Anda di halaman 1dari 22

BAB I 3

PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................3
Rumusan Masalah..........................................................................................................4
Tujuan............................................................................................................................4
Manfaat..........................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN................................................................................................................5
2.1 Definisi Bangunan Bertingkat Tinggi.................................................................5
2.2 Fungsi Bangunan Bertingkat Tinggi...................................................................6
2.2.1 Klasifikasi Bangunan Gedung............................................................................6
2.2.2 Bangunan Gedung berdasarkan Fungsi Hunian..................................................7
1. Perkantoran :...........................................................................................................9
2. Perdagangan :.........................................................................................................9
3. Perindustrian :.........................................................................................................9
4. Perhotelan :.............................................................................................................9
5. Wisma dan rekreasi :...............................................................................................9
6. Terminal :................................................................................................................9
7. Penyimpanan :........................................................................................................9
2.2.3 Sistem Struktur Bangunan Bertingkat Tinggi.....................................................9
1. Struktur dua dimensi.............................................................................................11
2. Struktur tiga dimensi.............................................................................................11
1. Rigid Frame Sistem..............................................................................................12
2. Braced frame sistem.............................................................................................12
3. Shear Wall Sistem.................................................................................................12
4. Coupled Wall Sistem............................................................................................12
5. Tubular Sistems....................................................................................................12
2.2.4 Sistem Façade Pada Bangunan Bertingkat Tinggi............................................12
1. Stick-build curtain wall sistem.............................................................................13
2. Unitized curtain wall sistem.................................................................................13
1. Sistem Plumbing Gedung....................................................................................14
3.1 KESIMPULAN.........................................................................................................21
3.2 SARAN....................................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

2.2.1 1.1 Latar Belakang

Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan terbatasnya jumlah lahan untuk


dijadikan tempat tinggal menjadi pemicu utama dalam perkembangan infrastruktur di
suatu perkotaan. Tingginya harga lahan untuk tempat tinggal di perkotaan, keinginan
yang tinggi pada masyarakat untuk tetap tinggal di daerah perkotaan, serta usaha untuk
mempertahankan luas lahan yang digunakan untuk agrikultural, mendesak pemukiman
di wilayah perkotaan harus membangun gedung-gedung bertingkat tinggi untuk
mengatasai masalah tempat tinggal masyarakat perkotaan. Pada saat ini, perkembangan
serta pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil khususnya di
teknik gedung bertingkat tinggi tumbuh dengan pesat sehingga dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi masalah ketersediaan tempat tinggal di daerah perkotaan dengan
membangun gedung-gedung bertingkat tinggi. Gedung bertingkat tinggi menggunakan
material yang biasa digunakan yaitu beton, baja, komposit

Semakin bertambah tinggi suatu gedung, maka semakin rentan pula terhadap
stabilitas terhadap beban lateral seperti angin dan gempa. Oleh karena itu, gedung
bertingkat tinggi perlu menggunakan sistem yang memadai agar stabilitas lateral gedung
bertingkat tinggi tetap terjaga. Pada saat ini banyak sistem-sistem yang dirancang untuk
gedung bertingkat tinggi, seperti rigid frame, truss/braced frame, infilled frame, shear
wall structures, coupled shear wall structures, wall frame, core structures, outrigger,
tubular structures. Sistem struktur yang digunakan untuk gedung bertingkat tinggi lebih
kompleks daripada sistem struktur untuk gedung bertingkat rendah, sistem struktur
bertingkat rendah dan jika memiliki denah yang beraturan masih dapat dilakukan
perhitungan dengan static ekivalen, namun untuk bentuk gedung yang tidak beraturan
dan memiliki tingkat yang lebih tinggi harus disertai analisis dinamis baik linear
maupun non linier. (Angga Ramanda Putra, 2019)
2.2.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu bangunan bertingkat tinggi ?


2. Bagaiaman system stuktur bangunan bertingkat tinggi?
3. Bagaimana system utilitas pada bangunan bertingkat tinggi?

2.2.3 Tujuan

1. Mengetahui apa itu bangunan bertingkat tinggi?

2. Mengetahui system stuktur bangunan bertingkat tinggi?

3. Mengetahui system utilitas pada bangunan bertingkat tinggi g ?

2.2.4 Manfaat

1. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang bangunan bertingkat tinggi

2. Dapat menegetahui system struktur dan system utilitas pada bangunan bertingkat
tinggi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bangunan Bertingkat Tinggi

Menurut Johan dan Kloft (2004), bangunan bertingkat tinggi adalah bangunan
yang dianggap relatif ketinggiannya, dimana bangunan tinggi dapat dikatakan bangunan
tinggi apabila skala dari bangunan lebih tinggi dari bangunan sekitar. Misalnya, jika
bangunan di lingkungan perkotaan memiliki ketinggian rata-rata dua hingga tiga lantai,
bangunan 5 lantai yang menjulang di atasnya dapat dianggap sebagai bangunan tinggi.
Menurut Johan dan Kloft (2004) perkembangan bangunan bertingkat tinggi
bermula dari bangunan gedung asuransi rumah di Chicago pada tahun 1890 dengan
ketinggian 12 lantai dan memicu perkembangan bangunan bangunan bertingkat tinggi

dalam revolusi industri.


Gambar 2. 1 Perkembangan Gedung Bertingkat Tinggi
Sumber: Johan dan Kloft (2004)

Menurut Geoff (2009), Bangunan adalah struktur tertutup yang memiliki


dinding, lantai, atap, dan biasanya jendela. “Sebuah 'gedung tinggi' adalah struktur
bertingkat di mana sebagian besar penghuninya bergantung pada lift untuk mencapai
tujuan mereka. Gedung- gedung tinggi yang paling menonjol disebut 'bertingkat tinggi'
bangunan 'di sebagian besar negara dan 'blok menara' di Inggris dan beberapa negara
Eropa.Istilah-istilah tersebut tidak memiliki definisi yang disepakati secara
internasional.” Namun, bangunan bertingkat tinggi dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Setiap struktur yang dapat menjadi dampak serius pada evakuasi (konferensi
internasional mengenai kebakaran pada gedung bertingkat tinggi).
Untuk sebagian besar tujuan, titik batas untuk gedung bertingkat adalah sekitar
tujuh lantai. Terkadang, tujuh lantai atau lebih tinggi mendefinisikan sebuah
gedung tinggi, dan terkadang definisi lebih dari tujuh lantai. Kadang-kadang,
definisi dinyatakan dalam istilah tinggi linier (kaki atau meter) daripada lantai.

Menurut Undang-Undang RI No.28 (2002), bangunan gedung adalah wujud fisik


hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau
seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
2.2 Fungsi Bangunan Bertingkat Tinggi

Bangunan bertingkat tinggi dibagi berdasarkan fungsi dan klasifikasinya,


berikut merupakan pembagian beradasarkan peraturan Daerah dan Kota :
2.2.5 Klasifikasi Bangunan Gedung

Menurut Permen Keuangan RI Nomor 7 (2016) mengenai Standar


ketinggian bangunan gedung perkantoran adalah:

 Gedung perkantoran Type A dan Type B paling tinggi 20 lantai

 Gedung perkantoran Type C dan Type D paling tinggi 20 lantai

 Gedung perkantoran Type E1 paling tinggi 4 lantai

 Gedung perkantoran Type E1 paling tinggi 2 lantai


Klasifikasi bangunan gedung perkantoran menurut Permen PU RI No.29
(2006) berdasarkan fungsinya adalah bangunan gedung yang seluruhnya atau sebagian
besar dari ruangannya difungsikan sebagai ruang perkantoran dan ruang fasilitas
pendukung pelaksanaan fungsi perkantoran, seperti ruang rapat dan ruang penyimpanan
arsip. Bangunan perkantoran berdasarkan penggunannya terdiri atas :

Tabel 2. 1 Klasifikasi Bangunan gedung.


Tipe Klasifikasi
perkantoran
Tipe A Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe A adalah
gedung
perkantoran yang ditempati secara permanen oleh lembaga tinggi negara.
Tipe B Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe B adalah gedung
perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Kantor Kementerian
Koordinator, Kementerian Negara, Pejabat setingkat Menteri, dan
Lembaga
Pemerintah Non Kementerian dengan wilayah kerja nasional.
Tipe C Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe C adalah gedung
perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah
Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon I. Contoh :
a. Gedung Kantor setingkat Direktorat Jenderal;

b. Gedung Kantor Badan di bawah Kementerian/Lembaga.

Tipe D Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe D adalah gedung


perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah
Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon II. Contoh :
a. Gedung Kantor Direktorat;

b. Gedung Kantor Perwakilah;


c. Gedung Kantor Wilayah;
d. Gedung Kantor Balai Besar.
Tipe E1 Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe El adalah gedung
perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Instansi Vertikal
Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon Ill. Contoh:
a. Gedung Kantor Pelayanan;

b. Gedung Kantor Daerah;


c. Gedung Kantor Balai.
Tipe E2 Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe E2 adalah gedung
perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Instansi Vertikal
Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon IV. Contoh:
A. Gedung Kantor Urusan Agama

B. Gedung Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT).


Sumber: Permen PU RI No.29 (2006)

2.2.6 Bangunan Gedung berdasarkan Fungsi Hunian

Menurut Permen PU RI No.29 (2006) mengenai fungsi bangunan


gedung dibagi menjadi 6 klasifikasi, yaitu :

Tabel 2. 2 Fungsi dan Klasifikasi Bangunan Gedung.


Fungsi bangunan Klasifikasi
Fungsi hunian  Bangunan hunian tunggal

 Bangunan hunian jamak

 Bangunan hunian campuran

 Bangunan hunian sementara


Fungsi keagamaan  Bangunan masjid termasuk mushola

 Bangunan gereja termasuk kapel

 Bangunan pura

 Bangunan vihara

 Bangunan kelenteng
Fungsi usaha  Bangunan perkantoran

 Bangunan perdagangan

 Bangunan perindustrian

 Bangunan perhotelan

 Bangunan wisata

 Bangunan terminal

 Bangunan tempat penyimpanan


Fungsi social dan budaya  Bangunan pelayanan pendidikan

 Bangunan pelayanan kesehatan

 Bangunan kebudayaan

 Bangunan laboratorium

 Bangunan pelayanan umum


Fungsi khusus  Bangunan kemiliteran

 Bangunan reaktor dan sejenisnya


Fungsi campuran  Satu bangunan gedung yang dapat memiliki lebih
dari satu fungsi

Sumber: Permen PU RI No.29 (2006)

Menurut Undang-Undang RI No.28 (2002), fungsi bangunan gedung usaha


dibagi menjadi beberapa klasifikasi, berikut merupakan tabel lingkup fungsi bangunan
gedung usaha:
1. Perkantoran :

Kantor, pemerintahan dan kantor yang disewakan


2. Perdagangan :

Warung, toko, pasar dan mal.


3. Perindustrian :

pabrik, laboratorium dan Perbengkelan.


4. Perhotelan :

Wisma, losmen, hostel, motel dan hotel.


5. Wisma dan rekreasi :

Gedung pertemuan, olah raga, anjungan, bioskop, dan gedung pertunjukan


6. Terminal :

terminal angkutan darat, stasiun kereta api, bandara dan pelabuhan.


7. Penyimpanan :

gudang, tempat pendinginan dan gedung parkir.

2.2.7 Sistem Struktur Bangunan Bertingkat Tinggi

Menurut Schuller (1995) Suatu struktur bangunan dapat divisualisasikan sebagai


terdiri dari bidang-bidang horizontal atau rangka lantai dan bidang-bidang vertikal
pendukung dinding dan/atau rangka. Struktur tersebut merupakan sistem perakitan yang
terdiri dari komponen-komponen dan keterkaitannya. Elemen dasarnya adalah garis
(kolom, balok), kisi-kisi (kerangka lantai, rangka), permukaan (pelat, dinding, pelat),
satuan ruang (sel, tabung), dan kombinasi dari semuanya.dalam The Design Of Building
Structures , Terdapat beberapa jenis sistem struktur bangunan bertingkat tinggi yaitu :
1. Bearing Wall
2. Core & Façade Bearing Wall
3. Cantilever Slab
4. Suspension Core & Outrigger
5. Compression Core & Outrigger
6. Combination Core & Outrigger
7. Freame Wall Beam
8. Inter Spatial
9. Straggered Truss
10. Flat Slab
11. Rigid Frame
12. Braced Frame
13. Core Frame
14. Frame Core & Outrigger
15. Vierendeel Wall
16. Tube in Tube
17. Trussed Wall
18. Super Frame

Gambar 2. 5 High-rise structure sistems


Sumber: Schuller (1995)

Seiring bertambahnya ketinggian bangunan, sistem struktur yang berbeda


diperlukan untuk alasan efisiensi. Klasifikasi struktur bangunan bertingkat tinggi adalah
sebagai berikut:
1. Struktur dua dimensi

a. Struktur Bearing Wall kombinasi dinding tunggal dan dinding terhubung,


dinding silang, dinding panjang, dinding dua arah.
b. Struktur rangka ringan merupakan struktur yang mampu menahan 3 (tiga)
sampai dengan 4 (empat) lantai.
c. Struktur kerangka (frame) merupakan struktur seperti rigid frame, braced
frame, truss, dan flat slab.
d. Struktur Core (inti bangunan) merupakan struktur yang dapat dikatakan
sebagai struktur tiga dimensi dalam sudut pandang strukturnya.
e. Struktur kantilever merupakan struktur seperti plat kantilever, struktur
jembatan yang memiliki beberapa inti sebagai penopang, dan outriggers core
sebagai penopang bebean secara keseluruhan.
2. Struktur tiga dimensi

a. Dinding balok Staggered


b. Kombinasi core outriggers dan belt trusses adalah sambungan dari
single, double dan multiple outriggres sistem
c. Tubular yaitu sistem struktur tabung seperti Tabung vierendeel, tabung spandrel
dalam, dinding berlubang/tabung cangkang, tabung rangka, tabung dengan
rangka dan kepala
d. Megastructure merupakan struktur untuk bangunan bertingkat tinggi yang
menggunakan sistem superframe dan diagonal struktur kaku.
e. Hybrid merupakan kombinasi struktur yang digunakan pada bangunan dengan
sistem kombinasi struktur tiga dimensi dan dua dimensi.

Menurut Taranath (2012) tipe untuk struktur bangunan bertingkat tinggi yang
mampu menahan beban lebih dari 40 lantai adalah sebagai berikut :
1. Rigid Frame Sistem

Ini adalah sistem yang memanfaatkan momen menahan koneksi antara kolom dan
balok di sepanjang keliling totalnya untuk menahan lateral yang diterapkan beban.
Ini dapat digunakan untuk memberikan tahanan beban lateral bangunan bertingkat
rendah.
2. Braced frame sistem

Sistem struktur ini bekerja dengan baik untuk 20 hingga 60 tinggi lantai tetapi
tidak memberi ruang untuk bukaan seperti pintu dan jendela.
3. Shear Wall Sistem

Beban lateral diasumsikan terkonsentrasi di lantai. Lantai yang kaku


menyebarkan kekuatan ke kolom atau dinding di gedung. Khususnya mendesain
dinding beton bertulang sejajar dengan arah beban digunakan untuk menahan
sebagian besar beban lateral yang ditimbulkan oleh angin atau gempa bumi dengan
bertindak sebagai balok kantilever yang dalam diperbaiki di yayasan. Elemen-
elemen ini disebut geser dinding.
4. Coupled Wall Sistem

Ketika dua atau lebih dinding geser berada dihubungkan oleh sistem balok atau
pelat, kekakuan total melebihi penjumlahan dari kekakuan individu. Ini
berhubungan dengan balok yang menghubungkan mereka yang melayani individu
tindakan kantilever.
5. Tubular Sistems

Sistem tubular mengatur elemen struktural sedemikian rupa sehingga sistem


dapat menahan beban yang dibebankan pada struktur secara efisien terutama beban
lateral. Sistem ini terdiri dari berbagai elemen yaitu pelat, balok, balok, kolom.
Dinding dan intinya adalah diaktifkan untuk menahan beban lateral, dalam sistem
tubular beban horizontal ditahan oleh balok kolom dan tiang di tingkat perimeter
tabung.

2.2.8 Sistem Façade Pada Bangunan Bertingkat Tinggi

Menurut Memari A.M (2013) dalam buku Curtain Wall Sistem A Primer,
Curtain wall secara structural adalah sebuah penutup vetikal bangunan yang mendukung
atas bebanya sendiri dan gaya luar yang mempengaruhi bangunan. Curtain wall tidak
dimaksud untuk membantu dalam menjaga intergritas struktur bangunan, tetapi lebih
dalam meningkatkan keindahan estetika arsitektural bangunan dan fungsi luar terhadap
pengaruh lingkungan bangunan baik dari tekanan angin, cuaca, serta panas yang
ditimbulkan oleh intensitas cahaya matahari. Terdapat 2 jenis sistem curtain wall yaitu
Stick-build curtain wall sistem dan Unitized curtain wall sistem.
1. Stick-build curtain wall sistem

Merupakan metode konstruksi curtain wall yang fleksibel dan paling banyak
digunakan saat ini karena sistem ini menggunakan komponen-komponen lepasan
yang kemudian dirakit lapangan.
2. Unitized curtain wall sistem

Merupakan sistem yang efisiensi dan praktis karena terproduksi menjadi satu unit
panel yang utuh antara frame dan bahan pengisi dengan modul tertentu. Modul ini
dipabrikasi sesuai kebutuhan sehingga ketika sampai lapangan sudah siap dipasang.

Gambar 2. 6 Curtaint Wall Sistem Sumber: Memari A.M (2013)

2.2.5 Sistem Utilitas Pada Banguan Tinggi

Utitlitas bangunan merupakan suatu kelengkapan fasilitas bangunan yang


digunakan untuk menunjang tercapainya unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan,
kemudahan komunikasi dan mobilitas dalam bangunan. Dalam desain bangunan harus
selalu memperhatikan dan menyertakan fasilitas utilitas yang dikoordinasikan desain
yang lain seperti desain arsitektur, struktur, interior dan desain lain. Sistem utilitas pada
bangunan gedung terdiri atas sistem plambing dan sanitasi, pencegahan
kebakaran,pengudaraan/penghawaan , penerangan/pencahayaan, telepon, CCTV dan
sekuriti, penangkal petir, tata suara, transportasi dalam bangunan, landasan helikopter,
pembuangan sampah dan sistem alat pembersih bangunan.

1. Sistem Plumbing Gedung


Sistem plumbing adalah suatu pekerjaan yang meliputi sistem pembuangan limbah / air
buangan (air kotor dan air bekas), sistem venting, air hujan dan penyediaan air bersih.
Jadi secara sederhana sistem plumbing dalam suatu gedung biasanya terdiri dari:

a. Sistem instalasi air kotor


b. Sistem instalasi air bekas
c. Sistem instalasi venting
d. Sistem penyediaan air bersih
e. Selain sistem diatas juga karena menyangkut pembuangan air, yang harus
dialirkan ke saluran, yaitu Sistem instalasi air hujan dan Instalasi drain (drain AC dan
drain sprinkler).
2. Sistim Instalasi air kotor
Sistem instalasi air kotor atau sistem pembuangan air limbah merupakan sistem
instalasi untuk mengalirkan air buangan yang berasal dari peralatan saniter: closet dan
urinoir. Sistem instalasi ini kemudian diteruskan ke septictank, atau diolah dalam
bioseptictank atau instalasi IPAL, hingga akhirnya menuju saluran kota.
3. Sistem Instalasi Air Bekas
Sistem pembuangan air bekas merupakan instalasi untuk mengalirkan air buangan
yang berasal dari peralatan saniter: wastafel, FD (floor drain) dan kitchen zink. Instalasi
air bekas pada umumnya memeiliki instalasi tersendiri yang berbeda dengan instalasi air
kotor. Pada gedung-gedung yang lebih besar, misalnya:mall, instalasi yaang berasal
dari kitchen dipisahkan dan mempunyai instalasi sendiri yang kemudian dialirkan
hingga ke greese trap. Sistem air bekas juga biasanya dialirkan ke sistem pengolahan air
limbah (IPAL), atau ada juga yang langsung dialirkan ke saluran kota, jika tidak
membahayakan
4. Sistem Venting
Sistem venting merupakan ystem instalasi untuk mengeluarkan udra yang terjebak
di dalam pipa air limbah / air buangan (air kotor, air bekas dan air hujan). Diantara
tujuan pemasangan system venting adalah:

a. Menjaga sekat air dari efek siphon atau tekanan. Efek siphon timbul apabila seluruh
perangkat dan pipa pembuangan terisi air buangan pada akhir proses pembuangan
mengakibatkan sekat air akan ikut mengalir.
b. Menjaga aliran air yang ystem di dalam pipa pembuangan
c. Memungkinkan adanya sirkulasi udara di dalam semua jaringan pipa pembuangan.

Gambar 2.7 Skematik Instalasi Air Kotor, air bekas dan venting
Sumber ( aloekmantara.blogspot.co.id)

5. Sistem Penyediaan Air Bersih


Sistem penyediaan air bersih meliputi penyedian air bersih itu sendiri dan
distribusi. Sistem ini menyangkut sumber air bersih, System penampungan air (bak air /
tangki, ground Tank, Roof tank), pompa transfer dan distribusi. Sumber air bersih,
biasanya di dapat dari PDAM, atau berasal dari Deep Well.
Sistem penampungan air dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
a. raw water tank dan clean water tank. Sumber air bersih yang berasal dari PDAM
langsung dialirkan ke clean water tank. Sedang yang berasal dari Deep well di
masukan ke dalam raw water tank. Air yang berada di raw water tank ditreatment
dulu di instalasi Water Treatment Plant dan selanjutnya di alirkan ke clean water
tank (bak air bersih).
b. Air yang berada di dalam baik air bersih (clean water tank) selanjutnya dialirkan
ke bak air atas (roof tank) dengan pompa transfer.
c. Distribusi air bersih pada 2 lantai teratas menggunakan packaged booster pump,
sedang untuk lantai-lantai dibawahnya dialirkan secara gravitasi.
d. Pada umumnya persediaan air bersih diperhitungkan untuk cadangan 1 hari
pemakaian air.

Gambar 2.8 Skematik air bersih


(Sumber : aloekmantara.blogspot.co.id)
6. System penangkal petir.
Pada bangunan tinggi untuk penangkal petirnya menggunakan sistem penangkal
petir elektrostatis, ini merupakan penangkal petir modern dengan menggunakan sistem
E.S.E (Early Streamer Emision). Sistem E.S.E bekerja secara aktif dengan cara
melepaskan ion dalam jumlah besar ke lapisan udara sebelum terjadi sambaran petir.
Pelepasan ion ke lapisan udara secara otomatis akan membuat sebuah jalan untuk
menuntun petir agar selalu memilih ujung terminal penangkal petir elektrostatis ini dari
pada area sekitarnya. Dengan sistem E.S.E ini akan meningkatkan area perlindungan
yang lebih luas dari pada sistem penangkal petir konvensional. Berikut ini adalah
perbandingan penangkal petir elektrostatis dengan penangkal petir konvensional :

a. Penangkal Petir Konvensional


b. Membutuhkan banyak kabel
c. Daerah perlindungan terbatas, area perlindungan hanya sebatas air terminal yang
melekat pada bangunan.
d. Lebih mahal bila diterapkan untuk area perlindungan yang luas.
e. Membutuhkan banyak arde.
f. Membutuhkan banyak air terminal di atap
g. Akan memiliki kecenderungan mengganggu estetika bangunan rumah anda.
h. Bentuk ujung terminal yang runcing dalam jumlah banyak akan sangat
berbahaya bagi petugas pemeliharaan gedung atau pekerja yang bekerja di atap.
i. Penangkal Petir Elektrostatis
j. Tidak banyak membutuhkan komponen maupun kabel
k. Area perlindungan lebih luas antara 50-150 m
l. Lebih murah untuk area perlindungan yang luas
m. Pada umumnya hanya membutuhkan 1 arde.
n. Hanya membutuhkan 1 terminal untuk radius tertentu.
o. Perawatan dan pemasangan pada bangunan yang mudah.Merupakan pilihan
yang tepat dan tidak mengganggu estetika bangunan anda.
p. Bertindak sebagai pencegah interferensi perangkat komunikasi anda.
q. Lebih aman bagi pekerja yang akan melakukan perawatan.

Dari perbandingan diatas maka untuk area perlindungan luas antara radius 50-150 m
penangkal petir elektro statis merupakan pilihan yang tepat dan lebih murah
dibandingkan penangkal petir konvensional.

Berikut ini merupakan referensi bangunan bangunan yang menggunakan


penangkal petir elektrostatis :Gedung-gedung bertingkat tinggi menengah dan
rendah meliputi : Perkantoran, Rumah sakit, sekolah, universitas, hotel, gudang, pabrik,
Mall, Ruko dan lain-lain., Instansi Militer meliputi : Kantor, tower telekomunikasi,
gudang amunisi dan lain-lain.
Sarana Ibadah : Bangunan masjid, Gereja, Vihara, Candi. Perumahan : Rumah tinggal,
real estate, Sarana Olah raga : Lapangan golf, sepak bola, tenis dan lain-lain,
Pertambangan : Tangki tangki, Gas station

7. Sistem Sirkulasi pada bangunan.


a. Sirkulasi horizontal.
Sirkulasi horizontal merupakan jalan lalu-lalang antar ruang dalam satu lantai.
Persentasi kemiringan pada jenis sirkulasi ini tidak lebih dari 10 %. Sedangkan
alat transformasi jenis sirkulasi horizontal ini adalah koridor dan konveyor.

1) Koridor.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam merancang sirkulasi horizontal
terutama koridor dan ruang peralihan diantaranya adalah :

 Urutan yang logis baik dalam ukuran ruang, bentuk dan arah.

 Pencapaian yang mudah dan langsung dengan jarak sependek mungkin.


 Memberi gerak yang logis dan pengalaman yang indah bermakna.
 Aman, persilangan arus sirkulasi sesedikit mungkin atau dihindari sama sekali.
 Cukup terang.
2) Konveyor.
Konveyor. merupakan suatu alat angkut untuk orang atau barang dalam arah yang
mendatar/horizontal. Dipaang dalam keadaan datar atau sudut kemiringan kurang dari
10 derajat. Alat ini digunakan dalam jarak tertentu (gunanya untuk menghemat tenaga).
Alat ini dipasang di bandara, terminal, pabrik.

b. Sirkulasi vertikal
Transportasi vertical, adalah moda transportasi digunakan untuk
mengangkut sesuatu benda dari bawah ke atas ataupun sebaliknya. Ada
berbagai macam tipe transportasi vertikal di antaranya lift, travator, eskalator
dan dumbwaiter. Dari tipe pengangkut vertikal ini masing-masing mempunyai fungsi
angkut yang berbeda. Lift sering dijumpai di gedung perkantoran, travalator lebih
banyak di bandar udara, sedangkan eskalator lebih banyak di pusat pertokoan besar
atau mall sedangkan dumbwaiter lebih banyak digunakan di rumah sakit dan hotel.

Suatu bangunan yang besar dan tinggi memerlukan suatu alat transportasi
(angkut) untuk memberikan suatu kenyamanan dalam berlalu lintas dalam bangunan.

Bentuk alat transportasi tersebut adalah :


1) Elevator
Elevator atau biasa disebut dengan lift merupakan alat angkut untuk mengangkut
orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi. Lift dapat dipasang untuk
bangunan yang tingginya lebih dari 4 lantai, karena kemampuan orang untuk naik turun
dalam menjalankan tugasnya hanya mampu dilakukan sampai 4 lantai.

Lift menurut fungsinya dapat dibagi menjadi empat, yaitu :

1. Lift penumpang, (passanger elevator) digunakan untuk mengangkut manusia


2. Lift barang, (fright elevator) digunakan untuk menngangkut barang
3. Lift uang/ makanan (dumb waiters)
4. Lift pemadam kebakaran (biasanya berfungsi sekaligus sebagai lift barang)
Untuk menentukan kriteria perancangan lift penumpang yang perlu diperhatikan
adalah :

1. Type dan fungsi dari bangunan


2. Banyaknya lantai
3. Luas tiap lantai
4. Dan intervalnya
Sistem penggerak dalam elevator dibedakan dalam :

1. Sistemgearless
Yaitu mesin yang berada diatas, untuk perkantoran, hotel, apartemen, rumah sakit
dan sebagainya (sekarang ada juga lift yang mesinnya disamping).
2. Sistemhydrolic
Yaitu mesin dibawah, hanya terbatas pada 3-4 lantai, biasanya digunakan untuk lift
makanan dan uang. Sekarang system hydrolic juga dipakai untuk penumpang
manusia contoh di Bandara Kuala Lumpur.
Rumah lift dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu :

1. Lift pit
Merupakan tempat pemberhentian akhir yang paling bawah, berupa buffer sangkar
dan buffer beban penyeimbang. Karena letaknya yang paling bawah, harus dibuat
dari dinding kedap air.
2. Ruang luncur (hoistway)
Tempat meluncurnya sangkar/kereta lift, terdapat pintu2 masuk ke kereta lift,
tempat meluncurnya beban penyeimbang, meletakkan rel peluncur dan beban
penyeimbang.
3. Ruang mesin
Tempat meletakkan mesin/ motor traksi lift, dan tempat control panel (yang
mengatur jalannya kereta)
Bentuk dan macam lift tergantung pada fungsi dan kegunaan gedung

1. Lift Penumpang (yang tertutup)


Lift yang sering kita jumpai di kantor keempat sisinya tertutup dan disesuaikan
dengan kebutuhan standart.
2. Lift Penumpang (yang transparan)
Lift yang salah satu atau semua sisi interiornya tembus pandang (kaca) biasanya
disebut juga lift panorama. Dalam gedung (mall, pusat perbelanjaan) biasanya
diletakkan di Hall
3. Lift untuk Rumah Sakit
Karena fungsinya untuk RS maka dimensi besarannya memanjang dengan 2 pintu
pada sisinya. Ranjang pasien dapat terakomodasi dengan layak
4. Lift untuk kebakaran (barang)
Ruangannya tertutup, interior sederhana, digunakan jika terjadi kebakaran.
Interiornya harus tahan kebakaran minimal 2 jam dengan ruang peluncurnya
terbuat dari beton (dinding tahan api).

2) Escalator
Eskalator adalah suatu alat angkut yang lebih dititik beratkan pada pengangkutan
orang dengan arah yang miring dari lantai bawah miring ke lantai atasnya. Standart
kemiringan antara 30-35 derajat. Dengan kemiringan lebih dari 10 derajat sudah masuk
kategori escalator.
Panjang escalator disesuaikan dengan kebutuhan, lebar untuk satu orang kurang lebih 60
cm, untuk 2 orang sekitar 100-120 cm. Mesin escalator terletak dibawah lantai. Karena
terdiri dari segmen tiap anak tangga maka escalator dapat diset untuk bergerak maju
atau mundur.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

bangunan bertingkat tinggi adalah bangunan yang dianggap relatif


ketinggiannya, dimana bangunan tinggi dapat dikatakan bangunan tinggi apabila skala
dari bangunan lebih tinggi dari bangunan sekitar. Misalnya, jika bangunan di
lingkungan perkotaan memiliki ketinggian rata-rata dua hingga tiga lantai, bangunan 5
lantai yang menjulang di atasnya dapat dianggap sebagai bangunan tinggi.
perkembangan bangunan bertingkat tinggi bermula dari bangunan gedung asuransi
rumah di Chicago pada tahun 1890 dengan ketinggian 12 lantai dan memicu
perkembangan bangunan bangunan bertingkat tinggi.
Sistem struktur merupakan sistem perakitan yang terdiri dari komponen-komponen
dan keterkaitannya. Elemen dasarnya adalah garis (kolom, balok), kisi-kisi (kerangka
lantai, rangka), permukaan (pelat, dinding, pelat), satuan ruang (sel, tabung), dan
kombinasi dari semuanya
Sistem sirukulasi pada bagunan terbagi 2 yaitu vertikal dan horizontal, sistem
transfortasi horizontal Seperti berikut koridor, konveyor. Sedangkan pada sistem
transfortasi vertikal ada berbagai macam tipe transfortasi vertikal diantranya lift,
travator, ekskalator dan dumbwaiter.
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Angga Ramanda Putra. 2020. Studi Perilaku Gedung Bertingkat Tinggi Dengan Sistem
Struktur Frame Tube. Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil,
Lingkungan Dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Eisele, Johann dan Kloft, Ellen. (2004). High-rise manual: typology and design,
construction and technology. Birkhoiser.

Craighead, Geoff. (2009). High-rise security and fire life safety / Geoff Craighead. – 3rd
ed. p. cm. Butterworth-Heinemann.

Fu, Feng. (2018). Design and Analysis of Tall Building and Complex Structure.
ButterworthHeinemann.

Bejamin S, John S.R, William J. Mc Guinnes; “Mechanical and Electrical Equipment


for Building” ;Ed. & volume 1. John Wiley & Sons. Canada; 1986.
http://aloekmantara.blogspot.co.id/2012/09/sistem-plumbing-gedung.html diakses pada
5032016 pada pukul 13.15
http://architectureinhand.blogspot.co.id/2012/01/sistem-penangkal-petir-untuk-
bangunan.html diakses pada 5032016 pada pukul 14.10

Peraturan Menteri

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.7 (2016). Standar Barang dan
Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah dan/atau Bangunan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29 (2006). Pedoman Persyaratan Teknis


Bangunan Gedung.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 (2002). Bangunan Gedung.

Anda mungkin juga menyukai