Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Lesi

prakanker disebut juga lesi intraepithel servik (cervical intraepithelial neoplasia).

Keadaan ini merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma leher rahim (kanker

serviks). Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari

penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor

pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Biaya penatalaksanaan kanker relatif

mahal/tinggi mulai dari diagnosis hingga pengobatan. Untuk pengobatan pasien

kanker harus menyediakan dana yang cukup besar untuk tindakan

kemotherapi,radiotherapi dan lainnya. (Kemenkes RI, 2015).

Kanker serviks menduduki urutan ke-7 secara global dalam segi angka

kejadian (urutan ke urutan ke- 6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8

sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka

mortalitas akibat leukemia) (Globocan, 2012).

Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan

ke 10 pada negara maju atau urutan ke-5 secara global. Di Indonesia kanker serviks

menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi

Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. Menurut perkiraan Departemen

Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100

kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks

(Kemenkes RI, 2015).


Penyakit kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan prevalensi

tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker serviks sebesar 0,8‰ (WHO,

2013). Sedangkan di Sumatera Barat estimasi kanker serviks yang didiagnosis dokter

sebanyak 0,9 ‰ (2285 orang) (Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan, 2015).

Untuk Kota Padang dari hasil deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA

diperoleh hasil pemeriksaan lesi prakanker (IVA positif) sebanyak 11,04 % (256

orang) dengan jumlah terbesar di Puskesmas Padang Pasir sebanyak 137 orang

(37,43%) (Profil Kesehatan Kota Padang, 2016).

Adapun penyebab dari lesi prakanker adalah usia perkawinan, paritas, dan

penggunaan kontrasepsi hormonal. Penelitian oleh Rini Diah Puspitasari (2010)

mengenai faktor-faktor risiko kejadian lesi prakanker leher rahim pada pasien di

Puskesmas Ambal I Kabupaten Kebumen membuktikan faktor risiko lesi prakanker

leher rahim adalah usia pertama kali menikah (OR=2,7) dan paritas (OR=4,4).

Pada penelitian oleh Kiki Kurniati (2011) mengenai pengaruh penggunaan

kontrasepsi terhadap kejadian lesi prakanker leher rahim pada wanita yang

melakukan pemeriksaan IVA di tiga Puskesmas di Jakarta Timur tahun 2012

didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi berhubungan secara spesifik dengan

kejadian lesi prakanker dimana wanita yang menggunakan kontasepsi non hormonal

4 kali lebih tinggi mengalami lesi prakanker (OR=4,14) dibandingkan dengan yang

tidak menggunakan kontasepsi apapun.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti “Faktor Risiko Lesi

Prakanker Serviks Pada Ibu PUS Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir

Kota Padang Tahun 2017” karena dari hasil deteksi dini kanker serviks di Puskesmas

Padang Pasir memiliki hasil IVA positif dengan jumlah terbanyak.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “ Apa saja faktor risiko yang dapat menyebabkan lesi prakanker serviks pada

ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2017?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko lesi prakanker serviks pada ibu PUS di

wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2017

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi lesi prakanker serviks pada ibu

PUS di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun

2017.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi usia perkawinan pada ibu PUS di

wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2017.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi paritas pada ibu PUS di wilayah

kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2017.

4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penggunaan kontrasepsi

hormonal pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota

Padang tahun 2017.

5. Untuk mengetahui hubungan faktor usia pertama kali menikah dengan

lesi prakanker serviks pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas

Padang Pasir Kota Padang tahun 2017.


6. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko paritas dengan lesi prakanker

serviks pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota

Padang tahun 2017

7. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko penggunaan kontrasepsi

dengan lesi prakanker serviks pada ibu PUS di wilayah kerja

Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dari segi teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman penulis dalam melakukan penelitian khususnya mengenai faktor

risiko lesi prakanker serviks. Selain itu, sebagai media untuk menerapkan ilmu

yang telah didapatkan selama kuliah baik mengenai kesehatan reproduksi juga

metodelogi penelitian.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dari segi praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

pada instansi terkait, seperti Puskesmas untuk meminimalisir faktor risiko yang

dapat menyebabkan lesi prakanker sehingga dapat mencegah terjadinya kanker

serviks.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian di atas dan sesuai dengan kemampuan serta keterbatasan

waktu yang tersedia, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian ini mengenai

faktor risiko yang dapat menyebabkan lesi prakanker serviks pada ibu PUS di
wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2017 karena dari hasil

deteksi dini kanker serviks di Puskesmas Padang Pasir memiliki jumlah terbesar hasil

IVA positif. Variabel independen adalah usia perkawinan, paritas dan penggunaan

kontrasepsi. Sedangkan variabel dependen adalah lesi prakanker. Desain penelitian

ini menggunakan case control, populasinya adalah ibu PUS yang melakukan

pemeriksaan IVA di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir, sample kasus adalah ibu

PUS dengan hasil pemeriksaan IVA positif dan sedangkan sample kontrol adalah ibu

PUS dengan hasil pemeriksaan IVA negatif.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

2.1.1 Definisi

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks

merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan

berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum. (Kemenkes,2015)

Kanker serviks menyerang pada bagian organ reproduksi kaum wanita,

tepatnya di daerah lehar rahim atau pintu masuk ke daerah rahim yaitu bagian yang

sempit di bagian bawah antara kemaluan wanita dan rahim.(Hanik, 2013)

Kanker serviks merupakan jenis tumor ganas yang mengenai lapisan

permukaan (epitel) dari leher rahim atau mulut rahim. Kanker ini dapat terjadi

karena sel-sel permukaan tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak

seperti sel yang normal. Penggandaan sel yang tidak mengikuti aturan normal itu

dapat membentuk tumor atau kadang-kadang seperti luka atau borok yang memberi

keluhan atau gejala keputihan berbau dan perdarahan. Sifat dari sel ganas ini dapat

menyebar, baik secara langsung di sekitar panggul maupun menyebar jauh lewat

saluran getah bening atau pembuluh darah, misalnya ke paru, hati dan tulang.

Kanker serviks berawal dari adanya pembelahan sel yang tidak terkendali dan

kemampuan sel-sel tersebut untuk menggerogoti jaringan hidup lainnya.

Penyerangan ini bisa melalui berbagai macam cara, antara lain dengan invasi atau

pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan dan dengan cara migrasi atau

perpindahan sel ke tempat yang jauh (metastatis) melalui perederan darah, pembuluh

getah bening, dan lain-lain.


Sebuah sel yang begitu diperlukan tubuh dapat berubah menjadi ganas dan

menggerogoti jaringan tubuh itu sendiri, hal ini dikarenakan adanya kerusakan DNA

sehingga menyebabkan mutasi pada gen vital yang mengontrol pembelahan sel.

Mutasi ini sering diakibatkan kerena alasan biologis, kimia, fisik yang biasa kita

kenal dengan karsinogen. (Astrid, 2015)

Proses terjadinya kanker serviks sangat erat berhubungan dengan proses

metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel

secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel yang

berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi. Sel yang

mengalami mutasi disebut sel displastik dan kelainan epitelnya disebut displasia

(Neoplasia Intraepitel Leher rahim/ NIS). Dimulai dari displasia ringan, sedang, berat

dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Lesi

displasia dikenal juga sebagai ”lesi prakanker”. Perbedaan derajat displasia

didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan

pada sel. (Kemenkes,2015)

2.1.2 Keadaan Prakanker Pada Serviks

Sel-sel pada permukaan serviks kadang tampak abnormal tetapi tidak ganas.

Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks

merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang

beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Kerena itu, beberapa perubahan

abnormal merupakan keadaan prakanker yang bisa berubah menjadi kanker. Saat ini

telah digunakan istilah yang berbeda perubahan abnormal pada sel-sel permukaan
serviks, salah satu diantaranya adalah lesi skuamosa intraepitel (lesi artinya kelainan

jaringan, intraepitel artinya sel-sel abnormal hanya ditentukan dilapisan permukaan).

Perubahan pada sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok :

1. Lesi tingkat rendah : merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan

jumlah sel yang membentuk permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah

menghilang dengan sendirinya. Tetapi yang lainnya tumbuh menjadi lebih

besar dan lebih abnormal, membentuk lesi tingkat tinggi. Lesi tingkat rendah

juga disebut displasia ringan atau neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1).

Lesi tingkat rendah paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35

tahun, tetapi juga bisa terjadi pada semua kelompok umur.

2. Lesi tingkat tinggi : ditemukan sejumlah besar sel prekanker yang tampak

sangat berbeda dari sel yang normal. Perubahan prakanker ini hanya terjadi

pada sel di permukaan serviks. Selama berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun, sel tersebut tidak akan men jadi ganas dan tidak akan menyusup ke

lapisan serviks yang lebih dalam. Lesi tingkat tinggi juga disebut displasia

menengah atau displasia berat, NIS 2 atau 3, atau karsinoma in situ. Lesi

tingkat tinggi paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun.

Jika sel-sel abnormal menyebar lebih ke dalam serviks atau ke jaringan

maupun organ lainnya, maka keadaannya disebut kanker serviks atau kanker

serviks invasif.

(Rahayu,2012)
2.1.3 Stadium Kanker Serviks

Stadium kanker sendiri ditentukan berdasarkanpada sejauh mana kanker

menginvasi atau menyebar bagian tubuh lain. Sama seperti kanker lain, kanker

serviks juga memiliki empat stadium. Semakin besar angka stadium, maka semakin

akut kanker serviks yang diderita.

Kanker serviks sendiri biasannya menyebar di area jaringan panggul atau

kelenjar getah bening. Walaupun begitu, kanker serviks juga mungkin menyebar

pada bagian tubuh lain misalnya paru-paru, hati atau tulang. Kanker yang menyebar

pada bagian tubuh lain itu memiliki sifat yang sama dengan kanker serviks. Mereka

bukan dikategorikan kanker paru-patu, kanker hati atau kanker tulang.

Berikut adalah tebel pembagian stadium berdarakan FIGO (International

Federation of Gynaecology and Obstrics).

a. Stadium 0

Stadium terendah ini disebut juga dengan nama karsinoma in situ

karena sel-sel kanker belum menyebar pada jaringan lain. Sel kanker ini

masih bertahan dilapisan leher rahim atau serviks. Ukurannya pun masih

sangat kecil. Kanker ini hanya dapat ditemukan pada lapisan atas dari sel-sel

di jaringan yang melapisi serviks. Jika penderita sudah mengetahui dari

awal memungkinkan untuk sembuh 100% dalam lima tahun ke depan.

b. Stadium I

Pada stadium I, sel kanker mulai ditemukan pada serviks itu sendiri.

Walaupun pertumbuhan kanker hanya sebatas pada bagian serviks, akan

tetapi infeksinya sudah mulai menyerang serviks bagian bawah lapisan atas

dari sel-sel serviks. Pada stadium ini, kemungkinan untuk sembuh adalah
85% dalam lima tahun ke depan. Stadium I kembali terbagi menjadi dua

stadium yakni stadium IA dan IB. Berikut pembagian kanker serviks

stadium I.

1) Stadium IA

Karsinoma invasif hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan

mikroskopis, kedalaman invasi ≤5 mm dan ekstensi terluas ≥7 mm.

a) Stadium IA1

Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan seluas ≤7 mm. Untuk melihat

pertumbuhan kanker pada stadium IA1, dokter tetap harus

membutuhkan bantuan mikroskop.

b) Stadium IA2

Invasi stroma sedalam >3 mm dan seluas >7 mm.

2) Stadium IB

Lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks uteri atau

kanker preklinis yang lebih besar daripada stadium IA

a) Stadium IB1

Lesi yang nampak ≤ 4 cm sehingga dokter sudah dapat melihat

pertumbuhan kanker serviks ini dengan mata telanjang.

b) Stadium IB2

Lesi yang nampak >4 cm. Pada stadium ini pertumbuhan kanker

serviks makin kentara. Dokter juga bisa melihatnya dengan mata

telanjang.
c. Stadium II

Pada stadium II, sel kanker telah melalui serviks dan menginvasi

bagian atas vagina. Namun, sel kanker tidak menyebar ke dinding pelvic

(sepertiga bagian bawah vagina) atau dinding panggul. Lokasi yang

terserang kanker pada stadium ini adalah serviks dan uterus. Pada stadium

ini, angka harapan hidup dalam lima tahun ke depan adalah 50-60%.

Stadium II terbagi menjadi II tahap yakni stadium IIA dan IIB. Berikut

pembagiannya :

1) Stadium IIA

Pada stadium ini, lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vaginal.

Kanker memang meluas sampai ke bagian atas vagina, tetapi belum

menyebar ke dalam vagina, kanker tidak menginvasi parametrium.

Stadium ini terbagi lagi menjadi dua stadium.

a) Stadium IIA1. Lesi yang tampak ≤4 cm.

b) Stadium IIA2. Lsi yang tampak >4 cm.

2) Stadium IIB

Pada stadium ini, lesi telah mencapai ke parametrium, akan tetapi tidak

mencapai dinding panggul.

d. Stadium III

Pada stadium ini, sel kanker telah menyerang bagian pelvic atau

sepertiga bagian bawah vagina. Bisa jadi sel kanker telah menyerang

dinding panggul. Jika kanker yang ada berukuran besar, mungkin memblok

saluran urin dari ginjal sehingga menyebabkan ginjal tidak berfungsi dengan

baik.
Selain itu, kanker juga telah menyebar ke simpul getah bening yang

berdekatan. Penderita kanker serviks stadium III memiliki angka harapan

hidup sebesar 30% dalam lina tahun ke depan. Tahapan ini juga terbagi

menjadi dua stadium.

1) Stadium IIIA

Pada stadium ini, lesi telah meyebar ke sepertiga vagina distal. Tetapi

tanpa adanya ekstensi ke dinding pelvis. Sel knaker juga telah

menyerang sampai dinding samping panggul.

2) Stadium IIIB

Pada stadium ini, sel kanker telah menyerang dinding samping vagina.

Karenanya penderita akan mulai kesulitan berkemih kerena ada

timbunan air seni di ginjal. Stadium ini juga mulai merusak kerja ginjal.

e. Stadium IV

Pada stadium IV, sel kanker telah menyebar ke bagian tubuh lain.

Lesi telah keluar dari vagina. Kondisi ini tentu sangat parah. Bisa jadi

karsinoma telah menyebar dan menyerang organ lain seperti kandung

kemih, rektum, paru-paru, tulang, bahkan hati. Pada stadium akhir ini,

angka harapan hidup penderita adalah 5% dalam lima tahun. Tahapan dalan

stadium IV terbagi menjadi dua tahapan, antara lain :

1) Stadium IVA. Pertumbuhan kenker telah menyebar dan menyerang

organ sekitar serviks.

2) Stadium IVB. Pertumbuhan kanker telah menyebar dan mneyerang

organ tubuh yang lebih jauh dari serviks. Misalnya paru-paru, hati dan

tulang. (Astrid,2015)
2.1.4 Faktor Risiko

Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma

Virus). Infeksi HPV atau biasa terjadi pada perempuan usia reproduksi. Infeksi ini

dapat menetap, berkembang menjadi displasi atau sembuh sempurna. Virus ini

ditemukan pada 95% kasus Kanker Leher Rahim. Ada dua golongan HPV yaitu HPV

risiko tinggi atau disebut HPV onkogenik yaitu utamanya tipe 16, 18, dan 31, 33, 45,

52, 58; sedangkan HPV risiko rendah atau HPV non-onkogenik yaitu tipe 6, 11, 32

Faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV (sebagai etiologi dari Kanker

Serviks) adalah :

1. Menikah/ memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 20 tahun)

Usia perkawinan muda atau melakukan hubungan seks pada usia dini yakni

sebelum usia 20 tahun dianggap sebagai faktor terpenting. Umur pertama kali

melakukan hubungan seks terkait erat dengan infeksi HPV yang menjadi penyebab

utama lesi prakanker leher rahim karena epitel serviks yang belum matang sehingga

meningkatkan kerentanan terhadap agen kanker dan penyakit menular seksual

lainnya.

Umur pertama kali berhubungan seks dapat digunakan pula sehingga

prediktor jumlah pasangan seks dari wanita. Semakin muda seorang wanita

melakukan hubungan seks pertamannya, maka semakin banyak pula pasangan seks

yang ia miliki. (Kiki Kurniati, 2011)

2. Berganti-ganti pasangan seksual.

Jika sering bergonta ganti pasangan seksual, risiko terkena HPV akan

semakin besar untuk. Hal ini menyebabkan risiko yang juga lebih besar untuk

terkena kanker serviks.


3. Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan.

Tidak hanya wanita saja yang perlu membatasi partner seksualnya. Jika suami

atau laki-laki juga sering melakukan hubungan seksual dengan beberapa wanita, bisa

juga ditularkan kepada istrinya. Pria berisiko tinggi sebagai agen vektor yang dapat

menimbulkan infeksi.

4. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul.

Chlamydia trachomatis (CT) dan Herpes Simplex Virus tipe 2 (HSV-2)

berasosiasi dengan peningkatan risiko kanker leher rahim pada wanita yang

didiagnosa HPV positif. Kedua virus tersebut diduga menginduksi terjadinya

inflamasi pada serviks yang dapat memicu kerusakan genotoksik melalui reaksi

oksidasi tersebut.

5. Perempuan yang melahirkan banyak anak (paritas).

Paritas atau kelahiran yang paling optimal adalah kelahiran sampai ketiga

kali. Semakin banyak proses melahirkan yang dialami oleh seorang ibu, maka

semakin tinggi risikonya untuk terkena kanker serviks.

Ada beberapa pendapat yang memperlihatkan kolerasi antara keduanya.

Pertama, saat proses melahirkan, janin tentu saja akan keluar melalui serviks.

Keluarnya janin akan menimbulkan trauma pada serviks. Jika serviks mengalami

kelahiran terus menerus maka serviks juga akan semakin mengalami trauma.

Kedua, adanya perubahan hormonal bagi wanita selama kehamilan ketiga

yang membuat wanita tersebut lebih mudah terkena infeksi HPV dan pertumbuhan

kanker. Ketiga, adalah pendapat bahwa wanita hamil memiliki imunitas yang lebih

rendah sehingga memudahkan masuknya HPV dalam tubuh yang berujung pada

pertumbuhan kanker.
6. Perempuan perokok

Mempunyai risiko dua setengah kali lebih besar untuk menderita Kanker

Leher Rahim dibanding dengan yang tidak merokok. Tembakau sebagai bahan

utama dari rokok mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai

rokok/ sigaret / atau dikunyah. Asap rokok sendiri mengandung polycyclic aromatic

hydrocarbon nitrosamines. Pada wanita perokok, konsentrasi nikotin pada getah

serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen

infeksi virus.

7. Perempuan yang menjadi perokok pasif

Perempuan yang menjadi perokok pasif (yang tinggal bersama keluarga yang

mempunyai kebiasaan merokok) akan meningkat risikonya 1,4 (satu koma empat)

kali dibanding perempuan yang hidup dengan udara bebas.

8. Penggunaan kontrasepsi hormonal

Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal lebih mudah terpajan HPV

dibandingkan dengan menggunakan kontasepsi barrier (penghalang) atau tidak

pernah berhubungan seks. Hal tersebut dimungkinkan karena penggunaan

kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi perubahan lendir serviks dan perubahan

respon imun sehingga meningkatkan kerentanan serviks terhadap infeksi HPV.

(Kemenkes,2015)

Penggunaan kontrasepsi hormonal disuga memegang peranan kedua dalam

mendorong perkembangan sel kanker serviks. Mekanisme yang mungkin berperan

secara teoritis terkait hal tersebut adalah mendorong pertubuhan tumor, perubahan

lendir serviks yang dapat meningkatkan kerentanan jaringan, perubahan respon imun

yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi virus dan kekurangan folat dalam
serviks sehingga merangsang perkembangan lesi prakanker serviks yang abnormal.

(Kiki Kurniati, 2011)

2.1.5 Deteksi Dini

Ada beberapa metode yang dikenal untuk melakukan skrining Kanker

Serviks. Tujuan skrining untuk menemukan lesi prakanker. Beberapa metode itu

antara lain:

1. Pemeriksaan Sitologi (Papanicolaou/Papsmear)

Merupakan suatu prosedur pemeriksaan sederhana melalui pemeriksaan

sitopatologi, yang dilakukan dengan tujuan untuk menemukan perubahan morfologis

dari sel-sel epitel leher rahim yang ditemukan pada keadaan prakanker dan kanker.

2. Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA)

Pemeriksaan dengan cara mengamati dengan menggunakan spekulum, melihat

leher rahim yang telah dipulas dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%). Pada lesi

prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut acetowhite epitelium.

Pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka (IVA) berarti

melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah

pengolesan asam asetat atau cuka (3–5%). Daerah yang tidak normal akan berubah

warna dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan

bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker.

Dengan mengoleskan asam asetat (cuka dapur) yang telah diencerkan (3-5%)

ke leher rahim, tenaga kesehatan terlatih akan melihat perbedaan antara bagian yang
sehat dan yang tidak normal. Asam asetat merubah warna sel-sel abnormal menjadi

lebih putih dan lebih menonjol dibandingkan dengan permukaan sel sehat

Gambar
IVA adalah praktik yang 2.1 Hasil
dianjurkan Pemeriksaan
untuk IVA sumber daya
fasilitas dengan

sederhana karena:

a. Aman, tidak mahal, dan mudah dilakukan;

b. Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes lain yang digunakan untuk skrining

Kanker Serviks;

c. Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di semua

jenjang sistem kesehatan;

d. Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai

penatalaksanaannya (pengobatan atau rujukan);

e. Suplai sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah didapat

dan tersedia;

f. Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan skrining yang tidak

bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi berbagai lesi

prakanker. (Kemenkes, 2015)


2.1.6 Penanganan

Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan,

sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada.

Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat dilakukan

program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat

dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program, yaitu bila

didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan

sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah terlatih.

Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal

direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila

diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter

Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ)

untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter

tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi

atau histerektomi total.

Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi :

1. LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan

observasi 1 tahun.

2. HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan

observasi 6 bulan

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:

1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal


Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O

dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk

destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian

pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang

baru.

a. Krioterapi

Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode

pembekuan atau freezing hingga sekurang-kurangnya -20oC selama 6 menit (teknik

Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular

akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2)

konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks

lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular.

b. Elektrokauter

Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan

melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona

transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi

untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup

atau perlu terapi lanjutan.

c. Diatermi Elektrokoagulasi

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif

jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi

umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai

kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut

sangat luas.
d. Laser

Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu

muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas

nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai

panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat

dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari

mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan

yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau

sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran. (Kemenkes, 2015)


2.2 Kerangka Teori

Usia Pertama Menikah/


memulai aktivitas seksual
pada usia muda

Berganti-ganti pasangan
seksual

Berhubungan seks dengan


laki-laki yang sering
berganti pasangan

Riwayat infeksi di daerah


kelamin atau radang
panggul Infeksi HPV

Perempuan yang
melahirkan banyak anak
(paritas)
Lesi PraKanker /
Kanker serviks
Perempuan perokok

Perempuan yang menjadi


perokok pasif

Penggunaan kontrasepsi
hormonal

Gambar 2.2 Kerangka Teori “PERMENKES RI Nomor 34 Tahun 2015 Tentang


Penanggulangan Kanker Payudara Dan Kanker Leher Rahim,
modifikasi Astrid (2015).
2.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia Pertama Menikah/


memulai aktivitas seksual
pada usia muda

Perempuan yang Lesi PraKanker /


melahirkan banyak anak Infeksi HPV
Kanker serviks
(paritas)

Penggunaan kontrasepsi
hormonal

Gambar 2.3 Kerangka Konsep " Faktor Risiko Lesi Prakanker Serviks
Pada Ibu PUS Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir
Kota Padang Tahun 2017”.

Keterangan :

 Berganti-ganti pasangan seksual tidak diteliti karena menurut penelitian Kiki


Kurniati (2012) tidak ada terdapat perbedaan proporsi kejadian lesi prakanker
berdasarkan jumlah pasangan seks.
 Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan tidak
diteliti karena sasaran penelitian ini adalah ibu pus sehingga jika diteliti
adalah laki-laki maka dapat menimbulkan bias.
 Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul tidak diteliti karena
belum ada ditemukan pada penelitian sebelumnya yang meneliti variabel ini.
 Perempuan perokok dan Perempuan yang menjadi perokok pasif tidak diteliti
karena berdasarkan penelitian Rini Diah Puspitasari (2010) merokok bukan
merupakan faktor risiko lesi prakanker serviks.
2.4 Hipotesis

2.4.1 Ada hubungan faktor usia pertama kali menikah dengan lesi prakanker

serviks pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota

Padang tahun 2017.

2.4.2 Ada hubungan faktor risiko paritas dengan lesi prakanker serviks pada

ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun

2017

2.4.3 Ada hubungan faktor risiko penggunaan kontrasepsi hormonal dengan

lesi prakanker serviks pada ibu PUS di wilayah kerja Puskesmas Padang

Pasir Kota Padang tahun 2017.


DAFTAR PUSTAKA

Astrid Savitri, 2015. Kupas Tuntas Kanker Payudara, Leher Rahim dan Rahim.
Pustaka Baru Press : Yogyakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. 2016. Petunjuk Teknis Inspeksi


Visual Asam Asetat Untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim, Pada Seksi
Pengamatan Penyakit, Imunisasi Dan Kesehatan Matra. Dinkes Provinsi
Kalimantan

Hanik Maysaroh. 2013. Kupas Tuntas Kanker Pada Perempuan dan


Penyembuhannya. Trimedia Pustaka : Klaten

Kemenkes, 2015. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Serviks. Komite


Penanggulangan Kanker Nasional : Jakarta

Kiki Kurniati. 2011. Skripsi Pengaruh Penggunaan Kontrasepsi Terhadap Kejadian


Lesi Pra Kanker Rahim Pada Wanita Yang Melakukan Pemeriksaan
Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat (IVA) Di Tiga Puskesmas Di Jakarta
Timur Tahun 2011.Universitas Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2015 Tentang


Penanggulangan Kanker Payudara Dan Kanker Leher Rahim

Rahayu, 2012. Mengenal, Mencegah dan Mengobati 35 Jenis Kanker.Victory Inti


Cipta : Yogyakarta

Rini Diah Puspitasari, 2010. Artikel Faktor-Faktor Risiko Kejadian Lesi Prakanker
Leher Rahim Pada Pasien Di Puskesmas Ambal I Kabupaten Kebumen

Tri Wahyuningsih, 2013. Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Lesi Prakanker Serviks Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui
Metode IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat) Di Puskesmas
Jatinegara Tahun 2013 (Analisis Data Sekunder). Esa Unggul

Anda mungkin juga menyukai