Oleh:
Mamlu Atur Rohimah
NIM : 2001032004
LAPORAN PENDAHULUAN
NYERI PADA LANSIA
1
2
2. Etiologi
Adapun penyebab nyeri pada lansia menurut Nasrullah (2016 ).
adalah sebagai berikut:
a. Faktor degenerasi dari organ tubuh usia lebih dari 60 th menyebabkan
rentan terhadap penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik.
b. Penurunan fisik yang menyebabkan nyeri ditimbulkan oleh antara lain
penipisan kartilago, kartilago yang semula halus, putih, tembus
cahaya, menjadi buram dan kuning dan tipis sehingga terjadi nyeri,
kaku, hilang gerakan.
3
3. Klasifikasi
Menurut Menurut Azizah, (2011)dalam Maria (2019) nyeri
berdasarkan jenisnya, secara umum di bagi menjadi dua yaitu:
a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang timbulnya secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan yang
termasuk dalam kategori ini adalah nyeri terminal,syndroma nyeri
kronis, nyeri psikosomatik.
Pengukuran subyektif nyeri dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai alat pengukur nyeri seperti skala visual analog,
skala nyeri numerik, skala nyeri deskriptif, atau skala nyeri Wong-Bakers
(Muhlisin, A. 2015).
4. Menifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada lansia menurut Corwin,
(2013) dalam Maria, (2019) akan memiliki dampak fisiologis seperti:
a. Peningkatan respirasi rate
4
b. Vasokostriksi perifer
c. Peningkatan gula darah
d. Peningkatan kekuatan otot
e. Penurunan motilitas gantrointestinal
f. Dilatasi pupil
g. Muka pucat
h. Nafas cepat
i. Pernyataan verbal (menangis, mendengkur, meringis, menggigit bibir,
gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan tangan,
menurunnya kontak atau interaksi social (fokus dengan nyeri,
menghindari percakapan).
5. Penatalaksanaan
Pendekatan secara farmakologik lebih banyak digunakan dalam
penatalaksanaan rasa nyeri, namun pendekatan non farmakologik
merupakan pengobatan yang efektif untuk rasa nyeri yang ringan dan
sedikit terjadi efek samping, serta lebih murah (Suharko, 2006).
a. Farmakologi
1) Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9
g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
2) Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS
seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis
untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis
rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek
samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan
faal ginjal.
3) Injeksi cortison dokter melakukan tindakan injeksi cortocosteroid
pada engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu. Suplementasi-
visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang
akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya
dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
b. Non famakologi
Menurut Wulandari (2019) beberapa teknik nonfarmakologik dapat
membantu mengendalikan nyeri yaitu:
5
6. Patofisiologi
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus
ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta
ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula
fibrosa dan mensekresikan cairan kedalamng antara-tulang. Cairan
sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan
pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam
arah yang tepat. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi
merupakan proses primer dan degenerasi yang merupakan proses
sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan
sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun. Sebaliknya pada
penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang
sekunder, pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan
suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada
penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan dengan
pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler
yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula
terlibat. Nyeri yang dirasakan bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang
hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan keluhan mudah lelah
karenamemerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra untuk
mengatasi nyeri tersebut.
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara
yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu
untuk menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut:
7
Proses penuaan
strutur tulang mengalami perubahan penurunan hormone estrogen progesterone
Penurun jumlah cairan synovial pada sendi
Perubahan komponen
sendi kolagen dan jaringan Perubahan fungsi sendi deformitas Sulit bergerak
subkondria
Kerusakan
mobilitas fisik
8
9
Osteoarthritis, fibromyalgia,
gout, neuropati(diabetik,
postherpetik), osteoartritis,
osteoporosis dan fraktu
Peradarangan
pada kartilago
Tumbuh benjolan
Kerusakan matrik Nyeri akut/kronis pada persendian
kartilago Cedera
pada Risiko
tulang jatuh
Penebalan tulang sendi Gangguan body
image
Ansietas Gangguan
Gangguan ADL pola tidur
Penurunan kekuatan
otot/sendi
Nyeri
9
10
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap,
b. Radiologi
1)Thorax foto
2)MRI
3)Ct Scan
10
11
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk nyeri
pada lansia adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (niologi, kimia, fisik,
psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada
persendian, ekspresi wajah meringis.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan, kerusakan neuromusculer, kehilangan integritas
struktur tulang , kekakuan sendi atau kontraktur.
c. Resiko jatuh berhubungan dengan adanya peradangan pada
persendian, penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kerusakan
mobilitas fisik.
3) Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur
tubuh yang baik.
4) Hindari aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan mengangkat
beban lama.
5) Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk
memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.
16
DAFTAR PUSTAKA
Nasrullah Dede, (2016). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Solechah Nurul, (2017). Pengaruh terapi rendam kaki air hangat. Vol 5 No 1