Anda di halaman 1dari 17

PRINSIP CARA PEMBERIAN OBAT, PERHITUNGAN DOSIS OBAT DAN

PERESEPAN OBAT

Dosen Pengampu : Achmad Sya’id, S. Kp., M. Kep

Disusun oleh :

1. Makhya Al Inayatul Iza (22102140)


2. Selly Walandini (22102161)

PRODI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS dr. SOEBANDI

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat


rahmat serta karunia Nya sehingga makalah dengan judul “Prinsip cara pemberian
obat, perhitungan dosis obat dan peresepan obat” dapat diselesaikan.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas farmakologi dari Bapak
Achmad Sya’id. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah
wawasan kepada pembaca tentang bagaimana cara pemberian obat, menghitung
dosis obat dan peresepan obat.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Achmad Syaid


selaku dosen mata kuliah farmakologi keperawatan. Berkat tugas yang diberikan
ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak
yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih


melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................

Daftar Isi..........................................................................................................

Bab 1 Pendahuluan.........................................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................

Bab 2 Pembahasan..........................................................................................

2.1 Cara Pemberian Obat......................................................................

2.2 Cara Perhitungan Dosis Obat..........................................................

2.3 Peresepan Obat...............................................................................

2.4 Pemberian Obat Pada Sistem Persyarafan......................................

Bab 3 Penutup.................................................................................................

3.1 Kesimpulan.....................................................................................

3.2 Saran
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
15

Daftar Pustaka................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberian obat terdiri dari berbagai cara, yang ditentukan dari sifat dan
tujuan pemberian obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat
(Kemenkes, 2017). Pemberian obat secara aman merupakan perhatian utama
ketika melaksanakan pemberian obat kepada pasien. Sebagai petugas yang
terlibat langsung dalam pemberian obat, petugas harus mengetahui yang
berhubungan dengan peraturan dan prosedur dalam pemberian obat karena
hampir semua kejadian error dalam pemberian obat terkait dengan peraturan
dan prosedur. Petugas harus mengetahui informasi tentang setiap obat sebelum
diberikan kepada pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan.
Dosis Obat adalah suatu ukuran bahan atau paduan ukuran bahan-bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah,
mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia dan untuk
memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk
obat tradisional. Tujuan perhitungan dosis obat adalah, agar pasien
mendapatkan obat sesuai dengan yang diperlukan oleh pasien tersebut, baik
berdasarkan kemauan sendiri atau berdarkan dosis yang ditentukan oleh dokter
penulis resep kalau obat tersebut harus dengan resep dokter.
Peresepan obat terkadang tidak hanya dengan satu macam obat, melainkan
dengan berbagai kombinasi berbagai macam obat dan digunakan secara
bersamaaan tergantung dari kebutuhan penyakit pasien. Dengan berbagai
macam kombinasi obat sehingga terjadinya interaksi. Interaksi obat dapat
didefinisikan sebagai penggunaan obat yang dilakukan secara bersamaan
(Nursanti, 2014). Interaksi obat sangat dianggap penting secara klinis bila
berakibatkan meningkatnya toksisitas atau mengurangi efektifitas obat yang
berinteraksi, sehingga dapat terjadi interaksi (Susanti, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara-cara pemberian obat?
2. Bagaimana cara menghitung dosis obat?
3. Bagaimana cara untuk melakukan peresepan obat?
4. Bagaimana cara pemberian obat pada sistem syaraf?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pemberian obat.
2. Untuk mengetahui cara menghitung dosis obat.
3. Untuk mengetahui cara melakukan peresepan obat.
4. Untuk mengetahui cara pemberian obat pada sistem syaraf.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Cara Pemberian Obat

Obat bisa masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara. Setiap cara
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Cara yang paling umum
adalah melalui mulut (per oral) karena sederhana dan mudah dilakukan.
Beberapa cara tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, namun harus diberikan
oleh tenaga kesehatan tertentu.

Berikut macam-macam cara pemberian obat:

1. Rute oral
Banyak obat dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet,
cairan (sirup, emulsi), kapsul, atau tablet kunyah. Cara ini paling sering
digunakan karena paling nyaman dan biasanya yang paling aman dan tidak
mahal. Namun, cara ini memiliki keterbatasan karena jalannya obat
biasanya bergerak melalui saluran pencernaan. Untuk obat diberikan
secara oral, penyerapan (absorpsi) bisa terjadi mulai di mulut dan
lambung.
Ketika obat diambil secara oral, makanan dan obat-obatan lainnya
dalam saluran pencernaan dapat mempengaruhi seberapa banyak dan
seberapa cepat obat ini diserap. Dengan demikian, beberapa obat harus
diminum pada saat perut kosong, beberapa obat lain harus diambil dengan
makanan, beberapa obat lain tidak harus diambil dengan obat-obatan
tertentu lainnya, dan beberapa obat yang lain tidak dapat diambil secara
oral sama sekali.
2. Rute sublingual atau bucal
Beberapa obat ditempatkan di bawah lidah (secara sublingual) atau
antara gusi dan gigi (secara bucal) sehingga mereka dapat larut dan diserap
langsung ke dalam pembuluh darah kecil yang terletak di bawah lidah.
Obat ini tidak tertelan. Rute sublingual sangat baik untuk nitrogliserin,
yang digunakan untuk meredakan angina, karena penyerapan yang cepat
dan obat segera memasuki aliran darah tanpa terlebih dahulu melewati
dinding usus dan hati. Namun, sebagian besar obat tidak bisa digunakan
dengan cara ini karena obat dapat diserap tidak lengkap atau tidak teratur.
3. Rute rektal (anus)
Banyak obat yang diberikan secara oral dapat juga diberikan secara
rektal sebagai supositoria. Dalam bentuk ini, obat dicampur dengan zat
lilin yang larut atau mencairkan setelah itu dimasukkan ke dalam rektum.
Karena dinding rektum adalah tipis dan kaya pasokan darah, obat ini
mudah diserap. Supositoria diresepkan untuk orang-orang yang tidak bisa
menggunakan obat oral karena mereka mengalami mual, tidak bisa
menelan, atau memiliki pembatasan makan, seperti yang diperlukan
sebelum dan setelah operasi bedah. Obat-obatan yang dapat diberikan
secara rektal termasuk asetaminofen atau parasetamol (untuk demam),
diazepam (untuk kejang), dan obat pencahar (konstipasi). Obat yang
membuat perih dalam bentuk supositoria mungkin harus diberikan melalui
suntikan.
4. Rute ocular (mata)
Obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mata (seperti
glaukoma, konjungtivitis, dan luka) dapat dicampur dengan zat aktif untuk
membuat cairan, gel, atau salep sehingga mereka dapat diberikan pada
mata. Tetes mata cair relatif mudah digunakan, namun mudah keluar dari
mata terlalu cepat untuk diserap dengan baik. Formulasi gel dan salep
menjaga obat kontak dengan permukaan mata, tetapi mereka mungkin
mengaburkan penglihatan. Obat mata yang hampir selalu digunakan untuk
efek lokal. Misalnya, air mata buatan yang digunakan untuk meredakan
mata kering. Obat lain (misalnya, yang digunakan untuk mengobati
glaukoma, seperti asetazolamid dan betaksolol, dan yang digunakan untuk
melebarkan pupil, seperti fenilefrin dan tropikamid) menghasilkan efek
lokal (beraksi langsung pada mata) setelah obat diserap melalui kornea dan
konjungtiva. Beberapa obat ini maka memasuki aliran darah dan dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan pada bagian tubuh
lainnya.
5. Rute telinga (otic)
Obat yang digunakan untuk mengobati radang telinga dan infeksi
dapat diberikan secara langsung ke telinga. Tetes telinga yang
mengandung larutan atau suspensi biasanya diberikan hanya pada liang
telinga luar. Sebelum meneteskan obat tetes telinga, orang harus benar-
benar membersihkan telinga dengan kain lembab dan kering. Kecuali obat
yang digunakan untuk waktu yang lama atau digunakan terlalu banyak,
sedikit obat masuk ke aliran darah, sehingga efek samping pada tubuh
tidak ada atau minimal. Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute otic
termasuk hidrokortison (untuk meredakan peradangan), siprofloksasin
(untuk mengobati infeksi), dan benzokain (untuk memati-rasakan telinga).
6. Rute nasal
Untuk pemberian obat melalui rute ini, obat harus diubah menjadi
tetesan kecil di udara (dikabutkan, aerosol) supaya bisa dihirup dan
diserap melalui membran mukosa tipis yang melapisi saluran hidung.
Setelah diserap, obat memasuki aliran darah. Obat yang diberikan dengan
rute ini umumnya bekerja dengan cepat. Beberapa dari obat mengiritasi
saluran hidung. Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute hidung
termasuk nikotin (untuk berhenti merokok), kalsitonin (osteoporosis),
sumatriptan (untuk sakit kepala migrain), dan kortikosteroid (untuk alergi).
7. Rute inhalasi
Obat diberikan dengan inhalasi melalui mulut harus dikabutkan
menjadi tetesan lebih kecil dibanding pada rute hidung, sehingga obat
dapat melewati tenggorokan (trakea) dan ke paru-paru. Seberapa dalam
obat bisa ke paru-paru tergantung pada ukuran tetesan. Tetesan kecil pergi
lebih dalam, yang meningkatkan jumlah obat yang diserap. Di dalam paru-
paru, mereka diserap ke dalam aliran darah.
8. Rute nebulisasi
Serupa dengan rute inhalasi, obat yang diberikan dengan nebulisasi
(dikabutkan) harus diubah menjadi aerosol berupa partikel kecil untuk
mencapai paru-paru. Nebulisasi memerlukan penggunaan perangkat
khusus, paling sering sistem nebulizer ultrasonik atau jet. Menggunakan
perangkat benar membantu memaksimalkan jumlah obat dikirim ke paru-
paru. Obat-obat yang diberikan melalaui rute ini misalnya tobramisin
(untuk cystic fibrosis), pentamidin (pneumonia Pneumocystis jirovecii),
dan albuterol atau salbutamol (untuk serangan asma).
9. Rute kutanea
Obat diterapkan pada kulit biasanya digunakan untuk efek lokal
dan dengan demikian yang paling sering digunakan untuk mengobati
gangguan kulit yang dangkal, seperti psoriasis, eksim, infeksi kulit (virus,
bakteri, dan jamur), gatal-gatal, dan kulit kering. Obat ini dicampur
dengan bahan tidak aktif sebagai pembawa. Tergantung pada konsistensi
bahan pembawa, formulasi bisa berupa salep, krim, losion, larutan, bubuk,
atau gel.
10. Rute transdermal
Beberapa obat dihantarkan ke seluruh tubuh
melalui patch (bentuknya semacam koyo) pada kulit. Obat ini kadang-
kadang dicampur dengan bahan kimia (seperti alkohol) yang
meningkatkan penetrasi melalui kulit ke dalam aliran darah tanpa injeksi
apapun. Melalui patch, obat dapat dihantarkan secara perlahan dan terus
menerus selama berjam-jam atau hari atau bahkan lebih lama. Akibatnya,
kadar obat dalam darah dapat disimpan relatif konstan. Patch sangat
berguna untuk obat yang cepat dieliminasi dari tubuh karena obat tersebut,
jika diambil dalam bentuk lain, harus sering digunakan.
11. Rute injeksi
Pemberian dengan suntikan (parenteral) meliputi rute berikut:
- Subkutan (di bawah kulit)
- Intramuskular (dalam otot)
- Intravena (dalam pembuluh darah)
- Intratekal (sekitar sumsum tulang belakang)

2.2 Cara Perhitungan Dosis Obat


Dosis merupakan takaran dari suatu obat yang dapat memberikan efek
farmakologis, atau khasiat, yang diinginkan. Berikut macam-macam cara
menghitung dosis obat:

1. Cara menghitung dosis obat tablet


Cara menghitung dosis obat berbentuk tablet, pil, atau kaplet ini
bisa menggunakan rumus berikut:

(Order Dokter)/(Sediaan Obat)

Sediaan obat adalah jumlah dari total kandungan dalam satu tablet, pil,
kaplet, vial, atau ampul. Contoh, ketika dokter meminta memberikan
paracetamol tablet 250 mg, satu kaplet obat memiliki sediaan 500 mg.

Maka cara menghitungnya:

250 mg / 500 mg = 1/2 tablet

2. Cara menghitung dosis obat sirup


Cara untuk menghitung dosis obat sirup, bisa menggunakan rumus
berikut:

(Order Dokter)/(Sediaan Obat) ×Pelarut

Contoh, ketika dokter membuat resep Sanmol Forte syrup 120 mg prn.
Sediaan obat Sanmol Forte syrup adalah 240 mg tiap 5 mL.

Maka cara menghitungnya:

120 mg / 240 mg X 5 ml = 2,5 ml = 1/2 cth

3. Cara menghitung dosis obat serbuk


Untuk cara menghitung dosis obat serbuk, Anda bisa menggunakan
kembali rumus untuk menghitung dosis obat sirup. Anda mempunyai
kebebasan dalam melarutkan obat serbuk.
Namun, yang perlu diingat ketika memberikan pelarut adalah
jumlah pelarut jangan sampai terlalu pekat ataupun terlalu sedikit. Jika
jumlah pelarut terlalu sedikit, maka akan terasa sakit pada saat diberikan.
Namun, jangan pula terlalu banyak ketika memberikan pelarut ini.
4. Cara menghitung dosis obat menggunakan alat
Untuk menghitung dosis obat menggunakan alat ini, Anda bisa
menggunakan rumus berikut:
(Order Dokter)/Jam×(60 mgtt)/CC×(kg/BB)×Pelarut/(Sediaan Obat)
Atau :
(Order Dokter)/Menit×(60 mgtt)/CC×(kg/BB)×Pelarut/(Sediaan Obat)
Contohnya:
Heparin 1000 IU/jam. Sediaan obat 1 ml Heparin adalah 5000 IU, jumlah
pelarut 100 cc.
Maka cara menghitungnya:
1000 IU/60 menit X 60 mggtt/cc X 100 cc / 5000 IU = 20 cc/jam

2.3 Peresepan Obat

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker untuk


menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku (Menteri Kesehatan, 2017).

Resep harus ditulis dengan jelas agar dapat dibaca oleh apoteker dengan
penulisan yang lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah
yang berlaku agar tidaak terjadi kesalahan dalam penulisan resep (Amalia
&Sukohar, 2014).

Standar dalam penulisan resep rasional setidaknya terdiri dari inscriptio,


prescriptio, Signature dan subscriptio. Inscriptio meliputi nama dan Alamat
dokter, nama kota serta tanggal penulisan resep. Prescriptio terdiri atas nama
dan dosis obat, jumlah, cara pembuatan atau bentuk sediaan yang akan
diberikan. Signatura ialah aturan pakai, nama, umur, berat badan pasien.
Subscriptio ialah tanda tangan atau paraf dari dokter yang menuliskan
resep(Ramkita,2018). Kesalahan dalam penulisan resep sering terjadi adalah
salah dosis, tulisan tidak terbaca, meresepkan obat yang salah dan
kontraindikasi obat (Chaplin, 2012).

Resep berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia


Nomor 9 Tahun 2017 adalah permintaan tertulis dari dokter, kepada apoteker
baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan
Menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang Berlaku (Kementrian
Kesehatan, 2017).

Jenis resep meliputi resep standard dan resep magistrales. Resep standar
merupakan resep dengan komposisi yang telah dibakukan dan dituangkan ke
dalam alku farmakope atau buku standa lainnya, Sedangkan resep
magistrales merupakan resep yang Telah dimodifikasi berupa campuran atau
obat tunggal yang diencerkan oleh dokter yang menulis (Ramkita, 2018).

Penulisan resep merupakan bentuk upaya terapi rasional dengan prinsip


tepat indikasi, tepat obat, tepat Dosis, tepat frekuensi dan cara pemberian
sesuai kondisi pasien (jelas, lengkap, dan dapat dibaca) (KKI, 2012).

Dengan tujuan dalam penulisan resep ialah untuk memberikan pelayanan


kesehatan di bidang farmasi yang tepat tujuan serta meminimalisir efek
samping yang terjadi (Simatupang, 2012).

Ukuran Kertas Resep ¼ folio (10,5 cm x 16 cm) dengan mencantumkan


nama gelar yang sah, jenis pelayanan sesuai SIP, nomor SID/ SP, alamat
praktek, nomor telepon dan waktu praktek (IDI, 2012).Format penulisan
resep Berdasarkan Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58 tahun 2014, persyaratan administrasi pada resep harus meliputi:

1. Nama, SIP, dan alamat dokter

2. Tanggal penulisan resep

3. Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep

4. Nama, alamat, umur, jenis Kelamin, dan berat badan pasien

5. Nama obat, potensi, dosis, dan Jumlah yang diminta


6. Cara pemakaian yang jelas

7. Informasi lainnya (Menteri Kesehatan, 2014)

Menurut Ramkita, resep terdiri dari 6 bagian:

1. Inscriptio : nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter, tanggal
penulisan resep.

2. Invocatio : tanda R/ pada bagian kiri setiap Penulisan resep. Permintaan


tertulis dokter dalam Singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau
Berikanlah. Berfungsi sebagai kata pembuka Komunikasi antara dokter
penulis resep dengan Apoteker di apotek.

3. Prescriptio/ordonatio : nama obat yang diinginkan, bentuk sediaan obat,


dosis obat, dan jumlah obat yang Diminta.

4. Signatura : petunjuk penggunaan obat bagi pasien Yang terdiri dari tanda
cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian.
Penulisan signatura harus jelas untuk keamanan Penggunaan obat dan
keberhasilan terapi.

5. Subscriptio : tanda tangan/paraf dokter penulis resep Yang berperan


sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

2.4 Pemberian Obat Pada Sistem Persyarafan

Salah satu jenis obat yang harus memerlukan perhatian lebih karena dapat
menimbulkan risiko Atau masalah dalam pelayanan kesehatan baik dirumah
sakit maupun dimasyarakat apabila tidak Diperhatikan Kerasionalan
Ketepatan Penggunaan adalah penggunaan obat pada Penderita saraf, karena
saraf adalah serat-serat yang menghubuy organ-organ tubuh dengan system
saraf pusat (yakni tak dan sumsum tulang belakang) dan antara bagian system
saraf dengan lainnya.

Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang
serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak-
depan oleh se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan,
pengurangan kelelahan pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa
stimulan SSP yaitu kafein dan amfetamin.

Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan
sistem saraf tepi (SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit,
panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula diterima oleh reseptor, kemudian
dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh
perangsangan rasa sakit diotak besar. Sedangkan analgetik narkotik menekan
reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem syaraf pusat
dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik,
misalnya sedatif hipnotik. Obat yang dapat merangsang SSP disebut
analeptika.

Obat-obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek


farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu:

 Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak


langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta
syarafnya.
 Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak
lansung memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum
tulang belakang dan saraf- sarafnya.

Klasifikasi Sistem Saraf Pusat Obat yang bekerja terhadap SSP dapat
dibag dalam beberapa golongan besar, yaitu:

1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan


atau menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika,
sedativa dan tranquillizers, dan antipsikotika); Psiko-analeptika
(menstimulasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia
(wekamin)).

2. Untuk Gangguan neurologis, seperti Untuk antiepileptika, MS


(multiple sclerosis), dan penyakit Parkinson. Jenis yang memblokir
perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal.Jenis obat vertigo
dan obat migrain (Tjay,2002).
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah yang kami tulis di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian
obat terdiri dari berbagai macam cara yang ditentukan dari sifat dan tujuan
pemberian obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Cara
perhitungan dosis juga berbeda sesuai dengan tujuan pemberian obat tersebut.
Dalam Peresepan obat dilakukan oleh dokter yang diminta kepada apoteker
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien dengan ketentuan yang
sudah ditentukan. Dalam pemberian obat pada sistem persyarafan merupakan
hal yang harus diperhatikan dengan lebih karena pada jika terjadi kesalahan
dapat menimbulkan risiko atau masalah dalam pelayanan kesehatan yang tidak
di inginkan.

3.2 Saran

Dari hasil kesimpulan tersebut alam melakukan pemberian obat, peresepan


obat dan perhitungan dosis obat harus diperhatikan serta harus sesuai dengan
tujuan pemberian nya agar tidak terjadi kesalahan dalam pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Wiki buku. 2019. Farmakologi/Rute Pemberian Obat. Wiki media.

Kurniawan, Andre. 2020. Cara Menghitung Dosis Obat, Mulai dari Obat Tablet
hingga Serbuk. https://www.merdeka.com/jabar/begini-cara-menghitung-dosis-
obat-mulai-dari-obat-tablet-hingga-serbuk-kln.html . [Diakses pada 29 Maret
2023].

Menteri Kesehatan. 2017. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia


Nomor 9 Tahun 2017.

Ramkita. 2018. Buku pedoman penulisan resep. Palembang: RS Kusta dr. Rivai
Abdullah Palembang.

Antonius. 2010. Obat Sistem Saraf Pusat. Stikes Hang Tuah Surabaya

Anda mungkin juga menyukai