Puji syukur ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
Laporan Pendahuluan Penyusunan Pemantauan Keanekaragaman Hayati dapat
terselesaikan. Pekerjaan ini dilaksanakan oleh CV. Madani Callysta Saibuyun berdasar Surat
Perjanjian (Kontrak) Nomor 602.2/1382/24 antara DINAS LINGKUNGAN HIDUP Kabupaten
Cilacap dengan CV. Madani Callysta Saibuyun.
Laporan Akhir ini merupakan hasil analisis data baik data skunder dari instansi terkait
maupun data primer. Secara teknis, laporan ini terdiri dari Pendahuluan, Gambaran Umum
Wilayah Studi, Metodologi Studi, Keanekaragaman Hayati Mangrove Segara Anakan dan
Penutup.
Kami atas nama CV. Madani Callysta Saibuyun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan bekerjasama pada tahapan awal pekerjaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kriteria Baku Kerusakan Mangrove ........................................................... 29
Tabel 4.1 Tingkat Kerapatan dan Keanekaragaman Hayati Vegetasu
Mangrove di Segara Anakan .......................................................................... 39
Tabel 4.2 Sebaran Kerapatan dari Vegetasi Mangrove di Segara Anakan ....... 41
Tabel 4.3 Zonasi Ekosistem Mangrove di Segara Anakan ...................................... 42
Tabel 4.4 Jenis-jenis Mangrove di Segara Anakan .................................................... 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Lokasi Kajian .......................................................................................... 22
Gambar 3.1 Petunjuk Pengukuran Diameter atau Keliling Batang pada
Bebagau Bentuk Tegakan............................................................................ 25
Gambar 4.1 Api-api Putih (Avicennia marina)............................................................. 45
Gambar 4.2 Pedada (Sonneratia caseolaris) ................................................................. 46
Gambar 4.3 Teruntung (Aegicaras carniculatum) ..................................................... 46
Gambar 4.4 Bakau Minyak (Rhizophora apiculata)................................................... 47
Gambar 4.5 Nyirih (Xylocarpus granatum)................................................................... 47
Gambar 4.6 Tuba laut (Derris trifoliata) ........................................................................ 48
Gambar 4.7 Jeruju Putih (Acanthus ebracteatus) ....................................................... 48
Gambar 4.8 Jeruju (Acanthus ilicifolius) ......................................................................... 49
Gambar 4.9 Paku Laut (Acrositicum aureum) .............................................................. 49
Gambar 4.10 Peta Persebaran Jenis Mangrove ............................................................. 69
BAB 1.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lingkungan terbentuk dari 3 (tiga) aspek yang saling berkaitan satu sama lain.
Ketiga aspek tersebut yaitu aspek abiotik (tanah, air, udara, dll), biotik (flora dan
fauna), dan kultural (kegiatan manusia). Ketiga aspek tersebut saling berkaitan
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah
satu aspek lingkungan maka aspek lingkungan lain akan ikut terpengaruh. Untuk
meminimalisir terjadinya perubahan pada masing-masing aspek lingkungan,
dibutuhkan upaya yang tepat dalam memelihara keberlangsungan masing-masing
aspek.
Hal terpenting yang harus dilakukan sebagai upaya memelihara
keberlangsungan aspek penyusun lingkungan, dapat dimulai dengan melakukan
upaya pengelolaan dan pemantauan terhadap aspek biologi. Aspek biologi dapat
menjadi salah satu parameter penting yang digunakan dalam mengetahui maupun
memantau dampak dari kegiatan manusia terhadap lingkungan. Variabel penting
di dalam aspek biologi adalah biodiversitas atau keanekaragaman hayati. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations
Convention On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Keanekaragaman Hayati), keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai
keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber termasuk
diantaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan lainnya; serta
kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya,
mencakup keanekaragaman dalam spesies maupun antara spesies dengan
ekosistem.
Kenekaragaman hayati memiliki segudang manfaat berkaitan dengan faktor
hak hidup, faktor etika dan agama, serta faktor etika manusia. Dalam
keanekaragaman hayati dikenal dengan adanya perlindungan terhadap
keseimbangan siklus hidrologi dan tata air, penjaga kesuburan tanah, lingkungan
lait melalui pasokan unsur hara dari seresah hutan, pencegah erosim abrasi, dan
pengendalian iklim mikro yang disebut dengan nilai jasa keanekaragaman hayati.
Manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat dari keanekaragaman
BAB 1 Pendahuluan
9
hayati yaitu adanya nilai konsumtif. Nilai konsumtif merupakan kedaan dimana
manusia memenuhi kebutuhan pokoknya dari adanya keanekaragaman hayati.
Termasuk di dalamnya, adanya kegaitan pembangunan. Kegaitan pembangunan
akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya hayati dan ruang. Kegitan
pembangunan harus disertai dengan upaya pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup yang memadai.
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup berkaitan dengan
kenaekaragaman hayati merupakan upaya yang dilakukan dalam melindungi
spesies dan habitat, serta melestarikan keanekaragaman hayati itu sendiri.
Keletarian keanekaragaman hayati dapat terjadi padaa tingkat sumber daya
genetik, spesies, maupun ekosistem. Secara umum, jenis ekosistem ada beraneka
macam. Salah satunya yaitu ekosistem mangrove.
Menurut penelitian luas mangrove di seluruh dunia berkisar antara 15-19,9
juta ha. Di Indonesia luas mangrove yaitu 3.599.028 ha. Luas mangrove
berdasarkan pulau di Indonesia secara berurutan yaitu Papua 1,6 juta ha,
Sumatera 892.835 ha, Kalimantan 630.913 ha, Maluku 208.239 ha, Jawa 119.327
ha, Sulawesi 115.560 ha, Nusa Tenggara 30.260 ha, dan Bali 1.894 ha. Mangrove di
Pulau Jawa menempati urutan kelima dilihat dari luasnya dan merupakan lahan
mangrove yang dinilai paling krisis. Berbagai upaya dilakukan untuk
menanggulangi hal tersebut. Termasuk Pemrintah Kabupaten Cilacap. Kabupaten
Cilacap memiliki potensi ekosistem mangrove dengan keanekaragaman hayati
flora dan fauna yang termasuk lengkap di Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional dari Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun 2020, ekosistem mangrove di Kabupaten Cilacap seluas 8.914 ha.
5.366 ha dari kawasan mangrove Kabupaten Cilacap Merupakan Kawasan Perum
Perhutani Banyumas Barat, 2 ha berada pada Kawasan Konservasi BKSDA, dan
3.546 ha merupakan area penggunaan lain atau lahan hak. 1.253 ha dari luas
mangrove di Kabupaten Cilacap merupakan lahan yang berpotensi akan
direhabilitasi. Sebelum dilakukan rehabilitasi, terlebih dahulu diperlukan adanya
kegiatan pemantauan terhadap keanekaragaman hayati di kawasan mangrove
Kabupaten Cilacap.
BAB 1 Pendahuluan
10
1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran
1.2.1. Maksud
Maksud dari penyusunan laporan pemantauan keanekaragaman hayati Segara
Anakan adalah sebagai berikut.
1. Menyusun data kondisi eksisting keanekaragaman hayati khususnya
ekosistem mangrove di Kabupaten Cilacap;
2. Menyusun dan memperbarui data keanekaragaman hayati ekosistem
mangrove meliputi tutupan lahan, jenis mangrove, kerapatan mangrove dan
jenis fauna.
3. Menjadi acuan dalam kegiatan peningkatan tutupan lahan.
1.2.2. Tujuan
1. Mendespkripsikan dan menganalisis kondisi tutupan lahan dan potensi
keaneragaman hayati ekosistem mangrove.
2. Menyusun rekomendasi peningkatan tutupan lahan di Kabupaten Cilacap
khususnya mangrove.
1.2.3. Sasaran
Menyediakan basis data tutupan lahan, kerapatan dan keanakeragaman hayati
ekosistem mangrove skala 1:10.000.
BAB 1 Pendahuluan
11
4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009 tentang
Pedoman Keanekaragaman Hayati di Daerah.
5. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031.
BAB 1 Pendahuluan
12
1.5. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Laporan Pemantauan
Keanekaragaman Hayati dilaksanakan selama kurun waktu 45 (empat puluh lima)
hari kalender.
BAB 1 Pendahuluan
13
BAB 2. GAMBARAN
UMUM WILAYAH STUDI
2.1. Letak dan Luas
Kawasan mangrove Segara Anakan terletak di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa
Tengah, membentang dari arah tenggara Kabupaten Cilacap dan utara P.
Nusakambangan ke arah timur, menelususri Kali Donan, hingga ke daerah Tritih
Wetan. Secara Geografis, Kawasan mangrove Segara Anakan Cilacap terletak pada
koordinat 7O3O’-7O35O’ lintang selatan dan 108O53O’-109O3O’ bujur timur. Hasil
analisis Citra Satelit SPOT 2010, luas Kawasan mangrove tercatat 3.428 ha, atau
tinggal 10% dari luasan mangrove hasil pendataan tahun 1930.
Berdasarkan bentang alam kawasan mangrove Segara Anakan Cilacap tercalal
3.428 ha, dan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu (a) kelompok hutan
mangrove rawa barat termasuk Laguna Segara Anakan, tercatal ± 1.600 ha,
lerletak di sebelah utara Pulau Nusakambangan, dan (b) kawasan mangrove di luar
Laguna Segara Anakan yang membentang dari sebelah timur laguna, menyusur ke
arah timur dan Utara hingga Tritih Welan, tercalat ± 1.828 ha. Berdasarkan tata
batas wilayah hutan, di sebelah utara berbatasan dengan KKPH Pekalongan Barat,
di sebelah timur berbatasan dengan KKPH Pekalongan Timur dan Rawa Timur, di
sebelah selatan berbatasan dengan kawasan mangrove dan lautan Hindia,
sedangkan di bagian barat berbatasan dengan KKPH Ciamis Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat.
Menurut wilayah administrasi pemerintahan kawasan mangrove Segara
Anakan Cilacap masuk ke dalam 4 wilayah kecamatan, yaitu Kec. Cilacap Utara, Kec.
Jeruklegi,Kec. Kawunganten dan Kecamatan Kampung Laut. Berbeda halnya
menurut pemangkuan kawasan hutannya, kawasan mangrove Segara Anakan
Cilacap secara keseluruhan masuk ke dalam (a)Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Banyumas Barat. Berdasarkan alokasi pengelolaannya, seluas 1.600 ha masuk ke
wilayah Rawa Barat di bawah pengawaan Resort Pulisi Hutan (RPH) Cikajang, dan
(b) Sebagian dari wilayah KKPH Banyumas Barat,kawasan hutannya masuk dalam
pengawasan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)Rawa Timur. BKPH
Rawa Timur (1.828 ha) dan terdiri dari 4 Resort Polisi Hutan (RPH), yaitu RPH
Cilacap, RPH Tritih, RPH Cikiperan dan RPH Cikonde. Tata letak BKPH Rawa Timur
2.2.2. Hidrologi
Kondisi perairan Segara Anakan Cilacap, selain bersumber dari Samudera
Hindia, juga dari beberapa aliran sungai. Aliran sungai di sebelah barat antara lain
Citanduy,Muaradua, Cikoneng, sedangkan di sebelah timur S. Kebang Kuning dan S.
Jeruk Legi. Kedua suplai sumber air tersebut menjadikan perairan payau. Pada saat
musim hujan, kadar garam air payau menurun, sedangkan pada saat musim
kemarau kandungan (kadar) garam meningkat.
dimana;
Da : kerapatan absolut (individu.ha-1) spesies ke-I
Dr : kerapatan relatif spesies ke-I
ni : jumlah total tegakan spesies ke-I
L : luas total kuadrat (ha)
N : kerapatan absolut seluruh spesies
dimana;
Fa : frekuensi absolut spesies ke-i
Fr : frekuensi relatif spesies ke-I
qi : jumlah kuadrat ditemukan suatu spesies
Q : jumlah total kuadrat
F : frekuensi absolut seluruh spesies
3. Penutupan
Penutupan adalah proporsi dari wilayah yang ditempati dengan projeksi tegak
lurus ke tanah dari garis luar atas tanaman dari sejumlah jenis tanaman. Atau
dapat digambarkan sebagai proporsi penutupan lahan oleh spesies yang mendiami
dengan dilihat dari atas. Penutupan dihitung sebagai area yang tertutup oleh
spesies dibagi dengan keseluruhan area habitat. Misalnya spesies A mungkin
menutupi 80 m2/ha. Lebih jelas, rumus yang digunakan adalah sebgai berikut.
𝐵𝐴𝑖 𝐶𝑎
𝐶𝑎 = 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑟 = × 100%
𝐿 𝐶
dimana;
Ca: penutupan absolut spesies ke-I
Cr: penutupan relative spesies ke-I
BAi: total basal area suatu spesies
L: luas total kuadrat
C: penutupan absolut seluruh spesies
Nilai basal area dapat diketahui dengan menggunakan formulasi berikut.
Pada Segara Anakan Zona 2 banyak ditemukan zonasi Aegiceras spp yaitu pada
stasiun 9, 10, dan 12. Zonasi N. fritican muncul pada stasiun 6 dan R. apiculata
Menurut Noor et al. (2006) Derris trifoliata berasal dari familia Fabaceae,
Derris memiliki ciri-ciri antara lain merupakan tumbuhan pemanjat/perambat
berkayu, dengan panjang mencapai 15 m atau lebih. Vegetasi mengrove ikutan ini
dapat ditemukan pada subtstrat berpasir dan berlumpur di bagian tepi daratan
dari habitat mangrove. Acanthus merupakan vegetasi dari familia Acanthaceae.
Pada lokasi pengamatan banyak dijumpai spesies Acanthus ilicifplius dan Acanthus
ebracteatus. Jenis ini memiliki ciri-ciri antara lain merupakan jenis tumbuhan
69
4.7. Upaya Konservasi Mangrove di Segara Anakan
Mengatasi kerusakan vegetasi mangrove, sekaligus mencegah terjadinya
kembali illegal logging di Segara Anakan, beberapa orang yang tinggal di desa
Ujung Alang melakukan konservasi. Di antara warga Ujung Alang, Pak Wahyono
menjadi pioneer pembentukan kelompok konservasi tersebut pada tahun 1999.
Aktivitas awal yang dilakukan saat itu adalah menanam mangrove di lahan
trukahan masing-masing anggota kelompok yang terlibat.
Kelompok yang pada awalnya hanya terdiri atas sedikit orang mulai
bertambah menjadi 10 orang. Nama Keluarga Wana Lestari pun disematkan oleh
Pak Wahyono seiring perkembangan kelompok konservasi tersebut. Term
“keluarga” dipakai sebagai identitas karena pada awalnya antaranggota kelompok
masih merupakan saudara dan kerabat dekat. Pemelihan nama tersebut juga
sekaligus memotivasi anggota kelompok dan sejumlah besar masyarakat Kampung
Laut bahwa mereka tinggal di kawasan Segara Anakan, maka sudah sepantasnya
melestarikan alam Segara Anakan.
Pada tahun 2002, jumlah anggota semakin bertambah. Tidak hanya keluarga
terdekat saja yang berpartisipasi sebagai anggota, warga lainnya juga
mengikutsertakan diri dalam kegiatan konservasi tersebut. Keterlibatan tersebut
juga disebabkan kesadaran bahwa kegiatan konservasi sangat signifikan dilakukan
di tengah degradasi hutan mangrove di kawasan Segara Anakan. Hilangnya
beberapa fungsi lingkungan terhadap kehidupan masyarakat, seperti gelombang
laut yang besar dan berkurangnya jumlah ikan di laguna, juga mereka rasakan,
sehingga konservasi pada dasarnya menjadi kewajiban seluruh masyarakat di
Kampung Laut. Oleh karena itu pada 2005, Keluarga Wana Lestari berganti
menjadi Krida Wana Lestari. Pak Wahyono masih berperan sebagai ketua
kelompok. Kegiatan penanaman mangrove pun juga semakin intensif dilakukan
dan meluas ke lahan lainnya
Kegiatan konservasi yang dilakukan oleh kelompok Krida Wana Lestari di
Segara Anakan akhirnya mendapat sorotan dari berbagai pihak yang akhirnya
mengakui peran penting dari kelompok tersebut. Salah satu pengakuan datang
dari pemerintah Desa Ujung Alang melalui suratpengangkatan yang dikeluarkan
BAB 6 Penutup
78
campuran. Dimana jenis-jenis tumbuhan tersebut sering dimanfaaikan oleh
masyarakat,karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
5. Ekosistem Sangtuari Satwa Liar, beberapa komunitas tumbuhan mangrove.
pada dasarnya merupakan habitat dan/atau sumber pakan bagi hidupan liar,
seperti burung, binatang melata dan mamalia terbang. untuk itu pengetahuan
botanis bagi masyarakat menjadi urgen, mengingat earat kaitannya dengan
kelangsungan hidup hidupan liar.
Kawasan mangrove Segara Anakan Cilacap, secara fisik diapit oleh dua daratan,
yaitu P. Nusakambangan dan Daratan Kabupaten Cilacap. Daratan Kabupaten
Cilacap di sebelah utara sebagian berbatasan dengan tanah mik masyarakat. dan
sebagian lainnya berbatasan dengan hutan negara yang dikelola oleh Perum
Perhutani Unit-I Jawa Tengah.
Di sisi lain bahwa sumber air tawar di Segara Anakan berasal dari sungai
Citanduy, Cikonde dan Cibeureum,yang mensuplai air tawar di sebelah barat
kawasan mangrove, dan di bagian tengah dan timur, air tawar disuplai dari Sungai
Kawunganten dan Jeruklegi dan K. Donan. Hulu sungai-sungai yang bermuara di
Segara Anakan, ternyata kondisinya lebih dari 40% merupakan lahan kritis.
Padahal tambak dan lahan basah awalnya merupakan lahan mangrove potensial
yang dialih-fungsikan. Untuk mengendalikan fenomena tersebut, merehabilitasi
lahan kritis menjadi tujuan utama yang harus dilakukan.
Kawasan mangrove Segara Anakan Cilacap, memperlihatkan situasi dan
kondisi yang spesifik, ditengarai oleh budaya masyarakat yang hidup menyatu
dengan alam. Mereka hidup dan mampu beradaptasi dengan alam, walaupun
sarana prasarana sangat terbatas. Mereka umumnya memiliki tradisi dengan
tranportasi perahu untuk berpegian baik di lingkungannya maupun jauh dari
lingkungannya. Secara lebih rinci bahwa kawasan mangrove Segara Anakan
nerupakan penyangga industri strategis nasional.
Pewilayahan kawasan mangrove Segara Anakan Cilacap, pembagiannya
berdasarkan konsepsi bioregion, yang dicirikan dengan batas alam dan
pertimbangan potensi komunitas mangrove. Bioregion pemanfaatan tampaknya
cukup menarik untuk ditelaah. Berdasarkan area pemanfaatan dan
pengembangannya, kawa-san mangrove Segara Anakan Cilacap, paling tidak ada
BAB 6 Penutup
79
tiga bagian, yaitu zona: pemanfaatan tinggi, pemanfaatan menengah dan
pemanfaatan rendah.
Zona pemanfaatan tinggi, tata letaknya atas dasar pertimbangan kedekatan dan
kemudahan pen-capaian lokasi. Tepatnya lokasi tersebut berada di Tritih Kulon
dan Tritih Wetan Kec. Bentuk kegiatannya bersifat publik, dengan atraksi-atraksi
yang bersifat rekreatif.
Zona pemanfaatan menengah, merupakan zona yang relatif aman,dekat
dengan zona pemanfaatan tinggi. Kedekatan dimaksud, selaian memudahkan
aksesibilitas juga sirkulasi pengunjung dan pengelola dalam melakukan
aktivitasnya. Hal ini dimaksudkan agar zona ini dapat dimanfaatkan untuk
pelayanan publik sebagai wahana edukasi teknik penyemaian bibit dan budidaya
perikanan tambak.
Zona pemanfaatan rendah merupakan areal buffer, untuk melindungi
bioregion estuaria dengan melingkupinya dari batas-batas komplek yang bersifat
publik. Perlindungan tersebut, sangat penting untuk mempertahankan keaslian
dan kealamian flora dan fauna serta untuk penjagaan keamanan dan keselamatan
pengunjung.
Kondisi aksesibilitas lintas perairan, pada dasamya merupakan kunci
pencapaian menuju beberapa obyek di dalam kawasan mangrove. Untuk itu sarana
lintas perairan atau jenis lainnya, yang saat ini ada di lapangan, perlu ditingkatkan
sebagai bentuk pelayanan prima terhadap pengunjung. Hingga saat ini
ketersediaan jaringan dan sistem utilitas pendukung permukiman pedesaan di
Kampung Laut, masih menjadi masalah dan kendala yang harus dipecahkan.
Salah satu fungsi utama kawasan mangrove Segara Anakan Cilacap adalah
sebagai Pusat Pengetahuan Botani, sebagai kawasan konservasi, laboratorium
alam untuk pendidikan dan pelatihan serta rekreasi di alam terbuka. Namun
demikian didasari oleh pengelolaaan untuk mendukung empat fungsi tersebut.
Untuk melakukan penelusuran pengetahuan botani, konservasi dan ilmu
pengetahuan lainnya dibutuhkan fasilitas pendukung. Namun untuk membangun
segala fasilitas yang dibutuhkan tidak hanya berdampak pada tingginya kebutuhan
pendanaan bagi pelaksanaan pembangunan, namun juga berdampak pada
BAB 6 Penutup
80
meningkatnya kegiatan-kegiatan penelitian yang membutuhkan sumberdaya
manusia yang cukup besar dan berkualitas.
Potensi alamiah meliputi kondisi alamiah di dalam kawasan mangrove yang
masih terjaga menciptakan ekosistem yang baik dan bebas dari berbagai
polusi.Keadaan tersebut juga mengandung potensi konservasi keanekaragaman
hayati sebagai ciri khas kawasan mangrove Segara Anakan Cilacap. Beberapa jenis
tumbuhan memiliki karakter fisik yang khas sehingga sangat menarik utuk
dijadikan ikon yang membedakan kawasan mangrove lainnya di Indonesia.Salah
satu perbedaan yang cukup menonjol adalah terciptanya pengelolan kawasan
mangrove secara terpadu sebagai pusat agro-fishery dan daerah tujuan wisata
bahari. Keberadaan kawasan hutan mangrove yang cukup luas sebagai buffer
penyangga bioregion estuaria, harus tetap terjaga karena menjadi aset berharga
tidak saja bagi Pemerintah Daerah, tetapi aset berharga bagi dunia karena
merupakan sumber biomasa dan oksigen.
Sebagai suatu kawasan hutan mangrove yang memiliki lahan yang cukup luas
dan didominasi oleh berbagai jenis, keamanan area merupakan faktor penting
yang sulit untuk dilaksanakan. Kurang berjalannya kegiatan pengelolaan kawasan
dan kurangnya pengunjung mengakibatkan keamanan di dalam kawasan menjadi
riskan, bahkan di dalam zona pemanfaatan tinggi,sulit untuk dikendalikan. Untuk
itu pembangunan pos-pos jaga menjadi penting kedudukannya untuk
diimplementasikan pada lokasi-lokasi yang strategis.
Dibalik keragaman flora dan fauna yang terdapat di kawasan mangrove Segara
Anakan Cilacap,memerlukan penanganan dengan penuh perhatian, karena
kawasan tersebut sebagai kawasan yang difungsikan sebagai kawasan konservasi.
Kegiatan pendidikan dan penelitian masyarakat,meningkatkan minat masyarakat
akan pentingnya kawasan hijau dan lingkungannya, juga menyediakan tempat
yang indah bagi kegiatan pariwisata. Penduduk masih mencoba secara sembunyi-
sembunyi melakukan penebangan liar terhadap pohon-pohon berpotensi ekonomi
yang berdiameter>20 cm.
Rata-rata kerapatan vegetasi mangrove (diameter >4 cm) di area Segara
Anakan Zona 1 sebanyak 1.823 individu/ha termasuk kategori sedang (Maguran,
1998 dalam Endang Hilmi, 2015) denan kelimpahan jenis (Indeks Shannon Wiener
BAB 6 Penutup
81
sekitar 1,25 (sedang) dan kekayaan jenis 1,45. Sedangkan untuk area Segara
Anakan Zona 2 memiliki kerapatan rata-rata yang lebih rendah dibandingkan
Segara Anakan Zona 1 yaitu sebesar 1.770 individu/ha (sedang), demikian juga
indeks kelimpahan sebesar 1,03 (sedang), dan kekayaan jenis 0,948 lebih rendah
dibandingkan dengan Segara Anakan Zona 1. kerapatan yang merupakan suati
indeks kepadatan individu dalam menguasai ruang atau areak (Desmukh,1991)
menunjukkan kualitas lingkungan untuk mendukung pertumbuhannya. Kerapatan
mangrove yang baik ≥ 1.500 individu/ha, kerapatan anakan yang baik sebanyak ≥
2.500 individu/ha dan kerapatan semai sebesar ≥5.000 individu/ha (Direktorat
Jendral Reboisasi dan Rehabilitasu Lahan, 1997).
Pada stasiun 1 Segara Anakan Zona 1 tidak ada jenis yang dominan dalam
penguasaan habitat mangrove walaupun ada jenis yang resesif yaitu jenis
Xylocarpus granatum dan S. caseolaris. Sedangkan pada stasiun 2, jenis A. marina
sangat dominan dalam menguasai area tersebut hingga membentuk zonasi yang
khas yaitu zonasi avicennia. Zonasi yang khas muncul lagi pada stasiun 4 dengan
jenis sangat dominan yaitu R. apiculata.
Pada Segara Anakan Zona 2 banyak ditemukan zonasi Aegiceras spp yaitu pada
stasiun 9, 10, dan 12. Zonasi N. fritican muncul pada stasiun 6 dan R. apiculata
banyak ditemukan pada stasiun 6 dan 7. Pola sebaran vegetasi melalui potensi
kerapatan menunjukkan potensi penguasaan sumber hara oleh jenis vegetasi
mangrove. Vegetasi mangrove yang memiliki kerapatan tertinggi berarti memiliki
tingkat penguasaan hara yang terbesar. Secara umum ekosistem mangrove yang
ada di Segara Anakan memiliki potensi salinitas 4-17 ppt. Hal ini sangat cocok
untuk pertumbuhan semua jenis vegetasi mangrove untuk tumbuh dan
berkembang.
Pada dasarnya zonasi ekosistem mangrove tergantung dari tingkat adaptasi
tiap jenis tumbuhan dari tingkat adaptas tiap jenis tumbuhan terhadap lingkungan.
Daya adaptasi dari tiap jenis tumbuhan mangrove terhadap keadaan tepat
tumbuhan akan menentukan komposisi jenisnya. Zonasi mangrove dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan seperti tekstur tanah, salinitas, dan pasang surut.
Pengaruh tekstur tanah antara lain ditunjukkan oleh genus Rhizophora. Sedangkan
daerah-daerah yang berlumpur dangkal didominasi oleh R. apiculata. Pengaruh
BAB 6 Penutup
82
salinitas ditunjukkan oleh kenyataan bahwa bila sanlinitas menurun karena
banyaknya air tawar maka Rhizophora spp. akan merana dan permudaannya
digantkan oleh jenis yang kurang peka terhadap perubahan salinitas misalnya
Lumnitzera spp.
Struktur dan komposisi vegetasi mangrove pada tingkat pohon di Segara
Anakan, Cilacap dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai frekuensi relatif,
kerapatan relatif, dominasi relatif, dan nilai penting masing-masing vegetasi di
Segara Anakan. Hasil pengamatan menunjukk bahwa komposisi vegetasi mangrove
di Segara Anakan pada tingkat pohon didominasi oleh Avicennia marina dengan
nilai penting sebesar 136,60%. Kemudian diikuti oleh Sonneratia caselaris (NP=
43,91%) dan Agiceras curniculatum (NP= 43,90%). A. marina merupakan vegetasi
mengrove aling dominan yang ada di Segara Anakan. A. marina merupakan jenis
mangrove sejati yang tumbuh pada lahan pantai yang terlindung, memiliki
kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang surut, bahkan
di tempat asin sekalipun. Spesies ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang
paling umum ditemukan di habitat pasag surut.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa vegetasi yang paling
mendominasi pada tingkat anakan pohon yaitu Avicennia marina (NP= 102,88%),
Rhizophora apiculata (NP= 59,80%), dan Aegiceras carniculatum (NP= 56,32%).
Hal tersebut menunjukkan bahwa vegetasi tersebut memiliki kerapatan dan
dominasi paling tinggi di Segara Anakan, Cilacap. Sedangkan Avicennia sp. dan
Xylocarpus granatum masing-masing mempunyai nilai penting 5,18% dan 10,25%.
Habitat lokasi pengamatan lebih mendukung untuk A. marina yaitu berupa
tanah berpasir. Avicennia marina juga merupakan vegetasi mengrove yang tumbuh
pertama kali du area tanah timbul. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui
bahwa vegetasi semak didominasi oleh Derris trifoliata (NP= 74,93%), diikuti oleh
Acanthus ebracteatus (NP= 55,67%), dan Acanthus ilicifolius memiliki kerapatan
paling rendah ditingkat semak sebesar (NP=54,17%). Pada jenis herba terdapat
Acrositicum aureum dengan NP= 5,26%. Sedangkan pada tingkat semai didominasi
oleh Aegiceras corniculatum (NP= 5,26%), diikuti oleh Avicennia marina (NP=
3,28%), Rhizophora mucronata (NP= 2,81%), dan Sonneratia alba (NP= 2,53%).
BAB 6 Penutup
83
5.2. Kesimpulan
Rata-rata kerapatan vegetasi mangrove (diameter >4 cm) di area Segara
Anakan Zona 1 sebanyak 1.823 individu/ha termasuk kategori sedang denan
kelimpahan jenis (Indeks Shannon Wiener sekitar 1,25 (sedang)) dan kekayaan
jenis 1,45. Sedangkan untuk area Segara Anakan Zona 2 memiliki kerapatan rata-
rata yang lebih rendah dibandingkan Segara Anakan Zona 1 yaitu sebesar 1.770
individu/ha (sedang), demikian juga indeks kelimpahan sebesar 1,03 (sedang),
dan kekayaan jenis 0,948 lebih rendah dibandingkan dengan Segara Anakan Zona
1.
Hasil pengamatan menunjukk bahwa komposisi vegetasi mangrove di Segara
Anakan pada tingkat pohon didominasi oleh Avicennia marina dengan nilai penting
sebesar 136,60%. kemudian diikuti oleh Sonneratia caselaris (NP= 43,91%) dan
Agiceras curniculatum (NP= 43,90%). A. marina merupakan vegetasi mengrove
aling dominan yang ada di Segara Anakan. Berdasarkan hasil pengamatan dapat
diketahui bahwa vegetasi yang paling mendominasi pada tingkat anakan pohon
yaitu Avicennia marina (NP= 102,88%), Rhizophora apiculata (NP= 59,80%), dan
Aegiceras carniculatum (NP= 56,32%). Hal tersebut menunjukkan bahwa vegetasi
tersebut memiliki kerapatan dan dominasi paling tinggi di Segara Anakan, Cilacap.
Sedangkan Avicennia sp. dan Xylocarpus granatum masing-masing mempunyai
nilai penting 5,18% dan 10,25%.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa vegetasi semak
didominasi oleh Derris trifoliata (NP= 74,93%), diikuti oleh Acanthus ebracteatus
(NP= 55,67%), dan Acanthus ilicifolius memiliki kerapatan paling rendah ditingkat
semak sebesar (NP=54,17%). Pada jenis herba terdapat Acrositicum aureum
dengan NP= 5,26%. Sedangkan pada tingkat semai didominasi oleh Aegiceras
corniculatum (NP= 5,26%), diikuti oleh Avicennia marina (NP= 3,28%), Rhizophora
mucronata (NP= 2,81%), dan Sonneratia alba (NP= 2,53%).
BAB 6 Penutup
84
mangrove di Segara Anakan, diperlukan berbagai upaya lebih lanjut baik dari segi
mempertahankan kelestarian jenis mangrove maupun upaya pengembangan
mangrove. Saran dan rokomendasi untuk kemajuan dan keberlangsungan
keanekaragaman hayati ekosistem mangrove Segara Anakan adalah sebagai
berikut.
A. Pemerintah
1. Diharapkan adanya kontribusi lebih dari dinas terkait dalam pelestarian
mangrove baik di Kecamatan Kecamatan Kampung Laut maupun di
Kecamatan Kutawaru.
2. Pemerintah ikut serta di dalam inventarisasi jenis kenekaragaman hayati
ekosistem mangrove melalui kegiatan penelitian.
3. Pemerintah berperan aktif di dalam pengembangan parawisata mangrove
sebagai sarana edukasi bagi masyarakat.
B. Peneliti
1. Kegaitan penelitian yang diadakan di Segara Anakan dapat dipublikasikan
dan dilaporkan kepada pihak terkait, sebagai upaya pengembangan ilmu
pengetahuan terkait mangrove di Segara Anakan.
2. Berkerjasama dengan instansi pemerintah maupun kelompok tani di area
konservasi mangrove Segara Anakan di dalam melakukan penelitian.
C. Masyarakat Umum
Berperan aktif dalam pengelolaan Kawasan mangrove yang bisa dilakukan
antara lain dengan tidak menebangi tanaman mangrove secara berlebihan,
tidak memburu satwa pada Kawasan mangrove kecuali ikan/udang/kepiting,
tidak membuang sampah khususnya pada Kawasan mangrove, melakukan
gotong royong pembersihan sampah secara rutin pada Kawasan mangrove.
BAB 6 Penutup
85
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Lembar
Negara Republik Indonesia Tahun 1990. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembar Negara
Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 140. Sekretariat Negara. Jakarta.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2004. Deputi
Menteri Lingkungan Hidup. Jakarta.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 29 Tahun 2009. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009.
Deputi Menteri Lingkungan Hidup. Jakarta.
Bupati Cilacap. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 1 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011-2031.
Lembar Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2021, Nomor 1. Sekretaria Daerah.
Cilacap.
Anwar, S., S. J. Damanik., N. Hisyam., dan A. J. Witten. 1984. Ekologi Sumatera.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ardli E. R., E. Yani dan A. Widyastuti. 2010. Distribusi Spasial dan Dinamika
Populasi Polymesoda erosa di Ekosistem Mangrove Segara Anakan Cilacap,
sebagai Acuan Restocking dan Konservasi. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi
Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Atikasari, Y. 2011. Distribusi Vegetasi Mangrove Pionir Segara Anakan Cilacap.
Skripsi. Fakultas Biologi Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Desmukh. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Yayadan Obor Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jendral Reboisasi dan rehabilitasi Lahan. 1997. Inventarisasi dan
Identifikasi Hutan Mangrove di Lima Provinsi. Departemen Kehutanan dan
Perkebunan RI, Jakarta.
Giesen, W., S. Wullffraat, M. Zeren., L. Scholten. 2006. Mangrove Guide Book for
Southeast Asia. FAO and Wetland International. Thailand.
Himi, Endang et al. 2002. Struktur Komunitas, Zonasi dan Keanekaragaman Hayati
Vegetasi Mangrove di Segara Anakan Cilacap. Omni Akuatika, 11 (2) (2015):
20-32.
Himi, Endang et al. 2019. Distribusi Sebarab Mangrove dan Faktor Lingkungan pada
Ekosistem Mangrove di Segara Anakan Cilacap. Prosiding Seminar Nasional
dan Call for Paper Universitas Jendral Soedirman.
Istomo. 1992. Tinjauan Ekologi Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya di Indonesia.
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Kathiresan, K and N. Rajendran. 2005. Coastal Mangrove Forest Mitigated Tsunami.
(Elsevier). Estuarine, Coastal and Shelf Science, 65 (2005: 601-606 pp.
Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago and S. Baba. 1997. Handbook of Mangrove in
Indonesia: Bali and Lombok. International Society for Mangrove Ecosystem.
Denpasar. 119 hlm.
Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Chapman anda Hall:
USA.
Noor, Y. R., M. Khazali, and I. N. N. Suryadiputra. 2006. Paduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. 2nd ed. Bogor: Dijen.PHKA/ Wetlands International-
Indonesia Programme.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. Wb Sounder Company
Ltd. Philaderphia.
Prihandoko Sanjatmiko, dkk., 2002. Kekayaan Potensi Mangrove Segara Anakan,
Cilacap. Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia, Universitas
Indonesia: Depok.
Prihandoko Sanjatmiko, dkk., 2018. Orang Kampung Laut dan Alam Segara Anakan:
Keunikan Budaya dan Keanekaragaman Jenis Mangrove. Departemen
Antropologi FISIP Universitas Indonesia, Universitas Indonesia: Depok.
PT Semen Indonesia, 2020. Inventarisasi dan Pemetaan Keanekaragaman Hayati.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk: Tuban.
Tarsoen Waryono, 2022. Rencana Pengelolaan Kawasan Mangrove Segara Anakan
Cilacap. Pusat Penelitian Geografi Terapan FMIPA Universitas Indonesia,
Universitas Indonesia: Depok.
Waston, J. G. 1982. Mangrove Forest on Malay Penninsula. Malay Record. 6: 1-127.