Anda di halaman 1dari 16

1

LAPORAN PENDAHULUAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN NYERI

Oleh:
Mamlu Atur Rohimah
NIM : 2001032004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
NYERI PADA LANSIA

1
2

A. Konsep Nyeri Pada Lansia


1. Difinisi Nyeri Pada Lansia
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yan aktual dan potensial
(Nasrullah, 2016 ).
Nyeri musculoskeletal yaitu nyeri yang berasal dari sistem
musculoskeletal, yang terdiri dari tulang, sendi dan jaringan lunak
pendukung yaitu otot, ligamen, tendo dan bursa. Sejumlah penelitian
menunjukkan penyebab nyeri yang sering terjadi pada lansia, mulai dari
yang paling sering terjadi, yaitu fibromyalgia, gout, neuropati (diabetik,
postherpetik), osteoartritis, osteoporosis dan fraktur, serta polimialgia
rematik (Solechal, 2017).
Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan
pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya
gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih
dari satu sendi yang terserang (Handono, 2013, dalam Wulandari, 2019).
Lansia yang mengalami rasa nyeri dikarenakan faktor usia dan
penurunan fungsi tubuh. Nyeri terus-menerus pada lansia sangat umum
terjadi, dan berhubungan dengan morbiditas. Manajemen optimal dimulai
dengan penilaian, termasuk nyeri, intensitas, karakteristik, dan gangguan;
kondisi menyakitkan; perilaku nyeri; morbiditas terkait nyeri; perawatan
nyeri; dan gaya koping. Manajemen nyeri lansia dipengaruhi bayak faktor.
Pengetahuan yang cukup tentunya diperlukan dalam mengatasi rasa
nyeri akibat penyakit kronis yang diderita lansia (Aisyah, 2017).

2. Etiologi
Adapun penyebab nyeri pada lansia menurut Nasrullah (2016 ).
adalah sebagai berikut:
a. Faktor degenerasi dari organ tubuh usia lebih dari 60 th menyebabkan
rentan terhadap penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik.
b. Penurunan fisik yang menyebabkan nyeri ditimbulkan oleh antara lain
penipisan kartilago, kartilago yang semula halus, putih, tembus
cahaya, menjadi buram dan kuning dan tipis sehingga terjadi nyeri,
kaku, hilang gerakan.
3

c. Penurunan produksi cairan synovial sehingga menyebabkan


peradangan pada sendi juga menyebabkan nyeri, fraktur yang sering
terjadi pada lansia.
d. Kelainan musculoskeletal paling sering menimbulakan rasa nyeri, Low
Back Pain (LBP) merupakan prevalensi terbesar. LBP merupakan
akibat penurunan diskus spinalis. Degenerasi diskus ini merupakan
akibat dari menurunnya produksi matriks extraseluler pada lansia.
Selanjutnya degenerasi makin meningkat karena berkurangnya aliran
darah dan nutrisi ke sel diskus.
e. Pada Sistem integument terjadi penurunan lapisan sub kutan,
perbaikan sel epidermis lebih lambat, penurunan vaskularisasi
sehingga kulit mudah rusak, penyembuhan luka lebih lambat akan
menimbulkan nyeri lebih lama pada lansia.

3. Klasifikasi
Menurut Menurut Azizah, (2011)dalam Maria (2019) nyeri
berdasarkan jenisnya, secara umum di bagi menjadi dua yaitu:
a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang timbulnya secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan yang
termasuk dalam kategori ini adalah nyeri terminal,syndroma nyeri
kronis, nyeri psikosomatik.
Pengukuran subyektif nyeri dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai alat pengukur nyeri seperti skala visual analog,
skala nyeri numerik, skala nyeri deskriptif, atau skala nyeri Wong-Bakers
(Muhlisin, A. 2015).

4. Menifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala yang terjadi pada lansia menurut Corwin,
(2013) dalam Maria, (2019) akan memiliki dampak fisiologis seperti:
a. Peningkatan respirasi rate
4

b. Vasokostriksi perifer
c. Peningkatan gula darah
d. Peningkatan kekuatan otot
e. Penurunan motilitas gantrointestinal
f. Dilatasi pupil
g. Muka pucat
h. Nafas cepat
i. Pernyataan verbal (menangis, mendengkur, meringis, menggigit bibir,
gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan tangan,
menurunnya kontak atau interaksi social (fokus dengan nyeri,
menghindari percakapan).

5. Penatalaksanaan
Pendekatan secara farmakologik lebih banyak digunakan dalam
penatalaksanaan rasa nyeri, namun pendekatan non farmakologik
merupakan pengobatan yang efektif untuk rasa nyeri yang ringan dan
sedikit terjadi efek samping, serta lebih murah (Suharko, 2006).
a. Farmakologi
1) Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9
g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
2) Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS
seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis
untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis
rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek
samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan
faal ginjal.
3) Injeksi cortison dokter melakukan tindakan injeksi cortocosteroid
pada engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu. Suplementasi-
visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang
akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya
dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
b. Non famakologi
Menurut Wulandari (2019) beberapa teknik nonfarmakologik dapat
membantu mengendalikan nyeri yaitu:
5

1) stimulasi saraf dengan listrik transkutan


Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,
yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan
yang tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum
latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi
yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok
jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas
dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic,
inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi
osteoartritis. Latihan isometric lebih baik dari pada isotonik karena
mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena
berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh
karena otot-otot periartikular memegang peran penting terhadap
perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot
tersebut adalah penting.
2) Penggunaan kompres panas dan dingin relaksasi rendam kaki
3) Meditasi atau yoga
4) TENS (Transcutaneus Electrical Nerve stimulation). Tehnik-tehnik
ini pada umumnya aman, tersedia dengan mudah dan dapat
dilakukan di rumah atau dalam lingkungan fasilitas perawatan akut
5) Tehnik distraksi adalah tehnik yang dilakukan untuk mengalihkan
perhatian klien dari nyeri seperti: melakukan hal yang sangat
disukai, bernafas lembut dan berirama secara teratur,
6) Terapy music adalah proses interpersonal untuk.
7) Masage atau pijatan merupakan manipulasi yang dilakukan pada
jaringan lunak yang bertujuan untuk mengatasi masalah fisik,
fungsional atau terkadang psikologi. Teknik massage yang dapat
dilakukan antara lain: remasan, selang seling tangan, gesekan,
eflurasi, petriasi, tekanan menyikat,
8) Guide Imaginary yaitu upaya yang dilakukan untuk mengalihkan
persepsi rasa nyeri dengan mendorong pasien untuk mengkhayal
dengan bimbingan,
6

9) Relaksasi adalah keadaan dimana klien membayangkan dirinya


dalam keadaan damai dan tenang,
10) Akupuntur yaitu tehnik pengobatan cina untuk memblok chi
dengan jarum dan menusuknya ke titik-titik tubuh tertentu yang
bertujuan untuk menciptakan keseimbangan yin dan yang,
11) Termal terapi yaitu terapi dengan memanasi bagian tubuh tertentu
yang nyeri, memanasi bagian tubuh yang nyeri, otot yang lelah
akan membuka pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran
oksigen dan menghilangkan iritasi kimia yang terjadi.
12) Senam lansia, senam tae chi

6. Patofisiologi
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus
ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta
ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula
fibrosa dan mensekresikan cairan kedalamng antara-tulang. Cairan
sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan
pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam
arah yang tepat. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi
merupakan proses primer dan degenerasi yang merupakan proses
sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan
sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun. Sebaliknya pada
penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang
sekunder, pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan
suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada
penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan dengan
pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler
yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula
terlibat. Nyeri yang dirasakan bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang
hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan keluhan mudah lelah
karenamemerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra untuk
mengatasi nyeri tersebut.
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara
yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu
untuk menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut:
7

a. Resepsi Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus


termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan
substansi yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau
dingin tekanan friksi dan zatzat kimia menyebabkan pelepasan
substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium yang brgabung
dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls saraf yang dihasilkan
stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua
tipe saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri.
b. nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Stimulus ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut
mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak., termasuk korteks
sensori dan korteks asosiasi. Pada saat individu menjadi sadar akan
nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis
dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri.
c. Reaksi
Respon fisiologis, Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis
menuju ke batang otak dan talamus sistem saraf otonom menjadi
terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Neri dengan intensitas
ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
“flight atau fight) yang merupakan sindrom adaptasi umum. Respon
perilaku Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu
siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk
menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu
secara bermakna. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu
untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya.
Dengan intruksi dan dukungan yang adekuat, klien belajar untuk
memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum nyeri terjadi.
8

7. Pathway / WOC Nyeri Pada Lansia


Usia > 60 th

Proses penuaan
strutur tulang mengalami perubahan penurunan hormone estrogen progesterone
Penurun jumlah cairan synovial pada sendi

Penurunan absorbs kalsium perubahan pola makan


Osteoarthritis, fibromyalgia,
gout, neuropati(diabetik,
postherpetik), osteoartritis,
osteoporosis dan fraktu

Perubahan komponen
sendi kolagen dan jaringan Perubahan fungsi sendi deformitas Sulit bergerak
subkondria

Kerusakan
mobilitas fisik

8
9

Osteoarthritis, fibromyalgia,
gout, neuropati(diabetik,
postherpetik), osteoartritis,
osteoporosis dan fraktu
Peradarangan
pada kartilago

stress Inflamasi sendi


Proses degeratif
yang panjang Menstimulasi
tumbuhnya tulang
Mengeluarkan Pengeluaran
enzim lisosom Penurunan absorsi kalsium mediator nyeri

Tumbuh benjolan
Kerusakan matrik Nyeri akut/kronis pada persendian
kartilago Cedera
pada Risiko
tulang jatuh
Penebalan tulang sendi Gangguan body
image
Ansietas Gangguan
Gangguan ADL pola tidur
Penurunan kekuatan
otot/sendi

Nyeri

9
10

8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap,
b. Radiologi
1)Thorax foto
2)MRI
3)Ct Scan

B. KonsepAsuhanKeperawatan Nyeri Pada Lansia


1. Pengkajian
a. Identitas Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit
sistemusculoscletal adalah usia, karena ada beberapa penyakit
musculoscletal banyak terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit
musculoscletal seperti reumatoid arthritis, gout, osteoarthritis, dan
osteoporosis adalah klien mengeluh nyeri pada persendian yang
terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan
mobilitas.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang
diderita oleh klien dari mulainya timbulnya keluhan yang dirasakan, dan
apakah pernah dibawa ke rumah sakit serta pengobatan apa yang
pernah diberikan dan dan bagaimana perubahannya dan data apa yang
didapatkan saat pengkajian.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu seperti riwayat penyakit musculuscletal
sebelumnya, riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan riwayat
penyakit musculuscletal, penggunaan obat-obatan, riwayat
mengkonsumsi alkohol dan merokok.
e. Riwayat penyakit keluarga dan perubahan konsep diri.
Perawat perlu mengkaji masalah-masalah psikologis yang timbul akibat
proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.Yang perlu dikaji
apakah didalam keluarga ada yang menderta penyakit

10
11

yang sama karena faktor genetic.


f. Pola fungsi kesehatan
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan
sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan
mobilisasi.
g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehatMenggambarkan persepsi,
pemeliharaan, dan penanganan kesehatan
h. Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan
makanan kesukaan.
i. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter .
j. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap energi, jumlah
jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur dan insomnia.
k. Pola aktivitas dan istirahat
l. Pemeriksaan Fisik :
1) Sistem panca indra
Terdapat berbagai perubahan morfologik baik pada mata, telinga,
syaraf perasa dilidah dan kulit. Perubahan yang bersifat degeneratif
ini yang bersifat anatomik fungsional memberi manifestasi morfologi
berbagai panca indra.
2) Sistem gastro-intestinal
Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degeneratif,
antara lain perubahan atrofik juga terjadi pada mukosa, kelenjar dan
otot-otot pencernaan. Berbagai perubahan morfologik akan
menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik
diantaranya gangguan mengunyah, perubahan nafsu makan.
3) Sistem kardiovaskular
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular antaralain:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
12

setiap tahun sesudah umur 20 tahun, hal ini menyebabkan


menurunnya kontraksi dan volumenya .
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah
menurun yaitu menjadi 65 mmHg yang dapat menyebabkan.
4) Sistem respirasi
Menurunnya kekuatan otot pernafasan dan aktivitas dari silia paru-oaru
kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar, menurunnya O2
pada arteri menjadi. 75 mmHg, menurunnya batuk.
4) Sistem hematologik
Pola pertumbuhan sel darah merah/sel darah putih secara kualitatif
tak berubah pada penuaan, akan tetapi sumsum tulang secara nyata
mengandung lebih sedikit sel hemopoitik denga respon stimuli buatan
agak menurun. Respon regeneratif terhadap hilang darah atau terapi
anemia pernisiosa agak berkurang dibanding waktu muda. Rentang
hidup sel darah merah tidak berubah akibat proses menua, juga
morfologi tidak menunjukkan perubahan penting. Berbagai jenis
anemia yang sering didapatkan pada usia lanjut antara lain adalah:
a) Anemia defisiensi besi akibat hilang darah, malabsorbsi dan
malnutrisi
b) Anemia megaloblastik
c) Anemia pada/akibat penyakit kronis
6) Sistem genitourinaria: Ginjal mengecil, alirah darah ke ginjal
menurun, fungsi menurun, fungsi tubulus berkurang, otot kandung
kemih menjadi menurun, vesika urinaria menjadi susah
dikosongkan, perbesaran prostat, atrofi vulva
5) Sistem endokrin
Produksi hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak berubah,
menurunnya aktivitas tiroid, munurunnya produksi aldesteron.
5) Sistem persendian
Penyakit reumatik merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
disabilitas pada usia lanjut. Penurunan progresif dan gradual masa
tulang mulai terjadi sebelum usia 40 tahun. Tulang kehilangan cairan
dan makin rapuh, tafosis, tubuh menjadi lebih pendek, persendian
13

membesar dan menjadi kaku, tendon menjadi mengerut dan menjadi


sklerosis, atrofi serabut otot. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan
eburnasi tulang dan pembentukan kista dirongga subkondral dan
sumsum tulang. Secara umum terdapat kemunduran kartilago sendi,
sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat, dan
pembentukan tulang dipermukaan sendi. Komponen-komponen
kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan
penyambung meningkat secara progresif yang tidak dipkai lagi,
mungkin menyebabkan inflamasi , nyeri, penurunan imobilitas sendi
dan deformitas.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk nyeri
pada lansia adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (niologi, kimia, fisik,
psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada
persendian, ekspresi wajah meringis.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan, kerusakan neuromusculer, kehilangan integritas
struktur tulang , kekakuan sendi atau kontraktur.
c. Resiko jatuh berhubungan dengan adanya peradangan pada
persendian, penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kerusakan
mobilitas fisik.

3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis) ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri pada
persendian, ekspresi wajah meringis
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
mengontrol nyeri (pain control), dengan kriteria:
1) Klien dapat mengetahui penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri.
2) Klien mampu mengenal tanda-tanda pencetus nyeri
14

3) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan


manajemen nyeri
Intervensi:
1). Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktorfakt presipitasi.
2) Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (misalnya: relaksasi)
2) Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri secara
tepat.
3) Hilangkan faktor yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri (misal:
rasa takut, kelelahan dan kurangnya pengetahuan)
4) Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon klien

b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit


Intervensi :
1) Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk
2) membantu memperbaiki posisi tulang belakang
3) Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat
4) Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan
fungsi persendian dan mencegah kontraktur .
5) Anjurkan menggunakan brace punggung atau korset, pasien perlu
dilatih menggunakannya dan jelas tujuannya .
6) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, ekstrogen, kalsium, dan
vitamin D.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta
vitamin C dan D.
8) Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam
9) Memantau kadar kalsium.

c. Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan gangguan


musculoskeletal.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat otot,
mencegah atrofi, dan memperlambat demineralisasi tulang progresif
2) Latihan isometrik dapat digunakan untuk memperkuat otot batang
tubuh.
15

3) Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur
tubuh yang baik.
4) Hindari aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan mengangkat
beban lama.
5) Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk
memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.
16

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan LanjutUsia. Yogyakarta : GrahaIlmu

Corwin, E.J. 2013. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC

Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Volume I. Edisi 2.


Jakarta :EGC

Maria, D. (2019). Pengaruh Kompres Jahe Hangat Terhadap Penurunan


Intensitas Nyeri Artritis Reumatoid Pada Lansia. Jurnal Keperawatan, 2(1).

Muhlisin, A. (2015). Menilai Skala Nyeri. [Artikel]. Diakses tanggal 05 oktober


2020.http://mediskus.com/penyakit/me nilai-skala-nyeri

Nasrullah Dede, (2016). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta: CV. Trans Info
Media

Sunaryo, dkk (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi Offset

Solechah Nurul, (2017). Pengaruh terapi rendam kaki air hangat. Vol 5 No 1

Siti Aisyah 1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya1


Kutipan: Aisyah, Siti. (2017). Manajemen Nyeri Pada Lansia Dengan
Pendekatan Non Farmakologi. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2 (1)
https://doi.org/10.30651/jkm.v2i1.1201

Wulandari, A., Azizah, L. M. R., & Achwandi, M. (2019). Asuhan Keperawatan


Nyeri Pada Lansia Di UPTD Pesanggrahan PMKS Mojopahit Kabupaten
Mojokerto.

Anda mungkin juga menyukai