Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 1

DEFINISI BANGUNAN TINGGI

DOSEN PENGAMPU :
Ir. Priyoto., M.T

Di Susun Oleh :
1. Fathur Alfarizi 14418000
2. David Yefrianto 14418000
3. Abi Abdillah H 14418000
4. Ahmad Aldi Dz 1441800086
5. Nurul Azmi 14418000
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memeberikan rahmat dan hidayat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Definisi Bangunan
Tinggi” ini tepat waktu.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
struktur bangunan tinggi Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang bangunan tinggi .
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Priyoto, MT. selaku dosen mata kuliah
struktur bangunan tinggi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepda teman - teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide - idennya sehingga makalah ini bisa disusun dengan rapi dan baik
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bangunan tingkat tinggi sangat populer pada jaman sekarang, karena


dinilai lebih efektif dan efien dengan kondisi yang ada. Semakin meningkatnya
pertambahan penduduk tetapi tata guna lahan yang semakin terbatas menjadi
masalah baru dalam era modernisasi saat ini. Dalam membangun sesuatu
bangunan yang diperuntukkan untuk kapasasitas daya guna yang besar dengan
kondisi lahan yang kurang memadai luasannya, maka dipilihlah bangunan tinggi
sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Semakin tingginya suatu bangunan mempunyai resiko keruntuhan
yang
semakin tinggi pula. Oleh karena itu dalam membangun suatu struktur bangunan
tinggi mempunyai persyaratan yang lebih kompleks. Apabila bangunan tersebut
didirikan di Indonesia, maka bangunan tersebut harus memenuhi syarat Standart
Nasional Indonesia (SNI).

1.2 Maksud dan Tujuan

1. Pengertian Bangunan Tinggi


2. Syarat – syarat untuk Mendirikan Bangunan Tinggi
3. Perencanaan dan Perancangan Bangunan tinggi
4. Contoh Bangunan tinggi
BAB II

2.1 Pengertian Bangunan Tinggi

High rise building atau bangunan tinggi merupakan istilah yang sering digunakan merujuk
kepada bangunan yang memiliki struktur menjulang tinggi atau bangunan dengan jumlah
tingkat yang banyak.

Sejatinya penambahan ketinggian sebuah bangunan dilakukan untuk memperluas ruang


fungsi dari bangunan tersebut. Beberapa tipologi bangunan tinggi diantaranya adalah
bangunan apartemen dan perkantoran. Hal ini karena dengan penambahan jumlah lantai
maka akan mengurangi luas bijak bangunan tersebut sehingga lebih sedikit memakan lahan.
Bangunan tinggi akan ideal ditinggali jika ada lift atau elevator dan tentunya didukung oleh
struktur bangunan yang kuat dan tahan lama.Tanpa adanya live otomatis ini maka akan
sangat melelahkan bagi penghuni untuk naik ke lantai yang paling tinggi.

Sebuah bangunan dapat disebut bangunan tinggi atau high rise building jika bangunan
tersebut memiliki ketinggian 23 meter hingga 150 meter di atas tanah. Jika lebih dari 150
meter maka dapat disebut gedung pencakar langit atau yang dikenal dengan istilah
Skyscraper. Jika tinggi rata-rata sebuah tingkat lantai adalah 4 meter maka bangunan tinggi
setidaknya memiliki 6 tingkat lantai.

Beberapa definisi mengenai bangunan tinggi dikutip dari Wikipedia adalah sebagai berikut :

1. International Conference on Fire Safety in High-Rise Buildings mengartikan


bangunan tinggi sebagai "struktur apapun dimana tinggi dapat memiliki dampak
besar terhadap evakuasi"
2. New Shorter Oxford English Dictionary mengartikan bangunan tinggi sebagai
"bangunan yang memiliki banyak tingkat"
3. Massachusetts General Laws mengartikan bangunan tinggi lebih tinggi dari 70 kaki
(21 m)
4. Banyak insinyus, inspektur, arsitek bangunan dan profesi sejenisnya mengartikan
bangunan tinggi sebagai bangunan yang memiliki tinggi setidaknya 75 kaki (23 m).

Bangunan tinggi tentunya memiliki karakter yang berbeda dengan bangunan yang lebih
rendah. Adapun karakteristik dari bangunan tinggi ini adalah sebagai berikut :

1. Tinggi Bangunan
Seperti yang disebutkan diatas sebuah bangunan disebut bangunan tinggi atau high rise
building apabila memiliki ketinggian setidaknya 23 meter atau 6 lantai.bangunan semacam
ini sudah banyak ditemukan di kota-kota besar di indonesia.
2. Luas Per Lantai
Bangunan tinggi merupakan bangunan yang hemat lahan dan biasanya memiliki luas tapak
yang kecil karena titik umumnya luas pantai berkisar antara 750 m2 hingga 1500 meter
persegi.
3. Tipe Struktur
Sebuah bangunan tinggi harus didukung dengan struktur yang kuat menahan beban
bangunan maupun momen dari ketinggiannya. Ada tiga macam struktur yaitu open frame,
flat slab dan bearing wall system. Dari ketiga tipe ini tipe yang paling banyak digunakan
adalah open frame karena lebih efisien dalam penggunaan material.
4. Tipikal
Umumnya denah lantai bangunan tinggi memiliki bentuk yang tipikal lurus ke atas.dengan
membuat lantai yang tipikal ke atas maka akan memudahkan dalam perencanaan dan
pelaksanaannya terutama dari segi struktur. Biasanya ukuran lantai akan mengecil keatas
untuk menekan moment akibat ketinggian bangunan.
5. Keterbatasan Lahan
Bangunan tinggi merupakan salah satu solusi menghadapi masalah keterbatasan lahan.
Namun dengan keterbatasan lahan ini biasanya bangunan tinggi akan menggunakan area
parkir bertingkat. Dengan keterbatasan lahan maka bangunan tinggi biasanya jarang yang
memiliki landscape yang baik kecuali menggunakan vertical garden atau sky garden.
6. Risiko Angin Dan Gempa
Biasanya bangunan tinggi memiliki bentuk yang langsing dan tinggi. Secara fisika maka
bangunan ini akan sangat dipengaruhi oleh adanya gempa maupun tekanan angin dari
sekeliling bangunan. Untuk itu biasanya bangunan tinggi memiliki sistem aerodinamika yang
baik serta struktur yang dapat bertahan dalam goncangan.
7. Resiko Roboh
Semakin tinggi sebuah bangunan maka semakin besar pula resikonya untuk roboh.
Berdasarkan hal ini maka pembangunan sebuah high rise building memerlukan
perencanaan yang matang dan antisipasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi saat
pelaksanaan konstruksi.
8. Kompleksitas Tinggi
Pembangunan sebuah high rise building merupakan pekerjaan yang kompleks karena selain
melibatkan banyak pihak, durasi pelaksanaan yang panjang, melibatkan disiplin ilmu yang
banyak, berdampak besar kepada lingkungan, dan memiliki risiko yang sangat tinggi dari
segi keselamatan. Sehingga dari berbagai jenis bangunan, jenis high rise building
merupakan jenis bangunan yang paling kompleks.

9. Volume Pekerjaan Yang Besar


Bangunan tinggi dibuat dengan cara menumpuk berbagai material hingga menjelang tinggi
ke atas. Dengan jumlah lantai yang banyak maka kebutuhan akan material tentunya sangat
banyak sehingga pekerjaan bangunan tinggi merupakan pekerjaan besar.
2.2 Syarat – syarat Mendirikan Bangunan Tinggi
Syarat Umum :

Hampir sama seperti syarat-syarat membuat IMB Bangunan Umum untuk non rumah (s/d 8
lantai), untuk bangunan setinggi sembilan lantai lebih pun, harus memeuhi beberapa
persyaratan di bawah ini :

1. Formulir Pendaftaran IMB


2. Fotokopi KTP dan NPWP Pemohon
3. Fotokopi Sertifikat Tanah, yang telah dilegalisir Notaris,
4. Fotokopi PBB Tahun terakhir
5. Menyertakan Ketetapan Rencana Kota (KRK)  dan Rencana Tata Letak Bangunan
(RTLB/ Blokplan) dari BPTSP
6. Mencantumkan fotokopi Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah  (SIPPT) dari
Gubernur, apabila luas tanah daerah perencanaan 5.000 M2 atau lebih.
7. Gambar rancangan arsitektur (terdiri atas gambar situasi, denah, tampak,
potongan, sumur resapan) direncanakan oleh  arsitek yang memiliki IPTB, diberi
notasi GSB, GSJ dan batas tanah)
8. Rekomendasi hasil persetujuan Tim Penasehat Arsitektur Kota (TPAK), apabila
luas bangunan 9 Lantai atau lebih,
9. Hasil Penyelidikan Tanah yang dibuat oleh Konsultan.
10. Persetujuan Hasil Sidang TPKB, apabila ketinggian bangunan 9 lantai atau lebih
dan atau bangunan dengan basement lebih dari 1 lantai, atau bangunan dengan
struktur khusus.
11. Gambar Instalasi (LAK/LAL/SDP/TDP/TUG)
12. Rekomendasi UKL/UPL dari BPLHD apabila luas bangunan 2.000 sampai dengan
10.000 M2, atau Rekomendasi AMDAL apabila luas bangunan lebih dari 10.000
M2.
13. Surat Penunjukan Pemborong dan Direksi Pengawas Pelaksanaan Bangunan dari
Pemilik Bangunan.
14. Surat Kuasa (jika dikuasakan)
Syarat Khusus :
1. Stabilitas
a.Statik
b.Dinamik

2. Syarat Kekuatan
a.Statik
b.Dinamik

3. Syarat Daktilitas
a.Elastik (Fully Elastic)
b.Daktilitas terbatas (limited ductility)
c.Daktilitas penuh (full ductility)

4. Syarat layak pakai dalam keadaan layan (serviceability)


a.Lendutan pelat dan balok
b.Simpangan bangunan (lateral drift)
c.Simpangan antar tingkat (Interstory drift)
d.Percepatan (acceleration), khususnya perencangan struktur terhadap pengaruh angin.
e.Retakan (cracking)
f.Vibrasi/getaran (vibration)
5. Syarat Durabilitas (durability)
a.Kuat tekan minimum beton
b.Tebal selimut beton
c.Jenis dan kandungan semen
d.Tinjauan korosi
e.Mutu baja

6. Syarat ketahanan terhadap kebakaran


a.Dimensi minimum dari elemen/komponen strukur
b.Tebal selimut beton
c.Tebal lapisan pelindung terhadap ketahanan kebakaran
d.Jangka waktu ketahanan terhadap api/kebakaran (struktur atas dan basemen)

7. Syarat intergritas

a.Pencegahan terhadap keruntuhan progresif (biasanya diberi penambahan tulangan


pemegang antar komponen beton precast).

8. Syarat yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi

a.Penyesuaian dengan metoda konstruksi yang umum dilakukan pada daerah setempat.
b.Bahan bangunan serta mutu bahan yang tersedia
c.Kondisi cuaca selama pelaksanaan d.Kesediaan berbagai sumber daya setempat.
2.3 Perencanaan dan Perancangan Struktur-Umum

Sistem Struktur.
Sistem struktur dari suatu bangunan, merupakan kumpulan dan kombinasi berbagai elemen
struktur yang dihubungkan dan disusun secara teratur, baik secara discrete maupun
menerus yang membentuk suatu totalitas kesatuan struktur.

Tujuan Perncanaan Struktur


Sistem struktur pada bangunan tinggi dirancang dan dipersiapkan agar mampu:
1. Memikul beban vertical baik statik maupun dinamik
2. Memikul beban horizontal, baik akibat angin maupun gempa
3. Menahan berbagai tegangan yang diakibatkan oleh pengaruh temperature dan
shinkage.
4. Menahan external dan internal blast dan beban kejut (impact loads).
5. Mengantisipasi pengaruh vibrations dan fatigue

Pemilihan Sistem Struktur


Pemilihan sistem struktur bergantung pada beberapa parameter berikut:
1. Economical consideration, yang meliputi construction cost, nilai kapitalisasi, rentable
space variation dan cost of time variation.
2. Construction speed yang dipengaruhi oleh profil bangunan, experience, methods dan
expertise, material struktur, tpi konstruksi (cast-in-situ, precast atau kombinasi) serta
local contruction industry.
3. Overall geometry, meliputi panjang, lebar dan tinggi bangunan.
4. Vertical profile-building shape.
5. Pembatasan ketinggian (height restriction)
6. Kelangsingan (slenderness), yaitu ratio antara tinggi terhadap lebar bangunan.
7. Plan configuration, yaitu depth-widht ratio dan degree of regularity(dapat dilihat pada
peraturan seperti UBC atau NEHRP).
8. Kekuatan, kekakuan dan daktilitas.
Kekuatan berhubungan erat dengan material properties, kekaakuan meliputi
9. kekakuan lentur, kekakuan geser, kekakuan torsi dan daltilitas
meliputi strain ductility, curvature ductility dan displacement ductility.
10 Jenis/tipe pembebanan, yang ,eliputi beban gravitasi, beban lateral berupa beban angin
dan seismic serta beban-beban khusus lainnya.

11. Kondisi tanah pendukung bangunan


Sistem Struktur Atas
Bentuk Bangunan dan sistem struktur rangka bangunan sangat berkaitan erat
satu sama lainnya baik dalm arah horizontal maupun vertical.
Suatu sisem struktur disebut baik bila dicapai hal-hal berikut :
1. Bentuk dan denah struktur yang simetris
2. Skala struktur yang proporsional
3. Tidak adanya perubahan mendadak dari tahanan lateral d.Tidak adanya perubahan mendadak
dari kekakuan lateral e.Pembagian struktur yang seragam dan teratur
4. Titik berat massa hampir sama dengan titik berat kekakuan
5. Tidak sulit dibangun, dan dalam batasan biaya yang memadai

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan sistem struktur terhadap beban
lateral antara lain adalah :

1. Kekakuan diaphragma dan kekakuan struktur

2. Distribusi gaya dan konsentrasi tahanan

3. Tahanan pada keliling luar (perimeter) struktur bangunan

4. Loncatan bidang vertikal (vertikal set back)

5. Diskontinuitas kekuatan dan kekakuan struktur karena adanya balok transfer


(transfer girder), lantai transfer (transfer floor) atau dinding struktur yang tidak
menerus ke bawah, dan dinding struktur yang letaknya berselang-seling baik
dalam arah vertikal maupun horizontal.

6. ”Soft story effect”

7. Ketidakteraturan struktur

8. Adanya torsi yang besar tanpa adanya tahanan yang cukup untuk menampung torsi

9. Benturan antar bangunan

10. Pemisahan bangunan

11. Efek kolom pendek (Short column effect)

12. Kemudahan pelaksanaan, terutama pada detail sambungan dan kerapatan


tulangan.
Sistem rangka struktur
Berbagai sistem rangka dapat berupa :

1. Rigid-Frame
2. Truss/Braced-Frame
3. Infilled-Frame
4. Shear Wall Structures
5. Coupled Shear Wall Structures
6. Wall-Frame
7. Core Structures
8. Outrigger + Shear Wall + Braced Structures
9. Tubular Structures

Sistem struktur yang sederhana, beraturan dan tidak terlalu tinggi, analisis beban
lateralnya masih dapat dilakukan dengan cara ”quasi statik” tetapi untuk bentuk yang
tidak beraturan sudah harus dilakukan dengan 3 dimensi yang disertai dengan
analisis dinamik, baik linear maupun nonlinear
Berikut ini diberikan gambaran umum sebagai ”rough rule of thumb”yang menggambarkan
secara global hubungan antara sistem rangkastruktur dan jumlah tingkat bangunan dan
gambar berikutnya khusus untuk struktur beton bertulang pada gedung kantor (office
building).

Sistem Struktur Atas

a. Sistem struktur disebut baik bila dicapai :

1. Bentuk dan deh struktur yang simetris.

2. Skala struktur yang proporsional.

3. Tidak ada perubahan mendadak dari tahana lateral.


4. Tidak adanya perubahan mendadak dari kekakuan lateral.

5. Pembagian struktur yang seragam dan teratur.

6. Titik berat masa hampir sama dengan titik berat kekakuan.

7. Tidak sulit dibangun dan dalam batasan biaya yang


memadahi.

b. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan sistem struktur terhadap beban
lateral, antara lain :
1. Kekakuan diagfragma dan kekuan struktur.

2. Distribusi gaya dan konsentrasi tahanan.

3. Tahanan pada keliling luar (perimeter) struktur bangunan.

4. Loncatan bidang vertikal.

5. Diskontinuitas kekuatan dan kekakuan struktur, akibat adanya balok


transfer, lantai trasfer, dinding struktur yang tidak menerus, dinding struktur
yang letaknya berselang seling.

6. Soft story effect

7. Ketidak teraturan struktur.

8. Adanya torsi yang besar tanpa adanya tahan torsi.

9. Benturan antar bangunan.

10. Pemisahan bangunan.

11. Effek kolom pendek.

12. Kemudahan pelaksanaan, terutama pada detail bangunan dan kerapatan


tulangan.

Sistem rangka struktur, dapat berupa :

1. Rigid-frame
2. Truss/braced-frame
3. Shear wall struktur
4. Cauple shear wall struktur
5. Wall-frame
6. Core struktur
7. Outrigger +shear wall+ Braced structure
8. Tubular structure

Sistem Struktur Lantai Diagfragma.


Ditinjau dari pemikulnya, pelat dapat dibagi dalam 2 macam :

1. Pelat yang memikul dalam satu arah ( one-way-slab)

2. Pelat yang memikul dalam dua arah (two-way- slab)

Besarnya beban yang didistribusikan pada masing-masing arah tergantung dari berbagai
faktor :
1. Kekakuan dari pelat.

2. Perbandingan sisi panjang dan pendek dari pelat.

3. Kekakuan dari balok-balok tumpuannya.

4. Jenis kondisi perletakan.


5. Tebal minimum pelat lantai pada umumnya berkisar antara 1/30 – 1/35 bentang
pendek untuk tumpuan balok-balok pada kedua sisinya. Dan 1/30 – 1/35 bentang
panjang untuk struktur pelat lantai flat-plates (pelat tanpa balok- balok penumpu).
6.
Sistem Struktur bawah

Penentuan sistem struktur bawah harus didasarkan pada data-data sebagai


berikut :
a. Gambar rebcana arsitektur termasuk jumlah lapis basement yang dibutuhkan.

b. Keadaan dan situasi bangunan disekitarnya.

c. Hasil penyelidikan tanah yang meliputi :

1. Keadaan muka air tanah.

2. Penelitian pumping test jika dasar basement berada di bawah mika air
tanah.

3. Lapisan tanah pendukung pondasi bangunan.

4. Rekomendasi sistem pondasi beserta daya dukung dan perkiraan


penurunan bangunan

Contoh bangunan tinggi di Indonesia

Di Indonesia, telah berkembang banyak highrise building dengan beragam bentuk dan
fungsi masing-masing. berikut merupakan contoh High Rise Buiding yang ada di Indonesia :
Four Points by Sheraton Hotel Manado 15 lt Apartemen The Accent .Tangerang Selatan,
Banten 31 lt

Tamansari Panoramic Tower Apartemen 30 floors Denpasar Residence, Kuningan City

Anda mungkin juga menyukai