Anda di halaman 1dari 10

TUGAS EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN

JENIS PAPARAN, DOSIS DAN EFEK

OLEH KELOMPOK 1:

ALBERTHO RUDIN LOPSAU 2007010149


HANDAYANTI BIRE KAHO 2007010175
ALEN MUSKANAN 1907010079
STIVANI CHRISTINA RABA 1907010172
PRISCILLIA H. BUTARBUTAR 1907010286

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
A. KONDISI FISIK TPA ALAK
Tempat Pembuangan Akhir atau yang sering disebut dengan TPA
merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. TPA didefinisikan
sebagai tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mengatakn
perlu dilakukannya penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan
alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan
penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat
memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak
negagtif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatana ruang.
TPA Alak merupakan tempat pembuangan sampah akhir yang berada di
Kecamatan Alak yang dibangun pada tahun 1997 dan mulai beroperasi sejak
tahun 1998. Kawasan TPA Alak memiliki total luasan ± 9,5 Ha. Terbagi atas
dua bagian yaitu area terpakai dengan luas ± 4,9Ha dimanfaatkan sebagai
tempat penampungan sampah dan pemanfaatan fasilitas peruntukan TPA
lainnya sisa lahan seluas ± 4,6 Ha merupakan area cadangan pengembangan
TPA. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota
Kupang perhitungan sampah dari bulan januari sampai desember tahun 2020
dan 2021 yaitu pada tahun 2020 volume sampah yang dihasilkan per hari
sebanyak 527 m3, berat yang diangkut per hari 143 ton, berat yang diangkut
per tahun adalah 52.195 ton. Pada tahun 2021 volume sampah yang dihasilkan
per hari sebanyak 596 m3, berat yang diangkut perhari 149 ton, berat yang
diangkut per tahun 54.385 ton. Pengelolaan sampah di TPA Alak saat ini
cenderung menggunakan sistem controlled landfill dimana sistem
pembuangan yang lebih berkembang dibanding open dumping.
B. JENIS AGENT
1. Agent Hidup Yaitu agent yang terdiri atas benda hidup seperti metazoa,
fungi, protozoa, bakteri, ricketsia, dan virus menyebabkan penyakit yang
bersifat menular.
2. Agent tidak hidup
a. Agent zat kimia yang dapat dibagi lagi ke dalam zat kimia berasal dari
luar tubuh (exogen), terutama benyaknya zat kimia pencemar
lingkungan, dan dari dalam tubuh (endogen) seperti metabolit,
hormon, dll
b. Zat fisis seperti temperatur, kelembaban, kebisingan, radiasi pengion,,
radiasi non pengion, semuanya dapat meyebabkan penyakit.
c. Kekuatan mekanis seperti tumbukan, force, energi, seperti halnya pada
perkelahian, peperangan, kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan
di industri, di rumah, dll
3. Paparan sosial-budaya melibatkan faktor-faktor sosial dan budaya yang
dapat memengaruhi kesejahteraan dan kesehatan, seperti kemiskinan, stres
psikososial, pola makan, dan perilaku berisiko. Cara Pemaparannya:
Pemaparan sosial-budaya bersifat kompleks dan seringkali tidak dapat
diukur dengan cara yang sama seperti paparan fisik, kimia, atau biologi.
Ini melibatkan pengamatan dan analisis perilaku, situasi sosial, dan faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi individu dan populasi.
C. JENIS PAPARAN
1. Dampak Fisik
a. Ceceran sampah yang mengotori sepanjang jalan masuk ke arah
TPA akibat sebagian mobil yang digunakan untuk mengangkut
sampah tidak memiliki tutup
b. Ceceran sampah khususnya sampah plastik yang terbawa angin
keluar sisi barat laut lokasi dan utara TPA, mengotori kawasan
sekitar TPA. Kondisi ini disebabkan karena sampah plastik tidak
diproses dengan baik di TPA sehingga sampah plastic tertiup angin
keluar kawasan dan tidak adanya pagar pada sisi barat laut TPA.
c. Munculnya pemukiman kumuh milik pemulung di sekitar pagar
bagian utara TPA dan beberapa titik sekitar jalan masuk menuju
lokasi TPA
2. Dampak Kimia
a. Bau yang dihasilkan oleh sampah yang membusuk khususnya pada sisi
barat laut TPA Alak. Sampah yang membusuk dan tidak dikelola dengan
baik karena kerusakan instalasi pengolahan lindi menimbulkan bau tidak
sedap. Kegiatan pengoperasian sampah di TPA Alak dimasa yang akan
datang perlu dikelola dengan baik dan tepat, sehingga tidak terjadi
penurunan kualitas udara di dalam dan sekitar tapak proyek. Kegitan
operasional pengolahan akhir sampah yang berdampak terhadap
penurunan kualitas udara adalah konsentrasi dan enis gas di lokasi landfill
selama penimbunan jika tidak ditangani dengan baik dikhawatirkan dapat
menyebabkan perubahan suhu lingkungan mikro.
b. Rembesan lindi yang mengalir keluar tapak ke arah barat laut TPA Alak
akibat rusaknya fasilitas pengolahan lindi. Rembesan lindi mengalir ke
arah kali mati di sisi barat laut TPA
c. Tidak ditemukan dampak terhadap air bersih di lingkungan sekitar TPA
karena di sekitar lokasi TPA tidak terdapat sumur atau sumber air baku
lainnya. Kebutuhan air bersih masyarakat dipenuhi dari membeli air dari
tangki dimana airnya diambil diluar kawasan.
3. Dampak Terhadap Hayati
Sampai dengan saat penelitian ini dilaksanakan, belum terjadi dampak
hayati dikawasan sekitar TPA Alak. Akan tetapi, jika dalam perkembangannya
TPA Alak masih menggunakan paradigma lama yaitu sampah diangkut dan
dibuang, maka dampak hayati disekitar perlu diperhatikan. Yang perlu
diwaspadai adalah dampak perkembangan lalat dan serangga lainnya yang
bersumber dari timbunan sampah yang membusuk di lokasi TPA, khususnya
pada musim hujan.
4. Dampak Terhadap Sosial, Ekonomi dan Budaya (Sosekbud) dan Lingkungan
Hidup
a. Pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) dapat menyerap tenaga
kerja yang yang cukup banyak. Selain itu menciptakan beluang usaha bagi
penduduk sekitar lokasi TPA terkait daur ulang sampah. Saat ini terdapat
52 KK orang pemulung di TPA Alak. Para pemulung ini dapat dijadikan
sebagai mitra kerja sama yang terkendali dalam prosese pengoperasian
pengolahan sampah.
b. Terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat
disekitar TPA akibat kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah
telah terjadi, hal ini didapat dilihat dari beberapa kelurahan yang telah
mengelolah sampah menjadi pupuk kompos dan sekolah-sekolah yang
telah mendaur ulang sampah menjadi bahan kerajinan. Hal ini
diperkirakan pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat.
c. Saat ini dampak negatif terhadap kamtibmas masyarakat sekitar adalah
saat truck sampah dengan bak sampah terbuka melintasi perumahan
masyarakat sehingga sampah jatuh berserakan dan menganggu
kenyamanan masyarakat sekitar sehingga masyarakat melarang truk
sampah melewati jalur masuk pada sisi kompleks Rumah Pancasila
d. Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) akan berdampak
terhadap pembangunan dan pengembangan wilayah kota, sehingga pada
akhirnya akan memacu pembangunan dan pengembangan wilayah. Hal ini
juga berlaku di TPA Alak yang telah direncanakan perluasan lahan.
Perluasan ini lahan ini semakin dekat dengan pemukiman penduduk,
sehingga penataan kawasan TPA dan sekitarnya perlu direncanakan
dengan baik dan jangka panjang.
e. Sistem sampah yang tidak sesuai standar menimbulkan gangguan
kesehatan pegawai, pemulung dan masyarakat sekitar. Beberapa jenis gas
hasil dekomposisi sampah yang berbahaya bagi kesehatan adalah H2S dan
NH3. Efek dari gas-gas tersebut pada konsentrasi rendah menyebabkan
sakit kepala atau pusing, badan terasa lesu, hilangnya nafsu makan, rasa
kering pada hidung, tenggorokan dan dada, batuk-batuk, kulit terasa perih,
bahkan memiliki efek membakar (caustic effect) terhadap jaringan tubuh
khususnya gas amoniak (Singga, 2014). Menurut penelitian oleh Siprianus
Singga di lokasi TPA Alak tahun 2012 (Singga, 2014), menunjukan
adanya 10 jenis gangguan kesehatan yang dialami oleh pemulung dan
masyarakat baik yang tinggal didalam maupun dalam radius 100 m dari
TPA Alak. Gangguan kesehatan diukur dari gejala gangguan Kesehatan
yang dialami responden sebagai akibat dari terpapar gas-gas dari
pembusukan sampah. Dari data tersebut, Gejala gangguan kesehatan yang
paling banyak dialami responden adalah batukbatuk sebanyak 98%
responden, sedangkan gejala gangguan kesehatan yang paling sedikit
dialami responden adalah sesak napas sebanyak 55% responden.
f. Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah perlu dikelola dengan
baik agar tidak akan menyebabkan bau busuk, tempat berkumpulnya lalat
sehingga akan menimbulkan penyakit hama penyakit khususnya pada
musim hujan. Selain itu juga akan mengakibatkan berkembangnya
organisme vektor penyakit seperti lalat, tikus dan nyamuk, juga gas dan air
leachate yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan. Oleh
karena itu, sistem pembuangan angkut dan buang perlu diganti dengan
sanitary landfill.
g. Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah TPA Alak masih minim
saniter sehingga berdampak terhadap penurunan estetika lingkungan akibat
ceceran-ceceran sampah disekitar kawasan. Selain itu, pengoperasian di
TPA yang tidak sesuai dengan kaidah controlled landfill tanpa instalasi
pengolahan lindi (mengarah pada sistem open dumping) akan mengundang
lalat sehingga menurunkan estetika lingkungan.
D. PENGUKURAN PAPARAN
Pengukuran paparan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
1. Pengukuran kualitatif adalah apabila data didapat dengan cara wawancara
ataupun kuisioiner tentang kebiasaan, kepercayaan, dan lain-lainya. Hal ini
sering dilakukan pada studi retrospektif, atau melihat kembali ke
belakang/masa lalu, sebelum penyakit terjadi, tetapi orangnya saat itu telah
menderita sakit.
2. Pengukuran kuantitatif dapat disamakan dengan pemantauan atau sistem
pengukuran, observasi, yang bersifat kontinue dengan tujuan tertentu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengukuran
adalah : Pengambilan sampel untuk mengukur konsentrasi faktor pemapar,
apa yang akan diukur, dimana, berapa lama, ketelitian yang dikehendaki,
metode dan prosedur yang digunakan, instrumentasi yang dipakain. Dalam
prakteknya, seringkali kondisi ideal ini tidak dapat terlaksana, karena
alasan anggaran ataupun teknologi. Tetapi perlu diusahakan agar keadaan
ideal dapat dipenuhi, karena suatu studi tidak akan ada artinya apabila
datanya tidak baik.
E. PENGUKURAN EFEK
Pengukuran efek sebaiknya dilakukan secara standar, menggunakan uji
fisik/klinis, uji fisis, biokimiawi, dan menggunakan angka frekuensi,
morbiditas dan atau mortalitas. Pengukuran dapat juga dilakukan dengan
menggunakan kuisioner standar, dan uji berbagai fungsi tubuh.
1. Alat ukur yang terstandarisasi mnemberi hasil konsisten dan komparabel
seperti yang telah dibicarakan diatas.
2. Perlu diperhatikan berbagai masalahnya yang terkait
a. Adanya variasi inter, intra –instrumen, bila peralatan terpengaruh oleh
faktor fisik diluar.
b. Perbedaan inter-dan intra- laboratorium. Prosedur dan hasil
laboratorium, perlu diverifikasi secara periodik dengan laboratorium
referensi. Perbedaan akibat kualitas analisis, bahan, cara penyimpanan,
dan sampling
c. Variasi inter-intra pengamat , yaitu penilai atau pewawancara yang
akan berbeda dalam kinerja, intepretasi data, dan seterusnya, sehingga
perlu penyetaraan kinerja, intepretasi data, secara sistematik.
F. PENGUKURAN DOSIS\
Seri dosis perlu ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan penelitian. Kalau
telah diketahui erntang konsentrasi yang ingin diuji, seperti misalnya buangan indutri,
maka dapat dipakai acuan nilai baku mutu tadi. Namun demikian pada prakteknya,
penelitian awal perlu dilakukan, karena baik pada penentuan LD maupun LC itu
organisme uji hasrus bertahan selama minimal 96 jam.
Setelah data terkumpul, maka data hasil uji tersebut perlu disajiakan dalam
bentuk grafik dosis dan respons, yang biasanya merupakan kurva distribusi frekuensi
kumulatif. Telah diketahui, bahwa kurva-kurva ini akan membentuk huruf s, maka ia
mempunyai fungsi yang diketahui sbb:

C x CR x EFD
Dose =
BW x AT
Kerterangan:
Dose: intake pemapar harian (mg/kg-hari) (=eksposure)
C: konsentrasi pemapar dalam media
CR: laju kontak dengan media
EFD: frekuensi paparan dan lamanya
BW: berat badan
AV: waktu rata-rata
G. PENYAKIT AKIBAT PAPARAN
1. Gangguan kebisingan.
Gangguan kebisingan ini lebih disebabkan karena adanya kegiatan operasi
kendaraan berat dalam TPA (baik angkutan pengangkut sampah maupun
kendaraan yang digunakan meratakan dan atau memadatkan sampah).
2. Paparan Kimia
Kualitas udara Prakiraan resiko terhadap udara, yaitu resiko berasal
dari bau gas yang timbul dari proses degradasi sampah yang semakin
lama semakin tidak sedap. Akibat pencemaran tersebut warga khususnya
masyarakat disekitar TPA Piyungan merasa kurang nyaman akibat
terhisapnya bau ke dalam pernafasan. Jenis resiko yang muncul bersifat
negatif. Bobotnya besar karena pencemaran gas yang timbul jumlahnya
besar dan berlangsung terus menerus serta merupakan gas yang berbahaya
misalnya amonia yang jika terpapar terus dapat beresiko batuk batuk hingga
luka bakar pada saluran pernapasan (edema bronkiolar) yang mengakibatkan
sesak napas parah hingga gagal pernapasan.
3. Paparan biologis.
Lalat yang telah terpapar oleh salmonella typhi yang dihasilkan oleh
sampah di tempat pembuangan akhir menjadi salah satu peneyebab trjadinya
penyakit demam tipoid pada manusia.
4. Fauna
Fauna darat Prakiraan resiko terhadap fauna darat berasal dari tumpukan
sampah kemudian dimakan. Selain itu gangguan terhadap fauna darat juga
dari adanya gas methan. Resiko yang mungkin timbul berupa
terakumulasinya unsur-unsur berbahaya seperti logam berat pada hewan
yang selalu makan tumpukan sampah.
Sumber:

Aditama, R. G., dkk. (2018). Perencanaan Teknis Tempat Pemrosesan Akhir


(TPA) Sampah Di Kota Kasongan Kabupaten Katingan Dengan Metode Sanitary
Landfill. Jurnal Proteksi, Vol. 4, No. 1, Januari 2018 Jurusan/Prodi Teknik
Sipil,Fakultas Teknik–Universitas Palangka Raya.
Anonim. (2007). Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Anonim. (2008). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.

Anda mungkin juga menyukai