dengan ketulusan hati membuahkan lebih ringannya akibat dari musibah yang Alloh
takdirkan pada anak kami, aku ceritakan kepada suami dan si bungsu; dengan bersama-
sama kami panjatkan do’a syukur kepada Alloh karena hanya dengan rahmat Alloh SWT
anak kami Alhamdulillah sehat, selamat.

Semoga Alloh jaga istiqomahnya ibadah kami untuk selalu berzakat dan sedekah karena
Alloh semata, amiin ya Robbal ‘alamiin.

***

Eramuslim.com

Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian
itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

#
erva kurniawan 9:09 pm on 17 August 2009 Permalink | Balas
Tags: cerita islam ( 62 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islam ( 78 ),
kisah teladan ( 331 )
Motor Curian dalam Al-Qur’an?

pencuri motorby Bang DEPOY

***

Terdengar keras pintu masuk dibanting kuat-kuat. Mendengar itu Bu Dedeh bertanya-
tanya dalam hati: “Siapa gerangan itu?”

Ternyata Tabrani, anaknya yang baru pulang dari kantor.

“Kenapa Sep? Kok kamu kelihatan gusar begitu? Apalagi , apa gak malu didengar
tetangga, pintu itu kamu banting keras-keras? “

“Maaf Bu. Aku kena musibah. Motorku dicuri orang di kantor. Semua orang di kantor
dan petugas satpam juga tidak tahu menahu. Aku sudah lapor polisi terdekat, walau tahu
itu percuma. Aku benar-benar kalut saat ini. Apalagi kreditannya belum selesai. Aduhhh!
harus cari di mana yah!!??? Sepertinya aku benar-benar ingin menghabisi orang yang curi
motorku itu, jika beruntung ketemu nanti. Awasss!!!” cerita Tabrani tak ada ujungnya.

Ibunya melihat kegusaran anaknya berlebihan. Ingin rasanya memeluk dan mengelus
dadanya. Namun ia pikir, saat ini ia tidak bisa menghadapi anaknya dengan tenang.
Untuk apa menghadapi sebuah batu.

“Coba kamu cari motormu di Al Qur’an!” seru ibunya sambil berlalu kembali ke
kamarnya, sambil berharap ada air yang bisa menghancurkan batu itu.
“Ibu ngomong apa seh? Tidak bisa lihat aku lagi kesal apa? Kok bisa-bisanya ngelantur
seperti itu.” bisik hati Tabrani panas membara.

***

Beberapa hari kemudian, Tabrani keluar kamar dengan tampak cerahnya. Lalu ia
menghampiri ibunya, sambil menyematkam ciuman sayang didahi perempuan tua itu.

Leila adiknya yang berada di situ hanya terheran-heran. “Ketemu jodoh kali?” bisik
otaknya.

“Terima kasih ya Bu! Sudah menjadi ibu yang terbaik, terbaik dari segala perempuan!”

“Gombal! Kamu kenapa seh?” tanya Bu Dedeh yang masih memerah pipinya.

“Aku sudah menemukan motorku!”

“Oh yah? Alhamdulillah! Ketemu di mana?”

“Ya di Al Qur’an lah Bu. Khan ibu yang bilang.”

Bu Dedeh tersenyum cerah.

“Motor? Di Al Qur’an? Emang bisa? Di mana?” tanya Leila.

“Di ayat-ayat kesabaran, di ayat-ayat keikhlasan, di ayat-ayat bahwa harta itu hanya
pinjaman. bukan milik kita, tapi milik Allah!” jawab Tabrani sambil tersenyum kepada
adiknya.

“Ooo gitu toh! Baguslah! Aku udah lama khawatir dengan keadaan Aa.”

“Iya La! Jangankan motor, kamu dengar tidak berita di teve kemarin. Ada orang yang
membunuh penjual pulsa, lantaran pulsa yang ia beli tidak kunjung masuk. Padahal pulsa
itu hanya seharga Rp. 10.000,-. Tapi bisa mengubah orang jadi ganas dan lupa diri.
Makanya kita harus belajar bersabar dan ikhlas! Apalagi hidup di negara ini yang terasa
semakin sempit saja.” kata Bu Dedeh kepada anak-anaknya yang tercinta.

Tabrani dan Leila mengangguk paham.

***

Anda mungkin juga menyukai