Anda di halaman 1dari 110

PRINSIP PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENERBITAN IZIN

LINGKUNGAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA


SAMPAH (PLTSa) KOTA SURAKARTA

Penulisan Hukum
(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk


Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh
Setia Fatmawati
E0014373

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PRINSIP PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENERBITAN IZIN


LINGKUNGAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
SAMPAH (PLTSa) KOTA SURAKARTA

Oleh
Setia Fatmawati
E0014373

Disetujui untuk di pertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum


(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 18 April 2018

Dosen Pembimbing

Dr. Lego Karjoko S.H., M.H.


NIP. 196305191988031001

ii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)

PRINSIP PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENERBITAN IZIN


LINGKUNGAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
SAMPAH (PLTSa) KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh:
SETIA FATMAWATI
NIM. E0014373

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan


Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari / Tanggal :
DEWAN PENGUJI
1.
NIP. : ………………………………
Ketua
2.
NIP. : ………………………………
Sekertaris
3.
NIP. : ………………………………
Anggota
Mengetahui
Dekan,

Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum.


NIP. 1960110719860110

iii
PERNYATAAN

Nama : Setia Fatmawati


NIM : E0014373

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:


Prinsip Partisipasi Publik dalam Penerbitan Izin LingkunganPembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Kota Surakarta adalah betul-betul
karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
di beri tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 18 April 2018


yang membuat pernyataan

Setia Fatmawati
NIM. E0014373

iv
ABSTRAK
SETIA FATMAWATI. E0014373. 2018. PRINSIP PARTISIPASI PUBLIK
DALAM PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN PEMBANGUNAN
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa) KOTA
SURAKARTA. Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret.

Pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) adalah sebuah terobosan baru dalam
meengolah sampah menjadi sumber tenaga pembangkit listrik. Salah Proyek
pembangunan PLTSa di Indonesia adalah yang dibangun di Kota Surakarta, Jawa Tengah
dengan memanfaatkan sampah yang berlokasi di tempat pembuangan akhir (TPA) Putri
Cempo, Mojosongo. Sebagai kegiatan pembangunan yang berdampak terhadap
lingkungan, pembangunan PLTSa haruslah memiliki izin lingkungan. Masyarakat atau
publik sebagai salah satu elemen penting didalam proses perumusan izin lingkungan
tersbut haruslah dilibatkan sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sesuai tidaknya keterlibatan prinsip
partisipasi publik dalam penerbitan izin pembangunan PLTSa Kota Surakarta. Prosedur
keterlibatan pertisipasi publik dalam penerbitan izin lingkungan secara lebih rinci
tertuang dalam pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin
Lingkungan, dan Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012,
tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Penyusunan Dokumen Kajian Lingkungan
Hidup dan Izin Lingkungan. Penelitian hukum ini merupakan penilitian normatif atau
dokterial, dan bersifat preskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan berupa
bahan hukum primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan bahan hukum yang digunakan
adalah silogisme dengan menggunakan pola berfikir deduktif. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan ini dihasilkan simpulan bahwa belum idealnya keterlibatan
publik dalam perumusan penerbitan izin lingkungan pembangunan PLTSa Kota
Surakarta, karena partisipais publik belum sepenuhnya dilibatkan secara prosedural dalam
pengambilan keputusan ketika proses perumusan penerbitan izin lingkungan .

Kata Kunci : Partisipasi Publik, Izin Lingkungan, PLTSa.

v
ABSTRACT

SETIA FATMAWATI. E0014373. 2018. THE PRINCIPLE OF PUBLIC


PARTICIPATION IN PUBLISHING ENVIRONMENTAL PERMIT OF
CONSTRUCTION INCINERATION WASTE-TO-ENERGY POWER
PLANT SURAKARTA CITY. Legal Writing (Thesis) Faculty Of Law
Sebelas Maret University.

Incineration Waste-to-Energy Power Plant (PLTSa) is discussing the new


breakthrough in processing waste into the source power of power plant. One of the
Incineration Waste-to-Energy Power Plant construction projects in Indonesia was built in
Surakarta, Central Java by making use of waste located at Putri Cempo, Mojosongo
landfills. As construction activities that have an impact on the environment, Incineration
Waste-to-Energy Power Plant construction must have environmental permit. The society
or public as one of the important elements in the process of formulation of the
environmental permit as mandated in Act Number 32 Year 2009 Act No. 32 of the year
2009 about The Protection and Management of The Environment.
This research aims to find out the appropriate involvement of the public
participation principle in publishing environmental permit of construction Incineration
Waste-to-Energy Power Plant in Surakarta City. Involvement of the public participation
procedures in the publishing of the environmental permit more detail is stated in
Government Regulation Number 27 Years 2012 about Environmental Permit, and
Regulation of Environment State Minister Number 17 Year 2012, about Society
Involvement in The Process of Drafting the Document Environmental Studies and
Environmental Permits. This research is a normative research or doctrinal, and
prescriptive. This research use statue approach and conceptual approach. Legal materials
collection techniques used are syllogisms by using deductive thinking patterns. Based on
the results of research concludes that yet ideally public engagement in the formulation of
publishing environmental permits of Incineration Waste-to-Energy Power Plant
construction Surakarta City, because public participation has not been fully involved
procedurally in decision making when the process of formulation of publishing
environmental permits.

Keywords: Public Participation, Environmental Permits, PLTsa

vi
MOTTO

)6( ‫) ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْسًرا‬5( ‫َفِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْسًرا‬

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya


sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(Asy Syarh: 5-6).

Biar peluru menembus kulitku


Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari


Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli


Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil Anwar)

“Some are born great, others achieve greatness.”


(William Shakespeare)

vii
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim....
Dengan segala puji syukur dan kerendahan hati, Penulis mempersembahkan
Karya (Skripsi) ini kepada :
1. Allah Azza Wa Jalla, Dzat yang Maha Sempurna yang tak henti-hentinya
memberikan segala kemudahan dan Nikmat-NikmatNya kepadaku.

2. Nabi Muhammad SAW yang menjadi junjungan dan Panutankuu.

3. Mama Saminem dan Bapak Kusiman orang tuaku yang tak pernah lelah
untuk mengirimkan doa, semangat serta motivasi selama aku
menyelesaikan perkuliahan meskipun terpisah jarak Jakarta-Surakarta.

4. Cindy Dwi Pramesti adikku yang selalu menguatkan dan menjadi tempat
bertukar pikiran dan mencurahkan segala keresahan selama menempuh
bangku perkuliahan.

5. Dr. Lego Karjoko, S.H., M.H. Dosen Pembimbing sekaligus panutan saya
dan motivator saya selama saya menyelesaikan skripsi ini.

6. Winata Syaputra Sahabat terkasih yang menemani dan menjadi tempat


curahan hati selama selama proses pengerjaan skripsi ini.

7. Putri Aprilia, Maria Fransiska Larasati, Azizah Imamatun Nisa,


Dewangga Bangun, Sindu Sakti, Teman-teman terdekatku yang
menemani dan memberikan dukungan selama proses pengerjaan skripsi
ini.

8. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret


Surakarta.

viii
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah


SWT Tuhan semesta alam, karena atas kehadirat dan segala nikmatNya penulis
dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) dengan judul : PRINSIP
PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN
PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SAMPAH (PLTSa)
KOTA SURAKARTA. Sholawat dan Salam tak pernah lupa penulis panjatkan
pada Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW yang kita tunggu-tunggu
syafaatnya di Yaumul Qiyamah kelak.
Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan hukum ini membahas keterlibatan prinsip partisipasi publik
dalam penerbiatan izin lingkungan pembangunan pembangkit listrik tenaga
sampah Kota Surakarta. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan kerendahan
hati, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang mendukung penulisan hukum ini.
2. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa studi di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Ibu Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M. selaku Ketua
Bagian Hukum Administrasi Negara yang memberikan bantuan dan ijin
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
4. Bapak Dr. Lego Karjoko S.H., M.H. selaku pembimbing penulisan hukum
yang telah meluangkan waktu dan memberikan pikiran, tenaga, dan
memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi dengan baik dan tepat
waktu.

ix
5. Dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh studi.
6. Bapak dan Ibu staf karyawan kampus Fakultas Hukum UNS yang telah
membantu dan berperan dalam kelancaran kegiatan proses belajar
mengajar dan segala kegiatan mahasiswa di Fakultas Hukum UNS.
7. Bapak Gentil Fernandez D.C. selaku Sekertaris Kelurahan Mojosongo,
Bapak Bapak Usman Prabowo selaku kepala seksi Pembangunan dan
Lingkungan Hidup Kelurahan Mojosongo, Bapak Trimin selaku Ketua
RW 39, Bapak Hendri Kristianto selaku Ketua Rukun Tetangga (RT) 01,
Bapak Santoso selaku Ketua RT 02, dan Bapak Prihatnolo selaku Ketua
RT 03.
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu disini yang
telah membantu penulis hingga terselesaikannya penulisan hukum
(skripsi) ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam menyelesaikan
penulisan hukum (skripsi) ini, apabila ada kekurangan maka hal tersebut tidak
lepas dari keterbatasan penulis dalam mengkaji penelitian ini. Semoga
penulisan skripsi ini bermanfaat dan menambah ilmu khususnya di bidang
Ilmu Hukum dan dapat dijadikan sebagai sumber bagi peneliti selanjutnya.

Surakarta, 18 April 2018


Penulis,

Setia Fatmawati
NIM. E0014373

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................................iii

HALAMAN PERNYATAAN..............................................................................iv

ABSTRAK..............................................................................................................v

ABSTRACT...........................................................................................................vi

HALAMAN MOTO.............................................................................................vii

HALAMAN PERSEMBAHAN.........................................................................viii

KATA PENGANTAR...........................................................................................ix

DAFTAR ISI.........................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii

DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1


B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian...........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian........................................................................................6
E. Metode Penelitian..........................................................................................7
F. Sistematika Penulisan Hukum.....................................................................11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................16

A. Kerangka teori.............................................................................................16
1. Tinjauan tentang Izin Lingkungan..........................................................16
2. Tinjauan tentang Prinsip Partisipasi Publik.............................................23
B. Kerangka Pemikiran....................................................................................41

xi
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................43

A. Gambar Umum Kota Surakarta dan Kelurahan Mojosongo.......................43


B. Lokasi Penelitian.........................................................................................45
C. Deskripsi PLTSa.........................................................................................85

D.Deskripsi PLTSa Mekanisme Keterlibatan Partisipasi Masyarakat dalam

Perumusan Izin Lingkungan PLTSa Kota Surakrata Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengeolaan dan Perlindungan

Lingkungan Hidup.............................................................................................87

E. . Akibat Hukum Tidak Dilibatkanya Partisipasi Publik Dalam Perumusan

Izin Lingkungan ...............................................................................................88

BAB IV PENUTUP..............................................................................................93

A. Simpulan.....................................................................................................93
B. Saran............................................................................................................95

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................96

LAMPIRAN

xii
DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran.........................................................................................38
2. Peta Pola Ruang Lokasi Penelitian..................................................................43
3. Lokasi Penelitian..............................................................................................47
4. Skematik Rancangan Teknis PLTSa................................................................49
5. Skema Alur Izin Lingkungan. Sumber: Badan Penetapan Langkah Kajian Lingkungan.......63
6. Skema Penentuan Jenis Izin Lingkungan ..................................................................65
7. Skema Alir Kerangka Penyusunan Dokumen AMDAL ................................................67
8. Skema Keterlibatan Para Pihak dalam Penerbitan Izin Lingkungan.................................83

DAFTAR TABEL
1. Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin Kota
Surakarta Tahun 2013.......................................................................................44

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kebutuhan manusia akan sumber daya listrik semakin hari semakin
besar dan beragam. Kebutuhan akan daya listrik tidak hanya semata
digunakan untuk memenuhi hajat hidup pribadi saja. Lebih luas lagi,
kebutuhan akan sumber daya listrik juga diperlukan untuk pemenuhan
kebutuhan dengan skala yang lebih besar, seperti keperluan industri barang
maupun jasa, transportasi, kantor pemerintahan, tempat – tempat umum,
dan sebagainya. Tidak dapat dipungkuri bahwa kebutuhan akan sumber
daya listrik kini telah menjadi hal vital yang hadir hampir disetiap aspek
kehidupan manusia. Indonesia termasuk negara sebagai pengguna sumber
daya listrik dalam jumlah yang semakin harinya semakin meningkat.
Berdasarkan data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Republik Indonesia, diketahui bahwa konsumsi listrik per kapita mencapai
999,41 kilo Watt hour (kWh) hingga September 2017. Angka ini nak 3,98
persen dari posisi akhir 2016 sebesar 956,36 persen.
Sumber daya listrik tersebut diperoleh dari jenis pembangkit listrik
yang beragam. Karena pada umumnya setiap negara dapat menyediakan
pembangkit listrik dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
tersedia. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia
memiliki beberapa jenis pembangkit listrik, baik yang langsung di bawah
naungan PT PLN (Pembagkit Listrik Negara), pihak swasta, maupun hasil
swadaya dari kelompok masyarakat tertentu. Adapun jenis pembangkit
listrik pertama yang cukup populer dan berjumlah cukup banyak di
Indonesia ialah pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Kemudian
perkembangan jenis pembangkit listrik tersebut semkain hari semakin
memunculkan terobosan – terobosan baru seperti pembangkit listrik tenaga
uap (PLTU), Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). pembangkit listrik
tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit
listrik tenaga bayu atau angina (PLTB), dan Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi atau Geothermal Power Plant (PLTP). Hingga terobosan

1
2

terbaru Pemerintah yang menciptakan pembangkit listrik dengan


memanfaatkan sampah.
Proyek pembangunan Pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa)
Indonesia yang salah satunya diuji cobakan di Kota Surakarta, Jawa
Tengah dengan memanfaatkan sampah adalah yang berlokasi di tempat
pembuangan akhir (TPA) Putri Cempo, Mojosongo. Hal ini disamping
ditujukan untuk memperoleh sumber daya listrik juga sebagai bentuk
tanggung jawab pemerintah dalam menanggulangi dampak dari kuantitas
sampah yang semakin hari semakin meningkat. Direktur Jendral
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun (Dirjen PSLB3)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tuti Hendrawati
Mintarsih menuturkan bahwa Tahun 2016 ada sekitar 65 juta ton sampah
per harinya yang diproduksi masyarakat Indonesia. Jumlah ini naik satu
ton dibandingkan produksi 2015 sekitar 64 juta ton sampah perhari.
KLHK juga menilai bahwa persoalan sampah sudah meresahkan.
Indonesia bahkan masuk dalam peringkat kedua di dunia sebagai
penghasil sampah plastik ke laut setelah Tiongkok. Hal itu berkaitan
dengan data dari KLHK yang menyebut plastik hasil dari 100 toko atau
anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu
satu tahun saja, sudah mencapai 10,95 juta lembar sampah kantong
plastik. Jumlah itu ternyata setara dengan luasan 65,7 hektare kantong
plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola. Melalui PLTSa
diharapkan nantinya jumlah sampah yang begitu besar dapat dialihkan
untuk pemanfaatan sumber pembangkit tenaga listrik yang bermanfaat.
Pembangunan PLTSa di Kota Surakata juga merupakan satu dari
tujuh kota yang menjadi uji coba pembangunan PLTSa sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik. Meskipun kemudian
Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Nomor 27 P/HUM/2016
menyatakan peraturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatnya, yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
3

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, karena Pembangunan


PLTSa dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Hal tersebut tidak menghentikan proses pembangunan PLTSa Kota
Surakarta.
Kepastian ini disampaikan Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo
yang menyatakan bahwa pengelolaan sampah yang akan dikerjakan
pemerintah direncanakan jauh sebelum Peraturan Presiden nomor 18 tahun
2016 tentang Percepatan Pembangunan Listrik Tenaga Sampah.
Kekhawatiran mengenai dampak buruk terhadap lingkungan dipastikan
tidak akan terjadi. PLTSa Kota Surakarta yang bekerjasama dengan PT.
Solo Citra Metro Plasma Power menggunakan teknologi ramah
lingkungan, dengan menerapkan plasma gasifikasi. Nantinya sampah
diproses melalui reaktor plasma bersuhu 1.200 derajat celcius. Jadi tidak
ada pembakaran, tidak ada asap, debu atau limbah beracun yang merusak
lingkungan. Lebih penting lagi, pembangunan akan dilaksanakan sesuai
dengan prosedur yang ada. Termasuk dengan mengkaji analisis dampak
lingkungan baik analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), upaya
pengelolaan lingkungan hidup (UKL), maupun upaya pemantauan
lingkungan hidup (UPL), untuk sampai ke penerbitan izin lingkungan.
Penerbitan izin lingkungan inilah yang nantinya menjadi standar suatu
bangunan boleh didirikan atau tidak, sesuai dengan ketentuan Pasal 40
Ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pelindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU PPLH), yang mana menyebutkan bahwa izin
lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha atau
kegiatan maka konsekuensinya sebelum dilakukan kegiatan atau diperoleh
izin usaha terlebih dahulu harus dipenuhi adanya izin lingkungan.
Terkait hal tersebut masyarakat atau publik haruslah dilibatkan.
Karena sudah menjadi kewajiban Pemerintah untuk mengikutsertakan
masyarakat dalam kebijakan pembangunan negara. Pasal 70 Ayat (1) UU
PPLH menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang
sama dan seluas – luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini berimplikasi bahwa ada
keterlibatan prinsip partisipasi publik di dalam proses penerbitan izin
4

lingkungan atas suatu bangunan yang didirikan di daerah maupun dalam


skala nasional. Dalam prinsip ke-4 Deklarasi Rio yang berbunyi : “In
order to achieve sustainable develovment, environmental protection shall
constitute an integral part of the develovment process and cannot be
considered in isolation from it.” Perwujudan dari prinsip keterpaduan
antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan adalam
perberlakuan AMDAL dan perlunya ketersediaan informasi lingkungan
dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan (Takdir Rahmadi,
2011:19). Pengambilan keputusan inilah yang kemudian harus melibatkan
partisipasi publik.
Prinsip partisipasi publik yang menjadi salah satu prinsip dalam
pengelolaan lingkungan hidup menerangkan bahwa setiap anggota
masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambila
keputusan dan pelaksaan perlindungan dan lingkungan hidup, baik secara
langsung maupun tidak langsung (A. Dardiri Hasyim, 2014:3). Hal
tersebut kemudian menjadi wajib dan penting, karena keberhasilan
pelaksanaan program pembangunan di bidang lingkungan hidup ada di
tangan pelakunya. Dalam hal ini interkasi antara pelaksana atau
pemerintah dan masyarakat sangatlah penting untuk menumbuhkan
pengertian, motivasi dan penghayatan di kalangan masyarakat untuk
berperan serta dalam mengembangkan pembangunan dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
Proyek Pembangunan PLTSa di TPA Putri Cempo, Mojosongo,
idealnya akan memberikan manfaat positif bagi Pemerintah maupun
masyarakat Kota Surakarta dalam peningkatan sumber daya listrik
sekaligus efesiensi dalam pengolahan sampah. Namun perlu ditelusuri
lebih lanjut apakah masyarakat atau publik telah dilibatkan Pemerintah
dalam proyek pembanguanan PLTSa tersebut dari segi penerbitan izin
lingkungan, mengingat mereka akan terkena imbas dari pembangunan
proyek tersebut.
5

B. Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah yang diuraikan diatas, penulis
merumuskan pokok masalah yang akan dikaji dalam penelitian untuk
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah Prinsip Partisipasi Publik sudah diterapkan dalam Penerbitan
Izin Lingkungan Pembangunan PLTSa Kota Surakarta ?
2. Apakah Akibat Hukum apabila Penerbitan Izin Lingkungan
Pembangunan PLTSa Kota Surakarta tidak sesuai dengan Prinsip
Partisipasi Publik?
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak
dicapai dengan jelas. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan
pedoman dalam melangkah dengan maksud penelitian yang hendak
dicapai dan memberikan pemecahan masalah agar penelitian menjadi
akurat dan dapat memberikan manfaat. Tujuan penelitian tidak boleh
menyimpang dari rumusan masalah karena tujuan penelitian dan rumusan
masalah merupakan satu kesatuan. Adapapun tujuan dari penelitian
sebagai berikut:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis keterlibatan prinsip
partisipasi publik dalam penerbitan izin lingkungan pembangunan
PLTSa Kota Surakarta
b. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis akibat hukum yang
terjadi apabila penerbitan izin lingkungan PLTSa Kota Surakarta
tidak sesuai dengan prinsip partisipasi publik
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperoleh data – data dan informasi secara lengkap dan
terperinci yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sebagai
bahan utama penulisan hukum guna memenuhi persyaratan
akademisi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dalam bidang
Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6

b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan ilmu


pengetahuan dan pengalaman penulis di bidang Hukum
Administrasi Negara khususnya terkait dengan keterlibatan prinsip
partisipasi publik dalam penerbitan izin lingkungan pembangunan
PLTSa Kota Surakarta.
c. Untuk mengimplementasikan ilmu yang penulis peroleh agar
memberikan manfaat khususnya bgai penulis dan umumnya pada
masyarakat, serta memberikan kontribusi positif bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum .
D. Manfaat Penelitian
Penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut dapat
memberikan manfaat bagi para pihak. Penulis berharap kegiatan penelitian
dalam penulisan hukum ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang
terkait dengan penulisan hukum ini, baik bagi penulis sendiri maupun
untuk pihak-pihak lain yang membaca penulisan hukum ini. Adapun
manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran, menambah pengetahuan bagi perkembangan di bidang
hukum pada umumnya, khususnya bidang Hukum Administrasi
Negara.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak referensi dan
literature terkait keterlibatan publik dalam penerbitan izin
lingkungan pembangunan PLTSa di Kota Surakarta.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi
penelitian yang akan dating sesuai dengan bidang penelitian yang
dikaji peneliti.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas
permasalahan yang akan diteliti oleh penulis.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan maupun pola pikir bagi penulis untuk mengetahui
7

kemampuan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang


diperoleh.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru dan
penambah sumber bacaan di bidang ilmu Hukum Administrasi
Negara mengenai keterlibatan publik dalam penerbitan izin
lingkungan pembangunan PLTSa Kota Surakarta.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk
menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik
yang bersifat asas-asas hukum, norma-norma yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan kenyataan hukum
dalam masyarakat (Zainuddin, 2015:19).
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya
dan mengadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut,
untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan (Beni Ahmad
Saebani,2009:32).
Penelitian hukum adalah suatu kegiatan keilmuan yang dilakukan
untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi dengan cara
mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum,
menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan
pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014:60).
Metode dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah penelitian hukum (legal recearch). Menurut Peter Mahmud
Marzuki, penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research)
sudah jelas bahwa penelitian tersebut selalu normatif (Peter Mahmud
Marzuki, 2014: 55-56). Dengan penelitian hukum ini penulis berharap
mampu memberikan jawaban atas permasalahan hukum dalam
penelitian ini.
8

2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini yaitu prespektif dan
terapan. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang
bersifat prespektif. Sebagai ilmu yang bersifat prespektif ilmu hukum
mempelajari gagasan-gagasan hukum yang bersifat mendasar,
universal, umum, dan teoritis serta landasan pemikiran yang
mendasarinya. Landasan pemikiran itu berkaitan dengan berbagai
macam konsep mengenai kebenaran, pemahaman dan makna, serta
nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral (Peter Mahmud Marzuki, 2014:
41-42).
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan-
pendekatan yang digunakan didalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Pendekatan
perundang-undangan, yakni dengan mencari ratio legis dan dasar
ontologis lahirnya perundang-undangan terkait masalah penelitian.
Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis suatu undang-
undang dapat ditemukan kandungan filosofi yang ada di belakang
undang-undang itu (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 93). Memahami
kandungan filosofi yang ada dibelakang undang-undang itu, dapat
disimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang-
undang dengan isu yang dihadapi dan digunakan sebagai dasar untuk
membangun argumentasi hukum untuk menjawab isu hukum yakni
Implementasi ketentuan keterlibatan partisipasi publik dalam proses
penerbitan izin lingkungan pembangunana PLTSa kota Surakarta
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sedangkan pendekatan konseptual yang dimaksud adalah
pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari
pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti
akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian
9

hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan


isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam
membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang
dihadapi.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum


Sumber penelitian dapat dibedakan menjadi 2 yakni sumber bahan
primer dan sumber bahan sekunder. Selain adanya sumber bahan
primer dan sumber bahan sekunder, penelitian ini juga menggunakan
data primer untuk mendapatkan isu-isu hukum. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
serta data primer sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat
autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri
dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun
bahan hukum primer yang digunakan oleh peneliti adalah:
1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin
Lingkungan
3) Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomro 5 Tahun 2012,
tentang rencana/usaha kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan dokumen AMDAL
4) Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun
2012, tantang pedoman Penyidikan Tidnak Pidana di
bidang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
5) Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012
tentang Pedoman Penyususnan Dokumen Kajian
Lingkungan Hidup
10

6) Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun


2012, tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses
Penyusunan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup dan Izin
Lingkungan
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan hukum yang berupa
semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-
dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
komentar.
c. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dan
dikumpulkan secara langsung dari lapangan melalui wawancara
yang berupa keterangan atau fakta-fakta terkait isu hukum. Penulis
ini mengumpulkan data secara bertahap yang dimulai wawancara
dengan Bapak Gentil Fernandes D.C selaku Sekertaris Kelurahan
Mojosongo, Bapak Usman Prabowo selaku Kepala Seksi
Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Bapak Trimin selaku Ketua
RW 39 Bapak Hendri Kristianto selaku Ketua RT 01, Bapak
Santoso selaku Ketua RT 02, Bapak Prihatnolo selaku Ketua RT
03, guna mengetahui keterlibatan prinsip partisipais publik dalam
proses penerbitan izin lingkungan pembangunan PLTSa Kota
Surakarta.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk
memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan
bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan dan
penulisan hukum ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan
adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui
bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys. Teknik
ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan
mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen,
11

laporan arsip dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan


masalah yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2011: 21).

6. Teknik Analisis Bahan Hukum


Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah analisis
bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode silogisme. Artinya
bahwa analisis bahan hukum ini mengutamakan pemikiran secara
logika sehingga akan menemukan sebab dan akibat yang terjadi.
Dimana seperti pendapat Philipus M.Hadjon yang dikutip oleh Peter
Mahmud Marzuki, bahwa didalam logika silogistik untuk penalaran
hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum sedangkan
premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan penggunaan
silogisme adalah untuk membuktikan apakah fakta hukum yang dalam
hal ini premis minor memenuhi unsur-unsur perbuatan yang diaturnya
oleh Undang-Undang dalam hal ini adalah premis mayor (Peter
Mahmud Marzuki, 2011: 47).

F. Sistematika Penulisan Hukum


Menjabarkan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan
hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum.
Adapun sistematika ini terdiri dari 4 (empat) bab. Tiap-tiap bab terbagi
dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun
sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode
penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang menjadi landasan
atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literatur-
12

literatur yang berkaitan dengan penulisan hukum ini. Kerangka teori


tersebut meliputi tinjauan tentang izin lingkungan dan tinjaun tentang
partisipasi publik.

BAB III :PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN


Bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang
diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang
diteliti, terdapat hal pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini
yaitu bagaimanakah keterlibatan prinsip partisipasi publik dan
bagaimanakah konsekuensi hukum apabilaa prinsip partipasi publik
tidak dilibatkan dalam penerbitan izin lingkungan pembanunan PLTSa
Kota Surakarta

BAB IV : PENUTUP
Bab ini penulis menguraikan mengenai simpulan yang dapat diperoleh
dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-
saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait
dengan bahasan penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORI

a. Tinjauan Tentang Izin Lingkungan


Berbicara mengenai izin lingkungan tidak lepas dari
lingkungan hidup dan hukum lingkungan. Lingkungan hidup
didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. Secara definitif
hukum lingkungan adalah aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan
atau norma-norma hukum yang mengatur secara terpadu dalam hal
penataan, pemanfaatan, perkembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (H. A. Dardiri
Hasyim, 2014:1-2).
Siti Sundari Rangkuti menyatakan hukum lingkungan
menyangkut penetapan nilai – nilai yang sedang berlaku dan nilai –
nilai yang diharapkan diberlakukan di masa mendatang serta dapat
disebut “hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup”. Hukum
lingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik
antara manusia dengan mahluk hidup lainyayang apabila dilanggar
dapat dikenakan sanksi. Sanksi yang termuat dalam hukum
lingkungan merupakan sanksi – sanksi yang telah diatur
sebelumnya dalam hukum perdata, hukum pidana, serta hukum
administrasi (Supriadi, 2006:170)
Menurut Danusaputro, pada dasarnya hukum lingkungan
dalam pengertian yang paling sederhana adalah hukum yang
mengatur tatanan lingkungan. Ditambahkan bahwa hukum tata
(pengelolaan) lingkungan atau hukum tata penyelenggaraan tugas

17
18

(hak dan kewajiban) kekuasaan negara berikut alat kelengkapanya


dalam mengatur pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan
Semunur Hardjasoemantri berpendapat, bahwa hukum tata
lingkungan (HTL) megatur penataan lingkungan guna mencapai
keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup , baik
lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budaya.
Bidang garapanya meliputi tata ruang, tata guna tanah, tata cara
peran serta masyarakat, tata cara peningkatan upaya pelestarian
kemampuan lingkungan, tata cara perlindungan lingkungan, tata
cara ganti kerugian dan pemulihan lingkungan serta penataan
keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup (R.M Gatot P.
Soemartono,2004:53)
Proses pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia
harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingungan sesuai dengan amanah
pasal 33 ayat (4) Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Aktivitas pembangunan yang dilakukan
dalam berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkanya
prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses
pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang
diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut
dianalisis sejak awal perencaanya, sehingga langkah pengendalian
dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan
sedini mungkin. Perangkat atau instrument yang dapat digunakan
untuk melakukan hal tersebut adalah AMDAL dan UKL-UPL.
Pasal 22 UU PPLH menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak lingkungan hidup wajib memiliki
AMDAL (Mursid Raharjo, 2014:110).
a) Pengertian Izin Lingkungan
19

Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap


orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib
AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memeperoleh
izin usaha dan /atau kegiatan Usaha dan/atau kegiatan adalah
segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan
terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak
terhadap lingkungan hidup (H. A. Dardiri Hasyim, 2014:81).
Izin lingkungan diatur dalam peraturan pemerintah (PP)
Nomor 27 tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. Pasal 1 ayat
(1) menyebutkan :
“Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh
izin Usaha dan/atau Kegiatan”.
AMDAL dan UKL-UPL merupakan instrumen untuk
merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan dari
aktivitas pembangunan. Mengingat fungsinya sebagai salah
satu instrumen dalam perencanaan usaha dan/atau kegiatan,
penyusunan AMDAL tidak dilakukan setelah usaha dan/atau
kegiatan dilaksanakan. Penyusunan AMDAL dilakukan pada
tahap studi kelayakan atau desain detail rekayasa (H. A. Dardiri
Hasyim, 2014:88).
Beberapa hal terkait izin lingkungan, yaitu :
a) AMDAL
AMDAL lahir dengan diundangkanya undang –
undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat,
National Enviromental Policy Act (NEPA) Pada tahun
1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
20

1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang – undang ini


menyatakan, semua usulan legislasi dan aktivitas
pemerintah federal yang besar yang diperkiraan akan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan
diharuskan disertai laporan Enviromental Impact
Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan
tersebut (Otto Soemarwoto, 1988:1).
Menurut pasal 1 Ayat (11) UU PPLH, AMDAL
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaran usahadan/atau kegiatan (H. A.
Dardiri Hasyim, 2014:82). Setiap usaha atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki AMDAL. Jenis usaha atau kegiatan yang wajib
AMDAL ditetapkan berdasarkan potensi dampak penting
dan ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia
untuk menanggulangi dampak penting negatif yang akan
timbul. Potensi dampak penting tersebut terbagi
berdasarkan :
(a) Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan;
(b) Luas penyebaran dampak;
(c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
(d) Banyakanya komponen lingkungan hidup lain yang
akan terkena dampak;
(e) Sifat kumulatif dampak;
(f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan
(g) Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan/atau
21

(h) Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa


negara sebagai landasan kebijakan tentang AMDAL
(H. A. Dardiri Hasyim, 2014:85).
Konsep AMDAL yang mempelajari dampak
pembangunan terhadap lingkungan dan dampak
lingkungan terhadap pembangunan juga didasarkan
pada konsep ekologi yang secara umum didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara mahluk
hidup dengan lingkunganya. AMDAL merupakan
bagian ilmu ekologi pembangunan yang mempelajari
hubungan timbal balik atau interaksi antara
pembangunan dan lingkungan (Otto Soemarwoto,
1988:37).
AMDAL diperuntukan bagi perencanaan program
dan proyek. Karena itu AMDAL sering pula disebut
preaudit. Baik menurut undang – undang maupun
berdasarkan pertimbangan teknis, AMDAL bukanlah
alat untuk mengkaji lingkungan setelah program atau
proyek selesai dan operasional (Otto Soemarwoto,
1988:71).
Menurut ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan,
dinyatakan bahwa Dokumen AMDAL, terdiri dari:
(a) Kerangka Acuan (KA)
(b) ANDAL

(c) RKL-RPL

Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian


Analisis Dampak Lingkungan Hidup yang merupakan
hasil pelingkupan. Analisis Dampak Lingkungan
Hidup, yang selanjutnya disebut ANDAL, adalah telaah
22

secara cermat dan mendalam tentang dampak penting


suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL),


adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan
hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha
dan/atau kegiatan. Rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup (RPL), adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan (Fransmini Ora Rudini,
2015:20).

b) UKL dan UPL


Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-
UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusantentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (H.
A. Dardiri Hasyim, 2014:82).
Pasal 1 Ayat (3) PP Nomor 27 Tahun 2012 menyebutkan:
“Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut
UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan/atau Kegiatan”.
Dokumen UKL dan UPL disusun untuk jenis rencana
usaha/kegiatan yang tidak teramsuk dalam lampiran Peraturan
Mentri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
kegiatan wajib AMDAL. Rencana usaha/kegiatan yang tidak
23

termasuk dalam lampiran wajib amdal diprediksikan tidak


menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup. Meskipun demikian dampak lingkungan harus tetap
dilakukan oengelolaan ligkungan agar tidak menimbulkan
dampak yang lebih buruk. (Mursid Raharjo, 2014:111-112).
Adapun muatan dalam dokumen UKL dan UPL yaitu :
i. Identitas Pemrakarsa
Identitas ini sangat penting untuk mengetahui pihak – pihak
yang nantinya akan bertanggung jawab terhadap seluruh
kewajiban pengelolaan lingkungan hidup. Identitas
pemrakarsa mencakup sebagai berikut :
(a) Nama pemrakarsa
(b) Alamat kantor, kode pos, nomor telepon, dan fax email
(c) Harus ditulis dengan jelas identitas pemrakarsa, termasuk
institusi dan orang yang bertanggung jawab atas rencana
kegiatan yang diajukanya. Jika tidak ada nama badan
usaha/instantsi pemerintah, hanya ditulis nama
pemrakarsa (untuk perseorangan)
ii. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
(a) Nama rencana usaha dan/atau kegiatan
Dituliskan dengan jelas nama dan rencana usaha dan
kegiatan untuk dipahami bersama termasuk dalam hal
pengajuan hukum lingkungan.
(b) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dan dilampirkan
peta yang sesuai dengaan kaidah kartografi dan/atau
ilustrasi lokasi dengan skala yang memadahi.
(c) Skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan
Keterangan : tuliskan ukuran luas dan/atau panjang dan
atau volume dan/atau kapasitas atau besaran lain yang
dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang
skala kegiatan. (Mursid Raharjo, 2014:112).
24

b. Tinjauan Tentang Prinsip Partisipasi Publik


a) Pengertian Prinsip Partisipasi Publik
Secara terminologi bahasa, pengertian partisipasi adalah hal
turut berperan serta dalam suatu kegiatan (Budiono,
2005:370) . Sementara padanan kata paratisipasi dalam bahasa
inggris yaitu participation yang artinya pengambilan bagian,
pengikutsertaan. Selain kata partisipasi, sering pula kita jumpai
kata peran (Jhon Echols dan Hasan Shadily,2000: 419).
Istilah peran atau berperan banyak pula dipakai oleh
pengamat hukum lingkungan dalam karya tulisnya. Bahkan di
dalam UUPLH, penggunaan kata berperan dapat dijumpai di
dalamnya. Dalam perspektif UUPPLH, partisipasi masyarakat
dalam proses pembuatan AMDAL menggunakan istilah
melibatkan. Padanan kata ini asal kata dari libat yaitu melibat;
melipat; membebat; membelit; menyangkut; memasukan atau
membawa – bawa ke dalam perkara atau urusan dan
sebagainya. Sedangkan istilah “mengikutsertakan” yang
termaktub di dalam PP Izin Lingkungan, menurut tata bahasa
Indonesia merupakan asal kata dari ikut, serta, ikut serta,
mengikutsertakan. Padanan kata Mengikutsertakan artinya
menjadikan agar turut berbuat sesuatu secara bersama
(Budiono, 2005:316). Peran serta masyarakat atau partisipasi
masyarakat merupakan salah satu pilar utama good governance
dan pembangunan berkelanjutan. (Marlia Sastro dan
Nuribadah, 2015: 74).
Sementara itu, pengertian masyarakat adalah pergaulan
hidup manusia, sehimpunan manusia yang hidup bersama
dalam suatu tempat dengan ikatan – ikatan aturan yang tertentu,
orang banyak. Masyarakat menurut kamus hukum yaitu setiap
kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama
25

cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan


menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan
batas – batas yang dirumuskan dengan jelas. Sunanto
menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat adalah suatu
usaha untuk menumbuhkan semangat dan rasa memiliki
terhadap berbagai kegiatan pembangunan masyarakat berdasar
atas keterlibatannya dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembangunan. Pengertian lainnya yaitu partisipasi
masyarakat sebagai bentuk penyerahan sebagian peran dalam
kegiatan dan tanggung jawab tertentu dari suatu pihak ke pihak
lain (Sunanto, 2008:6).
Partisipasi publik merupakan istilah kategori untuk
kekuasaan negara yang bisa diartikan dengan hak warga
negara. Hak tersebut meliputi bagaimana keterlibatan
masyarakat dalam penetapan kebijakan, pengalokasian sumber
daya dan pajak, pengoperasian program pemerintahan, dan
lain-lain. Partisipasi masyarakat ini berperan penting dalam
mewujudkan masyartakat yang makmur (Sherry R. Arstein,
1969:216).
Tipe participation dan non participation menurut Sherry R.
Arnstein digambarkan dalam sebuah urutan anak tangga dari
yang terendah sampai tertinggi. Sebuah tangga tersebut
menerangkan tentang sejauh mana tingkatan patisipasi
masyarakat dari yang tidak berpartisipasi sampai yang paling
berpartisipasi yang menunjukkan tingkat kekuatan masyarakat
dalam menentukan keputusan akhir. Delapan anak tangga
tersebut terdiri dari manipulation, therapy, informing,
consultation, placation, partnership, delegated power, dan
citizen control. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:
26

Gambar 1. Eight Rungs on a Ladder of Citizen Participation


(1) Manipulasi (Manipulation)
Manipulasi merupakan tahapan non participation dimana pada
tahapan ini partisipasi masyarakat direkayasa oleh pihak pemegang
kekuasaan. Pada tahapan ini, tidak memungkinkan masyarakat
untuk merencanakan atau melaksanakan suatu program, namun
manipulasi bertujuan untuk mendidik dan memberikan dukungan
kepada masyarakat. Target manipulasi yaitu pada kelompok
minoritas.
(2) Terapi (Therapy)
Terapi merupakan tahapan penyembuhan atau pengobatan yang
bertujuan untuk mengubah masyarakat agar sesuai dengan
perkembangan jaman. Contohnya yaitu menyembuhkan
masyarakat dari budaya rasisme yang telah tumbuh dan
berkembang di dalam suatu masyarakat.
(3) Menginformasikan (Informing)
Tahapan ini memberikan informasi tentang hak masyarakat,
tanggungjawab, dan langkah pertama yang terpenting dalam
27

melegitimasi partipasi masyarakat. Namun, sering kali informasi


hanya terjadi satu arah, yaitu dari pejabat kepada masyarakat,
dengan tidak adanya kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam
pembuatan keputusan tersebut. Dengan demikian, keputusan hanya
dibuat oleh pejabat sedangkan informasinya disebarkan setelah
keputusan tersebut sudah bulat. Alat yang paling sering digunakan
dalam informasi satu arah ini adalah media berita, pamflet, poster,
dan tanggapan terhadap pertanyaan.
(4) Konsultasi (Consultation)
Ketika masyarakat diizinkan untuk berpartisipasi penuh dalam
kegiatan pemerintahan, maka masyarakat memiliki hak untuk
mendengar dan didengar. Namun, dalam tahapan ini, mereka tidak
memiliki kekuatan untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan. Tidak ada kepastian yang diberikan kepada masyarakat
untuk turut serta dalam hal tersebut. Metode yang digunakan
pemegang kekuasaan adalah dalam konsultasi yaitu dengan
mengadakan survei, pertemuan masyarakat, dan mendengar
pendapat publik. Dalam hal ini, partisipasi diukur dengan berapa
banyak orang yang datang dalam pertemuan, membawa pulang
brosur, atau menjawab kuisioner yang telah disediakan oleh
pemegang kekuasaan.
(5) Perdamaian (Placation)
Placation hanyalah tingkat yang lebih tinggi karena aturan dasar
mengizinkan untuk memberi saran, namun tetap mempertahankan
hak pemangku kepentingan untuk memutuskannya. Masyarakat
menyadari bahwa mereka secara aktif ikut berpartisipasi,
contohnya yaitu dengan merencanakan suatu keputusan. Namun
pada dasarnya, kewenangan membuat keputusan masih dipegang
oleh pemegang kekuasaan. Kewenangan yang dimiliki masyarakat
sangat terbatas dan sedikit bahkan tidak ada partisipasi masyarakat
dalam implementasi keputusannya.
28

(6) Kemitraan (Partnership)


Ditangga ini, pengaruh partisipasi masyarakat dalam pengambilan
keputusan sudah meningkat. Pemegang kekuasaan dan masyarakat
bekerja bersama dalam tahap perencanaan sampai tahap
pengambilan keputusan. Kemitraan dapat bekerja efektif karena
kekuasaan telah terorganisir dengan adanya pemimpin dalam suatu
masyarakat.
(7) Kekuatan yang didelegasikan (Delegated Power)
Delegated Power memberikan kewenangan penuh kepada
masyarakat dalam pengambilan keputusan. Negosiasi antara
masyarakat dan pejabat publik juga dapat mengakibatkan
masyarakat mencapai otoritas pengambilan keputusan yang
dominan atas rencana atau program tertentu.
(8) Pengendalian Masyarakat (Citizen Control)
Tahapan ini, masyarakat memiliki peran besar yang besar dalam
pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil dominan dari
pendapat dan rencana masyarakat. Selain itu, masyarakat memiliki
kewenangan penuh dalam pelaksanaan dan pengelolaan keputusan
tersebut.
Coyers dalam Sumarmi mengemukakan ada dua faktor yang
menentukan apakah masyarakat benar – benar ingin terlibat dalam suatu
perencanaan atau tidak yaitu:
(1) Ada tidaknya pengaruh hasil keterlibatan mereka terhadap
rencana akhir,
(2) Ada tidaknya pengaruh langsung yang mereka rasakan.
Sementara itu, Mubyarto dalam Sumarmi menyatakan bahwa
masyarakat baru akan bergerak untuk berpartisipasi, pertama,
melalui organisasi yang sudah terkenal. Kedua, memberikan
manfaat langsung. Ketiga, terjamin adanya kontrol oleh
masyarakat, dan keempat, masyarakat terlibat dalam
pembangunan (Sumarmi, 2010:16).
29

Menurut Absori, membicarakan partisipasi masyarakat


dalam berbagai bentuk, akan terkait dengan tradisi masyarakat
(budaya) setempat, pemahaman norma/aturan dan kondisi sosio
– politik. Dalam pengelolaan lingkungan hidup, partisipasi
masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk,
diantaranya :
(a) Tingkat pengambilan keputusan.
Peran masyarakat dalam pengambilan keputusan, termasuk
di dalamnya dalam pembuatan AMDAL merupakan
bentuk pendemokrasiaan pengambilan keputusan, di
dalamnya terdapat akses atau partisipasi masyarakat.
(b) Pelaksanaan program – program.
Pelaksanaan program merupakan realisasi dari bentuk
kepedulian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
(c) Pembelaan atau advokasi lingkungan hidup, baik yang
dilakukan di pengadilan maupun di luar pengadilan.
Dalam pembelaan atau advokasi dalam hal terjadi
pencemaran atau perusakan lingkungan merupakan
konsekwensi yang harus dilakukan, sebagai upaya untuk
menuntut hak – hak masyarakat telah dilanggar atau
dirusak (Absori, 2004:194).
Sedangkan Partisipasi masyarakat dilihat dari
pengelompokannya, yaitu :
(a) Adat-istiadat, tradisi (customs), kebiasaan (usage),
kelaziman (commons), dengan memeprhatikan asal-usul
lembaga (desa, dusun, negeri, marga dan lain sebagainya),
bentuk – bentuk asli unit sosial, keterkaitan lokal (unsur
teritorial) menurut cultur-area, dengan
mengidentifikasikan peranan unsur-unsur budaya yang
kuat (train of culture).
30

(b) Hak – hak atas kekayaan alam tradisional (tanah, hasil


hutan, hewan, obat-obatan) dan ketergantungannya pada
sumber daya alam tradisional (subsistence use).
(c) Keakraban sosial, identitas bersama atau komunitas
(pemuda dan wanita).
(d) Pengakuan dalam perundang-undangan (hukum agraria,
pertambangan, tata guna air, hutan dan sebagainya).
(e) Kebiasaan dan kepatuhan internasional (M. Daud Silalahi,
1999:7).

Partisipasi masyarakat dari segi kualitas dapat dilihat dalam bentuk


– bentuk sebagai berikut :

(a) Partisipasi sebagai kebijaksanaan


Partisipasi ini dilakukan bertolak dari pemikiran bahwa
publik yang terkena dampak memiliki hak untuk diminta
masukan dan pendapatnya. Imformasi yang berupa
pendapat, aspirasi dan concern dari publik akan dijadikan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
(b) Partisipasi sebagai strategi.
Partisipasi dalam kontek ini diperlukan sebagai alat untuk
memperoleh dukungan dari masyarakat (public). Jika
pendapat, masukan, aspirasi dan concern dari publik telah
diperoleh, maka para proponen partisipasi akan
menganggap bahwa kredibilitas keputusan akan sahih.
(c) Partisipasi sebagai komunikasi.
Partisipasi ini dilakukan berdasarkan anggapan bahwa
pemerintah (project proponent) memiliki tanggung jawab
untuk menampung pendapat, aspirasi, pandangan
dan concern masyarakat.
(d) Partisipasi sebagai media pemecahan publik.Dalam
konteks ini partisipasi dianggap sebagai cara untuk
31

mengurangi ketegangan dan memecahkan masalah yang


menimbulkan konflik. Dengan kata lain partisipasi
ditujukan untuk memperoleh konsensus.
(e) Partisipasi sebagai terapi sosial.
Peran serta ini dilakukan untuk menyembuhkan penyakit
sosial yang terjadi di masyarakat, seperti rasa keterasingan
(alineation) powerlessness, rasa kurang percaya diri
(minder) dan lain sebagainya (Sudharto P. Hadi, 1999:2).
Adapun manfaat adanya partisipasi masyarakat sebagai
berikut :
(a) Memberi informasi kepada Pemerintah.
Adanya keterlibatan masyarakat dapat menambah
perbendaharaan pengetahuan mengenai sesuatu aspek
tertentu yang diperoleh dari pengetahuan khusus
masyarakat itu sendiri maupun dari para ahli yang
diminati pendapat oleh masyarakat. Peran ini sangat
diperlukan untuk memberi masukan kepada pemerintah
tentang yang dapat ditimbulkan oleh sesuatu rencana
tindakan pemerintah dengan berbagai konsekuensi
hukumnya. Dengan demikian pemerintah akan dapat
mengetahui adanya berbagai kepentingan yang dapat
terkena dampak dari tindakan tersebut yang patut
diperhatikan secara serius. Pengetahuan tambahan dan
pemahaman akan masalah – masalah yang mungkin
timbul, yang diperoleh sebagai masukan peran serta
masyarakat bagi proses pengambilan keputusan
Pemerintah, akan dapat meningkatkan kualitas keputusan
tersebut dan dengan demikian partisipasi tersebut akan
dapat meningkatkan kualitas tindakan negara dengan
lembaga-lembaganya untuk melindungi lingkungan
hidup.
32

(b) Meningkatkan kesedian masyarakat untuk menerima


keputusan.
Warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan
untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
dan tidak dihadapkan pada suatu masalah fait accompli,
akan cenderung untuk memperlihatkan kemauan dan
kesediaan yang lebih besar guna menerima dan
menyesuaikan diri dengan keputusan yang telah diambil
tersebut. Pada pihak lain, peran serta masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan akan dapat banyak
mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan antar
anggota masyarakat, asal peran serta tersebut
dilaksanakan pada saat yang tepat. Akan tetapi perlu
dipahami bahwa suatu keputusan tidak pernah akan
memuaskan semua kepentingan, golongan atau semua
warga masyarakat, namun kesediaan masyarakat untuk
menerima keputusan Pemerintah akan dapat ditingkatkan.
(c) Membantu perlindungan hukum.
Jika sebuah keputusan akhir diambil dengan
memperhatikan keberatan – keberatan yang diajukan oleh
masyarakat selama proses pengambilan keputusan
berlangsung, maka dalam banyak hal tidak akan ada
keperluan untuk mengajukan perkara ke pengadilan.
Sebuah perkara yang diajukan ke pengadilan, lazimnya
perkara tersebut memusatkan diri pada suatu kegiatan
tertentu. Dengan demikian tidak dibuka kesempatan
untuk menyarankan dan mempertimbangkan alternatif
kegiatan lainnya. Sebaliknya dalam proses pengambilan
keputusan, alternatif dapat dan memang dibicarakan,
setidak – tidaknya sampai suatu tingkatan tertentu.
Apabila sebuah keputusan dapat mempunyai konsekuensi
33

begitu jauh, maka sangatlah diharapkan bahwa setiap


orang yang terkena akibat keputusan itu perlu
diberitahukan dan diberi kesempatan untuk mengajukan
keluhan dan keberatan – keberatannya sebelum keputusan
itu diambil.
(d) Mendemokrasikan pengambilan keputusan.
Dalam hubungannya dengan partisipasi masyarakat ini,
ada pendapat yang menyatakan bahwa dalam
pemerintahan dengan sistem perwakilan (representative),
maka hak untuk melaksanakan kekuasaan terdapat juga
pada wakil – wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat.
Dengan demikian tidak ada keharusan adanya bentuk –
bentuk dari peran serta masyarakat karena wakil – wakil
rakyat itu bertindak untuk kepentingan rakyat yang telah
mewakilkan. Dikemukakan pula argumentasi, bahwa
dalam sistem perwakilan peran serta masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan administratif akan
menimbulkan masalah keabsahan demokratis, karena
warga masyarakat, kelompok atau organisasi yang turut
serta dalam proses pengambilan keputusan tidaklah
dipilih atau diangkat secra demokratis (Koesnadi
Hardjasoemantri, 1986:2- 4).
b) Prinsip Partisipasi Publik dalam Penerbitan Izin Lingkungan
Lingkungan hidup merupakan salah satu sumber daya alam
yang memiliki peran yang sangat strategis terhadap keberadaan
mahkluk ciptaan Tuhan, termasuk manusia. UU PPLH telah
memberikan peran kepada manusia untuk memberikan
perannya dalam pengelolaan lingkungan (Supriadi, 2005:183).
Diantara asas-asas pengelolaan lingkungan hidup yang termuat
dalam Bab II Bagian kesatu pasal 2 UU PPLH salah satunya
terdapat asas pastisipatif, yaitu bahwa setiap anggota
34

masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses


pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun
tidak langsung (H. A. Dardiri Hasyim, 2014: 2).
Secara umum, kebijakan pemerintah dalam pembangunan
negara adalah mengikutsertakan masyarakat semaksimal
mungkin atau sering disebutkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan negara. Adapun tujuan dasar partisipasi
masyarakat menurut E. Gunawan Suratno adalah
mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup, mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan
negara dan membantu pemerintah untuk dapat mengambil
kebijaksanaan dan keputusan yang lebih baik dan cepat(E.
Gunawan Suratmo, 2007:169).
Adapun tujuan dari peran serta masyarakat sejak tahap
perencanaan adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi
yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang
berkepentingan ( public interest ) dalam rangka meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan lingkungan. Proses peran serta
masyarakat haruslah terbuka untuk umum, peran serta
masyarakat akan mempengaruhi kredibilitas (accountability)
badan yang bersangkutan. Dengan cara mendokumentasikan
perbuatan keputusan badan negara ini, sehingga mampu
menyediakan sarana yang memuaskan jika masyarakat dan
bahkan pengadilan merasa perlu melakukan pemeriksaan atas
pertimbangan yang telah diambil ketika membuat keputusan
tersebut. yang pada akhirnya akan dapat memaksa adanya
tanggung jawab dari badan negara tersebut atas kegiatan yang
dilakukannya. Perlunya peran serta msyarakat telah pula
diungkapkan oleh Prof. Koesnadi Hardjasoemantri, bahwa
selain itu memberikan informasi yang berharga kepada para
35

pengambil keputusan, peran serta masyarakat akan mereduksi


kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima
keputusan. Selanjutnya, peran serta masyarakat akan membantu
perlindungan hukum. Bila suatu keputusan akhir diambil
dengan memperhatikan keberatankeberatan yang diajukan,
maka akan memperkecil kemungkinan pengajuan perkara ke
pengadilan. Karena masih ada alternatif pemecahan yang dapat
diambil sebelum sampai pada keputusan akhir (Lalu Sabardi,
2014:1)
Secara umum partisipasi publik di dalam hukum
lingkungan di Indonesia diatur di dalam BAB IX tentang Peran
Masyarakat Pasal 70 UU PPLH. Pada Pasal 70 Ayat (1)
menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan
yang sama dan seluas – luasnya untuk berperan aktif dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada Ayat
(2), bentuk peran, berupa :
(a) Pengawasan sosial.
(b) Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan,
pengaduan, dan atau
(c) Penyampaian informasi dan / atau laporan.
Kemudian di dalam hukum lingkungan, tujuan adanya
partisipasi publik dalam perlindungan dan pengelolaan
lingungan hidup (PPLH) sebagaimana yang termaktub di dalam
Pasal 70 Ayat (3), dilakukan untuk:
(a) Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
(b) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat,
dan kemitraan
(c) Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan
masyarakat
36

(d) Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan


masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial
(e) Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan
lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
AMDAL dan UKL-UPL juga merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Pada dasarnya
proses penilaian AMDAL atau permeriksaan UKL-UPL
merupakan satu kesatuan dengan proses permohonan dan
penerbitkan Izin Lingkungan. Dengan dimasukkannya
AMDAL dan UKL-UPL dalam proses perencanaan usaha
dan/atau kegiatan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi yang
luas dan mendalam terkait dengan dampak lingkungan yang
mungkin terjadi dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut dan langkah-langkah pengendaliannya, baik dari aspek
teknologi, sosial, dan kelembagaan.
Dokumen AMDAL disusun dengan melibatkan
masyarakat melalui pengumuman dan konsultasi publik. Dalam
Pasal 9 ayat (6) PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, diatur bahwa tata cara pengikutsertaan masyarakat
dalam proses AMDAL diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri. Pada prinsipnya, pedoman ini disusun sebagai acuan
untuk melaksanakan amanah dari Pasal 9 ayat (6) PP Nomor 27
Tahun 2012 dan memberikan penjabaran lebih lanjut dari Pasal
44 sampai dengan Pasal 46 dan Pasal 49 PP Nomor 27 Tahun
2012 yang mengatur tentang permohonan dan penerbitan izin
lingkungan.
Dalam UUPPLH dan PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan telah mengatur bahwa dalam proses AMDAL
dan izin lingkungan, masyarakat dilibatkan melalui:
37

(1) Pengikutsertaan dalam penyusunan dokumen AMDAL


melalui proses pengumuman, penyampaian saran, pendapat
dan tanggapan masyarakat dan konsultasi publik serta
pengikutsertaan masyarakat dalam komisi penilai AMDAL,
bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
AMDAL;
(2) Proses pengumuman permohonan izin lingkungan,
penyampaian saran, pendapat dan tanggapan masyarakat
serta pengumuman setelah izin lingkungan diterbitkan, baik
untuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
AMDAL maupun rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki UKL-UPL.

Dalam penyusunan dokumen AMDAL tersebut,


pemrakarsa mengikutsertakan masyarakat, yang mencakup:

(1) Masyarakat terkena dampak;


(2) Masyarakat pemerhati lingkungan; dan
(3) Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL.

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUPPLH dan PP


Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, maka Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat
Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan(Fransmini Ora
Rudini, 2015:16).
38

B. Kerangka Pemikiran

Pemerintah Perusahaan Publik

Proyek PLTSa

AMDAL UKL – UPL

Izin Lingkungan

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran


Keterangan :
Pembahasan mengenai dokumen izin lingkungan terhadap pembangunan
suata kegiatan atau usaha yang dalam hal ini adalah pembangunan PLTSa
Surakarta, baik AMDAL maupun UKL-UPL harus melibatkan 3 elemen yakni
pemerintah , perusahaan, dan masyarakat. Ketiganya dilibatkan karena dinilai
bertanggungjawab atas pembangunan tersebut yang mana akan berdampak
terhadap lingkungan. Melalui dokumen tersebut, dampak negatif yang akan
berimbas terhadap lingkungan diharapkan tidak akan terjadi.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Surakarta & Kelurahan Mojosongo


1. Kota Surakarta
Kota Surakarta terletak diantara 110o45’ – 110o45’Bujur Timur dan
7o36’ – 7o56’Lintang Selatan. Wilayah ini merupakan dataran rendah
dengan ketinggian ± 92 meter dari permukaan laut dan dilalui oleh
sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo. Kota Surakarta berbatasan
dengan kabupaten lain yaitu:
 Utara : berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Boyolali
 Timur : berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar
 Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Boyolali
 Barat : berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten
Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo

Gambar 1. Peta Kota Surakarta

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta,


Tahun 2013

43
44

Kota Surakarta memiliki luas wilayah 44,04 km2 dan didiami


penduduk sebanyak 63.659 jiwa,terdiri dari 278.644 laki-laki dan
285.015 jiwa perempuan. Penduduk ini tersebar di 5 (lima) kecamatan
yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kecamatan Jebres, dan Kecamatan Banjasari. Dari tabel 1
terlihat bahwa jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan
Banjarsari yaitu 178.397 jiwa (31,65 persen), sedangkan Kecamatan
Serengan memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu 54.334 jiwa (9,64
persen).

Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis


Kelamin, Kota Surakarta, Tahun 2013

Kecamatan Laki-laki Perempuan L+P


n (jiwa % n % n %
(jiwa) (jiwa)
Laweyan 49.787 17,87 51.537 18,08 101 17,98
Serengan 26.681 9,58 27.653 9,7 54.334 9,64
Pasarkliwon 42.651 15,31 42.958 15,07 85.609 15,19
Jebres 71.456 25,64 72.539 25,45 143.995 25,55
Banjarsari 88.069 31,61 90.328 31,69 178.397 31,65
Kota 278.644 100 285.015 100 563.659 100
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta,
Tahun 2013

Kota Surakarta tergolong kota yang padat,. Karena dengan luas


wilayahnya yaitu 44,04 km2, Kota Surakarta didiami oleh 563.659 jiwa
atau dengan kepadatan sebesar 12.799 jiwa/km2. Dengan kata lain rata-
rata setiap km2 Kota Surakarta didiami sebanyak 12.799 jiwa.

2. Keluarahan Mojosongo
45

Kelurahan Mojosongo merupakan salah satu Kelurahan diantara


51 Kelurahan yang ada di Kota Surakarta. Letak geografis Kelurahan
Mojosongo adalah diantara 100BT - 111BT dan berada pada ketinggian
80-130 diatas permukaan laut. Luas wilayah di Kelurahan Mojosongo
termasuk wilayah yang luas dibandingkan dengan Kelurahan yang ada di
Kecamatan Jebres lainnya, yakni 532,927 Ha.

Kelurahan Mojosongo merupakan sentra industri Grafika dimana


terdapat beberapa penerbit terbesar di Indonesia khususnya buku Lembar
Kerja Siswa (LKS) . Beberapa contoh penerbit yaitu ROMIZ AISY,
GRAHADI, HAYATI, dan lain lain. Diperkirakan ada sekitar 20 penerbit
dan percetakan besar dan kecil di kelurahan ini. Buku LKS terbitan
penerbit dari Mojosongo ini hampir menguasai 60% produk LKS di
Indonesia.Produk lain yang menjadi ciri khas kalurahan Mojosongo Solo
adalah merupakan sentra industri kerajinan sangkar burung yang juga
memasok seluruh kota di Indonesia. Bahkan produk sangkar burung
produksi kelurahan Mojosongo ini sudah mulai di ekspor ke mancanegara.

Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres dibagi menjadi 37 Rukun


Warga dan 186 Rukun Tetangga. Kelurahan Mojosongo juga memiliki
beberapa fasilitas sarana antara lain sebagai berikut :

1) Sarana Pemerintahan Kelurahan. Meliputi : Balai


Kelurahan, Kantor Kelurahan, LPMK, Rumah Dinas
Lurah, Pokdarwis dan Linmas.
2) Sarana Perekonomian. Meliputi : Pasar, Koperasi Simpan
Pinjam, Bank
3) Sarana Kesehatan. Meliputi : Rumah Sakit, Puskesmas,
Rumah Bersalin, Posyandu Balita dan Lansia
4) Sarana Tempat Ibadah. Meliputi : 70 Masjid, 20 Mushola,
4 Pondok Pesantren dan 20 Gereja.
46

5) Sarana Pendidikan : 7 PAUD/TPA, 6 TK, 15 SD, 1 SDIT,


1 SMP, 1 SMA, 4 Perguruan Tinggi, 2 Pepustakaan dan 1
Taman Cerdas.
Selain fasilitas sarana yang ada di Kelurahan Mojosongo juga
terdapat 17 Kelompok Seni, 7 Sanggar, Tempat Wisata Goa Maria serta
Pusat Kerajinan Sangkar Burung yang berada di RW 4. Jumlah penduduk
di wilayah Kelurahan Mojosongo kurang lebih adalah 50.549 Jiwa, dengan
jumlah Kepala Keluarga kurang lebih 13.720. Mayoritas penduduk
memeluk agama Islam kurang lebih 32.867, sisanya memeluk agama
Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Hindu dan Budha.
Kelurahan Mojosongo merupakan kelurahan terbesar di Surakarta
yang terdapat lokasi tempat pembuangan sampah (TPS) yang diberi nama
Putri Cempo. Putri Cempo ini merupakan pusat pembuangan sampah di
kota Surakarta. Di tempat inilah proyek PLTSa Kota Surakarta dikerjakan.

B. Lokasi Penelitian
Pembangunan Proyek PLTSA Kota Surakarta berlokasi di TPA
Putri Cempo yang masuk ke dalam wilayah Kelurahan Mojosongo,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Kelurahan
Mojosongo merupakan kelurahan dipaling utara di Kota Surakarta. Bentuk
topografinya berbukit-bukit dan merupakan dataran tertinggi di Kota
Surakarta.
Proyek pembanguan PLTSa Kota Surakarta berlokasi di Kelurahan
Mojosongo tepatnya masuk ke dalam kawasan rukun warga (RW) 39.
Dalam RW ini terdapat 3 rukun Tetangga (RT), yaitu RT 01,02, dan 03.
Lokasi terdekat proyek pembangunan adalah RT 03.
Di daerah ini mayoritas penduduknya memanfaatkan sampah dari
TPS Putri Cempo. Banyak yang menjadikanya sebagai mata pencaharian
murni yaitu sebagai pemulung, ada juga yang menjadikanya penghasilan
tambahan di samping pekerjaan utama. Mereka mengambil sampah yang
masih bisa dijual kembali seperti wadah plastik, botol, kaca, kertas, dan
47

barang layak daur ulang lainya. Beberapa warga bahkan mendirikan rumah
sebagai pabrik untuk pemilihan sampah sebelum dijual kepada pengempul.
Kegiatan inilah yang menyokong pendapat warga sekitar.
Selain itu beberapa warga banyak memiliki ternak sapi yang
dibiarkan berkeliaran di sekitar area TPS Putri Cempo. Sapi – sapi tersebut
mencari makan dari makanan yang bercampur dengan sampah, atau dari
lahan hijau di sekitar area TPS.
Adapun mesin proyek PLTSa bertempat di sisi barat dekat pintu
masuk kendaraan atau mobil sampah yang setiap hari mengangkuti
sampah dari warga. Lokasi ini juga paling dekat dari rumah penduduk di
lingkup RT 03. Proyek PLTSa mengambil sepertiga area Putri Cempo.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Sumber : Wikipedia.org (Diakses pada 14 Maret 2018)

C. Deskripsi PLTSa
PLTSa atau pembangkit listrik tenaga sampah atau pembangkit
listrik tenaga biomasa sampah adalah pembangkit listrik thermal dengan
uap supercritical steam dan berbahan bakar sampah atau gas sampah
methan. Sampah atau gas methan sampah dibakar menghasilkan panas
yang memanaskan uap pada boiler steam supercritical. Uap kompresi
tinggi kemudian menggerakkan turbin uap dan flywheel yang tersambung
pada generator dinamo dengan perantara gear transmisi atau transmisi
48

otomatis sehingga menghasilkan listrik. Daya yang dihasilkan pada


pembangkit ini bervariasi antara 500 Killo Watt (KW) sampai 10 Mega
Watt (MW). Bandingkan dengan PLTU berbahan bakar batubara dengan
daya 40 MW sampai 100 MW per unit atau PLT nuklir berdaya 300 MW
sampai 1200 MW per unit.
Berdasarkan ―Seminar Teknologi Lingkungan‖ yang
diselenggarakan oleh Steering Committee Akselerasi Pertukaran Teknologi
Lingkungan, APEC, secara garis besar terdapat2 macam teknologi
pengolahan sampah yaitu teknologi pembakaran (incineration) dan
teknologi fermentasi metana. (Safrizal,2014: 4-5)
Adapun proses pembakaran PLTSa dengan proses pembakaran
menggunakan proses konversi Thermal dalam mengolah sampah menjadi
energi. Proses kerja tersebut dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1) Pemilahan dan Penyimpanan Sampah
 Limbah sampah kota yang berjumlah sekitar 500-700 ton akan
dikumpulkan pada suatu tempat yang dinamakan Tempat
Pengolahan Akhir (TPA) atau TPS.
 Pemilahan sampah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan PLTSa.
 Sampah ini kemudian disimpan didalam bunker yang
menggunakan teknologi Refused Derived Fuel (RDF).Teknologi
RDF ini berguna dalam mengubah limbah sampah kota menjadi
limbah padatan sehingga mempunyai nilai kalor yang tinggi.
 Penyimpanan dilakukan selama lima hari hingga kadar air tinggal
45 % yang kemudian dilanjutkan dengan pembakaran.
2) Pembakaran Sampah
 Tungku PLTSa pada awal pengoperasiannya akan digunakan
bahan bakar minyak.
 Setelah suhu mencapai 850oC – 900oC, sampah akan dimasukkan
dalam tungku pembakaran (insenerator) yang berjalan 7800 jam.
 Hasil pembakaran limbah sampah akan menghasilkan gas
buangan yang mengandung karbon monosida (CO), karbon
49

dioksida (CO2), oksigen (O2), mononitrogen oksida (NOx), dan


sulfur oksida (Sox). Hanya saja, dalam proses tersebut juga terjadi
penurunan kadar O2. Penurunan kadar O2 pada keluaran tungku
bakar menyebabkan panas yang terbawa keluar menjadi berkurang
dan hal tersebut sangat berpengaruh pada efisiensi pembangkit
listrik.
3) Pemanasan Boiler
Panas yang dipakai dalam memanaskan boiler berasal dari
pembakaran sampah. Panas ini akan memanaskan boiler dan
mengubah air didalam boiler menjadi uap.
4) Penggerakan Turbin dan Generator Serta Hasil
 Uap yang tercipta akan disalurkan ke turbin uap sehingga turbin
akan berputar. Karena turbin dihubungkan dengan generator maka
ketika turbin berputar generator juga akan berputar. Generator
yang berputar akan mengahsilkan tenaga listrik yang kan
disalurkan ke jaringan listrik milik PLN. Dari proses diatas
dengan jumlah sampah yang berkisar 500-700 ton tiap harinya
dapat diolah menjadi sumber energi berupa listrik sebesar 7 MW.

Gambar 3 Skematik Rancangan Teknis PLTSa

Gambar 3. Sumber: https://hendratetro.blogspot.co.id


50

Beberapa penerapan atau pemanfaatan samapah sebagai PLTSa di negara lain


diantaranya:

a. PLTSa di Jepang
Pada tahun 2002, di Jepang, PLTSa dibuat melalui pencanangan “biomass-
strategi total Jepang” sebagai kebijakan negara. Sebagai salah satu
teknologi pemanfaatan biomass sumber daya alam dapat diperbaharui
yang dikembangkan , dikenal teknologi fermentasi gas metana. Sampah
dapur serta air seni, serta isi septic tank diolah dengan fermentasi gas
metana dan diambil biomassnya untuk menghasilkan listrik, lebih lanjut
panas yang ditimbulkan juga turut dimanfaatkan. Sedangkan residunya
dapat digunakan untuk pembuatan kompos. Karena sampah dapur
mengandung air 70–80%, sebelum dibakar, kandungan air tersebut perlu
diuapkan. Di sini, dengan pembagian berdasarkan sumber penghasil
sampah dapur serta fermentasi gas metana, dapat dihasilkan sumber energi
baru dan ditingkatkan efisiensi termal secara total. Pemanfaatan Gas dari
Sampah untuk Pembangkit Listrik dengan teknologi fermentasi metana
dilakukan dengan dengan metode sanitary landfill yaitu, memanfaatkan
gas yang dihasilkan dari sampah (gas sanitary landfill/LFG). Landfill Gas
(LFG) adalah produk sampingan dari proses dekomposisi dari timbunan
sampah yang terdiri dari unsur 50% metan (CH4), 50% karbon dioksida
(CO2) dan <1% non-methane organic compound (NMOCs). LFG harus
dikontrol dan dikelola dengan baik karena lanjut Dia, jika hal tersebut
tidak dilakukan dapat menimbulka smog (kabut gas beracun), pemanasan
global dan kemungkinan terjadi ledakan gas, sistem sanitary landfill
dilakukan dengan cara memasukkan sampah kedalam lubang selanjutnya
diratakan dan dipadatkan kemudian ditutup dengan tanah yang gembur
demikian seterusnya hingga menbentuk lapisan-lapisan. Untuk
memanfatkan gas yang sudah terbentuk, proses selanjutnya adalah
memasang pipa-pipa penyalur untuk mengeluarkan gas. Gas selanjutnya
51

dialirkan menuju tabung pemurnian sebelum pada akhirnya dialirkan ke


generator untuk memutar turbin. Dalam penerapan sistem sanitary landfill
yang perlu diperhatikan adalah, luas area harus mencukupi, tanah untuk
penutup harus gembur, permukaan tanah harus dalam dan agar ekonomis
lokasi harus dekat dengan sampah sehingga biaya transportasi untuk
mengangkut tanah tidak terlalu tinggi.
b. PLTSa Singapura
Sebagai salah satu negara yang dianggap terdepan inovasi listrik
Singapura sudah lebih baik dalam pengelolaan sistem kelistrikan di Asia
Tenggara, Singapura banyak melakukan terobosan penting dalam bidang
kelistrikan. Diantaranya, pengolahan sampah menjadi energi listrik,
pengolahan kotoran manusia menjadi energi listrik, pembuatan bangunan
zero energi, hingga pembangunan PLTS terapung.
Sebagai salah satu negara yang dianggap terdepan inovasi listrik
Singapura sudah lebih baik dalam pengelolaan sistem kelistrikan di Asia
Tenggara, Singapura banyak melakukan terobosan penting dalam bidang
kelistrikan. Diantaranya, pengolahan sampah menjadi energi listrik,
pengolahan kotoran manusia menjadi energi listrik, pembuatan bangunan
zero energi, hingga pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)
terapung.
Sejak 2008 lalu, Singapura telah mampu memasok 3% listrik dari
total kebutuhan listrik nasionalnya yang berasal dari bahan bakar sampah
yang diproduksi melalui empat stasiun pembakar sampah. Alhasil, pada
sampah padat Singapura mencapai 7.676 ton tiap harinya sejak 2001,
perlahan-lahan berhasil diatasi.
Pada 2005, Singapura membangun pabrik bio metanisasi. Pabrik
tersebut memproses sampah makanan dan sampah organik dari hotel,
dapur, dan pabrik makanan menjadi energi bersih dan kompos. Melalui
proses yang disebut bio metanisasi, bakteri kemudian menguraikan
sampah makanan menjadi kompos serta gas metan. Gas itulah yang
52

kemudian ditampung dan dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin


besar bertenaga gas yang dapat menghasilkan listrik.
Terobosan lain dilakukan oleh para ahli Nanyang Technological
University, Singapura yang berhasil menciptakan toilet untuk mengubah
kotoran manusia menjadi listrik dan pupuk. Untuk menghasilkan listrik
dan pupuk, toilet tersebut akan memisahkan komponen padat dan cair.
Melalui sistem pembuangan, limbah cair akan dikirim ke fasilitas
pengolahan tempat nitrogen, fosfor, dan potasium akan dipanen. Pada saat
yang sama, kotoran tersebut akan dikirim ke bioreaktor yang kemudian
diolah untuk menghasilkan biogas yang kaya metana. Metana nantinya
bisa dimanfaatkan sebagai pengganti gas untuk memasak maupun diubah
menjadi listrik.
Singapura juga tengah melakukan uji coba smart grid yang telah
memasuki fase kedua. Smart grid tersebut memungkinkan pasokan listrik
di Singapura dari pembangkit listrik yang dibangun pelanggan ke jaringan
milik perusahaan pembangkit listrik. Kini, beberapa pelanggan listrik, baik
industri maupun masyarakat Singapura, telah mengoperasikan pembangkit
sel surya atau kincir angin. Seiring dengan era green building, di
Singapura kini dibangun sebuah kompleks bangunan yang disebut zero
energy building (ZEB) atau bangunan nol energi yang dibangun oleh
Building and Construction Academy (BCA). Disebut ZEB karena
bangunan tersebut sehari-hari menggunakan panel tenaga matahari sebagai
sumber energi.
Selain menggunakan tenaga mata-hari sebagai sumber energi,
bangunan tersebut juga menampung air hujan untuk digunakan sebagai
toilet. Hampir tidak ada sisi gedung yang tidak terkena sinar matahari
sehingga menghemat penggunaan listrik untuk penerangan, terutama pada
siang hari. Tetapi interior bangunan tetap mendapat cahaya alami. Dengan
hitung-hitungan tarif listrik sebesar 21,69 sen per kWh, bangunan tersebut
berhasil menghemat pengeluaran hingga 84.000 dollar Singapura per
tahun.
53

Inovasi menarik lain yang dilakukan Singapura adalah rencana


pembangunan sistem PLTS terapung pertama di Singapura dan di Asia
Tenggara. Rencananya, Badan Pembangunan Ekonomi Singapura (EDB)
dan badan Pengelola Air Nasional Singapura (PUB) akan membangun
PLTS bernilai 8,6 juta dolar AS. Pilot project PLTS terapung tersebut
akan dibangun di waduk penampungan air berkapasitas 2 MW.
Singapura juga tengah melakukan uji coba smart grid yang telah
memasuki fase kedua. Smart grid tersebut memungkinkan pasokan listrik
di Singapura dari pembangkit listrik yang dibangun pelanggan ke jaringan
milik perusahaan pembangkit listrik. Kini, beberapa pelanggan listrik, baik
industri maupun masyarakat Singapura, telah mengoperasikan pembangkit
sel surya atau kincir angin. Seiring dengan era green building, di
Singapura kini dibangun sebuah kompleks bangunan yang disebut zero
energy building (ZEB) atau bangunan nol energi yang dibangun oleh
Building and Construction Academy (BCA). Disebut ZEB karena
bangunan tersebut sehari-hari menggunakan panel tenaga matahari sebagai
sumber energi.
Selain menggunakan tenaga mata-hari sebagai sumber energi,
bangunan tersebut juga menampung air hujan untuk digunakan sebagai
toilet. Hampir tidak ada sisi gedung yang tidak terkena sinar matahari
sehingga menghemat penggunaan listrik untuk penerangan, terutama pada
siang hari. Tetapi interior bangunan tetap mendapat cahaya alami. Dengan
hitung-hitungan tarif listrik sebesar 21,69 sen per kWh, bangunan tersebut
berhasil menghemat pengeluaran hingga 84.000 dollar Singapura per
tahun.
Inovasi menarik lain yang dilakukan Singapura adalah rencana
pembangunan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung
pertama di Singapura dan di Asia Tenggara. Rencananya, Badan
Pembangunan Ekonomi Singapura (EDB) dan badan Pengelola Air
Nasional Singapura (PUB) akan membangun PLTS bernilai 8,6 juta dolar
AS. Pilot project PLTS terapung tersebut akan dibangun di waduk
54

penampungan air berkapasitas 2 MW.


(https://www.kaskus.co.id/thread/5196e3a83f42b27e30000001/inovasi-
listrik-singapore/ : diakses pada 20 Februari 2018)

c. PLTSa di Swedia
Mengutip situs resmi pemerintah Swedia, sejak beberapa tahun
terakhir negara itu telah mengimpor 700 ribu ton sampah dari negara lain,
termasuk negara-negara Eropa seperti Inggris. Bagaimana tidak
kekurangan sampah, 99 persen sampah di negara itu didaur ulang sehingga
habis tidak bersisa, sementara pabrik pengolahan harus tetap berjalan.
Swedia memang jagonya dalam hal pemilahan dan daur ulang sampah.
Sebanyak 50 persen dari sampah itu diolah menjadi energi di Swedia,
menghasilkan listrik bagi 250 ribu rumah dan pemanas bagi 950 ribu
rumah di saat musim dingin.
Budaya daur ulang telah diterapkan di Swedia sejak lama. Tahun
1991, Swedia adalah negara pertama yang menetapkan pajak tinggi untuk
penggunaan bahan bakar fosil. Hasilnya saat ini hampir setengah dari
kebutuhan energi listrik dipenuhi oleh bahan bakar terbarukan. Stasiun
daur ulang tersebar di seluruh Swedia. Setidaknya berjarak tidak jauh dari
300 meter dari permukiman warga ada tempat daur ulang. Warga Swedia
juga disiplin, memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Sampah-sampah
koran didaur ulang menjadi kertas, botol plastik dicairkan menjadi barang-
barang pakai, seperti wadah di dapur, sementara sisa-sisa makanan diubah
menjadi kompos atau biogas. Saking canggihnya sistem daur ulang di
Swedia, asap buangan pabrik pengolahan sampah mengandung 99,9
persen karbondioksida tidak berbahaya dan air.
Pada saat ini hanya 1% dari limbah Swedia yang di buang ke
tempat sampah. Setengah dari sampah yang dihasilkan, didaur ulang
kembali dan sisanya sebesar 49% digunakan untuk menghasilkan energi
yang mengalami kenaikan sebesar 10% dari pada tahun 1999 yaitu sebesar
39%. Di Hesinburg, sekitar 50 truk perhari mengangkut sampah ke
55

Filborna, yang mengijinkan untuk menerima 160.000 ton sampah per


tahun. dimana sampah tersebut dibakar untuk menghasilkan uap, sehingga
tekanan uap tersebut digunakan untuk menggerakkan turbin yang akan
memproduksi 18MWatt listrik. Panas yang dihasilkan kemudian
digunakan untuk kebutuhan pemanasan udara di kota tersebut, memenuhi
40% dari kebutuhan kota.
Hasil pembakaran sampah yang berupa abu, akan diproses dan
disorting yang akan digunakan untuk produksi baja. Abu tersebut juga
digunakan sebagai bahan untuk pembuatan ataupun projek lainnya. Sisa
abu yang berbahaya dan bersifat racun di simpan pada tempat pembuangan
akhir yang memiliki sertifikat dalam menangani material-material yang
berbahaya.
Swedia tidak menghasilkan sampah yang cukup untuk program,
dan sekarang telah menemukan solusi dengan mengimpor sampah dari
Norwegia. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia.
Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah
sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang
(material) yang kita gunakan sehari-hari. Jenis sampah pun sangat
tergantung dari jenis material yang kita konsumsi.
(https://kumparan.com/@kumparannews/negara-ini-kekurangan-sampah-
sampai-harus-impor-dari-luar-negeri:diakses pada 20 Februari 2018)

d. PLTSa di Indonesia
Melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016, pemerintah
menetapkan percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah
menggunakan teknologi proses thermal incinerator atau
pembakaran. Sampah kota nantinya diharapkan menjadi sumber energi
terbarukan untuk menghasilkan listrik menggunakan cara gasifikasi,
pyrolysis, dan incinerator. Teknologi pengolahan sampah ini untuk
menjadi energi listrik pada prinsipnya sangat sederhana sekali
56

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui Insinerasi


(Incineration) pada dasarnya adalah proses oksidasi bahan-bahan organik
menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi
cepat antara bahan organik dengan oksigen. Teknologi pengolahan sampah
ini memang lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai
ilustrasi: 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batubara.
Selain mengatasi masalah polusi bisa juga untuk menghasilkan energi
berbahan bahan bakar gratis juga bisa menghemat devisa negara.

Salah satu hambatan penggunaan teknologi ini di Indonesia adalah


sampah rumah tangga Indonesia yang cenderung basah sehingga nilai
kalorinya rendah dan membutuhkan lebih banyak tambahan batubara
untuk membakar sampah. Implikasinya, pemerintah harus mulai
memikirkan penggunaan truk-truk sampah untuk melakukan pemampatan
sampah dan mengurangi kadar air sebelum sampai ke TPA
(https://www.greenpeace.org)

Proyek pembangunan PLTSa Indonesia yang salah satunya diuji


cobakan di Kota Surakarta, Jawa Tengah dengan memanfaatkan sampah
adalah yang berlokasi di tempat pembuangan akhir (TPA) Putri Cempo,
Mojosongo. Pembangunan PLTSa di Kota Surakata juga merupakan satu
dari tujuh kota yang menjadi uji coba pembangunan PLTSa sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik. Meskipun kemudian MA
melalui putusan Nomor 27 P/HUM/2016 menyatakan peraturan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatnya, yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, karena Pembangunan PLTSa
dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Hal
tersebut tidak menghentikan proses pembangunan PLTSa Kota Surakarta.
57

Perpres soal pembangkit listrik tenaga sampah yang berpotensi


masalah pencemaran lingkungan itu sudah menyebut secara spesifik
penggunaan metode thermal incinerator atau pembakaran yang akan
mengubah sampah untuk menjadi energi di tujuh kota, yaitu Jakarta,
Tangerang, Bandung, Semarang, Surabaya, Surakarta, dan Makassar.
Menurut Margaretha Quina dari Pusat Hukum Lingkungan, pada dasarnya
pembakaran sampah itu sebenarnya sudah dilarang secara eksplisit oleh
undang-undang Pengelolaan Sampah. Kalau kita lihat dari perda-perda
dari tujuh kota yang ada sekarang, tidak satupun memberi ruang untuk
membakar sampah lewat PLTSa.Sementara juga sudah ada larangan
membakar plastik dan kandungan plastik pasti akan ada dalam tumpukan
sampah. Proses mengubah sampah menjadi energi akan dilakukan
menggunakan teknologi thermal atau incinerator yang membakar sampah.
Selain dinilai melanggar larangan membakar sampah yang dibuat sendiri
oleh pemerintah, pembangkit listrik tenaga sampah diduga justru akan
mengeluarkan lebih banyak energi untuk mendapat listrik yang tak
seberapa, mengingat karakteristik sampah Indonesia yang tak dipilah
sehingga cenderung basah.

Adapun pencemar logam berat yang mungkin timbul dari hasil


pembakaran sampah di incinerator antara lain arsen, merkuri, dan
kadmium, serta pencemar persisten dan organik termasuk dioksin dan
furan. Adapun dioksin adalah karsinogenik tipe 1, yang merupakan zat
penyebab kanker terhadap manusia, dimana dampaknya mungkin akan
terlihat dalam kurun waktu 10-15 tahun lagi. Gara-gara kita membakar
1000 ton sampah per hari, menghasilkan 25% residu abu, yang notabene
limbah B3, maka itu dibebankannya ke generasi yang akan datang.

Keberatan para aktivis lingkungan ini ditepis oleh R. Sudirman


selaku Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Ia mengatakan bahwa membakar yang tidak ramah lingkungan
jelas dilarang, tapi membakar setelah dilakukan proses 3R (reduce, reuse,
recycle) itu boleh, asal memenuhi baku mutu kaidah-kaidah lingkungan
58

yang benar. Keraguan para aktivis lingkungan tersebut sebaiknya


ditanggapi oleh pemerintah dengan kepala dingin, sebab berkaca dari apa
yang dilakukan Swedia, mereka berhasil mengelola sampah-sampah
mereka menjadi tenaga listrik. Bahkan mereka harus mengimpor 700 ribu
ton sampah setiap tahun untuk mencukupi kebutuhan sampah mereka
untuk diolah menjadi tenaga listrik. Jadi tidak heran jika kita berpergian ke
swedia, menemukan sampah di sepanjang jalan disana merupakan hal
yang langka. Yang jelas, dalam penerapannya pemerintah harus selalu siap
dan siaga dalam monitoring terkait emisi, monitoring terkait kebauan, dan
juga mengkaji dokumen AMDAL (Laporan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan), dan kemudian pengelolaan sampah tersebut juga harus
ditempatkan di tata ruang yang benar. Bukan malah mencemari
lingkungan sekitarnya.

Hal tersebut juga yang menjadikan tetap belajutnya proyek PLTSa


Kota Surakarta. Kepastian ini disampaikan Wali Kota Solo F.X. Hadi
Rudyatmo yang menyatakan bahwa pengelolaan sampah yang akan
dikerjakan pemerintah direncanakan jauh sebelum Peraturan Presiden
nomor 18 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Listrik Tenaga
Sampah. Kekhawatiran mengenai dampak buruk terhadap lingkungan
dipastikan tidak akan terjadi. PLTSa Kota Surakarta yang bekerjasama
dengan PT. Solo Citra Metro Plasma Power menggunakan teknologi
ramah lingkungan, dengan menerapkan plasma gasifikasi. Nantinya
sampah diproses melalui reaktor plasma bersuhu 1.200 derajat celcius.
Jadi tidak ada pembakaran, tidak ada asap, debu atau limbah beracun yang
merusak lingkungan. Lebih penting lagi, pembangunan akan dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang ada. Termasuk dengan mengkaji analisis
dampak lingkungan baik analisis mengenai AMDAL, UKL, maupun
UPL, untuk sampai ke penerbitan izin lingkungan.

D. Mekanisme Keterlibatan Partisipasi Masyarakat dalam Perumusan Izin


Lingkungan PLTSa Kota Surakrata Berdasarkan Undang-Undang
59

Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengeolaan dan Perlindungan


Lingkungan Hidup
1. Mekanisme Perumusan Izin Lingkungan Menurut Undang-
Undang yang terkait
Pembangunan dimulai ketika terjadi pergeseran peradaban manusia
dari hutan berpindah-pindah menjadi manusi yang selalu mebutuhkan
kelompok dalam daerah tertentu. Seiring dengan pertumbuhan manusi
yang selalu mebutuhkan sumberdaya alam, kebutuhan lahan dan
kebutuhan energi kebutuhan kegiatan pembangunan melekat pada
pemenuhan kebutuhan tersebut. Thomas Robert Maltus , pernah
mengemukakan bahwa pertumbuhan manusia mengikuti deret ukur
(1,2,4,8,8,16,…), sedangkan ketersediaan pangan mengikuti deret
hitung (1,2,3,4,5,…). Konsekuensi dari teori tersebut , pada kurun
waktu tertentu makan antara jumlah manusia dna ketersediaan bahan
makanan akan terjadi ketidakseimbangan.
Pada sisi lain lingkungan sebagai tempat hidup manusia telah
memebentuk keseimbangan yang dikenal dengan ekosistem. Dalam
teori GAIA yang disampaikan oleh James Lovelock (1979)
menyebutkan bahwa bumi, lapisan tanah, lautan, atmosfer, dan semua
mahluk hidup adalah bagian dari suatu organisme besar yang
berkembang dalam rentang waktu geologi yang sangat panjang. Bumi
bersifat mengatur dan mengorganisasi dirinya sendiri. Unsur hayati
berusaha memperlembut lingkungan sehingga terbentuklah lingkungan
fisik dan kimia yang baik bagi bentuk hidup. Dalam teori tersebut
menandaskan , bumi sebagai ekosistem tunggal yang bagian –
bagianya saling bergantung (interdependency). Lingkungan memiliki
fungsi ekologi, fungsi ruang, fungsi ekonomi maupun fungsi
pendidikan/kebudayaan. Fungsi ekologi kaitanyadenga kenyataan
bahwa lingkungan disekitar kita merupakan habitat (tempat hidup)
bagi kehidupan mahluk lain.
60

Kegiatan pembangunan yang di lakukan di permukaan bumi


menurut teori tersebut dipastikan akan melakukan perubahan pada
salah satu komponen yang memberikan dampak secara
berkesinambungan pada komponen lain termasuk kegiatan manusia.
AMDAL adalah bentuk studi dengan memberikan rekomendasi
terhadap setiap jenis kegiatan pembangunan. Rekomendasi kelayakan
diberikan berikut rekomendasi untuk pengelolaan lingkungan dan
pemantauan lingkungan. Dalam pelaksanan pembangunan kajian
kelayakan berupa kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, dan
kelayakan lingkungan. Kelayakan lingkungan diwujudkan dalam studi
amdal memberikan saran agar kegiatan pembangunana, dapat
diwujudkan tidak hanya untuk generasi saat ini tapi juga berfikir utuk
memberikan kesempatan yang sama bagi generasi yang akan datang.
(Mursyid Rahardjo,2014: 12).
Seiring dengan ditetapkanya UU Nomor 32 Tahun 2009, maka
terdapat beberapa bentuk kajian lingkungan. Kajian lingkungan dalam
tataran kebijakan dibuat kajian lingkungan yang diistilahkan sebagai
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kajian lingkungan pada
unit yang lebih kecil untuk pengendalian kualitas lingkungan pada
kegiatan setiap rencana usaha/kegiatan dikenal dengan AMDAL,
UKL-IPL, Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
(Mursyid Rahardjo,2014: 45) Adapun dasar yang digunkan untuk
penetapan kajian lingkungan adalah sebagai berikut:
1) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 22 menyebutkan bahwa
setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Sedangkandampak
penting tersebut ditentukan berdasarkan kriteria:
a) Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan
b) Luas wilayah penyebaran dampak
61

c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung


d) Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang terkana
dampak
e) Sifat kumulati dampak
f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

Secara lebih terperinci kriteria usaha atau kegiatan yang


berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan AMDAL
sebagaimana termuat dalam Pasal 23 Ayat (1) UU Nomor 32
Tahun 2009,terdiri atas :

a) Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam


b) Eksplorasi sumber daya alam, baik yang terbaruka maupun
tidak terbarukan
c) Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumer daya alam
dalam pemanfaatnya
d) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat memepengaruhi
lingkungan alam, lingkugan buatan, serta lingkungan
sosial dan budaya
e) Proses dan kegiatan yang hasilnya akan memepengaruhi
pelestarian kawasan konservasi seumber daya alam
dan/atau perlindungan cagar budaya
f) Introduksi jenis tumbuh – tumbuhan, hewan, dan jasa
renik
g) Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati
h) Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau
memepengaruhi pertanahan negara, dan/atau
i) Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai
potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup
2) PP Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan
62

PP Nomor 27 Tahun 2012 merupakan penjabaran dari undang-


undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33, Pasal 34,
Pasal 41, dan Pasal 56 UU Nomor 32 tahun 2009, perlu
menetapkan PP tersebut mengatur tentang izizn lingkungan.
PP tersebut mengtur mengenai izin lingkungan yang harus
diterbitkan seiring dengan telah selesainya dokumen kajian
lingkungan. (Mursyid Rahardjo,2014: 46)
Kemudian untuk melengkapi instrumen tersebut dibuatlah
Peraturan Mentri (Permen) Lingkungan Hidup untuk
mendukung UU dan PP, diantaranya:
a) Pemen Lingkungan Hidup Nomro 5 Tahun 2012, tentang
rencana/usaha kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
dokumen AMDAL
b) Permen Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2012,
tantang pedoman Penyidikan Tidnak Pidana di bidang
perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
c) Permen Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyususnan Dokumen Kajian Lingkungan
Hidup
d) Permen Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012,
tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Penyusunan
Dokumen Kajian Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan

Izin Lingkungan hidup nantinya diwujudkan melalui surat dari


kementrian, gubernur, atau bupati/walikota sebagai pelengkap seteah 4
dokumen tersebut diselesaikan dnegan baik. Izin ini diajukan oleh
pemrakarsa kepada Mentri, Gubernur, atau Bupati/Walikota melalui
komisi AMDAL. izin ini diajukan bersama penilaian dokumen AMDAL,
UKL, dan UPL. Izin lingkungan diterbtkan oleh Mentri, utnuk keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan
63

oleh Mentri, Gubernur, untuk keptusan kelayakan lingkungan hidup atau


rekomndasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Gubernur dan
Bupati/Walikota, untuk keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UPL-UKL yang diterbitkan oleh Bupati atau Walikota.
(Mursyid Rahardjo,2014: 72)

RENCANA
KEGIATAN

Penanggungja
Ketua Komisi wab Komisi
UU no 32 Tahun 2009 AMDAL Kota
AMDAL Kota

PEMBANGUNAN SARANA
PP No 27 Tahun 2012
DAN PRASARANA

Permen LH No 5 Tahun 2012


Dokumen ANDAL
DOKUMEN

DOKUMEN RKL
Dokumen RKL
WAJIB AMDAL PENYUSUNAN
KA-ANDAL DOKUMEN RPL
Dokumen RPL

PUBLIKASI/SOSIALISASI IZIN LINGKUNGAN


HIDUP OLEH
MENTERI ATAU
KEPALA DAERAH

Gambar 4. Skema Alur Izin Lingkungan. Sumber: Badan Penetapan Langkah


Kajian Lingkungan
64

RENCANA
KEGIATAN
IZIN PRINSIP BKPMD/ WALIKOTA

PEMBANGUNAN
FASILITAS OLEH IZIN LOKASI BPN KOTA
PEMRAKARSA

IZIN MENDIRIKAN DINAS TATA KOTA


KAJIAN BANGUNAN (IMB)
LINGKUNGAN

ALTERASS
ALTERNATIF PELAKSANAAN
NATIF PEMBANGUNAN

SPPL
SPPL Azmkn
AMDAL
djbd
Gambar 5. Skema Penentuan Jenis Izin Lingkungan
UKL/U
UKL/UPL
UKL/UPL

Dalam melakukan kajian lingkungan terdapat beberapa tahap


kegiatan yaitu(Mursyid Rahardjo,2014: 49):

1. Publikasi dan sosialisasi untuk menjaring pendapat


masyarakat
Publikasi dapat dilakukan melalui penyebaran informasi lewat
media masa, penyebaran leflet, atau bentuk soialisasi lain.
Keterlibatan masyarakat diatur dalam Permen Lingkungan
Hidup Nomor 17 Tahun 2012. Publikasi dimaksudkan untuk
dapat menampung aspirasi sebanyak – banyaknya dari
masyarakat, menampung bila terjadi konflik pemnfaatan
lokais dan bentuk – bentuk lain dari komplain masyarakat
65

2. Penyusunan kerangkan acuan ANDAL , kegiatan ini akan


dihasilkan ikan bersama dalam melakukan kajian lingkungan
Kerangka acuan ANDAL disusun berdasarkan Permen
Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012. Penyusuanan
keangkan cauan ini harus memperolah perstujuan dari komisi
AMDAL sebelum kajian untuk selanjutnya dapat dilaksanakan
3. Penyusunan ANDAL, RKL, RPL
Penyusunan dokumen tersebut dilakukan setalah KA ANDAL
dilegalisasi. Penyusunan disusun dengan menggunakan
pedoman Permen Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012.

Dalam pelaksanaan kajian lungkungan beberapa tahapan yang akan


dilaksanakan adalah sebagai berikut (Mursyid Rahardjo,2014: 54-55):

1) Persiapan
Merupakan tahap kegiatan awal studi berupa pelsanaan
pekerjaan dengan menyurati jadwal kegiatan dan pelingkupan
bersama tenaga ahli, persiapan surat menyurat dan persiapan
penyusunan kerangka acuan ANDAL. Pada tahap ini juga
merupakan tahap untuk menyelesaikan administrasi pekerjaan
2) Pelingkupan (skoping)
Pekerjaan pelingkupan merupakan tahapan kegiatan untuk
melakukan penyaringan jens kegiatan. Pelingkupan dengan
menggunakan Dasar Hukum UUPLH Nomor 32 tahun 2009
dan PP Nomor 27 Tahun 2012 dan Permen Nomor 15 Tahun
2012. Hasil pelingkupan ini adalah wajib AMDAL suatu
kegiatan atau UKL/UPL dan dampak penting kegiatan.
3) Penyusunan Kerangkan Acuan (KA-ANDAL)
Merupakan tahap dimana suatu kerangka studi yang akan
dilakukan, dirumuskan dalam bentuk dokumen yang akan
mengikat antara komisi AMDAL, penyusun, dan pemrakarsa
4) Penyusanan ANDAL
66

Dokumen ini disusun setelah kerangka acuan ANDAL


disetujui oleh komisi AMDAL. dokumen ini berisi tentang
Rona Lingkungan Awal, Prediksi Dampak Lingkungan,
Komponen Lingkungan yang terkena dampak, mitigais
dampak lingkungan
5) Penyusunan RKL
Merupakan tahap berikutdari peyusunan dokumen AMDAL
yaitu berupa Rencana Pengelolaan Lingkungan. Dalam
Dokumen ini akan dihasilkan matrik tentang pengelolaan
lingkungan hidup
6) Penyusunan RPL
Merupakan dokumen pelengkap berupa pemantauan
lingkungan, yang memuat bagaimana memantau kegiatan
lingkungan dari prediksi yang telah disusun. Dengan
pemantauan ini akan memudahkan dalam melakukan
pemantauan oleh badan yang independence dalam melakukan
pemantauan
7) Diskusi dan Asistensi
Diskusi dan asistensi dilakukan pada saat penyusunan kerngka
acuan (KA), penyusunan dokumen ANDAL dan penyusunan
dokumen rencana pengelolaan lingkungan dan rencana
pemantauan lingkungan. Setelah dilakukan
pembahasan/presentasi dari hasil yang diperoleh
8) Legalisasi Dokumen
Merupakan hasil akhir dari kegiatan pemnyusunan dokumen
AMDAL dengan melakukan legalisasi dari Dokumen oleh
instansi yang berwenang.

PLTSa Surakarta masuk dalam kategori AMDAL proyek tunggal


yang mana merupakan studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau
kegiatan yang diusulkan hanya satu jenis kegiatan. Misalanya
67

pembangunan Jalan Tol, PLTU, Lapangan Golf, Masjid Agung, Rumah


Sakit, dna sebagainya.

Pengelolaan kegiatan pada umumnya satu institusi, fungsi kegiatan


bersifat terpisah dari kegiatan lain, umumnya berada pada suatu hamparan
ekosistem, dengan penanggung jawab satu instantsi.

UU No.
Penanggung Evaluasi &
32/2009 Komisi
Jawab Komisi Legalisasi
AMDAL
PP No. AMDAL Dokumen
27/2012
Evaluasi & Legalisasi
Dokumen
Rencana
Pemantauan
Lingkungan
(RPL)

PENAPISAN Kerangka IZIN


Jenis Usaha /
PERLINGKUP Acuan (KA) LINGKUNGAN
Kegiatan
AN ANDAL HIDUP

Rencana
Pengelolaan
Analisis Lingkungan
Ruang Lingkup Dampak (RPL)
AMDAL Lingkungan
(ANDAL)

PERMENLH 5/2012 Kreiteria Telaah secara cermat


SKOPING Dampak mendalam & penting
Kegiatan Wajib Penting rencana kegiatan proyek
Amdal

AMDAL

Mekanisme
Penyusunan UKL /
UKL/UPL
UPL

Gambar 6. Skema Alir Kerangka Penyusunan Dokumen AMDAL


68

2. Mekanisme Keterlibatan Prinsip Partisipasi Publik dalam


Penerbitan Perizinan Lingkungan menurut Undang – Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengeolaan dan Perlindungan
Lingkungan Hidup dan Peraturan Terkait
Terlestarikanya fungsi lingkungan hidup yang menjadi tumpuan
terlanjutkanya pembangunan merupakan kepentingan seluruh
masyarakat. Diselenggarakanya usaha dan/atau kegiatan akan
mengubah rona lingkungan hidup, sedangkan perubhan ini pada
giliranya akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat.oleh karena
itu, keterlibatan warga masyarakat yang akan terkena dampak menjadi
penting dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan
lingkungan hdup. UUPPLH menetapkan hak setiap orang untuk
berperan dalam rangkan pengelolaan lingkungan hidup. Peran
masyarakat itu meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini berarti masyarakat wajib dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan atas analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Keterlibatan warga masyarakat itu merupakan pelaksaan asas
keterbukaan. Dengan keterlibatan warga masyarakat itu akan
membantu dalam mengidentifikasi persoalan dampak lingkungan
secara dini dan lengkap, menampung aspirasi dan kearifan
pengetahuan local dari masyarakat yang seringkali justru menjadi
kunci penyelesaian persoalan dampak lingkungan hidup yang timbul.
(Mursyid Rahardjo,2014: 63-64).
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah
mengatur dan memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk
dapat berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup (PPLH). Melalui asas-asas partisipatif yang menjadi salah satu
asas dalam UUPLH ini, setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik secara langsung
69

maupun tidak langsung. Proses pengambilan keputusan yang sangat


penting dan strategis dalam bidang PPLH adalah proses izin
lingkungan. Proses izin lingkungan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
mengintegrasikan proses permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dalam proses AMDAL dan UKL-UPL.
Secara umum partisipasi masyarakat di dalam hukum lingkungan
di Indonesia diatur di dalam BAB IX tentang Peran Masyarakat Pasal
70 UUPPLH. Pada Pasal 70 Ayat (1) menegaskan bahwa masyarakat
memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas – luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pada Ayat (2), bentuk peran, berupa :
a) Pengawasan sosial.
b) Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan,
dan atau
c) Penyampaian informasi dan / atau laporan.
Produk akhir dari proses AMDAL atau UKL-UPL adalah izin
lingkungan. Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL), sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup disusun dengan melibatkan masyarakat melalui
pengumuman dan konsultasi publik. Dalam Pasal 9 Ayat (6) PP
Nomor 27 Tahun 2012 diatur bahwa tata cara pengikutsertaan
masyarakat dalam proses AMDAL diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
Pada prinsipnya, pedoman ini disusun sebagai acuan untuk
melaksanakan amanah dari Pasal 9 ayat (6) PP Nomor 27 Tahun 2012
dan memberikan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 44 sampai dengan
Pasal 46 dan Pasal 49 PP Nomor 27 Tahun 2012 yang mengatur
tentang permohonan dan penerbitan izin lingkungan. UUPLH dan PP
70

Izin Lingkungan telah mengatur bahwa dalam proses AMDAL dan


izin lingkungan, masyarakat dilibatkan melalui:
a) Pengumuman Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
AMDAL dilakukan oleh Pemrakarsa. Pengumuman tersebut
dilakukan sebelum penyusunan dokumen Kerangka Acuan.
Pengumuman tersebut ditujukan kepada atau harus dapat
menjangkau masyarakat terkena dampak, masyarakat pemerhati
lingkungan dan masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL.
Dalam melakukan pengumuman rencana usaha dan/atau
kegiatan, Pemrakarsa wajib menyampaikan informasi secara benar
dan tepat mengenai:
a) Nama dan alamat pemrakarsa
b) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
c) Skala/besaran dari rencana usaha dan/atau kegiatan
d) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
e) Dampak potensial yang akan timbul (contoh: potensi timbulnya
limbah cair, potensi emisi dari cerobong, potensi keresahan
masyarakat, dan lain-lain) dan konsep umum pengendalian
dampaknya
f) Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu
pemberian saran, pendapat, dan tanggapan (spt) dari masyarakat
g) Nama dan alamat pemrakarsa dan instansi lingkungan hidup
yang menerima saran, pendapat, dan tanggapan dari masyarakat.
Pengumuman tersebut wajib disampaikan kepada
masyarakat yang terlibat dalam proses AMDAL. Untuk dapat
menjangkau masyarakat tersebut, maka jenis media yang wajib
digunakan oleh pemrakarsa dalam melakukan pengumuman yaitu:
a) Media cetak berupa surat kabar lokal dan/atau surat kabar
nasional (sesuai dengan kewenangan penilaian AMDALnya
71

b) Papan pengumuman yang mudah dijangkau oleh masyarakat


terkena dampak. Selain jenis media yang wajib digunakan
sebagaimana di atas, pemrakarsa dapat menggunakan media
pendukung lainnya untuk melakukan pengumuman, antara lain
berupa
c) Media cetak seperti brosur, pamflet, atau spanduk
d) Media elektronik melalui televisi, website, jejaring sosial, sms
dan/atau radio;
e) Papan pengumuman di instansi lingkungan hidup dan instansi
yang membidangi usaha dan/atau kegiatan di tingkat Pusat,
provinsi, dan/atau kabupaten/kota; dan/atau
f) Media lain yang dapat digunakan.
Semua bentuk pengumuman yang disampaikan baik tertulis
maupun tidak tertulis melalui berbagai media tersebut harus menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, disampaikan dengan jelas dan
mudah dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengumuman
tersebut dapat juga dituliskan terjemahannya dalam bahasa daerah atau
lokal yang sesuai dengan lokasi dimana pengumuman tersebut akan
dilakukan. Pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu (durasi)
selama 10 (sepuluh) hari kerja. selanjutnya aka nada Penyampaian,
Penerimaan dan dokumentasi Saran, Pendapat dan Tanggapan (SPT) dari
masyarakat. Masyarakat dengan mencantumkan identitas pribadi yang
jelas berhak menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan (SPT) secara
tertulis atau terekam terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diumumkan selama periode 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pengumuman dilaksanakan. SPT yang disampaikan oleh masyarakat
antara lain dapat berupa:
a) Informasi deskriptif tentang keadaan lingkungan sekitar rencana
usaha dan/atau kegiatan
b) Nilai-nilai lokal terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan; dan/atau
72

c) Aspirasi masyarakat terkait dengan rencana usaha dan/atau


kegiatan yang diusulkan.
SPT disampaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan/atau
bahasa daerah (lokal) yang sesuai dengan lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan. SPT sebagaimana dimaksud di atas disampaikan kepada:
a) Pemrakarsa
b) Menteri, melalui sekretariat komisi penilai AMDAL Pusat,
untuk dokumen AMDAL yang dinilai di komisi penilai
AMDAL Pusat; gubernur, melalui sekretariat komisi penilai
AMDAL provinsi, untuk dokumen AMDAL yang dinilai di
komisi penilai AMDAL provinsi
c) Bupati, melalui sekretariat komisi penilai AMDAL
kabupaten/kota, untuk dokumen AMDAL yang dinilai di
komisi penilai AMDAL kabupaten/kota.
Berdasarkan SPT yang telah diterima, pemrakarsa wajib
mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat, dan tanggapan
masyarakat.SPT masyarakat tersebut wajib digunakan oleh pemrakarsa
sebagai masukan dalam penyusunan dokumen KA.

b) Pelaksanaan Konsultasi Publik


1) Pihak yang Melakukan Konsultasi Publik
a) Konsultasi publik bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki AMDAL dilakukan oleh Pemrakarsa
b) Konsultasi publik dapat dilakukan sebelum, bersamaan atau
setelah pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan
c) Konsultasi publik sebagaimana dimaksud huruf a dilakukan
terhadap masyarakat terkena dampak, masyarakat pemerhati
lingkungan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL.
2) Muatan Informasi dan bentuk Konsultasi Publik
73

Sebelum pelaksanaan konsultasi publik, pemrakarsa berkoordinasi


dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat yang akan dilibatkan
dalam proses konsultasi publik. Pemrakarsa mengundang
masyarakat yang akan dilibatkan dalam konsultasi publik untuk
hadir dalam acara konsultasi publik dengan menyampaikan
informasi antara lain mengenai tujuan konsultasi publik, waktu
dan tempat konsultasi publik, cara atau proses konsultasi publik
yang akan dilakukan kepada masyarakat, dimana saja masyarakat
dapat memperoleh informasi tambahan dan lingkup tanggapan dan
informasi yang diharapkan dari masyarakat. Konsultasi publik
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dengan mengunakan cara
dan metode yang dapat secara efektif dan efisien menjaring SPT
masyarakat antara lain seperti lokakarya, seminar, focus group
discussion, temu warga, forum dengar pendapat, dialog interaktif,
dan metode lain yang dapat dipergunakan untuk berkomunikais
secara dua arah.
Pada saat melakukan konsultasi publik, pemrakarsa
menyampaikan informasi minimal mengenai:
a) Nama dan alamat pemrakarsa
b) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan;
c) Skala/Besaran dari rencana usaha dan/atau kegiatan
d) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dilengkapi dengan
informasi perihal batas administratif terkecil dari lokasi tapak
proyek dan peta tapak proyek
e) Dampak potensial yang akan timbul dari identifikasi awal
pemrakarsa (contoh: potensi timbulnya limbah cair, potensi
emisi dari cerobong, potensi keresahan masyarakat, dan lain-
lain) dan konsep umum pengendalian dampaknya
f) Komponen lingkungan yang sangat penting diperhatikan
(contoh: nilai budaya, ekologis, sosial ekonomi, pertahanan
dll) karena akan terkena dampak
74

3) Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh pemraksarsa tersebut,


masyarakat berhak menyampaikan saran, pendapat dan tanggapan
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan saran, pendapat
dan tanggapan masyarakat yang diterima dalam proses konsultasi
publik, pemrakarsa wajib mendokumentasikan dan mengolah saran,
pendapat dan tanggapan masyarakat tersebut. Saran, pendapat dan
tanggapan masyarakat yang yang telah diolah wajib digunakan oleh
pemrakarsa sebagai masukan dalam penyusunan dokumen kerangka
acuan (KA).
Konsultasi publik juga merupakan sarana untuk memilih dan
menetapkan wakil masyarakat terkena dampak yang akan duduk
sebagai anggota komisi penilai AMDAL. beberapa ketentuan dalam
penetapan wakil masyarakat terkena dampak dalam komisi penilai
AMDAL yaitu :
a) Masyarakat terkena dampak memilih dan menetapkan sendiri
wakilnya yang duduk sebagai anggota komisi penilai AMDAL
b) Pemilihan dan penetapan wakil masyarakat tersebut dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan konsultasi publik
c) Jumlah wakil masyarakat terkena dampak yang dipilih dan
ditetapkan untuk duduk sebagai anggota komisi penilai
AMDAL ditetapkan secara proporsional dan mewakili aspirasi
masyarakat yang diwakilinya dalam persoalan lingkungan
hidup
d) Hasil penetapan wakil masyarakat tersebut dituangkan dalam
bentuk surat persetujuan/surat kuasa yang ditandatangani oleh
masyarakat yang diwakili berupa penetapan wakil masyarakat
yang akan duduk sebagai anggota komisi penilai AMDAL
e) Pemrakarsa mengomunikasikan hasil penetapan wakil
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam angka 4 kepada
sekretariat komisi penilai AMDAL sesuai dengan
kewenangannya
75

f) Wakil masyarakat terkena dampak wajib melakukan


komunikasi dan konsultasi rutin dengan masyarakat terkena
dampak yang diwakilinya dan menyampaikan aspirasi
masyarakat terkena dampak yang diwakilinya dalam rapat
komisi penilai AMDAL.
Pengikutsertaan masyarakat tersebut dilakukan melalui
pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan serta konsultasi publik
yang dilakukan sebelum penyusunan dokumen KA. Sedangkan
melalui proses pengumuman dan konsultasi publik, masyarakat dapat
memberikan saran, pendapat dan tanggapan yang disampaikan secara
tertulis kepada pemrakarsa dan Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan penilaian dokumen
AMDAL. Disamping itu, masyarakat yang terkena dampak melalui
wakilnya wajib dilibatkan dalam proses penilaian dokumen Andal dan
RKL-RPL melalui Rapat Komisi Penilai AMDAL. Wakil masyarakat
terkena dampak merupakan salah satu anggota Komisi Penilai
AMDAL.
Pelaksanaan keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan izin lingkungan dilakukan
berdasarkan prinsip dasar:
a) Pemberian informasi yang transparan dan lengkap
b) Kesetaraan posisi diantara pihak-pihak yang terlibat
c) Penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana
d) Koordinasi, komunikasi dan kerjasama dikalangan pihak-
pihak yang terkait.

Adapun tujuan dilibatkannya masyarakat dalam proses AMDAL


dan izin lingkungan agar:

a) Masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana usaha


dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan. Tujuan ini dimaksudkan bahwa masyarakat telah
76

mendapatkan informasi yang memadai mengenai usulan


rencana usaha dan/atau kegiatan dan dapat berkontribusi dalam
proses AMDAL. Agar tujuan ini dapat tercapai, maka setiap
penangung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan
(pemrakarsa) sebelum melakukan penyusunan dokumen
Kerangka Acuan (KA) wajib mengumumkan rencana usaha
dan/atau kegiatan kepada masyarakat antara lain mengenai
deskripsi kegiatan (deskripsi rinci rencana kegiatan, lokasi
proyek), dampak lingkungan hidup potensial mungkin terjadi
sebagai akibat rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.
b) Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau
tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan. Tujuan ini
dimaksudkan bahwa masyarakat dapat menyampaikan saran,
pendapat dan tanggapan (SPT) secara tertulis atau melalui
proses konsultasi publik yang dilaksanakan oleh pemrakasarsa.
Melalui penyampaian SPT ini, masyarakat dapat
menyampaikan umpan balik mengenai informasi mengenai
kondisi lingkungan hidup dan berbagai usaha dan/atau kegiatan
di sekitar daerah rencana usaha dan/atau kegiatan, aspirasi
masyarakat dan penilaiannya mengenai dampak lingkungan.
c) Masyarakat dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan
terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas
rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan.Tujuan ini dimaksudkan masyarakat
terkena dampak melalui wakilnya yang duduk dalam komisi
penilai AMDAL terlibat dalam proses pengambilan keputusan
terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas
rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan.
77

d) Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan/atau


tanggapan atas proses izin lingkungan. Tujuan ini adalah terkait
dengan proses izin lingkungan baik melalui mekanisme
penilaian AMDAL maupun melalui mekanisme pemeriksaan
UKL-UPL. SPTmasyarakat yang disampaikan pada tahap
proses permohonan izin akan digunakan sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam proses penerbitan izin lingkungan.
Secara lebih rinci keterlibatan prinsip partisipasi publik dalam
penerbitan izin lingkungan diatur di dalam Permen Lingkungan Nomor 17
Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses
Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Masyarakat
yang diikutsertakan dalam Proses AMDAL Dokumen AMDAL terdiri atas
KA, ANDAL, dan RKL-RPL.
Pelibatan masyarakat merupakan bagian proses pelingkupan.
Pelibatan masyarakat dilakukan melalui pengumuman dan konsultasi
publik. Prosedur pelibatan masyarakatdalam proses AMDAL harus
mengacu pada peraturan perundang-undangan. Perlu diingat bahwa saran,
pendapat dan tanggapan yang diterima dati masyarakat harus di olah harus
digunakan sebagai input proses pelingkupan. Ini disebbakan karena saran,
pendapat, dan tanggapan tersebut mungkin jumlahnya banyak dan
beragam jenisnya serta belum tentu relevan untuk dikaji dalam ANDAL.
Bukti pengumuman dan hasil pelaksaan konsultasi publik dapat
dilampirkan. (Mursyid Rahardjo,2014: 81).
Dalam penyusunan dokumen AMDAL tersebut, pemrakarsa
mengikutsertakan masyarakat, yang mencakup:
1) Masyarakat terkena dampak
Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang berada
dalam batas wilayah studi AMDAL (yang menjadi batas sosial)
yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan
78

mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami


kerugian.
2) Masyarakat pemerhati lingkungan
Masyarakat pemerhati lingkungan adalah masyarakat yang
tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak
lingkungan yang akan ditimbulkannya.
3) Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL.
Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL adalah masyarakat yang berada di luar
dan/atau berbatasan langsung dengan batas wilayah studi
AMDAL yang terkait dengan dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan.
Selanjutnya pengumuman permohonan izin lingkungan dan
pengumuman izin lingkungan yang telah diterbitkan untuk rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL
dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mendelegasikan
kewenangan pelaksanaan pengumuman permohonan izin lingkungan dan
pengumuman izin lingkungan yang telah diterbitkan kepada pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri, kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau
kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya. Dalam melakukan pengumuman permohonan izin
lingkungan untuk rencana usaha dan/atau kegiatan wajib AMDAL,
Menteri melalui pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur melalui
kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau bupati/walikota melalui
kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, menyampaikan
informasi mengenai:
a) nama dan alamat pemohon izin lingkungan
79

b) jenis rencana usaha dan/atau kegiatan


c) skala/besaran dari rencana usaha dan/atau kegiatan
d) lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
e) informasi mengenai cara mendapatkan dokumen AMDAL
(Kerangka Acuan yang telah diberikan persetujuan, draft Andal
dan RKL-RPL) yang berupa: informasi perihal tempat dimana
masyarakat dapat memperoleh dokumen AMDAL (Kerangka
Acuan yang telah diberikan persetujuan, draft Andal, dan RKL-
RPL) yang akan diajukan untuk dilakukan penilaian atas
permohonan izin lingkunganang dan tautan (link) dokumen
AMDAL (Kerangka Acuan yang telah diberikan persetujuan, draft
Andal, dan RKL-RPL) yang dapat diunduh (download) oleh
masyarakat
f) tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu
pemberian SPT dari masyarakat
g) nama dan alamat instansi lingkungan hidup yang menerima saran,
pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat
h) nama dan alamat wakil masyarakat dan organisasi lingkungan
hidup yang akan duduk sebagai anggota komisi penilai AMDAL.
i) Pengumuman tersebut disampaikan melalui multimedia yang
secara efektif dan efisien dapat menjangkau masyarakat, antara
lain website dan papan pengumuman di lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat terkena
dampak.
j) Semua bentuk pengumuman yang disampaikan harus
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, disampaikan
dengan jelas dan mudah dimengerti oleh seluruh lapisan
masyarakat. Dalam pengumuman tersebut dapat juga dituliskan
terjemahannya dalam bahasa daerah atau lokal yang sesuai dengan
lokasi dimana pengumuman tersebut akan dilakukan.
80

Pengumuman permohonan izin lingkungan untuk rencana usaha dan/atau


kegiatan wajib AMDAL dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak dokumen Andal dan RKL-RPL yang diajukan dinyatakan
lengkap secara administrasi. Masyarakat memberikan SPT terhadap
pengumuman tersebut dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diumumkan.
Sedangkan untuk rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib
Memiliki UKL-UPL pengumuman perhononan izin lingkungan untuk
rencana usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL dilakukan paling lama 2
(dua) hari kerja terhitung sejak formulir UKL-UPL yang diajukan
dinyatakan lengkap secara administrasi. Masyarakat memberikan SPT
terhadap pengumuman tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja
sejak diumumkan. SPT Masyarakat Atas Pengumuman Permohonan Izin
Lingkungan Rencana usaha dan/atau kegiatan wajib AMDAL Masyarakat
dengan mencantumkan identitas pribadi yang jelas berhak menyampaikan
SPT secara tertulis/terekam terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diumumkan selama periode 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pengumuman dilaksanakan. SPT sebagaimana dimaksud di atas wajib
disampaikan kepada Menteri melalui pejabat yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur melalui kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau
bupati/walikota melalui kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangan penerbitan izin lingkungannya dan wakil
masyarakat yang terkena dampak dan/atau organisasi masyarakat yang
menjadi anggota komisi penilai AMDAL.
SPT yang diterima oleh wakil masyarakat yang terkena dampak
dan/atau organisasi masyarakat yang menjadi anggota komisi penilai
AMDAL sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2, disampaikan
kepada Menteri melalui pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur
melalui kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau bupati/walikota
melalui kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota. Berdasarkan
SPT sebagaimana dimaksud pada huruf b, Menteri melalui pejabat yang
81

ditunjuk oleh Menteri; gubernur melalui kepala instansi lingkungan hidup


provinsi; atau bupati/walikota melalui kepala instansi lingkungan hidup
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan penerbitan izin lingkungannya
mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat, dan tanggapan
masyarakat dan wakil masyarakat dan/atau organisasi lingkungan hidup
yang menjadi anggota komisi penilai AMDAL mendokumentasikan dan
mengolah saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat.
SPT disampaikan bersama dengan rekomendasi penilaian akhir
dari komisi penilai AMDAL kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota
untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan untuk penerbitan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup dan izin lingkungan SPT digunakan untuk disampaikan
dalam rapat komisi penilai AMDAL. Mengingat terdapat jeda jangka
waktu dalam menyampaikan SPT atas permohonan izin lingkungan, maka
rapat tim teknis wajib dilakukan setelah berakhirnya jangka waktu
penerimaan SPT atas permohonan izin lingkungan.
Untuk rencana usaha dan/atau kegiatan wajib UKL-UPL,
masyarakat melaukankanya dengan mencantumkan identitas pribadi yang
jelas berhak menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan (SPT) secara
tertulis/terekam terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diumumkan selama periode 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pengumuman
dilaksanakan. SPT sebagaimana dimaksud di atas disampaikan kepada
Menteri melalui pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur melalui
Kepala Instansi Lingkungan Hidup Provinsi, atau bupati/walikota melalui
Kepala Instansi Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota. .Menteri melalui
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur melalui kepala instansi
lingkungan hidup provinsi, atau bupati/walikota melalui kepala instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan penerbitan
izin lingkungannya mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat,
dan tanggapan masyarakat. SPT masyarakat tersebut wajib digunakan
82

sebagai bahan pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi UKL-UPL


dan penerbitan izin lingkungan.
Pengumuman izin lingkungan yang sudah diterbitkan dilakukan
oleh Menteri melalui pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur melalui
kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau bupati/walikota melalui
kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, mengumumkan
keputusan izin lingkungan yang telah diterbitkan. Pengumuman tersebut
dilakukan melalui media massa dan/atau multimedia antara lain adalah
situs internet yang secara efektif dan efisien dapat dapat menjangkau
masyarakat. Izin lingkungan yang telah diterbitkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota wajib diumumkan paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak izin lingkungan diterbitkan. Dalam hal terjadi keberatan
terhadap izin lingkungan yang telah diterbitkan, masyarakat dapat
mengajukan gugatan terhadap keputusan izin lingkungan tersebut. Tata
cara pengajuan gugatan terhadap keputusan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud pada angka 4 mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara.
83
Masyarakat Instansi yang
Pemerintah
Berkepentingan bertanggungjawab

PENGUMUMAN
RENCANA USAHA
PENGUMUMA
N PERSIAPAN

SARAN,
PENDAPAT,
DAN
KONSULTASI PENYUSUNAN KA

SARAN,
PENILAIAN KA-
PENDAPAT, DAN
ANDAL OLEH
TANGGAPAN

PENYUSUNAN
ANDAL RKL. RPL

SARAN, PENILAIAN ANDAL


PENDAPAT, DAN RKL, RPL, OLEH
TANGGAPAN

KEPUTUSAN
KELAYAKAN
LINGKUNGAN
HIDUP

Gambar 6. Skema Keterlibatan Para Pihak dalam Penerbitan Izin Lingkungan

3. Sinkronisasi Keterlibatan Prinsip Partisipasi Publik dalam


Penerbitan Perizinan Lingkungan Pembangunan PLTSa
Surakarta dengan Peraturan Perundang-Undangan
Pembangunan PLTSa Kota Surakarta yang berlokasi di TPA Putri
Cempo Kelurahan Mojosongo memerlukan adanya izin lingkungan
berupa dokumen AMDAL. Proses perumusan izin lingkungan yang
melibatkan Pemerintah Kota Surakata, Pemrakarsa dalam hail ini
84

adalah PT. Solo Citra Metro Plasma Power, serta masyarakat Kota
Surakarta, terkhusus masyarakat Mojosongo yang paling berdekatan
dengan lokasi proyek PLTSa.
Adapun masyarakat sekitar lokasi proyek yaitu masyarakat yang
tinggal di RW 39 Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota
Surakarta secara umumnya terbagi menjadi 3 (tiga) profesi, yaitu
peternak sapi, pengais sampah atau pemulung, serta profesi umum
lainya seperti guru, pedagang, buruh pabrik, wirausaha, dan lain
lainya. Pemanfaatan sampah paling terasa bagi pemulung baik dalam
skala kecil maupun besar, karena hampir 90% (persen) masyarakat
dilingkkungan RW 39 berprofesi sebagai pemulung disamping
memiliki profesi yang lainya.
Dalam penyusunan dokumen AMDAL tersebut, pemrakarsa
mengikutsertakan masyarakat, yang mencakup masyarakat terkena
dampak,masyarakat pemerhati lingkungan, dan masyarakat yang
terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.Maka
untuk mengkaji sejauh mana keterlibatan prinsip partisipasi publik
dalam penerbitan izin lingkungan pembangunan PLTSa Kota
Surakarta, penulis melakukan wawancara dengan beberapa tokoh dan
instansi yang paling dekat dengan lokasi pembangunan. Adapun hasil
wawancara adalah sebagai berikut :
a) Kelurahan Mojosongo

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pejabat


berwenang yang berada diinstansi Kelurahan Mojosongo yang dalam
hal ini diwakili oleh Bapak Usman Prabowo selaku kepala seksi
Pembangunan dan Lingkungan Hidup Kelurahan Mojosongo dan
Bapak Gentil Fernandez D.C. selaku Sekertaris Kelurahan Mojosongo.
Sejauh yang narasumber ketahui mengenai proyek PLTSa Kota
Surakarta adalah proyek untuk pemanfaaatan sampah yang jumlahnya
semakin bertambah setiap harinya.
85

Dahulu sekitar 5 (lima) sampai 10(sepuluh) tahun lalu


masayarakat yang bermukim disekitar TPA Putri Cempo
merupakan masyrakat binaan dinas pertanian kota Surakarta,
yang mendapat bantuan sapi pemerintah, program revolver,
yaitu pemberian 1 (satu) sapi yang nantinya akan dikembalikan
setelah beranak. Selain utnuk mengutangi sampah, juga untuk
untuk menaikan tarah hidup masyarkaat. Diperkirakan 1 (satu)
sapi dpaat menmakan 30 kilogram sampah. Tetapi dalam
perjalanannya diadakan studi tentang timbal dalam sapi, yang
kemudikan didapati data bahwa sapi tidak lagi layak konsumsi
sehingga diarahkan menjadi PLTSa Kota Surakarta. Program
Lingkungan yang mengelurakan aturan pemilahan sampah,
organik, unorganik, dan sampah rumah sakit tidak lagi berjalan
efektif. Kelompok – kelompok bank sampah yang ada ditiap
kelurahan, yang memisahkan sampah organik untuk pakan sapi,
tidak lagi berjalan ideal. Sampah banyak bercampur akhirnya
dan membuat sapi tidak lagi layak konsumsi.
Kemudian masyarakat diberikan arahan atau konsultasi
publik mengenai rencana PLTSa tersbut. Adapun konsultasi
publik oleh masyarakat dilakukan melalui sosialisasi pada tahap
perencanaan dengan mengadakan pertemuan dengan warga di
pendopo Kelurahan. Pada sosialisasi ini, pihak Pemerintah Kota
Surakarta menjabarkan mengenai materi, jangkaun, dan tujuan
pembangunan PLTSa. Kemudian warga menerima rencana
pembangunan proyek tersebut.
Sosilisasi berikutnya adalah pemarapan teknis PLTSa yang
dilakukan oleh PT Plasma Power, warga diberikan arahan
mengenai proses kerja PLTSa dan kelanjutan kegiatan
pemanfaatn sampah untuk pemulung, aktivitas beternak,
maupun kegiatan keseharian warga yang terpengaruh oleh
86

keberadan proyek PLTSa tersebut. Kemudian sosialisasi terahir


dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
Menurut pak Usman, Mengenai izin lingkungan berupa
dokumen AMDAL, proses perumusanya dilakukan di Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi, yaitu di Semarang yang dalam hal
ini masyarakat diwakili oleh Lurah dan saat ini AMDAL eah
diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
Pak Gentil menyebutkan bahwa mata pencaharian warga
yang mayoritas sebagai pemulung dan peternak sapi pemakan
sampah, akan berkembang ketika nanti telah mulai
beroperasinya PLTSa. Income atau pendapat masyarakat dapat
bertambah dengan beralih profesi bekerja pada PLTSa, maupun
menyokong kegiatan PLTSa yang ada masyarakat dapat juga
memenuhi kebutuhan karyawan PLTSa dengan membuka
warung, kos-kosan atau temat tinggal sewaan. Dari situ ekonomi
masyarakat akan tumbuh menjadi lebih baik lagi.
b) Ketua Rukun Warga (RW) 39
Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada Bapak Trimin
selaku Ketua RW 39. Sejauh yang narasumber ketahui
mengenai proyek PLTSa Kota Surakarta adalah proyek
pendirian pembangkit listrik dengan menfaatkan sampah yang
nanti akan dialankan oleh PLN.
Terkait sosialisasi proyek, ditingkat RW sendiri telah
dilakukan sosialiasi pada tahap awal oleh pemerintah Kota
Surakarta terkait rencana pembangunan PLTSa yang berlokasi
di pendopo Kelurahan Mojongso. Dalam sosialisasi tersebut
disampaikan renacan pembangunan PLTSa Kota Surakarta, dna
masyarakat memberikan tanggapan akan proyek tersbut. Lalu
kemudia ada dua sosialisasi berkutnya yang disampaikan pihak
pemrakarsa yaitu PT. Plasma Power untuk teknis PLTSa, dan
Dinas Lingkungan Hidup terkait proses izin dan dampaknya
87

terhadap lingkungan. Sosialisasi telah dilaukan sejak tahun 2016


dan diharapkan pembangunan proyek tahun 2019 akan selesai.
Adapun tannggapan dari warga adalah kekhawatiran tidak
lagi maksimal dalam mengambil sampah juga menggembalakan
ternak sapi mereka. Namun kekhawtiran tersebut dijawab oleh
pihak pemrakarsa bahwa nantinya warga tetap bisa menfaatkan
smapah, dna abrulah sisanya yang akan mausk ke masuk ke
meisn PLTSa.
Adapun dampak negtaif dari pembangunan proyek adalah
warga banyak yang sakit akibat pengerukan karena
menimbulkan bau dan menyebabkan gangguan pernafasan.
Beberapa warga yang masih berusi anak bahkan rumah sakit dan
harus opname. Jumlahnya sekitar 8 anak. Warga meminta
pertanggungjawaban Pemrakarsa namun tidak ada respon baik.
Sedangkan manfaat positif dari pembangunan proyek adalah
terdapat beberapa warga dipekerjakan sebagaia buruh kasar dan
penjaga kemanan proyek
Terkait AMDAL, warga diberi tahu bahwa Dokumen
AMDAL telah selesai dibuat dan akan dibagikan salinanya dari
pihak kelurahan, namun hingga Februari 2018 belum juga
diberikan.
c) Warga
Dalam ini wawancara dengan pihak warga diwakili oleh
Bapak Hendri Kristianto selaku Ketua Rukun Tetangga (RT) 01,
Bapak Santoso selaku Ketua RT 02, Bapak Prihatnolo selaku
Ketua RT 03. Sejauh yang narasumber ketahui mengenai proyek
PLTSa Kota Surakarta adalah proyek untuk mendirikan
pembangkit listrik dengan menggunakan bahan dasar sampah.
Dalam tahap konsultasi publik, narasumber Hendri
Kristianto mengatakan bahwa sosialisasi peratama terdapat pada
tahap perencanaan, dimana warga diberi tahu bahwa ada
88

pemilahan sampah yang bisa diambil oleh warga untuk


kemudian sisanya dimanfaatkan untuk PLTSa. Kemudian
sosialisan mengenaik teknis lebih lanjut mengenai PLTSa
dsampaikan oleh Pemrakarsa dari PT. Plasma Power. Lalu
terahir sosilisasi mengenai dampak dan izin lingkungan yang
disampaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
Narasumber Santoso mengatakn bahwa sosialisasi sejak
tahun 2017 telah dilakukan dari lebih dari 3 (tiga) kali
pertemuan. Dalam sosialisasi dijelaksan soal teknis PLTSa
sampai penyampaian keluh kesah warga terkait proyek tersebut,
termasuk kekhawatiran tidak maksimalkan warga dalam
memulung.
Sedangkan menurut narasumber Prihatnolo, terkait proyek
pembangunan PLTSa, telah diadakan sosialisasi sebanya 3(tiga
kali). Secara keseluruhan masyrakat menerima dan menyambut
baik, selama hak dan kesehaian masyarakat tidak terganggu.
Secara umum dampak negatif dan positif adanya
pembangunan PLTSa tersebut dirasakan sama oleh ketiga RT
tersebut. Dampak negatifnya adalah :
a) Bau tidak sedap selama proses pengerukan sampah
b) Gangguan pernafasan
c) Beberapa warga berusi anak harus dilarikan ke rumah sakit
karena gangguan pernafasan
d) Serangga yang muncul selama masa pengerukan berupa
tomcat dan hama lainya.

Sedangkan dampak positifnya adalah keterlibatan warga


dalam proyek sebagai buruh kasar dana juga menjaga keamanan
alat-alat proyek. Pertanggungjawaban secara sosial dari pihak
pemrakarsa yaitu berupa pemberian alat kesehatan ke posyandu
dan lansia.
89

Harapan masyarakat nantinya setelah PLTSa telah selesai


dibangun, adalah tetap bis amnejalankan aktivitas sehari-harinya
terkhusus kegiatan memeulu dna beternak sapi. Disamping juga
kemungkinan mendapat manfaat dari PLTSa beruba
dipekerjakan atau manfaat lainya.

Untuk izin lingkungan berupa dokumen AMDAL, informasi


terahir yang diterima narasumber adalah akan dibagikan salinan
AMDAL yang telah selsai dibuat namun tidak diberi kepastian
akan wkatu pemberianya.

Dapat disimpulkan bahwa menurut hasil wawancara,


keterlibatan partispasi masyarakat sebagaimana tercantum
dalam UUPLH dan Permen Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses
Penyusunan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup dan Izin
Lingkungan yang memasukan keterlibatan masyarakat dalam
proses pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan dan
pelaksaan publik, yaitu :

1) Pengumuman izin lingkungan melalaui website Pemerintah Kota Surakarta


dan Surat Kabar
Dalam hal ini masyarakat dapat memantau pengumuman izin
lingkungan melalui wesite pemerintah ataupun yang tersebar
dalam surat kabar. Sebagai salah satu contohnya adalah
Pengumuman permohonan zin lingkungan rencana
pembangunan PLTSa TPA Putri Cempo yang dimat dalam
sittus website Pemerintah Kota Surakarta berikut :
90

Gambar 7. Lapiran Pengumuman Perencanaan Pembangunan PLTSa Putri Cempo. Sumber:


website Pemerinta Kota Surakarta

Keterlibatan prinsip partisipasi pulik dalam hal ini adalah penyampaian SPT
dalam kurun waktu 10 (sepuluh) hari sejak pengumuman diterbitkan. Kekurangan
pada tahap ini adalah, bahwa tidka semua bahkan hampir masyarakat tidak
91

mengetahui mengenai teknis penyampaian SPT terhadap pengumumana rencana


pembangunan tersebut.

2) Keterlibatan prinsip partisipasi publik dalam tahap konsultasi publik


Dalam hal ini masyarakat telah dilibatkan melalui beberapa kegiatan
sosialisasi terkait proyek pembangunan PLTSa. Pola sosialiasi melibatkan
pola sosialisasi yang mana masyarakat diminta juga untuk memberikan
masukan dan pendapatnya mengenai adanya proyek pembangunan PLTSa.
Pendapat tersebut yang kemudian menjadisalah satu pertimbnagna dalam
penerbitan izin lingkungan.
Keterwakilan masyarakat juga terlihat dalam konsultais publik maupun
perumusan dokumen AMDAL, dimana pihak Kelurahan yang mewakili
masyarakat dalam pereumusan AMDAL bersama Pemrakarsa dan pihak
Pemerintah. Salinan Dokumen AMDAL nantinya akan dibagikan kepada
masyarakat. Kekurangan pada tahap ini adalah tidak adanya informasi alur dan
tenggat waktu yang jelas mengenai penerbitan izin lingkungan terhadap
PLTSa yang diterima masyarakat.
3) Apabila kondisi ini dikaitkan terhadap teori tipe participation dan non
participation menurut Sherry R. Arnstein digambarkan dalam sebuah urutan
anak tangga dari yang terendah sampai tertinggi, maka dalam kontekas ini
keterlibatan partisipasi publik telah sampai pada urutan ke 4 dan 5 atau tahap
Konsultasi (Consultation) dan tahap Perdamaian (Placation). Masyarakat
diizinkan untuk berpartisipasi penuh dalam kegiatan pemerintahan.
Masyarakat memiliki hak untuk mendengar dan didengar. Namun, dalam
tahapan ini, mereka tidak memiliki kekuatan untuk ikut berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan. Tidak ada kepastian yang diberikan kepada masyarakat
untuk turut serta dalam hal tersebut. Metode yang digunakan pemegang
kekuasaan adalah dalam konsultasi yaitu dengan mengadakan survei,
pertemuan masyarakat, dan mendengar pendapat publik. Dalam hal ini,
partisipasi diukur dengan berapa banyak orang yang datang dalam pertemuan
konsultasi publik. Tahap Perdamaian (Placation) hanyalah tingkat yang lebih
tinggi karena aturan dasar mengizinkan untuk memberi saran, namun tetap
92

mempertahankan hak pemangku kepentingan untuk memutuskannya.


Masyarakat menyadari bahwa mereka secara aktif ikut berpartisipasi, yaitu
dengan merencanakan suatu keputusan. Namun pada dasarnya, kewenangan
membuat keputusan masih dipegang oleh pemegang kekuasaan. Kewenangan
yang dimiliki masyarakat sangat terbatas dan sedikit bahkan tidak ada
partisipasi masyarakat dalam implementasi keputusannya.
E. Akibat Hukum Tidak Dilibatkanya Partisipasi Publik Dalam Perumusan
Izin Lingkungan
Hukum lingkungan adalah cabang hukum yang meiliki kekhasan yang
oleh Drupsteen disebut sebagai bidang hukum fungsional (fungsioneel
rechtsgebeid), yaitu di dalamnya terdapat unsur-unsur administratif, hukum
pidana, dan hukum perdata. Oleh sebab itu, penegakan hukum lingkungan
dapat dimaknai sebagai penggunaan atau penerapan instrumen-instrumen dan
sanksi-sanksi dalam lapangan hukum administrasi, huku pidana, dan hukum
perdata, dengan tujuan memaksa subjek hukum yang menjadi sasaran
mematuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.penggunaan
instrumen dan sanksi hukum administrasi dilakukan oleh instatnsi pemerintah
dan juga oleh warga atau badan hukum hukum perdata. Gugatan Tata Usaha
Negara merupakan sarana hukum administrasi negara yang dapat digunakan
oleh warga atau badan hukum perdata terdapat instansi atau pejabat
pemerintahan yang menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang secara
materiil maupun formal bertentangan dengan peraturan perundnag-undangan
lingkungan. Penggunaan sanksi-sanksi hukum pidana hanya dapat dilakukan
oleh intansi-instansi pemerintah. Penggunaan instrumen hukum perdata, yaitu
gugatan perdata, dapat dilakukan oleh warga, badan hukum perdata,dan juga
instansi pemerintah. Namun, jika dibandinkan doantara ketiga bidang hukum ,
sebagian besar norma-norma hukum lingkungan termasuk ke dalam wilayah
hukum administrasi negara.(Takdir Rahmadi,2011:199-200).
Keterlibatan partispasi masyarakat dalam penerbitan izin lingkungan ada
dalam proses pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan dan pelaksaan
publik. Dalam proses pertama akan diumumkan rencana usaha dan/atau
93

kegiatan melalui berbagai media masa juga dalam bentuk soisalisasi.


Pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu selama 10 (sepuluh) hari
kerja. selanjutnya akan ada SPT dari masyarakat. Masyarakat dengan
mencantumkan identitas pribadi yang jelas berhak menyampaikan SPT secara
tertulis atau terekam terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diumumkan selama periode 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
pengumuman dilaksanakan. SPT yang disampaikan oleh masyarakat.
Berdasarkan SPT yang telah diterima, pemrakarsa wajib mendokumentasikan
dan mengolah saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat.SPT masyarakat
tersebut wajib digunakan oleh pemrakarsa sebagai masukan dalam
penyusunan dokumen KA.
Sedangkan keterlibatan partisipasi publik dalam proses pelaksanaan
konsultasi publik, masyarakat akan diberikan informasi lebih mendalam
mengenai suatu kegiatan pembangunan yang disampaikan oleh pemraksarsa.
Kemudian masyarakat berhak menyampaikan saran, pendapat dan tanggapan
atau SPT terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan saran,
pendapat dan tanggapan masyarakat yang diterima dalam proses konsultasi
publik, pemrakarsa wajib mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat
dan tanggapan masyarakat tersebut. Saran, pendapat dan tanggapan
masyarakat yang yang telah diolah wajib digunakan oleh pemrakarsa sebagai
masukan dalam penyusunan dokumen kerangka acuan (KA).
Proses selanjutnya adalah pengumuman permohonan izin lingkungan dan
pengumuman izin lingkungan yang telah diterbitkan untuk rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL dilakukan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mendelegasikan kewenangan
pelaksanaan pengumuman permohonan izin lingkungan dan pengumuman izin
lingkungan yang telah diterbitkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri,
kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau kepala instansi lingkungan
hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Dalam melakukan
pengumuman permohonan izin lingkungan untuk rencana usaha dan/atau
94

kegiatan wajib AMDAL, Menteri melalui pejabat yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur melalui kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau
bupati/walikota melalui kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
Pengumuman permohonan izin lingkungan untuk rencana usaha dan/atau
kegiatan wajib AMDAL dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak dokumen Andal dan RKL-RPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara
administrasi. Masyarakat memberikan SPT terhadap pengumuman tersebut
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan. Sedangkan
untuk rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib Memiliki UKL-UPL
pengumuman perhononan izin lingkungan untuk rencana usaha dan/atau
kegiatan wajib UKL-UPL dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung
sejak formulir UKL-UPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara
administrasi. Masyarakat memberikan SPT terhadap pengumuman tersebut
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak diumumkan. SPT Masyarakat
Atas Pengumuman Permohonan Izin Lingkungan Rencana usaha dan/atau
kegiatan wajib AMDAL Masyarakat dengan mencantumkan identitas pribadi
yang jelas berhak menyampaikan SPT secara tertulis/terekam terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diumumkan selama periode 10
(sepuluh) hari kerja sejak tanggal pengumuman dilaksanakan.
SPT sebagaimana dimaksud di atas wajib disampaikan kepada Menteri
melalui pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur melalui kepala instansi
lingkungan hidup provinsi, atau bupati/walikota melalui kepala instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan penerbitan izin
lingkungannya dan wakil masyarakat yang terkena dampak dan/atau
organisasi masyarakat yang menjadi anggota komisi penilai AMDAL. SPT
disampaikan bersama dengan rekomendasi penilaian akhir dari komisi penilai
AMDAL kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota untuk digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk penerbitan
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup dan izin
lingkungan SPT digunakan untuk disampaikan dalam rapat komisi penilai
AMDAL. Mengingat terdapat jeda jangka waktu dalam menyampaikan SPT
95

atas permohonan izin lingkungan, maka rapat tim teknis wajib dilakukan
setelah berakhirnya jangka waktu penerimaan SPT atas permohonan izin
lingkungan.
Kemudian pada tahap terahir yatu pengumuman izin lingkungan yang
sudah diterbitkan dilakukan oleh Menteri melalui pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri, gubernur melalui kepala instansi lingkungan hidup provinsi, atau
bupati/walikota melalui kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota,
mengumumkan keputusan izin lingkungan yang telah diterbitkan.
Pengumuman tersebut dilakukan melalui media massa dan/atau multimedia
antara lain adalah situs internet yang secara efektif dan efisien dapat dapat
menjangkau masyarakat.
Dalam proses sebelum izin lingkungan diterbitkan partisipassi publik
diberikan ruang. Apabila didapati fakta atau keadaan dimana masyarakat tidak
dilibatkan dalam proses penerbitan izin lingkungan, dan didapati bahwa
kegiatan pembangunan merugikan masyarakat dan tidak sesuai dengan
UUPLH atau peraturan perundangan-undangan lainya, maka konsekuensi
hukumnya adalah dapat diproses secara hukum sebagai sengketa lingkungan.
Di dalam lampiran Peraturan Menteri Negara ingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam
Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan
disebutkan bahwa dalam hal terjadi keberatan terhadap izin lingkungan yang
telah diterbitkan, masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan
izin lingkungan tersebut. Secara hukum ketentuan mengenai upaya
penyelesaian sengketa lingkungan diatur di dalam Pasal 84 ayat (1) UUPPLH
upaya penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan melalui Pengadilan
ataupun di luar Pengadilan. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan dapat
dilakukan melalui tiga jalur, yaitu Gugatan Perdata dan Tuntutan Pidana di
Pegadilan Umum, maupun Gugatan Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata
Usana Negara (PTUN).
Berdasarkan pasal 53 ayat 1 jo pasal 1 butir 4 UU 5/1986, maka dapat
disimpulkan bahwa gugatan pada Peradilan TUN (Peratun) adalah suatu
96

tuntutan hukum yang diajukan oleh orang atau badan hukum perdata terhadap
badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan TUN, yang merugikan
kepentingan orang atau badan hukum perdata tersebut dengan permintaan
supaya Peratun menyatakan batal atau tidak sah keputusan TUN tersebut atau
tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.
Dalam sengketa lingkungan terdapat juga mengenai Hak Gugat
Masyarakat yang disebutkan dalam Pasal 91:
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk
kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat
apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau
peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok
dan anggota kelompoknya
(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai
dengan peraturan Perundang-undangan.
Dalam pasal 93 UUPLH disebutkan bahwa setiap orang dapat mengajukan
gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila:
a) Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen amdal
b) Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada
kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen
UKL-UPL
c) Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.

Sedangkan apabila dalam perjalanya didapati adanya tindak pidana


dalam proses penerbitan izin lingkungan, maka dapat dijatuhi sanksi
pidana sebagaimana tertuang dalam UUPLH Bab XV. Pasal 109
menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
97

tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36


ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).

Pasal 110 menyebutkan bawah setiap orang yang menyusun amdal


tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).

Pasal 111 menyebutkan :

(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan


tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin
usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Dalam hal tidak dilibatkanya partisipasi masyarakat tidak


dilibattkan yangdisebabkan tidak adanya pengawasan dari pejabat
berwenang terhadap proses penerbitan izin lingkungan, maka berdasarkan
Pasal 112 menyebutkan bahwa setiap pejabat berwenang yang dengan
sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
98

yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana


penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pada akhirnya apabila suatu kegiatan pembangunan yang


memerlukan izin lingkungan didapati ternyata merugikan kepentingan
masyarakat atau tidak sesuai dnegan peraturan perundnag-undangan maka
akan dipertimbangkan kembali melalui gugatan TUN, atau pengaduan
melalui cabang hukum lainya yang relevan.
99

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Pembanguna PLTSa Kota Surakarta tersebut dibangun di TPA Putri Cempo yang
berlokasi di lingkungan RT 01 RW 39 Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres Kota
Surakarta. Adapun lokasi ini dipilih karena paling strategis dan memenuhi kebutuhan
akan pembangunan, yakni sumber bahan dasar PLTSa yaitu sampah. Keterlibatan
partisipasi publik dalam penerbitan izin lingkungan pembangunan PLTSa Surakarta
secara umum belum ada ditahap ideal sebagaimana sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan
Masyarakat dalam Proses Penyusunan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup dan Izin
Lingkungan. Adapun keterlibatan partisipais publik yang diberikan ruang melalui
pemberian tanggapan dan saran melalui surat saran, pendapat, dan tanggapan (SPT) pada
proses Pengumuman perencanaan usaha dana tau kegiatan mamupun konsultasi publik
belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Keterlibatan prinsip partisipasi publik
paling terlihat ketika proses sosialiasi terhadap masyarakat. Dimana disitulah akan
ditampung saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat untuk nantinya dijadikan dasar
pertimbangan dalam pembuatan Dokumen AMDAL. Apabila kondisi ini dikaitkan
terhadap teori tipe participation dan non participation menurut Sherry R. Arnstein
digambarkan dalam sebuah urutan anak tangga dari yang terendah sampai tertinggi, maka
dalam kontekas ini keterlibatan partisipasi publik telah sampai pada urutan ke 4 dan 5
atau tahap Konsultasi (Consultation) dan tahap Perdamaian (Placation). Masyarakat
diizinkan untuk berpartisipasi penuh dalam kegiatan pemerintahan. Masyarakat memiliki
hak untuk mendengar dan didengar. Namun, dalam tahapan ini, mereka tidak memiliki
kekuatan untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. Tidak ada kepastian yang
diberikan kepada masyarakat untuk turut serta dalam hal tersebut. Metode yang
digunakan pemegang kekuasaan adalah dalam konsultasi yaitu dengan mengadakan
survei, pertemuan masyarakat, dan mendengar pendapat publik.
100

2. Pelaksanaan pembangunan PLTSa Kota Surakarta yang membutuhkan izin lingkungan,


dalam prosesnya telah memberikan ruang kepada publik untuk turut berpartisipasi.
Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
dan Perlindungan Lingkungan Hidup dan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Penyusunan Dokumen Kajian
Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan, terdapat SPT yang dapat digunakan untuk
menampung partisipasi dari masyarakat. Apabila telah melewati waktu yang ditentukan
oleh undang-undang masyarakat tidak juga menyampaikan saran dan tanggpanya, maka
dokumen AMDAL dan izin lingkungan dapat diterbitakan. Konsekuensi hukum apabila
publik tidak dilibatkan dalam penerbitan izin lingkungan adalah apabila nantinya
penerbitan izin tersebut tidaklah menyesuaikan kondisi masyarakat yang ada dan
cenderung merugikan maupun merusak lingkungan, maka dalam hal ini masyarat dalam
mengajukan gugatan. Gugatan dilakukan melalui acara Peradilan Tata Usaha Negara.

B. Saran
1. Keterlibatan prisnsip partisipasi publik dalam penerbitan izin lingkungan proyek
pembangunan PLTSa Surakarta belum berjalan ideal karena disebabkan oleh
ketidaktauhan masyarakat mengenai alur keterlibatan partisipasi publik dalam
pengurusan izin lingkungan. Seharusnya diadakan sosialisasi dan edukasi terhadap
masyarat terkait hal tersebut. Supaay masyarakat benar-benar mengetahui ruang yang
disediakan bagi mereka untuk turut berperan aktif dalam memberikan masukan atasa
suatu proyek pembangunan, dalam hal ini adalah PLTSa Kota Surakarta. Tujuanya
adalah agar dapat dimaksimalkan kebutuhan masyarat yang terkena dampak proyek.
Diharapkan adanya proyek pembangunan PLTSa masyarakat tidak merugikan
masyarakat, namun justru dapat memberikan dampak positif.
2. Meskipun secara konsekuensi hukum penerbitan izin lingkungan PLTSa Putri Cempo
yang menjadikan saran dan tanggapan masyarakat sebagai dasar pengambil keptusan
dalam penyusunan dokumen AMDAL dapat tetap diterbitkan. Namun proses terbut
haruslah dimaksimalkan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. Hal
tersbut dilakukan agar nnantinya ketika izin sudah terbit, telah memberikan rasa keadilan
101

bagi masyarakat terutama masyarakat yag terkena dampak agar tidak ada sengket izin
lingkungan dikemudian hari.
102

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Beni Ahmad Saebani. 2009. Metode Penelitian Hukum. Bandung: CV Pustaka


Setia.

Budiono. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya. Karya Agung.

E. Gunawan Suratmo. 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.


Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

H. A. Dardiri Hasyim. 2014. Hukum Lingkungan. Surakarta. UPT UNS Press

Jhon Echols dan Hasan Shadily. 2000. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta. Pt.
Gramedia Pustaka Utama.

Koesnadi Hardjasoemantri. 1986. Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam


Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta, Gadjahmada University
Press.

M. Daud Silalahi. 1999. Peran Serta Masyarakat dalam Proses Amdal. Jakarta.
Makalah Seminar Bapedal.

Mursid Raharjo. 2014. Memahami AMDAL. Semarang: GRAHA ILMU.

Otto Soemarwoto. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta.


Gadjah Mada University Press.

Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Pernada


Media Group.

R.M Gatot P. Soemartono. 2004. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta. Sinar


Grafika

Supriadi. 2006. Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta:


Sinar Grafika.

Sudharto P. Hadi. 1999. Peran Serta Masyarakat dan Keterbukaan Informasi


dalam Proses Amdal. Jakarta. Makalah Seminar Bapedal.
103

Takdir Rahmadi, 2011. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers .

William Crain. 2007. Teori Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zainuddin Ali. 2015. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Peraturan Perundang – Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan


Pemen Lingkungan Hidup Nomro 5 Tahun 2012, tentang rencana/usaha
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen AMDAL

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2012, tantang


pedoman Penyidikan Tidnak Pidana di bidang perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang


Pedoman Penyususnan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang


Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL dan Izin
Lingkungan

National Enviromental Policy Act (NEPA) Tahun 1969.

Jurnal Nasional dan Publikasi Ilmiah

Absori. 2004. Peran Serta Masyarakat Dalam Pembuatan AMDAL. Jurisprudence


Vol. 1 No 2. Surakarta. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah.

Fransmini Ora Rudini. 2015. IMPLEMENTASI KETERLIBATAN MASYARAKAT


DALAM PROSES AMDAL KEGIATAN PERTAMBANGAN BAUKSIT
BERDASARKAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
104

HIDUP NOMOR 17 TAHUN (Studi di PT. Harita di Kecamatan Air Upas


Kabupaten Ketapang)

Lalu Sabardi. 2014. PERAN SERTA MASYARAKAT dALAM PENGELOLAAN


LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32
TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDU. Vol. 3 Yustisia. Fakultas Hukum Universitas
Mataram

Marlia Sastro, Nuribadah Nuribadah. 2015. Partisipasi Masyarakat dalam


Penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Studi Penelitian
pada Rumah Sakit di Kota Lhokseumawe). Nangro Aceh Darussalam.
Universitas Lhokseumawe

Sumarmi. 2010. Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan


Ruang Terbuka Hijau (RTH. Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam
Bidang Ilmu Geografi Lingkungan Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Malang.

Safrizal. 2014. DISTRIBUTED GENERATION PEMBANGKIT LISTRIK


TENAGA SAMPAH KOTA (PLTSa) TYPE INCINERATOR
SOLUSILISTRIK ALTERNATIF KOTA MEDAN. Pros iding SNATIF Ke -
1, Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

Jurnal Internasional

Sherry R. Arstein. 1989. A Ladder Of Citizen Participation. Journal of the


American Planning Association. UK.

Thesis

Sunanto. 2008. Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan Dan


Penanggulangan Kebakaran Lahan. Program Pascasarjana Program Ilmu
Lingkungan. Semarang. Universitas Diponegoro

Internet
105

http://www.solopos.com/2016/08/17/pengelolaan-sampah-solo-pltsa-putri-cempo-
hasilkan-listrik-10-mwjam-745512, diakses pada Senin, 20 November 2017.
http://jateng.metrotvnews.com/bisnis/aNrJX2VN-pln-siap-beli-listrik-pltsa-putri-
cempo, diakses pada Senin, 20 November 2017.
https://www.ucnews.id/news/Kota-Solo-Segera-Miliki Pembangkit-Listrik-
Tenaga-Sampah-Pertama-dI Indonesia/4486952031172864.html, diakses
pada Senin, 20 November 2017.
https://kumparan.com/@kumparannews/negara-ini-kekurangan-sampah-sampai-
harus-impor-dari-luar-negeri, diakses pada Selasa, 20 Februari 2018.
https://www.kompasiana.com/cakmat/59a35d4104ca2436677ec462/kontroversi-
pembangkit-listrik-tenaga-sampah-pltsa-di-indonesia, diakses pada Selasa, 20
Februari 2018.
https://www.kaskus.co.id/thread/5196e3a83f42b27e30000001/inovasi-listrik-
singapore/, diakses pada Selasa, 20 Februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai