Anda di halaman 1dari 109

Table of Contents

Articles

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG IMPLANT DENGAN


PEMAKAIAN KONTRASEPSI IMPLANT PADA AKSEPTOR DI BPS NY. HJ. FAROHAH
DESA DUKUN GRESIK
Taqiyyah Barroh Thoyyib, Yunik Windarti
HUBUNGAN ANTARA PARITAS DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI YAYASAN
KANKER WISNUWARDHANA SURABAYA
Sisca Nida Maynita, Nanik Handayani
HUBUNGAN ANTARA ISAPAN BAYI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI
RUMAH SAKIT ISLAM JEMURSARI SURABAYA
Tri Aprillia Tauriska, Farida Umamah
PENDAMPINGAN SUAMI TERHADAP KELANCARAN PROSES PERSALINAN DI BPM
ARIFIN S SURABAYA
Ilmah Nur Lailia, Fauziyatun Nisa'
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI PROGRAM DETEKSI DINI KANKER
SERVIKS MELALUI PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT) DI
PUSKESMAS WILAYAH KOTA SURABAYA
Fritria Dwi Anggraini
TINGKAT PENGETAHUAN KADER TENTANG PROGRAM JAMPERSAL PASCA
SOSIALISASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEPUTIH KELURAHAN KEPUTIH
SURABAYA
Btari Himmatus Shofi, Annif Munjidah
Analisa Pemahaman Discharge Planning dengan Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik
(GGK) Dalam Menjalani Terapi Hemodialisis Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya
Lilik Maslakha, Wesiana Heris Santy
TINGKAT STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWA PDF
Nety Mawarda Hatmanti
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING PADA
ANAK USIA TODDLER DI PAUD PERMATA BUNDA RW 01 DESA JATI SELATAN 1
SIDOARJO
Devi Muji Rahayu, Firdaus Firdaus
KOMPRES HANGAT MEMPENGARUHI DERAJAT NYERI MENSTRUASI PADA SISWI
KELAS X DI SMA NEGERI 2 PAMEKASAN
Makrifatul Amaliyah, R Khairiyatul Afiyah
MENCEGAH DAMPAK DARURAT KEKERASAN PADA ANAK INDONESIA PDF
Nur Hidaayah
TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENETEKI MEMPENGARUHI PEMILIHAN JENIS
KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSTU KANGENAN PAMEKASAN
Nurul Kamariyah
HUBUNGAN ANTARA LAMA HARI RAWAT DENGAN ANTRIAN MASUK RUMAH SAKIT
PADA PASIEN BPJS DI RS. ISLAM JEMURSARI SURABAYA
Agustina Ekawati, Wiwik Afridah
PERAN KELUARGA DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL
BERMASYARAKAT KLIEN SKIZOFRENIA PASCA PERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Lailatul Maghfiroh, Khamida Khamida
HUBUNGAN ANTARA PARITAS DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS
DI YAYASAN KANKER WISNUWARDHANA
SURABAYA

Sisca Nida Mayrita *, Nanik Handayani **

(UNUSA, Jl. SMEA 57 Surabaya)


Email : nanik_handayani.ac.id

Abstract:Cervical cancer is a malignant disease attacked the female reproductive organ


which is often found in women with high parity. The data obtained from Yayasan
Wisnuwardhana Surabaya (Cancer Foundation) in 2012 showed that among 9630 women
having Pap Smear, 88 (0.9%) were detected with cervical cancer. Therefore, the purpose of
this study was to find out the correlation between parity and incidence of cervical cancer in
the above mentioned cancer foundation.The design of study was analytic-observational done
by applying cross sectional approach. The population involved 400 women having Pap Smear
in the stated cancer foundation in March 2014. 200 respondents were chosen as the samples
by using probability sampling, in which simple random sampling technique was used in this
study. The instrument for collecting the data was the medical record. The data were then
analyzed by using Chi-Square statistic test with the significance level α = 0.05. The result of
study showed that none of the nullipara and primipara (0%) suffered from cervical cancer,
whereas few of the multipara (5.9%) and half of the grandemultipara (50%) suffered from
cervical cancer. Moreover, the result of Chi-Square was not qualified so that Fischer’s Exact
test was used and showed that p = 0.000 < α = 0.05 so that H0 was rejected illustrating that
there was a correlation between parity and incidence of cervical cancer in the above
mentioned cancer foundation.In conclusion, the higher parity, the more risk for cervical
cancer. The facility of health services are expected to give more health counseling to the
women with high risk of having cervical cancer to have Pap Smear.

Abstrak:Kanker serviks merupakan penyakit keganasan alat kandungan wanita, yang


terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Data yang diperoleh dari Yayasan
Wisnuwardhana Surabaya pada tahun 2012 wanita yang melakukan pap smear sebanyak
9630 dan yang terdeteksi kanker servik sebanyak 88 (0,9%) wanita. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian kanker serviks di Yayasan
Wisnuwardhana Surabaya.Rancangan penelitian menggunakan analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita yang
melakukan pap smear di Yayasan Kanker Wisnuwardhana Surabaya sebesar 400 orang pada
bulan Maret 2014. Sampel berjumlah 200 orang diambil secara probability sampling tipe
simple random sampling. Instrumen berupa rekam medik. Analisis data menggunakan uji
statistik Chi-Square dengan tingkat kemaknaan  = 0,05. Hasil penelitian diperoleh bahwa
tidak satupun (0%) nullipara dan primipara menderita kanker serviks, sedangkan sebagian
kecil (5,9%) multipara dan setengahnya (50%) grandemulti menderita kanker serviks. Hasil
uji Chi-Square tidak memenuhi syarat maka digunakan uji Fisher Exact dan didapatkan nilai
p = 0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak artinya ada hubungan paritas dengan kejadian kanker
serviks di Yayasan Kanker Wisnuwardhana Surabaya.Simpulan yaitu semakin tinggi paritas
semakin besar resiko terkena kanker serviks. Diharapkan tempat pelayanan kesehatan untuk
lebih memberikan penyuluhan kesehatan pada wanita yang beresiko tinggi terkena kanker
serviks untuk melakukan pap smear.

Kata kunci : paritas, kanker serviks.


8
Myrita, Handayani : Hubungan Antara Parasit Dengan Kejadian Kanker Serviks 9
Di Yayasan Kanker Wisnuwardhana Surabaya

PENDAHULUAN 80% terjadi pada wanita yang hidup di


negara berkembang. Negara Indonesia
Kanker serviks merupakan memiliki penderita kanker serviks
penyakit keganasan yang menimbulkan terbanyak dibandingkan dengan negara
masalah dalam kesehatan kaum wanita. berkembang lainnya. Di Indonesia
Kanker serviks telah menempati urutan sekarang diperkirakan dalam setiap
terbanyak kedua setelah kanker payudara. harinya terjadi 41 kasus baru kanker
Bahkan penderita kanker serviks semakin serviks dan sekitar 20 orang setiap harinya
meningkat dari tahun ke tahun terutama meninggal dunia. (Globocan, 2008)
pada negara berkembang. Kanker serviks Menurut data Dinas Kesehatan
sulit dideteksi dan begitu terdeteksi sering Jawa Timur didapatkan data penderita
kali sudah berada pada stadium lanjut kanker serviks pada tahun 2009 sebanyak
sehingga sulit untuk di tangani. Hal 671 orang, pada tahun 2010 sebanyak 868
tersebut menyebabkan kanker serviks orang. Sedangkan pada tahun 2011
menjadi momok bagi setiap penderitanya. didapatkan data 1028 orang menderita
Ada beberapa kejadian kanker kanker servik dan pada tahun 2012
serviks yang disebabkan oleh perempuan mencapai angka 1224 orang. Angka
dengan mitra seksual multipel, aktivitas tersebut menjadikan Jawa Timur sebagai
seksual dini, perempuan yang merokok, peringkat pertama kasus kanker serviks
status sosial ekonomi dan salah satunya tingkat nasional. Dan menjadi musuh
adalah paritas. Menurut hasil penelitian utama pada wanita karena penderita
dari Melva (2008), jumlah kehamilan >3 kanker yang semakin banyak dari tahun ke
kali merupakan faktor prospektif terhadap tahunnya (Dinkes Jatim Pemprov, 2012).
kejadian kanker serviks. Kanker serviks Data yang diperoleh dari Yayasan
banyak ditemukan pada wanita yang Wisnuwardhana Surabaya pada tahun 2011
melahirkan 3-5 kali. Bagi banyak orang wanita yang melakukan pemeriksaan pap
tua, beranggapan bahwa banyak anak smear sebanyak 11086 wanita dan yang
maka akan banyak rejeki. Akan tetapi, terdeteksi kanker serviks sebanyak 112
masyarakat banyak yang belum mengerti wanita. Sedangkan pada tahun 2012 wanita
tentang akibat yang ditimbulkan dari yang melakukan pap smear sebanyak 9630
seringnya seorang ibu melahirkan. Dengan dan yang terdeteksi kanker servik
seorang ibu sering melahirkan dan sebanyak 88 wanita
memiliki banyak anak maka akan Faktor risiko terjadinya kanker
menyebabkan hormon selama kehamilan serviks pada wanita adalah perempuan
dan perlukaan pasca persalinan berubah dengan mitra seksual multipel, aktivitas
menjadi sel kanker. seksual dini, perempuan yang merokok,
Menurut World Health paritas, status sosial ekonomi (Ralph,
Organitation (WHO, 2009) didapatkan 2008). Paritas yang berbahaya adalah
data 500.000 sampai 1 juta kasus baru memiliki anak lebih dari 2 orang atau jarak
terinfeksi kanker serviks setiap tahunnya. persalinan yang terlalu dekat. Wanita
Sedangkan menurut data dari Globocan dengan paritas tinggi yaitu >3 kali berisiko
pada tahun 2008, didapatkan data pada 5,5 kali untuk terkena kanker servik
kasus kanker servik di seluruh dunia (Diananda, 2007). Wanita dengan paritas
mencapai 530.232 kasus . Asia memiliki tinggi dapat menyebabkan trauma pada
312.990 kasus kanker serviks dan baik dari jalan lahir dan dapat menimbulkan sel-sel
jumlah global maupun Asia 58% abnormal pada mulut rahim jumlah anak
meninggal. Sebanyak 2,2 juta perempuan yang dilahirkan melalui jalan normal dapat
di dunia menderita kanker servik. Setiap menyebabkan terjadinya perubahan sel
tahunnya, terdapat kurang lebih 400.000 abnormal dari epitel pada mulut rahim dan
kasus baru kanker serviks, dan sebanyak dapat berkembang menjadi keganasan.
10 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 8-14

Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan dengan vaksinasi. Namun, bagi ibu yang
perlu menumbuhkan kesadaran diri pada sudah terkena kanker servik maka harus
wanita dalam melakukan deteksi dini segera diberikan pelayanan kesehatan
terhadap kanker servik serta berperilaku sesuai dengan stadium yang diderita untuk
hidup sehat dan bersih. Jika pada mencegah terjadinya metase (penyebaran
pemeriksaan awal ibu tidak terkena kanker ke organ lain).
servik maka dapat dilakukan pencegahan

METODE berdasarkan data kejadian kanker hampir


Penelitian ini menggunakan desain seluruh responden (90,5%) tidak menderita
analitik observasional, dengan pendekatan kanker serviks.
Cross Sectional.Populasinya yaitu seluruh
wanita yang melakukan pap smear di B.Pembahasan
Yayasan Kanker Wisnuwardhana 1. Paritas
Surabaya sebesar 400 orang pada bulan Paritas adalah jumlah kehamilan
Maret 2014.Sampel nya sejumlah 200 orang yang menghasilkan janin yang mampu
Teknik sampling yang di gunakan hidup di luar rahim (28 minggu) Hasil
probability sampling dengan metode penelitian menunjukkan bahwa sebagian
pendekatan simple random sampling, besar responden (59,0%), merupakan
Variabel independen atau variabel bebas paritas dengan risiko tinggi yaitu memiliki
dalam penelitian ini adalah paritas 2-4 orang anak (multipara).Paritas dapat
sedangkan Variabel dependen atau dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
variabel terikat dalam penelitian ini adalah satunya adalah pendidikan, hampir
kanker serviks. Instrumennya menggunakan setengahnya (43%) responden
rekam medik.Uji nya menggunakan Chi berpendidikan menengah (SMA).
Square untuk menganalisis data dengan Pendidikan berarti bimbingan yang
tingkat signifikansi α = 0,05. diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah
suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN tingkat pendidikan seseorang, maka makin
mudah dalam memperoleh menerima
A. Hasil informasi, sehingga kemampuan ibu dalam
Penelitian ini dilakukan di Yayasan berpikir lebih rasional. Ibu yang
Kanker Wisnuwardhana terletak di jalan mempunyai pendidikan tinggi akan lebih
Kayon no. 16-18 Surabaya, dengan luas berpikir rasional bahwa jumlah anak yang
tanah 1.327m2 dan luas bangunan 600m2. ideal adalah 2 orang.
Hasil penelitian pada 200 responden Tingkat pendidikan ibu yang
pendidikannya hampir setengah responden rendah mengakibatkan kurangnya
(43,0%) berpendidikan menengah pengetahuan ibu dalam menghadapi
(SMA).Hampir seluruhnya responden masalah, sedangkan ibu-ibu yang
(81,5%) berusia lebih dari 35 tahun.Usia mempunyai tingkat pendidikan yang lebih
pada saat menikah sebagian besar tinggi umumnya terbuka menerima
responden (71,5%) berusia lebih dari 20 perubahan atau hal-hal baru guna
tahun.Berdasarkan paritas sebagian besar pemeliharaan kesehatannya. Suatu proses
responden (59,0%) memiliki anak 2-4 pertumbuhan dan perkembangan manusia,
anak (Multipara). usaha mengatur pengetahuan semula yang
ada pada seorang individu serta pendidikan
juga menjadi tolak ukur yang penting
dalam perubahan-perubahan perilaku yang
Myrita, Handayani : Hubungan Antara Parasit Dengan Kejadian Kanker Serviks 11
Di Yayasan Kanker Wisnuwardhana Surabaya

positif. semakin tinggi tingkat pendidikan besar sering dengan bertambahnya usia.hal
seseorang maka semakin membutuhkan ini disebabkan pada usia >35 tahun fungsi
pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai semua organ tubuh menurun, disamping
tempat berobat bagi dirinya dan itu hormon dalam tubuh yang
keluarganya. Dengan pendidikan tinggi, mempengaruhi pertumbuhan dan
maka wawasan pengetahuan semakin perkembangan sel di dalam tubuh yang
bertambah dan semakin menyadari bahwa dapat menyebabkan degenerasi sel. Hal ini
begitu pentingnya kesehatan bagi sesuai pendapat dari Soehermawan (2007)
kehidupan sehingga termotivasi untuk bahwa usia rata-rata kejadian kanker
melakukan kunjungan ke pusat pelayanan servik adalah 52 tahun dan distribusi kasus
kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, mencapai puncak 2 kali pada usia di atas
2003). 35 tahun. Sedangkan menurut Nia Kania
(2007) bahwa salah satu faktor resiko
2. Kanker Serviks kanker serviks adalah usia > 40 tahun.
Hasil penelitian didapatkan hampir Pada masa itu terjadi perubahan hormon
seluruh responden (90,5%) tidak menderita yang dapat meningkatkan atau
kanker serviks. Hal itu disebabkan ibu menurunkan sensifitas terhadap
yang melakukan pemeriksaan pap smear karsinogen.Faktor lainnya adalah usia
datang sebelum timbulnya gejala seperti pertama kali menikah. Sebagian besar
menstruasi yang terus menerus, perdarahan responden (71,5%) menikah diusia lebih
pasca senggama, keputihan yang dari 20 tahun. Usia lebih dari 20 tahun
berlebihan. Hal itu dilakukan untuk adalah usia produktif aman sampai seorang
mendeteksi dini kanker serviks, karena wanita berusia 35 tahun. Pada usia lebih
kanker serviks pra-invasif atau pra-kanker dari 20 tahun wanita boleh untuk
bisa tanpa adanya keluhan tetapi lesi pada melakukan hubungan seksual dan terjadi
mulut rahim dapat berubah menjadi ganas kehamilan dikarenakan usia lebih dari 20
apabila tidak segera diobati. Masa tahun organ reproduksi wanita bisa
pertumbuhan kanker serviks, masa dikatakan sudah matang. Apabila seorang
preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal wanita melakukan hubungan seksual
sebelum menjadi keganasan) penyakit ini dengan usia dibawah 20 tahun maka
terbilang lama sehingga penderita yang rangsangan tersebut dapat mengakibatkan
berhasil mendeteksinya sejak dini dapat luka kecil yang dapat mengundang virus
melakukan berbagai langkah untuk penyebab kanker masuk.Umumnya sel-sel
mengatasinya. Infeksi menetap akan mukosa baru matang setelah wanita
menyebabkan pertumbuhan sel abnormal berusia 20 tahun ke atas bukan dilihat dari
yang akhirnya dapat mengarah pada menstruasi seorang wanita. Serviks pada
perkembangan kanker, perkembangan ini remaja lebih rentan terhadap stimulus
memakan waktu 5-20 tahun. Dimulai dari karsinogen karena terdapat proses
tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga metaplasia skuamos yang aktif yang dapat
positif menjadi kanker serviks (Nurwijaya, menyebabkan terjadinya kanker serviks,
2010).Kanker serviks dipengaruhi oleh yang artinya organ reproduksi remaja
beberapa faktor salah satunya adalah usia rentan terhadap rangsangan sehingga pada
responden.Hampir seluruh responden usia dibawah 20 tahun belum siap
(81,5%) yang melakukan pap smear mendapatkan rangsangan dari luar (Rama
berusia lebih dari 35 tahun, usia ini adalah Diananda, 2009)
usia dengan risiko tinggi terkena kanker
serviks. Kanker serviks menyerang pada C. Hubungan paritas dengan kejadian
wanita yang sudah menikah terutama yang kanker serviks
aktif melakukan hubungan seksual selama Berdasarkan hasil uji statistik fisher
3 tahun. Resiko kanker serviks makin exact test didapatkan nilai  = 0,000 dan
12 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 8-14

 = 0,05 sehingga  <  maka H₀ ditolak dihubungkan dengan terjadinya


berarti ada hubungan antara paritas dengan immnusuppresion yang memungkinkan
kejadian kanker serviks di Yayasan terjadinya proses keganasan dan replika
Kanker Wisnuwardhana Surabaya. HPV(ACCP, 2004).
Didapatkan data seluruh responden (100%) Kanker serviks bisa juga
yang tidak memiliki anak (nullipara) dan disebabkan karena serviks yang normal
wanita yang memiliki anak 1 (primipara) secara alami mengalami proses metaplasia
tidak menderita kanker serviks. Sedangkan (erosio) akibat saling desak mendesaknya
pada wanita yang memiliki 2-4 anak kedua jenis epitel yang melapisi dengan
(multipara) didapatkan data bahwa masuknya mutagen, porsio yang erosif
sebagian kecil (5,9%) menderita kanker (metaplasia skuamosa) yang semula
serviks dan dari wanita yang mempunyai fisiologik dapat berubah menjadi patologik
anak lebih dari 4 (grandemultipara) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS
didapatkan data bahwa setengahnya (50%) untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif.
menderita kanker serviks. Sekali menjadi mikro invasif, proses
Pada mereka yang pernah keganasan akan berjalan terus. Periode
melahirkan lebih dari 3 kali dapat laten (dari NIS-I sampai dengan KIS)
meningkatkan angka kejadian kanker tergantung dari daya tahan tubuh
sebanyak 3 kali lipat . Perlukaan pasca penderita. Umumnya dari fase pra invasif
persalinan dapat menjadikan awal menjadi invasif memakan waktu bertahun-
terjadinya kanker serviks apabila tidak tahun dan umumnya tanpa disertai gejala
segera ditangani. Bukan hanya perlukaan sehingga ditemukan sudah dalam keadaan
pasca persalinan yang menyebabkan stadium lanjut (Prawirohardjo, 2007).
terjadinya kanker serviks tetapi jarak Menurut Surbakti (2004) bahwa
persalinan yang terlalu dekat juga dapat wanita dengan jumlah paritas lebih dari 3
menyebabkan terjadinya kanker serviks memiliki resiko 4 kali lebih besar terkena
(Erik Tapan, 2010).Hal ini kanker serviks. Menurut Manuaba (2002),
Menggambarkan semakin banyak jumlah peningkatan kejadian infeksi semakin
anak semakin beresiko mengalami kanker besar pada kehamilan dan persalinan.
serviks. Seseorang yang memiliki banyak Diperkirakan risiko 3-5 kali lebih besar
anak terutama yang melahirkan lebih dari pada wanita yang sering partus.
3 kali akan menjadi resiko tinggi terkena Wanita yang memiliki anak lebih
kanker serviks. Dikarenakan perlukaan dari 3 mempunyai risiko menderita kanker
setelah melahirkan dan jarak persalinan serviks dibandingkan dengan wanita yang
yang terlalu dekat akan menyebabkan memiliki anak dibawah 3. Karena paritas
virus penyebab kanker servik masuk. merupakan faktor risiko kanker serviks.
Kanker servik atau kanker leher Dengan banyaknya kehamilan sehingga
rahim merupakan penyebab kematian dalam proses melahirkan anak mungkin
akibat kanker terbesar bagi wanita. Kanker saja memiliki efek trauma atau pun juga
ini terjadi pada area leher rahim yaitu karena efek penurunan imunitas tubuh
bagian rahim yang menghubungkan rahim sehingga meningkatkan risiko infeksi
bagian atas dengan vagina (Soehermawan, HPV.
2007). Pada umumnya kanker servik Trauma pada jalan lahir tersebut
paling banyak ditemukan pada wanita apabila tidak mendapatkan pengobatan
yang sering melahirkan. Hal ini di duga dapat menjadi perlukaan yang menahun,
akibat perubahan hormonal yang terjadi yang dapat menimbulkan infeksi alat
selama kehamilan dan trauma servikal genetalia bagian atas dan perlukaan yang
yang terjadi saat melahirkan. Hal itu yang tidak sembuh dapat menjadi keganasan.
dapat menyebabkan virus HPV masuk dan Selain itu juga bisa karena pengaruh
berubah menjadi kanker. Kehamilan juga hormonal pada saat kehamilan telah
Myrita, Handayani : Hubungan Antara Parasit Dengan Kejadian Kanker Serviks 13
Di Yayasan Kanker Wisnuwardhana Surabaya

berpengaruh pada serviks yaitu pengaruh terjadi kanker servik semakin sedikit.
hormone progesterone yang membuat Mengetahui kanker secara dini sangat
kemungkinan infeksi oleh HPV semakin penting. Karena merupakan cara yang
mudah. paling mungkin untuk melawan kanker
Kurangnya pengetahuan serviks. Untuk mengetahui kanker serviks
masyarakat akan bahaya memiliki banyak secara dini pemeriksaan papsmear yang
anak juga dapat memicu terjadinya kanker teratur akan sangat membantu. Selain itu
serviks. Masyarakat beranggapan banyak menghindari faktor risiko juga sangat
anak maka akan banyak rejeki. Padahal penting untuk mencegah terjadinya kanker
anggapan itu salah, hal itu justru serviks. Di Yayasan kanker
meningkatkan resiko terjadinya kanker Wisnuwardhana Surabaya telah dilakukan
serviks. Kanker serviks dapat pengobatan, operasi, berobat jalan dan
menyebabkan komplikasi yang parah yaitu kemoterapi. Pengobatan tersebut tidak
anemia, penurunan berat badan dan infeksi menutup kemungkinan untuk berhasil atau
yang menyebabkan kekurangan protein tidak karena tergantung dari stadium
dan zat besi akibat pengobatan penyakitnya. Jika sudah ditemukan dalam
konvensional. Mengingat bahaya dari stadium sedini mungkin maka dapat
penyakit kanker serviks seharusnya disembuhkan secara optimal dan perlu
masyarakat dapat berpikir cerdas untuk kontrol kembali untuk mengetahui
menjaga kesehatan reproduksi dan keberhasilan terapinya.
mengikuti program pemerintah yaitu KB
untuk membatasi persalinan agar risiko

SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan Diharapkan dapat mengadakan
Berdasarkan pembahasan yang promosi kesehatan tentang pencegahan
telah diuraikan dari peneliti yang kanker serviks di berbagai tatanan
dilakukan pada wanita yang melakukan pelayanan kesehatan (RS, Puskesmas,
pemeriksaan pap smear di Yayasan Kanker BPS, Klinik swasta) melalui leaflet, serta
Wisnuwardhana Surabaya dapat perlu memotivasi bagi wanita yang sudah
disimpulkan : terkena kanker serviks untuk melakukan
1. Ibu yang melakukan pap smear pengobatan dan bagi wanita yang belum
sebagaian besar memiliki paritas terkena kanker serviks untuk melakukan
multipara (2-4 anak). vaksinasi.
2. Ibu yang melakukan pap smear 2. Bagi peneliti selanjutnya
sebagian kecil menderita kanker Perlu dilanjutkan penelitian yang lebih
serviks lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain
3. Ada hubungan antara paritas dengan yang dapat mempengaruhi terjadinya
kejadian kanker serviks, dimana kanker serviks sehingga dapat mengurangi
kejadian kanker servik terjadi pada ibu kejadian kanker servik
yang berisiko tinggi yaitu ibu yang 3. Bagi masyarakat
mempunyai anak 2-4 anak (multipara) Diharapkan masyarakat khususnya
dan yang memiliki anak lebih dari 4 ibu yang sudah pernah melahirkan untuk
(grandemultipara) mencari informasi tentang bahaya kanker
serviks dan deteksi dini melalui
B. Saran pemeriksaan pap smear, di samping itu
dukungan keluarga untuk memberikan
1. Tempat pelayanan kesehatan motivasi hidup pada wanita yang
menderita kanker serviks.
14 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 8-14

Samadi, Heru Priyanto. (2011). Yes, I Know


Everything About Kanker Serviks. Solo,
DAFTAR PUSTAKA Metagraf
Soeherman, Dedy. (2007). Hubungan
ACCP (2004). Cervical Cancer Prevention Penurunan Kadar Squoamous Cell
Fact Sheet. Available from : Carcinoma Antigen Dengan Respon
http://www.media- Radiasi Histopatologis Pada Karsinoma
indonesia.com/berita/asp [accessed 16 Epidermoid Serviks Uteri Stadium
April 2014]. Lanjut. Tesis. Semarang, Universitas
Aziz, M.F. (2007). Program Pencegahan Diponegoro
Kanker Serviks See and Treat. Jakarta, Suharto. (2007). Hubungan antara
FK UI. Karakteristik Ibu Dengan Partisipasi
Benson, Ralph C. (2008). Buku Saku Obstetri Ibu Melakukan Pemeriksaan Pap Smear
dan Ginekologi 9th ed. Jakarta, EG Di Klinik Adhiwarga PKBI Yogyakarta.
Bobak (2004). Buku Ajar Keperawatan Skripsi. Yogyakarta, Universitas Ahmad
Maternitas. Jakarta, rineka cipta Dahlan
Dalimarta, S. (2004). Deteksi Dini Kanker. Sukaca, Bertiani E. (2009). Cara Cerdas
Jakarta, Penebar Swadaya Menghadapi Kanker Serviks (Leher
Depkes (2008). Buku saku pencegahan kanker Rahim). Jogjakarta, Genius Pratika
servik dan kanker payudara. Available Surbakti, E. (2004). Pendekatan Faktor Risiko
from : Sebagai Rancangan Alternatif dalam
http://www.pppl.depkes.go.id/_.../bukus Penanggulangan Kanker serviks Uteri di
aku_kanker.pdf [accessed 05 Januari RSU Pringadi Medan. Medan, Tesis FK
2014]. USU
Diandana, dr Rama. (2009). Panduan Lengkap Tapan, dr Erik. (2010). Kanker, Antioksidan
Mengenal Kanker. Jogjakarta, Mirza dan Komplemen. Jakarta, Elexmedia
Media Pustaka Varney, Helen (2006). Buku Ajar Asuhan
Dizon, Don S, dkk. (2009). 100 Tanya Jawab Kebidanan Vol 1 Edisi 4. Jakarta, ECG
Mengenai Kanker Serviks. Jakarta, Yatim, dr Faisal. (2008). Penyakit
Indeks Kandungan: Myoma, Kanker
Mahalayati (2010). Solusi murah Untuk
Rahim/Leher Rahim Dan Indung
Cantik, Sehat, Energik. Yogyakarta,
Great publisher Telur, Kista, Serta Gangguan
Manuaba (2002). Kapita Selekta Lainnya. Jakarta, Pustaka Populer
Penatalaksanaan Rutin Obstretri Obor.
Ginekologi/KB 1st ed. Jakarta, Buku
Kedokteran EGC
Manuaba (2008). Ilmu kebidanan, kandungan
dan KB. Jakarta, EGC
Medicastrore (2014). Kanker Leher Rahim
(Serviks). Available from:
http://medicastore.com/penyakit/104/Ka
nker_Leher_Rahim_serviks.html.
[Accessed 05 Januari 2014]

Nurwijaya, dra Hartati, dkk. (2010). Cegah


dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta,
Elex Media Komputindo
Prawirhardjo (2007). Ilmu Kebidanan.
Yogyakarta, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo
Rasjidi, Imam. (2008). Manual Prakanker
Serviks. Jakarta, Sagung Seto
HUBUNGAN ANTARA ISAPAN BAYI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU
MENYUSUI DI RUMAH SAKIT ISLAM JEMURSARI SURABAYA

Tri Aprillia Tauriska, Farida Umamah

Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya – Jl Smea 57 Surabaya


Email : umamahfarida@yahoo.com

Abstract : The correlation between baby’s suck and breast milk production in
breastfeeding mothers in RSI Jemursari Surabaya. The mothers feel reluctant to
breastfeed their babies even though the exclusive breastfeeding has become a government’s
propaganda. The pre-data taken from 15 breastfeeding mothers inform that 60% had a low
breast milk production. Purpose of this study was to find out the correlation between baby’s
suck and breast milk production in breastfeeding mothers in RSI Jemursari Surabaya.The
design of study was analytic-observational done by applying cross sectional approach. The
population involved all breastfeeding mothers as imumnunization visiting the hospital with
their babies, totally 18 people, in which 17 respondents were taken by using probability
sampling technique. The instrument used for collecting the data was a checklist. The
variables used in this study were baby’s suck and breast milk production. The data were
analyzed by using Chi-Square test with the significance level α = 0.05.The result of study
showed that nearly all of the babies (94.1%) sucked correctly, whereas nearly all of the
mothers (88.2%) had sufficient breast milk production. Moreover, the result of statistic test
showed that p = 0.018 with the significance level α = 0.05 so that p < α. It also meant that H0
was rejected. The conclusion of study often the babies suck correctly, breast milk is
produced. Hence, the breastfeeding mothers to still maintaining for breastfeed their baby
with train them how to breastfeed correctly to increase breast milk production.

Abstrak : Hubungan Antara Isapan Bayi Dengan Produksi Asi Pada Ibu
Menyusui Di Rsi Jemursari Surabaya. Masih ada ibu enggan menyusui bayinya walaupun
sudah digalakkan ASI eksklusif. Data awal diperoleh dari 15 ibu menyusui di RSI Jemursari
Surabaya 60% mengatakan produksi ASI-nya kurang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara isapan bayi dengan produksi ASI pada ibu menyusui di RSI Jemursari
Surabaya.Desain yang digunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional.
Populasi semua ibu menyusui yang datang bersama bayinya saat kunjungan imunisasi di RSI
Jemursari Surabaya 18 orang dan didapatkan sampel 17 orang. Teknik yang digunakan
probability sampling. Instrumen penelitian menggunakan checklist. Variabel yang digunakan
isapan bayi dan produksi ASI. Dianalis menggunakan uji Chi Square tidak memenuhi syarat
sehingga dilanjutkan Uji Eksak Fisher dengan tingkat kemaknaan( = 0,05).Hasil penelitian
menunjukkan hampir seluruhnya (94,1%) isapan bayi benar dan hampir seluruhnya (88,2%)
mempunyai produksi ASI cukup. Hasil uji statistik didapatkan bahwa=0,018 dengan tingkat
signifikan =0,05 berarti  maka H0 ditolak. Simpulan dari penelitian semakin sering
bayi mengisap payudara dengan benar, ASI semakin sering diproduksi. Diharapkan bagi ibu
menyusui tetap mempertahankan untuk menyusui bayinya dengan cara menyusui yang benar
untuk meningkatkan produksi ASI.

Kata Kunci : Isapan Bayi, Produksi ASI

15
16 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 15-21

PENDAHULUAN Ibu yang tidak menyusui bayinya memiliki


alasan yaitu mengatakan produksi ASI-nya
Salah satu tujuan pembangunan nasional kurang.
adalah membangun sumber daya manusia Faktor yang mempengaruhi produksi
yang berkualitas agar mereka dapat ASI yaitu : makanan, apabila konsumsi
melanjutkan perjuangan pembangunan makanan ibu secara teratur dan cukup
nasional. Sumber daya manusia yang mengandung gizi yang diperlukan akan
berkualitas tentunya harus dibentuk sejak meningkatkan produksi ASI. Ketenangan
awal. Pemberian ASI dan proses menyusui jiwa dan pikiran, ibu yang selalu dalam
yang benar merupakan sarana yang dapat keadaan ketegangan emosional akan
diandalkan untuk membangun sumber daya menurunkan volume ASI bahkan tidak
manusia. Namun saat ini masih banyak ibu akan terjadi produksi ASI. Anatomis buah
yang mengalami kesulitan untuk menyusui dada, bila jumlah lobus dan lobulus dalam
bayinya, disebabkan kemampuan bayi buah dada berkurang, dengan demikian
untuk menghisap ASI kurang sempurna produksi ASI berkurang. Fisiologi,
sehingga secara keseluruhan proses terbentuknya ASI dipengaruhi hormon
menyusu terganggu. Kemampuan bayi prolaktin yang menentukan dalam hal
untuk menghisap ASI kurang sempurna pengadaan dan mempertahankan sekresi air
disebabkan terganggunya proses alami bayi susu. Isapan anak, isapan bayi yang efektif
untuk menyusu sejak dilahirkan, biasanya akan mengoptimalkan rangsangan ke otak
penolong persalinan selalu memisahkan yang akan memerintahkan untuk
bayi dari ibunya segera setelah lahir untuk memproduksi hormon prolaktin dan
dibersihkan, ditimbang dan diberi pakaian oksitosin. Faktor obat, obat yang
sehingga menyebabkan produksi ASI akan mengandung hormon akan mempengaruhi
berkurang (Shillatuddiniyah, 2013). hormon prolaktin dan oksitosin, akan
Dampak yang terjadi jika ibu tidak mempengaruhi pembentukan dan
menyusui bayinya yaitu terputusnya pengeluaran ASI. Bagi ibu yang dalam
hubungan batin antara sang ibu dan sang masa menyusui tidak dianjurkan
anak, rasa sakit pada payudara yang menggunakan kontrasepsi pil yang
membengkak saat diperah atau saat mengandung hormon estrogen, karena hal
digunakan pompa atau mesin pompa ASI, ini dapat mengurangi jumlah produksi ASI
let down milk reflex ASI tidak kunjung (Kristiyanasari, 2009).
tiba, ketidak-seimbangan antara produksi Upaya yang dapat diterapkan oleh
ASI/hari (Sitepoe, 2013). bidan untuk mendukung menyusui yaitu
Pemberian ASI di Indonesia masih mempunyai kebijakan tertulis tentang
tergolong rendah. Berdasarkan riskesdas menyusui, melatih semua staf pelayanan
2010, angka pemberian ASI eksklusif bagi kesehatan dengan keterampilan untuk
bayi yang berusia dibawah 6 bulan adalah menerapkan kebijakan tersebut,
sebesar 15,3%. Bayi yang menggunakan menjelaskan kepada ibu hamil tentang
susu formula mencapai 27,9%. Pemberian manfaat dan manajemen laktasi, membantu
ASI eksklusif di 51 negara berdasarkan ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam 30
pengukuran indikator yang telah menit setelah melahirkan, memperlihatkan
ditetapkan, Indonesia rangking ke 37 dari kepada ibu bagaimana cara menyusui dan
51 negara (AIMI, 2013). mempertahankannya, tidak memberikan
Data awal yang di peroleh di RSI makan atau minuman apapun selain ASI
Jemursari dengan mewawancarai 15 ibu kepada bayi baru lahir, melaksanakan
yang menyusui pada bulan Maret 2014. rawat gabung, mendukung pemberian ASI
Menunjukkan ibu yang menyusui bayinya tanpa jadwal, tidak memberikan dot atau
terdapat 6 orang (40%) dan ibu yang tidak kempeng, membentuk dan membantu
menyusui bayinya terdapat 9 orang (60%).
Tauriska,Umamah : Hubungan Antara Isapan Bayi Dengan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui 17
Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

pengembangan kelompok pendukung ibu Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui


menyusui (Yuli Astutik, 2014). dari 17 responden hampir seluruhnya
(94.1%) isapan bayi benar
METODE
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Produksi ASI
Desain penelitian yang digunakan adalah Pada Ibu Menyusui di RSI
analitik dengan pendekatan yang Jemursari Surabaya Pada Bulan
digunakan adalah cross sectional, yaitu Juni 2014.
suatu penelitian dimana variabel
independen (isapan bayi) dan dependen
(produksi ASI) diobservasi hanya sekali Produksi ASI Frekuensi %
saja. Populasi dalam penelitian ini adalah Produksi ASI cukup 15 88,2
semua ibu menyusui yang datang bersama Produksi ASI kurang 2 11,8
Jumlah 17 100
bayinya saat kunjungan imunisasi di RSI
Jemursari Surabaya sebesar 18
Pada tabel 2 dapat diketahui dari 17
orang.Sampel adalah sebagian ibu
responden hampir seluruhnya (88.2%)
menyusui di RSI Jemursari Surabaya.
produksi ASI cukup.
Tehnik sampling dilakukan secara
probability sampling dengan teknik simple
Tabel3. Hasil Uji Analisis Isapan Bayi
random sampling dimana semua subyek
Dengan Produksi ASI Pada Ibu
mempunyai kesempatan yang sama untuk
Menyusui di RSI Jemursari
dijadikan sampel dengan cara acak.
Surabaya Pada Bulan Juni 2014.
Variabel independent adalah ispan bayi
dan variabel dependent adalah produksi
ASI. Produksi ASI
Isapa
Data dianalisis dengan menggunakan n Cukup Kurang Total
valu
e
uji statistik Chi Square tidak memenuhi Bayi
syarat sehingga dilanjutkan menggunakan Benar 15 94 1 4 16 100
0,018
Uji Fisher Exact dengan tingkat Tidak 0 0 1 100 1 100
benar
kemaknaan α = 0,05. H0 ditolak jika ρ < α, Total 15 88 2 12 100
asumsi ada hubungan antara isapan bayi
dengan produksi ASI.
Berdasar tabel 3 menunjukkan hasil
HASIL PENELITIAN analisis hubungan isapan bayi dan produksi
ASI diperoleh dari 16 responden isapan
Karakteristik Responden Berdasarkan bayi benar hampir seluruhnya (94%)
Isapan Bayi mempunyai produksi ASI cukup. Dan dari
1 responden yang isapan bayi tidak benar
Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Isapan Bayi seluruhnya (100%) produksi ASI kurang.
Pada Ibu Menyusui di RSI Hasil uji menggunakan uji Chi Square
Jemursari Surabaya Pada Bulan tidak memenuhi syarat sehingga
Juni 2014. dilanjutkan menggunakan Uji Fisher Exact
dengan menggunakan SPSS for windows
Isapan bayi Frekuensi % 16,0 didapatkan hasil=0,018 < =0,05
Isapan benar 16 94,1 maka H0 ditolak artinya ada hubungan
Isapan tidak benar 1 5,9 antara isapan bayi dengan produksi ASI.
Jumlah 17 100
18 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 15-21

PEMBAHASAN kebersihan sehingga memudahkan bayi


saat mengisap.
1. Isapan Bayi Tabel 5.2 dapat diketahui dari 17
responden seluruhnya (100%) memiliki
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 17 bayi dengan berat lahir normal > 2500
responden hampir seluruhnya (94.1%), gram. Berat badan lahir normal > 2500
isapan bayi benar. Hal ini disebabkan gram adalah berat badan yang struktur
hampir seluruhnya ibu menyusui bayinya organnya sudah matur. Reflek dalam
dengan tepat pada saat menyusui, seperti mekanisme isapan bayi sudah baik.
cara menempatkan posisi mulut pada Kemampuan isapan dan menelan juga baik,
payudara, sehingga isapan bayi seluruhnya sehingga saat ibu menyusui bayi dapat
benar. Jika isapan bayi benar maka akan menghisap dengan tepat. Bayi dengan berat
menstimulasi hipotalamus yang akan lahir normal mempunyai reflek mengisap
merangsang kelenjar hipofise anterior dan menelan yang sudah baik. Bayi berat
menghasilkan hormon prolaktin dan lahir rendah mempunyai masalah menyusui
hipofise posterior menghasilkan hormon karena refleks menghisapnya masih relatif
oksitosin. Isapan bayi benar adalah : Mulut lemah yang akan mempengaruhi stimulasi
bayi terbuka lebar, bayi tampak menghisap hormon prolaktin dan oksitosin dalam
kuat, puting susu ibu tidak terasa nyeri memproduksi ASI (Kristiyanasari, 2009).
(Soetjiningsih, 2004). Pipi membulat, lebih Tabel 5.4 dapat diketahui dari 17
banyak areola diatas mulut, menghisap responden hampir seluruhnya (88.2% )
pelan, dalam dan diselingi istirahat, dapat memiliki masa gestasi >34 minggu. Bayi
mendengar suara saat bayi menelan lahir diatas >34 minggu adalah bayi yang
ti a, 2012). Ibu tidak memegang atau sudah mampu hidup diluar kandungan
menyangga payudara, lidah bayi berada karena mempunyai organ-organ yang
dibawah puting susu, terlihat gerakan sendi sudah baik. Sehingga kemampuan
rahang bayi yang aktif dalam menyusu menghisap lebih efektif. Sedangkan bayi
(Suherni, 2009). Faktor yang dengan <34 minggu tidak mempunyai
mempengaruhi isapan bayi adalah bayi kemampuan menghisap secara efektif dan
berat lahir rendah, bayi dengan lidah lemah. Bayi lahir pada masa gestasi >34
pendek dan masa gestasi saat melahirkan minggu dapat mempengaruhi isapan bayi.
(Kristiyanasari, 2009). Hal ini disebabkan bayi yang lahir
Tabel 5.1 dapat diketahui dari 17 prematur (masa gestasi kurang dari 34
responden hampir seluruhnya (82,4%) minggu) sangat lemah dan tidak mampu
memiliki bentuk puting susu menonjol. menghisap secara efektif (Yanti dkk,
Keberhasilan proses laktasi adalah salah 2011).
satunya bentuk puting susu. Bentuk puting
susu yang menonjol akan memudahkan 2. Produksi ASI
bayi saat menyusu, sehingga bayi tidak
mengalami kesulitan mengisap, sedangkan Tabel 5.6 menjelaskan bahwa dari 17
pada puting susu yang tenggelam bayi hampir seluruhnya (88.2%) produksi
mengalami kesulitan mengisap ASI, maka ASInya cukup. Hal ini disebabkan
bayi akan haus dan rewel lalu menangis produksi ASI cukup sangat berperan dalam
karena bayi tidak bisa mengisap dengan proses laktasi. Dengan produksi ASI yang
optimal. Hal ini dipertegas oleh Nasution cukup maka kebutuhan bayi akan
(2005) Perawatan payudara perlu terpenuhi. Tanda bahwa produksiASI
dilakukan selama kehamilan sampai masa cukup yaitu sebelum disusui payudara ibu
menyusui agar puting susu menonjol, terasa tegang, ASI dapat keluar dari puting
melenturkan puting susu, dan menjaga dengan sendirinya, setelah menyusu maka
bayi akan tertidur atau tenang selama 1-2
Tauriska,Umamah : Hubungan Antara Isapan Bayi Dengan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui 19
Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

jam (Yuli Astutik, 2014). Memerah ASI produksi ASI. Dan sebaliknya jika anak
dengan tangan atau pompa ASI berhenti menyusu maka terjadi penurunan
(Chumbley, 2004). ASI.
Tabel 5.3 dapat diketahui dari 17 Saat bayi mulai menghisap ASI,
responden sebagian besar (58,8%) tidak akan terjadi dua reflek yang akan
bekerja. Ibu yang tidak bekerja mempunyai menyebabkan ASI keluar pada saat yang
waktu yang banyak untuk beristirahat, tepat pula, yaitu reflek pembentukan
sehingga ibu tidak terlalu capek dan akan /produksi ASI atau reflek prolaktin yang
mempengaruhi pada pengeluaran hormon dirangsang oleh hormon prolaktin dan
oksitosin dan prolaktin sehingga refleks pengaliran/pelepasan ASI (let
mempengaruhi produksi ASI. Faktor yang down reflex). Bila bayi mengisap puting
turut mempengaruhi pengeluaran dan payudara, maka akan diproduksi suatu
produksi ASI adalah pola istirahat. Apabila hormon yang disebut prolaktin, yang
kondisi ibu capek dan kurang istirahat mengatur sel dalam alveoli agar
maka ASI pun akan berkurang (Riksani, memproduksi air susu. Air susu tersebut
2011). dikumpulkan ke dalam saluran air susu.
Kedua, reflek mengeluarkan (let down
3. Hubungan Antara Isapan Bayi dengan reflex). Isapan bayi juga akan merangsang
Produksi ASI pada Ibu Menyusui produksi hormon lain yaitu oksitosin, yang
membuat sel otot disekitar alveoli
Hasil uji menggunakan uji Chi berkontraksi, sehingga air susu didorong
Square tidak memenuhi syarat sehingga menuju puting payudara. Jadi semakin bayi
dilanjutkan menggunakan Uji Fisher Exact mengisap, maka semakin banyak air susu
dengan menggunakan SPSS for windows yang dihasilkan (Perinasia, 2008).
16,0 didapatkan hasil=0,018 < =0,05 Faktor lain yang mempengaruhi
maka H0 ditolak artinya ada hubungan produksi ASI yaitu status pekerjaan. Ibu
antara isapan bayi dengan produksi ASI di yang tidak bekerja mempunyai waktu yang
RSI Jemursari Surabaya. banyak untuk beristirahat, sehingga ibu
Tabel 5.7 menunjukkan hasil analisis tidak terlalu capek dan akan
hubungan isapan bayi dan produksi ASI mempengaruhi pada pengeluaran hormon
diperoleh 16 responden isapan bayi benar oksitosin dan prolaktin sehingga
hampir seluruhnya (94%) mempunyai mempengaruhi produksi ASI. Apabila
produksi ASI cukup dan yang mempunyai kondisi ibu capek dan kurang istirahat
produksi ASI kurang hanya (6%). Gerakan maka ASI pun akan berkurang (Riksani,
Isapan anak dapat mempengaruhi stimulus 2011).
pada puting susu. Dalam puting susu
terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila
dirangsang, timbul implus menuju SIMPULAN
hipotalamus selanjutnya ke kelenjar
hipofise anterior (bagian depan) sehingga 1. Ibu menyusui di RSI Jemursari Surabaya
kelenjar ini menghasilkan hormon hampir seluruhnya bayinya mengisap
prolaktin. Rangsangan puting susu tidak dengan benar.
hanya diteruskan sampai ke kelenjar 2. Ibu menyusui di RSI Jemursari Surabaya
hipofise anterior, tetapi juga ke kelenjar hampir seluruhnya produksi ASI cukup.
hipofise posterior (bagian belakang), yang 3. Ada hubungan antara isapan bayi dengan
menghasilkan hormon oksitosin. Salah satu produksi ASI pada ibu menyusui di RSI
usaha untuk memperbanyak ASI adalah Jemursari Surabaya.
dengan menyusui anak secara teratur.
Semakin sering anak menghisap puting
susu ibu, maka akan terjadi peningkatan
20 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 15-21

DAFTAR PUSTAKA Novianti, Ratih (2009). Menyusui Itu


Indah. Yogyakarta, Octopus

AIMI (2013). Memberikaan Bayi Anda Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan
ASI. http//aimi-asi.org/pernyataan- Metodologi Penelitian Ilmu
asosiasi-menyusui-indonesia. Keperawatan Pedoman Penulisan
Diakses tanggal 14 April 2014 Skripsi, Thesis dan Instrumen
Penelitian Keperawata, Edisi
Agustina, F. (2012). Bayi Cukup ASI. kedua. Jakarta, Salemba Medika
http//repository.usu.ac.id. Artikel
diakses tanggal 16 Mei 2014 Oktaviani (2012). ASI Eksklusif.
Http//Oktaviani Sc.Blogspot.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Diakses tanggal 14 April 2014
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta, Rineka Cipta Perinasia (2008). Anatomi dan Fisiologi
Laktasi. http://www.scribd.com.
Bahiyatun, (2009). Buku Ajar Asuhan Diakses tanggal 19 April 2014
Kebidanan Nifas Normal. Jakarta,
EGC Ramaiah, Savitri. (2007). Manfaat ASI dan
Menyusui. Jakarta, PT. Bhuana
Chumbley, Jane. (2004). Menyusui. Ilmu Populer Kelompok Graha
Jakarta, Erlangga Medika

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2007). Metode Riksani, Ria. (2011). Keajaiban ASI.
Penelitian Kebidanan dan Teknik Jakarta : Dunia Sehat
Analisis Data. Jakarta, Salemba
Medika Shillatuddiniyah (2013). Hubungan inisiasi
menyusui Dini dengan Kecepatan
Jane, M., Jane, B., Karen, H. (2006). Keluarnya ASI Pada Postpartum
Menyusui. Jakarta, Arcan Di BPS Firda Tuban tahun 2009.
Skripsi dikutip dari http//
Jannah, Nurul (2011). Asuhan Kebidanan Shillatuddiniyah.blogspot.
Ibu Nifas. Jogjakarta, Ar-Ruzz Diakses tanggal 26 Mei 2014

Khasanah, Nur (2012). ASI atau Susu Sitepoe, Mangku. (2013). ASI Eksklusif.
Formula Ya?. Jogjakarta, Jakarta, PT Indeks
FlashBooks
Soetjiningsih (2004). ASI Pe tunjuk Untuk
Kristiyanasari, Weni (2009). ASI, Tenaga Kesehatan. Jakarta, EGC
Menyusui dan Sadari.
Yogyakarta, Nuha Medika Suherni, Hesty,W., Anist, R.(2009).
Perawatan Masa Nifas, Cetakan
Majid (2004). Menyusui ASI Eksklusif. ke-IV. Yogyakarta, Penerbit
Jurnal. Sumatera Utara : Fitramaya
Universitas Sumatera Utara
Yanti, D. Sundawati, D. (2011). Asuhan
Notoadmojo, Soekidjo (2005). Metodologi Kebidanan Masa Nifas. Bandung,
Penelitian Kesehatan. Jakarta, PT Rafika Aditama
Rineka Cipta
Tauriska,Umamah : Hubungan Antara Isapan Bayi Dengan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui 21
Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

Yuli Astutik, Reni. (2014). Payudara dan


Laktasi. Jakarta, Salemba Medika
PENDAMPINGAN SUAMI TERHADAP KELANCARAN PROSES PERSALINAN
DI BPM ARIFIN S SURABAYA

Irmah Nur Lailia*, Fauziyatun Nisa**

(UNUSA, FKK, Prodi D III Kebidanan – Jl. Smea 57 Surabaya)


Email : fauziyatun.nisa@unusa.ac.id

Abstract : The continuity of laboring process can be seen from the length of delivery takes
and do not undergo complications during childbirth. In fact, there are many women who have
suffered due to an excessive fearness therefore they had labor disfluencies which can be
hindering the delivery process of laboring. This study aims to determine the relationship
between mentoring husband with the continuity of labor process in BPM Arifin S
study is all women who is giving birth in the moment of January to May with 142
respondents. The sampling technique using simple random sampling, 61 respondents. The
independent variable (mentoring husband) with the dependent variable (continuity laboring
process). The collecting data using partograf. Data anlysis using Chi-Square α = 0.05.The
results showed that 85.3%of respondents who accompanied by husband during laboring
process, they will have precious continuity of laboring. The results of chi-square test with α =
0.05 is ρ = 0.000 obtained significant ρ < α Ho have been ignored, it means that there is a
relation between accompanied husband and the continuity laboring process.The concusions
of this study, there is a relation between accompanying by husband while laboring process
and a fluency of laboring process. Unaccompanied by husband while labor process will
increase the risk uncontinuity of laboring process. Hence, this is truly necessary for husband
having counseling about the importance of accompanying mothers while laboring process.

Abstrak : Kelancaran proses persalinan dapat dilihat dari lamanya proses persalinan
berlangsung serta tidak mengalami komplikasi saat persalinan. Kenyataannya, masih banyak
ibu bersalin yang mengalami ketidaklancaran proses persalinan dikarenakan mengalami
ketakutan yang berlebih sehingga menghambat proses persalinan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara pendampingan suami dengan kelancaran proses
persalinan di BPM Arifin S Surabaya.Desain yang digunakan bersifat analitik dengan
rancang bangun penelitian cross sectional. Populasi penelitian yaitu semua ibu bersalin pada
bulan Januari-Mei sebesar 142 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple
random sampling, sebesar 61 responden. Variabel independen (pendampingan suami) dengan
variabel dependen (kelancaran proses persalinan). Pengumpulan data menggunakan
partograf. Analisa data dengan menggunakan uji chi-square dengan α = 0,05.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 85,3% responden yang didampingi selama proses persalinan mengalami
kelancaran. Hasil uji chi-square dengan α = 0,05 didapat nilai ρ = 0,000 yang berarti ρ < α,
H0 ditolak, artinya ada hubungan antara pendampingan suami dengan kelancaran proses
persalinan.
Simpulan penelitian ini ada hubungan antara pendampingan suami dengan kelancaran
proses persalinan. Persalinan tanpa pendamping akan menambah resiko terjadinya persalinan
tidak lancar. Oleh karena itu perlu adanya penyuluhan pada suami mengenai pentingnya
pendampingan ibu bersalin.

Kata kunci : pendampingan suami, kelancaran proses persalinan.

22
Lailia,Nisa : Pendampingan Suami Terhadap Kelancaran Proses Persalinan Di BPM Arifin S Surabaya 23

PENDAHULUAN berjalan tidak lancar atau mengalami


Penurunan angka kejadian komplikasi kesulitan dan perpanjangan kala.
persalinan diperlukan peran serta keluarga Faktor-faktor yang mempengaruhi
(terutama suami), hal ini sejalan dengan kelancaran proses persalinan diantaranya
kebijakan dan strategi pemerintah dalam adalah : power (his, tenaga meneran),
rangka menurunkan angka kejadian passage, passenger (janin, plasenta), psikis
komplikasi persalinan di Indonesia melalui (salah satunya dipengaruhi oleh
program MPS (Making Pregnancy Safer). pendamping persalinan), posisi, tempat
Hasil yang diharapkan dari strategi persalinan, dan penolong. Seorang ibu
tersebut adalah meningkatkan peran aktif yang memasuki masa persalinan akan
keluarga selama kehamilan dan persalinan muncul perasaan takut, khawatir, ataupun
(Depkes, 2004). cemas. Ketakutan yang sering dirasakan
Kelancaran proses persalinan dapat oleh ibu yang melahirkan, disebabkan oleh
dilihat dari lamanya proses persalinan ketakutan dengan kondisi janinnya dan
berlangsung serta tidak mengalami ketakutan akan rasa sakit. Rasa takut
hambatan dan komplikasi saat persalinan tersebut akan menimbulkan stress dan
(Asrinah, 2010). Pada kenyataannya, memacu keluarnya hormon adrenalin yang
masih banyak ibu bersalin yang akan mengakibatkan penyempitan
mengalami ketidaklancaran proses pembuluh darah dan mengurangi aliran
persalinan yakni melewati garis waspada darah yang membawa oksigen ke rahim
pada lembar observasi partograf. Hal ini sehingga terjadi penurunan kontraksi
dikarenakan banyak ibu bersalin yang rahim yang dapat menghambat proses
mengalami ketakutan dan kecemasan yang persalinan. Kondisi ini akan meningkatkan
berlebih sehingga mengganggu kontraksi angka komplikasi persalinan seperti
yang dapat menghambat proses persalinan. perdarahan dan infeksi yang akan
Menurut Thaibatun Nisa dalam menyebabkan peningkatan angka kematian
penelitiannya berjudul “Hubungan Peran ibu.
Suami Terhadap Proses Kelancaran Persalinan sebagian besar dapat
Persalinan Normal Pada Ibu Primipara Di berjalan lancar, tetapi bukan berarti tanpa
Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya” bahaya karena perubahan keadaan dapat
didapatkan hasil bahwa ibu bersalin yang terjadi setiap saat yang membahayakan ibu
mendapatkan dukungan fisik yang baik, maupun janin. Dengan demikian setiap
sebesar 76% mengalami kelancaran proses persalinan selalu memerlukan pengawasan
persalinan dan 24% mengalami proses sehingga pertolongan yang tepat dapat
persalinan tidak lancar. Sedangkan ibu diberikan. Kehadiran seorang pendamping
bersalin yang mendapatkan dukungan persalinan selama proses persalinan akan
psikis yangbaik, sebesar 84% mengalami membawa dampak yang baik, karena dapat
kelancaran proses persalinan dan 16% memberikan rasa nyaman, aman.
lainnya mengalami proses persalinan tidak Semangat serta dukungan emosional yang
lancar. Berdasarkan studi pendahuluan dapat membesarkan hati, mengurangi rasa
yang telah dilakukan pada tanggal 24 - 28 sakit dan mempercepat proses persalinan
Maret 2014 di BPM Ny. Arifin S dengan (Latipun, 2010).
mengambil 6 responden didapatkan 3 Persalinan yang tidak didampingi akan
orang (50%) ibu yang bersalin didampingi menimbulkan dampak perasaan takut yang
suami dan proses persalinan berjalan dapat menimbulkan ketegangan sehingga
lancar tanpa komplikasi dan tidak menyebabkan gangguan his, dan akhirnya
melewati garis waspada pada partograf, 3 persalinan berjalan tidak lancar.
orang lainnya (50%) tidak didampingi Pendamping persalinan memegang
suami didapatkan proses persalinan peranan penting dalam proses kelahiran.
Dukungan yang penuh kasih mengurangi
24. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal.22-28

kebutuhan ibu terhadap obat pereda nyeri artinya ada hubungan antara
dan campur tangan medis dalam pendampingan suami dengan kelancaran
persalinannya (Nolan, 2004) proses persalinan.
Kebijakan di tempat bersalin
mengijinkan suami atau anggota keluarga HASIL DAN PEMBAHASAN
lainnya menemani ibu waktu bersalin.
Bidan harus selalu mengingatkan dari awal Karakteristik responden berdasarkan
pada suami, bahwa pendampingan suami pendampingan suami saat persalinan
akan berpengaruh pada proses persalinan
istrinya. Bidan juga memberikan Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan
pengarahan bahwasanya, seorang ibu pendampingan suami di BPM Arifin S
hamil pasti akan mengalami katakutan bulan Januari-Mei 2014.
tersendiri menjelang proses persalinan, dan No Pendampinga Jumla Persentas
jika pada saat persalinan ada pendamping . n Suami h e (%)
sudah bisa dipastikan ibu akan merasa 1. Didampingi 34 55,7
tenang, aman dan nyaman karena ada 2. Tidak 27 44,3
suami yang mendampinginya. didampingi
Jumlah 61 100
METODE Sumber : Data Sekunder
Jenis penelitian yang akan digunakan
adalah analitik dengan tujuan untuk Berdasarkan tabel 1. menunjukkan
mencari hubungan pendampingan suami bahwa sebagian besar (55,7%) responden
dengan kelancaran proses persalinan di didampingi suami saat proses persalinan.
BPM Arifin S. Berdasarkan waktunya,
desain penelitian yang digunakan adalah Tabel 2. Distribusi frekuensi berdasarkan
Cross Sectional, yaitu dimana variabel kelancaran proses persalinan di BPM
independen dan dependen diobservasi Arifin S bulan Januari-Mei 2014
sekaligus pada waktu yang sama. Populasi No. Kelancaran Jumlah Persentase
penelitian ini adalah semua ibu yang Proses (%)
bersalin pada bulan Januari-Mei 2014 di Persalinan
BPM Arifin S dengan jumlah persalinan 1. Lancar 36 59,0
sebesar 142 orang.Sampel pada penelitian 2. Tidak lancar 25 41,0
ini adalah sebagian ibu yang bersalin pada Jumlah 61 100
bulan Januari-Mei 2014 di BPM Arifin S Sumber : Data Sekunder
Surabaya. Dalam penelitian ini
pemilihan sampel dilakukan secara Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
probability sampling dengan teknik simple bahwa sebagian besar (59,0%) responden
random sampling, dimana semua ibu yang mengalami persalinan lancar.
bersalin di BPM Arifin S mendapatkan Tabulasi silang hubungan antara
kesempatan yang sama dalam pemilihan pendampingan suami dengan kelancaran
responden setelah dilakukan pengundian proses persalinan
atau acak. Data ini menggambarkan variabel yang
Dalam analisis data pada penelitian ini diukur dan disajikan dalam bentuk tabulasi
menggunakan uji signifikansi yang silang, data tersebut meliputi hubungan
bertujuan untuk mengetahui keeratan antara pendampingan suami dengan
hubungan antara variabel digunakan uji kelancaran proses persalinan dapat dilihat
korelasi chi square dengan kemaknaan α = pada tabel 3 berikut ini :
0,05, kemudian dianalisis dengan bantuan
perhitungan komputer SPSS for windows.
Bila didapatkan ρ < α maka H0 ditolak
Lailia,Nisa : Pendampingan Suami Terhadap Kelancaran Proses Persalinan Di BPM Arifin S Surabaya 25

Tabel 3. Hubungan antara pendampingan melahirkan itu sendiri, mengurangi


suami dengan kelancaran proses persalinan kebutuhan tindakan medis.
di BPM Arifin S Surabaya. Pendampingan suami saat persalinan
Pendampingan Kelancaran Jumlah mempunyai peranan penting bagi ibu
Suami Proses karena dapat mempengaruhi psikologis
Persalinan ibu. Kondisi psikologis yang nyaman,
Lancar Tidak rileks dan tenang dapat terbentuk melalui
Lancar dukungan kasih sayang keluarga. Bentuk
n (%) n (%) Σ (%) dukungan bisa berupa support mental,
Didampingi 29 5 34 berbagi pengalaman saat menjalani proses
Tidak (85,3) (14,7) (100) persalinan, atau hal-hal positif lain,
didampingi 7 20 27 sehingga berpengaruh pada kekuatan ibu
(25,9) (74,1) (100) saat melahirkan bayinya. Menurut Bobak
Jumlah 36 25 61 (2005) peran pendamping persalinan
(59,0) (41,0) (100) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
sosial ekonomi, budaya, lingkungan,
Berdasarkan tabel 3.telah didapatkan pengalaman, umur, dan pendidikan.
data hasil penelitian dimana dari 34 ibu Pengalaman ibu bersalin dapat
bersalin yang didampingi suami saat mempengaruhi kebutuhan ibu akan
proses persalinan hampir seluruh (85,3%) pendampingan saat melahirkan. Pada tabel
responden mengalami proses persalinan 5.3 didapatkan bahwa dari 61 responden
yang lancar. Sedangkan dari 27 ibu sebagian besar (62,3%) adalah ibu
bersalin yang tidak didampingi suami saat multigravida. Karena ibu merasa bahwa
proses persalinan sebagian besar (74,1%) pada persalinan yang lalu ketika
mengalami proses persalinan yang tidak didampingi suami, ibu merasa lebih
lancar. nyaman, rileks, dan tenang sehingga ibu
Hasil perhitungan menggunakan uji Chi ingin didampingi suami kembali saat
Square didapatkan nilai ρ = 0,000 dan α = proses persalinan yang sekarang. Hal ini
0,05. Karena ρ (0,000) < α (0,05), maka sesuai dengan teori Richard dan Diane
hipotesis nihil (H0) ditolak yang artinya (2009) bahwa keadaan psikologis ibu akan
ada hubungan antara pendampingan suami mempengaruhi proses persalinan sehingga
dengan kelancaran proses persalinan. dibutuhkan dukungan dari seorang suami
minimal berupa sentuhan dan kata-kata
PEMBAHASAN pujian yang dapat membuat nyaman,
1. Pendampingan Suami memberi penguatan, dan meningkatkan
Hasil penelitian pada tabel 5.4 keharmonisan keluarga.
menunjukkan bahwa sebagian besar Pendidikan ibu juga dapat
(55,74%) ibu bersalin saat proses mempengaruhi kebutuhan pendampingan
persalinan didampingi oleh suami. Suami suami saat melahirkan. Tabel 5.2
adalah anggota keluarga ibu yang paling menunjukkan bahwa sebagian besar
dekat dan lebih mengerti kebutuhan ibu (75,4%) responden berpendidikan
yang sangat membutuhkan dukungan menengah (SMA). Semakin tinggi
emosional dan fisik pada saat proses pendidikan, semakin tinggi pula
persalinan. Sesuai dengan pendapat pengetahuan yang dimiliki seseorang. Ibu
Rohma (2010) bahwa dukungan yang terus yang berpendidikan menengah keatas,
menerus dari seorang pendamping memiliki pengetahuan yang cukup
persalinan kepada ibu selama proses sehingga lebih mudah menangkap
persalinan dan melahirkan dapat informasi termasuk pengetahuan tentang
mempermudah proses persalinan dan pentingnya pendampingan suami saat
proses persalinan. Sehingga diharapkan
26. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal.22-28

kondisi ibu menjadi lebih baik. Sesuai 35 tahun merupakan masa subur atau
dengan teori Notoatmodjo (2007) produktif dimana organ-organ reproduksi
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat sudah sempurna. Dan menurut
pendidikan seseorang akan semakin mudah Lowdermilk (2013), usia lebih dari 35
dia menyerap informasi yang diterima. tahun beresiko terhadap gangguan atau
2. Kelancaran proses persalinan komplikasi yang dapat mempengaruhi
Hasil penelitian pada tabel 5.5 kehamilan dan persalinan.
menunjukkan bahwa sebagian besar
(59,0%) ibu bersalin mengalami proses 3. Hubungan antara pendampingan suami
persalinan yang lancar. Persalinan yang dengan kelancaran proses persalinan
lancar dapat dilihat pada lembar partograf. Hasil tabulasi silang pada tabel 5.6
Pada kala I, persalinan dikatakan lancar didapatkan bahwa dari 34 ibu bersalin
apabila tidak melewati garis waspada pada yang didampingi suami saat proses
kolom pembukaan serviks. Sedangkan, persalinan hampir seluruh (85,3%)
pada kala II dilihat dari waktu pembukaan mengalami persalinan yang lancar dan
serviks lengkap sampai bayi lahir. Kala III sebagian kecil (14,7%) mengalami proses
dapat dilihat pada data persalinan, lama persalinan yang tidak lancar. Sedangkan
kala III tidak boleh lebih dari 30 menit. dari 27 ibu bersalin yang tidak didampingi
Dari 61 responden, ada hampir setengah suami pada saat proses persalinan sebagian
(49,0%) responden mengalami persalinan besar (74,1%) mengalami proses
yang tidak normal. Pada kala I terdapat 21 persalinan yang tidak lancar dan sebagian
responden yang pada partografnya kecil (25,9%) mengalami proses persalinan
melewati garis waspada, 2 responden yang yang lancar. Dianalisis dengan uji chi-
mengalami ketidaklancaran pada kala II, 1 square didapatkan hasil ρ = 0,000 dan α =
responden pada kala III dan 2 responden 0,05. Karena ρ (0,000) < α (0,05), maka
mengalami komplikasi perdarahan. hipotesis nihil ditolak berarti ada
Kelancaran proses persalinan hubungan antara pendampingan suami
dipengaruhi oleh beberapa faktor dengan kelancaran proses persalinan atau
diantaranya : power, passage, passenger, dengan kata lain ibu bersalin yang
psikis, dan posisi (Lowdermilk, 2013). didampingi oleh suami selama proses
Salah satu faktor yang mempengaruhi persalinan akan berjalan lancar sedangkan
proses persalinan adalah power. Kekuatan ibu bersalin tidak didampingi suami
berasal dari perubahan fisiologis ibu cenderung terjadi proses persalinan yang
bersalin itu sendiri dan dari tenaga tidak lancar.
meneran ibu. Seorang ibu bersalin Hal ini menunjukkan bahwa
memerlukan tenaga meneran yang kuat pendampingan suami pada saat persalinan
untuk membantu memperlancar proses berpengaruh dengan kelancaran persalinan
persalinannya. Kekuatan untuk meneran ibu, karena secara tidak langsung
dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin tua kehadiran seorang suami memberikan
usia ibu bersalin, maka kondisi tubuh ibu dampak positif pada psikologis ibu
bersalin semakin melemah. sehingga proses persalinan dapat berjalan
Hasil penelitian pada tabel 5.1 lancar. Hal-hal yang dilakukan
menunjukkan bahwa hampir seluruhnya pendamping persalinan adalah memberi
(86,9%) ibu yang bersalin berusia 20-35 makan minum, mengatur posisi ibu
tahun yang dikenal dengan usia produktif, senyaman mungkin, mengusap punggung
sehingga ibu masih cukup kuat untuk ibu, bersama-sama dengan ibu melakukan
meneran saat persalinan dan memiliki latihan relaksasi, serta membantu
resiko terjadi komplikasi yang kecil pada kebutuhan ibu dan mendengarkan keluhan
saat persalinan. Ini sesuai dengan teori yang dirasakan ibu bersalin saat ada his.
Wiknjosastro (2005), bahwa pada usia 20- Ini sesuai dengan teori Indrayani (2013)
Lailia,Nisa : Pendampingan Suami Terhadap Kelancaran Proses Persalinan Di BPM Arifin S Surabaya 27

yang mengatakan bahwa kehadiran ibu bersalin didampingi suami tetapi ibu
seorang pendamping persalinan secara sendiri tidak siap saat menghadapi
terus menerus akan membawa dampak persalinan sehingga ibu tidak tenang, hal
yang baik pada proses persalinan karena tersebut akan berpengaruh pada
dapat memberikan rasa aman, nyaman dan psikologisnya yang mengakibatkan
semangat serta dukungan emosional yang persalinan berjalan tidak lancar. Sesuai
juga dapat membesarkan hati ibu, dengan Simkin, dkk (2005) ketakutan,
mengurangi rasa sakit dan mempercepat kesendirian, stress atau kemarahan yang
proses persalinan. berlebihan dapat menyebabkan
Pendamping persalinan tidak mutlak pembentukan katekolamin (hormon stress)
sebagai faktor utama dalam lancar dan menimbulkan kemajuan persalinan
tidaknya proses persalinan, namun jika hal menjadi tidak lancar.
ini diabaikan maka akan berpengaruh pada
psikis ibu karena saat persalinan ibu SIMPULAN
bersalin sangat membutuhkan dukungan,
semangat dari pendamping terutama 1. Ibu bersalin di BPM Arifin S Surabaya
suaminya. Sesuai dengan pendapat yang sebagian besar didampingi suami saat
dikemukakan oleh Penny Simkin dan Ruth proses persalinan.
Ancheta (2005) bahwa pendamping 2. Ibu bersalin di BPM Arifin S
persalinan bukan merupakan faktor Surabaya sebagian besar mengalami
internal, tetapi secara tidak langsung proses persalinan yang lancar.
sangat berpengaruh terhadap psikis ibu 3. Ada hubungan antara pendampingan
sehingga dapat memberikan ketentraman suami dengan kelancaran proses
pada hati ibu. persalinan di BPM Arifin S.
Jika selama proses persalinan ibu tidak
ada dukungan dan semangat dari DAFTAR PUSTAKA
pendamping maka waktu persalinan dapat Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
berjalan lama dan jika sudah melebihi Penelitian Suatu Pendekatan
garis waspada maka dapat berpengaruh Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
juga bagi keselamatan bayi. Hal ini sesuai Asrinah. 2010. Asuhan Kebidanan Masa
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Simkin dkk, (2005) jika proses Bobak, Irene. 2004. Buku Ajar
persalinannya tidak didampingi biasanya Keperawatan Maternitas. Jakarta :
ibu bersalin ini akan merasa takut, cemas, EGC.
merasa tidak aman dan nyaman sampai Depkes RI. 2004. Catatan tentang
akhirnya dia akan merasa putus asa karena Perkembangan dalam Praktek
tidak ada yang memberikan semangat, Kebidanan. Jakarta : Depkes RI.
sehingga timbul perasaan tegang. Hal ini Indrayani, Djami. 2013. Asuhan
akan menghambat proses persalinan yang Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
akibatnya stres pada ibu dan bayi dapat Jakarta : TIM.
terjadi, sehingga persalinan menjadi tidak Latipun. 2010. Psikologi Konseling.
lancar. website :
Pada hasil penelitian didapatkan ibu www.cdc.gov/pendamping-
bersalin yang didampingi suami masih ada persalinan/training/glossary diakses
yang mengalami proses persalinan yang pada tanggal 16 Mei 2014.
tidak lancar. Hal ini terjadi kemungkinan Lowdermilk, dkk. 2013. Keperawatan
ada faktor lain yang mempengaruhi Maternitas edisi 8 buku 1. Jakarta :
lancarnya proses persalinan yaitu Salemba Medika.
psikologis dan kesiapan ibu saat Manuaba, IBG. 2007. Pengantar Kuliah
mengahadapi persalinan. Karena meskipun Obstetri. Jakarta : EGC.
28. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal.22-28

Mukhoirotin, Khusniyah. 2010. Pengaruh Simkin, Ancheta. 2005. Buku Saku


Pendampingan Suami Terhadap Persalinan. Jakarta : EGC.
Kecemasan Ibu Pada Proses Sulistyawati, Ari. 2010. Asuhan
Persalinan Kala I (Fase Laten- Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Fase Aktif). website : Jakarta : Salemba Medika.
www.journal.unipdu.ac.id diakses Sumarah, Widyastuti. 2009. Perawatan
pada tanggal 20 Mei 2014. Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan
Nolan, Mary. 2004. Kehamilan dan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta :
Melahirkan. Jakarta : Arcan. Fitramaya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pendidikan Ujiningtyas, Sri Hari. 2009. Asuhan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Keperawatan Persalinan Normal.
Rineka Cipta. Yogyakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Kebidanan. Jakarta : EGC.
Rineka Cipta. Waspodo, Djoko. 2008. Asuhan
Purnomo, Windhu. 2012. 36 Langkah Persalinan Normal. Jakarta :
Praktis Sukses Menulis Karya Tulis JNPK-KR.
Ilmiah. Surabaya : Revka Petra Wibowo, Arif, Lutfi Agus Salim. 2004.
Medika. Implementasi Gerakan Suami
Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Siaga di Kabupaten Nganjuk
pada Masa Persalinan. Jakarta : Propinsi Jawa Timur. Surabaya :
Salemba Medika. Lembaga Penelitian Universitas
Rohma, Nikmatur. 2010. Pendidikan Airlangga Surabaya.
Prenatal Upaya Promosi Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu
Kesehatan Bagi Ibu Hamil. Jakarta Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
: Gramata Publishing.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI PROGRAM DETEKSI DINI
KANKER SERVIKS MELALUI PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM
ASETAT) DI PUSKESMAS WILAYAH KOTA SURABAYA

Fritria Dwi Anggraini


(UNUSA, FKK, Prodi D III Kebidanan – Jl. Smea 57 Surabaya)
Email : fritria@unusa.ac.id

ABSTRACT
Cervical cancer detection program through an examination of the IVA has been
implemented in all health centers in Surabaya since 2010. Target of this program are 80 % WUS
and the target examination at least 25 people per month , but the achievement only 3-4 people
permonth. The purpose of research is to analyze the factors that affect the implementation of
IVA’s programs in healthcare centers in Surabaya .Research conducted observational analytic
cross sectional approach . The study population was responsible for IVA program at the health
center for 52 people with a total sampling . The data was collected through interviews with
questionnaire . Analyzed using T test track with the program VPLS.
The results showed IVA program by parent centers in the city of Surabaya 57.7 % poor ,
51.9 % of communication is not good , the attitude of the respondents 55.8 % positive /
supportive IVA program, character health centers provide less at 53.8 % support , understanding
of the standard and target 51.9 % less understand . Based on the test results showed that the
communication model of the structure , characteristics and health centers responsible attitude
directly affects the implementation of the program , while managing and understanding of the
standard target indirectly influence the IVA program implementation through communication
and attitud. Taken together these five factors influence the implementation of the IVA program
with a contribution of 82.7 % which is the most influential variable is communication.

Keywords : Early detection of cervical cancer, program implementation

ABSTRAK
Program deteksi kanker serviks melalui pemeriksaan IVA diberlakukan di seluruh
puskesmas induk di Surabaya sejak 2010. Target sasaran 80% WUS dan minimal tiap puskesmas
di Surabaya 25 orang perbulan, tetapi pencapaian puskesmas hanya 3-4 orang perbulan. Tujuan
penelitian menganalisis faktor yang mempengaruhi implementasi program IVA di puskesmas
wilayah Kota Surabaya. Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian
adalah penanggungjawab program IVA di seluruh Puskesmas induk yang melaksanakan program
IVA sebanyak 52 orang. Pengumpulan data melalui wawancara terstruktur. Analisis data dengan
analisis jalur uji T pada program VPLS (Visual Partial Least Square)
Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan program IVA oleh puskesmas induk di wilayah
Kota Surabaya 57,7% kurang baik dalam pemetaan sasaran, penyuluhan dan cakupan
pemeriksaan. Komunikasi sebesar 51,9% kurang khususnya tentang kejelasan. Sikap responden
55,8% positif/mendukung program IVA. Karakter dukungan puskesmas sebesar 53,8% kurang
mendukung dalam implementasi program IVA, pemahaman tentang standar dan sasaran 51,9%
kurang memahami status dan SPM dari program IVA. Hasil uji struktur model didapatkan bahwa
komunikasi, karakteristik dukungan puskesmas dan sikap penanggungjawab berpengaruh secara
langsung, sedangkan sumberdaya dan pemahaman tentang standar sasaran berpengaruh secara
tidak langsung terhadap implementasi program IVA, melainkan melalui komunikasi dan sikap.
Secara bersama-sama kelima faktor berpengaruh terhadap implementasi program IVA dengan
kontribusi sebesar 82,7% dimana variabel yang paling berpengaruh adalah komunikasi.

Kata Kunci : Deteksi dini kanker servik, Implementasi program

29
30. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 29-40

PENDAHULUAN Dinas Kesehatan Provinsi Jawa


Timur mulai menggerakkan pemeriksaan
Kanker serviks atau kanker leher pemeriksaan kanker serviks oleh
rahim adalah penyakit keganasan dari puskesmas sejak tahun 2007, namun
leher rahim (serviks) yang disebabkan belum dilaksanakan secara optimal,
oleh virus HPV (Human Papiloma Virus). kemudian tahun 2010 Dinkes Propinsi
Diseluruh dunia, penyakit ini merupakan Jawa Timurdan Dinkes Kota (DKK)
jenis kanker ke dua terbanyak yang Surabaya berkoordinasi dengan sektor
diderita perempuan setelah kanker terkait serta jejaring kanker untuk
payudara namun menjadi penyebab melakukan program deteksi dini kanker
pertama kematian perempuan akibat serviks sesuai dengan Kepmenkes No
kanker.i Angka kejadian mencapai hampir 796/menkes/VII/2010 dan ditetapkan
20 juta penderita per tahun dan 90% kepada seluruh puskesmas induk.
diantaranya terjadi di negara Program ini mulai dilakukan di kota
berkembangseperti Asia selatan, Asia Surabaya, Malang, Gresik dan Kediri,
tenggara, Amerika bagian tengah dan kemudian akan dikembangkan ke semua
selatan serta Afrika timur.2 kabupaten/kota di Jawa Timur. Kegiatan
Di Indonesia Angka kejadian kanker meliputi penyuluhan kepada masyarakat
serviks terus meningkat setiap tahunnya dan deteksi dini kanker serviks dengan
dengan peningkatan ±15.000 kasus, dan metode IVA.
7493 diantaranya berakhir dengan Berdasarkan survey pendahuluan
kematian sebab hampir 70% kasus baru yang diperoleh penulis melalui
ditemukan sudah dalam keadaan stadium wawancara dengan Sie Pelayanan
lanjut. Tingginya kejadian kanker serviks Kesehatan Dasar KIA DKK Surabaya
di Indonesia tersebut merupakan angka selaku pemegang program IVA dan 4
kejadian kanker serviks tertinggi di orang penanggungjawab program IVA
dunia.3 dipuskesmas, didapatkan pada tahun
Kasus terbanyak di Indonesia 2010-2011dari 62 Puskesmas induk,
ditemukan di Jawa Timur. Dari laporan program ini hanya dilaksanakan oleh 23
POSA (Poli Onkologi Satu Atap) RSUD (37%) puskesmas dengan cakupan
Dr.Soetomo didapatkan kasus mencapai pemeriksaan sebesar 20,4%dari sasaran
2.879 kasus pada tahun 2011 dan 3780 yang sudah dilakukan penyuluhan, bukan
pada tahun 2012, setiap hari ditemukan 8- dari seluruh sasaran. Pada tahun 2012
10 kasus baru dan dalam 3 tahun terakhir DKK Surabaya menetapkan Standar
(2010-2012) terjadi peningkatan jumlah Pelayanan Minimal (SPM) pemeriksaan
pasien baru kanker serviks berturut-turut IVA untuk seluruh puskesmas induk
1263, 1758 dan 1691 dengan jumlah wilayah Surabaya yaitu cakupan
kematian 40 kasus. pemeriksaan minimal 25 pasien/bulan
Kanker serviks dapat dicegah dan untuk setiap Puskesmas. Pada tahun 2011-
diobati jika ditemukan/dideteksi pada 2012 yang melaksanakan program ini
stadium dini. WHO merekomendasikan meningkat menjadi 56 puskesmas namun
seluruh wanita yang aktif berhubungan hanya 3 puskesmas yang mencapai target
seks untuk melakukan deteksi dini karena SPM sedangkan 53 puskesmas
kunci keberhasilan program pengendalian diantaranya cakupan berada dibawah
kanker adalah pada penapisan yang efektif target minimal yang ditetapkan dengan
dan penanganaan sedini mungkin. Metode rata-rata cakupan 7-8
skrining deteksi dini kanker serviks dapat orang/bulan/puskesmas, dan 6 puskesmas
dilakukan melalui Tes Pap smear dan lainnya cakupan 0% dan belum dilakukan
inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). penelusuran maupun tindak lanjut dari
capaian tersebut.
Anggraini : Faktor yang mempengaruhi implementasi program deteksi dini kanker serviks melalui 31
pemeriksaan IVA ( inspeksi visual asam asetat ) di puskesmas wilayah kota surabaya

Berdasarkan latar belakang yang struktur (Inner Model) dan model


telah penulis uraikan di atas maka dapat pengukuran (Outer Model).
dirumuskan permasalahan kurang
optimalnya pelaksanaan program deteksi HASIL PENELITIAN
dini kanker serviks di puskesmas, hal
tersebut terlihat dari kurangnya kegiatan Implementasi Program IVA di
penyuluhan kemasyarakat serta rendahnya Puskesmas
cakupan pemeriksaan IVA di puskesmas Implementasi program deteksi dini
yang masih jauh berada dibawah target kanker serviks yang dilakukan oleh
baik target SPM. puskesmas meliputi persiapan,
Dapat di katakan pelaksanaan pelaksanaan dan pencatatan pelaporan.
program deteksi dini kanker serviks Tabel 1. Implementasi program IVA
melalui pemeriksaan IVA di puskesmas program IVA di Puskesmas
belum optimal namun belum dilakukan wilayah Surabaya, tahun 2013
penelusuran maupun tindak lanjut dari Implementasi Frekuensi Persentase
capaian tersebut, untuk itu penting Baik 22 42,3
dilakukan analisa terhadap faktor faktor Kurang 30 57,7
berpengaruhi terhadap implementasi Jumlah 52 100,0
program deteksi dini kanker serviks di
puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Tabel 2 menunjukkan bahwa
Kota Surabaya. implementasi puskesmas dalam program
deteksi dini kanker serviks sebagian besar
METODE PENELITIAN 57,7 % kurang baik.

Penelitian dilakukan secara observasional Komunikasi Dalam Implementasi


analitik dengan pendekatan cross Program IVA
sectional. Unit analisis penelitian
puskesmas induk yang sudah Komunikasi dalam penelitian ini
melaksanakan program IVA, populasi merupakan penyampaian
penanggungjawab program IVA di informasi/sosialisasi tentang IVA baik
Puskesmas sebesar 52 orang dengan cara antara DKK Surabaya kepada Kepala
total sampling. Variabel bebas Puskesmas dan pelaksana program di
(independent) terdiri dari komunikasi, puskesmas meliputi sosialisasi (sumber,
ketersediaan sumber daya, karakteristik jadwal, metode), kejelasan dan
dukungan puskesmas, sikap/disposisi konsistensi.
pelaksana, pemahaman tentang standar Tabel 2 Komunikasi program IVA di
dan sasaran kebijakan. Variabel terikat Puskesmas wilayah Surabaya, tahun 2013
(dependent) yaitu implementasi program
Komunikasi Frekuensi Persentase (%)
deteksi dini kanker serviks melalui
pemeriksaan IVA. Pengumpulan data Baik 27 48,1
dilakukan melalui wawancara dan Kurang 25 51,9
observasi menggunakan kuesioner
terstruktur. Uji dilakukan dengan Jumlah 52 100,0
menggunakan program SEM (Structural Hasil penelitian menunjukkan
Equation Modeling) dengan alternatif bahwa komunikasi program deteksi dini
model struktur menggunakan VPLS kanker serviks di puskesmas 51,9% belum
(Visual Partial Least Square) karena dilaksanakan dengan baik.
jumlah sampel relatif kecil (n<100),
dengan menggunakan taraf signifikansi
5% (p<0.05) melalui analisis model
32. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 29-40

Disposisi/sikap implementor tentang dari di 57,7% puskesmas tidak ada agenda


Program IVA khusus untuk monitoring pelaksanaan dan
meningkatkan upaya meningkatkan
Disposisi /sikap dalam hal ini cakupan, dan 82,7 % menyatakan tidak
adalah tanggapan pelaksana program ada supervisi langsung dari DKK dan
deteksi dini kanker serviks terhadap tugas pengawasan hanya berdasarkan laporan
serta respon/dukungan dalam pelaksanaan saja.
program deteksi dini kanker serviks,
meliputi kemauan dan tanggungjawan Pemahaman implementor tentang
serta kecenderungan Standar dan sasaran kebijakan
menerima/mendukung dilaksanakannya Program IVA
program IVA atau sebaliknya.
Tabel 3 Sikap responden tentang Standar dan sasaran kebijakan
program IVA di Puskesmas dalam penelitian ini adalah pemahaman
wilayah Surabaya, tahun 2013 dan kecenderungan implementor tentang
Sikap Frekuensi Persentase standar dan sasaran kebijakan yang
Positif/mendukung 29 55,8 hendak dicapai oleh program IVA.
Negatif/ tidak 23 44,2 Tabel 5 Pemahaman responden tentang
mendukung standar dan sasaran program
Jumlah 52 100,0
IVA di Puskesmas Surabaya,
tahun 2013
Tabel 3 menunjukkan bahwa penanggung
Pemahaman Frekuensi Persentase
jawab program/ implementor sebagian
besar (55,8%) bersikap positif Baik 23 44,2
(mendukung) program deteksi dini kanker Kurang 29 55,8
serviks. Jumlah 52 100,0

Karakteristik Dukungan Puskesmas Tabel diatas menunjukkan bahwa tentang


terhadap Program IVA standar dan sasaran program deteksi dini
kanker serviks 55,8% kurang dipahami
Karakteristik dukungan mencakup dengan baik.
seberapa besar daya dukung dari suatu
organisasi terhadap implementasi Sumber daya (tenaga/SDM, dana,
program, diantaranya meliputi struktur sarana dan prasarana) dalam Program
birokrasi, aturan-aturan berupa standar IVA
operasional prosedur (SOP) dan pola Sumber daya adalah segala sesuatu
struktur organisasi meliputi susunan yang digunakan untuk memperlancar
penanggung jawab dan para pelaksana implementasi program deteksi dini kanker
program IVA beserta rincian tugas. serviks agar berjalan efektif, meliputi
Tabel 4 Karakteristik dukungan sumber daya finansial (dana) dan sumber
puskesmas dalam program IVA di daya non finansial yaitu, tenaga (SDM),
Puskesmas wilayah Surabaya, sarana dan prasarana.
2013 Tabel 6 Kategori ketersediaan
Sikap Frekuensi Persentase sumberdaya pada program IVA
di Puskesmas wilayah
Positif/mendukung 24 46,2 Surabaya, tahun 2013
Negatif/ tidak 28 53,8 Sumberdaya Frekuensi Persentase
mendukung Jumlah 52 100,0 Baik 27 51,9
Kurang 25 48,1
Implementasi program ini relatif Jumlah 52 100,0
kurang mendapatkan dukungan, terbukti
Anggraini : Faktor yang mempengaruhi implementasi program deteksi dini kanker serviks melalui 33
pemeriksaan IVA ( inspeksi visual asam asetat ) di puskesmas wilayah kota surabaya

Sumberdaya dalam pelaksanaan program


IVA di Puskesmas Kota Surabaya Berdasarkan struktur model dapat
sebagian besar (51,9%) telah sesuai dilakukan analisa pengaruh masing-
dengan standar pelayanan IVA yang ada masing variabel terhadap implementasi
pada panduan pelaksanaan program IVA. sebagai berikut :
Tabel 7 Analisa pengaruh variabel bebas
Pengaruh Komunikasi, Sikap, terhadap implementasi
Karakteristik Badan Pelaksana, berdasarkan hasil uji t pada
Sumber Daya Serta Standar Dan model
Sasaran Terhadap Implementasi Variabel bebas Nilai t Keterangan
Program IVA di Puskesmas statistic
Komunikasi 4,83 signifikan
Pengujian model dilakukan dengan Sikap 2,35 signifikan
2 tahap, berdasarkan hasil tersebut pelaksana
didapatkan dari uji tahap I terdapat Karakteristik 2,53 signifikan
beberapa indikator yang tidak valid dari dukungan
masing-masing variabel, kemudian puskesmas
indikator yang tidak valid tidak dikutkan Sumberdaya 0,83 tidak
dalam pengujian model tahap II dan signifikan
didapatkan hasil sebagai berikut : Pemahaman 1, 45 tidak
standar sasaran signifikan
Gambar 1. Model pengaruh antar variabel
(inner model) dan uji Gambar 1 menunjukkan bahwa dari
signifikasi dengan uji T 5 variabel yang dihubungkan dengan
implementasi didapatkan 3 variabel yang
berpengaruh langsung dan signifikan
terhadap implementasi yaitu berturut-turut
yaitu komunikasi dengan koefisien
korelasi 0,529 karakteristik badan
pelaksana dengan koefisien korelasi 0,317
dan sikap dengan koefisien korelasi 0,259
ketiganya signifikan karena nilai uji T >
1,96, sedangkan variabel standar dan
sasaran serta variabel sumberdaya tidak
berpengaruh secara langsung terhadap
implementasi karena nilai T < 1,96.
Dalam analisis jalur menggunakan
VPLS didapatkan ada varibel bebas
(eksogen) dari implementasi dapat
menjadi variabel terikat (endogen) bagi
variabel lain. Pada model tersebut
didasarkan pada kerangka teori van meter
didapatkan model dengan 3 variabel
endogen (variabel yang dikenai panah)
yaitu komunikasi, sikap, karakteristik
badan pelaksana dan implementasi
dengan nilai R2 masing-masing sebagai
berikut :
34. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 29-40

menikah, namun lemahnya persiapan


Variabel R-Square diantaranya 80,9% puskesmas tidak
Variabel melakukan pemetaan target sasaran, begitu
Endogen (R2)
Eksogen (bebas) pula untuk kerjasama/koordinasi dengan
(terikat) model
kader/tokoh masyarakat terkait penyuluhan
- Karakteristik Implementasi
IVA didapatkan 69,2% tidak melakukanya
dukungan 0,82 saat persiapan. Pemetaan dan kerjasama,
puskesmas kedua hal tersebut penting dalam persiapan
- Komunikasi pelaksanaan program IVA karena besarnya
- Sikap pelaksana jumlah target disetiap wilayahkarena
- Sumberdaya Surabaya termasuk kota dengan kepadatan
- Pemahaman penduduk yang cukup tinggi, untuk
standar dan mempermudah perempuan untuk mencapai
sasaran akses pelayanan pemeriksaan IVA dengan
- Sumberdaya Sikap mengelompokkan sesuai bagian wilayah
mulai penyuluhan sampai dengan
- Komunikasi pelaksana 0,69
pemeriksaan. Menurut Azwar persiapan
- Karakteristik merupakan faktor penunjang yang memeiliki
dukungan peranan penting dalam membantu pelaksana
puskesmas menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
- Sumberdaya telah direncanakan.26
- Pemahaman Komunikasi 0,57 Terkait dengan pelaksanaan
standar sasaran penyuluhan dan pemeriksaan, sasaran
- Sumberdaya Karakteristik 0, 26 pemeriksaan hampir seluruh puskesmas
- Komunikasi dukungan (86.5%) sudah tepat yaitu tidak terbatas
puskesmas hanya pada wanita diwilayah kerjanya saja
serta 55.8% puskesmas juga melakukan
rujukan pada kasus yang dicurigai kanker ke
fasilitas yang lebih lengkap. Namun jumlah
cakupan pemeriksaan IVA di puskesmas
PEMBAHASAN sangat jauh dari target yang diharapkan
karena hanya 6 puskesmas yang mencapai
Implementasi Program IVA di target SPM, bahkan 26 puskesmas (50%)
Puskesmas sama sekali tidak pernah mencapai target
Manajemen pelaksanaan program SPM yang ditetapkan DKK. Hal tersebut juga
deteksi dini kanker servik meliputi terkait dengan pelaksanaan penyuluhan
persiapan(pendataan, estimasi-pemetaan tentang pemeriksaan IVA, karena dari 52
sasaran, estimasi kebutuhan), pelaksanaan puskesmas hanya 32.7% puskesmas yang
(penyuluhan dan cakupan pemeriksaan IVA), mengadakan penyuluhan secara rutin dan
serta pencatatan dan pelaporan.5 menyusun jadwal pelaksanaan sedangkan
Persiapan merupakan analisis yang lain tidak.Pemeriksaan IVA merupakan
kebutuhan pemeriksaan meliputi analisis hal yang relatif baru bagi masyarakat, untuk
kebutuhan dimulai dari pendataan target itu upaya penyuluhan dan menambah
sasaran, estimasi kebutuhan, serta pemetaan wawasan merupakan hal utama untuk dapat
klien sesuai wilayah target sasaran. memberdayakan dan menggerakkan
Berdasarkan hasil wawancara responden masyarakat untuk mau melakukan
dapat dilihat bahwa 82,7% Puskesmas telah pemeriksaan, dan hal ini harus dilakukan
menyusun rencana anggaran berdasarkan secara tepat sasaran,terjadwal dan melibatkan
perkiraan kebutuhan alat dan sarana, kerjasama dengan kader/tokoh masyarakat
bahkan90,3% telah menunjuk siapa pelaksana untuk bisa mencapai seluruh sasaran.
pemeriksaan dan penyuluhan sebelumnya. Pencatatan sudah dilaksanakan namun
Terkait dengan sasaran, 69,1% tidak seluruhnya menggunakan format yang
puskesmas sudah memperkiraan jumlah sama, bahkan sebagian (36.5%) puskesmas
sasaran target diwilayah kerjanya yaitu mengatakan tidak ada format khusus untuk
jumlah wanita usia 30-50 tahun yang sudah laporan IVA dari puskesmas ke DKK.
Anggraini : Faktor yang mempengaruhi implementasi program deteksi dini kanker serviks melalui 35
pemeriksaan IVA ( inspeksi visual asam asetat ) di puskesmas wilayah kota surabaya

Seluruh puskesmas sudah melaporkan dilaksanakan dengan baik, khususnya


pelaksanaan IVA, namun tidak menyeluruh pada aspek kejelasan juklak dan
termasuk kegiatan penyuluhan yang telah keharusan program untuk dilaksanakan
dilakukan, melainkan terfokus pada cakupan oleh seluruh puskesmas induk.
jumlah pemeriksaan IVA, itupun 55.8% Koordinator pelaksana program IVA di
puskesmas tidak melaporkannya secara rutin
setiap bulan, padahal seharusnya pencatatan
puskesmas sudah menerima informasi
dan pelaporan secara rutin tiap bulan dengan tentang program IVA baik dari Kepala
format yang telah ditetapkan. Puskesmas maupun dari DKK, ketetapan
Implementasi puskesmas dalam pelaksanaan dan target masih belum jelas.
program deteksi dini kanker serviks Kejelasan informasi sangat bermakna
sebagian besar 57,7 % kurang baik, dalam pelaksanaan suatu program
khususnya pada aspek persiapan kebijakan di puskesmas.
(kerjasama kader dan pemetaan sasaran), Komunikasi merupakan faktor vital
serta cakupan kegiatan penyuluhan dan yang memusatkan pada kejelasan standar
pemeriksaan. dan tujuan, akurasi komunikasi para
Sasaran target program IVA sangat pelaksana dan konsistensi (kesamaan)
luas dan bejumlah besar, oleh karena itu yang dikomunikasikan dan bermacam-
persiapan lapangan meliputi pemetaan, macam sumber informasi. program harus
advokasi dan sosialisasi, bina suasana, dipahami dengan jelas oleh pelaksana,
penggerakan masyarakat dan kemitraan karena pemahaman yang kabur mengenai
lintas program maupun lintas sektor juga kebijakan membuat implementasi tidak
sangat diperlukan, untuk itu kader akan berjalan sesuai yang diharapkan.
kesehatan berperan dalam motivasi dan Van meter dan van horn menyatakan jika
pemetaan klien baik untuk mengikuti komunikasi disampaikan dengan baik
penyuluhan maupun motivasi dalam maka akan berdampak pada disposisi/
melakukan pemeriksaan. sikap bidan dalam melaksanakan program
Pemeriksaan IVA sebenarnya karena kejelasan standar, tujuan yang
merupakan tehnik yang cukup lama konsistensi dan akurasi.
ditemukan, namun untuk ditetapkan
sebagai program di puskesmas baru Disposisi/sikap implementor tentang
berlangsung sejak 2010, terlebih lagi Program IVA
meskipun diharuskan namun program ini Sikap menerima atau menolak dari
bersifat program unggulan sehingga pelaksana akan sangat mempengaruhi
diperkirakan sebagian puskesmas lebih keberhasilan kebijakan publik. Disposisi
memprioritaskan pelaksanaan pada menjaga konsistensi tujuan antara apa
program pokok yang belum dapat yang ditetapkan pengambil kebijakan dan
terpenuhi. pelaksana kebijakan. implementor 78,8%
responden setuju bahwa IVA merupakan
Komunikasi Dalam Implementasi program penting untuk menurunkan
Program IVA kejadian kanker serviks dan 53,8% setuju
Komunikasi dalam penelitian ini bahwa itu adalah tugas dan
merupakan penyampaian informasi/ tanggungjawab puskesmas khususnya
sosialisasi tentang IVA baik antara DKK responden selaku penanggungjawab
Surabaya kepada Kepala Puskesmas dan program IVA di puskesmas. Terkait hal
pelaksana program di puskesmas meliputi tersebut agar dapat berjalan optimal
sosialisasi (sumber, jadwal, metode), 44,2% responden setuju bahwa
kejelasan dan konsistensi. pelaksanaan sangat bergantung pada
Hasil penelitian menunjukkan dukungan dan kompensasi dari DKK,
bahwa komunikasi program deteksi dini bahkan 73% responden menyatakan
kanker serviks di puskesmas 51,9% belum bahwa program IVA tidak diwajibkan
36. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 29-40

karena selama ini tidak ada sanksi puskesmas diantaranya kerja tim,
maupun reward bagi puskesmas terkait penciptaan lingkungan kerja yang
dengan dilaksanakan atau tidaknya kondusif dan penetapan tentang
program ini dipuskesmas. Kunc dilaksanakannya program IVA ini
keberhasilan program atau implementasi diwilayah kerjanya serta upaya
kebijakan adalah sikap pekerja terhadap monitoring melalui supervisi baik dari
penerimaan dan dukungan atas kebijakan Kepala puskesmas maupun dari DKK.
atau dukungan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan pendapat Azrul Azwar
bahwa supervisi yang dilakukan oleh
Karakteristik Dukungan Puskesmas seorang atasan penting dilakukan untuk
terhadap Program IVA meningkatkan kinerja implementasi
Karakteristik dukungan mencakup terlebih jika supervisi dilakukan melalui
seberapa besar daya dukung dari suatu pengamatan langsung terhadap pekerjaan
organisasi terhadap implementasi yang dilakukan, tidak hanya sebatas
program, diantaranya meliputi struktur pengamatan dokumen saja.
birokrasi, aturan-aturan berupa standar
operasional prosedur (SOP) dan pola Pemahaman implementor tentang
struktur organisasi meliputi susunan Standar dan sasaran kebijakan
penanggung jawab dan para pelaksana Program IVA
program IVA beserta rincian tugas.
Hasil menunjukkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penanggung jawab program/ implementor menunjukkan bahwa tentang standar dan
sebagian besar (55,8%) bersikap positif sasaran program deteksi dini kanker
(mendukung) program deteksi dini kanker serviks 55,8% kurang dipahami dengan
serviks menunjukkan bahwa penanggung baik. Didapatkan 88,5% responden
jawab program/ implementor sebagian menganggap/menyetujui bahwa program
besar (55,8%) bersikap positif IVA ini bukan merupakan program pokok
(mendukung) program deteksi dini kanker melainkan merupakan program unggulan,
serviks Terkait dengan struktur organisasi sehingga tidak harus dilakukan oleh
dan karakteristik puskesmas, didapatkan semua puskesmas induk, cukup
71,1% responden menyatakan di dilaksanakan oleh rumah sakit atau
puskesmas tidak ada struktur organisasi puskesmas yang sudah PONEK saja.
khusus dalam implementasi program, Untuk sasaran 34,8% diantaranya merasa
bahkan 57,7% penanggungjawab program jumlah sasaran tersebut terlalu banyak dan
IVA diantaranya sudah diberikan sulit dicapai oleh puskesmas, bahkan
tanggungjawab lain seperti berperan 50% tidak setuju jika program ini
sebagai bidan koordinator atau dokter dibebankan pada semua pusekesmas, hal
penanggungjawab KIA, sehingga tugas tersebut diperkirakan karena sudah
dan tanggungjawabnya rangkap/tumpang banyaknya program yang ada di
tindih dan merasa beban kerjanya puskesmas dan target program pokok
bertambah. Selain itu 92,3% tidak puskesmas yang masih belum tercapai.
mendapatkan reward berupa insentif Penanggungjawab program IVA di
maupun credit point baik bagi Puskesmas mempunyai persepsi yang
penanggngjawab maupun pelaksana berbeda-beda dan kurang tepat tentang
pemeriksaan dan penyuluhann terkait program IVA khususnya tentang status
program tersebut baik dari DKK maupun dan target yang harus diacapai oleh
dari operasional puskesmas. puskesmas terkait dengan tujuan program.
Perlu adanya dukungan puskesmas pemahaman tentang sasaran kebijakan
dalam menciptakan adanya kejasama dari program IVA.
berbagai pihak didalam organisasi
Anggraini : Faktor yang mempengaruhi implementasi program deteksi dini kanker serviks melalui 37
pemeriksaan IVA ( inspeksi visual asam asetat ) di puskesmas wilayah kota surabaya

Menurut van Meter dan van Horn,


standar dan sasaran kebijakan harus jelas Pengaruh Komunikasi, Sikap,
dan dipahami dengan tepat oleh Karakteristik Badan Pelaksana,
penanggungjawab program, untuk itu Sumber Daya Serta Standar Dan
ketepatan dan kejelasan komunikasi jadi Sasaran Terhadap Implementasi
faktor penting dalam karena pemahaman Program IVA di Puskesmas
yang tidak tepat dapat mempengaruhi
sikap/disposisi implementor dalam Pada teori Van Meter dan Van
melaksanakan suatu program. Horn, tidak hanya variabel bebas yang
dapat mempengaruhi implementasi,
Sumber daya (tenaga/SDM, dana, melainkan antar variabel bebas juga saling
sarana prasarana) dalam Program IVA mempengaruhi dan hal tersebut tidak
Sumberdaya dalam pelaksanaan dapat diabaikan. Variabel bebas yang
program IVA di Puskesmas Kota secara langsung tidak berpengaruh pada
Surabaya sebagian besar telah sesuai implementasi program IVA tidak dapat
dengan standar pelayanan IVA yang ada diabaikan karena variabel tersebut dapat
pada panduan pelaksanaan program IVA, mempengaruhi variabel bebas lainnya,
khususnya pada sumberdaya manusia dengan kata lain variabel bebas
(SDM) dan sarana prasarana yang mempengaruhi implementasi baik secara
dibutuhkan. Sarana prasarana yang langsung maupun tidak langsung.
sifatnya berupa alat dan bahan pendukung Komunikasi, karakteristik dukungan
kesehatan seperti spekulum, bed puskesmas dan sikap secara bersama-
ginecology, lidi watten dan sebagainya sama berpengaruh langsung terhadap
seluruhnya tersedia cukup dan layak implementasi program IVA, selain itu
karena alat dan bahan tersebut merupakan sumberdaya dan standar sasaran
standar alat yang memang sudah harus berpengaruh secara tidak langsung
ada di puskesmas terlepas dari adanya terhadap implementasi melalui sikap dan
program IVA, namun untuk prasarana komunikasi. Pada total model
kegiatan penyuluhan masih sangat implementasi Nilai R square = 0,827
minimal, didapatlkan hanya 21,3% artinya sumbangan seluruh faktor secara
puskesmas yang memiliki banner tentang bersama-sama mempengaruhi
IVA dan 34,7% yang menyediakan leaflet implementasi sebesar 82,7%, sedangkan
saat penyuluhan. 17,3% lainnya dipengaruhi oleh faktor
Pencapaian tujuan kebijakan juga lain yang tidak diteliti.
harus didukung oleh ketersediaan SDM, Hasil penelitian menunjukkan
dana dan sarana prasarana. Dalam bahwa dari 5 variabel didapatkan 3
program IVA yeng belum tersedia dengan variabel yang berpengaruh langsung dan
optimal adalah dana karena tidak adanya signifikan terhadap implementasi dengan
dana khusus dari DKK untuk operasinal besar pengaruh berturut-turut
maing-masing puskesmas. Menurut Komunikasi, karakteristik dukungan
Winarto ketersediaan sumber daya puskesmas dan sikap. Komunikasi 57,8%
merupakan faktor penentu kinerja sebuah dipengaruhi oleh sumberdaya dan
kebijakan. Implementor harus mendapat pemahaman standar dan sasaran
sumber-sumber yang dibutuhkan agar kebijakan, karakteristik dukungan
program berjalan lancar. Meskipun puskesmas 26,9% dipengaruhi oleh
kebijakan memiliki tujuan dan sasaran komunikasi serta standar dan sasaran,
yang jelas, namun jika sumber daya tidak sedangkan sikap 69% secara bersama-
memadai atau tidak digunakan secara sama dipengaruhi sumberdaya,
tepat maka kebijakan tidak akan komunikasi dan karakteritik dukungan
terlaksana. pelaksana.
38. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 29-40

Berikut ini kerangka teori Hasil penelitian ini mengkonfirmasi


implementasi yang dikemukakan oleh teori tentang teori implementasi menurut
Van Meter dan Van Horn : Van Meter dan Van Hornyang
menggambarkan implementasi suatu
Standar dan Karakteristik
kebijakan dipengaruhi langsung oleh
sasaran puskesmas sikap dan karakterristik badan pelaksana,
hal tersebut sesuai dengan yang
didapatkan pada implementasi program
IVA di Surabaya. Sedangkan komunikasi
IMPLEMENTASI yang digambarkan secara teori sebagai
Komuni faktor tidak langsung ternyata memiliki
Program Deteksi
kasi dini
pengaruh langsung yang signifikan
terhadap implementasi, bahkan memiliki
kanker serviks pengaruh paling besar terhadap
(IVA) implementasi yaitu 50,3%. Hal tersebut
Sumber karena komunikasi merupakan faktor
daya Sikap penting yang dapat mempengaruhi
kecenderungan karakter puskesmas dan
sikap pelaksana dimana kedua faktor
Gambar 4.2 Teori Faktor-faktor tersebut merupakan faktor penting dalam
implementasi menurut van implementasi. Van Meter dan Van Horn
Meter dan Van Horn menjelaskan bahwa kebijakan dapat
dilaksanakan dengan baik jika terjadi
Berdasarkan hal tersebut pengaruh komunikasi efektif antara pelaksana
antarakomunikasi, sikap, karakteristik program dengan target group.
badan pelaksana, sumber daya serta Komunikasi memegang peranan
standar dan sasaran terhadap terbesar dalam implementasi program
implementasi program IVAoleh IVA di Surabaya. Di Surabaya, pertemuan
Puskesmas di wilayah kota Surabaya antara pemegang program di DKK dengan
dapat digambarkan sebagai berikut : kepala puskesmas dan penanggung jawab
program tingkat puskesmas rutin
dilaksanakan, namun pertemuan tidak
Standar dan Karakteristik spesifik membahas proram/kegiatan
sasaran puskesmas
tertentu, melainkan tentang penyampaian
(X4) (X3) monitoring semua program yang ada
dipuskesmas secara garis besar. Program
IMPLEMENTASI yang dibicarakan cukup banyak sehingga
Komunikasi
pembahasan untuk masing program
Program Deteksi termasuk program IVA tidak dapat
(X1)
dini
dilakukan secara jelas dan optimal. Hasil
kanker serviks penelitian pada jawaban responden,
(IVA) program IVA dipersepsikan bukan
sebagai program yang harus dilakukan
(Y)
Sumber Sikap oleh seluruh puskesmas namun target
daya SPM 25orang/bulan hanya ditekankan
(X2)
pada daerah yang awarness/ beresiko
(X5)
Gambar 4.3 Diagram jalur faktor-yang tinggi kanker serviks yaitu puskesmas
mempengaruhi implementasi yang di wilayah kerjanya terdapat daerah
program IVA di Puskesmas lokalisasi. Hal tersebut menggambarkan
wilayah kota Surabaya. adanya perbedaan persepsi antara DKK
Anggraini : Faktor yang mempengaruhi implementasi program deteksi dini kanker serviks melalui 39
pemeriksaan IVA ( inspeksi visual asam asetat ) di puskesmas wilayah kota surabaya

dan puskesmas tentang wajib tidaknya membuat implementasi tidak akan


program IVA, target yang ditetapkan dan berjalan sesuai yang diharapkan.
sasaran target program IVA. Sumberdaya dan pemahaman
Menurut George Edward, informasi tentang standar dana sasaran kebijakan
yang tidak diberikan atau diterima secara juga berpengaruh terhadap implementasi.
jelas dan konsisten akan menimbulkan Sikap dan dukungan puskesmas terhadap
perbedaan persepsi/pemahaman antara program IVA kurang maksimal karena
regulator dengan implementor tentang tidak adanya ketetapan jelas serta
tujuan kebijakan. Perbedaan persepsi ini kompensasi penyediaan sumberdaya yang
berdampak pada tidak efektifnya kinerja memadai. Tidak tersedianya alokasi dana
dalam implementasi terlebih pada khusus untuk program IVA serta tidak
program yang relatif baru ditetapkan, oleh adanya kompensasi tindak lanjut baik
karena itu komunikasi merupakan langkah berupa reward bagi puskesmas yang
awal dari keberhasilan suatu kebijakan. berhasil maupun panishment bagi yang
Pembentukan sikap dan peningkatan tidak melaksanakan menimbulkan
dukungan puskesmas dimana merupakan persepsi bahwa target program ini tidak
faktor penting yang berpengaruh langsung wajib dicapai, terlebih sasaran target
terhadap implementasi dan keduanya juga program sangat luas sehingga perlu
dipengaruhi oleh komunikasi. Dari sisi kerjasama dengan berbagai pihak dan hal
individu pelaksana/ penanggungjawab tersebut membutuhkan sumberdaya yang
program komunikasi berkaitan erat optimal.
dengan pembentukkan persepsi yang Standar dan sasaran yang
dapat mempengaruhi pemahaman dan kabur/tidak jelas apakah suatu program
kecenderungan sikap terhadap hal sifatnya diwajibkan atau tidak, serta
tersebut, pemahaman yang kabur akan standar target apa yang harus dicapai
membuat pelaksana bersikap menolak akan menyebabkan adanya hambatan
mengenai program dan ini dapat dalam komunikasi. Begitupula
membuat implementasi tidak akan sumberdaya, penyediaan sumberdaya
berjalan sesuai yang diharapkan. Dari sisi tidak hanya pada sarana prasarana dan
badan pelaksana (puskesmas), komunikasi SDM saja, melainkan segala yang
yang efektif ke seluruh pelaksana dapat dibutuhkan dalam implementasi program
meningkatkan antusiasme anggota dalam termasuk dana. Tidak tersedianya
organisasi. sumberdaya yang optimal serta standar
Menurut Taibi Kahler (Kahler dan sasaran yang kabur/tidak jelas tentang
Comunication), komunikasi bukan hanya suatu program serta menimbulkan
sekedar aktifitas penyampaian informasi, distorsi/hambatan baik dalam proses
tetapi upaya untuk mempengaruhi serta komunikasi maupun implementasi suatu
menguatkan persepsi dan sikap sasaran kebijakan.
sesuai dengan yang dikehendaki.
Komunikasi merupakan faktor penting
terutama pada kejelasan standar dan SIMPULAN
tujuan, akurasi komunikasi para
1. Komunikasi tentang implementasi
pelaksana dan konsistensi (kesamaan)
program IVA sebagian besar (51,9%)
yang dikomunikasikan dan bermacam-
kurang baik khususnya dalam hal
macam sumber informasi. Pemahaman
kejelasan informasi, sikap
oleh individu yang bertanggung jawab
penanggungjawab 55,8%
dalam implementasi kebijakan sangat
positif/mendukung program IVA,
penting, pemahaman yang kabur akan
karakteristik puskesmas sebagian besar
membuat pelaksana bersikap menolak
53,8% kurang memberikan dukungan
mengenai program dan ini dapat
dalam struktur organisasi, pemahaman
40. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 29-40

tentang standar dan sasaran program Analisys;Gava Media:


51,9% kurang khususnya tentang Yogyakarta,2009.
7.
ketetapan status program dan target Subarsono. Analisis Kebijakan Publik
yang harus dicapai. Teori dan Aplikasi. Penerbit : Pustaka
2. Implementasi program IVA oleh Pelajar, Yogyakarta. 2012.
8.
puskesmas di wilayah Kota Surabaya Winarno, Budi. Kebijakan Publik,
57,7 % kurang dalam melakukan Teori dan Proses. Medika Press:
pemetaan sasaran, penyuluhan dan Yogyakarta, 2008
9.
cakupan pemeriksaan. Agustinus, Leo. Dasar-Dasar
3. Komunikasi, karakteristik dukungan Kebijakan Publik. Alfabeta, Bandung,
puskesmas dan sikap 2008
penanggungjawab program masing-
10.
masing berpengaruh secara langsung Solahuddin Kusumanegara, Model dan
terhadap implementasi program IVA. Aktor dalam Proses Kebijakan Publik,
4. Sumberdaya dan pemahaman tentang Penerbit Gava Media, Yogyakarta,
standar sasaran berpengaruh secara 2010.
11.
tidak langsung terhadap implementasi Ekowati Mas Roro Lilik, Perencanaan,
program IVA. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan
5. Komunikasi, sikap, karakteritik atau Program. Pustaka cakra.
dukungan puskesmas, sumberdaya dan Surakarta. 2009
12.
pemahaman tentang standar sasaran Juanim. Analisis Jalur dalam
secara bersama-sama berpengaruh Penelitian. Fakultas Ekonomi UNPAS.
terhadap implementasi program IVA Bandung.2004
13.
dengan prediksi sebesar 80,7% dimana Ghozali Imam. Structural Equation
variabel yang paling berpengaruh Modeling dengan Alternatif Partial
adalah komunikasi. Least Square. UNDIP. Semarang.2011.
14.
Nurjazuli. Paradigma Baru dalam
DAFTAR PUSTAKA Analisa data Penelitian SEM dengan
1. VPLS. UNDIP. Semarang. 2012.
World Health Organization. 15.
Gibson, James L. John M. Ivancevich
Comprehensive Cervical Cancer
J.H. Donelly Jr.Organization.
Control. A Guide to Essential Practice.
Organisasi Perilaku, Struktur dan
Geneva : WHO, 2007.
2. Proses. Jakarta: Erlangga
Kepmenkes RI Nomor 16.
Surasmi, Arsining.dkk (2005).
796/Menkes/SK/VII/2010. Pedoman
Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Teknis Pengendalian Kanker Payudara
Jakarta: ECG
dan Kanker Leher Rahim. 2010 17.
3. Tiran, Denise (2005). Kamus Saku
Canavan TP, Doshy NR. Cervical
Bidan edisi 10. Jakarta: ECG
Cancer. Situs American Family 18.
Varney, H.dkk (2007). Buku Ajar
Physician. www.aafp.org. 2002.
Asuhan Kebidanan edisi 4. Jakarta:
Diakses tanggal 2 Januari 2013
4. EGC
Holowaty P et al. Natural History of 19.
Winkjasastro, H (2005). Ilmu
dysplasia of the uterine cervix. Journal
kandungan. Jakarta :Yayasan Bina
of the National Cancer Institute. 2005
5. Pustaka- Sarwono Prawiroharjo
Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF.
Staging Classifications and clinical
practice guidelines of gyneecologic
cancers. Int J Gynecol Cancer. 2000
6.
Dwiyanto,Indiahono. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic Policy
TINGKAT PENGETAHUAN KADER TENTANG PROGRAM JAMPERSAL PASCA
SOSIALISASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEPUTIH KELURAHAN
KEPUTIH SURABAYA

Btari Himmatus Shofi.*, Annif Munjidah.**

(Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Jl. Smea 57 Surabaya)


Emai: annifmunjidah@yahoo.com

Abstract: JAMPERSAL is a government program which is to decrease maternal death


and fetal death. Based on first data from the result survey in 5 health volunteer of public
hospital at the district Keputih public hospital about JAMPERSAL’s knowledge on May 2013
, there was 3 health volunteer who didn’t know about JAMPERSAL program. This research is
to know the knowledge level of health volunteer about JAMPERSAL after getting a
socialization. This research take place at the district of public hospital of Keputih Surabaya.
The research design is using descriptif. The population is every health volunteer of
public hospital who joined the socialization of JAMPERSAL at the district Keputih public
hospital in 2013 are 20 people. This research are taken by using total sampling with one
variable is knowledge level. The research data is primary data taken from quesioner which is
fill by the repondent.The data will be processed with editing, scoring, coding, tabulating.
Then the data will be analized in descriptif, after that it reserved in frequency distribution
table and crossed. Then the next step is to explain the result in naratif.
The result of this research is from 20 respondent, most of them ( 60% ) have an
enough knowledge, (40%) less knowledge
The conclusion of this research is almost health volunteer who had joined
JAMPESAL socialization have an enough knowledge. A public health should be
resosialization about JAMPERSAL program for health volunteer by using case study and
leaflet

Key word : knowledge, health volunteer, JAMPERSAL

Jampersal merupakan program pro rakyat yang bertujuan untuk mengurangi AKI dan
AKB. Berdasarkan data awal dari hasil survey 5 orang kader posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Keputih Kelurahan Keputih mengenai pengetahuan program jampersal pada bulan
Mei tahun 2013, diperoleh data 3 diantaranya masih belum mengerti sepenuhnya tentang
program jampersal. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader terhadap
program jampersal pasca sosialisasi di wilayah kerja Puskesmas Keputih Kelurahan Keputih
Surabaya.
Desain penelitian adalah deskriptif. Populasi semua kader posyandu yang mengikuti
sosialisasi jam persal sebesar 20 kader. Cara pengambilan sampel menggunakan total
sampling dengan variable tingkat pengetahuan kader. Pengumpulan data secara primer dari
hasil pengisian kuesioner oleh responden. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing,
scoring, coding, tabulating. Data dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam table
distribusi frekuensi dan table silang kemudian menjelaskan hasil pengolahan secara naratif.
Hasil penelitian didapatkan dari 20 responden sebagian besar (60%) memiliki
pengetahuan yang cukup, dan hampir setengahnya (40%) memiliki pengetahuan kurang.

41
42. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 41-48

Simpulan penelitian adalah kader yang pernah mengikuti sosialisasi jampersal hampir
seluruhnya memiliki tingkat pengetahuan cukup. Diharapkan pihak puskesmas untuk
melakukan resosialisasi tentang program jampersal ke kader menggunakan studi kasus dan
leaflet.

Kata kunci : pengetahuan kader tentang jampersal

PENDAHULUAN dibutuhkan dalam pengenalan program


jampersal ke masyarakat. Langkah riilnya
Masih tingginya angka kematian ibu puskesmas sebagai fasilitas kesehatan dasar
(AKI) di Indonesia merupakan suatu harus mengadakan sosialisasi kepada para
masalah yang mendapat perhatian besar dari kader posyandunya. Kader posyandu ini
berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar selanjutnya menjadi ujung tombak di
negeri. Saat ini kesehatan ibu hamil, dan ibu masyarakat. Aktifnya sosialisasi program
bersalin di Indonesia masih sangat jampersal ini diharapkan dapat membantu
memprihatinkan dan memerlukan perhatian meratanya informasi jampersal di
yang sangat besar (Sarwono, 2009). masyarakat yang selanjutnya diikuti oleh
Berdasarkan data survey Demografi dan bertambahnya jumlah keikutsertaan.
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 Informasi yang penting dalam sosialisasi ini
menyebutkan bahwa AKI di Indonesia antara lain tentang biaya, peserta yang boleh
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. mendaftar, alur pendaftaran dan fasilitas
Angka tersebut masih jauh dari target yang akan diterima oleh peserta.
RPJMN tahun 2014 sebesar 118 per 100.000 Keanggotaan ibu hamil dan pemahaman
kelahiran hidup dan target Millenium kader tentang jampersal mengerti hak-
Development Goals (MDG’s) sebesar 102 haknya untuk memperoleh jaminan
per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015 persalinan sangat penting. Terutama ibu-ibu
(Permenkes RI No. 2562, 2011). hamil dari golongan ekonomi lemah atau
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tidak mampu dapat terliput secara
(Riskesdas) 2010, persalinan oleh tenaga keseluruhan oleh program jampersal
kesehatan pada kelompok sasaran miskin sehingga seluruh proses persalinan dapat
baru mencapai sekitar 63,3%, sedangkan ditangani oleh tenaga kesehatan yang
persalinan yang dilakukan oleh tenaga memiliki kualifikasi persalinan.
kesehatan di fasilitas kesehatan baru Kader posyandu seharusnya
mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting membantu para bidan untuk mensukseskan
untuk mengakses persalinan oleh tenaga program jampersal dengan ikut serta dalam
kesehatan di fasilitas kesehatan adalah pendataan warganya yang ingin mengikuti
keterbatasan dan ketidaktersediaan biaya, program jampersal. Kader membutuhkan
sehingga diperlukan kebijakan dan terobosan pemahaman tentang program jampersal agar
untuk meningkatkan persalinan yang tidak terjadi kesalahan dalam proses aplikasi
ditolong tenaga kesehatan di fasilitas yaitu mendata warganya yang ingin
kesehatan. Saai ini pemerintah telah mendaftar sebagai peserta program
menentukan kebijakan yang mendukung hal jampersal. Upaya sosialisasi sudah
tersebut yaitu kebijakan yang disebut dilakukan oleh pihak Puskesmas Keputih
jaminan persalinan (Jampersal) (Permenkes pada bulan Februari tahun 2013 kepada
RI No. 2562, 2011). kader posyandu yang berada di wilayah
Diterapkannya program jampersal ini Puskesmas Keputih Surabaya. Materi
harus memperoleh tanggapan positif dari sosialisasi yang telah disampaikan meliputi
tenaga kesehatan di semua lini fasilitas pengertian, tujuan, sasaran, jenis pelayanan,
kesehatan. Untuk itu sosialisasi sangat persyaratan, manfaat, alur.
Shofi, Munjidah : Tingkat pengetahuan kader tentang program jampersal pasca sosialisasi 43
di wilayah kerja puskesmas keputih kelurahan keputih surabaya

Berdasarkan data awal dari hasil METODA


survey 5 orang kader posyandu di wilayah Desain penelitian yang digunakan
kerja Puskesmas Keputih Kelurahan Keputih oleh peneliti adalah deskriptif yang
mengenai pengetahuan program jampersal bertujuan untuk mendeskripsikan
pada bulan Mei tahun 2013, diperoleh data 3 secara sistematis, aktual dan akurat
diantaranya masih belum mengerti terhadap suatu populasi atau daerah
sepenuhnya tentang program jampersal. tertentu, mengenai Tingkat
Laporan Jampersal tahun 2012 di Puskesmas Pengetahuan Kader Tentang Program
Keputih Surabaya diperoleh data 8 dari 36 Jampersal Pasca Sosialisasi di
peserta Jampersal berasal dari non wilayah Wilayah Kerja Puskesmas Keputih
Puskesmas Keputih Surabaya. Hal itu berarti Kelurahan Keputih Surabaya.
peserta jampersal dari luar wilayah kerja Populasi pada penelitian ini adalah
Puskesmas Keputih hanya sebesar 22,22%. semua kader posyandu yang
Hampir seluruhnya 77,78% berasal dari mengikuti sosialisasi tentang program
wilayah kerja Puskesmas Keputih Surabaya. Jampersal di wilayah kerja Puskesmas
Pada bulan Januari 2013 ada seorang Keputih Kelurahan Keputih Surabaya
ibu hamil yang mengalami komplikasi tahun 2013 sebesar 20 kader dan besar
mendapat informasi dari kader posyandu sampel sebesar 20 responden dengan
setempat bahwa program jampersal hanya Total Sampling.
untuk ibu bersalin yang memiliki kartu tanda Pengumpulan data secara langsung
penduduk (KTP) wilayah Keputih saja, menggunakan insrumen lembar
padahal menurut ketentuannya jampersal kuesioner tentang pengetahuan kader
juga boleh untuk ibu hamil dimanapun terhadap program jaminan persalinan
sehingga ibu tersebut terlambat dalam (Jampersal) pasca sosialisasi di
memperoleh penanganan yang berakibat wilayah kerja Puskesmas Keputih
pada kematian. Kasus ini menunjukkan Kelurahan Keputih Surabaya.
bahwa masih kurangnya tingkat pengetahuan Instrumen tersebut terdiri dari 15
kader posyandu tentang program jampersal. pertanyaan multiplechoice tentang
Upaya evaluasi pada program pengertian, manfaat, sasaran, tujuan,
sosialisasi oleh tenaga kesehatan yang alur pendaftaran, tugas kader
berwenang kepada kader posyandu sangat Pelaksanaan penelitian ini dilakukan
dibutuhkan untuk mengetahui umpan balik di wilayah kerja Puskesmas Keputih
terhadap materi yang telah disosialisasikan Kelurahan Keputih Surabaya. Adapun
dengan kejadian yang terjadi setelah pemilihan lokasi tersebut didasarkan
sosialisasi. Diharapkan dengan hasil evaluasi atas beberapa pertimbangan antara
tersebut kader posyandu lebih pro aktif dan lain: msyarakat Kelurahan Keputih
lebih teliti dalam pendataan peserta banyak warga pendatang/tidak tetap,
jampersal di wilayah Puskesmas Keputih masyarakat Kelurahan Keputih
Surabaya. banyak yang ekonominya menengah
Berdasarkan masalah yang terjadi di ke bawah, ketidaktepatan kader dalam
wilayah Puskesmas Keputih Surabaya pemilihan sasaran program jampersal
tentang program jampersal sehingga penulis dan belum pernah dilakukan
tertarik untuk melakukan penelitian tentang penelitian sebelumnya mengenai
“Tingkat pengetahuan kader tentang program gambaran pengetahuan kader tentang
Jampersal pasca sosialisasi di wilayah kerja program jampersal. Sedangkan waktu
Puskesmas Keputih Kelurahan Keputih penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Surabaya” Juni 2013.
Analisis dalam penelitian ini secara
deskriptif yang disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi kemudian langkah
44. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 41-48

berikutnya adalah menjelaskan hasil A. Hasil Penelitian


pengolahan secara naratif. Karakteristik responden menurut usia,
dan pendidikan.
a. Karakteristik Responden Menurut Usia
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembagian usia berdasarkan pola pikir
a. Hasil menurut teori Hurlock (2004). Karakteristik
Lokasi penelitian berada di wilayah responden menurut usia tergambar dalam
kerja Puskesmas Keputih Surabaya yang tabel 1
mempunyai batas-batas wilayah sebelah Tabel 1 Distribusi Frekuensi Respoinden
utara Kelurahan Kejawan Putih Tambak Menurut Usia Di Wilayah Kerja
Kecamatan Mulyosari, sebelah selatan laut Puskemas Keputih Kelurahan
atau Selat Madura, sebelah barat Kelurahan Keputih Surabaya tahun 2013
Klampis Ngasem Kecamatan Sukolilo, Usia Frekuensi Persentasi
sebelah timur Kelurahan Wonorejo 21-40 8 40
Kecamatan Rungkut. Luas wilayah kerja 41-60 12 60
Puskesmas Keputih 1448,17 Km2 yang >60 0 0
terbagi 1446,3 Km2 untuk Kelurahan Jumlah 20 100
Keputih, dan 1,87 Km2 untuk Kelurahan
Medokan Semampir. Fasilitas kesehatan Sumber : Data primer Juni 2013
swasta yang ada di wilayah Kelurahan
Keputih antara lain RS Onkologi, RSGM Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
UHT, Medical Centre “ITS”, RSB Putri. bahwa dari 20 responden hampir seluruhnya
Puskesmas Keputih memiliki 33 tenaga (60%) berusia berusia 41-60 tahun.
kerja termasuk Kepala Puskesmas. Tenaga
kerja tersebut meliputi tenaga medis b. Karakteristik Responden Menurut
sejumlah 16 orang, tenaga paramedis Pendidikan
sejumlah 6 orang, tenaga battra (pengobatan Distribusi frekuensi responden
tradisional) 1 orang, staf sejumlah 6 orang, menurut pendidikan kader ditunjukkan pada
pembantu sejumlah 2 orang, sopir 1 orang, tabel 2
dan keamanan 1 orang. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
Kegiatan yang ada di wilayah kerja Menurut Pendidikan Di Wilayah
Puskesmas Keputih Kelurahan Keputih Kerja Puskemas Keputih
meliputi posyandu balita, dan posyandu Kelurahan Keputih Surabaya
lansia. Puskesmas Keputih Kelurahan tahun 2013
Keputih memiliki kader dengan jumlah 75
kader posyandu balita dan 5 kader posyandu Pendidikan Frekuensi Persentasi
lansia. Dasar 5 25
Puskesmas Keputih telah mengadakan Menengah 12 60
sosialisasi tentang program jampersal pada Tinggi 3 15
tanggal 2 Maret 2013 dengan jumlah Total 20 100
undangan 20 kader di Kelurahan Keputih
Surabaya. Materi yang disampaikan pada Sumber : Data primer Juni 2013
saat sosialisasi antara lain pengertian,
sasaran, persyaratan, rumah sakit atau Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
fasilitas kesehatan rujukan jampersal yang bahwa dari 20 responden hampir seluruh
disampaikan oleh bidan Puskesmas Keputih. nya (60%) responden berpendidikan
Pada saat sosisalisasi, pihak Puskesmas menengah.
Keputih memberikan handout kepada kader
sebagai bahan bacaan.
Shofi, Munjidah : Tingkat pengetahuan kader tentang program jampersal pasca sosialisasi 45
di wilayah kerja puskesmas keputih kelurahan keputih surabaya

1. Data Khusus Kerja Puskemas Keputih Kelurahan Keputih


a. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Surabaya tahun 2013
Pengetahuan Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden
Distribusi frekuensi responden menurut Menurut Tingkat Pengetahuan
tingkat pengetahuan tergambar dalam tabel 3 Memahami Di Wilayah Kerja
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Puskemas Keputih Kelurahan
Menurut Tingkat Pengetahuan Di Keputih Surabaya tahun 2013
Wilayah Kerja Puskesmas Tingkat Frekuensi Persentasi
Keputih Kelurahan Keputih Pengetahuan
Surabaya tahun 2013 Baik 2 10
Cukup 9 45
Tingkat Frekuensi Persentasi Kurang 9 45
Pengetahuan Total 20 100
Baik 0 0 Sumber : Data primer Juni 2013
Cukup 12 60
Kurang 8 40 Berdasarkan tabel 5 menunjukkan
Total 20 100 bahwa sebagian dari responden (45%)
Sumber : Data primer Juni 2013 memiliki tingkat pengatahuan memahami
yang cukup dan kurang.
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
bahwa dari 20 responden hampir seluruhnya d. Karakteristik Responden Menurut
(60%) responden memiliki tingkat Tingkat Pengetahuan Aplikasi
pengetahuan cukup. Karakteristik Responden Menurut
Tingkat Pengetahuan Aplikasi Di Wilayah
b. Karakteristik Responden Menurut Kerja Puskemas Keputih Kelurahan Keputih
Tingkat Pengetahuan Tahu Surabaya tahun 2013
Berikut merupakan tabel dari distribusi Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden
frekuensi responden menurut tingat Menurut Tingkat Pengetahuan
pengetahuan tahu. Aplikasi Di Wilayah Kerja
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Puskemas Keputih Kelurahan
Menurut Tingkat Pengetahuan Keputih Surabaya tahun 2013
Tahu Di Wilayah Kerja Puskemas Tingkat Frekuensi Persentasi
Keputih Kelurahan Keputih Pengetahuan
Surabaya tahun 2013 Baik 7 35
Tingkat Frekuensi Persentasi Cukup 11 55
Pengetahuan Kurang 2 10
Baik 3 15 Total 20 100
Cukup 9 45 Sumber : Data primer Juni 2013
Kurang 8 40
Total 20 100 Berdasarkan tabel 6 menunjukkan
Sumber : Data primer Juni 2013 bahwa hampir seluruhnya (55%) responden
memiliki tingkat pengatahuan aplikasi yang
Berdasarkan tabel 4 menujukkan cukup.
bahwa sebagian dari responden (45%)
memiliki tingkat pengetahuan tahu yang
cukup.
c. Karakteristik Responden Menurut Tingkat
Pengetahuan Memahami
Karakteristik Responden Menurut
Tingkat Pengetahuan Memahami Di Wilayah
46. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 41-48

b. Pembahasan melakukan pendataan dan pemilihan sasaran


Pengetahuan dalam penelitian ini yang tepat. Bekal pengetahuan kader cukup,
dibagi dalam 3 tingkat yaitu tahu, maka akan berpengaruh terhadap
memahami, dan aplikasi. Berdasarkan tabel ketidaktepatan dalam memilih sasaran
4 menunjukkan bahwa hampir setengahnya sehingga akan terjadi keterlambatan dalam
(45%) responden memiliki tingkat pelayanan ibu.. Hal ini sesuai dengan teori
pengetahuan tahu yang cukup. Tahu Notoatmodjo (2010) aplikasi diartikan
merupakan tingkat pengetahuan yang paling sebagai kemampuan untuk menggunakan
dasar, untuk sekedar tahu seharusnya kader materi yang telah dipelajari pada situasi atau
memiliki pengetahuan yang baik karena kondisi sebenamya. Aplikasi disini dapat
program ini sudah banyak dikenal diartikan sebagai penggunaan hukum-
masyarakat. Tingkat pengetahuan tahu hukum, rumus, metode, prinsip, dan
penting untuk bekal dalam menjelaskan sebagainya dalam situasi dan konteks yang
program jampersal ke masyarakat dengan lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-
benar sesuai dengan prosedur. Hal ini sesuai prinsip siklus pemecahan masalah di dalam
dengan teori menurut Notoatmodjo (2010) pemecahan masalah kesehatan dari kasus
bahwa tahu diartikan sebagai mengingat yang diberikan.
suatu materi yang telah dipelajari Usia merupakan salah satu faktor yang
sebelumnya, tahu merupakan tingkat mempengaruhi tingkat pengetahuan.
pengetahuan paling rendah. Tingkat tahu Sebagian besar (60%) responden di wilayah
adalah mengingat kembali (recall) terhadap kerja Puskesmas Keputih Kelurahan
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan Keputih Surabaya berusia 41-60 tahun. Pada
yang dipelajari atau rangsangan yang telah fase dewasa madya seseorang akan lebih
diterima. memiliki pemikiran matang terhadap segala
Berdasarkan analisis soal tentang jenis- sesuatu yang dialaminya. Kader yang ada
jenis pelayanan dalam jampersal dan soal pada fase dewasa madya dapat memahami
tentang alur pengurusan jampersal hampir sesuatu hal yang diterima. Kematangan usia
seluruhmya (65%) dari 20 kader memiliki dapat mempengaruhi upaya sosialisasi serta
tingkat pengetahuan memahami yang pemanfaatan program jaminan persalinan
kurang. Pemahaman kader yang kurang (jampersal) ke masyarakat. Hal ini sesuai
dapat menimbulkan kesalahpengertian di dengan teori menurut Notoatmodjo (2010),
tataran masyarakat. Hal itu disebabkan tingkat pengetahuan ibu akan berkembang
dalam program jampersal kader merupakan seiring bertambahnya usia. Semakin cukup
“kepanjangan tangan” (penerus fungsi) usia, tingkat kematangan dan kekuatan
puskesmas atau bidan dalam proses seseorang akan lebih matang dalam berfikir
memberikan penjelasan secara benar tentang dan mengambil keputusan. Semakin matang
program jampersal. Hal ini sesuai dengan usia, maka semakin banyak informasi yang
teori menurut Yulifah; Yuswanto, 2009 salah dijumpai, semakin banyak pula yang
satu peran kader adalah melakukan dikerjakan. Sedangkan pada usia lebih tua
komunikasi, memberikan informasi, dan kepedulian untuk mendapatkan informasi
motivasi tatap muka (kunjungan) dengan berkurang. Selain daya ingat, konsentrasi
menggunakan alat peraga, serta melakukan dan keinginan seseorang untuk memperoleh
demonstrasi (memberikan contoh). pengetahuan juga menurun. Menurut WHO,
Berdasarkan analisis soal tentang kasus memori atau daya ingat seseorang itu salah
pasien operasi sectio caesaria setengahnya satunya dipengaruhi oleh umur.
(50%) dari 20 kader memiliki tingkat Berdasarkan tabel 2 didapatkan dari
pengetahuan aplikasi yang cukup. Pada 20 responden hampir seluruhnya (60%)
tingkat pengetahuan aplikasi seharusnya berpendidikan menengah (SMA). Kader
kader memiliki tingkat pengetahuan yang yang mempunyai tingkat pendidikan
baik karena kader memiliki tugas untuk memadai (SMA) dapat memahami suatu
Shofi, Munjidah : Tingkat pengetahuan kader tentang program jampersal pasca sosialisasi 47
di wilayah kerja puskesmas keputih kelurahan keputih surabaya

informasi dengan lebih mudah. Bekal DAFTAR RUJUKAN


pengetahuan yang memadai tersebut dapat
membantu meningkatkan kinerja kader Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
dalam pendataan peserta jampersal. Hal ini Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta,
didukung teori menurut Notoatmodjo (2010) Bhineka Cipta.
makin tinggi pendidikan seseorang makin Drajat, Agus. 2010. Buku Saku Jampersal.
mudah menerima informasi sehingga makin http://agus34drajat.files.wordpress.co
banyak pula pengetahuan yang dimiliki. m/2010/10/buku-saku-jampersal1.pdf.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan Erfandi. 2009. Pengetahuan. Akses
menghambat perkembangan sikap seseorang http://forbetterhealth.wordpress.com.
terhadap nilai-nilai yang baru dikenal. Artikel ini diakses tanggal 4 April
2013
http://www.depkes.go.id/downloads/PERAT
SIMPULAN URAN_MENTERI_KESEHATAN_JU
Kader di wilayah kerja Puskesmas KNIS_JAMPERSAL.pdf. Artikel ini
Keputih Kelurahan Keputih Surabaya hampir diakses tanggal 4 April 2013
seluruhnya memiliki pengetahuan yang Istigfaiyah, Lily. 2013. Tujuan Sosialisasi.
cukup tentang program jampersal pasca http://lilyistigfaiyah.blogspot.com/201
sosialisasi. 3/01/tujuan-sosialisasi.html. Artikel
1. Bagi Puskesmas ini diakses tanggal 8 Mei 2013
Diharapkan untuk melakukan Khadafi, Rizal. 2010. Undang Undang
resosialisasi khususnya tentang syarat, dan Dasar 1945. Jakarta : Bukuné
sasaran program jampersal dengan metode Mashudi, Sugeng. 2012. Buku Ajar
penyampaian materi yang berbeda seperti Sosiologi Keperawatan Konsep dan
memberikan contoh kasus yang bervariasi, Aplikasi. Jakarta : EGC
serta pemberian materi tertulis dengan Melani. 2012. Cara Pengukuran
selebaran brosur yang berisi tentang materi Keberhasilan Sosialisasi.
program jampersal. http://www.wordpress.com. Artikel ini
2. Bagi Responden diakses tanggal 8 Mei 2013
Berdasarkan hasil penelitian ini Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Sosiologi
diharapkan kader dapat membaca kembali Untuk Keperawatan Pengantar dan
materi yang telah diberikan pihak puskesmas Teori. Jakarta : Salemba Medika
handout untuk meningkatkan pengetahuan Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
tentang program jampersal sehingga tepat Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
dalam penjelasan dan pendataan peserta Rineka Cipta
jampersal. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Pendidikan
3. Bagi STIKES YARSIS dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.
Diharapkan hasil penelitian ini sebagai Rineka Cipta
kontribusi ilmiah berupa tambahan Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
informasi, fakta dan data bagi perpustakaan Metodologi Penelitian Ilmu
tentang program jampersal, serta dapat Keperawatan. Jakarta : Salemba
digunakan sebagai referensi yang dapat Medika
digunakan bahan penelitian selanjutnya Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Rahmayanti, Pipit. 2013. Pembinaan Kader.
http://pipitrahmayanti.blogspot.com.
Artikel ini diakses tanggal 4 April
2013
48. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 41-48

Septian, Sela. 2012. Sosialisasi dan Tujuan


Sosialisasi.
http://selaseptian020.blogspot.com/20
12/09/sosialisasi-tujuan-sosialisasi
dan.html#ixzz2TSLVGTdA. Artikel ini
diakses tanggal 8 Mei 2013
Setiadi, E. M. , Kolip, Usman. 2010.
Pengantar Sosiologi. Jakarta : Refika
Aditama
Wahyu, Ramdani. 2007. ISD (ILMU SOSIAL
DASAR). Bandung : Pustaka Setia
Analisa Pemahaman Discharge Planning dengan Tingkat Kepatuhan Pasien
Gagal Ginjal Kronik (GGK) Dalam Menjalani Terapi Hemodialisis
Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya.
Lilik Maslakha *, Wesiana Heris Santy**
(UNUSA, Jl. Smea 57 Surabaya)
e-mail: wesiana@unusa.co.id

Abstract: Hemodialysis is one of renal replacement therapy in patients with CRF, one of
the problems that led to the failure of hemodialysis is the issue of compliance. Therefore
it takes the role of health workers in providing understanding of discharge planning for
continuity of care in achieving the quality of life of patients. The study aims to determine the
relationship of understanding of discharge planning with the level of compliance in the CRF
patients undergoing hemodialysis therapy in RSI Jemursari Surabaya.
Analytical research method with cross sectional design. The population is all patients with
chronic renal failure undergoing hemodialysis for 70 people and a large sample of 59
respondents. Systematic sampling with sampling techniques. The instrument has it under the
sheet questionnaires, and then analyzed by Spearman correlation test using SPSS 16.0 can for
Windows.
The results showed that a large majority of the 59 respondents 35 (59.3%) a good
understanding of discharge planning, compliance levels in CRF patients undergoing
hemodialysis therapy most of the 30 (50.8%).
With the relationship of discharge planning with the level of compliance in the CRF patients
undergoing hemodialysis therapy, it is expected that health workers can provide clear
information to patients, in the form of discharge planning which is in good order and improve
the quality of interaction to the family and the patient.

Abstrak : Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal pada pasien dengan
GGK, salah satu masalah yang mengakibatkan kegagalan hemodialisis adalah masalah
kepatuhan. Oleh karena itu dibutuhkan peran petugas kesehatan dalam memberikan
pemahaman discharge planning untuk mendapatkan kontinuitas perawatan dalam mencapai
kualitas hidup pasien. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan pemahaman discharge
planning dengan tingkat kepatuhan pasien GGK dalam menjalani terapi hemodialisis di RSI
Jemursari Surabaya.
Jenis penelitian analitik cross sectional. Populasi adalah semua pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis sebesar 70 responden dan besar sampel 59 responden. Dengan
sampling teknik systematic sampling. Instrumen menggunakan lembar kuesioner, kemudian
dianalisis dengan uji korelasi spearman dapat menggunakan SPSS 16.0 for Windows.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 59 responden sebagian besar 35 (59,3%) pemahaman
discharge planning baik, tingkat kepatuhan pasien GGK dalam menjalani terapi hemodialisis
sebagian besar 30(50,8%).
Dengan adanya hubungan Discharge planning dengan tingkat kepatuhan pasien GGK dalam
menjalani terapi hemodialisis, maka diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan
informasi yang jelas terhadap pasien dan berkesinambungan, dalam bentuk discharge
planning yang sudah tersusun dengan baik dan meningkatkan kualitas interaksi kepada
keluarga dan pasien.

Kata Kunci : Pemahaman, Discharge lanning, kepatuhan, pasien GGK, hemodialisis

49
50. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 49-57

PENDAHULUAN seseorang yang mendapatkan pengobatan,


A. Latar Belakang mengikuti diet dan atau melaksanakan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah perubahan gaya hidup sesuai dengan
suatu keadaan klinis yang ditandai rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, (WHO, dalam Nita Syamsiyah 2011).
pada suatu derajat yang memerlukan terapi Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dan perawatan dari pemberi pelayanan
dialysis atau transplantasi ginjal (Suwitra, kesehatan adalah penting untuk kesuksesan
2006). Hemodialisis sebagai salah satu suatu intervensi keperawatan. Sayangnya,
alternatif terapi pengganti ginjal pada ketidakpatuhan menjadi masalah yang
pasien dengan gagal ginjal kronik dengan besar pada pasien yang menjalani
tujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa hemodialisis. Ketidakpatuhan berdampak
metabolisme, protein dan koreksi pada berbagai aspek perawatan pasien,
gangguan keseimbangan air dan elektrolit termasuk konsistensi kunjungan, regimen
antara kompartemen larutan dialisat pengobatan serta pembatasan makanan dan
melalui selaput tipis (membran) cairan. Agar kualitas pasien hemodialisis
semipermiabel yang bertindak sebagai bisa tercapai dibutuhkan kualitas
ginjal buatan yang disebut dializer. penatalaksanaan asuhan yang baik oleh
Ketika seseorang memulai terapi tenaga kesehatan, dengan melibatkan
ginjal pengganti (hemodialisis) maka pasien dan keluarga dalam memahami
ketika itulah klien harus merubah seluruh proses penyakitnya yang disusun dalam
aspek kehidupannya. Klien harus discharge planning, yaitu mempersiapkan
mendatangi unit hemodialisis secara rutin pasien untuk mendapatkan kontinuitas
2-3 kali seminggu, belum sembuh rasa perawatan baik dalam proses penyembuhan
sakit bekas pungsi akses vaskuler akan maupun dalam mempertahankan derajat
tetapi pasien harus datang kembali untuk kesehatannya sampai pasien merasa siap
melakukan hemodialisis, konsiten terhadap kembali ke lingkungannya dan harus
obat-obatan yang harus dikomsumsi, dimulai sejak pasien mulai datang ke
memodifikasi dietnya secara besar-besaran, pelayanan kesehatan (cawthorn, dalam
mengatur asupan cairan hariannya. upik rahmi 2011).
Masalah lainnya berupa pengaturan- Data yang di dapat dari Indonesian
pengaturan sebagai dampak penyakit Renal Registry(IRR, 2013) jumlah pasien
ginjalnnya seperti dampak penurunann baru yang menjalani hemodialisis pada
hemoglobin yang lazim terjadi pada pasien tahun 2011 sebanyak 15353 pasien dan
gagal ginjal, pengaturan kalium, kalsium, pada tahun 2012 terjadi peningkatan
Fe, dan lain-lain. Hal tersebut menjadi pasien yang menjalani hemodialisis
beban yang sangat berat bagi klien yang sebanyak 4268 orang sehingga secara
menjalani hemodialisis. Termasuk pula keseluruhan terdapat 19621 pasien yang
masalah psikososial dan baru menjalani hemodialisis. Sampai akhir
ekonomiyangtentunyaakanberdampakbesar tahun 2012 terdapat 244 unit hemodialisis
menyebabkanklienseringkali menderita di Indonesia.
kelelahan yang luar biasa. Sehingga Prevalensi penyakit gagal ginjal
akhirnya menyebabkan kegagalan terapi kronik di Rumah Sakit Islam Jemursari
dan memperburuk prognosis klien dengan Surabaya selama bulan September 2014
Chronic Kidney Deases(Kim, 2010). terdapat beberapa pasien gagal ginjal
Salah satu masalah besar yang kronik yang melakukan terapi
berkontribusi pada kegagalan hemodialisis hemodialisis. Jumlah pasien dalam tiga
adalah masalah kepatuhan klien. Secara bulan terakhir pada bulan Juli sampai
umum kepatuhan (adherence) September 2014 terdapat 70 pasien dengan
didefinisikan sebagai tingkatan perilaku rata-rata kunjungan perbulannya sebanyak
Maslakha, Santy : Analisa pemahaman discharge planning dengan tingkat kepatuhan pasien gagal 51
ginjal kronik (GGK) dalam menjalani terapi hemodialisis di rumah sakit islam jemursari surabaya

400 kali kunjungan dialisis. (Data Rekam anjuran dokter maka pada tahap
Medis RSI Jemursari Surabaya, 2014). selanjutnya akan terjadi sesak, oedem,
Data yang di ambil peneliti secara acites dan menimbulkan banyak
acak terdapat 5 pasien dalam pemahaman komplikasi jangka panjang misalnya
discharge planning yang dilakukan ensefalopati dialisis, hiperlipidemia, yang
perawat, 3 (60%) diantaranya dapat pada akhirnya akan meningkatkan
mengetahui tentang pengobatan, kematian (Suparman, 2004).
laboratorium, diet makanan, jadwalterapi Dengan kualitas intruksi kesehatan
hemodialisis yang dianjurkan, langkah yang baik atau pemahaman tentang
yang dilakukan saat dalam keadaan darurat discharge planning yang baik diharapakan
dan 3 (100%) patuh dalam menjalani dapat meningkatkan kepatuhan pasien
hemodialisis,2 (40%) tidak dapat GGK dalam menjalani terapi hemodialisis,
mengetahui tentangpengobatan, meliputi bagaimana pengobatan di rumah,
laboratorium, diet makanan, jadwal terapi kebutuhan akan hasil test laboratorium
hemodialisis yang dianjurkan, langkah yang dianjurkan, bagaimana memilih gaya
yang dilakukan saat dalam keadaan darurat hidup dan tentang perubahan aktivitas,
dan2 (100%)tidak patuh dalam menjalani latihan, diet makanan yang dianjurkan dan
hemodialisis. pembatasannya, apa yang dilakukan pada
Gagal ginjal kronis adalah keadaan darurat dan nomor telpon yang
penurunan fungsi ginjal yang bersifat bisa dihubungi, bagaimana mengatur
persisten dan irreversibel, oleh karena itu perawatan lanjutan (jadwal terapi
pasien gagal ginjal kronis harus menjalani lanjutan). Discharge planning diberikan
terapi hemodialisis dan harus menjalani kepada semua pasien GGK yang menjalani
terapi hemodialisis 2 kali dalam 1 minggu Hemodialisis, baik pasien baru maupun
menimbulkan kebosanan atau kejenuhan. pasien lama, Sehingga kualitas hidup
Perawat sebagai salah satu profesi pasien lebih optimal.
kesehatan memiliki peran yang sangat Berdasarkan uraian diatas peneliti
besar karena memiliki waktu interaksi tertarik untuk mengetahui “Hubungan
terlama dengan pasien di institusi Pemahaman Discharge planning Dengan
kesehatan, khususnya dalam memberikan Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal
informasi penting yang tersusun dalam Kronik Dalam Menjalani Terapi
bentuk discharege planning, meliputi Hemodialisis di Rumah Sakit Islam
informasi jadwal terapi hemodialisis, cara Jemursari Surabaya”.
minum obat dan beberapa perubahan gaya
hidup yang harus dilakukan. Faktor-faktor METODE
yang mempengaruhi kepatuhan antara lain Jenis penelitian adalah analitik cross
motivasi individu, persepi tentang sectional yaitu mempelajari hubungan
kerentangan, keyakinan terhadap upaya pemahaman discharge planning dengan
pengontrolan, dan pencegahan penyakit, tingkat kepatuhan pasien GGK dalam
variabel lingkungan, kualitas intruksi menjalani terapi hemodialisis di Rumah
kesehatan, kemampuan mengakses sumber Sakit Islam Jemursari Surabaya.
yang ada (Carpenito, 2009). Apabila Populasi adalah semua pasien gagal
pasien patuh terhadap jadwal hemodialisis ginjal kronik yang menjalani terapi
maka akan berdampak positif bagi pasien hemodialisis Rumah Sakit Islam
untuk memperpanjang hidupnya. Apabila Jemursari Surabaya sebesar 70 orang.
pasien tidak patuh maka untuk (Data Rekam Medis RS. Islam Jemursari
mempertahankan kehidupan pasien sangat Surabaya, September 2014).
berkurang. Dengan demikian apabila Sampel dalam penelitian ini adalah
didapatkan pasien yang tidak patuh dalam sebagian pasien GGK yang menjalani
pelaksanaan terapi hemodialisis sesuai hemodialisis di instalasi hemodialisis
52. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 49-57

Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya b. Distribusi responden berdasarkan


dengan besar sampel 60 pasien tingkat kepatuhan pasien GGK dalam
Pengambilan sampel dalam menjalani terapi Hemodialisis
penelitian ini menggunakan teknik Kepatuhan juga dipengaruhi oleh
probability sampling, dengan jenis pengalaman. Pengalaman merupakan suatu
systematic samplingyaitu tehnik proses pembelajaran dan pertambahan
pengambilan sampel secara sistematik perkembangan potensi bertingkah laku
dapat dilaksanakan jika tersedia daftar baik dari pendidikan formal maupun non
subjek yang dibutuhkan atau berdasarkan formal atau bisa diartikan sebagai suatu
nomor urut dari anggota populasi yang proses yang membawa seseorang kepada
telah diberi nomor urut. Pengambilan suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.
sampel dapat dilakukan dengan mengambil Suatu pembelajaran juga mencakup
nomor ganjil atau genap. Penelitian ini perubahan yang relative tepat dari perilaku
dilaksanakan di instalasi hemodialisis yang diakibatkan penglaman, pemahaman,
Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya. dan praktek (Knoers & Haditono, 2004).
Penelitian ini dilaksanakan pada Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden
November 2014. berdasarkan tingkat kepatuhan pasien
GGK dalam menjalani terapi hemodialisis
HASIL DAN PEMBAHASAN di RS Islam Jemursari Surabaya pada
HASIL bulan Desember 2014.
a. Distribusi Responden berdasarkan No Tingkat Frekuensi Persentase
pemahaman discharge planning. kepatuhan (f) (%)
Discharge planning adalah suatu 1 Tidak patuh 30 50,8
proses dimulainya pasien mendapatkan 2 Patuh 29 49,2
pelayanan kesehatan yang diikuti dengan Jumlah 59 100
kesinambungan perawatan baik dalam
Data Primer : Desember 2014
proses penyembuhan maupun dalam
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan
mempertahankan derajat kesehatannya
sebagian besar (50,8%) responden tingkat
sampai pasien merasa siap untuk kembali
kepatuhan pasien GGK dalam menjalani
ke lingkungannya (Kozier, 2004).
terapi hemodialisis adalah tidak patuh.
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan pemahaman discharge
c. Tabulasi silang
planning di unit Hemodialisa RS Islam
Tabel 5.6 Tabulasi silang hubungan
Jemursari Surabaya padabulanDesember
pemahaman discharge planning dengan
2014.
tingkat kepatuhan pasien GGK dalam
No Pemahaman Frek Persentase menjalani terapi hemodialisis di RS Islam
discharge (f) (%) Jemursari Surabaya pada bulan Desember
planning 2014
1 Kurang baik 24 40,7
Tingkat Pengetahuan
2 Baik 35 59,3
Pemahaman Tidak patuh Patuh Jumlah
Jumlah 59 100 discharge
Data Primer : 2014 No planning N % N % N %
1 Kurang Baik 17 70,83 7 29,17 24 100
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan 2 Baik 13 37,14 22 62,86 35 100
sebagian besar (59,3%) responden
Jumlah 30 50,85 29 49,2 59 100
memiliki pemahaman discharge planning
baik. Hasil uji spearman sig.(2-tailed) = 0,01 α = 0,05
Data Primer : Desember 2014
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa
dari 24 responden dengan pemahaman
Maslakha, Santy : Analisa pemahaman discharge planning dengan tingkat kepatuhan pasien gagal 53
ginjal kronik (GGK) dalam menjalani terapi hemodialisis di rumah sakit islam jemursari surabaya

discharge planing kurang baik, pasien Kedua, 90,5% responden memahami


GGK dalam menjalani terapi hemodialisis discharge planning tentang kebutuhan hasil
sebagian besar (70,83%) tidak patuh, dari laboratorium dan tujuan pemeriksaan
35 respon den dengan pemahaman laboratorium, hal tersebut sangat penting
discharge planning baik sebagian besar untuk mengetahui perkembangan
(62,86%) patuh. kesehatan pasien dan sangat bermanfaat
untuk petugas kesehatan dalam
Pembahasan menentukan terapi. Menurut Corwin, 2009
Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil komplikasi yang dapat timbul akibat gagal
penelitian yang yang ada, setelah ginjal kronik meliputi : Pada gagal ginjal
mendapat hasil penelitian maka dilihat progresif, terjadi beban volume,
apakah ada kesenjangan atau tidak antara ketidakseimbangan elektrolit, asidosis
teori dengan kenyataan yang ada dilapan metabolik, azotemia, dan uremia, pada
gan mengenai hubungan pemahaman gagal ginjal stadium akhir, terjadi azotemia
discharge planning dengan tingkat dan uremia berat. Asidosis metabolik
kepatuhan pasien GGK dalam menjalani memburuk, yang secara mencolok
terapi hemodialisis di RS Islam Jemursari merangsang kecepatan pernapasan,
Surabaya, maka dapat diuraikan hipertensi, anemia. Osteodistrofi,
pembahasan sebagai berikut : hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
1. Pemahaman discharge planning pruritus adalah komplikasi yang sering
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa terjadi, penurunan pembentukan
sebagian besar responden memiliki eritropoietin dapat menyebabkan sindrom
pemahaman discharge planning pada anemia kardiorenal, penyakit
pasien GGK yang menjalani terapi kardiovaskular dan penyakit ginjal yang
hemodialisis adalah baik yaitu 35 akhirnya menyebabkan peningkatan
responden (59,3%), artinya sebagian besar morbiditas dan mortalitas, dapat terjadi
pasien memahami discharge planning gagal jantung kongestif, tanpa pengobatan
tentang pengobatan, hasil laborat, diit terjadi koma dan kematian.
makanan dan jadwal terapi. Discharge Ketiga, 83% responden memahami
planning dapat mengurangi hari perawatan discharge planning tentang diit makanan
pasien, mencegah kekambuhan, yang bisa dikonsumsi, pemahaman tentang
meningkatkan perkembangan kondisi diit makanan ini akan membantu
kesehatan pasien dan menurunkan beban memperbaiki nutrisi dan mencegah
perawatan keluarga (Slagnfall, dalam komplikasi seperti hiperkalemi, Menurut
Rahmi, 2011). Luverne & Barbara 1998 dalam Nursalam,
Pemahaman discharge planning 2010 yaitu kelompok perawat berfokus
responden dalam katerogi baik, hal ini dalam kebutuhan rencana pengajaran yang
dapat dibuktikan : Pertama, dalam baik untuk persiapan pasien pulang yaitu :
penelitian ini didapatkan 58,5 % responden Medication (obat), Environment
memahami discharge planning tentang (Lingkungan), Treathment, Health
pengobatan pasien GGK, khususnya Teaching (Pengajaran Kesehatan),
tentang dampak pengobatan yang Outpatient referral, diet: pasien sebaiknya
dihentikan, hal ini sangat penting untuk diberitahu tentang pembatasan pada
mencegah komplikasi yang bisa terjadi. dietnya, mampu memilih diet yang sesuai
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat untuk dirinya.
dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Keempat, 97% responden
Dengan pengobatan konservatif yaitu obat memahami discharge planning tentang
dan diit, dengan terapi pengganti jadwal terapi hemodialisis, dengan
hemodialisis dan transplantasi (Sidabutar, memahami jadwal terapi hemodialisis,
2003). pasien megetahui cara mempertahankan
54. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 49-57

kesehatannya. Discharge planning eritropeitin, suplemen zat besi dan


Association (2008) mengatakan bahwa berbagai obat lain, belum lagi pengaturan
unsur-unsur yang harus ada pada sebuah diet serta rutinitas mendatangi
perencanaan pemulangan antara lain : hemodialisis, hal ini menimbulkan
Bagaimana mengatur perawatan lanjutan kejenuhan yang luar biasa dari pasien
(jadwal pelayanan dirumah, perawat yang karena harus banyak merubah pola
menjenguk, penolong, pembantu jalan, hidupnya. (Loghman-Adham, dalam
walker, kanul, oksigen dan lain-lain) Syamsiah 2011). Selain itu, faktor-faktor
beserta dengan nama dan nomor telepon yang mendukungkepatuhanpasien :
setiap institusi yang bertanggung jawab Pendidikan, akomodasi, perubahan model
untuk menyediakan pelayanan. terapi, modifika si factor lingkungan dan
2. Tingkat kepatuhan sosial, interaksi professional kesehatan,
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan pengetahuan, usia, pekerjaan, dukungan
tingkat kepatuhan pasien GGK dalam keluarga, Feuerstein et al, (1986).
menjalani terapi hemodialisis sebagian Tingkat kepatuhan di pengaruhi
besar (50,8%) adalah tidakpatuh. oleh umur. Tabel 5.1 menunjukkan
Kepatuhan merupakan prilaku pasien sebagian besar (66,1%) responden berusia
dalam melaksanakan ketentuan yang di atas 50 tahun. Menurut Mubarok,
dibuat oleh professional kesehatan dalam Chayatin dan Santoso (2006), dengan
hal pengobatan, tes laboratorium, diit bertambahnya umur seseorang akan terjadi
makanan dan jadwal terapi hemodialisis. perubahan pada aspek fisik dan psikologis
Ketidakpatuhan pasien akan berdampak (mental). Pertumbuhan pada fisik secara
pada berbagai aspek perawatan pasien, garis besar ada empat kategori perubahan
sehingga peneliti membuat kategoripatuh, pertama, perubahan ukuran, kedua,
jika pasien melaksanakan pengobatan, tes perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-
laboratorium, diit makanan yang ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri
dianjurkan dan jadwal terapi hemodialisis, baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi
tidak patuh jika pasien tidak melaksanakan organ. Menurut Anna Keliat (1999), salah
salah satu intruksinya. Kepatuhan secara satu karakteristik lansia adalah kebutuhan
umum didefinisikan sebagai tingkatan dan masalah yang bervariasi dari rentang
prilaku seseorang yang mendapatkan sehat sampai sakit, dari kebutuhan
pengobatan, mengikuti diet dan atau biopsikososial sampai spiritual, serta dari
melaksanakan gaya hidup sesuai dengan kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan Beberapa lansia sering terjadi perubahan
(WHO, 2003). perilaku, seperti, pelupa, bersikap kaku,
Dari hasil penelitian tersebut, ada mudah putus asa dan mudah tersinggung,
13(22%) responden tidak patuh dalam sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan
pengobatan, 26(44%) responden tidak dalam menjalani terapi.
patuh dalam diet makanan dan 1(2%) tidak Berdasarkan tabel 5.2 tingkat
patuh dalam jadwal terapi hemodialisis. pendidikan diperoleh, dari 59 responden
Hal ini dapat menyebabkan komplikasi tingkat pendidikan sebagian besar
pada terapi hemodialisis seperti hipertensi, pendidikan menengah (39%), semakin
hipotensi, hiperkalemi, hipoglikemik, tinggi pendidikan, semakin tinggi pula
kejang, kram otot, anemi dan lain pengetahuan yang didapat, walaupun
sebagainya, sehingga mempengaruhi begitu ada beberapa pasien sudah tahu apa
kualitas kesehatan pasien. Untuk yang dianjurkan dan tidak dianjurkan akan
mengatasi masalah pasien memerlukan tetapi tetap dilanggar atau tidak dipatuhi.
pembatasan cairan, pengikat fosfat, Menurut Morgan dalam samsiah (2011),
vitamin D, agen calcimimetik, obat Penelitian telah menunjukkan bahwa
antihipertensi,agen hipoglikemik, peningkatan pengetahuan tidak berarti
Maslakha, Santy : Analisa pemahaman discharge planning dengan tingkat kepatuhan pasien gagal 55
ginjal kronik (GGK) dalam menjalani terapi hemodialisis di rumah sakit islam jemursari surabaya

meningkatkan kepatuhan pasien terhadap bertahan lama daripada perilaku yang tidak
pengobatan yang diresepkan yang paling didasari oleh pengetahuan, sebelum
penting adalah seseorang harus memiliki seseorang mengadopsi perilaku yang baru
sumber daya dan motivasi untuk mematuhi (berperilaku baru), di dalam diri orang
pengobatan. tersebut terjadi proses berurutan, yakni
Tingkat kepatuhan juga didukung sebagai berikut : Timbul kesadaran
oleh pekerjaan. Hal ini sesuai dengan tabel (Awareness), ketertarikan (Interest),
5.3 yang menunjukkan sebagian besar mempertimbangkan baik tidaknya stimulus
responden ( 50,8%) tidak bekerja. (Evaluation), mulai mencoba (Trial),
Lingkungan pekerjaan dapat meningkatkan mengadoptasi (adoption) yakni orang
interaksi antar individu sehingga dapat tersebut telah berperilaku baru sesuai
meningkatkan pengetahuan dan dengan pengetahuan, kesadaran dan
pengalaman seseorang. Menurut Thomas sikapnya terhadap stimulus (Rogers, 1974
(1996) yang dikutip oleh Nursalam dan dalam Notoatmojo 2003). Faktor-faktor
Pariani (2001) pekerjaan adalah kesibukan yang mempengaruhi kepatuhan antara lain
yang harus dilakukan untuk menunjang (carpenito, 2009) : Motivasi individu,
kehidupannya dan kehidupan keluarganya, persepsi tentang kerentangan, keyakinan
bekerja umumnya menyita waktu sehingga terhadap upaya pengontrolan dan
dapat mempengaruhi hal-hal lain termasuk pencegahan penyakit, variabel lingkungan,
juga dalam mengetahui sesuatu diluar kualitas instruksi kesehatan/pemahaman
pekerjaannya misalnya masalah kesehatan discharge planning, kemampuan
keluarga. mengakses sumber yang ada
3. Hubungan pemahaman discharge (keterjangkauan biaya). Menurut Almborg
planning dengan tingkat kepatuhan pada et al (2010), pemberian discharge planning
pasien GGK dalam menjalani terapi dapat meningkatkan kemajuan pasien,
hemodialisis. membantu pasien untuk mencapai kualitas
Hasil perhitungan dengan uji statistik hidup optimum. Menurut penelitian
spearman di peroleh hasil sig. 2-tailed = Firman Suryadi (2013), didapatkan hasil
0,01 (sig. 2-tailed< 0,05). Sehingga dapat penelitian peran educator perawat dalam
di simpulkan H0 di tolak yang berarti ada disharge planning sebagian besar 23
hubungan antara pemahaman discharge (57,5%) dalam kategori baik dan tingkat
planning dengan tingkat kepatuhan pada kepatuhan untuk kontrol sebagian besar
pasien GGK dalam menjalani terapi 24(60%) dalam kategori patuh, sehingga
hemodialisis di RS Islam Jemursari disimpulkan ada hubungan yang signifikan
Surabaya pada bulan Desember 2014. antara peran educator perawat dalam
Dari hasil penelitian didapatkan discharge planning dengan tingkat
bahwa dari 24 responden dengan kepatuhan untuk kontrol di Rumah Sakit
pemahaman discharge planing kurang Simpulan
baik, sebagian besar (70,83%) tidak patuh, Berdasarkan analisis data penelitian yang
dari 35 responden dengan pemahaman telah dilakukan maka dapat disimpulkan
discharge planning baik sebagian besar sebagai berikut :
(62,86%) patuh. Dengan pemahaman 1. Pasien GGK yang menjalani terapi
discharge planning yang baik dapat hemodialisis di RSI Jemursari Surabaya
memberikan perubahan perilaku yang sebagian besar memiliki pemahaman
baik, karena pasien dapat memahami Discharge planningyang baik.
manfaat dan dampak tentang pengobatan, 2. Tingkat kepatuhan pasien GGK yang
tes laboratorium, diet makanan dan jadwal menjalani terapi hemodialisis di RSI
terapi hemodialisis. Dari pengalaman dan Jemursari Surabaya sebagian besar tidak
penelitian terbukti bahwa perilaku yang patuh.
didasari oleh pengetahuan akan lebih
56. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 49-57

3. Ada hubungan antara pemahaman New Jersey : Pearson/Prentice


Discharge planning dengan tingkat Hall
kepatuhan pasien GGK dalam menjalani
terapi hemodialisis di RSI Jemursari Lumenta, S. (2005). Komplikasi
Surabaya. Hemodialisis. Pelatihan Perawat
Saran Hemodialisis RS PGI Cikini.
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat Jakarta.
digunakan sebagai acuan penelitian
berikutnya. Untuk itu peneliti selanjutnya, Marthalena Siahaan (2009). Pengaruh
diharapkan dapat melanjutkan penelitian Discharge Planning Yang
mengenai faktor-faktor yang Dilakukan Oleh Perawat
mempengaruhi ketidakpatuhan pasien Terhadap Kesiapan Pasien Pasca
GGK dalam menjalani terapi hemodialisis. Bedah Akut Abdomen
2. Bagi Rumah Sakit diharapkan Menghadapi Pemulangan di
penelitian ini dapat digunakan sebagai RSUP H. Adam Malik Medan.
bahan acuan dalammeningkatkan tingkat http://respository.USU.ac.id.
kepatuhan pasien GGK dalam menjalani Tanggal akses 26/09/2014.
terapi hemodialisis, yaitu dengan cara
meningkatkan kualitas interaksi antara Ninis Nuriana (2014). Gambaran Faktor
petugas kesehatan dengan pasien dan Penyebab Pasien Tidak Patuh
memberikan motivasi kepada keluarga Dalam Menjalani Terapi
untuk selalu memberikan dukungan Hemodialisis di Unit Hemodialisa
terhadap terapi yang dijalani, sehingga Rumah Sakit Islam Jemursari
dapat terwujud dengan pemahaman Surabaya. Karya Tulis Ilmiah,
discharge planningyang baik, semua Surabaya. Tidak dipublikasikan.
pasien GGK dalam menjalani terapi
hemodialisis dapat berprilaku patuh. Nita Syamsiah (2014). Faktor-faktor Yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan
DAFTAR PUSTAKA Pasien CKD Yang Menjalani
Hemodialisa di RSPAU Dr
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Esnawan Antariska Halim
Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Perdana Kusuma Jakarta.
revisi 6. Jakarta : Rineka Cipta. http://www.lontar.ui.ac.id.
Tanggal akses 19/09/2014.
Data Rekam Medis Rumah Sakit Islam
Jemursari Surabaya. (2014) Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Friedman, M, Marilyn. (2013). PT Rineka Cipta.
Keperawatan Keluarga Riset,
Teori dan Praktik Jakarta: EGC. Notoatmojo, S. (2007). Pengantar
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Kowalak, Jennifer P. dan William Welsh Perilaku Kesehatan. Andi Offset.
(2011). Buku Ajar Patofisiologi Yogyakarta.
(Professional Guide to
Pathophysiology). Jakarta: EGC. Nursalam. (2013). Metodelogi Penelitian
Ilmu Keperawatan, Jakarta :
Kozier, B.et al, (2004). Fundamentals Of Salemba Medika.
Nursing Concepts Process and
Practice. 1 st Volume, 6th edition. Nursalam. (2010). Manajemen
Keperawatan: Aplikasi dalam
Maslakha, Santy : Analisa pemahaman discharge planning dengan tingkat kepatuhan pasien gagal 57
ginjal kronik (GGK) dalam menjalani terapi hemodialisis di rumah sakit islam jemursari surabaya

Praktik Keperawatan Suparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam


Profesional Edisi 3. Jakarta : Jilid II. Jakarta : FKUI
Salemba Medika.
Upik Rahma. (2011). Pengaruh Discharge
Nursalam dan Fransiska (2009). Asuhan Planning Terstruktur Terhadap
Keperawatan Pada Pasien Kualitas Hidup Pasien Stroke
dengan Gangguan Sistem Iskemik di RSUD Al-Ihsan &
Perkemihan. Jakarta : Salemba RS. Al-Islam Bandung. Karya
Medika Tulis Ilmiah, Depok.
http://lib.ui.ac.id, tanggal akses
O’Callaghan, C.A (2009). At a Glance 17/09/2014.
Sistem Ginjal Edisi kedua.
Jakarta: Erlangga.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine


McCarty Wilson (2006).
Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta : EGC.

Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional


PPGII.(2010). Perawatan Pada
Pasien Gagal Ginjal Yang
Menjalani Hemodialisis Secara
Komprehensif. Semarang.

Setyawan, (2005). Asuhan Keperawatan


Pada Penderita Hemodialsis
dan Pasca Hemodialsis..
Surabaya.

Soewanto. (2006). Infeksi pada Penderita


Hemodialisis, Majalah Ilmu
Penyakit Dalam, Vol.18 no 1
FK Unair-RSUD Dr.Soetomo,
Surabaya.

Sudoyo, A.W. dkk (2009). Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi Keempat. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.

Suharyanto, Toto dan Abdul Madjid


(2009). Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta :
Trans Info Medika.
TINGKAT STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA MAHASISWA

Nety Mawarda Hatmanti *

Fakultas Ilmu Kesehatan UNUSA


E-mail: nety.mawarda@ unusa.ac.id

Abstract : Stress can made abnormal of reproduction system expecially cycle of menstruate.
Stress can lead to serious physical illness. Stress in student may influence cycle of menstruate. If
this condition continue, can made the women to infertile.
This study is cross sectional design. The population were student in Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Medicine Faculty of Airlangga University. Samples were recruited using consecutive
sampling, and there were 57 samples who met the inclusion criteria. The observed variables were
stress level and cycle of menstruate in fertile age student. Data were collected by questionare and
observe. Then, data analyzed using Spearman Rank Correlation (p=0,000).
The result showed that 26 students (46%) had moderate stress, 31 students (54%) had severe
stress. The analyze of cycle menstruate showed that 34 students (60%) had cycle menstruate
abnormal and 23 students (40%) had cycle menstruate normal. By using analysis non parametric,
Spearman’s Rank Correlation the result showed that value correlation (r) = 0,464. It is mean that
there is enought correlation between stress level and cycle of menstruate in fertile age student.
Based on the conclution, we suggested to promote this information to the student about
stress management. So, the cycle menstruste can normal.

Abstrak : stress level, cycle menstruate, nursing student.

Abstrak : Stres bisa menyebabkan sistem reproduksi yang abnormal khususnya siklus menstruasi.
Stres juga dapat menyebabkan sakit fisik yang serius. Stres yang terjadi pada mahasiswa bisa
mempengaruhi siklus menstruasi. Jika hal ini berlanjut maka bisa menyebabkan infertil.
Desain penelitian ini menggunakan cross sectional. Populasinya adalah mahasiswa Program
Studi S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Pengambilan sampel
menggunakan tehnik consecutive sampling dan menggunakan kriteria inklusi sehingga jumlah
sampel ada 57 mahasiswa. Variabel yang diteliti adalah tingkat stres dan siklus menstruasi pada
masa subur mahasiswa. Data didapat dari kuisioner dan observasi, kemudian dianalisis
menggunakan korelasi Spearman (p=0,0000).
Hasil menunjukkan bahwa 26 mahasiswa berada pada tingkat stres sedang, 31 mahasiswa
pada stres ringan. Analisis menunjukkan bahwa 34 mahasiswa mempunyai siklus menstruasi
abnormal dan 23 mahasiswa mempunyai siklus menstruasi normal. Menggunakan analisis non
parametrik Spearman didapatkan bahwa hubungan (r)=0,464 yang menunjukkan bahwa ada cukup
hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi pada mahasiswa usia subur.
Dari hasil di atas, maka kita harus memberikan pendidikan tentang manajemen stress
sehingga mahasiswa mempunyai siklus menstruasi yang normal.

58
Hatmanti : Tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa 59

PENDAHULUAN tentang hubungan tingkat stres dengan siklus


Setiap orang mengalami stres sepanjang menstruasi usia subur belum jelas.
kehidupannya. Stres dapat memberi stimulus Banyak wanita mengalami
terhadap perubahan dan pertumbuhan, dalam ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari
hal ini stres adalah positif dan bahkan sebelum periode menstruasi mereka datang.
diperlukan. Namun demikian, terlalu banyak Kira-kira setengah dari seluruh wanita
stres dapat mengakibatkan penyesuaian buruk, menderita akibat dismenorhea, atau menstruasi
penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk yang menyakitkan (Kesrepro.info, 2002).
mengatasi atau koping terhadap masalah. Terlambat haid atau menstruasi yang tidak
Sejumlah penelitian yang telah dilakukan teratur juga patut diwaspadai karena itu berarti
menunjukkan adanya hubungan antara telah terjadi abnormalitas pada siklus
peristiwa kehidupan menegangkan atau penuh menstruasi (Hembing, 2006). Sebagian wanita
stres dengan berbagai kelainan fisik dan mengalami haid yang tidak normal,
psikiatrik (Potter&Perry, 1999). diantaranya mulai dari usia haid yang datang
Menstruasi merupakan bagian dari proses terlambat, jumlah darah haid yang yang sangat
reguler yang mempersiapkan tubuh wanita banyak sampai-sampai harus berulang kali
setiap bulannya untuk kehamilan. Siklus ini mengganti pembalut wanita, nyeri atau sakit
melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan saat haid, gejala PMS (Pre Menstruasi
oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh Syndrome), siklus haid yang tidak teratur dan
hipotalamus, kelenjar dibawah otak depan, dan masih banyak lagi. Gangguan ini jangan
indung telur. Menstruasi atau haid mengacu didiamkan karena dapat berdampak serius,
kepada pengeluaran secara periodik darah dan haid yang tidak teratur misalnya dapat menjadi
sel-sel tubuh dari vagina yang berasal dari pertanda seorang wanita kurang subur (Pdpersi,
dinding rahim wanita. Menstruasi dimulai saat 2005). Sekitar 1 dari 6-8 pasangan suami-istri
pubertas antara umur 10 dan 16 tahun, adalah pasangan yang tidak subur, dan kira-
tergantung pada berbagai faktor, termasuk kira 60% dari pasangan tidak subur ini ,
kesehatan wanita, status nutrisi, dan berat infertilitas disebabkan karena sterilitas wanita
tubuh relatif terhadap tinggi tubuh. Menstruasi (Guyton&Hall, 1996). Berdasarkan
berlangsung kira-kira sekali sebulan sampai pengambilan data dengan pembagian
wanita mencapai usia 45-50 tahun, tergantung kuesioner pada 12 April 2007 kepada 51
pada kesehatan. Panjang rata-rata siklus mahasiswa angkatan A Program Studi S1 Ilmu
menstruasi adalah 21-40 hari. Namun hanya Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari Airlangga, didapatkan sebanyak 18 orang
(Medicastore, 2004). Panjang siklus dapat mahasiswa mempunyai siklus menstruasi tidak
bervariasi pada satu wanita selama saat-saat teratur, diantaranya 77,8% pernah mengalami
yang berbeda dalam hidupnya, dan bahkan dysmenorhea, 38,9% pernah mengalami sakit
dari bulan ke bulan tergantung pada berbagai kepala saat menstruasi, 16,7% pernah pingsan
hal, termasuk kesehatan fisik, emosi, dan pada saat menstruasi, 16,7% pernah tidak
nutrisi wanita tersebut (Kesrepro.info, 2002). masuk kuliah karena menstruasi dan 44,4%
Semakin dewasa biasanya siklus menstruasi terganggu dalam mengerjakan tugas kuliah
lebih teratur walaupun tetap saja bisa maju seperti : tidak mengikuti kegiatan kelompok,
atau mundur beberapa hari karena faktor stres pengerjaan tugas tertunda, dan pemahaman
atau kelelahan (Pontianak Post, 2005). terhadap materi kurang maksimal. Menurut
Menstruasi yang tidak teratur dapat pengambilan data awal untuk mengetahui
disebabkan karena kondisi-kondisi seperti : penyebab stres pada 16 mahasiswa angkatan A
stres yang mempengaruhi kerja hipotalamus, Program Studi S1 Ilmu Keperawatan pada 8
penggunaan obat, tumor kandungan (Barclay, Mei 2007 didapatkan hasil bahwa sebanyak
2006). Namun sampai saat ini penelitian 37,5% menyatakan ujian sebagai penyebab
60. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 58-67

stres yang utama, 31,3% menyatakan PBP di Jadi besar sampel yang digunakan dalam
Rumah Sakit dr.Soetomo sebagi penyebab penelitian ini adalah 57 responden.
kedua stres, 50% menyatakan mengerjakan Pengambilan sampel dilakukan secara
tugas kuliah seperti makalah sebagai penyebab consecutive sampling dengan kriteria inklusi :
ketiga stres, 68,8% menyatakan praktikum dan mahasiswa yang mempunyai siklus menstruasi
kegiatan ekstra di kampus sebagai penyebab teratur sejak awal menarche; Mahasiswa yang
terakhir dari stres di kampus. belum menikah. Kriteria eksklusi : Mahasiswa
Pada usia subur, stres sangat yang mempunyai penyakit lain yang
mempengaruhi pada keseimbangan hormonal, mempengaruhi keadaan hormonnya, misalnya
sehingga sering mengganggu siklus haid. kista ovarium, kelainan hormonal; Mahasiswa
Kondisi stres mempengaruhi hipotalamus yang yang sedang menjalankan pengobatan atau
merupakan pusat pengendalian hormon dari terapi hormonal. Variabel independen adalah
sistem reproduksi. FSH (follicle stimulating tingkat stres yang diukur dengan kuisioner
hormone) dan LH (luteinizing hormone) yang yang dimodifikasi dari Stressless Inc. (2006)
dihasilkan oleh hipotalamus menyebabkan dan variabel dependen adalah siklus
produksi estrogen dan progesteron dari menstruasi yang diukur dengan kuisioner yang
ovarium menjadi terganggu yang dimodifikasi dari teori Winkjosastro (2005)
menyebabkan siklus menstruasi menjadi tidak dan rubrik BKKBN (2006).
teratur. Kadang-kadang, tidak ditemukan
adanya kelainan pada organ genital wanita, HASIL DAN PEMBAHASAN
yang mana harus dianggap bahwa a. Hasil
ketidaksuburan tersebut disebabkan baik Data khusus berisi tentang identifikasi tingkat
karena fungsi fisiologis yang abnormal dari stres yang dialami oleh mahasiswa Angkatan
sistem genetalia maupun karena A Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
perkembangan genetik yang abnormal dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
ovum itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pengukuran tingkat stres yang dialami oleh
hiposekresi hormon-hormon gonadotropin mahasiswa Angkatan A Program Studi S1
sehingga menyebabkan infertilitas pada wanita. Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Berdasarkan pemaparan fenomena bahwa Universitas Airlangga, mengidentifikasi siklus
menstruasi pada mahasiswa angkatan A menstruasi pada mahasiswa Angkatan A
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Kedokteran Universitas Airlangga,
menyebabkan dysmenorhea, sakit kepala saat pengukuran siklus menstruasi pada mahasiswa
menstruasi, pingsan saat menstruasi, pernah Angkatan A Program Studi S1 Ilmu
tidak masuk kuliah, terganggu dalam Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
mengerjakan tugas kuliah, juga didukung oleh Airlangga, dan mengidentifikasi hubungan
selama ini belum ada yang meneliti tentang antara tingkat stres dengan siklus menstruasi
hubungan tingkat stres dengan siklus pada mahasiswa Angkatan A Program Studi
menstruasi, maka peneliti mengangkat S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
masalah ini dalam penelitian ini. Universitas Airlangga.

METODE 1) Identifikasi Penyebab Stres


Dalam penelitian ini jenis yang digunakan Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan
adalah cross sectional. Populasi dalam penyebab stres pada mahasiswa
penelitian ini adalah 57 mahasiswa angkatan A Angkatan A Program Studi S1 Ilmu
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Fakultas Kedokteran
Kedokteran Universitas Airlangga. Universitas Airlangga 5 - 26 Juni
2007.
Hatmanti : Tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa 61

No Penyebab Stres Persentase Universitas Airlangga 5 - 26 Juni


Frekuensi
(%) 2007
1 Ujian 9 16 Keteraturan
2 PBP 7 12 Siklus
Jumlah
3 Tugas Kuliah 11 19 No. Menstruasi Frekuensi
n (%)
4 Praktikum 15 27 Sejak Awal
5 Kegiatan ekstra 15 26 Menarche
kampus 1 Teratur 57 100
Jumlah 57 100 2 Tidak teratur 0 0
Sumber: Data Primer, Juni 2007 Jumlah 57 100
Sumber: Data Primer, Juni 2007
Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui
bahwa sebanyak 15 orang mahasiswa (27%) Mahasiswa Angkatan A Program Studi
menyatakan penyebab stresnya dikarenakan S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
praktikum dan kegiatan ekstra kampus. Universitas Airlangga sebanyak 57 mahasiswa
(100%) mengalami siklus menstruasi teratur,
2) Pengukuran Tingkat Stres hal ini sesuai dengan teori sistem reproduksi
Tabel 2 Distribusi frekuensi responden wanita tentang siklus menstruasi yang
berdasarkan tingkat stres pada diungkapkan oleh Michael J.O & Elliot E.P.
mahasiswa Angkatan A Program (1994).
Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga 4) Pengukuran Siklus Menstruasi
5 - 26 Juni 2007. Tabel 4 Tabel frekuensi responden
Tingkat Persentase berdasarkan siklus menstruasi pada
No Frekuensi mahasiswa Angkatan A Program
Stres (%)
1 Ringan 26 46 Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas
2 Sedang 31 54 Kedokteran Universitas Airlangga 5
3 Berat 0 – 26 Juni 2007
Jumlah 57 100 Siklus Jumlah
No. Frekuensi
Sumber: Data Primer, Juni 2007 Menstruasi n (%)
1 Normal 23 40
Mahasiswa Angkatan A Program Studi 2 Terganggu 34 60
S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Jumlah 57 100
Universitas Airlangga sebanyak 26 mahasiswa Sumber: Data Primer, Juni 2007
(46%) mengalami stres ringan, sebanyak 31
mahasiswa (54%) mengalami stres sedang, dan Mahasiswa Angkatan A Program Studi
tidak ada mahasiswa yang mengalami stres S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
berat, hal ini sesuai dengan teori Potter&Perry Universitas Airlangga terdapat sebanyak 23
(1989) mengenai tingkat stres. mahasiswa (40%) mengalami menstruasi
normal (jumlah skor menstruasi < 9), hal ini
3) Identifikasi Keteraturan Siklus Menstruasi sesuai dengan teori sistem reproduksi wanita
Sejak Awal menarche tentang menstruasi yang diungkapkan oleh
Tabel 3 Tabel frekuensi responden Bobak, Lowdermilk, Jensen (2005).
berdasarkan keteraturan siklus
menstruasi sejak awal menarche 5) Hubungan antara Tingkat Stres dengan
pada mahasiswa Angkatan A Siklus Menstruasi
Program Studi S1 Ilmu Tabel 5 Tabulasi Silang Hubungan antara
Keperawatan Fakultas Kedokteran Tingkat Stres dengan Siklus
62. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 58-67

Menstruasi pada mahasiswa


Angkatan A Program Studi S1 Ilmu b. Pembahasan
Keperawatan Fakultas Kedokteran Hasil penelitian menunjukkan penyebab stres
Universitas Airlangga pada mahasiswa Angkatan A Program Studi
Menstruasi Tingkat Stres S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Berat Sedang Ringan Total Universitas Airlangga berbeda-beda. Dari 57
Normal <9 - 4 19 23 responden, sebanyak 9 mahasiswa (16%)
Terganggu - 22 12 34 menyatakan bahwa penyebab utama stres di
≥10 lingkungan kampus adalah ujian, 7 mahasiswa
Total 26 31 57 (12%) menyatakan bahwa penyebab kedua
Sumber: Data Primer, Juni 2007 stres di kampus adalah kegiatan PBP di RS dr
Soetomo, 11 mahasiswa (19%) menyatakan
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa ada bahwa penyebab ketiga stres di kampus adalah
hubungan antara tingkat stres dengan siklus tugas kuliah seperti mengerjakan makalah, 15
menstruasi pada mahasiswa Angkatan A mahasiswa (27%) menyatakan bahwa
Program Studi S1 Ilmi Keperawatan Fakultas penyebab stres yang keempat di kampus
Kedokteran Universitas Airlangga. Terdapat adalah praktikum di laboratorium, 15 (26%)
26 mahasiswa (46%) mengalami stres sedang, menyatakan bahwa penyebab stres di kampus
31 mahasiswa (54%) mengalami stres ringan, adalah kegiatan ekstra kampus. Menurut para
dan tidak ada mahasiswa yang mengalami peneliti dan ahli psikolog, stres pada jaman
stres berat, hal ini sesuai dengan teori modern ini disebabkan banyaknya perubahan
Potter&Perry bahwa stres terdiri dari tiga yang harus dihadapi sehingga menuntut
tahapan yaitu stres ringan, stres sedang, dan adaptasi dan penyesuaian yang pesat, yang
stres berat. Dari tabel 5 juga terlihat bahwa tidak mudah dicapai dan dilaksanakan individu
sebagian besar responden mengalami dengan sama mudahnya (Singgih dkk, 2000).
menstruasi terganggu (skor menstruasi ≥ 10). Sumber stres (stressor) pada seseorang berasal
Sebanyak 34 mahasiswa (60%) dengan dari lima sumber (Rasmun, 2004). Pertama
menstruasi terganggu, dan sebanyak 23 stressor biologik yang disebabkan karena
mahasiswa (40%) dengan menstruasi normal, mikroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya,
hal ini sesuai dengan teori Manuaba. hewan, bermacam tumbuhan dan makhluk
Seseorang dikatakan normal menstruasinya hidup lainnya yang dapat mempengaruhi
jika panjang siklus menstruasinya 21-35 hari, kesehatan. Kedua stressor fisik yang
lama menstruasinya 3-8 hari, siklus disebabkan karena perubahan iklim, alam,
menstruasinya tepat seperti bulan sebelumnya, cuaca, suhu, geografi; yang meliputi letak
dan tidak ada gangguan selama terjadinya tempat tinggal, domisili, demografi; berupa
menstruasi. jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi,
Dengan menggunakan uji kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan, dll.
statistik non parametrik, korelasi Spearman’s Ketiga stressor kimia yang disebabkan oleh
rho (r) dengan tingkat kemaknaan  ≤ 0,05 serum darah glukosa (dari dalam tubuh), obat,
didapatkan hasil korelasi nilai r = 0,464 dan pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin,
nilai p = 0,000. Hasil statistik tersebut kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida,
menunjukkan hubungan yang bersifat linear pencemaran lingkungan, bahan-bahan
antara tingkat stres dengan siklus menstruasi kosmetika, bahan-bahan pengawet, dll.
pada mahasiswa Angkatan A Program Studi Keempat stressor sosial psikologik yang
S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran disebabkan karena prasangka, ketidakpuasan
Universitas Airlangga. Artinya, semakin tinggi terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya,
tingkat stres yang dialami, semakin tinggi pula perkosaan), konflik peran, percaya diri rendah,
skor untuk menentukan menstruasi terganggu. perubahan ekonomi, emosi yang negatif, dan
Hatmanti : Tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa 63

kehamilan. Kelima stressor spiritual yang misalnya lupa ketiduran, kemacetan, dikritik;
disebabkan karena persepsi negatif terhadap situasi ini biasanya berakhir dalam beberapa
nilai-nilai ke-Tuhanan. Manifestasi klinik dari menit atau beberapa jam dan dampaknya tidak
stres sangat individual, dan hekekatnya akan menimbulkan penyakit kecuali jika
merupakan kumpulan dari beberapa hal yang dihadapi terus-menerus. Kedua stres sedang
berpengaruh. Antara lain jenis dan taraf berat terjadi lebih lama beberapa jam sampai
ringannya stres, persepsi dan penderitaan yang beberapa hari contohnya kesepakatan yang
dirasakan oleh orang yang mengalami stres belum selesai, beban kerja yang berlebih,
(Mangindaan dalam Sutanegara, 1991). Hal mengharapkan pekerjaan baru, anggota
inilah yang menyebabkan adanya perbedaan keluarga pergi dalam waktu yang lama, situasi
tingkat stres pada mahasiswa Angkatan A seperti ini dapat bermakna bagi individu yang
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit
Kedokteran Universitas Airlangga. Tetapi dari koroner. Ketiga stres berat adalah stres kronis
semua hal di atas, yang paling penting adalah yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa
kemampuan individu dalam mengelola stres. tahun, misalnya kesulitan financial dan
Seberapapun beratnya stressor yang ada, jika penyakit fisik yang lama. Mahasiswa yang
individu mempunyai kemampuan manajemen mendapatkan stressor sama, belum tentu
stres yang baik maka tidak akan menimbulkan mengalami tingkat stres yang sama pula.
efek negatif bagi kesehatan. Memiliki Tergantung dari cara penerimaan setiap
manajemen stres yang baik berarti mempunyai mahasiswa terhadap stres yang dihadapi dan
kemampuan untuk menjadikan stressor sebagai juga cara mengatasinya (mekanisme koping
suatu tantangan darpada ancaman. Stressor yang digunakan dalam menghadapi stres). Jika
tidak akan berefek negatif bagi kesehatan jika seorang mahasiswa mempunyai koping yang
dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. baik dalam menghadapi stres, maka stres yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diterima tdak akan mengganggu kesehatannya
pada mahasiswa Angkatan A Program Studi terutama dalam hal sistem reproduksi yaitu
S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran siklus menstruasi. Tetapi sebaliknya, jika
Universitas Airlangga sebanyak 26 mahasiswa seorang mahasiswa tidak memiliki koping
(46%) mengalami stres ringan, sebanyak 31 yang baik dalam menghadapi stres, maka hal
mahasiswa (54%) mengalami stres sedang, dan itu sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
tidak ada mahasiswa yang mengalami stres Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berat. Stres bersifat universality yaitu umum mayoritas responden yaitu sebanyak 57
semua orang sama dapat merasakannya tetapi mahasiswa (100%) Angkatan A Program Studi
cara pengungkapannya yang berbeda atau S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
diversity. Sesuai dengan karakteristik individu Universitas Airlangga mengalami menstruasi
maka responnya terhadap stres berbeda-beda teratur. Sejak awal mahasiswa mengalami
untuk setiap orang. Respon yang berbeda menarkhe, mereka mempunyai siklus
tersebut dikarenakan mekanisme koping yang menstruasi teratur. Responden penelitian tidak
digunakan oleh individu dengan sumber dan ada yang mempunyai siklus menstruasi tidak
kemampuan yang berbeda, dan kemampuan teratur. Menstruasi adalah produksi berulang
individu dalam mengatasi stres berbeda pula, dari estrogen dan progesteron oleh ovarium
sehingga stres yang sama akan mempunyai mempunyai kaitan dengan siklus endometrium
dampak dan reaksi yang berbeda yang bekerja melalui tahapan berikut ini :
(Potter&Perry, 1989). Potter&Perry (1989) pertama proliferasi dari endometrium uterus;
juga menyatakan bahwa stres terbagi menjadi kedua perubahan sekretoris pada endometrium,
tiga tingkatan. Pertama stres ringan yang dan ketiga deskuamasi dari endometrium
biasanya tidak merusak aspek fisiologis, (Guyton&Hall, 1997). Sistem reproduksi dan
umumnya dirasakan oleh setiap orang, segala aktivitasnya diatur oleh sebuah poros
64. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 58-67

yang disebut poros Hipotalamus-Pituitary- nutrisi, dan berat tubuh relatif terhadap tinggi
Gonad (HPG). Hipotalamus merupakan bagian tubuh. Menstruasi berlangsung kira-kira sekali
otak yang menghasilkan bermacam-macam sebulan sampai wanita mencapai usia 45-50
hormon pemacu dan penghambat. Hormon tahun, sekali lagi tergantung pada kesehatan
pemacu biasa dinamakan releasing hormone dan pengaruh-pengaruh lainnya (Kesrepro.info,
(RH), sedangkan hormon penghambat 2002). Diperkirakan dari jumlah mahasiswa
dinamakan inhibiting hormone (IH). Jika kadar yang mengalami menstruasi terganggu,
suatu hormon dalam tubuh sangat rendah, beberapa diantaranya juga dipengaruhi oleh
maka hipotalamus akan meningkatkan faktor lingkungan, baik lingkungan dikampus,
produksi hormon tersebut dengan cara maupun lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini
mengirim lebih banyak hormon pemacu ke berhubungan dengan mekanisme koping yang
kelenjar pituitari. Berdasarkan sinyal tersebut, digunakan pada saat menghadapi stres dan
kelenjar pituitari akan memproduksi hormon dukungan dari lingkungan sekitarnya pada saat
yang dimaksud. Sebaliknya, jika kadar suatu menghadapi stres.
hormon sangat tinggi di dalam darah, maka Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hipotalamus akan mengirimkan hormon mayoritas responden mengalami menstruasi
penghambat untuk menurunkan produksi terganggu (skor menstruasi ≥ 10), yaitu
hormon tersebut. Faktor pertumbuhan sebanyak 34 mahasiswa (60%). Sedangkan
diperkirakan juga mempengaruhi menstruasi data yang diperoleh mengenai tingkat stres,
pada seseorang. Jika seorang anak mengalami diketahui bahwa mayoritas mahasiswa
keterlambatan pada saat masa pertumbuhan, mengalami stres pada tingkat ringan dan
diperkirakan matangnya sistem reproduksi sedang, tidak ada mahasiswa yang mengalam
wanita juga mengalami keterlambatan. Hal ini stres tingkat berat. Dari hasil ini menunjukkan
juga sangat dipengaruhi oleh nutrisi pada saat bahwa tingkat stres yang ringan dan sedang
masa pertumbuhan. berhubungan dengan siklus menstruasi pada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa Angkatan A Program Studi S1
mayoritas responden mengalami menstruasi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
terganggu (skor menstruasi ≥ 10), yaitu Universitas Airlangga. Stres akan
sebanyak 34 mahasiswa (60%), dan mempengaruhi hipotalamus untuk melepaskan
hanya 23 mahasiswa (40%) dengan menstruasi CRH (Corticotrophin Releating Hormone),
normal. Siklus menstruasi didefinisikan kemudian merangsang pelepasan ACTH
sebagai menstruasi yang berulang setiap bulan (Adreno Corticotropic Hormone). ACTH
(medicastore, 2005). Siklus menstruasi mensekresi GnRH (Gonadotrophins Releating
dihitung dari hari pertama menstruasi sampai Hormone) yang memicu hipofisis anterior
tepat satu hari sebelum menstruasi bulan untuk mengeluarkan FSH (Follicle Stimulating
berikutnya. Siklus menstruasi normal pada Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone)
wanita berkisar antara 21-35 hari, sedangkan yang menyebabkan produksi estrogen dan
lama menstruasi berkisar 3-8 hari. Terjadinya progesteron di awal menstruasi turun sehingga
menstruasi atau haid merupakan perpaduan terjadi menstruasi. Tapi jika saat menstruasi
antara kesehatan alat genetalia dan rangsangan kita tidak mempunyai koping yang baik untuk
hormonal yang kompleks yang berasal dari mengatasi stres, maka yang terjadi adalah
mata rantai aksis hipotalamus-hipofisis- sebaliknya. Hipothalamus menghambat kerja
ovarium. Oleh karena itu, gangguan GnRH (Gonadotrophins Releasing Hormone)
menstruasi dan gangguan siklus menstruasi sehingga menghambat hipofisis anterior dalam
dapat terjadi dari kelainan kedua faktor pengeluaran FSH (Follicle Stimulating
tersebut. Menstruasi biasanya dimulai antara Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone),
umur 10-16 tahun, tergantung pada berbagai yang akhirnya membuat produksi estrogen dan
faktor, termasuk kesehatan wanita, status progesteron meningkat di akhir siklus
Hatmanti : Tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa 65

menstruasi dan menyebabkan menstruasi DAFTAR RUJUKAN


menjadi terlambat (Guyton A.C, 1997).
Mekanisme koping yang tidak baik dari Abraham C. & Shanley E. (1997). Psikologi
mahasiswa Angkatan A Program Studi S1 Sosial untuk Perawat. Jakarta : EGC,
Ilmu Keperawatan membuat siklus menstruasi hal : 211-212.
terganggu. Hal ini tentu saja tidak bisa
dianggap remeh. Diperlukan sosialisasi Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian :
tentang mekanisme koping yang baik dalam Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
mengatasi stres yang diterima Rineka Cipta, hal : 6-50.

Bagian Obstetri&Ginekologi Fakultas


SIMPULAN Kedokteran Universitas Padjadjaran
1. Mahasiswa Angkatan A Program Studi S1 Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung :
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Eleman, hal : 73-95.
Universitas Airlangga mengalami stres
yang disebabkan oleh : ujian, PBP, Barclay, L. (2006). AAP Issues Guidelines for
mengerjakan tugas kuliah, praktikum di Menstrual Cycle Evalution.
laboratorium, kegiatan ekstra kampus. http://www.medscape.com. Akses : 15
2. Mahasiswa Angkatan A Program Studi S1 April 2007, pukul 09.00.
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga sebagian besar Bobak, Lowdermilk, Jensen (1999). Maternity
mengalami stres ringan yang disebabkan Nursing. Edisi 5. Penerbit : Mosby,
oleh karena manajemen dalam menghadapi hal : 44-73.
stres yang tidak baik.
3. Mahasiswa Angkatan A Program Studi S1 Bobak, Lowdermilk, Jensen (2005). (Alih
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I.
Universitas Airlangga sebagian besar Anugerah). Buku Ajar Keperawatan
memiliki siklus menstruasi yang teratur Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC,
sejak awal mereka mengalami menarche. hal : 45-51.
4. Mahasiswa Angkatan A Program Studi S1
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran De Cherney, Alan at all (2007). Lange Current
Universitas Airlangga sebagian besar Diagnosis & Teratment Obstetrics &
mengalami menstruasi yang terganggu Gynecology. Ed.10.United States of
selama 3 bulan terakhir yang disebabkan America : The McGraw-Hill
oleh mekanisme koping yang tidak baik Companies, Inc, hal : 128-132.
dalam menghadapi stres.
5. Tingkat stres mempunyai hubungan yang Georgia Reproductive Specialist (2006). Stress
signifikan dengan siklus menstruasi pada Management : What is Stress?.
mahasiswa Angkatan A Program Studi S1 http://www.ivf.com/stress.html. Akses :
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran 15 April 2007, jam 09.00.
Universitas Airlangga (korelasi cukup
kuat). Guyton, A.C. (1997). (Alih Bahasa Irawati
Setiawan). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC,
hal : 1294-1300.

Hawari, D. (2001). Manajemen Stress, Cemas,


dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit
66. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 58-67

Fakultas Kedokteran Universitas Poerwandari K. (2006). Stres dalam


Indonesia, hal : 17-43. Kehidupan Sehari-hari. http://
www.yayasanpulih.com. Tanggal 9
Hembing (2006). Mencegah & Mengatasi April 2007, jam 14.00.
Penyakit Kewanitaan dengan
Tumbuhan Obat. Potter & Perry (1999). Buku Ajar
http//www.cyberhealth.com. Tanggal 9 Fundamental Keperawatan. Edisi 4.
April, jam 14.00. Jakarta : EGC, hal : 476-481.

Manuaba, I.B.G. (1998). Ilmu Kebidanan, Prawirohardjo, S. (2002). Ilmu Kebidanan.


Penyakit Kandungan, dan Keluarga Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Berencana : untuk Pendidikan Bidan. Sarwono Prawirohardjo, hal : 45-51.
Jakarta : EGC, hal : 87-94.
Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kandungan.
Masten, Y. (1993). Obstetric Nursing. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Penerbit : Mc Graw Hill, hal : 2-5. Sarwono Prawirohardjo, hal : 103-120,
204-229.
Michael J.O & Elliot E.P. (1994). The History
of Obstetrics & Gynaecology. New Price A.S. & Wilson M.L. (1995).
York : Parthenon Publishing Group, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
hal : 291-293. proses Penyakit. Buku 2. Edisi 4.
Jakarta : EGC, hal : 1127-1129.
Minjarez, D.A. (2000). Obstetrics and
Gynecology Clinics of North America : Rasmun (2004). Stress, Koping & Adaptasi :
Abnormal Uterine Bleeding in Teori & Pohon Masalah. Jakarta :
Adolescents. Nomer 1. Volume Sagung Seto, hal : 7-27.
27. ,hal : 63-67.
Smeltzer, S.C. (2002). (Alih Bahasa Agung
Nevid, S.J. & Rathus A.S. & Greene B. (2005). W.). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Psikologi Abnormal. Jilid 1. Edisi 5. Bedah. Edisi 8. Volume 1. Jakarta :
Jakarta : Erlangga, hal : 135-141. EGC, hal : 123-137.

Niven, N. (1995). Psikologi Kesehatan : Stressless. Inc (2006). Stress Assessment and
Pengantar untuk Perawat dan PersonalProgram.
Profesional Kesehatan Lain. Edisi 2. http://www.stressless.com/stressquiz2.c
Jakarta : EGC, hal : 120-122. fm. Tanggal 15 April 2007, jam 09.00.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Suliswati, dkk (2004). Konsep Dasar


Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Keperawatan Kesehatan Jiwa. Hal :
Cipta, hal : 10-35. 22-36.

Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Townsend M. (1995). Psychiatric Mental


Metodologi Penelitian Keperawatan : Health Nursing. Philadelpia : FA Davis
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Company.
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika, hal : 39-106. ------------- (2002). Kesehatan Reproduksi
Remaja. http://www.kesrepro.info.com.
Tanggal 9 April 2007, jam 14.00.
Hatmanti : Tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa 67

--------------- (2005). Bias Wanita : Waspadai


Gangguan saat Tamu Bulanan
Datang.http://www.pdpersi.co.id.
Tanggal 19 April 2007, jam 14.00.

-------------- (2006). Gema Pria. http :


www.rubrikBKKBN.co.id. Tanggal 26
Mei 2007, jam 08.30.
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN TOILET TRAINING
PADA ANAK USIA TODDLER DI PAUD PERMATA BUNDA
RW 01 DESA JATI SELATAN 1 SIDOARJO

Devi Muji Rahayu *, Firdaus, S.Kep., Ns., M.Kes**


(UNUSA, FIK, Prodi S1 Keperawatan, Jl. Smea No 57 Surabaya)
Email: firdaus@unusa.ac.id

ABTRACT: Introduce: The events that often occurs in toddler is inability to perform the
toilet training. It is because the parents are less active in their role. The purpose of this
study is to know the relationship of parental role with the ability of toilet training for toddler
in Permata Bunda Early childhood education at RW 01 of Jati Selatan 1 village Sidoarjo.
Study design is analytic with cross-sectional approach. The population were all parents and
toddler. Number of sample were 24 respondents taken by simple random sampling technique.
Data were collected by questionnaire and observation. The independent variable is role of
parents and the dependent variable is the ability of toddler performed toilet training. The data
obtained were processed by SPSS 17.0 use chi-square test with significance level α (0.05).
The results of study of role of parents indicate that a half of parents (50%) had lack of
parental roles and the capabilities of toilet training for the toddler mostly (54.2%) were not
able to perform toilet training. Based on chi-square test found p = 0.001 < 0.05, which means
that H0 is rejected so there is relationship of parental role with the ability of toilet training for
toddler. Conclusions of this study is the better role of parents, the better the ability of the
child. Suggested to parents to understand the learning readiness of children in toilet training
so it can maximize child learning and toilet training capabilities.

ABSTRAK: Kejadian yang sering terjadi pada anak usia toddler adalah ketidak
mampuan dalam melakukan toilet training. Hal ini disebabkan karena orang tua
kurang berperan aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran orang tua
dengan kemampuan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Permata Bunda RW 01
Desa Jati Selatan 1 Sidoarjo. Desain penelitian adalah analitik dengan rancangan cross
sectional. Populasi adalah seluruh orang tua dan anak usia toddler. Sampel sebanyak 24
responden dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dengan kuesioner dan
observasi. Variabel independen peran orang tua dan variabel dependen kemampuan toilet
training pada anak usia toddler. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
SPSS 17.0 dengan uji chi-square tingkat kemaknaan α(0,05). Hasil penelitian peran orang tua
menunjukkan setengahnya (50%) orang tua dengan peran kurang baik dan kemampuan toilet
training sebagian besar (54,2%) anak usia toddler tidak mampu melakukan toilet training.
Berdasarkan uji chi-square didapatkan tingkat signifikan p=0,001<0,05 yang berarti H0
ditolak maka ada hubungan peran orang tua dengan kemampuan toilet training pada anak
usia toddler.
Simpulan dari penelitian ini adalah semakin baik peran orang tua maka kemampuan anak
juga akan semakin baik. Hendaknya orang tua dapat mengerti kesiapan anak dalam
pembelajaran toilet training sehingga dapat memaksimalkan pembelajaran dan kemampuan
toilet training anak.

Kata kunci : kemampuan toilet training, peran orang tua

68
Rahayu, Firdaus : Hubungan Peran orang tua dengan kemampuan Toilet Training pada 69
anak usia Toddler di Paud Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan Sidoarjo

PENDAHULUAN buang air besar atau kecil. Orang tua yang


Keluarga dalam hubungannya memiliki kesibukan juga tidak
dengan anak diidentikkan sebagai tempat memperhatikan lingkungan di rumahnya
atau lembaga pengasuhan yang dapat yang tampak kotor, sehingga anak kurang
memberi kasih sayang. Pemenuhan nyaman dengan fasilitas untuk BAB dan
kebutuhan emosi dan kasih sayang dapat BAK serta orang tua yang tidak
dimulai sedini mungkin. Ikatan emosi dan memberikan fasilitas kamar mandi yang
kasih sayang yang erat antara orang tua mudah dicapai oleh anak.
dan anak akan berguna untuk menentukan Masalah yang ditimbulkan dari
perilaku anak di kemudian hari. Keluarga kejadian di atas adalah banyak anak usia
mempunyai tugas dalam perkembangan toddler yang mengompol, BAB dan BAK
anak seperti memberi contoh perilaku yang disembarang tempat, bahkan sampai usia
baik, menegakkan disiplin, memberikan sekolah disebabkan karena kegagalan toilet
kasih sayang, memenuhi kebutuhan training. Hal tersebut akan berdampak
pendidikan dan memandirikan anak buruk untuk perkembangan anak
(Nursalam, et.al, 2005). kedepannya. Dampak yang ditimbulkan
Salah satu tugas keluarga terhadap akibat orang tua yang tidak menerapkan
pertumbuhan dan perkembangan anak toilet training pada anak diantaranya
adalah membentuk kemandirian. Faktor adalah anak menjadi keras kepala dan
yang mempengaruhi adalah peran susah diatur. Selain itu anak tidak mandiri
keluarga, dalam menjalankan peran ini dan masih membawa kebiasaan
keluarga sangat dipengaruhi oleh faktor mengompol hingga besar. Toilet training
orang tua. Peran aktif orang tua terhadap yang tidak diajarkan sejak dini akan
perkembangan anak adalah berada pada membuat orang tua semakin sulit untuk
fase anal (1-3 tahun) dimana pada tahap mengajarkan pada anak ketika anak
ini daerah yang sensitif untuk memperoleh bertambah usianya.
kenikmatan adalah pada daerah anus dan Menurut data BPS Indonesia tahun
pada proses menahan juga pengeluaran 2010 jumlah balita di Indonesia adalah
kotoran (Nurhayati, 2008). Pada masa ini 26,7 juta jiwa. Menurut Riset Kesehatan
orang tua harus mulai melatih kemampuan Dasar Anak (RisKesDas 2010),
anaknya untuk buang air kecil dan buang diperkirakan jumlah balita yang susah
air besar ke toilet. Orang tua harus sabar mengontrol BAB dan BAK serta BAB dan
dan mengerti kesiapan anak untuk BAK disembarang tempat sampai usia
memulai pengajaran penggunaan toilet. prasekolah mencapai 46% anak dari
Orang tua juga harus memiliki dukungan jumlah balita yang ada di Indonesia.
positif, salah satu contoh yaitu orang tua Fenomena ini dipicu karena banyak hal
harus siap mengantarkan anak pada saat yaitu pengetahuan orang tua yang kurang
mau buang air besar atau buang air kecil tentang cara melatih BAB dan BAK pada
ke toilet. saat anak usia toddler, pemakaian diapers
Namun saat ini orang tua kurang atau popok sekali pakai, kurangnya peran
berperan aktif dan kurang mengerti orang tua dalam mendidik anak untuk
kesiapan anak, karena beberapa orang tua melakukan toilet training dan adanya
yang mempunyai kesibukan dengan kebiasaan orang tua yang membiarkan
pekerjaan mereka atau malas dalam anak BAB dan BAK disembarang tempat
mengantar anak ke toilet. Kesibukan (Arpa, 2010). Berdasarkan survei data
tersebut membuat orang tua tidak mau awal yang dilakukan peneliti di PAUD
repot dalam mengurus anaknya. Orang tua PERMATA BUNDA RW O1 Desa Jati
lebih memakai cara yang praktis dengan Selatan 1 Sidoarjo pada tanggal 17
pemakaian diapers sehingga ibu tidak Desember 2013 didapatkan dari 10
memilki kesulitan pada saat anak mau responden 6 orang ibu mengatakan
70 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 68-75

anaknya masih mengompol atau BAK dan Tehnik pengambilan sampel dalam
BAB disembarang tempat. Hal ini penelitian ini adalah menggunakan teknik
dikarenakan orang tua memilki banyak simple random sampling, yaitu suatu
kesibukan, sehingga tidak mempunyai teknik pengambilan sampel yang
waktu untuk mengajarkan toilet training dilakukan secara acak, cara ini digunakan
pada anaknya, sedangkan 4 orang ibu jika anggota populasi dianggap homogen.
mengatakan anaknya sudah mampu Variabel independen dalam
melakukan toilet training dengan baik. Hal penelitian ini adalah peran orang tua.
ini dikarenakan orang tua sudah Variabel dependen dalam penelitian ini
mengajarkan toilet training pada anaknya adalah kemampuan toilet training pada
sejak dini, sehingga anak mampu BAK anak usia toddler.
dan BAB sendiri pada tempatnya. Instrumen yang digunakan dalam
Orang tua seharusnya lebih aktif penelitian ini untuk variabel peran orang
mencari informasi melalui media. Media tua menggunakan lembar kuesioner,
tersebut diantaranya adalah buku dan sedangkan untuk variabel kemampuan
internet yang berisi tentang pentingnya toilet training menggunakan lembar
pendidikan toilet training pada anak usia observasi.
toddler. Orang tua dapat melatih toilet Setelah semua data terkumpul
training sedini mungkin pada anaknya, selanjutnya akan melakukan analisa data
sehingga tidak akan bertambah anak yang dengan menggunakan uji chi square,
mengompol serta BAB dan BAK digunakan untuk menguji hubungn antara
disembarang tempat. Berdasarkan uraian variabel independen dan dependen
diatas, maka peneliti tertarik untuk berskala nominal. Hipotesis penelitian
meneliti “Hubungan Peran orang tua diterima bila ρ < α (0,05) yang berarti ada
dengan Kemampuan Toilet Training pada hubungan antara peran orang tua dengan
anak usia Toddler di PAUD Permata kemampuan toilet training pada anak usia
Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1 toddler.
Sidoarjo”.
HASIL
METODE PENELITIAN Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan usia anak di PAUD Permata Bunda
Jenis penelitian ini menggunakan RW 01 Desa Jati Selatan 1 Sidoarjo, Maret 2014.
penelitian analitik yang bertujuan mencari Usia anak Frekuensi Persentase
hubungan antara 2 variabel yaitu hubungan (tahun) (n) (%)
peran orang tua dengan kemampuan toilet 2-2,5 20 83,3
training pada anak usia toddler. Penelitian 2,6-3 3 12,5
ini bersifat Cross Sectional yaitu penelitian 3,1-3,5 1 4,2
yang menekankan waktu pengukuran atau Total 24 100.0
observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu saat. Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden
Populasi dalam penelitian ini adalah berdasarkan tingkat usia ibu di PAUD Permata
Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1 Sidoarjo, Maret
seluruh orang tua dan anak usia toddler 2014.
pada bulan Desember 2013 di PAUD Usia Ibu Frekuensi Persentase
Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1 (tahun) (n) (%)
Sidoarjo sebesar 25 responden. 17-25 (remaja akhir) 5 20,8
Sampel penelitian ini adalah 26-35 (dewasa awal) 16 66,7
sebagian orang tua dan anak usia toddler 36-45 (dewasa akhir) 3 12,5
di PAUD Permata Bunda RW 01 Desa Jati Total 24 100.0
Selatan 1 Sidoarjo. Besar sampel yang
digunakan adalah 24 responden.
Rahayu, Firdaus : Hubungan Peran orang tua dengan kemampuan Toilet Training pada 71
anak usia Toddler di Paud Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan Sidoarjo

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden Tabel 5.7 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan jenis kelamin anak di PAUD Permata berdasarkan kemampuan toilet training pada anak
Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1 Sidoarjo, Maret usia toddler di PAUD Permata Bunda RW 01 Desa
2014. Jati Selatan 1 Sidoarjo, Maret 2014.
Jenis Frekuensi Persentase Kemampuan toilet training
kelamin (n) (%) Peran orang tua Tidak Mampu Jumlah
Laki-laki 8 33,3 mampu n(%) n(%)
Perempuan 16 66,7 n(%)
Kurang baik 11(91,7) 1(8,3) 12(100)
Total 24 100.0
Baik 2(16,7) 10(83,3) 12(100)
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden jumlah 13(54,2) 11(45,8) 24(100)
berdasarkan tingkat pendidikan di PAUD Permata
Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1 Sidoarjo, Maret
2014. PEMBAHASAN
Frekuensi Persentase 1. Peran Orang tua
Pendidikan (n) (%) Berdasarkan dari 24 responden
Dasar (SD, SMP) 2 8,3 menunjukkan bahwa setengah (50%) orang
Menengah (SMA) 18 75,0 tua memiiliki peran yang kurang baik.
Perguruan Tinggi 4 16,7 Menurut Goldstein (2011), peran orang tua
Total 24 100.0 yang kurang baik akan menyebabkan anak
menjadi kurang bertanggung jawab, tidak
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden disipin dan tergantung pada orang lain atau
berdasarkan jenis pekerjaan di PAUD Permata tidak mandiri. Peran orang tua adalah
Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1 Sidoarjo, Maret
2014.
peran yang harus dimainkan seseorang
Frekuensi Persentase dalam konteksnya sebagai orang tua bagi
Pekerjaan (n) (%) anaknya. Peran orang tua sangat penting
Ibu rumah tangga 2 8,3 dalam membentuk kepribadian pada anak.
PNS 2 8,3 Untuk membentuk kepribadian seorang
Swasta 12 50
anak harus dimulai sejak usia dini. Apabila
orang tua tidak menjalankan perannya
Wiraswasta 8 33,3
dengan baik, maka anak tersebut akan
Total 24 100.0
menjadi anak yang kurang mandiri dan
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden selalu tergantung pada orang lain. Peran
berdasarkan peran orang tua pada anak usia toddler orang tua yang kurang baik bisa
di PAUD Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan dikarenakan oleh berbagai faktor antara
1 Sidoarjo, Maret 2014.
lain umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Frekuensi Persentase
Peran orang tua (n) (%) Faktor pertama yang mempengaruhi
peran orang tua adalah umur ibu.
Kurang baik 12 50
Berdasarkan dari 24 responden
Baik 12 50
menunjukkan bahwa sebagian besar
Total 24 100.0 (66,7%) ibu berumur 26-35 tahun.
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi responden Supartini (2004), menyatakan bahwa untuk
berdasarkan kemampuan toilet training pada anak menjalankan peran orang tua yang baik
usia toddler di PAUD Permata Bunda RW 01 Desa diperlukan kekuatan fisik dan psikologis.
Jati Selatan 1 Sidoarjo, Maret 2014. Pada usia tersebut orang tua biasanya
Kemampuan Toilet Frekuensi Persentase mempunyai banyak masalah, mulai dari
Training (n) (%)
masalah dalam rumah tangga atau masalah
Tidak mampu 13 54,2 pekerjaan. Hal tersebut bisa menyebabkan
mampu 11 45,8 orang tua mudah lelah dan mengalami
Total 24 100 stress, sehingga orang tua tidak dapat
menjalankan perannya dengan baik.
72 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 68-75

Faktor kedua yang mempengaruhi persiapan baik secara fisik, psikologis


peran orang tua adalah pendidikan. maupun secara intelektual, melalui
Berdasarkan dari 24 responden persiapan tersebut diharapkan anak mampu
menunjukkan bahwa sebagian besar (75%) mengontrol BAB dan BAK (Hidayat,
orang tua berpendidikan menengah 2005). Banyaknya anak yang masih
(SMA). Supartini (2004), menyatakan mengompol, BAB dan BAK disembarang
bahwa bagaimanapun pendidikan dan tempat sampai usia pra sekolah bahkan
pengalaman orang tua dalam perawatan sampai usia sekolah disebabkan karena
anak akan mempengaruhi kesiapan orang kegagalan toilet training pada saat anak
tua dalam menjalankan perannya yaitu berusia toddler. Dalam pelaksanaan toliet
dengan mengamati segala sesuatu dengan training pada anak sangat dipengaruhi oleh
berorientasi pada masalah anak. Dengan umur dan jenis kelamin.
latar belakang pendidikan menengah, Faktor pertama yang mempengaruhi
orang tua juga akan kurang mengerti kemampuan toilet training yaitu usia anak,
tentang masalah yang terjadi pada anaknya hampir seluruhnya (83,3%) anak berusia 2-
dikarenakan wawasan dan informasi yang 2,5 tahun. Usia dalam mencapai
dimiliki kurang tentang bagaimana cara kemampuan toilet training yang optimal
melakukan peranan orang tua dengan baik adalah 24-36 bulan. Hal ini dikarenakan
dan benar, dibandingkan dengan orang tua pada usia ini perkembangan bahasa anak
yang mempunyai latar belakang baik verbal maupun non verbal sudah
pendidikan perguruan tinggi. mampu mengkomunikasikan
Faktor ketiga yang mempengaruhi kebutuhannya dalam bereliminasi. Selain
peran orang tua adalah pekerjaan. itu perkembangan motorik anak pada usia
Berdasarkan dari 24 responden ini juga menunjukkan perkembangan yang
menunjukkan bahwa setengahnya (50%) lebih matang sehingga dapat mendukung
orang tua bekerja sebagai swasta. Sesuai dalam peningkatan kemampuan toilet
dengan pendapat Nursalam (2003) bahwa training anak (Hidayat, 2008). Tetapi,
adanya suatu pekerjaan pada seseorang anak yang berusia 2-3 tahun lebih
akan menyita banyak waktu dan tenaga cenderung keras kepala dan sulit diatur,
untuk menyelesaikan pekerjaan yang dikarenakan pada usia tersebut anak
dianggap penting dan memerlukan memiliki tingkat ego yang tinggi sehingga
perhatian khusus. Orang tua yang sibuk sulit untuk diajarkan toilet training. Anak
dengan pekerjaannya masing-masing tidak akan lebih suka BAK atau BAB
bisa berperan penuh dirumah dan tidak disembarang tempat dari pada di kamar
mempunyai waktu luang untuk mandi.
menjalankan peran sebagai orang tua Faktor kedua yang mempengaruhi
dengan baik. kemampuan toilet training yaitu jenis
2. Kemampuan toilet training pada anak kelamin anak, dimana sebagian besar
usia toddler (66,7%) jenis kelamin anak adalah
Berdasarkan dari 24 responden perempuan. Hasil penelitian menegaskan
menunjukkan bahwa sebagian besar bahwa anak laki-laki memang memulai
(54,2%) anak usia toddler tidak mampu dan menguasai toilet training lebih lama
melakukan toilet training. Toilet training dibanding anak perempuan. Perbedaan ini
adalah suatu usaha untuk melatih anak mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
agar mampu mengontrol dan melakukan yaitu sistem saraf anak laki-laki
buang air kecil dan buang air besar. Toilet berkembang lebih lama, wanita cenderung
training ini dapat berlangsung pada fase jadi pengasuh utama sehingga anak laki-
kehidupan anak yaitu umur 18 bulan laki tidak memperhatikan sesama laki-laki
sampai 2 tahun dalam melakukan latihan yang menjadi figur panutan sesering anak
BAB dan BAK pada anak membutuhkan perempuan, anak laki-laki kurang sensitif
Rahayu, Firdaus : Hubungan Peran orang tua dengan kemampuan Toilet Training pada 73
anak usia Toddler di Paud Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan Sidoarjo

dengan rasa basah di kulit mereka air besar secara benar. Dampak yang jelek
(Dhianita, 2006). Anak perempuan pada cara ini adalah apabila contoh yang
biasanya lebih mudah mengikuti perintah diberikan salah sehingga akan dapat
dengan baik dan mudah dikendalikan diperlihatkan pada anak akhirnya anak
sehingga lebih cepat menangkap dan juga mempunyai kebiasaan yang salah.
menirukan apa yang diajarkan oleh orang Selain cara-cara tersebut diatas terdapat
tuanya daripada anak laki-laki yang sulit beberapa hal yang dapat dilakukan seperti
untuk diatur dan dikendalikan. melakukan observasi waktu pada saat anak
3. Hubungan peran orang tua dengan merasakan buang air kecil dan besar,
kemampuan toilet training pada anak tempatkan anak diatas pispot atau ajak
usia toddler anak ke kamar mandi, berikan pispot
Berdasarkan uji chi-square dengan dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan
nilai kemaknaan α = 0,05, didapatkan nilai pada anak bila akan melakukan buang air
signifikan ρ = 0,001 < 0,05 yang berarti H0 kecil dan buang air besar, dudukkan atau
di tolak maka terdapat hubungan peran jongkokkan anak diatas pispot, berikan
orang tua dengan kemampuan toilet pujian jika anak berhasil jangan disalahkan
training pada anak usia toddler di PAUD dan dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet
Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1 pada jam-jam tertentu berikan anak celana
Sidoarjo. yang mudah dilepas dan dikembalikan.
Peran adalah perilaku yang dikaitkan Peran orang tua yang baik akan
dengan seseorang yang memegang sebuah memiliki dampak positif bagi
posisi tertentu, posisi mengidentifikasi perkembangan anak kedepannya. Anak
status atau tempat seseorang dalam suatu mempunyai kemampuan sendiri dalam
sistem sosial (Friedman, 2010). Menurut melaksanakan buang air kecil dan buang
Douglas, (2009) ada 2 teknik atau cara air besar tanpa merasakan ketakutan atau
yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk kecemasan sehingga anak akan mengalami
mengajarkan toilet training pada anaknya. pertumbuhan dan perkembangan sesuai
Yang pertama teknik lisan, Merupakan dengan usia tumbuh kembang anak.
usaha untuk melatih anak dengan cara Melalui toilet training anak akan diajarkan
memberikan instruksi pada anak dengan orang tua untuk bertanggung jawab dalam
kata-kata sebelum atau sesudah buang air melakukan kegiatan buang air kecil dan
kecil atau besar. Cara ini kadang-kadang buang air besar pada tempatnya dan
merupakan hal biasa yang dilakukan pada menghindari kebiasaan buang air kecil dan
orang tua akan tetapi apabila kita buang air besar yang tidak semestinya
perhatikan bahwa teknik lisan ini pada tempatnya. Banyak cara yang bisa
mempunyai nilai yang cukup besar dalam dilakukan orang tua untuk melatih toilet
memberikan rangsangan untuk buang air training pada anaknya.
besar atau kecil dimana dengan lisan ini Salah satu cara yang bisa dilakukan
persiapan psikologis pada anak akan adalah melatih anak agar mau BAB atau
semakin matang dan akhirnya anak BAK dikamar mandi. Contohnya adalah
mampu dengan baik dalam melaksanakan Bapak/ibu bersedia mengantar anaknya
buang air kecil dan buang air besar. buang air besar atau buang air kecil ke
Yang kedua adalah teknik modelling, toilet. Sedangkan dari hasil pengisian
Merupakan usaha untuk melatih anak kuesioner yang didapatkan dengan
dalam melakukan buang air besar dengan pernyataan “Bapak/ibu menyediakan
cara meniru untuk buang air besar atau waktu untuk mengantar anaknya buang air
memberikan contoh. Cara ini juga dapat besar atau buang air kecil ke toilet.”,
dilakukan dengan memberikan contoh hampir seluruhnya (87,5%) orang tua
buang air kecil dan buang air besar atau menyatakan tidak mau mengantarkan
membiasakan buang air kecil dan buang
74 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 68-75

anaknya ke toilet di karenakan orang tua PAUD Permata Bunda RW 01 Desa Jati
sibuk dengan pekerjaannya. Selatan 1 Sidoarjo, didapatkan bahwa
Orang tua lebih memilih cara yang sebagian besar anak usia toddler tidak
praktis dan mudah yaitu dengan mampu melakukan toilet training dengan
pemakaian diapers pada anaknya. Hal ini kurang baik. (3). Ada hubungan peran
menyebabkan banyaknya anak yang masih orang tua dengan kemampuan toilet
mengompol, BAB dan BAK disembarang training pada anak usia toddler di PAUD
tempat sampai usia pra sekolah bahkan Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan 1
sampai usia sekolah disebabkan karena Sidoarjo.
kegagalan toilet training pada saat anak
berusia toddler. Menurut Pusparini (2010),
kegagalan dalam toilet training DAFTAR RUJUKAN
menyebabkan kebiasaan mengompol Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian
berkesinambungan atau anak mempunyai Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta,
kebiasaan mengompol sejak lahir sampai Rineka Cipta
berusia dewasa dan memiliki kebiasaan Arpa (2010). Hubungan Pengetahuan,
membuang air besar atau kecil di Sikap dan Kebiasaan Keluarga
sembarang tempat. dengan Kemampuan Toilet Training
Menurut Hidayat (2005), dampak yang Anak Toddler (1-3 Tahun) Di PAUD
paling umum dalam kegagalan toilet Mentari Kelurahan Dukuh Sutorejo
training seperti adanya perlakuan atau Surabaya. Surabaya, FIK UM
aturan yang ketat bagi orang tua kepada Surabaya
anaknya yang dapat mengganggu Dariyo, Agoes (2003). Psikologi
kepribadian anak atau cenderung bersifat Perkembangan Dewasa Muda.
retentif dimana anak cenderung bersikap Jakarta, PT Grasindo
keras kepala bahkan kikir. Departemen Pendidikan Nasional (2006).
Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua Pedoman Teknis Penyelenggaraan
apabila sering memarahi anak pada saat Pos PAUD. Jakarta, Direktorat
buang air besar atau kecil, atau melarang Jenderal Pendidikan Luar Sekolah
anak saat bepergian. Bila orang tua santai Direktorat Pendidikan Anak Usia
dalam memberikan aturan dalam toilet Dini
training maka anak akan dapat mengalami Dhianita (2006). Pengaruh Pembelajaran
kepribadian ekspresif dimana anak lebih Metode Demonstrasi Toilet Training
tega, cenderung ceroboh, suka membuat Pada Anak Usia Dini. Jakarta,
gara-gara, emosional dan seenaknya dalam Grasindo
melakukan kegiatan sehari-hari. Douglas, A. (2009). Buku Batita
Terlengkap. Jakarta, Dian Rakyat
SIMPULAN DAN SARAN Fudyartanta (2005). Psikologi Kepribadian
Freudinamisme. Jogjakarta, Zenith
Simpulan Publisher
Dari hasil penelitian yang Friedman, M (2010). Buku Ajar
dilakukan peneliti, maka peneliti Keperawatan Keluarga Edisi 5.
menyimpulkan beberapa hal sebagai Jakarta, EGC
berikut: (1). Peran orang tua dalam Hasan, M. (2011). Pendidikan Anak Usia
kemampuan toilet training pada anak usia Dini. Jogjakarta, Diva Press
toddler di PAUD Permata Bunda RW 01 Hidayat, A.A. (2005). Pengantar Ilmu
Desa Jati Selatan 1 Sidoarjo, didapatkan Keperawatan Anak 1. Jakarta,
bahwa setengahnya orang tua mempunyai Salemba Medika
peran yang kurang baik. (2). Kemampuan
toilet training pada anak usia toddler di
Rahayu, Firdaus : Hubungan Peran orang tua dengan kemampuan Toilet Training pada 75
anak usia Toddler di Paud Permata Bunda RW 01 Desa Jati Selatan Sidoarjo

Hidayat, A.A. (2008). Metode Penelitian


Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta, Salemba Medika
Notoadmodjo (2003). Metodelogi
Penelitian untuk Kesehatan. Jakarta,
Rineka Cipta
Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan.Jakarta, Salemba
Medika
Nursalam, Rekawati S, Sri Utami (2005).
Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak(untuk perawat dan bidan).
Jakarta, Salemba Medika
Nadira (2006).Kemampuan Toilet Training
Pada Anak Toddler.
www.wordpress.com. Artikel diakses
tanggal 7 November 2013
Primora, Kesha (2011). Konsep Peran.
http://kasha,blog,fisip,uns.ac.id.
Artikel diakses tanggal 7 Maret 2014
Saputro, S. (2009). Toilet Training Pada
Anak. www.wordpress.com. Artikel
Diakses Tanggal 7 November 2013
Supartini, Y. (2004). BukuAjarKonsep
Dasar Keperawatan Anak. Jakarta,
EGC

Suparyanto (2011). Konsep Orang Tua.


http://dr-Suparyanto.blogspot.com.
Artikel diakses tanggal 8 Maret 2014
Warner, P. & Kelly, P. (2006). Mengajari
Anak Pergi ke Toilet. Jakarta,
Erlangga
KOMPRES HANGAT MEMPENGARUHI DERAJAT
NYERI MENSTRUASI PADA SISWI KELAS X
DI SMA NEGERI 2 PAMEKASAN

Makrifatul Amaliyah1, R. Khairiyatul Afiyah 2

Prodi Ners, Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas NU Surabaya

E-mail: Satu_37@ yahoo.co.id

Abstrak

Nyeri menstruasi dapat menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari. Salah satu cara penanganan
untuk mengurangi derajat nyeri menstruasi dengan melakukan kompres hangat. Angka kejadian
nyeri menstruasi di SMAN 2 Pamekasan, 70% siswi kelas X mengalami nyeri menstruasi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kompres hangat terhadap derajat nyeri menstruasi
pada siswi kelas X di SMA Negeri Pamekasan.
Desain penelitian ini adalah analitik dengan rancang bangun cross sectional. Populasi adalah siswi
kelas X yang mengalami nyeri menstruasi pada hari 1 – 3 dan tidak mengkonsumsi obat anti nyeri.
Sampel sebanyak 88 responden, sampling simple random sampling. Instrumen menggunakan
lembar observasi. Data yang diperoleh diolah dengan SPSS for windows diuji dengan Mann-
Whitney dengan tingkat kemaknaan α = 0,005.
Hasil penelitian menunjukkan dari 88 responden, sebagian besar (64,8%) responden melakukan
kompres hangat, sebagian besar (63,6%) responden mengalami derajat nyeri menstruasi ringan.
Hasil uji Mann-Whitney diperoleh p = 0,024 dan α = 0,05, berarti ρ < α maka H ditolak artinya ada
hubungan kompres hangat terhadap derajat nyeri menstruasi pada siswi kelas X di SMA Negeri 2
Pamekasan.
Kompres hangat dapat mengurangi derajat nyeri menstruasi. Diharapkan bagi siswi untuk
menangani nyeri menstruasi dengan melakukan kompres hangat.

Kata Kunci: kompres hangat, derajat nyeri menstruasi

Abstract
The pain of menstruation can cause a nuisance of daily activity. One of the handling way to reduce
the level of menstruation pain is doing warm compress. The event rate of menstruation pain in
SMAN 2 Pamekasan, 70% female students of tenth grade get the menstruation pain. The research
intends to know the relation of warm compress to the level of menstruation pain to female students
of tenth grade in SMAN 2 Pamekasan.
The design of research is analytic with the construction design of cross sectional, the population is
female students of tenth grade who get the menstruation pain on the first until the third day and they
don’t take a medicine, which can reduce of the pain. The sample is 88 respondents, sampling simple
random sampling. The date that are gotten, are processed with SPSS for windows and are examined
by Mann-Whitney with the meaning level α = 0,005.
The result of research shows that 88 respondents, the most of 57 respondents who did the warm
compress, get the minor of menstruation pain is 31 respondents (54,4%), and 31 respondents who
did the usual compress, almost all of them get the minor of menstruation pain, is 25 respondents
76
Amaliyah, Afiyah : Kompres Hangat Mempengaruhi Derajat nyeri Menstruasi Pada Siswa 77
Kelas X Di SMA Negeri 2 Pamekasan

(80,6%), the test research of Mann-Whitney is gotten p = 0,024 and α = 0,05, it means that ρ < α so
H is refused, means that there is correlation between the warm compress to the level of
menstruation pain to female students of tenth grade in SMAN 2 Pamekasan.
The warm compress reduce the menstruation pain. I hope that the female students handle the
menstruation pain by doing warm compress.

Keywords : warm compress, level of menstruation pain

Pendahuluan penderita nyeri menstruasi datang ke bagian


kebidanan (Harunriyanto, 2008). Berdasarkan
Masa remaja atau masa pubertas merupakan hasil survey dengan cara wawancara tentang
masa penghubung antara masa anak-anak nyeri menstruasi yang dilakukan oleh peneliti
dengan masa dewasa. Pertumbuhan dan pada bulan November 2012 pada siswi kelas X
perkembangan pada masa remaja sangat pesat, di SMA Negeri 2 Pamekasan yang berjumlah
baik fisik maupun psikologis. Perkembangan 160 siswi, peneliti mengambil 10 siswi yang
yang pesat ini berlangsung pada usia 10 – 15 mewakili seluruh siswi, dari 10 siswi tersebut
tahun pada perempuan. Salah satu ciri masa mengatakan dalam menangani nyeri
pubertas yaitu mulai terjadinya menstruasi. menstruasi didapatkan 7 siswi (70%)
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik menggunakan obat analgesik, 3 siswi (30%)
dan siklik dari uterus, disertai pelepasan tidak menggunakan obat-obatan.
(deskuamasi) endometrium. Proses terjadinya Saat menjelang menstruasi tubuh wanita
menstruasi berlangsung dengan empat tahapan menghasilkan suatu zat yang disebut
yaitu masa proliferasi, ovulasi, sekresi, dan prostaglandin. Zat tersebut mempunyai fungsi
menstruasi. Pada kenyataannya banyak yang salah satunya adalah membuat dinding
perempuan yang mengalami masalah rahim berkontraksi dan pembuluh darah
menstruasi, yaitu nyeri menstruasi atau sekitarnya terjepit (konstriksi) yang
dismenore (Proverawati & Misaroh, 2009). menimbulkan iskemi jaringan. Intensitas
Nyeri menstruasi atau dismenore merupakan kontraksi ini berbeda-beda setiap individu dan
kram dan nyeri menusuk yang terasa di perut apabila berlebihan akan menimbulkan nyeri
bagian bawah dan paha, punggung bawah, menstruasi. Nyeri menstruasi yang dialami
yang disertai mual muntah, diare, selama saat menstruasi bisa sangat menyiksa. Kadang-
menstruasi, lemah, dan berkeringat. Nyeri kadang perempuan membungkukkan tubuh
menstruasi sering membuat perempuan atau merangkak lantaran tidak mampu
menjadi tidak nyaman. menahan rasa nyeri bahkan ada yang sampai
Di Indonesia angka kejadian nyeri menstruasi berguling-guling di tempat tidur. Hal ini
sebesar 64,25%. Nyeri menstruasi ada dua sangat mengganggu aktivitas perempuan
jenis yaitu nyeri menstruasi primer dan nyeri sehari-hari dan dapat berdampak pada
menstruasi sekunder. Nyeri menstruasi primer turunnya produktivitas kerja, gangguan
dimulai saat 2 – 3 tahun setelah menarche dan aktivitas hidup sehari-hari (ADLs), dan terjadi
mencapai maksimalnya pada usia 15 – 25 gangguan sistem reproduksi seperti retrograd
tahun (Hendrik, 2006). Angka kejadian menstruasi (menstruasi yang bergerak
sebesar 54,89% nyeri menstruasi primer dan mundur), infertilitas (kemandulan), kehamilan
9,36 % nyeri menstruasi sekunder dari 64,25% atau kehamilan tidak terdeteksi ektopik pecah,
kejadian nyeri menstruasi. Di Surabaya kista pecah, perforasi rahim dari IUD dan
didapatkan 1,07% - 1,31% dari jumlah infeksi (Andre, 2009). Selain dari dampak
78 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 76-80

diatas, konflik emosional, ketegangan dan dimana setiap anggota populasi mempunyai
kegelisahan dapat memainkan peranan serta kesempatan yang sama untuk diseleksi.
menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Instrumen yang digunakan peneliti dalam
Oleh karena itu nyeri menstruasi pada semua penelitian ini adalah buli-buli dan sarungnya,
usia harus ditangani agar tidak terjadi masalah dan lembar observasi.
seperti hal- hal tersebut (Knight, 2006).
Cara mengurangi nyeri menstruasi terdapat
dua tindakan yaitu secara farmakologis dan Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan
non farmakologis. Salah satu intervensi Hasil Data khusus berisi karakteristik responden yang
keperawatan untuk menurunkan nyeri adalah meliputi kompres, nyeri menstruasi, dan hubungan
kompres hangat, yaitu memberikan rasa hangat kompres dengan nyeri menstruasi.
pada daerah tertentu dengan menggunakan Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden
kantung berisi air hangat yang menimbulkan berdasarkan kompres siswi di SMA
rasa hangat pada bagian tubuh yang Negeri 2 Pamekasan bulan Maret
memerlukan. Kompres hangat dengan suhu 2013
45°C – 50,5°C dapat dilakukan dengan
menempelkan kantung karet yang diisi air No. Kompres Frekuensi Persentase(%)
hangat ke daerah tubuh yang nyeri. Tujuan 1 Kompres 57 64,8
dari kompres hangat adalah pelunakan 2 hangat 31 35,2
jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih Kompres
rileks, menurunkan rasa nyeri, dan air biasa
mempelancar pasokan aliran darah dan Jumlah 88 100
memberikan ketenangan pada klien (Kimin, Sumber : Data primer, Maret 2013
2009). Mengingat pentingnya masalah di atas, Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui dari 88
penulis tertarik untuk melakukan penelitian responden sebagian besar (64,8%)
tentang “Hubungan kompres hangat terhadap menggunakan kompres hangat.
derajat nyeri menstruasi pada siswi kelas X di
SMA Negeri 2 Pamekasan”. Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden
berdasarkan derajat nyeri
menstruasi siswi di SMA Negeri 2
Metode Penelitian Pamekasan bulan Maret 2013
Dalam penelitian ini jenis yang digunakan adalah
analitik dengan desain cross sectional. Populasi No. Derajat Frekuensi Persentase(%)
dalam penelitian ini adalah siswi kelas X yang Nyeri
mengalami nyeri menstruasi pada hari pertama Menstruasi
sampai hari ketiga dan tidak minum obat anti 1 Ringan 56 63,6
nyeri di SMA Negeri 2 Pamekasan, sebesar 2 Sedang 26 29,5
112 siswi. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 Berat 6 6,8
sebagian siswi kelas X yang mengalami nyeri Jumlah 88 100
menstruasi pada hari pertama sampai hari
Sumber : Data primer, Maret 2013
ketiga dan tidak minum obat anti nyeri di
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui dari 88
SMA Negeri 2 Pamekasan sebesar 88
responden sebagian besar (63,6%) mengalami
responden.
derajat nyeri menstruasi ringan.
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik probality sampling
a. Tabulasi Silang
secara simple random sampling, yaitu
Hubungan kompres hangat terhadap derajat
pengambilan sampel secara acak dari seluruh
nyeri menstruasi pada siswi kelas X di SMA
siswi yang mengalami nyeri menstruasi,
Negeri 2 Pamekasan untuk bisa diketahui,
Amaliyah, Afiyah : Kompres Hangat Mempengaruhi Derajat nyeri Menstruasi Pada Siswa 79
Kelas X Di SMA Negeri 2 Pamekasan

maka menggunakan tabulasi silang (cross Penanganan non farmakologi terhadap nyeri
tabulation) dan didapatkan seperti pada tabel menstruasi salah satunya menggunakan
5.3: kompres hangat. Kompres hangat dapat
Tabel 5.3 Tabulasi silang kompres hangat menyebabkan jaringan fibrosa menjadi lunak,
terhadap derajat nyeri menstruasi otot tubuh menjadi rileks, memperlancar aliran
pada siswi kelas X di SMA Negeri 2 darah, dan memberi ketenangan pada klien
Pamekasan bulan Maret 2013. sehingga bisa menurunkan rasa nyeri.
Derajat Nyeri Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh
Menstruasi akan memberikan sinyal ke hipothalamus
Total
Kompres Ringan Sedan Berat melalui sumsum tulang belakang. Ketika
g reseptor yang peka terhadap panas di
N % N % N % N % hipotalamus dirangsang, sistem effektor
Kompres 3 54 2 3 4 7, 5 10 mengeluarkan sinyal yang memulai
hangat 1 ,4 2 8, 0 7 0 berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan
6 ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
Kompres 2 80 4 1 2 6, 3 10 vasomotor pada medulla oblongata dari
air biasa 5 ,6 2, 5 1 0 tangkai otak, di bawah pengaruh hipotalamik
9 bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.
Jumlah 5 63 2 2 6 6, 8 10 Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan
6 ,6 6 9, 8 8 0 penurunan nyeri. Nyeri menstruasi pada
5 remaja harus ditangani meskipun hanya
Sumber : Data primer, Maret 2013 dengan pengobatan sendiri atau non
Berdasarkan tabel 5.7 di atas menunjukkan farmakalogi untuk menghindari dampak yang
bahwa dari 57 responden yang melakukan lebih berat, seperti gangguan aktivitas hidup
kompres hangat sebagian besar (54,4%) sehari-hari (ADLs). Sehingga derajat nyeri
mengalami derajat nyeri menstruasi ringan, menstruasi yang dirasakan responden setelah
sedangkan dari 31 responden yang melakukan dilakukan kompres hangat derajat nyeri
kompres air biasa hampir seluruhnya (80,6%) menstruasi ringan.
mengalami derajat nyeri menstruasi ringan. Menurut Perry dan Potter (2005) kompres
Hasil uji statistik dengan menggunakan Mann- hangat yang dilakukan menyebabkan
Whitney, didapatkan p = 0,024 dan α = 0,05, pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi
berarti ρ < α maka H ditolak artinya terdapat penurunan ketegangan otot sehingga nyeri
hubungan kompres hangat terhadap derajat menstruasi yang dirasakan akan berkurang
nyeri menstruasi pada siswi kelas X di SMA atau hilang.
Negeri 2 Pamekasan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah
diuraikan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai
berikut:
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan 1. Siswi kelas X di SMA Negeri 2
bahwa kompres hangat dapat mengurangi Pamekasan sebagian besar melakukan
derajat nyeri menstruasi pada siswi kelas X di kompres hangat untuk penanganan nyeri
SMA Negeri 2 Pamekasan. Nyeri menstruasi menstruasi.
yang dialami siswi sebagian besar nyeri 2. Siswi kelas X di SMA Negeri 2
menstruasi ringan. Nyeri menstruasi tersebut Pamekasan sebagian besar mengalami
sebagian besar terjadi pada siswi berumur 16 derajat nyeri menstruasi ringan.
tahun, yang umur menstruasi pertamakali 3. Ada hubungan kompres hangat terhadap
berumur 10 – 13 tahun. Sebagian besar siswi derajat nyeri menstruasi pada siswi kelas X
tersebut mengalami nyeri menstruasi waktu di SMA Negeri 2 Pamekasan.
menstruasi hari ke-2.
80 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 76-80

Daftar Acuan Riyanto (2002). Dismenorea.


Http://www.Lampung.com.artikel
Azis, A & Musrifatul, U (2005). Kebutuhan
diakses pada tanggal 7 Desember 2012.
Dasar Manusia : Buku Saku
Praktikum. Jakarta, EGC
Sarwono, P. (2005). Ilmu Kandungan. Edisi 2
cetakan IV. Jakarta, Yayasan Bina
Anonim (2009). Gangguan Menstruasi.
Pustaka.
Http://www.info-sehat.com. artikel
Sastroasmoro dan Ismael (2008). Dasar-
diakses pada tanggal 7 Desember 2012.
Dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Anurogo dan Wulandari (2011). Cara Jitu
Ed.3. Jakarta, Sagung Seto
Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta,
Tamsuri, Anas (2007). Konsep dan
ANDI
Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta, EGC
Arikunto (2006). Prosedur Penelitian Suatu
Winkjosastro, Hanifa (2007). Ilmu Kebidanan.
Pendekatan Praktek. Jakarta, Rineka
Jakarta, YBP-SP
Cipta
_________ (2013). Pedoman Penyusunan dan
Bobak (2004). Buku Ajar Keperawatan
Prosedur ujian Proposal-Karya Tulis
Maternitas. Jakarta, EGC
ilmiah-Skripsi Program Studi S1-
Junizar (2004). Kejadian Dismenorea Primer.
Keperawatan. Surabaya, STIKES
Http://journal.unair.ac.id diakses pada
YARSI
tanggal 7 Desember 2012.
Kozier dan Erb’s (2009). Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis, Ed 5. Jakarta,
EGC
Kozier dan Erb’s (2011). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan:Konsep,
Proses, dan Praktik, Ed 7 Vol.2.
Jakarta, EGC
Laila, Nur Najmi (2011). Buku Pintar
Menstruasi. Yogyakarta, Buku Biru.
Manuaba, IBG. (2008). Gawat-Darurat
Obstreti-Ginekologi dan Obstreti-
Ginekologi untuk Profesi Bidan.
Jakarta, EGC
Notoatmodjo (2010). Metodelogi Penelitian
Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta
Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan:Pedoman Skripsi, Tesis
dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta, Salemba
Medika.
Perry dan Potter (2005). Keterampilan dan
Prosedur Dasar. Jakarta, EGC
Purnomo, Windhu (2007). Hand Out/
Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Surabaya, FKM Unair
Proverawati dan Misaroh (2009). Menarche
Menstruasi Pertama Penuh Makna.
Yogyakarta, Nuha Medika
MENCEGAH DAMPAK DARURAT KEKERASAN PADA ANAK INDONESIA

Nur Hidaayah

(Universitas Nahdlatul Ulama, Kampus A Jln. SMEA 57 Surabaya)


Email : nur_hidy@yahoo.co.id

Abstract :
Child abuse occur in the conditions, places, people closest to where the child
should feel secure that home, school and community environments. According to
UNICEF that violence against children in some countries can be socially acceptable, it
is allowed and is not seen as something rude. Some factors contributing to violence
include: witnessing parental violence while still childhood, aggressive attitude towards
the child, wife or husband, and behaved aggressively towards children and the
environment that supports the violence recurs. Children who experience repeated
violence much risk of adverse impacts that they showed chronic stress, including
difficulties in school and problems with concentration. Things do not have to happen
is depression to suicidal behavior. Help prevent the necessary co-operation of various
elements of parents, educators, family leaders, community leaders, community
organizations, peers, program managers across relevant sectors. Indispensable role of
the academia, professional organizations, Society of Social Institutions and law
enforcement officials.

Keyword: Prevent, violence, children

Abstrak :

Tindak kekerasan pada anak banyak terjadi pada kondisi, tempat, orang
terdekat di mana anak seharusnya merasa aman yaitu rumah, sekolah dan lingkungan
masyarakat. Menurut UNICEF bahwa kekerasan terhadap anak di beberapa negara
dapat diterima secara sosial, hal tersebut dibiarkan dan tidak dilihat sebagai sesuatu
yang kasar. Beberapa faktor penyebab kekerasan meliputi : menyaksikan kekerasan
orang tua saat masih usia kanak-kanak, sikap agresif terhadap anak, istri atau suami,
dan berperilaku agresif terhadap anak serta lingkungan yang mendukung terjadinya
tindak kekerasan berulang. Anak yang mengalami tindak kekerasan berulang banyak
resiko terjadinya dampak buruk yaitu mereka menunjukkan stres kronis, termasuk
kesulitan di sekolah dan masalah konsentrasi. Hal yang tidak perlu terjadi adalah
perilaku depresi hingga bunuh diri. Bantuan mencegah diperlukan kerjasama berbagai
elemen yaitu orangtua, pendidik, tokoh keluarga, tokoh masyarakat, organisasi
masyarakat, teman sebaya, pengelola program lintas sektor terkait. Tidak lupa peran
serta akademisi, organisasi profesi, LSM dan aparat penegak hukum sangat
diperlukan.

Keyword : Mencegah, kekerasan, pada anak

81
82 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 81-88

A. PENDAHULUAN negara di seluruh dunia yang memiliki


Seluruh anak di dunia secara perlindungan anak-anak secara hukum.
terus menerus dilecehkan secara fisik UNICEF menyatakan, 1 dari 10 anak
maupun emosional mulai dari perempuan di dunia mengalami
pembunuhan, tindakan seksual, pelecehan seksual. Sementara, 6 dari
bullying, dan penegakkan disiplin yang 10 anak (1 miliar) di seluruh dunia,
terlalu kasar. Tindak kekerasan banyak mengalami kekerasan fisik di usia 2-14
terjadi pada kondisi, tempat, orang tahun. Laporan kekerasan pada anak
terdekat di mana anak seharusnya yang masuk ke Komnas PA didominasi
merasa aman yaitu rumah, sekolah dan kejahatan seksual yang dari 2010
lingkungan masyarakat sekitar. hingga 2014 angkanya berkisar 42-
Menurut UNICEF bahwa kekerasan 62%. Pantauan tersebut merupakan
terhadap anak di beberapa negara dapat sebagian kecil kasus yang menimpa
diterima secara sosial, hal tersebut anak-anak Indonesia, mengingat
dibiarkan dan tidak dilihat sebagai penduduk Indonesia menurut Badan
sesuatu yang kasar. Korban menjadi Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011
terlalu takut untuk melaporkan adalah 237.641.326 jiwa, dengan
kejahatan yang dialaminya, sistem menduduki peringkat ke empat dengan
hukum yang ada juga tidak bisa jumlah penduduk terbesar di dunia di
langsung menanggapi, lembaga bawah RRC, India dan Amerika
perlindungan anak juga sangat sedikit Serikat. Menurut data dari KPAI,
(Anonym, 2012) sekitar 40.000 anak mengalami
Negara Indonesia mencatat eksploitasi seksual baik karena korban
peristiwa kekerasan pada anak periode trafiking maupun dilacurkan, sekita 2,5
Mei hingga Juli 2014 yang diberitakan juta anak korban kekerasan fisik,
oleh media massa antara lain : psikis, seksual maupun sosial, dan 4,5
penganiayaan Renggo oleh kakak juta anak diperkejakan serta sebanyak
kelasnya di Jakarta Timur, guru 3 juta anak melakukan pekerjaan
menghukum siswa dengan menyuruh berbahaya (Imelia Pebreyanti, 2014).
menghabiskan belasan rokok di Menurut pantauan dari Komnas
Gorontalo, penyiraman air keras pada Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Iqbal Saputra oleh pacar ibunya di pada tahun 2011 saja telah terjadi
Koja, sodomi pada sisiwa oleh guru di 2.275 kasus, yang diantaranya 887
sekolah Jakarta International School, kasus seksual. Lalu KPAI juga
Samuel yang disiram air keras dan memantau pada tahun 2012 kekerasan
disuruh minum air aki oleh ibu dan terhadap anak telah terjadi 3.871 kasus,
ayah tirinya di Magetan (Anonym, yang diantaranya 1.028 merupakan
2014). kekerasan seksual terhadap anak.
Beberapa faktor penyebab Sedangkan tahun 2013 selama bulan
kekerasan meliputi : menyaksikan Januari-Februari, KPAI memantau
kekerasan orang tua saat masih usia sebanyak 919 telah terjadi kasus
kanak-kanak, sikap agresif terhadap kekerasan terhadap anak, yang
anak, istri atau suami, dan berperilaku diantaranya 216 kasus yang terjadi
agresif terhadap anak serta lingkungan merupakan kekerasan seksual (Imelia
yang mendukung terjadinya tindak Pebreyanti, 2014).
kekerasan berulang (Koss, Heise, & Anak yang dianiaya mengalami
Russo, 1994 dalam Taylor, dkk 2009). banyak resiko yaitu mereka
Laporan UNICEF menyebutkan menunjukkan stres kronis, termasuk
bahwa dari 190 negara hanya ada 39 kesulitan di sekolah dan masalah
Nurhidayah : Mencegah Dampak Darurat Kekerasan Pada Anak Indonesia 83

konsentrasi. Hal yang tidak perlu nyaman bagi anak, dan terakhir
terjadi adalah perilaku depresi hingga pemerintah sebagai pembuat kebijakan
bunuh diri. Bahkan paling buruk terjadi dalam bentuk Undang-undang
di sepanjang hidup anak hingga perlindungan anak serta aparat penegak
dewasa, mereka terbiasa menjadi hukum sebagai pelaksana perlindungan
penganiaya pula (Taylor, Shelley E., terhadap keamanan warga negara.
Peplau, Letitia Anne & Sears, David O, Berbagai pihak tersebut harus saling
2009). mendukung dalam menjalankan tugas
Dampak yang dialami anak dan fungsinya masing-masing demi
adalah merasa ketakutan, kebingungan, terpenuhinya hak anak bebas dari
dan kaget melihat kekerasan yang tindak kekerasan.
terjadi pada orangtuanya; (2) Tumbuh
perasaan bersalah karena menganggap
diri menjadi penyebab munculnya B. PEMBAHASAN
kekerasan; (3) Menjadi rewel,
mengeluh sakit, sulit tidur, dan kembali 1. Pengertian
berperilaku seperti bayi (mengisap Kekerasan pada anak atau child
jempol, mengompol, berbicara abuse and neglec yaitu semua tindakan
menggunakan bahasa bayi atau cadel, fisik, mental dan seksual dari orangtua
selalu minta digendong atau ditemani); atau pengasuh di setiap keadaan yang
(4) Cenderung suka melawan dan kasar menunjukkan kurangnya perawatan
atau malah justru menjadi tidak mau dan perlindungan terhadap anak,
berteman dan lebih memilih sehingga menyebabkan luka dan
menyendiri; (5) Jika hal tersebut kegagalan perkembangan baik fisik,
dibiarkan terus, kemungkinan bisa intelektual, mental dan sosial. Contoh
mengganggu perkembangan anak, baik tindakan kekerasan pada anak adalah
secara fisik, kejiwaan, perilaku, pemukulan, penyerangan fisik berkali-
maupun prestasinya nanti; (6) Dampak kali sampai terjadi luka, eksploitasi
jangka panjang pada anak laki-laki (pornografi, penyerangan seksual,
adalah meniru perilaku kekerasan yang pemberian makanan yang tidak layak
dilakukan oleh ayahnya. Sedangkan atau kurang gizi, pengabaian
anak perempuan cenderung menerima pendidikan dan kesehatan. Menurut
kekerasan sebagai suatu hal yang wajar UU perlindungan anak pasal 13 yang
sehingga ketika dewasa nanti besar dimaksud kekerasan terhadap anak
kemungkinan akan kembali menjadi adalah deskriminasi, eksploitasi baik
korban (Redaksi koran pendidikan, fisik maupun seksual, penelantaran,
2013) kekejaman, kekerasan seksual dan
Pentingnya kerjasama antara penganiayaan, ketidakadilan dan
berbagai pihak agar dapat mengurangi perlakuan salah lainnya.
darurat kekerasan pada anak di
Indonesia. Keterlibatan pihak yang 2. Pelaku Tindak Kekerasan
dimaksud adalah keluarga yang Menurut BPS (2006)
mengasuh anak, juga lembaga menyatakan bahwa pelaku kekerasan
pendidikan, tenaga kesehatan dan ternyata orang yang semestinya
tokoh agama dalam mencegah dan menjadi pembimbing, pelindung,
menangani dampak kekerasan pada penerima pengaduan, pemberi rasa
anak. Keterlibatan masyarakat dan aman dan kasih sayang. Berikut ini
komisi perlindungan anak sebagai tabel tentang pelaku kekerasan secara
penyedia lingkungan aman dan berurutan :
84 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 81-88

jika didekati, takut keluar rumah


Tabel. Pelaku Kekerasan Terhadap dan takut bertemu orang lain.
Anak (%) (Permeneg PP dan PA RI,
2011) b. Verbal abuse
Pelaku Perkotaan Pedesaan Total/ Kekerasan berupa bentakan, kata
rata- kasar, makian orangtua terhadap
rata
anak. Anak akan mengingat
Orangtua 56,5 64,6 61,4 kekerasan ini jika berlangsung
Lainnya 26,8 21,9 23,9 dalam satu periode.
Tetangga 8 5,8 6,7
Guru 2,8 3,1 3 c. Physical abuse
Famili 4,1 3,6 3,8 Kekerasan berupa pukulan dengan
(saudara) dan tanpa benda tertentu yang
Rekan 0,9 0,7 0,8 mengakibatkan luka fisik pada
kerja anak. Pemicunya adalah minta
Majikan 0,8 0,1 0,4 jajan, buang air, atau muntah di
sembarang tempat, memecah
3. Penyebab barang berharga. Kekerasan ini
Kekerasan terjadi apabila akan diingat anak bila pukulan
seseorang menggunakan kekuatan, tersebut meninggalkan bekas atau
kekuasaan dan posisinya untuk luka.
menyakiti orang lain dengan sengaja
bukan karena kebetulan. Beberapa d. Sexual abuse
faktor penyebab kekerasan meliputi : Kekerasan berupa perlakuan orang
menyaksikan kekerasan orang tua saat yang lebih besar melalui kata,
masih usia kanak-kanak, sikap agresif sentuhan, gambar visual secara
terhadap anak, istri atau suami, dan langsung. Biasanya hal ini terjadi
berperilaku agresif terhadap anak serta kurang maupun selama 18 bulan
lingkungan yang mendukung pertama dalam kehidupan anak.
terjadinya tindak kekerasan berulang Kekerasan ini dapat berupa
(Koss, Heise, & Russo, 1994 dalam memperlihatkan buku, gambar
Taylor, dkk 2009). atau film porno pada anak.

4. Klasifikasi 5. Akibat
Menurut Terry E. Lawson Semua kekerasan yang diterima
menyatakan bahwa kekerasan pada anak terekam dalam alam bawah sadar
anak digolongkan menjadi 4 macam, hingga masa dewasa dan seterusnya
yaitu (Rochmat Wahab, 2013): sepanjang hidup. Anak korban
kekerasan akan melakukan hal yang
a. Emotional abuse sama yang diterimanya sewaktu kecil,
Yaitu tidak adanya perhatian di usia dewasa. Mereka akan lebih
maupun respon orangtua setelah agresif dalam melakuan kekerasan
anak memintanya. Pengabaian ini serupa terhadap anak-anak. Penjelasan
akan diingat seterusnya oleh anak lengkap tentang akibat yang dialami
bila kekerasan ini berkelanjutan. anak dapat diurutkan berdasarkan tahap
Gejala yang ditunjukkan oleh anak perkembangannya, sebagai berikut
karena mendapatkan kekerasan ini (Rochmat Wahab, 2013) :
adalah perilaku maladaptif
(menarik diri, pemalu, menangis
Nurhidayah : Mencegah Dampak Darurat Kekerasan Pada Anak Indonesia 85

a. Usia bayi (0 sampai 1 tahun) stres pada usia sebelumnya dapat


Usia bayi seringkali diidentifikasi tiga tipe reaksi
menunjukkan keterbatasannya perilaku. Pertama, 46%-nya
dalam kaitannya dengan menunjukkan emosi negatif yang
kemampuan kognitif dan diwujudkan dengan perilaku
beradaptasi. Jaffe dkk (1990) marah yang diikuti setelahnya
menyatakan bahwa bayi yang dengan rasa sedih dan
menyaksikan kekerasan yang berkeinginan untuk menghalangi
dilakukan orangtuanya, sering atau campur tangan. Kedua,
memiliki kesehatan yang buruk, 17%-nya tidak menunjukkan
kebiasaan tidur yang jelek, dan emosi, tetapi setelah itu mereka
teriakan yang berlebihan. Keadaan marah. Ketiga, lebih dari
ini berkonsekuensi logis pada sepertiganya, menunjukkan
gangguan pertumbuhan dan perasaan emosional yang tinggi
perkembangan baik fisik maupun (baik positif maupun negatif)
emosi, juga banyak terjadi tidak selama berargumentasi.
lancarnya komunikasi. Keempat, mereka bahagia, tetapi
sebagian besar di antara mereka
b. Usia anak todler (1 sampai 3 cenderung menunjukkan sikap
tahun) agresif secara fisik dan verbal
Amarah verbal yang disertai terhadap teman sebayanya.
serangan fisik dapat mengancam Berdasarkan pemeriksaan
rasa aman anak secara sosial. Pada terhadap 77 anak, Davis dan
masa selanjutnya sikap yang akan Carlson (1987) menemukan anak
ditunjukkan anak adalah agresif TK yang menunjukkan perilaku
terhadap teman sebayanya. Anak reaksi agresif dan kesulitan makan
laki-laki cenderung lebih agresif pada pria lebih banyak terjadi
daripada anak perempuan selama daripada wanita.
simulasi, sebaliknya anak Hughes (1988) melakukan
perempuan lebih mengalami kelompok yang menyaksikan
stress. Dampak kekerasan terhadap kekerasan menunjukkan tingkat
anak usia todler ini sering stres jauh lebih tinggi, dan
digambarkan dengan problem kelompok anak usia pra sekolah
perilaku, seperti seringnya sakit, menunjukkan perilaku stres yang
memiliki rasa malu yang serius, lebih tinggi daripada anak usia
memiliki self-esteem yang todler. deLange (1986) melalui
rendah, dan memiliki masalah pengamatannya bahwa kekerasan
selama dalam pengasuhan, berdampak terhadap kompetensi
terutama masalah sosial, perkembangan sosial-kognitif
misalnya: memukul, menggigit, anak usia prasekolah. Ini dapat
dan suka mendebat. dijelaskan bahwa anak-anak
prasekolah yang dipisahkan
c. Usia prasekolah (3 sampai 5 secara sosial dari teman
tahun) sebayanya, bahkan tidak
Cumming (1981) melakukan berkesempatan untuk beradaptasi
penelitian tentang KDRT terhadap dengan kegiatan atau minat teman
anak-anak yang berusia TK, pra sebayanya juga. Mereka
sekolah, sekitar 5 atau 6 tahun. cenderung memiliki beberapa
Dilaporkannya bahwa anak yang
86 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 81-88

masalah yang terkait dengan orang e. Usia remaja (13 sampai 21 tahun)
dewasa. Usia remaja telah memiliki
kesadaran bahwa ada cara-cara
d. Usia Sekolah (7 sampai 12 tahun) yang berbeda dalam berpikir,
Jaffe dkk (1990) menyatakan merasa, dan berperilaku dalam
bahwa pada usia SD, anak yang kehidupan di dunia ini. Misalnya
menyaksikan KDRT, secara studi Davis dan Carlson (1987)
cepat belajar bahwa kekerasan menyimpulkan bahwa hidup
adalah suatu cara yang paling dalam keluarga yang penuh
tepat untuk menyelsaikan konflik kekerasan dapat meningkatkan
dalam hubungan kemanusiaan. kemungkinan menjadikan isteri
Mereka lebih mampu, yang tersiksa, sementara itu
mengekspresikan ketakutan dan Hughes dan Barad (1983)
kecemasannya berkenaan dengan mengemukakan dari hasil studinya
perilaku orangtuanya. bahwa angka kejadian kekerasan
Hughes (1986) menemukan yang tinggi dalam keluarga yang
bahwa anak usia sekolah kesulitan dilakukan oleh ayah cenderung
terhadap pekerjaan sekolah, dapat menimulkan korban
prestasi akademik buruk, tidak kekerasan, terutama anak-
suka sekolah, dan kesulitan anaknya. Tetapi ditekankan pula
konsentrasi. Wolfe et.al, 1986: oleh Rosenbaum dan O’Leary
Jaffe et.al, 1986, Christopoulus (1981) bahwa tidak semua anak
et al, 1987 menguatkan melalui yang hidup kesehariannya dalam
studinya, bahwa anak dari hubungan yang penuh kekerasan
keluarga yang mengalami akan mengulangi pengalaman
kekerasan domistik cenderung itu. Artinya bahwa seberat
memiliki problem prilaku lebih apapun kekerasan yang ada
banyak dan kompetensi sosialnya dalam rumah tangga, tidak
lebih rendah daripada keluarga sepenuhnya kekerasan itu
yang tidak mengalami kekerasan berdampak negatif kepada semua
dalam rumah tangga. anak remaja, tergantung
Sementara studi yang ketahanan mental dan kekuatan
dilakukan terhadap anak pribadi remaja tersebut.
Australia, (Mathias et.al, 1995)
sebanyak 22 anak dari usia 6 Dari banyak penelitian
sd 11 tahun menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa konflik antar
kelompok anak-anak yang secara kedua orangtua yang disaksikan oleh
historis mengalami kekerasan anak-anaknya yang sudah remaja
dalam rumah tangganya cenderung berdampak yang sangat
cenderung mengalami problem berarti, terutama anak remaja pria
perilaku pada tinggi batas ambang cenderung lebih agresif, sebaliknya
sampai tingkat berat, memiliki remaja wanita cenderung lebih dipresif
kecakapan adaptif di bawah (Rochmat Wahab, 2013).
rata-rata, 11 memiliki kemampuan Menurut Pedoman
membaca di bawah usia Penggolongan Diagnostik Gangguan
kronologisnya, dan memiliki Jiwa III yang merupakan kriteria
kecemasan pada tingkat menengah gangguan stres pasca-trauma (post
sampai dengan tingkat tinggi. traumatic stres disorder atau PTSD)
yang dapat dialami anak yaitu :
Nurhidayah : Mencegah Dampak Darurat Kekerasan Pada Anak Indonesia 87

a. Kejadian timbul dalam kurun langsung adalah akademisi, organisasi


waktu 6 bulan setelah peristiwa profesi, LSM dan aparat penegak
traumatik berat. hukum. Strategi upaya pencegahan,
b. Terdapat penghayatan berulang, sebagai berikut (Permeneg PP dan PA
bayang-bayang atau mimpi dari RI, 2011) :
kejadian traumatik tersebut secara a. Penyusunan media KIE
berulang-ulang (flash back). (Komunikasi Informasi Edukasi)
c. Gangguan otonomik, gangguan tentang upaya pencegahan
efek dan kelainan perilaku seperti : kekerasan terhadap keluarga,
Hyperarousal, dengan gejala : masyarakat dan lembaga
agresif, insomnia, reaksi pendidikan.
emosional yang intens (depresi b. Penggalangan peran serta berbagai
dengan keinginan bunuh diri), media komunikasi dalam
merupakan indikasi bahaya penyebarluasan media KIE tentang
menerus. Intrusion, dengan gejala : pencegahan kekerasan terhadap
mimpi buruk, ingat peristiwa anak.
mencekam dan trauma. Numbing c. Peningkatan peran serta lembaga
(mati rasa) dengan gejala : merasa pemerintah, masyarakat,
terkucilkan, tidak diperhatikan. keagamaan dan dunia usaha dalam
d. Minggu sampai bulan selanjutnya, optimalisasi pencegahan kekerasan
anak yang menjadi korban terhadap anak di lingkungan
dinggapi ketakutan berat menjadi masyarakat dan lingkungan
hamil atau terkena penyakit pendidikan.
kelamin, takut kekerasan fisik dan d. Pemanfaatan rumah ibadah,
kematian, tkut kerumunan orang institusi pendidikan formal dan
banyak, takut didekati dari non formal sebagai wadah
belakang, takut berhubungan sosialisasi mengenai dampak
seksual meskipun dengan suami kekerasan pada anak di lingkungan
dan bahkan takut pada sesuatu keluarga, masyarakat dan
yang sulit diduga. lingkungan pendidikan.
e. Pemberdayaan keluarga dalam
6. Cara mencegah kegiatan program pencegahan
Pencegahan adalah tindakan kekerasan pada anak.
yang dilakukan untuk menghilangkan f. Penguatan kemampuan teman
berbagai faktor yang menyebabkan sebaya (peer group) sebagai agen
melestarikan segala bentuk kekerasan perubah dalam mengurangi akibat
terhadap anak. Sebelum menjelaskan kekerasan pada anak di lingkungan
cara mencegah, terlebih dahulu masyarakat dan lingkungan
mengetahui beberapa pelaku yang bisa pendidikan.
membantu mencegah darurat g. Pemanfaatan forum-forum anak
kekerasan. Pelaku pencegah kekerasan yang ada di semua wilayah.
dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu h. Pengawasan dan monitoring
langsung dan tidak langsung. Sasaran berbagai program pencegahan di
pelaku pencegah langsung adalah lingkungan keluarga, masyarakat
pendidik, orangtua, tokoh keluarga, dan lingkungan pendidikan.
tokoh masyarakat, organisasi i. Meningkatkan upaya pencegahan
masyarakat, teman sebaya, pengelola kekerasan pada anak melalui
program lintas sektor terkait. program UKS (Unit Kesehatan
Sedangkan pelaku pencegah tidak Sekolah).
88 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 81-88

j. Penggalangan peran serta berbagai Anonym, (2014). Indonesia Darurat


media komunikasi dalam penyebar Kekerasan Pada Anak.
luasan informasi. http://nasional.kompas.com/read/2
014/05/07/0527140/Indonesia.Dar
C. SIMPULAN urat.Kekerasan.pada.Anak.
Diakses tanggal 9 Januari 2015.
1. Menurut UU perlindungan anak
pasal 13 yang dimaksud kekerasan Imelia Pebreyanti (2014). Unicef 1 dari
terhadap anak adalah deskriminasi, 10 Anak Perempuan Alami
eksploitasi baik fisik maupun Pelecehan Seksual.
seksual, penelantaran, kekejaman, http://news.liputan6.com/read/210
kekerasan seksual dan 1694/unicef-1-dari-10-anak-perem
penganiayaan, ketidakadilan dan puan-alami-pelecehan-seksual
perlakuan salah lainnya. diakses tanggal 7 Januari 2015.
2. pelaku kekerasan ternyata orang
yang semestinya menjadi
pembimbing, pelindung, penerima Permeneg PP dan PA RI no. 6 tahun
pengaduan, pemberi rasa aman dan 2011. Panduan Pencegahan KTA
kasih sayang. di Lingkungan Keluarga,
3. Semua kekerasan yang diterima Masyarakat dan Lembaga
anak terekam dalam alam bawah Pendidikan.
sadar hingga masa dewasa dan
seterusnya sepanjang hidup.
4. Pencegahan adalah tindakan yang Rochmat Wahab (2013). Kekerasan
dilakukan untuk menghilangkan Dalam Rumah Tangga: Perspektif
berbagai faktor yang menyebabkan Psikologis dan Edukatif.
melestarikan segala bentuk Staff.uny.ac.id/dosen/prof-dr-
kekerasan terhadap anak. Peran rochmat-wahab-mpd-ma. Diakses
serta pendidik, orangtua, tokoh tanggal 07 Januari 2014.
keluarga, tokoh masyarakat,
organisasi masyarakat, teman
sebaya, pengelola program lintas Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia
sektor terkait, akademisi, Anne & Sears, David O. (2009).
organisasi profesi, LSM dan aparat Psikologi Sosial edisi 12. Jakarta:
penegak hukum melalui Kencana.
penyusunan media KIE
(Komunikasi Informasi Edukasi)
tentang upaya pencegahan
kekerasan.

DAFTAR RUJUKAN

Anonym (2012). Kekerasan Terhadap


Anak. http://www.liputan6.com/
tag/kekerasan-terhadap-anak
“#Kekerasan Terhadap Anak”.
Diakses tanggal 7 Januari 2015.
TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENETEKI MEMPENGARUHI
PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI SUNTIK
DI PUSTU KANGENAN PAMEKASAN

Nurul Kamariyah

( UNUSA, FKK, JL. SMEA NO. 57 SURABAYA )


Email : nurulkamariyah@unusa.ac.id

ABSTRACT
Contraceptive injection acceptors in Pamekasan District have reached 66.85%. The appropriate
type of contraceptive injection for the breastfeeding mothers is the three-month injection because
it doesn’t disturb the lactation process. In Pustu (supporting community health center) Kangenan,
almost all breastfeeding mothers choose one-month contraceptive injection. The influencing
factor for them to choose the contraceptive injection is knowledge. Therefore, this research was
purposed to find out the relationship between the breastfeeding mothers’ knowledge and their
choice for contraceptive injection. The design of this research was analytic-observational done
by applying the cross sectional approach. The population involved 48 breastfeeding mothers
choosing the contraceptive injection. The samples included the simple random sampling
involved 42 respondent The research done in July 2014 used the instrument of questionnaire and
LPD (data collection sheet). The result of the research showed that among 23 respondents with
low level of knowledge, almost all of them (78.3%) chose one-month contraceptive injection
(cyclofem) which didn’t meet their needs. Moreover, the result of data analysis using SPSS
program for Windows and Mann-Whitney test revealed that ρ = 0.003 < α 0.05 which proved
that there was a relationship between the breastfeeding mothers’ knowledge and their choice for
contraceptive injection. The conclusion of this research was that the breastfeeding mothers’
knowledge and their choice for contraceptive injection were related. Hence, the breastfeeding
mothers should choose the three-month contraceptive injection because it gives no influence to
the breast milk. Besides, the maximum counseling should also be done to the forthcoming
acceptors to choose the appropriate contraceptive method.

ABSTRAK
Akseptor KB suntik di kabupaten Pamekasan mencapai 66,85%. KB suntik yang sesuai untuk
ibu meneteki adalah KB suntik 3 bulan karena tidak mengganggu ASI, di Pustu Kangenan ibu
meneteki hampir seluruhnya memakai KB suntik 1 bulan. Faktor yang mempengaruhi ibu
meneteki memilih kontrasepsi suntik salah satunya adalah pengetahuan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu meneteki dengan pemilihan kontrasepsi suntik di
Pustu Kangenan Pamekasan. Desain penelitian analitik observasional bersifat cross sectional.
Populasi ibu meneteki yang menggunakan KB suntik sebesar 48 orang, sampel adalah sebagian n
dari populasi (simple randim sampling) sebesar 42 responden. Penelitian dilakukan bulan Juli
2014, menggunakan instrumen kuesioner dan LPD (Lembar Pengumpulan Data) Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 23 responden yang berpengetahuan kurang hampir seluruhnya (78,3 %)
menggunakan kontrasepsi suntik 1 bulan (cyclofem), hal ini tidak sesuai dengan kebutuhannya.
Analisis data menggunakan SPSS for windows dengan uji mann whitney didapatkan hasil ρ =
0,003 < α = 0,05 yang berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu meneteki dengan
pemilihan jenis kontrasepsi suntik.Simpulan dalam penelitian ini terdapat hubungan antara

89
90 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 89-96

tingkat pengetahuan ibu meneteki dengan pemilihan jenis kontrasepsi suntik. Saran bagi ibu
meneteki sebaiknya memilih KB suntik 3 bulan karena tidak mempengaruhi ASI sehingga perlu
dilakukan konseling secara maksimal kepada para calon akseptor sebelum memilih kontrasepsi
yang cocok.

Kata kunci : Pengetahuan ibu meneteki, Pemilihan kontrasepsi suntik.

PENDAHULUAN karena dapat mengurangi jumlah produksi


ASI (www.wikipedia.com).
Kontrasepsi (KB) adalah bagian dari
pelayanan kesehatan reproduksi untuk Berbagai faktor yang mempengaruhi
mengatur kehamilan dan merupakan hak seseorang menggunakan alat kontrasepsi
setiap individu sebagai mahkluk seksual yaitu status sosial (pengetahuan, pendidikan,
(Saifudin,AB, 2006 :U-46). Kontrasepsi pekerjaan), demografis (umur dan jumlah
suntik merupakan salah satu metode anak), pengalaman menggunakan KB,
kontrasepsi yang tujuannya mengatur aktivitas kemasyarakatan, peran dalam
kesuburan atau menjarangkan kehamilan pengambilan keputusan rumah tangga,
dengan syarat-syarat efektifitasnya cukup tempat tinggal, kesehatan, dan metode
tinggi, kegagalan kurang dari 1 %, dapat kontrasepsi (Widyaningrum A, 1999). Dari
punya anak lagi, dapat dipakai sesuai dengan berbagai faktor tersebut diatas salah satunya
jarak kehamilan yang direncanakan dan adalah pengetahuan. Pengetahuan tentang
tidak kalah pentingnya tidak menghambat pengendalian kelahiran dan Keluarga
produksi ASI (Depkes, 2010). Berencana merupakan salah satu aspek
penting kearah pemahaman tentang berbagai
Kontrasepsi suntik sudah lama menjadi alat atau cara ber KB yang tepat dan efektif
kontrasepsi yang menjanjikan walaupun (Surbekti, 2008).
baru mencapai potensi penuh dalam 15
tahun terakhir. Di seluruh dunia kontrasepsi Data yang didapat di kabupaten
suntik terhitung hanya 1 – 2 % dari Pamekasan jumlah pasangan usia subur
keseluruhan penggunaan kontrasepsi, sebesar 154.523 dan terdapat 118.447
walaupun di beberapa Negara tertentu salh (77,80%) akseptor KB dengan jumlah
satunya di Indonesia metode ini lebih luas akseptor KB suntik mencapai 101.780
digunakan (Glasier A, 2006). KB suntik (66.85%). Menurut studi pendahuluan yang
sendiri terdiri dari 2 jenis yaitu KB suntik 3 diambil di Puskesmas Pembantu Kelurahan
bulan (mengandung hormone progestin) dan Kangenan Kabupaten Pamekasan pada
KB suntik 1 bulan (mengandung campuran Februari 2008 sampai Januari 2009 jumlah
hormone estrogen dan progesterone). Salah PUS 966 dan terdapat jumlah akseptor KB
satu sasaran dari kontrasepsi adalah aktif 722 akseptor (74,74%). Bila dirici lebih
pasangan usia subur yang didalamnya lanjut jumlah peserta KB terbanyak adalah
termasuk ibu meneteki. Karena itu suntik. Adapun rinciannya yaitu suntik 480
sebaiknya ibu meneteki manghindari KB (66,48%), IUD 9 (1,24%), Implant 40
hormonal berbasis hormonal estrogen, (5,54%), pil 172 (23,82%), MOP 1 (0,14%),
Kamariyah : Tingkat Pengetahuan Ibu Meneteki Mempengaruhi Pemilihan 91
Jenis Kontrasepsi Suntik Di Pustu Kangenan Pamekasan

MOW 18 (2,50%), khusus ibu meneteki resiko pembekuan darah (Saifudin, AB,
yang menggunakan KB suntik yang 2003 : U-46).
berkunjung sebanyak 42 orang, dan yang
menggunakan KB suntik progestin (3 bulan) Bagi para pelaksana program KB
sebanyak 7 orang (16,66%) sedangkan hendaknya betul-betul memberikan
sisanya 35 orang (83,33%) menggunakan konseling secara lengkap kepada calon
KB cyclofem (1 bulan). Hal ini menunjukkan peserta KB, sehingga akseptor khususnya
bahwa masih banyak ibu meneteki yang BUTEKI mengerti tentang KB yang diikuti
masih belum tepat dalam penggunaan atau yang tidak mengganggu atau merugikan
pemilihan kontrasepsi suntik. Hal ini kesehatannya.Berdasarkan alasan tersebut
merupakan masalah yang seharusnya diatas dalam peneliti tertarik untuk meneliti
diantisipasi karena sebaiknya seperti yang tentang tingkat pengetahuan ibu meneteki
dijelaskan teori di awal seharusnya ibu dengan penggunaan kontrasepsi suntik.
meneteki menghindari KB yang METODE
mengandung estrogen ( KB suntik 1 bulan).
Desain yang digunakan dalam penelitian
Setelah diambil data dari 10 akseptor, adalah analitik observasional yang bersifat
terdapat 7 (70%) akseptor memakai KB cross sectional. Populasi dalam penelitian
suntik 1 bulan dengan alasan sudah pernah ini adalah seluruh ibu meneteki yang
menggunakan KB suntik 1 bulan dan cocok menggunakan kontrasepsi suntik yang ada di
dengan KB suntik 1 bulan sedangkan 3 Pustu Kangenan Pamekasan sebesar 48
(30%) akseptor yang menggunakan KB orang. sampel yang digunakan dalam
suntik 3 bulan dengan alasan tidak tiap bulan penelitian ini adalah sebagian ibu meneteki
harus kembali untuk suntik KB. Dari 7 yang menggunakan KB suntik yang bersedia
akseptor yang menggunakan KB suntik 1 menjadi responden dan dapat berkomunikasi
bulan, hanya 1 orang (14,28%) yang dengan baik (dapat baca dan tulis). Besar
mengetahui tentang pengaruh KB suntik 1 sampel dalam penelitian ini adalah total
bulan terhadap produksi ASI sedangkan 6 populasi sebesar 42 orang. Cara
orang (85,71%) tidak tahu pengaruh pengambilan sampel dalam penelitian ini
penggunaan KB suntik 1 bulan terhadap adalah dengan tehnik simple random
ASI, dan dari 7 akseptor yang menggunakan sampling.
KB suntik 1 bulan tersebut 5 orang
mengatakan air susunya berkurang, dan 2 HASIL
lainnya mengatakan berhenti menyusui
Tabel 5.1 : Distribusi frekuensi umur ibu
bayinya karena produksi air susunya sedikit. meneteki yang menggunakan KB suntik di Pustu
Dari ketidaktahuan masyarakat khususnya Kelurahan Kangenan Kecamatan Pamekasan
ibu meneteki dalam menggunakan alat pada bulan Juli 2014
kontrasepsi yang aman berakibat
mengurangi produksi ASI, mempengaruhi
tumbuh kembang bayi dan meningkatkan
92 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 89-96

Pekerjaan Frekuensi Persentase


Umur Frekuensi Persentase

< 20 tahun 4 9,5 Tidak bekerja 34 81

20 – 35 tahun 33 78,6 Bekerja 8 19

> 35 tahun 5 11,9 Jumlah 42 100


Jumlah 42 100
Sumber : Data primer 2014
Sumber : Data primer 2014
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa
hampir seluruhnya (78,6 %) dari 42 responden
berumur 20-30 tahun.
hampir seluruhnya (81 %) dari 42 responden
adalah tidak bekerja.
Tabel 5.2 :Distribusi frekuensi pendidikan ibu Tabel 5.4 : Distribusi frekuensi paritas ibu
meneteki yang menggunakan KB suntik di Pustu meneteki yang menggunakan KB suntik di
Kelurahan Kangenan Kecamatan Pamekasan Pustu Kelurahan Kangenan Kecamatan
pada bulan Juli 2014
Pamekasan pada bulan Juli 2014 .
Pendidikan Frekuensi Persentase
Paritas Frekuensi Persentase
Dasar 25 59,5
pendidikan Primipara 26 61,9
13 313 Multipara 15 38,1
Menengah
Jumlah 42 100
Tinggi 4 9,5
Sumber : Data primer 2014
Jumlah 42 100
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa
Sumber : Data primer 2014
hampir seluruhnya (61,9 %) dari 42 responden
adalah tidak bekerja.
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa
sebagian besar (59,5%) dari 42 responden Tabel 5.5 : Distribusi frekuensi pengetahuan
adalah berpendidikan dasar. ibu meneteki yang menggunakan KB
suntik di Pustu Kelurahan Kangenan
Tabel 5.3 : Distribusi frekuensi Kecamatan Pamekasan pada bulan Juli 2014
pekerjaan ibu meneteki yang menggunakan .
KB suntik di Pustu Kelurahan Kangenan
Kecamatan Pamekasan pada bulan Juli 2014
.

Pengetahuan Frekuensi Persentase


Kamariyah : Tingkat Pengetahuan Ibu Meneteki Mempengaruhi Pemilihan 93
Jenis Kontrasepsi Suntik Di Pustu Kangenan Pamekasan

Baik 11 26,2 Penggunaan


kontrasepsi
Cukup 8 19,0 Pengetahuan Jumlah
1 bln (cyclofem)
Kurang 23 54,8 3 bln (DMPA)

Jumlah 42 100 N % n % n %

Sumber : Data primer 2014 Baik 3 27,3 8 72,7 11 100

Cukup 3 37,5 5 62,5 8 100


Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa
sebagian besar (54,8%) dari 42 reponden Kurang 18 78,3 5 21,7 23 100
adalah berpengetahuan kurang.
Jumlah 24 18 42 100
Tabel 5.6 : Distribusi frekuensi penggunaan
Sumber : Data primer 2014
kontrasepsi suntik ibu meneteki di Pustu
Kelurahan Kangenan Kecamatan Pamekasan
pada bulan Juli 2014 . Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari
23 responden yang berpengetahuan kurang
Jenis KB Frekuensi Persentase hampir seluruhnya (78,3%) memilih kontrasepsi
suntik 1 bulan (cyclofem).
1 24 57,1
bulan(cyclofem) Berdasarkan analisa data dengan menggunakan
uji Mann Whitney di dapatkan hasil ρ = 0,003 <
3 bulan 18 42,9 α = 0,05 berarti H0 ditolak yaitu ada hubungan
(DMPA) tingkat pengetahuan ibu meneteki dengan
pemilihan kontrasepsi suntik.
Jumlah 42 100
PEMBAHASAN
Sumber : Data primer 2014 Pengetahuan ibu meneteki tentang kontrasepsi
suntik
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa
sebagian besar (57,1 %) dari 42 responden
sebagian besar responden 54,8% memiliki
adalah menggunakan KB suntik 1 bulan pengetahuan kurang tentang kontrasepsi suntik.
(cyclofem). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara
lain umur, pendidikan, sosial ekonomi.
a. Hubungan tingkat pengetahuan ibu meneteki
dengan pemilihan jenis kontraepsi suntik Berdasarkan tabel 5.1 hampir
Tabel 5.7 : Tabel silang hubungan seluruhnya (78,6 %) responden berumur 20-35
pengetahuan ibu meneteki dengan pemilihan tahun, hal ini menunjukkan ibu meneteki baru
kontrasepsi suntik di Pustu Kelurahan menginjak usia dewasa dan belum matang,
Kangenan Kecamatan sehingga cenderung memiliki pengetahuan yang
kurang. Karena pengetahuan didapat sedikit
94 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 89-96

demi sedikit mulai dari usia muda sehingga dengan teori yang dikemukakan oleh
semakin bertambahnya usia pengetahuan dan Notoatmodjo,S ( 2003 ) yaitu pengetahuan
pengalaman yang dimiliki semakin banyak dan merupakan domain yang penting dalam
baik. Parita juga mempengaruhi pengetahuan ibu membentuk tindakan seseorang. Bertambah
meneteki karena sebagian besar responden banyak pengetahuan yang di peroleh seseorang
adalah primipara, maka pengalaman yang akan bertambah terbuka pintu hati mereka untuk
mereka dapat juga kurang mereka lebih menerima gagasan dan informasi baru (
mengikuti kepercayaan yang dianut orang yang subekti,S.2003 ).
mereka anggap lebih tua.
Pemilihan Jenis Kontrasepsi suntik
Selain faktor umur, faktor pendidikan
juga berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa
khususnya ibu meneteki. Karakteristik tingkat 57,1 % memilih KB suntik 1 Bulan ( Cyclofem
pendidikan responden sebagian besar (59,5 %) ), hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan ibu
berpendidikan dasar hal ini menunjukkan dalam meneteki karena seharusnya ibu meneteki
memperoleh informasi juga kurang dan memilih KB suntik 3 bulan karena tidak
cenderung lebih lamban dalam untuk beradaptasi mempengaruhi ASI. Faktor yang mempengaruhi
terhadap perubahan perilaku yang baru dikenal. pemilihan jenis kontrasepsi antara lain umur,
paritas, status ekonomi, pekerjaan dan
Selain dua faktor tersebut faktor sosial pendidikan.
ekonomi juga mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Berdasarkan hasil Di Indonesia kontrasepsi suntik sangat
penelitian hampir seluruhnya (81 %) responden populer selain karena mudah ibu-ibu akseptor
tidak bekerja, hal ini bisa dikatakan bahwa ”jatuh cinta“ lantaran segi praktisanya yaitu
responden cenderung meluangkan waktu terbebas dari faktor lupa,berdaya kerja lama
dirumah untuk mengurusi rumah tangga, diri ,tidak perlu memakainya setiap kali akan
sendiri dan keluarga. Sehingga mereka senggama. Menurut Wydianingrum ,A.(2009)
cenderung kurang memperhatikan hal yang faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
mereka anggap kurang penting namun menggunakan alat kontrasepsi yaitu status sosial,
sebenarnya sangat berpengaruh terhadap pendidikan , pengetahuan dan pekerjaan,
kesehatannya seperti halnya pada kontrasepsi. demografis ( umur dan jumlah anak ),
pengalaman ber KB, aktifitas kemasyarakatan,
Hasil penelitian diatas sesuai dengan peran dalam mengambil keputusan.
teori Latipun (2011) bahwa tingkat pengetahuan
di pengaruhi oleh faktor umur dan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel
pendidikan,intelegensi serta sosial ekonomi. 5.1 umur responden hampir seluruhnya berusia
Semakin tua umur seseorang ,semakin kontruktif 20-30 tahun, dimana cenderung memilih KB
dalam menggunakan kopling terhadap masalah suntik 1 bulan karena ingin mendapat menstruasi
yang di hadapi,makin muda seseorang akan secara teratur dan tidak gemuk tanpa melihat
mempengaruhi terhadap pengambilan keputusan, efek samping dari KB suntik 1 bulan yang dapat
tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi mempengaruhi produksi ASI.
pandangannya dan prilakunya, karena itu akan Begitu pula dengan paritas atau jumlah
berbeda sikap dan perilaku seseorang yang anak, sebagian responden (61,9%) adalah
berpendidikan tinggi di banding yang primipara memilih KB suntik 1 bulan dengan
berpendidikan rendah. Hal ini juga diperkuat alasan kesuburannya akan cepat kembali setelah
Kamariyah : Tingkat Pengetahuan Ibu Meneteki Mempengaruhi Pemilihan 95
Jenis Kontrasepsi Suntik Di Pustu Kangenan Pamekasan

berhenti menjadi akseptor dengan demikian suntik 1 bulan. Hasil penelitian di atas sesuai
lebih cepat pula memiliki anak, pengalaman juga dengan teori Notoatmodjo,S ( 2008 ), bahwa
menjadi alasan responden memilih KB suntik 1 pengetahuan merupakan domain yang sangat
bulan mengingat ini adalah anak pertama. Hal penting dalam membentuk tindakan seseorang.
ini juga dipengaruhi oleh faktor sosial budaya
dimana KB suntik dianggap hanya menunda Menurut Widyaningrum,A (2009) Bahwa
kehamilan bukan menghentikan kehamilan pengalaman menggunakan salah satu metode
seperti alat kontrasepsi lainnya. kontrasepsi yang menunjang pemahaman
akseptor tentang metode kontrasepsi. Semakin
Selain faktor umur dan paritas, status lama akseptor tahu tentang metode kontrasepsi,
ekonomi dan pekerjaan juga berpengaruh dalam semakin lama akseptor menggunakan KB suntik
pemilihan kontrasepsi. Berdasarkan tabel 5.3 diasumsikan pengetahuan mereka serta
hampir seluruh responden tidak bekerja, keberlangsungan pengguna KB suntik semakin
sehingga responden cenderung memilih KB baik. Begitu pula pengetahuan individu tentang
suntik karena lebih murah dibandingkan dengan KB penting untuk membentuk seseorang
alat kontrasepsi yang lain. Dari beberapa faktor menjadi akseptor KB.
yang telah dikemukakan, faktor pengetahuan
juga tidak kalah pentingnya dalam pemilihan Makin banyak Informasi (lengkap dan jujur )
jenis kontrasepsi. Dengan pendidikan responden mengenai semua jenis alat kontrasepsi baik
yang sebagian besar adalah berpendidikan dasar keuntungan, kerugian, dan efek sampaing maka
menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki ibu meneteki dapat menentukan alat kontrasepsi
juga kurang sehingga berpengaruh juga terhadap apa yang cocok untuk dirinya. Sebaiknya bagi para
pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai dengan pelaksana Program KB betul betul memberikan
kebutuhan ibu meneteki. Konseling dan penyuluhan di sertai dengan
kualitas dan kemudahan layanan kepada calon
Menurut Subekti,S ( 2008 ) dari berbagai faktor peserta KB, sehingga akseptor khusunya Ibu
tersebut pengetahuan tentang pengendalian meneteki mengerti tentang KB yang cocok untuk
kelahiran dan keluarga berencana merupakan dirinya, yaitu ibu meneteki memilih kontrasepsi
salah satu aspek penting ke arah pemahaman yang tidak mengandung progestin dan
tentang berbagai cara kontrasepsi dan menghindari kontrasepsi yang mengandung
selanjutnya. estrogen karena berpengaruh terhadap produksi
ASI.
Hubungan pengetahuan ibu meneteki dengan
pemilihan kontrasepsi suntik. SIMPULAN
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa
dari 23 reponden yang berpengetahuan kurang Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas
hampir seluruhnya (78,3 %) memilih KB suntik maka dapat diambil kesimpulan bahwa di Pustu
1 bulan. Kangenan Pamekasan adalah sebagai berikut :

Signifikan hasil hitung sebesar 0,003 < 0,05 H1 1. Ibu meneteki sebagian besar memiliki
di terima berarti ada hubungan pengetahuan ibu pengetahuan yang kurang .
meneteki dengan pemilihan jenis kontrasepsi
2. Ibu meneteki sebagian besar memilih
suntik. Semakin tinggi pengetahuan ibu
kontrasepsi suntik 1 bulan (cyclofem),
meneteki, semakin tepat dalam memilih KB
yang sesuai dengan kebutuhannya yaitu KB
96 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 89-96

3. Terdapat hubungan pengetahuan ibu Prawiroharjo, S. 1999. Ilmu Kandungan,


meneteki dengan pemilihan jenis Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo :
kontrasepsi suntik. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA Saifudin, AB. 2003. Buku Panduan Praktis


Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
Arikunto,S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. PT.Rineka Cipta : Jakarta. Saifudin, AB. 2006. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka
BKKBN. 2007. Laporan BKKBN Kabupaten Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
Pamekasan, Hasil Pelayanan Peserta Aktif
Pemerintah dan Swasta Bulan Februari 2008 – Surbekti, S. 2008. Survei Demografi dan
Januari 2009. Kesehatan Indonesia 2002-2003, BKKBN :
Jakarta.
Glasier, A. 2006, Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi, EGC : Jakarta Suradi, Ruslina. 2004. Manajemen Laktasi Edisi
2. Program Manajemen Laktasi Perkumpulan
Hartanto, H. 2002. Keluarga Berencana dan Perinatologi Indonesia : Jakarta.
Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
Siswosudarno, HR. 2001. Tehnologi
Juliantoro, D. 2000. 30 Tahun Cukup Keluarga Kontrasepsi. Gadjah Mada University Press :
Berencana dan Hak Konsumen. Pustaka Sinar Jogjakarta.
Harapan : Jakarta.
Sperof, L. 2005. Pedoman Klinis Kontrasepsi,
Notoatmodjo, Soekijo. 2008. Metodologi edisi 2. EGC : Jakarta
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Wijono, W. 2010. Pedoman Penanggulangan
Notoatmodjo, Soekijo. 2006. Pendidikan dan Efek Samping / Kompilkasi Kontrtasepsi.
Perilaku Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Depkes RI : Jakarta.
Notoatmodjo, Soekijo. 2007. Promosi Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan.
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta : Yayaysan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Jakarta. : Jakarta.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Widyaningrum, A. 2009. Kualitas Pelayanan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Keluarga Berencana Dalam Perspektif Klien.
Salemba Medika : Jakarta. Pusat Penelitian Kependudukan UGM dengan
Prihartono, Y. 2009. Kapita Selekta Peningkatan Ford Foundation : Jogjakarta.
Pelayanan Kontrasepsi. BKKBN : Jakarta.
HUBUNGAN ANTARA LAMA HARI RAWAT DENGAN ANTRIAN
MASUK RUMAH SAKIT PADA PASIEN BPJS
DI RS. ISLAM JEMURSARI SURABAYA

Agustina Ekawati, Wiwik Afridah

Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya – Jl Jemursari 51- 57 Surabaya


Email : wiwik@gmail.ac.id

Abstract; Since January to December, visits BPJS patients in Jemursari Islamic hospital
increased average of 241 patients per month. On 27 December 2014 have an survey with ten
BPJS patiens who 80% must waiting for the room. The purpose of this research is to find out
the relation of the inpatiets waiting list with the long of BPJS inpatient who was gived the
treatment in Jemursari Islamic hospital Surabaya.
The design is cross-sectional analytic probability sampling is simple random sampling .
The population of inpatient in Islamic hospital Surabaya are 181 people, for sample are 73
BPJS patients hospitalized in Jemursari Islamic Hospital Surabaya , being 73 ALOS of BPJS
patients secondary data taken from medical records. The independent variable is the long of
stay with instument is the secondary data from medical record and the dependent variable of
the queue inpatient with the research instrument using questioner.
The results showed long of stay or BPJS patient ALOS majority (74.0 %) patients
were not standardized , and almost all (85.0 %) BPJS patients queuing to enter the hospital.
The Fisher's Exact Test statistical shows that p = 0,029 and p < a =0,05 means H0 is
rejected, there is relationship long of stay with the queue BPJS patient in Jemursari islamic
Hospital Surabaya
The conclusion of this research is if the long of stay not standard with the queue of BPJS
patient is getting more. Because of the reason, the hospital is expected to more optimalizing
the long of stay of inpatient or give more bed.
Keywords : long of stay , queues , BPJS patient

Abstrak. Sejak bulan Januari sampai dengan Desember, kunjungan pasien BPJS di RS
Islam Jemursari meningkat rata – rata 241 pasien perbulan. Berdasarkan survey di RS Islam
Jemursari pada tgl 27 Desember 2014 pada 10 pasien BPJS, didapatkan 80% pasien
mengantri. Tujuan penelitian mengetahui hubungan antrian rawat inap dengan lama hari
rawat pasien BPJS di RSI Jemursari Surabaya.
Desain penelitian cross sectional probability sampling yaitu secara simple random
sampling. Populasi sebanyak 181 orang dengan sampel 73 pasien BPJS yang rawat inap di
RS Islam Jemursari Surabaya, 73 ALOS dari pasien BPJS diambil dari data sekunder rekam
medis. Variabel bebas adalah lama hari rawat, instrument adalah data sekunder dari rekam
medis RS Islam Jemursari dan variabel tergantung adalah antrian masuk rumah sakit dengan
instrumen penelitian menggunakan lembar kuesioner.
Hasil penelitian didapatkan lama hari rawat atau ALOS pasien BPJS sebagian besar
(74,0%) pasien tidak standar, dan hampir seluruhnya (85,0%) pasien BPJS antri untuk masuk
rumah sakit. Uji statistik Fisher’s Exact Test, didapatkan ρ = 0,029 berarti ρ < α = 0,05
artinya H0 ditolak, ada hubungan antara lama hari rawat dengan antrian masuk rumah sakit
pada pasien BPJS diRS Islam Jemursari Surabaya
Jika lama hari rawat tidak standar maka pasien BPJS antri semakin banyak. Oleh
sebab tersebut diharapkan rumah sakit lebih mengoptimalkan lama hari rawat pasien atau
menambah bed.
Kata kunci : lama hari rawat, antrian , pasien BPJS
97
98 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 97-103

PENDAHULUAN September dengan rata-rata BOR (Bed


Ocupancy Rate) 54,73% didapatkan
Sejak diluncurkannya program BPJS ALOS (Average Lenght On Stay) 0,55%
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan pada trimester keempat bulan Oktober
oleh pemerintah pada bulan Januari 2014 – Desember dengan rata-rata BOR (Bed
dengan sistem berjenjang maka setiap Ocupancy Rate) 65,53% didapatkan
rumah sakit memiliki kesempatan untuk ALOS (Average Lenght On Stay) 0,63%
mendapatkan rujukan pasien BPJS dan berdasar 10 kasus penyakit kronis
sehingga bisa meningkatkan angka terbanyak rata – rata didapatkan lama hari
kunjungan pasien. Salah satu rumah sakit rawat 2,3-14,0, berdasarkan data diatas
Type B yang memiliki kesempatan didapatkan kesimpulan bahwa lama hari
tersebut adalah RS Islam Jemursari, rawat masih panjang termasuk pasien
dengan adanya BPJS, kunjungan untuk BPJS, walaupun pasien BPJS
rawat inap pasien BPJS di RS Islam menggunakan sistem Indonesia Case Base
Jemursari meningkat, hal ini dapat Group`s (INA CBG`S) yang berarti
ditunjukkan pada tabel berikut ini: pembayaran biaya seorang peserta
Perbandingan jumlah pasien berdasarkan mengacu pada diagnose.
cara bayar (UMUM DENGAN BPJS)
Rekam medis rumah sakit dari bulan
BULAN Umum BPJS Januari sampai dengan Juni 2014, masih
Februari 3053 1806 didapatkan 35% pasien BPJS dirujuk
Maret 3198 1715 karena kamar penuh. Berdasarkan survey
April 3366 2276 di RS Islam Jemursari pada tgl 27
Mei 3278 2746 Desember 2014 ada 10 pasien BPJS,
Juni 3192 2851 didapatkan 80% pasien mengantri untuk
mendapatkan kamar sesuai haknya.
Juli 2496 2643
Suara Merdeka, 8 Juli 2014, di RS
Agustus 3085 3638
Karyadi, seringkali kewalahan mengatasi
September 3359 4609 masalah pasien daftar tunggu. Jumlah
Oktober 3296 4876 daftar tunggu pasien VIP hingga kelas III
November 3396 4879 tercatat mencapai 900 orang. Natalia.com
Desember 3409 5737 menyebutkan slot kamar rawat inap di
RSKD untuk BPJS selalu penuh, jadwal
Tabel 1 : Perbandingan Jumlah Pasien operasi tergantung kapan ada kamar yang
Umum dan BPJS di RS Islam Jemursari kosong dulu supaya bisa masuk opname.
2014 Jadwal operasi baru disesuaikan segera
setelahnya, total masa menunggu kami,
Data rekam medis di Rumah sakit kira-kira tiga minggu lamanya. Sementara
Islam Jemursari yang diambil pada tanggal Nuansa Baru menjelaskan ”Antrian
15 September 2014 menunjukkan bahwa panjang rawat inap dirumah sakit Darmais
BOR rumah sakit pada bulan Januari memunculkan ide penambahan jumlah
sampai dengan Desember rata – rata 57%, tempat tidur harus menjadi “Crash
dengan rincian pada triwulan pertama Program” dan prioritas utama
bulan Januari – Maret 2014 dengan rata- pembangunan bidang kesehatan. Besaran
rata BOR (Bed Ocupancy Rate) 46,84% biaya PBI (Penerima Bantuan Iuran) harus
dengan standart hari rawat 6-9 hari segera direvisi dan dinaikan jumlahnya,
didapatkan lama hari rawat ALOS agar fasiltas kesehatan dan rumah sakit
(Average Lenght On Stay) 0,34%, swasta dapat terlibat secara maksimal
trimester kedua bulan April – Juni 2014 dalam program BPJS Kesehatan. Harian
dengan BOR 57,99% didapatkan ALOS terbit.com, mengungkap antrian pasien
0,33%, trimester ketiga bulan Juli – ICU sudah diluar batas kewajaran. Hal ini
Ekawati, Afridah : Hubungan Antara Lama Hari Rawat Dengan Antrian 99
Masuk Rumah Sakit Pada Pasien BPJS Di RS. Islam Jemursari Surabaya

terjadi akibat adanya program BPJS Hasil Penelitian


Kesehatan. Berdasarkan data tersebut
diatas RS Islam Jemursari dituntut untuk a. Karakteristik responden berdasarkan
dapat memenuhi kapasitas atau menambah ALOS
jumlah tempat tidur sesuai dengan hak Tabel 2. Distribusi frekuensi responden
pasien misalnya peningkatan kunjungan berdasarkan ALOS pasien BPJS
dikelas – kelas tertentu atau bisa pula lebih di RS Islam Jemursari Surabaya
memperhatikan lama hari perawatan untuk pada bulan November –
kasus dengan diagnose tertentu serta bisa Desember 2014
membuat sistem antrian pasien lebih baik No ALOS Frekuensi Persentase
tanpa harus mengantri lama untuk (f) (%)
mendapatkan ruang perawatan. Untuk 1 Standar 19 26,0
mencapai semua diatas maka perlu 2 Tidak 54 74,0
dilakukan penelitian tentang hubungan standar
antara lama hari rawat, dengan antrian
Jumlah 73 100
masuk rumah sakit di RS Islam Jemursari.
Sumber : Data primer, 2015
Surabaya, sehingga hasil yang ada dapat
memberikan masukan bagi RS Islam
Berdasarkan table 2. menunjukkan
Jemursari Surabaya untuk dijadikan acuan
sebagian besar ALOS (74,0%) pasien tidak
sebagai rencana kerja selanjutnya untuk
standar.
meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit.
b. Karakteristik responden berdasarkan
antrian
METODE
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden
berdasarkan antrian pasien BPJS
Desain yang digunakan dalam penelitian
di RS Islam Jemursari Surabaya
ini adalah jenis analitik Sedangkan
bulan November –
rancangan yang digunakan adalah cross
Desember2014
sectional Populasi penelitian adalah semua
pasien dari berbagai ruangan rawat inap No Antrian Frekuensi Persentase
dengan berbagai diagnosa di RS Islam (f) (%)
Jemursari Surabaya sebesar 181 (rata-rata 1 Antri 62 85,0
kunjungan pasien rawat inap 6 bulan 2 Tidak 11 15,0
terakhir Februari- Juli). Sampel dalam Antri
penelitian ini sebesar 73. Menggunakan Jumlah 73 100
teknik probability sampling yaitu secara Sumber : Data primer, 2015
simple random sampling. Variabel dalam
penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu : Berdasarkan tabel 3. menunjukkan hampir
Lama hari rawat dan Antrian masuk rumah seluruhnya (85,0%) pasien BPJS antri jika
sakit. Instrumen yang digunakan untuk hendak masuk rumah sakit.
mengukur lama hari rawat adalah Tabel 4. Tabulasi silang hubungan antara
penghitungan lama hari rawat ALOS lama hari rawat dengan antrian
(Average Lenght on Stay), dan kuesioner. masuk rumah sakit pada pasien
dianalisis dengan menggunakan uji BPJS di RS Islam Jemursari
statistik Fisher`s exact test. Surabaya. Pada bulan November
– Desember 2014
100 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 97-103

No
Antrian Jika kamar pasien BPJS yang sesuai
Tidak haknya penuh, maka rumah sakit membuat
Antri Antri Jumlah
Lama Hari kebijakan pasien bisa naik kelas sampai
Rawat N % N % N %
dengan 3 hari tanpa penambahan biaya,
1 ALOS standar
ALOS tidak
13 20,96 49 79,03 62 100 jika sampai dengan hari ke tiga kamar
2 standar 6 54,54 5 45,45 11 100 belum ada maka pasien harus membayar
Jumlah 19 26,02 54 73,97 73 100 selisih biaya atau dirujuk sesuai hak kelas
Fisher`s exact test = 0,029 BPJS di rumah sakit provider BPJS.
Pelayanan medis sangat berpengaruh pada
proses perawatan pasien sehingga
Tabel 5. menunjukkan bahwa sebagaian menentukan lama hari rawat pasien
besar 62 pasien BPJS dengan lama hari tersebut (Djoko wijono, 2000). Kondisi
rawat standar hampir seluruhnya 79,03% fisik pasien dengan sistem imun yang
tidak antri, dari sebagian kecil 11 pasien buruk dimana sistem pertahanan manusia
BPJS dengan lama hari rawat tidak standar terhadap infeksi dari makromolekul asing
sebagian besar 54,54% antri. atau serangan virus, bateri, protozoa, dan
Hasil analisis di dapatkan ρ = 0,029 berarti parasit terganggu karena penyakit imun
ρ < α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan sehingga tubuh tidak dapat membentuk
H0 di tolak yang berarti ada hubungan anti bodi yang akhirnya memperlama
antara lama hari rawat dengan antrian proses penyembuhan bahkan
pasien BPJS di RS Islam Jemursari memunculkan penyakit baru.
Surabaya. (biobloguphc.wordpress.com). Dari 10
besar penyakit utama di RS Islam
PEMBAHASAN Jemursari 60 % merupakan penyakit
kronis dengan (45,2%) hampir
1. Lama hari rawat setengahnya pasien berusia 41 – 65 tahun
Tabel 2. menunjukkan bahwa lama yang memerlukan penanganan lanjutan di
hari rawat atau ALOS pasien BPJS 74% rumah sakit antara lain penyakit jantung,
artinya sebagian besar lama hari rawat hipertensi, gagal ginjal, kencing manis, TB
pasien tidak standar, walau lama hari rawat paru dan infeksi saluran kencing non
pasien BPJS tidak ditentukan berdasar spesifik, 20% diare beserta kurang cairan,
berapa lama dia menginap melainkan 10% kasus orthopedi dan 10% kasus auto
mengacu pada diagnosa. Semakin lama imun. Penyakit kronis dengan diagnosa
pasien dirawat tidak menambah paket tertentu, yang mempunyai karakteristik
biaya pasien BPJS walaupun diagnosa menetap, meninggalkan cacat, patologis
sesuai INA CBG`s hal ini akan yang tidak kembali, memerlukan training
menimbulkan kerugian bagi rumah sakit. khusus untuk rehabilitasi membutuhkan
Pelayanan medis di RS Islam Jemursari perawatan yang lama (wrigt & leahey,
hanya memiliki 6 dokter spesialis tetap 1987).
sedangkan dokter spesialis tamu belum 2. Antrian masuk rumah sakit
semua bersedia menerima pasien BPJS Tabel 3. menunjukkan hampir seluruhnya
sehingga jumlah pasien BPJS yang rawat pasien BPJS masuk RS Islam Jemursari
inap rata- rata 100-150/hari tidak sesuai harus antri. Walaupun system antrian di
dengan dokter yang ada. Dengan adanya rumah sakit menganut Multi Chanel -
hal tersebut RS Islam jemursari berusaha Multi Phase, sistem ini terjadi jika ada dua
menambah jumlah dokter tetap, sementara atau lebih fasilitas pelayanan dengan
penambahan dokter tetap hanya untuk pelayanannya lebih dari satu phase yang
kasus tertentu dengan jumlah kunjungan mana pasien di rumah sakit dari
banyak seperti spesialis jantung, spesialis pendaftaran, diagnosa, tindakan medis
anak, spesialis urologi dan spesialis bedah. sampai pembayaran mempunyai beberapa
Ekawati, Afridah : Hubungan Antara Lama Hari Rawat Dengan Antrian 101
Masuk Rumah Sakit Pada Pasien BPJS Di RS. Islam Jemursari Surabaya

fasilitas pelayanan pada setiap tahap, MRI, endoscopy, lab PA masih harus
sehingga lebih dari satu individu dapat dikirim keluar karena sarana yang ada
dilayani pada suatu waktu.(Silanungga, masih baru. Oleh karenanya, diperlukan
2008:249) sedang menurut Wagner penambahan fasiltas, sarana dan prasarana
(1972:840), pola kedatangan adalah pola terkait adanya peningkatan layanan
pembentukan antrian akibat kedatangan terhadap pasien, baik peserta BPJS
customer dalam selang waktu tertentu. maupun non BPJS.
Berdasarkan temuan kasus antrian di RS
Islam Jemursari pada pasien BPJS 3. Hubungan antara lama hari rawat
dikarenakan kartu peserta belum bisa dengan antrian pasien BPJS
digunakan atau tidak aktif (tidak terdaftar Hasil penelitian didapatkan bahwa
di sistem on line BPJS). Mengingat, terdapat hubungan antara lama hari rawat
berdasarkan peraturan yang baru kartu dengan antrian pasien BPJS di RS Islam
pasien baru bisa berlaku (aktif) setelah hari Jemursari Surabaya. Rata – rata kunjungan
ke-8 terdaftar dan sudah membayar iuran di RS Islam Jemursari adalah pasien
(Peraturan direksi BPJS Kesehatan No.211 umum 20%, pasien asuransi/instansi 20%
thn2014) dan rujukan tidak sesuai dan BPJS 60% dengan rincian kunjungan
persyaratan paket INA CBG`s, yang rawat inap di IGD rata- rata 28 pasien
seharusnya untuk masuk rumah sakit type perhari dan rawat jalan dengan rata – rata
b harus sudah membawa rujukan dari 15 pasien perhari menambah panjang
puskesmas/dokter praktek (PPK 1) yang daftar antrian masuk rumah sakit karena
sudah distempel BPJS, jika tidak ada maka belum semua pasien bisa terlayani
SEP (surat elijibilitas peserta) tidak bisa khususnya antrian di kelas II dan III
diterbitkan, yang akhirnya tidak dengan diagnosa hipertensi, diabetes
ditanggung BPJS. Persepsi masyarakat mellitus, bronkopneumoni, gagal ginjal
selalu mengira semua kasus bisa ditangani dan infeksi saluran kencing yang masih
di rumah sakit dengan menggunakan harus antri karena layanan melebihi
BPJS, hal ini karena keputusan peraturan kemampuan (kapasitas) pelayanan. Untuk
yang masih berubah – ubah setiap waktu mendapatkan pelayanan, pasien elektif
dari BPJS pusat dan belum terdokumentasi harus melakukan pendaftaran dahulu
dan tersosialisasikan dengan baik. Untuk dilengkapi persyaratan tertentu. Pasien
mengatasi hal tersebut selain informasi yang membayar jasa layanan secara tunai
penerimaan BPJS dan alur lewat spanduk, tentu berbeda persyaratannya dengan
baner, di monitor antrian dan loket pasien jaminan/asuransi sehingga waktu
pendaftaran RS Islam Jemursari selalu ter pendaftaran dan antrian masuk rumah
update info – info tentang tata tertib pasien sakitpun membutuhkan waktu antri yang
BPJS. Antrian bisa juga terjadi karena berbeda (Anjari umarjianto, 2013).
tidak adanya ketersediaan kamar, Priority service (PS) adalah antrian kepada
ketersediaan sarana bed untuk kelas tiga mereka yang mempunyai prioritas paling
dan kelas dua selalu penuh, hal ini tinggi dibandingkan dengan mereka yang
dibuktikan dengan hasil penelitian hampir memiliki prioritas paling rendah, meskipun
seluruhnya (85,0%) pasien BPJS antri jika yang terakhir ini sudah lebih dahulu tiba
hendak masuk rumah sakit dengan rincian dalam garis tunggu dalam hal ini yang
antrian : pasien antri di kelas I sebanyak 7 diterapkan di RS Islam Jemursari dan
orang, kelas II sebanyak 18 orang dan menjadi acuan pelayanan untuk menangani
kelas III sebanyak 37 orang. Sedangkan antrian di IGD ( Instalasi Gawat darurat)
prasarana medis untuk jadwal operasi adalah triage. Keefektifan tingkat
kamar operasi juga selalu penuh, ICU pemakaian bed yang berhubungan dengan
dengan 6 respirator juga selalu penuh, lama dirawat pasien akan mempengaruhi
sedangkan pemeriksaan penunjang seperti perhitungan lama hari rawat. (Rano
102 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 97-103

Indradi, 2007). Lama hari rawat pasien


BPJS sesuai dengan paket INA CBG`s Indradi Sudra, Rano (2010) Statistik
(Indonesia Case Base Group`s), sesuai Rumah Sakit. Yogyakarta, Graha ilmu
dengan diagnosa pasien yang di koding
mulai diagnosa awal dan didapatkan hasil Kamus Kesehatan.com (2015).Triage,
saat muncul diagnosa akhir waktu pasien diunduh 2 Februari 2015
dinyatakan sembuh/dirujuk dan keluar
rumah sakit ( ASKES, 2014). Kompas. Com (2013). Sistem One Day
Care di RS dr. Moh. Saleh
SIMPULAN Probolinggo.www.kompas.com
diunduh jum`at 12 September 2014
Berdasarkan data penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai Kotler, Philip (2009). Manajemen
berikut : Pemasaran. Jakarta, Erlangga
1. Pasien BPJS di RS Islam Jemursari
Surabaya sebagian besar lama hari Kotler, Philip (2005). Marketing
rawatnya tidak standar antara< 3 dan Manajemen. Jilid 1 Edisi Kesebelas
>12 hari. Bahasa Indonesia. Jakarta, Indeks
2. Pasien BPJS di RS Islam Jemursari
Surabaya hampir seluruhnya masih Majalah Kedokteran andalas, (2008).
antri saat masuk rumah sakit. Lama Hari Rawat Diare. www.mka
3. Ada hubungan antara lama hari rawat .fk.unand.ac.id diunduh Jum`at 12
dengan antrian masuk rumah sakit September 2014
pasien BPJS diRS Islam Jemursari
Surabaya. Moleong, Lexi J (2004). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung, PT
Remaja Rosdakarya
DAFTAR PUSTAKA
Natalia.com (2014). Cerita di balik cerita,
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur diunduh selasa 23 Desember 2014.
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta, RinekaCipta Notoatmodjo (2012). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka
ASKES (2014). Pedoma pelayanan BPJS Cipta
per 1 Januari 2014, PT.ASKES 1
Januari 2014 Nuansa baru indonesia(2014). Antrian
panjang di RSCM dan RS Dharmais,
Bioblogup (2015). Sistem Imun.diunduh 2 diunduh selasa 23 Desember 2014.
Februari 2015
Nursalam, (2013) Metodologi Penelitian
Depkes RI (1997). Pedoman Pengelolaan Ilmu Keperawatan, Edisi 3. Surabaya,
Rekam Medis Rumah Sakit Di Salemba Medika
Indonesia. Jakarta, Depkes RI
Direktorat Jenderal Pelayanan medik Rano, (2013). Antara Lama Dirawat &
Hari perawatan. www.rano center.net
Donaldson,Thomas (2001). Future diunduh Senin 8 September 2014
Customer. Surabaya, Selasar Publishing
Setiawan, SatrioAdi. (2010). Pengaruh
Harian terbit.com (2014) Daya tampung Umur, Pendidikan, Pendapatan,
RSUD bekasi overload. diunduh selasa Pengalaman Kerja Dan Jenis
23 Desember 2014. Kelamin.
Ekawati, Afridah : Hubungan Antara Lama Hari Rawat Dengan Antrian 103
Masuk Rumah Sakit Pada Pasien BPJS Di RS. Islam Jemursari Surabaya

http://eprints.undip.ac.id.Diakses
tanggal 16 Desember 2014

Sinalungga (2008) Sistem Antrian Rumah


Sakit, Makalah teori antrian, di unduh
2 Februari 2015

SK Gubernur Jatim(2014). Surat edaran


dan pelaksanaan program JKN dan
Jamkesda th 2014, Gubernur Jatim 31
Desember 2013

SK Gubernur Jatim(2015). Surat edaran


dan pelaksanaan program JKN
tentang masa berlaku kartu ,
Gubernur Jatim 1 Januari 2015

Soejadi (2010). Efisiensi Pengelolaan


Rumah Sakit. Jakarta Apikes

Suara Merdeka.Com (2014). RS Kariadi


Resmikan Rumah Singgah. www.suara
merdeka.com diunduh Senin, 22
September 2014

Sugiyono (2013). Metode Penelitian


Kuantitatif Kualitatif Dan R & D.
Bandung, Alfabeta

Supranto & Limakrisna, Nandan (2012).


Skripsi Tesis Dan Disertasi

Supriyanto, S (2010). Manajemen Mutu


Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan. Surabaya, Airlangga

TIM Rekam Medis RS Islam Jemursari


Surabaya (2011). Laporan Indikator
Pelayanan RS Islam Jemursari
Surabaya. Surabaya, RM

Tjiptono (2006).Perspektif Manajemen


dan Pemasaran Kontemporer.
Yogjakarta, Nuha Medika

Wijono, Djoko (2000). Manajemen Mutu


Pelayanan Kesehatan. Vol 2.
Surabaya, Airlangga University Press
PERAN KELUARGA DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERAKSI
SOSIAL BERMASYARAKAT KLIEN SKIZOFRENIA
PASCA PERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Lailatul Maghfiroh*, Khamida**

Fakultas Keperawatan dan Kebidanan


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Email: khamida@unusa.ac.id

ABSTRACT
Family has a strategic function for the schizophrenic client’s social
interaction, the role of family really needs to reached client independent, The role
of family enables the schizophrenic individual to re-adapt the social life in the
society. This research destination to analyze realiontship the family role and the
Scizophrenic client’s interaction level in the social life.
This research applied the analytic cross sectional design. The populations
of the research were the schizophrenic clients who have been hospitalized and left
the RSJ Menur Surabaya (Surabaya Menur Mental Hospital) and their family who
lived in Surabaya moreless 30 respondens with samples taken by using the total
population method involved 28 repondents. For independent variable the family
role anddependent variable is level interaction society. The data were collected by
filling out the checklist, doing observations and interviews which were then
analyzed by using the SPSS and the Rank Spearman statistical test with the
significance level p < 0,05.
The result of the research showed that the family role contributed the
family role was shown by 12 respondents (42,8%). The schizophrenic clients
social interaction level sufficiently was shown by 14 respondents (50%). The
statiscal test revealed the result that p < 0,05 = 0,10 < 0,05 so that Ho was can’t
accepted.
This research concluded that there was a relationship between the family
role and the schizophrenic clients social interaction level in the social life post-
treatment in RSJ Menur Surabaya. So that, the staff of hospital give role every
room at RSJ Menur Surabaya (Surabaya Menur Mental Hospital) the family need
to direct follow for Schizoprenic client’s in cure at RSJ Menur and for nurse
advice to family give maximal attention.
Keywords : role, social interaction, schizophrenic.

ABSTRAK

Keluarga memiliki fungsi strategis dalam interaksi sosial klien


Skizofrenia, peran keluarga sangatlah diperlukan dalam memenuhi kemandirian
klien, adanya peran keluarga memungkinkan klien bisa beradaptasi ke

104
Maghfiroh, Khamida : Peran Keluarga Dalam Peningkatan Kemampuan Interaksi 105
Sosia Bermasyarakat Klien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit

masyarakat. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan peran keluarga


terhadap tingkat interaksi sosial bermasyarakat pada klien Skizofrenia.
Desain penelitian ini adalah analitik dengan jenis rancangan cross
sectional. Populasi penelitian ini adalah klien Skizofrenia yang keluar dari RSJ
Menur dan keluarga klien yang tinggal di Surabaya sebesar 30 responden dengan
sampel 28 responden dengan metode simpel random sampling. Untuk variabel
independent adalah peran keluarga dan variabel dependent adalah tingkat interaksi
sosial bermasyarakat. Pengumpulan data dengan pengisian check list, observasi,
wawancara dan dianalisis menggunakan SPSS uji statistik Rank Spearman pada
tingkat kemaknaan < 0,05.
Hasil penelitian peran keluarga didapat hasil cukup, sebanyak 12
reponden(42,8%). Tingkat interaksi sosial klien Skizofrenia didapat hasil cukup
sebanyak 14 responden(50%). Hasil uji statistik didapatkan bahwa p < 0,05 = 0,10
< 0,05 maka Ho ditolak.
Simpulan dari penelitian adalah ada hubungan antara peran keluarga
dengan tingkat interaksi sosial bermasyarakat pada klien Skizofrenia. Untuk itu
sebaiknya pihak RS menetapkan setiap ruangan di RSJ Menur, keluarga perlu
dilibatkan secara langsung kepada klien Skizofrenia selama perawatan di RS. Dan
bagi perawat agar menerapkan pemeberian terapi keluarga secara maksimal.

Kata kunci : Peran, Interaksi, Skizofrenia

PENDAHULUAN disembunyikan, kalaupun akan


dibawa berobat, mereka tidak dibawa
Skizofrenia adalah ke dokter melainkan dibawa ke
kelainan-kelainan yang berhubungan “orang pintar”. Selain itu juga untuk
dengan psikosis yang terdiri dari menghilangkan stigma pada keluarga
suatu kelompok sindrom klinis yang dan masyarakat terhadap gangguan
dinyatakan dengan kelainan dalam jiwa Skizofrenia ini, maka berbagai
isi organisasi pikir, interpretasi upaya penyuluhan dan sosialisasi
masukan sensori, ketegangan afek gangguan jiwa Skizofrenia perlu
atau emosional, identitas kemauan, diberikan.
perilaku psikomotor, dan Pada kenyataan yang ada di
kemampuan untuk menetapkan Rumah Sakit Jiwa, banyak klien
hubungan interpersonal yang yang jarang dikunjungi keluarga,
memuaskan. akibatnya keluarga tidak mengikuti
Skizofrenia bisa terjadi pada proses perawatan klien dan kesan
siapa saja. Seringkali pasien yang ada pada keluarga hanyalah
Skizofrenia digambarkan sebagai perilaku klien sewaktu dibawa ke
individu yang bodoh, aneh, dan Rumah Sakit. Di pihak lain, di RSJ
berbahaya. Sebagai konsekuensi Menur terutama di kelas III,
kepercayaan tersebut, banyak pasien memiliki aturan bahwa pasien tidak
Skizofrenia tidak dibawa berobat ke boleh ditunggu oleh keluarganya,
dokter (psikiater) melainkan sehingga membuat peran keluarga
106 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 104-113

terhadap pasien sangat tidak adanya stressor psikososial (setiap


maksimal. Sebelum pasien keadaan atau peristiwa yang
dipulangkan ke rumah, pasien telah menyebabkan perubahan dalam
dipersiapkan terlebih dahulu, seperti kehidupan seseorang) sehingga orang
terapi-terapi yang telah diberikan tersebut terpaksa menyesuaikan diri
untuk mempersiapkan pasien (adaptasi) untuk menanggulangi
kembali ke lingkungan masyarakat. stressor (tekanan mental) yang
Setelah sembuh, pihak Rumah Sakit timbul, namun tidak semua orang
memulangkan klien ke lingkungan mampu melakukan adaptasi dan
keluarga. Sekembalinya dari rumah mampu menanggulangi sehingga
sakit, pasien adalah bagian dari timbullah keluhan-keluhan kejiwaan.
masyarakat yang berkewajiban Adapun faktor-faktor yang
menjalankan interaksi sosialnya. menyebabkan gangguan interaksi
Pemulangan pasien sosial klien adalah gangguan
Skizofrenia pada keluarga tergantung hubungan interpersonal, lingkungan
pada keparahan penyakit dan hidup yang dapat menjadi stressor.
tersedianya fasilitas pengobatan Setiap tahun terdapat 300.000
rawat jalan. Keadaan pasien yang klien Skizofrenia mengalami episode
membaik dilanjutkan dengan rawat akut, setiap tahunnya 35% klien
jalan. Ironisnya, pemulangan pasien skizofrenia mengalami kekambuhan
Skizofrenia pada keluarga (Hawari:2005). Penelitian yang
menimbulkan permasalahan yang dilakukan oleh Russel Barton
baru, seperti klien selama di rumah menyatakan bahwa 50% dari
dilarang keluar kamar dan gerak- penderita Skizofrenia kronis yang
gerik klien diawasi dengan sikap mengalami program rehabilitasi
curiga, sedangkan di dalam dapat kembali produktif dan mampu
kehidupan masyarakat klien menyesuaikan diri kembali di
cenderung diam, mau berbicara keluarga dan masyarakat (Hawari,
apabila diajak bicara oleh orang lain. 2005)..
Meskipun klien diperolok, klien tetap Terapi klien Skizofrenia
diam saja, hal ini dikhawatirkan dilakukan dengan pendekatan
klien akan kambuh karena merasa holistik, yang diharapkan klien dapat
ditekan oleh lingkungan sekitar. kembali berinteraksi sosial secara
Keadaan ini merupakan proses wajar dalam kehidupan sehari-hari
adaptasi klien terhadap lingkungan baik di rumah, di sekolah atau
yang kaku dan stimulus yang kurang kampus, di tempat kerja dan
(Kaplan dan Sadock, 2001) lingkungan sosial (masyarakat).
Klien skizofrenia Sebagian Setelah klien mempunyai
besar (75%) mulai mengidapnya kemampuan dan ketrampilan, maka
pada usia 16-25 tahun. Usia remaja klien dapat mengikuti program
dan dewasa muda memang berisiko pulang bertahap.
tinggi karena tahap kehidupan ini Klien, keluarga dan
penuh stressor. Penyebab dari masyarakat perlu dipersiapkan,
gangguan interaksi sosial antara lain apa yang harus dilakukan
bermasyarakat pada klien klien dirumah, apa yang harus
skizofrrenia ditimbulkan karena dilakukan keluarga untuk membantu
Maghfiroh, Khamida : Peran Keluarga Dalam Peningkatan Kemampuan Interaksi 107
Sosia Bermasyarakat Klien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit

adaptasi dan bagaimana masyarakat Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca


dapat menerima klien apa adanya. Perawatan di Rumah Sakit.
Selain itu juga perawat, klien dan
keluarga bekerja sama untuk
membantu proses adaptasi klien METODE PENELITIAN
didalam keluarga maupun Desain penelitian ini
masyarakat. Perawat dapat menggunakan analitik yaitu survei
membantu kontrak dengan keluarga untuk mengetahui hubungan antara
tentang jadwal Home Visite atau sebab akibat dengan jenis Cross
Pasca perawatan di Rumah Sakit. Sectional yaitu penelitian yang
Adapun faktor yang membantu klien menekankan pada waktu pengukuran
untuk tetap dilingkungan keluarga atau observasi data variabel dan
atau di masyarakat adalah hanya satu kali pada satu saat.
pengobatan dan program pasca
perawatan di rumah sakit. Dapat Populasi dalam penelitian ini
disumpulkan, bahwa keberhasilan adalah : klien Skizofrenia yang
terapi gangguan jiwa skizofrenia keluar dari Rumah Sakit Jiwa Menur
tidak hanya terletak pada terapi obat dengan sembuh sosial sebesar 30
psikofarmaka dan jenis terapi orang dan keluarga klien yang
lainnya, tetapi juga peran serta tinggal di daerah Surabaya sebesar
keluarga dan masyarakat turut 30 orang responden. Sampel pada
menentukan. penelitian ini adalah sebagian klien
Seseorang dengan Skizofrenia yang keluar dari Rumah
Skizofrenia dengan Sakit Jiwa Menur dengan sembuh
ketidakmampuannya melakukan sosial dan keluarga yang tinggal di
interaksi sosial tentunya sangat daerah Surabaya.
memerlukan adanya dukungan untuk
menjadi individu yang lebih kuat dan Untuk variabel independent
menghargai diri sendiri sehingga adalah peran keluarga dan variabel
dapat mencapai taraf kesembuhan dependent adalah tingkat interaksi
yang lebih baik dan meningkatkan sosial bermasyarakat. Pengumpulan
interaksi sosialnya. Tanpa dukungan data dengan pengisian check list,
keluarga pasien akan sulit sembuh, observasi, wawancara dan dianalisis
mengalami perburukan dan sulit menggunakan SPSS uji statistik
untuk bersosialisasi. Uraian tersebut Rank Spearman pada tingkat
diatas membuat pasien dengan kemaknaan < 0,05.
Skizofrenia menarik untuk diteliti.
Apalagi sampai saat ini masih Dalam melakukan penelitian,
banyak masalah yang sering muncul peneliti mengajukan permohonan
kaitannya dengan perawatan pasien penelitian kepada Instalasi
Skizofrenia baik sebelum dan pendidikan dan ditindak lanjuti
sesudah perawatan di rumah sakit. dengan permohonan ijin penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk dari pihak pendidikan kepada pihak
mengetahui Hubungan antara Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
Dukungan Keluarga dengan Interaksi
108 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 104-113

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Keluarga


dan Klien di RS. Jiwa Menur Surabaya.

Karakteristik Keluarga Klien


Jumlah Persentase(%) Jumlah Persentase(%)
1. Umur
a. 18 – 30 tahun 4 14,3 19 67,9
b. 31 – 54 tahun 11 39,3 5 17,9
c. > 55 tahun 13 46,4 4 24,3
2. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 15 53,6 9 32,3
b. Perempuan 13 46,4 19 67,8
3. Pendidikan
a. Tidak Sekolah 1 3,5 0 0
b. Dasar 10 35,8 25 89,2
c. Menengah 14 50 3 10,8
d. Tinggi 3 10,7 0 0
4. Pekerjaan
a. Tidak Bekerja 13 46,5 24 85,8
b. PNS 1 3,5 0 0
c. Swasta 14 50 4 14,2
d. ABRI 0 0 0 0
Data Khusus

1) Karakteristik responden berdasarkan peran keluarga

Tabel 9 Distribusi frekuensi keluarga dalam memenuhi kebutuhan asah, asih,


dan asuh pada klien skizofrenia pasca perawatan di RSJ Menur
No Peran keluarga Frekuensi Prosentase
1 Baik 8 28.6
2 Cukup 12 42.8
3 Kurang 8 28.6

Total 28 100

2) Karakteristik responden berdasarkan tingkat interaksi sosial bermasyarakat

Tabel 10 Distribusi frekuensi tingkat interaksi sosial bermasyarakat dalam


pemenuhan kebutuhan interaksi, komunikasi, produktivitas
pada klien skizofrenia pasca perawatan di RSJ Menur.
No Tingkat interaksi sosial Frekuensi Prosentase
Maghfiroh, Khamida : Peran Keluarga Dalam Peningkatan Kemampuan Interaksi 109
Sosia Bermasyarakat Klien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit

1 Baik 9 32.1
2 Cukup 14 50
3 Kurang 5 17.9

Total 28 100

3) Hubungan antara peran keluarga dengan tingkat interaksi sosial bermasyarakat


pada klien skizofrenia pasca perawatan di RSJ Menur, 2011

Tabel 11 Tabulasi silang hubungan antara peran keluarga dengan tingkat


interaksi sosial bermasyarakat pada klien skizofrenia pasca
perawatan di RSJ Menur
Peran Tingkat Interaksi Sosial Bermasyarakat Total
keluarga Baik Cukup Kurang
N % N % N % N %
Baik 5 62.5 2 25 1 12.5 8 28.6
Cukup 3 25 9 75 0 0 12 42.8
Kurang 1 12.5 3 37.5 4 50 8 28.6
Total 9 32.1 14 50 5 17.9 28 100
Uji statistik SPSS Rank Spearmen : 0,010

Dari hasil tabulasi di atas interaksi sosial bermasyarakat


didapatkan dari 8 orang yang pada klien Skizofrenia pasca
memiliki peran keluarga baik perawatan di Rumah Sakit
sebagian besar (62,5%) klien Jiwa Menur.
memiliki tingkat interaksi
sosial bermasyarakat baik, dan
dari 12 orang yang memiliki Pembahasan
peran keluarga cukup hanya Peran keluarga berguna dalam
sebagian kecil (25%) klien interaksi sosial klien, dimana klien
yang memiliki tingkat Skizofrenia sering mendapat manfaat
interaksi sosial bermasyarakat dari peran yang telah dilakukan oleh
baik. Sedangkan dari 8 orang keluarganya. Berdasarkan tabel 5.9
yang mempunyai peran dari 28 responden menunjukkan
keluarga kurang setengahnya bahwa hampir setengahnya 42,8%
(50%) klien mempunyai (12 responden) peran keluarga yang
tingkat interaksi sosial memenuhi kebutuhan asih, asah,
bermasyarakat kurang. Hasil asuh adalah cukup. Hal ini
uji Rank Spearman dengan disebabkan adanya faktor yang
SPSS pada tingkat kemaknaan mempengaruhi, diantaranya adalah
< 0,05 dengan nilai P latar belakang pendidikan responden
(probability) = 0.010 dimana yang setengahnya berpendidikan
lebih kecil dari nilai 0,05 SMA yaitu sebesar 50% (14
sehingga Ho ditolak yang responden). Menurut Effendi (2007)
berarti ada hubungan antara bahwa fungsi biologis yang terdapat
peran keluarga dengan tingkat pada fungsi keluarga menyebutkan,
110 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 104-113

keluarga berfungsi sebagai bekerja, dan dari segi kepercayaan


pemelihara dan merawat anggota masyarakat, seseorang yang lebih
keluarga yang memerlukan bantuan, dewasa akan lebih dipercaya dari
sedangkan fungsi pendidikan, dalam orang yang belum cukup
hal ini tugas keluarga adalah kedewasaannya. Hal ini sebagai
mendidik sesuai dengan tingkat akibat dari pengalaman dan
perkembangannya dan kematangan jiwa. Dari hasil
menyekolahkan untuk memberikan penelitian, hampir setengahnya
pengetahuan, ketrampilan dan responden keluarga berumur >55
membentuk perilaku sesuai bakat tahun, yaitu sebesar 46,4% (13
dan minat yang dimilikinya. Karena responden), hal ini menunjukkan
dengan pendidikan keluarga mampu bahwa umur juga dapat
dan lebih mudah mendapatkan dan mempengaruhi peran keluarga dalam
menerima informasi dari luar merawat klien Skizofrenia, karena
terutama tentang cara mengasuh, semakin berumur semakin matang
menjaga kesehatan khususnya dalam dalam berfikir sehingga dapat lebih
kesehatan mental dan mendidik bijaksana dalam menghargai klien.
klien. Interaksi sosial bermasyarakat
Adanya penambahan bagi klien dapat membantu dalam
informasi tentang peranan keluarga meningkatkan hubungan sosial di
pada klien membuat masyarakat dan lingkungan sekitar rumah, sekolah,
keluarga sadar akan pentingnya maupun tempat kerja. Berdasarkan
interaksi sosial pada klien tabel 5.10 dari 28 responden,
Skizofrenia dan akan bersama-sama setengahnya 50% (14 responden)
memperbaiki ke arah yang lebih baik mempunyai tingkat interaksi sosial
(jiwasehat, 2007). Hasil penelitian cukup. Interaksi sosial adalah
didapatkan bahwa hampir hubungan antar manusia dan
setengahnya 46,5% (13 responden), interaksi positif hanya mungkin
keluarga tidak atau belum bekerja, terjadi apabila terdapat suasana
maka dapat dilihat bahwa keluarga saling mempercayai, menghargai,
yang tidak atau belum bekerja, di dan saling mendukung. Maka dari itu
rumah dapat menemani, mengawasi jika klien Skizofrenia mampu
sekaligus membimbing, mendidik berinteraksi secara baik maka akan
dan mengasuh klien dengan bermanfaat bagi diri sendiri ataupun
maksimal serta selain itu juga, orang lain.
keluarga bisa menyempatkan untuk Pernyataan yang dikutip dari
memperbanyak menambah informasi Kaplan dan Sadock (2010), bahwa
dengan membaca atau bertanya perempuan lebih mungkin memiliki
kepada orang lain tentang pentingnya fungsi sosial yang lebih baik
peranan keluarga di dalam kesehatan daripada laki-laki. Hal tersebut
jiwa. berpengaruh dari hasil penelitian,
Menurut pendapat Hurlock dari 28 responden, sebagian besar
(1998) dalam Nursalam (2001) klien 67,8% (19 responden) berjenis
semakin cukup umur, tingkat kelamin perempuan.
kematangan dan kekuatan seseorang Pekerjaan klien akan
akan lebih matang dalam berfikir dan menunjang tingkat interaksi sosial,
Maghfiroh, Khamida : Peran Keluarga Dalam Peningkatan Kemampuan Interaksi 111
Sosia Bermasyarakat Klien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit

karena jika klien sudah mampu untuk dalam lingkungannya sehari-hari, di


bekerja, maka klien juga mampu rumah, di sekolah atau kampus, di
untuk berinteraksi dengan orang lain tempat kerja dan lingkungan
secara baik, karena dengan bekerja sosialnya. Psikoterapi keluarga ini
akan lebih sering berinteraksi dengan dilakukan untuk melakukan
orang lain. Tetapi dari hasil hubungan klien dengan keluarganya.
penelitian menunjukkan hampir Psikoterapi bertujuan memperkuat
seluruhnya 85,8% (25 responden) fungsi ego agar klien bisa
tidak bekerja, kemungkinan hal bersosialisasi (RSUD dr. Soetomo,
tersebut dapat menghambat interaksi 2002). Teori belajar sosial (social
sosial klien, karena jika dia tidak learning theory) perilaku tetap
bekerja maka interaksi sosial juga mempertimbangkan suatu timbal
akan berkurang. balik antara orang dengan
Keluarga sangat berperan lingkungan. Proses kognitif
terhadap tingkat interaksi sosial klien dipandang sebagai faktor penting di
Skizofrenia, hal tersebut didukung dalam memodulasi respon terhadap
dengan adanya hasil pada tabel 5.11 peristiwa lingkungan (Kaplan dan
bahwa peran keluarga dalam Sadock 2010).
memenuhi kebutuhan asah, asih, Untuk meningkatkan interaksi
asuh dengan cukup, diikuti dengan klien, klien dapat mengikuti program
tingkat interaksi klien juga cukup, konseling sosial dan keahlian serta
kemudian dari hasil uji statistik berdasarkan pada kebutuhan
dengan menggunakan SPSS Rank individu, rencana untuk training
Spearmen perhitungan didapatkan rs ketrampilan atau aktifitas rekreasi
= 0.476, dengan nilai P (probability) sosial (Firdaus, 2005). Penelitian
= 0.010 dimana lebih kecil dari nilai yang dilakukan oleh Barton (1970)
0,05 sehingga Ho ditolak yang menyatakan bahwa 50% dari
berarti ada hubungan antara peran penderita Skizofrenia kronis yang
keluarga dengan tingkat interaksi mengalami progam rehabilitasi dapat
sosial bermasyarakat pada klien kembali produktif dan mampu
Skizofrenia pasca perawatan di menyesuaikan diri kembali di
Rumah Sakit Jiwa Menur. Ini keluarga dan masyarakat (Hawari,
menunjukkan bahwa keluarga sangat 2001).
berperan terhadap tingkat interaksi Peran keluarga dapat
sosial klien Skizofrenia, sehinga memenuhi kebutuhan asah, asih,
keluarga lebih meningkatkan asuh pada klien Skizofrenia, hal ini
pengetahuan dan menambah menunjukkan bahwa keluarga
informasi sebanyak-banyaknya melakukan apa yang diketahui dan
tentang interaksi klien serta apa yang keluarga bisa lakukan
memperbaiki keadaan yang lebih misalnya keluarga mengajak untuk
baik (jiwasehat, 2007) kontrol ke rumah sakit jiwa dan
Menurut Hawari 2005, mengajari atau memberi bekal
psikoterapi perilaku adalah upaya pengetahuan tentang keagamaan,
umtuk memulihkan kemampuan akan tetapi yang diperlukan klien
adaptasi klien agar klien mampu Skizofrenia bukanlah itu saja,
berfungsi kembali secara wajar melainkan dengan melibatkan klien
112 . Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 8 , No 1, Februari 2015., hal. 104-113

dalam mengambil keputusan, dan keluarga yaitu dengan program


memberikan ketrampilan, pendidikan day treatment yang meliputi terapi
atau melanjutkan sekolah, kelompok, pelatihan ketrampilan
memberikan aktifitas untuk mengisi sosial, pengobatan, sosialisasi dan
waktu luang sehingga klien tidak rekreasi, tetapi pendukung
hanya diam termenung. Hal tersebut melibatkan sejumlah ahli terapi
memungkinkan klien bisa untuk klien dan keluarga, program
beradaptasi kembali ke masyarakat psikoedukasi bagi klien, keluarga
dengan kehidupan sosialnya. dan kelompok masyarakat (Isaacs,
Jika keluarga berperan hanya 2005). Juga melakukan rehabilitasi
menggantungkan melakukan apa psikososial dengan menekankan
yang hanya diketahui dan apa yang perkembangan ketrampilan yang
keluarga bisa lakukan, maka klien diperlukan.
juga akan melakukan apa yang klien Seiring dengan berlalunya
ketahui dan telah dipelajari dari waktu dan perkembangan
keluarga yang juga tidak maksimal selanjutnya, klien perlahan-lahan
karena kurangnya peran keluarga akan dapat hidup sesuai dengan
yang juga tidak maksimal. kondisi semula sebelum klien sakit
Diharapkan semua aktifitas klien karena proses interaksi itu pastinya
tidak tergantung kepada keluarga, berjalan secara bertahap mulai dari
tetapi terlebih dahulu klien harus tidak bisa menjadi bisa meskipun
mendapatkan bimbingan serta membutuhkan waktu yang lama.
perawatan dari keluarga. Cara Kemandirian klien akan dapat
meningkatkan produktivitas klien, dijalani tanpa bimbingan dari
keluarga disarankan melatih klien keluarga yang membantu,
dalam melakukan ketrampilan sosial membimbing, mengasuh secara
untuk meningkatkan kemampuan langsung terhadap perkembangan
sosial, kemampuan memenuhi diri klien sebelum dan sesudah terjun
sendiri dan komunikasi langsung ke masyarakat.
interpersonal. Latihan ketrampilan
ini melibatkan penggunaan kaset
video orang lain dan klien,
permainan simulasi (role playing) SIMPULAN
dalam terapi, dan pekerjaan rumah
tentang ketrampilan yang telah Berdasarkan hasil penelitian, dapat
dilakukan (Kaplan dan Sadock, disimpulkan bahwa sebagai berikut:
2010) 1. Sebagian besar peran keluarga
Melakukan kontinuitas terhadap tingkat interaksi sosial
perawatan merupakan hal yang bermasyarakat pada klien
penting yaitu dengan program Skizofrenia pasca perawatan di
berbasis komunitas, tingkat Rumah Sakit Jiwa Menur
perawatan bergantung pada berkategori cukup.
keparahan dan kesediaan dukungan 2. Sebagian besar tingkat interaksi
dari keluarga dan sosial. Program sosial bermasyarakat pada klien
berbasis komunitas ini memberikan Skizofrenia pasca perawatan di
layanan komprehensif kepada klien
Maghfiroh, Khamida : Peran Keluarga Dalam Peningkatan Kemampuan Interaksi 113
Sosia Bermasyarakat Klien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit

Rumah Sakit Jiwa Menur Nursalam (2008). Metodologi


berkategori cukup. Penelitian Ilmu Keperawatan.
3. Ada hubungan antara peran salemba Mendika. Jakarta
keluarga dengan tingkat Notoatmodjo, S.(2002). Metedologi
interaksi sosial bermasyarakat Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
pada klien Skizofrenia pasca Jakarta
perawatan di Rumah Sakit Jiwa Poerwadarminta, W.J.S (2001).
Menur. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Edisi 3. Jakarta. Penerbit
Departement Pendidikan Dan
DAFTAR PUSTAKA Kebuadayaan.
Rasmun (2001). Keperawatan
Kesehatan Mental Psikiatri
Harold. Kaplan, MD, Benjamin
Terintregasi Dengan Keluarga.
J.Sadock, Md. Jack A Grebb, MD
Jakarta. CV. Agung Seto
(2009). Sinopsis Psikiatri, Ilmu
Saseno (2001). Buku Saku
Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Keperawatan Jiwa, Akper Jiwa
Klinis. jilid 1
Depkes. Magelang
Willy F Maramis. Albert A. Maramis
Diane .E.P (2006). Human
(2009). Catatan ilmu kedokteran
Development. Edisi 9.
Monica Ester (2006). Rencana Askep
Organisasi.orgkumunitas&perpustak
Psikiatri Marilyn E. Doenges. Mary.
aanonline.Indonesia. 2010.
C Townsed, Mary
Sutarjo A.W. (2009). Pengantar
Frances Moorhouse. Edisi 3. Jakarta,
Psikologi Klinis. Edisi Revisi.
EGC
Iyus S.(2007). Keperawatan Jiwa.
Shader (2001). Interaksi Sosial :
Edisi Revisi
Kerusakan hubungan sosial yang
FKUI (2010). Buku Ajar Psikiatri.
tajam/menarik diri dari
Jakarta
masyarakat. Perilaku eksentrik
W. Edith H.P. (2007).
Komang, A.H. (2006). Asuhan
www.bali_travelnews.com. Diakses
keperawatan keluarga
Tanggal 19 April 2007
Marylin M. Friedman Friedman ;
http://shintaksari.miltiply.com
Vicky R. Bowden, Elaine G Jones
Diakses Tanggal 19 April 2005
(2010). Buku ajar keperawatan
Skizofrenia (2007). www.jiwa
keluarga, Riset, Teori dan Praktik.
sehat.com. Diakses Tanggal 19
Edisi 5. Jakarta, EGC
April 2007
Ann, Isaacs (2005). Keperwatan
Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi
3. Jakarta, Penerbit Buku
kedokteran EGC.
Hawari, D (2005). Pendekatan
Holistik Pada Gangguan Jiwa
Skizofrenia. FKUI. Jakarta
Izzudin (2007). www.kompas.com.
diakses tanggal 20 April 2007

Anda mungkin juga menyukai