Anda di halaman 1dari 6

Analisis Genealogi Terhadap Sistem Peradilan Adat Suku Baduy di Indonesia

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang

Suku Baduy, kelompok masyarakat adat Sunda di pedalaman Kabupaten Lebak,


Provinsi Banten, Indonesia, dikenal dengan populasi sekitar 26.000 orang yang gigih
mempertahankan warisan adat dan tanah nenek moyang mereka. Ditemukan sejak lima abad
lalu, mereka diyakini sebagai keturunan Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa Sunda. Suku
Baduy menolak modernisasi, hidup sederhana dengan alat-alat alami, dan menilai keberkahan
bukan dari rumah, tetapi dari kualitas hidup (Maharani, 2009). Mereka membedakan diri
antara Baduy Dalam yang mempertahankan gaya hidup tradisional dengan Baduy Luar yang
lebih terbuka terhadap budaya modern. Asal-usul mereka yang misterius melibatkan kisah
sebagai keturunan kerajaan Pajajaran. Meskipun terisolasi dan menghindari dokumentasi,
Suku Baduy tetap merupakan warisan budaya Indonesia yang berharga yang perlu dijaga dan
dihormati (Apriyaldo dkk., 2023).

Sistem peradilan adat Suku Baduy adalah cara mereka menyelesaikan konflik dan
masalah di dalam komunitas mereka. Mereka mengandalkan tradisi, nilai-nilai adat, dan
proses musyawarah. Ada pemimpin adat seperti "Panglipur" dan "Jaro" yang memiliki peran
penting dalam penyelesaian konflik. Hukuman tradisional seperti denda dalam bentuk barang
atau hewan ternak digunakan untuk memulihkan keseimbangan. Ritual dan upacara adat juga
berperan dalam proses ini. Mereka sangat menjaga nilai-nilai adat dan lingkungan alam
sekitar mereka. Keamanan dan kerahasiaan dalam penyelesaian konflik juga dihormati karena
mereka menghindari pengaruh budaya modern (Abubakar, 2014).

Pentingnya mempelajari sistem peradilan adat Suku Baduy dan menganalisisnya


dengan pendekatan genealogi adalah karena ini merupakan cara untuk memahami dan
melestarikan warisan budaya yang kaya serta nilai-nilai tradisional yang mendasar bagi
masyarakat ini. Analisis ini juga dapat memberikan wawasan tentang bagaimana sistem
peradilan alternatif beroperasi dalam suatu komunitas yang menjaga tradisi mereka, serta
relevansinya dalam konteks budaya yang lebih luas di Indonesia yang multikultural. Selain
itu, pemahaman terhadap sejarah dan perkembangan sistem ini dapat memberikan perspektif
yang berharga tentang adaptasi masyarakat terhadap perubahan zaman.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana perkembangan sistem peradilan adat Suku Baduy dari masa ke masa?

C. Tujuan Penelitian
Menganalisis perkembangan sistem peradilan adat Suku Baduy dengan pendekatan
genealogi.

II. Metode Penelitian

Dalam analisis genealogi terhadap sistem peradilan adat Suku Baduy, metode yang
digunakan mencakup studi literatur yang melibatkan sumber-sumber seperti buku, artikel,
dan makalah akademik yang relevan dengan Suku Baduy dan sistem peradilan adat mereka.
Kriteria inklusi sumber mencakup informasi tentang sejarah, tradisi, nilai-nilai, struktur, dan
perkembangan sistem peradilan adat Suku Baduy, dengan penekanan pada akurasi dan
relevansi informasi. Selain itu, metode ini melibatkan konsultasi dengan ahli yang memiliki
pengetahuan mendalam tentang Suku Baduy serta eksplorasi sumber-sumber primer seperti
dokumen sejarah dan sumber sekunder seperti laporan penelitian terdahulu. Pemilihan
sumber didasarkan pada validitas dan relevansi, dengan sumber yang tidak valid atau tidak
relevan dikecualikan dari analisis. Melalui pendekatan ini, diharapkan akan terbentuk
pemahaman yang mendalam tentang perkembangan sistem peradilan adat Suku Baduy dan
bagaimana sistem ini beradaptasi dengan perubahan budaya dan sosial seiring waktu.

III. Pembahasan
A. Asal Usul Sistem Peradilan Adat

Asal usul sistem peradilan adat Suku Baduy memiliki akar yang kuat dalam tradisi
dan keyakinan mereka yang terkait dengan mitologi dan kepercayaan yang turun-temurun.
Sistem peradilan adat Suku Baduy tidak memiliki catatan tertulis resmi yang merinci
sejarahnya, tetapi berdasarkan penelitian Fathurokhman (2010), sistem peradilan adat suku
Baduy berdasarkan cerita lisan dan warisan budaya lama, kita dapat mendapatkan
pemahaman tentang asal usul dan perkembangan sistem ini dari masa ke masa.
1. Asal Usul Mitologis: Suku Baduy meyakini bahwa mereka adalah keturunan
dari salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus. Dewa ini dikenal
sebagai Batara Cikal, dan keyakinan ini membentuk dasar bagi sistem
peradilan adat mereka. Mitologi ini adalah aspek penting dalam identitas
mereka dan memberikan landasan moral bagi hukuman dan keputusan dalam
sistem peradilan (Muhibah & Rohimah, 2023).
2. Tradisi Lisan: Sebagian besar sejarah dan perkembangan sistem peradilan
Suku Baduy disampaikan melalui tradisi lisan dari satu generasi ke generasi
berikutnya (Siombo dkk., 2022). Cerita-cerita lisan, mitologi, dan pengalaman
leluhur menjadi bagian integral dari pemahaman dan praktik hukum mereka.
3. Perkembangan Berdasarkan Pengalaman: Sistem peradilan adat Suku Baduy
berkembang seiring waktu melalui pengalaman mereka dalam menyelesaikan
konflik dan permasalahan dalam masyarakat mereka. Pengetahuan tentang
cara mengelola konflik secara adil dan berdasarkan nilai-nilai tradisional
turun-temurun menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan.
4. Penjagaan Nilai-Nilai Adat: Suku Baduy sangat menjaga nilai-nilai dan tradisi
mereka, dan sistem peradilan adat merupakan salah satu cara untuk
memastikan bahwa nilai-nilai ini tetap hidup dan dihormati dalam masyarakat
mereka. Sistem ini dirancang untuk menjaga keseimbangan dan harmoni
dalam komunitas mereka (Maghfiroh, 2021).
5. Pengaruh Lingkungan dan Isolasi: Lingkungan pedalaman yang terpencil
tempat Suku Baduy tinggal telah memainkan peran dalam menjaga isolasi
mereka dari pengaruh budaya modern. Hal ini telah membantu dalam
mempertahankan tradisi mereka, termasuk sistem peradilan adat.

B. Struktur Peradilan Adat

Sistem peradilan adat Suku Baduy memiliki struktur yang unik dibandingkan dengan
sistem peradilan adat masyarakat adat lainnya di Indonesia. Berdasarkan penelitian Apriyaldo
dkk. (2023), sistem peradilan adat Baduy berakar pada hukum pidana adat yang disampaikan
secara lisan dan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Struktur
sistem ini didasarkan pada tahapan-tahapan tertentu dalam peradilan pidana adat Baduy.
Musyawarah menjadi komponen penting dalam penyelesaian perkara, di mana para tetua adat
dan tokoh masyarakat Baduy berkumpul untuk berdiskusi dan memutuskan perkara-perkara
yang timbul. Selain itu, sistem ini juga menggunakan sanksi adat sebagai bentuk hukuman
bagi pelanggar hukum pidana adat (Fitriana, 2022). Keputusan-keputusan dalam peradilan
adat Baduy sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kearifan lokal dan adat istiadat yang dijunjung
tinggi dalam masyarakat Baduy. Meskipun berbeda dengan sistem peradilan modern yang
umumnya digunakan di Indonesia, sistem peradilan adat Baduy tetap dihormati dan diakui
oleh masyarakat Baduy sebagai bagian integral dari warisan budaya mereka yang perlu
dilestarikan (Mustomi, 2017).

C. Proses Peradilan

Proses peradilan adat Suku Baduy didasarkan pada hukum pidana adat yang tidak tertulis
dan diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Apriyaldo dkk. (2023) mengatakan
sistem peradilan adat ini mengandalkan musyawarah sebagai elemen kunci dalam
menyelesaikan perkara. Dalam musyawarah ini, para tetua adat dan tokoh masyarakat Baduy
berkumpul untuk berdiskusi dan mencapai keputusan mengenai perkara yang timbul. Proses
peradilan adat Baduy melibatkan beberapa tahapan, termasuk pemeriksaan, penyidikan,
persidangan, dan pengambilan putusan. Keputusan dalam sistem ini diambil melalui
musyawarah para tetua adat dan tokoh masyarakat Baduy. Sanksi adat kemudian diterapkan
sebagai bentuk hukuman bagi pelanggar hukum pidana adat (Fahmi & Pura, 2021). Meskipun
berbeda dengan sistem peradilan modern yang umumnya digunakan di Indonesia, sistem
peradilan adat Baduy tetap diakui dan dihormati oleh masyarakat Baduy sebagai bagian
integral dari warisan budaya mereka yang perlu dilestarikan.

Contoh sanksi pertanggungjawaban pidana perzinahan menurut suku Baduy harus


dinikahkan karena perbuatan zina didalam suku Baduy dianggab aib yang memalukan semua
pihak baik korban, pelaku maupun masyarakat lain. Meskipun sanksi yang diberikan adalah
sebuah pernikan pelaku tetap harus dikirim ke rutan selama 40 hari dan harus
melaksanakan ruruba(penebus dosa) (Apriyaldo dkk., 2023).

D. Perubahan dalam Sistem

Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat beberapa perubahan yang terjadi dalam sistem
peradilan adat Suku Baduy seiring waktu, antara lain:
1. Pelanggaran hukum adat: Sudah banyak masyarakat suku Baduy yang
melanggar hukum adat yang sebelumnya menjadi pedoman hidup mereka. Hal
ini menunjukkan adanya perubahan dalam nilai dan norma yang dipegang oleh
masyarakat Baduy (Bahrudin & Zurohman, 2021).
2. Pengaruh luar: Sistem peradilan adat Baduy masih memproritaskan hukum
adat dan hak ulayat, namun masyarakat Baduy juga harus beradaptasi dengan
perubahan sosial dan budaya yang terjadi di luar komunitas mereka.
Pemerintah daerah juga berperan dalam mempertahankan budaya hukum
masyarakat suku Sunda termasuk Suku Baduy Provinsi Banten dari ancaman
kepunahan dan menyiapkan sarana dan prasarana untuk menjadi bagian tujuan
wisata (Bahrudin & Zurohman, 2021; Mustomi, 2017).
3. Sanksi adat: Sistem peradilan adat Baduy masih mengandalkan sanksi adat
sebagai bentuk hukuman bagi pelanggar hukum pidana adat. Namun, bentuk
sanksi adat tersebut mungkin telah berubah seiring waktu (Apriyaldo dkk.,
2023).

IV. Kesimpulan

Perkembangan sistem peradilan adat Suku Baduy dari masa ke masa mencerminkan
keunikan dan keteguhan warisan budaya mereka. Sistem ini didasarkan pada hukum pidana
adat yang bersifat lisan dan diwariskan secara turun-temurun. Musyawarah menjadi sarana
utama dalam menyelesaikan perkara, melibatkan para tetua adat dan tokoh masyarakat Baduy
dalam pengambilan keputusan. Tahapan-tahapan seperti pemeriksaan, penyidikan,
persidangan, dan pengambilan putusan terstruktur menjadi bagian dari proses peradilan adat
mereka. Keputusan diambil melalui musyawarah, dan sanksi adat diberlakukan sebagai
hukuman. Meskipun berbeda dengan sistem peradilan modern, sistem ini tetap diakui dan
dihormati oleh masyarakat Baduy sebagai bagian penting dari identitas budaya mereka yang
perlu dilestarikan. Dengan mengandalkan nilai-nilai kearifan lokal dan adat istiadat, sistem
peradilan adat Suku Baduy telah berkembang dan bertahan seiring waktu, mencerminkan
komitmen mereka untuk menjaga tradisi dan warisan leluhur mereka. Meskipun sistem ini
telah beradaptasi dengan perubahan sosial dan budaya, ia tetap menjadi bukti kekayaan
budaya Indonesia yang patut dihargai.
Daftar Isi

Abubakar, A. (2014). Urgensi Penyelesaian Kasus Pidana dengan Hukum Adat. Madania:
Jurnal Kajian Keislaman, 18(1), 57–66.
Apriyaldo, A., Hasuri, H., & Agustin, F. (2023). Pertanggungjawaban Pidana Perzinahan
Menurut KUHP dan Hukum Adat Baduy. JURNAL HAK, 1(2), 57–68.
Bahrudin, B., & Zurohman, A. (2021). Dinamika kebudayaan Suku Baduy dalam
Menghadapi Perkembangan Global di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar
Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Journal Civics and Social Studies, 5(1), 31–47.
Fahmi, R., & Pura, M. H. (2021). PENERAPAN SANKSI HUKUM PIDANA POSITIF DAN
HUKUM PIDANA ADAT TERHADAP TINDAK TIDANA PEMBUNUHAN DI
KAMPUNG ADAT BADUY. Jurnal Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora,
8(6), 1843–1848.
Fathurokhman, F. (2010). Hukum pidana adat Baduy dan relevansinya dalam pembaharuan
hukum pidana.
Fitriana, M. N. F. A. A. (2022). Penyelesaian Perkara Berdasarkan Sistem Hukum Masyarakat
Adat Baduy Sebagai Kontribusi pada Hukum Pidana Nasional. Jurnal Selat, 10(1),
46–59.
Maghfiroh, P. A. (2021). Peraturan Hukum Adat Baduy dan Hierarki Menurut Undang
Undang yang Berlaku. Jurnal Panorama Hukum, 6(1), 32–39.
Maharani, S. D. (2009). Perempuan dalam kearifan lokal Suku Baduy. Jurnal Filsafat, 19(3),
199–213.
Muhibah, S., & Rohimah, R. B. (2023). Mengenal Karakteristik Suku Baduy Dalam dan
Suku Baduy Luar. Jurnal Pendidikan Karakter JAWARA (Jujur, Adil, Wibawa,
Amanah, Religius, Akuntabel), 9(1).
Mustomi, O. (2017). Perubahan tatanan budaya hukum pada masyarakat adat Suku Baduy
Provinsi Banten. Jurnal Penelitian Hukum e-ISSN, 2579, 8561.
Siombo, M. R., Sinaga, V. S., & Sihotang, K. (2022). KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT
DARI SUDUT PANDANG HUKUM LINGKUNGAN: STUDI PADA SUKU
BADUY, PROVINSI BANTEN. Bina Hukum Lingkungan, 7(1), 94–109.

Anda mungkin juga menyukai