Anda di halaman 1dari 35

KELOMPOK 6:

- Reyka Belammy Tiva (1105622155)


- Sabrina Malea Handy (1105622064)
- Yasmine Diah Asoka (1105622070)

TUGAS TRANSLATE BUKU KD BAHASA DAN LITERASI AUD

Buku Karya : Mary Renck Jalongo

Judul Buku : Early Childhood Languange Arts

Chapter/BAB : Chapter 7 - Fostering Growth in Emergent Literacy

DATA MENGENAI LITERASI AWAL

 Membaca telah dipromosikan sejak zaman Yunani kuno dengan cara anak-anak
melacak alfabet menggunakan stylus. Pada tahun 1678, anak-anak diajarkan alfabet
melalui hornbook: satu halaman kecil di bingkai kayu yang dilindungi oleh selembar
tanduk hewan. New England Primer, teks yang digunakan di sebagian besar sekolah
dari tahun 1727 hingga 1830, mengajarkan anak-anak membaca menggunakan sajak,
suku kata dua huruf, dan gambar. Seorang pendidik Jerman bernama Basedow, yang
hidup pada abad ke-18, mengajarkan anak-anak huruf alfabet dengan membuatnya
dari kue gingerbread (Putnam, 1995).
 Pada tahun 1985, laporan nasional tentang pembelajaran anak-anak muda, "Menjadi
Bangsa Pembaca," merangkum situasi ini: "Semakin banyak unsur orangtua yang
baik, guru yang baik, dan sekolah yang baik yang dialami anak-anak, semakin besar
kemungkinan mereka mencapai potensinya sebagai pembaca." (Anderson, Hiebert,
Scott, & Wilkinson, 1985, Hal. 117) Penelitian terbaru mendukung klaim ini (Bennett-
Armistead, Duke, & Moses, 2006; Collins & Svenson, 2008; Dickinson & Neuman,
2006; Israel, 2008).
 Studi oleh Reyes dan Azuara pada tahun 2008 tentang anak-anak prasekolah
berbahasa ganda menemukan bahwa anak-anak muda dapat mengembangkan
keterampilan literasi awal dalam dua bahasa secara bersamaan.
 Untuk anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran, mengembangkan
keterampilan literasi awal tertentu memiliki tantangan tersendiri. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Easterbrooks, Lederberg, Miller, Bergeron, McDonald,
dan Connor pada tahun 2008, anak-anak prasekolah dengan gangguan pendengaran,
tuli, atau kesulitan persepsi ucapan membuat kemajuan yang sama dengan rekan-
rekan mereka dalam pengenalan huruf dan menulis tetapi tidak dalam keterampilan
kesadaran fonologis.
 Akuisisi beberapa keterampilan spesifik - kesadaran fonologis, ingatan fonologis, dan
pengenalan cepat huruf (RAN) - pada usia dini telah dikaitkan dengan perkembangan
literasi yang sukses selama tahun-tahun sekolah (Anthony, Williams, McDonald, &
Francis, 2007).
 Tahun-tahun awal masa kanak-kanak adalah waktu kritis bagi anak-anak muda untuk
belajar membaca karena pada saat anak mencapai kelas dua, instruksi dasar
membaca cenderung berkurang dan harapan untuk kemampuan membaca mandiri di
berbagai bidang pelajaran meningkat (Kainz & Vernon-Feagans, 2007).
 Saat masuk ke taman kanak-kanak, dua dari tiga anak tahu huruf alfabet, sementara
hanya satu dari tiga yang mengetahui hubungan huruf/bunyi di awal kata, dan sekitar
satu dari lima yang mengetahui hubungan huruf/bunyi di akhir kata. Sangat sedikit
anak taman kanak-kanak yang dapat membaca kata tunggal atau kata dalam kalimat
(National Center for Education Statistics, 2001).
 Membacakan buku kepada anak-anak muda adalah salah satu cara utama untuk
mendukung perkembangan literasi dan mungkin sangat penting bagi anak-anak
dengan kebutuhan khusus. Anak-anak yang terpapar buku sejak dini akan menyadari
bahwa kata-kata tertulis memiliki suara, dan mereka mengenali suara dan bahwa
tulisan mengandung makna (Rashid, Morris, & Sevcik, 2005).
 Beberapa penelitian menemukan bahwa motivasi membaca anak-anak muda
cenderung tinggi dan relatif tidak terpengaruh oleh status sosial budaya; namun,
terdapat perbedaan yang signifikan dalam tujuan yang ditetapkan oleh orangtua dan
keluarga untuk membaca. Ketika keluarga menganggap pembelajaran membaca
sebagai keterampilan dan kebutuhan, daripada sebagai sumber kesenangan, itu dapat
berdampak negatif pada motivasi anak-anak untuk membaca (Baker & Scher, 2002;
Sonnenschein, Baker, Serpell, & Schmidt, 2000).
 Sebagian besar pakar sepakat bahwa mencegah kesulitan membaca lebih berhasil
dan lebih efisien daripada upaya penyembuhan (Coyne, Kame'enui, & Harn, 2004;
Snow, Burns, & Griffin, 1998; Torgesen, 2002). Berdasarkan temuan seperti ini, tahun-
tahun awal telah menjadi fokus dalam upaya mencegah kesulitan membaca (Erickson
& Hatton, 2007; Hyson, 2008; Johnston, McDonnell, & Hawken, 2008).
 Institut Nasional Literasi menyarankan bahwa literasi awal didukung dengan baik
ketika guru membangun berdasarkan bahasa lisan anak-anak dengan berbicara dan
mendengarkan, mengajarkan anak-anak tentang cetakan dan buku, menekankan
suara dalam bahasa lisan (yaitu kesadaran fonologis), mengajarkan huruf abjad, dan
membaca buku secara keras (Armbruster, Lehr, & Osborn, 2003, p.9).
 Karena lebih dari 99 persen keluarga di Amerika Serikat memiliki televisi, upaya telah
dilakukan untuk menggunakan televisi dalam mendukung pertumbuhan literasi anak-
anak muda. Sesame Street dan Between the Lions adalah contoh program-program
yang dirancang untuk mendukung literasi awal (Linebarger, Kosanic, Greenwood, &
Doku, 2004).

APA ITU LITERASI AWAL? (EMERGENT LITERACY)

Secara historis, telah ada perbedaan pendapat tentang kapan anak-anak sebenarnya mulai
belajar membaca. Mungkin Anda pernah mendengar orang berbicara tentang kesiapan
membaca dan mengira bahwa ini adalah terminologi yang baru. Sebenarnya, ini adalah sisa
dari masa lalu; kesiapan membaca adalah konsep dari tahun 1940-an.

Pada tahun 1960-an, Marie Clay menantang pandangan bahwa membaca sejati dimulai
ketika anak-anak berada di pengaturan sekolah formal dan membaca dari buku teks mereka.
Dia berpendapat bahwa pandangan ini mengabaikan semua tonggak penting yang terjadi
sebelum anak-anak dapat membaca secara mandiri (Clay, 1975). Sebagai contoh, mungkin
kemajuan terbesar dalam belajar membaca adalah menyadari bahwa semua tanda di atas
kertas memiliki arti (Erickson & Hatton, 2007). Pada awalnya, anak-anak tidak tahu
bagaimana orang dewasa melakukan tindakan membaca buku gambar dengan cara yang
hampir seperti keajaiban setiap kali. Anak-anak muda tampaknya menganggap bahwa yang
dibaca adalah gambar, bukan kata-kata. Hal ini tercermin dalam upaya awal mereka untuk
berpura-pura membaca, di mana mereka mempelajari ilustrasi dan menceritakan cerita sambil
memasukkan beberapa kata dan frasa yang mereka ingat dari membaca buku berulang kali.

Literasi awal mengacu pada "pengetahuan dan perilaku membaca dan menulis anak-anak
yang belum memenuhi standar literasi konvensional" (Justice & Kaderavek, 2002, hlm. 8).
American Speech-Language-Hearing Association (ASHA) menjelaskan perspektif literasi
awal sebagai berikut:

Anak-anak mulai belajar bahasa sejak hari mereka lahir. Saat mereka tumbuh dan
berkembang, keterampilan bicara dan bahasa mereka menjadi semakin kompleks.
Mereka belajar memahami dan menggunakan bahasa untuk menyatakan ide,
pemikiran, dan perasaan mereka, serta berkomunikasi dengan orang lain. Selama
perkembangan awal bicara dan bahasa, anak-anak mempelajari keterampilan yang
penting untuk perkembangan literasi (membaca dan menulis). Tahap ini, dikenal
sebagai literasi awal, dimulai sejak lahir dan berlanjut hingga tahun-tahun prasekolah.
(Roth, Paul, & Pierotti, 2006, paragraf 1)

Gambar 7.1 memberikan gambaran visual tentang komponen-komponen kunci dari membaca
awal berdasarkan penelitian The National Early Literacy Panel (2002) dan Justice (2006).
Berikut beberapa perilaku yang akan Anda amati pada pembaca awal:

 Mengembangkan bahasa lisan dengan menjelajahi maknanya, memperhatikan


strukturnya (misalnya, urutan kata), dan bereksperimen dengan bunyi-bunyinya (yang
disebut kesadaran fonologis);
 Memberikan makna pada simbol-simbol di sekitar mereka (misalnya, tanda stop, label
makanan, papan reklame restoran cepat saji);
 Mencoba untuk menghasilkan simbol, tanda, dan huruf dengan alat tulis (misalnya,
spidol, krayon, pensil), benda dari lingkungan sehari-hari (misalnya, batang kayu di
pasir basah, ujung jari di kaca), atau alat teknologi (misalnya, stylus di komputer
tablet);
 Meniru perilaku literasi orang dewasa, seperti berpura-pura membaca surat kabar atau
menulis cek;
 Mengulang proses hingga menjadi lebih jelas dan terperinci, seperti menguasai lagu
tindakan dengan semua gerakan yang mendampingi; dan
 Mulai menghubungkan suara bicara dengan pola tulisan, seperti mengatakan "Y-e-s
mengeja ya, dan n-o mengeja tidak."
Gambar 7.2 Perilaku Membaca Muncul yang Dapat Diamati

Anak-anak mulai menunjukkan kemampuan:

1. Memahami pesan lisan dengan mendengarkan dan meresponsnya dengan tepat.


2. Berpura-pura membaca buku favorit, menyanyikan lagu, dan mengucapkan sajak.
3. Menggunakan kombinasi menggambar dan menulis untuk berkomunikasi, serta
mampu membaca tulisan mereka sendiri, meskipun mungkin tidak bisa dibaca oleh
orang lain.
4. Belajar "mengikuti teks" dengan menunjuk kata-kata menggunakan konvensi dari kiri
ke kanan dan dari atas ke bawah.
5. Mengetahui istilah-istilah kunci terkait membaca dan dapat mengidentifikasi hal-hal
seperti kata pertama dalam sebuah kalimat, huruf tunggal, huruf pertama dalam
sebuah kata, dan kata terpanjang.
6. Mengenali kata-kata yang sudah dikenal, termasuk nama mereka sendiri, nama
anggota keluarga dan teman-teman, tulisan di lingkungan sekitar (tanda, label), serta
kata-kata tertentu dari buku, sajak, dan lagu favorit.
7. Menyadari jika kata-kata memiliki kesamaan bunyi (berirama) dan berpartisipasi dalam
permainan bahasa spontan.
8. Menyebutkan sebagian besar huruf dan mencocokkan kata-kata yang dimulai dengan
suara awal yang umum.
9. Belajar apa artinya membaca dengan menghubungkan bahasa lisan, tulisan, dan
pemahaman konseptual.
10. Berpikir dan berbicara tentang proses mereka dalam berinteraksi dengan tulisan dan
cara merenungkan tentang bahasa.

KOLABORASI BERSAMA KELUARGA DAN PROFESIONAL


Caitlin adalah seorang guru taman kanak-kanak di sekolah pedesaan kecil. Beberapa dari
murid-muridnya berasal dari keluarga di mana membaca buku gambar tidak termasuk dalam
pengalaman mereka. Dia khawatir bagaimana anak-anak ini, yang telah dikategorikan
sebagai "belum siap" untuk sekolah, akan berhasil, dan dia tahu bahwa sebagian besar
penilaian atas kinerja sebagai guru baru akan bergantung pada hasil tes siswanya. Beberapa
guru mendorong untuk mengadakan tes kesiapan yang akan menunda masuknya anak-anak
ini ke sekolah selama satu tahun lagi. Hal ini tampak tidak masuk akal bagi Caitlin. Jika rekan-
rekannya benar-benar meyakini bahwa lingkungan rumah tidak mendukung literasi, mengapa
mereka akan menunda kesempatan anak-anak ini untuk mengembangkan keterampilan
literasi di sekolah?

Sebagai langkah pertama, Caitlin memutuskan untuk berbicara dengan anak-anak dan
melakukan survei dengan keluarga tentang aktivitas literasi di rumah. Hasilnya
mengejutkannya. Meskipun keluarga-keluarga tersebut mungkin tidak membacakan cerita
sebelum tidur, baik anak-anak TK maupun keluarga mereka melaporkan aktivitas lain yang
tentu saja mendukung literasi. Salah satu keluarga, misalnya, bertanggung jawab untuk
membuat buletin mingguan untuk gereja mereka, dan mereka mengajarkan putri mereka
untuk membantu mereka. Di keluarga lain, ayahnya adalah mekanik sepeda motor. Dia
melihat majalah sepeda motor dan situs web bersama anak laki-lakinya, yang sekarang tahu
nama banyak jenis sepeda. Keluarga yang melibatkan kakek nenek yang tinggal tepat di
sebelah rumah mereka berkumpul beberapa kali seminggu untuk bernyanyi dan bermain alat
musik; mereka melaporkan bahwa putri mereka telah mulai mengenali partitur musik yang
benar untuk setiap lagu.

Caitlin memutuskan untuk berbagi temuannya dengan cara yang sangat positif kepada rekan-
rekannya. Dia juga bekerja sama dengan pustakawan sekolah untuk memilih beberapa buku
gambar yang mungkin menarik bagi setiap anak ini dan keluarganya — buku tentang
penerbitan, sepeda motor, dan kegembiraan musik. Ketika anak-anak memilih buku bacaan
mereka, mereka sangat senang menemukan buku yang berhubungan dengan minat mereka
dan bersemangat untuk menunjukkannya kepada keluarga mereka. Caitlin melampirkan
catatan singkat pada setiap buku yang menjelaskan bahwa dia membaca respons keluarga
tertentu terhadap survei dan mempertimbangkannya dalam rekomendasinya. Dia juga
mendorong keluarga untuk berbagi buku tersebut dengan anak dan memberi tahu bagaimana
pendapat mereka tentang buku tersebut.
Kontribusi dan Konsekuensi

 Kontribusi guru: Bagaimana pendekatan Caitlin menghormati perbedaan individu


keluarga dan cara unik mereka dalam mendukung perkembangan literasi anak TK
mereka?
 Kontribusi keluarga: Apa yang disiapkan untuk melibatkan keluarga dalam proses ini?
 Kontribusi profesional lainnya: Bagaimana kolaborasi profesional mendukung upaya
guru ini?
 Konsekuensi dari kolaborasi: Apa yang mungkin terjadi jika Caitlin memutuskan untuk
mengikuti beberapa rekan kerjanya dan menganggap anak-anak tanpa pengalaman
membaca buku sebelumnya sebagai ancaman terhadap pekerjaannya yang
berkelanjutan?

TINJAUAN PERKEMBANGAN MEMBACA EMERGENT

Brandon, yang berusia 5 tahun, memiliki cerita "The Three Little Pigs" di pangkuannya. Saat
ia membalik halaman-halaman itu, dia menciptakan teks untuk setiap gambar. Perhatikan
bagaimana pengalaman pribadinya dalam bermain "Petak Umpet" memengaruhi
penuturannya tentang perkataan serigala:

"Tiga anak babi pergi jauh dari ibu mereka, dan satu sangat lincah, satu sangat
bahagia, dan satu sangat pintar. Para babi pergi jauh, dan dua anak babi menemukan
seorang pria dan memintanya memberikan batang kayu untuk membangun rumah,
dan satu meminta jerami untuk membangun rumah. Yang satu pintar, dan dia tidak
ingin batang kayu atau jerami. Dia meminta pria itu memberikan batu bata untuk
membangun rumah. Serigala yang jahat berkata, 'Keluarlah, keluarlah ke mana pun
kamu berada,' dan 'Jika kamu tidak keluar, aku akan menghembus dan meniup habis
rumahmu.'"

Versi Brandon tentang "The Three Little Pigs" mengundang banyak pertanyaan tentang
membaca, termasuk bagaimana itu didefinisikan, kapan dimulai, bagaimana anak-anak
belajar membaca, dan apa cara terbaik untuk memastikan bahwa mereka melakukannya.

Ketika anak-anak kecil belajar membaca, mereka biasanya melalui beberapa tahap dalam
literasi awal (Doake, 1986; Holdaway, 1979; Snow & Ninio, 1986; Sulzby, 1985). Gambar 7.3
merekomendasikan cara orang tua dapat mendukung literasi awal. Sepanjang gambaran
umum tentang tahapan ini yang berikut, diasumsikan bahwa anak-anak telah memiliki
pengalaman dengan buku di rumah. Jika ada alasan tertentu mengapa orang tua/keluarga
tidak memberikan dukungan ini, urutan perkembangan anak mungkin serupa tetapi dalam
waktu yang berbeda. Anda juga akan melihat bahwa usia anak dalam contoh-contoh tersebut
tidak mengikuti urutan kronologis yang rapi.

Gambar 7.3 Cara Orang Tua dan Keluarga Dapat Mendukung Literasi Awal

Panduan Umum

 Dewasa mengidentifikasi, menjelaskan, dan menarik perhatian anak pada bentuk dan
fungsi literasi.
 Dewasa menghubungkan cerita dengan pengalaman anak.
 Anak-anak didorong untuk menyatakan interpretasi mereka secara lisan kepada diri
mereka sendiri, teman sebaya mereka, dan orang dewasa, serta untuk mengajukan
pertanyaan kepada orang dewasa untuk informasi atau klarifikasi lebih lanjut.
 Orang dewasa memberikan umpan balik kepada anak-anak tentang interpretasi
literasi mereka, mengklarifikasi kebingungan mereka, mengembangkan penjelasan,
dan memberikan contoh penggunaan dan bentuk konvensional.

Petunjuk Khusus

 Sediakan bahan bacaan yang menarik sesuai dengan tingkat anak di rumah.
 Membaca untuk kesenangan, daripada menguji anak.
 Biarkan anak-anak melihat Anda menikmati membaca.
 Tunjukkan minat pada bacaan yang dibawa anak dari sekolah atau perpustakaan.
 Berikan tempat yang baik bagi anak untuk bermain, membaca, dan menggunakan
bahan seni.
 Rencanakan waktu yang tenang di rumah ketika televisi dimatikan.
 Sediakan materi literasi yang milik anak tersebut.
 Sembunyikan kecemasan Anda tentang masalah membaca anak.
 Baca setidaknya sebagian dari apa yang dibaca oleh anak dan kemudian diskusikan.
 Hindari mengkritik atau membuat perbandingan di antara saudara kandung.
 Biarkan anak tahu bahwa prestasinya dihargai, dan ungkapkan keyakinan pada
kemampuan anak.
 Pahami bahwa kemampuan membaca memengaruhi kinerja di setiap mata pelajaran,
bukan hanya dalam membaca.
 Sadari bahwa seorang anak yang berjuang dengan literasi dan mengatakan "Saya
tidak peduli!" mungkin sangat peduli.
Pemahaman Tentang Apa Itu Buku

Pada tahap ini, biasanya selama akhir masa bayi dan masa balita, anak-anak mulai
membedakan antara buku dan mainan. Mereka melihat buku sebentar dan berhenti ketika
sesuatu menarik minat mereka. Gambar yang cerah, jelas, dan sederhana tentang benda-
benda yang akrab sangat menarik bagi anak-anak pada tahap ini. Observasi berikut tentang
perilaku Johnna menggambarkan bagaimana seorang balita biasanya menikmati buku:

Ketika saya meminta Johnna, yang berusia 2 tahun, untuk menunjukkan cara ibunya
membaca, dia menggerakkan tangannya di sepanjang halaman buku "Rock-a-Bye Baby" dan
berpura-pura membaca kata-kata. Dia juga membuat suaranya naik dan turun, meskipun tidak
ada kata yang bisa dikenali. Dia menggunakan bahasa ekspresif.

Ketika saya meminta dia untuk menunjukkan cara Johnna membaca, dia melakukan hal yang
sama. Ketika saya memberinya sebuah buku, dia mengambilnya dan membukanya. Pada
awalnya, buku itu terbalik, tetapi ketika dia melihat gambar bayi, dia membalikkan buku
tersebut dengan benar. Dia sepertinya menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
halaman-halaman yang menggambarkan tindakan. Halaman yang hanya berisi benda mati
(seperti apel) dilewatkan.

Seperti banyak balita lain yang telah saya amati, Johnna tidak melalui buku secara sistematis
dari depan ke belakang. Dia hanya membuka halaman, melihatnya, dan kemudian membuka
halaman lain, yang bisa menjadi halaman apa saja sebelum atau setelah gambar terakhir.

Karena anak-anak baru mulai mencoba mengendalikan buku secara fisik, mereka
memerlukan banyak kesempatan untuk mengamati orang dewasa dalam menggunakan buku.
Mereka juga memerlukan buku yang tahan lama yang terbuat dari karton, kain, atau plastik
sehingga mereka dapat mengaksesnya sendiri.

Pemahaman Bagaimana Buku Bekerja

Pada usia sekitar 2 hingga 3 tahun, anak mulai belajar bagaimana cara sebuah buku
berfungsi. Memegang buku dengan benar, membalik halaman, dan memperlakukan buku
secara berbeda dari barang lain adalah beberapa pencapaian tahap ini (Snow & Ninio, 1986).
Penggunaan buku oleh anak-anak selama fase ini dapat dijelaskan sebagai "menunjuk-kata-
hubung." Mereka menunjuk pada objek yang tergambar dan kemudian (seringkali sebagai
respons terhadap pertanyaan orang tua) mengucapkan nama objek tersebut. Biasanya,
setelah memberi nama objek yang digambarkan, mereka menghubungkan gambar tersebut
dengan pengalaman mereka sendiri.

Dialog berikut antara Hua (33 bulan) dan ibunya mengilustrasikan perilaku ini:
Ibu: Siapa ini? (Sambil menunjuk seorang anak laki-laki.)

Hua: Hua.

Ibu: Siapa ini? (Sambil menunjuk seorang gadis dan seekor anjing.)

Hua: Renee! (adiknya). Coco! (anjing keluarga). (Melihat gambar seekor lebah.)

Buzz-Buzzzz! Membuat madu. Lebah mengigit saya, itu sakit.

Balita yang lebih besar juga menikmati cerita dengan alur sederhana, seperti "Ten, Nine,
Eight" (Bang, 1983), dan bahasa yang lyrical, seperti dalam cerita sebelum tidur "Where Does
the Brown Bear Go?" (Weiss, 1990).

Menjadi Pendengar dan Partisipan

Ketika anak-anak memasuki usia prasekolah, mereka mempelajari lebih banyak tentang
peran pendengar dan menyadari bahwa pusat perhatian dari sesi berbagi buku adalah buku
itu sendiri. Tahap ini sering melibatkan banyak percakapan tentang buku. Dialog antara orang
dewasa dan anak-anak sering kali terdiri dari komentar yang dirancang untuk membantu anak
memahami cerita, komentar anak yang menghubungkan cerita dengan pengalaman pribadi
mereka, dan pertanyaan dari anak-anak untuk mengklarifikasi konsep.

Anak-anak pada tahap ini sering ingin mendengar cerita yang sama berulang kali dan akan
mengulang beberapa kata atau frasa jika seorang orang dewasa mendorong mereka.
Meskipun orang dewasa mungkin merasa bosan dengan permintaan anak-anak kecil untuk
mendengarkan cerita yang sama berulang kali, ada banyak penelitian yang menunjukkan
bahwa mengulangi sebuah cerita hingga setiap kata dikenal adalah langkah penting dalam
belajar membaca (McGee & Schickedanz, 2007). Bahkan, banyak penelitian menemukan
bahwa membacakan buku berulang kali secara interaktif, di mana guru mengajukan
pertanyaan pada berbagai tingkat, adalah alat penting dalam membangun keterampilan
literasi awal (Anderson, Anderson, Lynch, Shapiro, & Eun Kim, 2011; Beauchat, Blamey, &
Walpole, 2009; Blewitt, Rump, Shealy, & Cook, 2009; Cabell, Justice, Vukelich, Buell, & Han,
2008; Hindman, Connor, Jewkes, & Morrison, 2008; Mol, Bus, & de Jong, 2009; Pentimonti &
Justice, 2010; van Kleeck, Vander Woude, & Hammett, 2006; Wiseman, 2012). Gambar 7.4
menekankan pentingnya membaca buku secara berulang dan interaktif dengan anak-anak
kecil.

Pada tahap ini, sebagian besar anak telah belajar bagaimana mengendalikan buku secara
fisik dan dapat melihat buku secara mandiri. Mereka mungkin akan mengulang ulang
halaman-halaman favorit mereka dengan suara keras, menggunakan gambar sebagai isyarat.
Mandy, seorang anak berusia 39 bulan, membaca buku "Hand, Hand, Fingers, Thumb"
(Perkins, 1969) dengan memberi komentar pada setiap gambar dan menyisipkan beberapa
kata yang dia ingat:

"Jari, jari, ibu jari. Satu jari memukul drum. Tangan, tangan, memukul drum. Dum-di-
di, Dum, dum, dum. Bersinlah. Berjabat tangan. Selamat tinggal."

Mengarang Cerita Dengan Ilustrasi

Anak-anak yang telah berbagi buku dengan orang dewasa yang peduli datang untuk dengan
jelas menghubungkan kesenangan dengan literatur, memiliki beberapa buku favorit, dan
mencari lebih banyak cerita bagus untuk ditambahkan ke repertoar buku yang sudah dikenal
mereka. Akibatnya, mereka berusaha "mendapatkan akses mandiri ke buku" (Doake, 1986).
Mereka bisa menceritakan sebuah cerita dengan cara yang terdengar lebih seperti bahasa
buku, dan retelling ini biasanya mengandung beberapa kata dan frasa nyata dari teks.

Berikut adalah Jessica, anak berusia 42 bulan, yang membaca bukunya yang favorit, "Horton
Hears a Who" oleh Dr. Seuss (1954). Perhatikan bagaimana kemampuan membaca awalnya
lebih mirip dengan bahasa buku daripada Mandy atau Hua:

"Di kolam renang ketika dia di hutan, dan itu adalah hutan dan Horton mendengar
Who. Bintik itu terlalu kecil untuk dilihat dengan matanya. "Saya punya masalah yang
sangat, sangat." Dia akan melompat ke kolam renang itu, tetapi gajah itu berkata,
"Tidak, saya harus menyelamatkan teman saya." Jadi, dia berlari cepat untuk
menyelamatkan temannya, dan dia tahu di mana temannya pergi. Temannya akan
masuk ke kolam renang, jadi dia masuk ke dalam air dan mengambil bintik itu."

Pada tahap ini, fokus tetap pada makna dan konteks daripada fitur-fitur cetak. Pengalaman
dua anak, Anna dan Scott, mengilustrasikan peran pengetahuan sebelumnya dalam belajar
membaca. Ketika Anna, yang berusia 5 tahun, mendengar musik yang ada di acara TV lotere
negara bagian setiap hari dengan antusiasme. Dia langsung berlari masuk ke ruang tamu,
duduk di depan televisi, dan mengucapkan, "2, oooh, 4, 7." Setelah acara selesai, dia bangkit
dan berkata, "Aku suka acara itu," dan kemudian melanjutkan bermain di luar. Bagi Anna,
lotere mirip dengan Sesame Street. Dia tidak memiliki konsep perjudian, tetapi dia melihat
bahwa orang dewasa antusias terhadapnya dan meresponsnya berdasarkan pengalaman
sebelumnya dengan menonton televisi. Anna mungkin menggunakan kata "lotere" dan
menantikan program tersebut, tetapi dia tidak memahami bagaimana permainan peluang
beroperasi. Scott yang berusia tujuh tahun, di sisi lain, memiliki konsep yang lebih canggih
tentang bagaimana lotere berfungsi karena dia seorang pemenang.
Gambar 7.5 menyajikan cerita yang diketik olehnya di komputer dan disertakan dengan
gambar milik temannya Blair. Kadang-kadang Anda benar-benar dapat melihat pengetahuan
anak-anak sebelumnya saat mereka mencoba untuk membaca. Nikki, usia 5 tahun, sedang
mencoba membaca “The Gingerbread Man” (Schmidt, 1985). Dalam teks aslinya, wanita tua
itu berkata, “Sekarang perhatikan ovennya, dan saat kamu bisa mencium baunya roti jahe,
panggil aku. Tapi jangan buka pintu ovennya.”* * Perhatikan bagaimana hal ini bisa terjadi
pembaca memanfaatkan pengalamannya membuat kue untuk menceritakan kembali
kisahnya:

”Suatu hari, hiduplah seorang lelaki tua, seorang anak lelaki, dan seorang perempuan
tua. Suatu hari, dia mengatakan itu dia akan membuatkan kue manusia jahe. Dan
kemudia dia membuatnya, dan dia berkata “Nah, ketika ini berbunyi, ketika pengatur
waktu ini berbunyi, jangan dibuka—panggil aku saja.” dan dia pun pergi. Jadi dia pergi.
Kemudian dia mencium dan menciumnya, lalu dia membukanya sedikit dan
melihatnya untuk melihat apakah baunya seperti itu. Jadi roti jahe itu habis, dan anak
kecil itu mencoba menangkapnya. Dia mencoba menutup pintu secepat yang dia bisa,
tapi roti jahe itu terlalu cepat.”
Dalam penceritaan ulang Nikki, oven tersebut dilengkapi dengan bel yang memberi tahu si
kecil jika makanan sudah siap, seperti halnya ovennya di rumah. Dia telah memasukkan
pengatur waktu oven ke dalam penceritaannya kembali karena itu adalah bagian dari
dirinyaskema(atau kerangka pengetahuan) untuk membuat kue. Jika dia belum pernah
melihat oven, penceritaan kembali Nikki pasti akan berbeda.
KEKHAWATIRAN GURU DAN STRATEGI DASAR
Belajar membaca lebih menantang
daripada yang dapat diingat oleh
kebanyakan orang dewasa. Lampiran
bab ini memberikan simulasi yang dapat
digunakan siswa dan orang tua/keluarga
untuk mendapatkan kembali wawasan
tentang apa yang diperlukan.
Kekhawatiran apa yang dimiliki guru
terhadap perkembangan literasi anak-
anak? Seperti yang dicatat Kate:
Tekanan dari orang tua dan keluarga di pinggiran kota yang makmur ini sangat
besarpada.Mereka mengharapkan anak mereka untuk belajar membaca segera setelah
masuk ke sekolah kami. prasekolah. Jika hal itu tidak terjadi, mereka menarik anaknya keluar
dari program. Kelangsungan hidup kita sebagai sebuah institusi bergantung pada dorongan
anak-anak untuk membaca. Kebanyakan orang dewasa adalah pebisnis sukses dan
mengambil pendekatan “Ini berhasil untuk saya.”
Menekan anak-anak untuk belajar membaca tidaklah efektif, dan juga tidak mengharapkan
semua anak mengalami kemajuan yang sama. Guru harus membantu orang tua memahami
apa yang mendukung dan tidak mendukung kemampuan membaca anak (lihat Gambar 7.7).
Guru mungkin juga perlu meninjau kembali pemahaman mereka tentang literasi darurat dan
cara menilainya. Jennifer, seorang siswa guru, berkata:

“Saya baru tahu bahwa saya akan ditugaskan untuk mengajar taman kanak-kanak,
dan saya tidak yakin apa yang bisa diharapkan dari anak usia 5 tahun.”

Salah satu cara untuk melakukan evaluasi cepat terhadap kemampuan anak-anak
yang sedang berkembang adalah dengan mengacu pada daftar periksa, seperti pada
Gambar 7.8.

Geoff, penyedia penitipan anak, mengatakan:

“Saya bertanggung jawab untuk bertemu dengan sekelompok orang tua untuk
menjawab pertanyaan mereka tentang membaca dini. Apa yang harus saya
persiapkan? “

Penting untuk mengantisipasi beberapa pertanyaan yang mungkin diajukan orang tua dan
keluarga dan memberikan jawaban dalam format yang mudah disebarkan. Gambar 7.9 adalah
contoh pertanyaan umum dan jawaban yang dapat dibagikan kepada orang tua dan keluarga.
KEGIATAN KELAS UNTUK MENDUKUNG MEMBACA EMERGENT
Kemampuan yang dibahas sepanjang bab ini harus memberikan pedoman umum untuk
kegiatan membaca yang Anda rancang.

Buku Cetak Lingkungan Membuat kumpulan huruf alfabet dan label serta apa pun yang
dapat dibaca anak-anak; kemudian mintalah anak-anak menempelkannya pada lembaran
kertas dan memasukkannya ke dalam pelindung halaman plastik. Kumpulkan halaman-
halaman yang telah dibuat oleh semua anak menjadi pengikat tiga cincin. Cobalah membuat
cerita sederhana yang dapat disisipkan gambar lingkungan seperti mainan, kartun, dan logo
restoran atau makanan, seperti “Pada suatu ketika, _____ pergi _____. Ketika dia mendapat
_____ dia memutuskan ingin makan _____. Setelah dia makan, dia melihat temannya _____.
Mereka bermain dengan _____. Mereka bersenangsenang!" (Enz, Sebelumnya, Gerard, &
Han, 2008)

Citra Terpandu Visualisasi dapat digunakan untuk membangun pengetahuan sebelumnya


(Moline, 1995; Mundell, 1987). Mulailah dengan beberapa kegiatan pemanasan, seperti
mengajak anak secara mental membuat gambaran sebagai persiapan untuk berbagi buku—
misalnya, meminta mereka membayangkan hutan sebelum berbagi buku Nancy Tafuri (1988)
Jungle Walk. Setelah setiap anak melihat hutan dalam “mata batinnya”, mulailah
membandingkan/mengontraskan deskripsi anak-anak. Selanjutnya, arahkan ke dalam buku.
Di halaman pertama, anak laki-laki itu baru saja selesai membaca buku dan mematikan lampu
untuk tidur. Anda bisa mengatakan sesuatu seperti, “Saya ingin tahu apa yang dia baca. Hmm.
Ia mengatakan Hutan Dunia pada bukunya. Pejamkan mata Anda dan bayangkan hal-hal apa
saja yang mungkin dia lihat di buku yang dia baca.” Sebelum anak-anak melihat keseluruhan
buku, mintalah mereka membuat hipotesis mengenai cerita tersebut. Kemudian, setelah
mereka membagikan buku tersebut, ajaklah anak-anak untuk menyusun cerita kelompok
untuk disertai gambar-gambarnya dan membacanya dengan lantang bersama. Nantinya,
anak-anak bisa membuat ceritanya sendiri. Setiap anak kemudian dapat memilih cerita favorit
yang akan dia baca sebelum tidur dan kemudian menggambar, menulis, dan/atau
mendiktekan cerita tentang bagaimana bacaan tersebut dapat menjadi bagian dari mimpi
fantastis.

Proyek Literasi Keluarga Penelitian menunjukkan bahwa orang tua dan keluarga
memberikan pengaruh yang kuat terhadap kebiasaan membaca. Salah satu masalah di
beberapa rumah tangga adalah kurangnya akses terhadap bahan bacaan, khususnya yang
menarik bagi anak-anak (Krashen, 2004). Solusinya termasuk bekerja sama dengan sekolah
dan perpustakaan umum untuk meminjamkan buku; mendapatkan bisnis untuk mensponsori
toko buku; memulai pertukaran buku bekas di sekolah; meminta sumbangan kepada gereja,
sinagoga, dan masjid; mengumpulkan poin bonus dari klub buku untuk membuat
perpustakaan pinjaman; dan meminta para senior untuk menjadi staf proyek. Permasalahan
lainnya adalah kurangnya keterampilan orang tua dan keluarga dalam membacakan anak.
Mereka melakukan “kesalahan pemula”, seperti mengubah pengalaman menjadi pelajaran,
mengoreksi kesalahan anak, atau memilih materi yang tidak tepat, termasuk buku yang terlalu
panjang atau sulit. Beberapa tanggapan yang tepat mungkin termasuk menyediakan
lokakarya pada hari Sabtu bagi orang tua untuk melatih mereka membaca dengan suara
keras; membuat perpustakaan video berisi pembaca tamu yang luar biasa dan mengedarkan
rekaman tersebut kepada orang tua; melembagakan program paket buku; menjadikan
membaca dengan suara keras sebagai bagian dari program kunjungan rumah sebagai contoh
membaca bagi orang tua; mendapatkan sukarelawan (misalnya, anggota Future Teachers of
America dari siswa sekolah menengah atau mahasiswa jurusan pendidikan) untuk
membacakan buku untuk anak-anak di rumah mereka; dan mensponsori “bacaan” di mal
dengan menggunakan “buku-buku besar” sehingga siapa pun dapat berhenti, duduk, dan
mendengarkan cerita yang hebat.

Permainan Terkait Literasi Partisipasi aktif anak merupakan kunci untuk mendukung
pertumbuhan literasi (McVicker, 2007). Membaca buku anak-anak secara berulang-ulang,
disertai dengan mainan dan alat bantu literasi membantu, memperkaya dan memperluas
pemahaman anak-anak tentang buku bergambar (Saracho & Spodek, 2006; Welsch, 2008).
Misalnya setelah menonton salah satu episode acara televisiMarta Berbicara disebut “Shelter
Blues” (tersedia di situs web PBS) dan membaca buku tentang anjing penampungan,
termasukSobat Tidak Dirantai(Bix, 2002),“Ayo Pelihara Anak Anjing!” kata Kate(Graham,
2003), danAnjing Liar( Simont, 2000), anak-anak diberikan boneka anjing, kalung, tali
pengikat, tempat tidur/keranjang, mangkuk plastik, mainan anjing, sikat anjing, dan kotak
kardus “rumah anjing” sehingga mereka dapat mendramatisasi berbagai adegan dari buku-
buku tersebut, menceritakan kembali cerita, atau menciptakan cerita mereka sendiri.
Kegiatan-kegiatan seperti ini yang difokuskan pada buku bergambar membangun jembatan
antara permainan dan bahasa dan memberikan beragam kesempatan bagi anak-anak untuk
mendemonstrasikan pembelajaran mereka. Ada temuan serupa untuk mempelajari konsep-
konsep ilmiah dan kosa kata melalui pembacaan berulang-ulang dan aktivitas terkait (McGee
& Schickendanz, 2007).
208 Bagian ketiga •Literasi dengan Cetak
Kesimpulan
Daripada menunggu anak-anak siap menerima pengajaran membaca formal, keluarga dan
pendidik anak usia dini perlu membekali anak-anak dengan pengalaman luas dalam
membaca. Mengajari anak keterampilan saja tidak cukup. Banyak anak belajar memecahkan
kode kata-kata tetapi dalam prosesnya mereka merasa tidak suka membaca seumur hidup.
Program membaca hanya efektif bila membantu anak- anak menjadi pembaca yang fasih dan
meyakinkan mereka bahwa belajar membaca sepadan dengan usaha yang dilakukan.

Laporan Penelitian

Anak-anak penderita disleksia biasanya mengalami kesulitan menghubungkan huruf dengan


suara, memadukan suara, atau menilai apakah dua kata berima; setelah mereka mulai
membaca, penguraian kodenya sering kali lambat dan tidak akurat, serta ejaannya buruk.
Anak-anak penderita disleksia juga cenderung kesulitan mengingat materi yang tampaknya
sudah mereka kuasai sebelumnya. Cari tahu lebih lanjut tentang kondisi ini dari International
Dyslexia Association (www.interdys.org/ FAQ.htm#). Bagaimana Anda menanggapi
kekhawatiran keluarga mengenai disleksia?

Strategi Literasi Berbasis Penelitian

 Dinding Kata dan Sortir Elektronik


 Dinding kata merupakan tampilan kumpulan besar kata-kata yang sering muncul atau
berhubungan dengan unit tematik dan bidang isi kajian (Mackey & White, 2004, p. 31).
Tujuan utamanya adalah untuk membangun repertoar kata-kata—sesuatu yang
penting untuk decoding yang lancar (Lonigan, 2005). Untuk melihat banyak contoh,
kunjungi www . edhelper.com dan ketik “dinding kata.”
 Banyak ruang kelas memiliki dinding kata dengan tujuan berbeda—misalnya, Kata-
kata yang Kita Ketahui (ya, tidak, hentikan, aku, Bu, sayang, kucing, anjing); Kata-kata
Kebun Binatang (makanan, dokter hewan, jerapah, singa, harimau itu-ackKata
keluarga (kembali, memecahkan, mengemas, memakukan, melacak, memecat,
menumpuk, dll.); itu-ing Suf'x (membaca, berjalan, menulis, dll.); dan Kata-kata yang
Kita Ketahui dalam Bahasa Spanyol (halo, adios, taco, gato, uno, rojo).
 Efektivitas dinding kata bergantung pada cara penggunaannya. Para ahli
merekomendasikan untuk membuat tampilan ini bersama anak-anak dari waktu ke
waktu, sering merujuknya sebagai sumber pembelajaran, dan berlatih membaca kata-
kata secara interaktif dengan anak-anak (Lynch, 2005).
 Kegiatan dinding kata lainnya antara lain menggabungkan kata-kata di dinding dengan
gambar untuk menampung anak-anak yang belum membaca, mengurutkan kata
dengan berbagai kriteria, mengurutkan kata berdasarkan abjad, menggunakan kata
dalam penulisan jurnal, menyusun kata menjadi kalimat, dan lain sebagainya. Bekerja
dengan kata-kata dengan cara ini memberi anak-anakreseptif latihan kosakata (input
aural dan memori visual yang digunakan dalam membaca) yang dihubungkan dengan
ekspresif bahasa—berbicara dan menulis. Anak-anak juga dapat menggunakan
penerbitan desktop digital untuk membuat jenis kata elektronik mereka sendiri (“e-
sorts”) dan membaginya dengan orang lain (Zucker & Invernizzi, 2008). Untuk tips
mengajar dengan dinding kata, kunjungi Teachnet.com di www.teachnet.
com/lesson/langarts/wordwall062599.html. Video streaming dari Biro Pendidikan dan
Penelitian tentang seorang guru berpengalaman yang menggunakan berbagai jenis
dinding kata bersama siswa mudanya tersedia dengan mengklik “Lihat pratinjau” di
www.ber.org/ video/wwe.cfm.

Program Dukungan Membaca “Berbicara”.


Sejak penemuan tape recorder, buku rekaman telah digunakan dalam program membaca
awal dan tutorial membaca. Itu buku/kaset, dimana anak diberi isyarat untuk membalik
halaman ketika bel berbunyi, merupakan pendahulu dari program pendukung membaca
“berbicara” saat ini. Dan sementara kumpulan buku/tape terus digunakan, narasi teks melalui
komputer menjadi lebih umum.

Seperti yang dijelaskan Bergman (2005), buku “berbicara” adalah alat membaca sambil
mendengarkan untuk mengajarkan kesadaran grafofonemik, pengenalan kata, kefasihan, dan
pengucapan. Keuntungan dari buku berbicara, seperti Buku Hidup diproduksi oleh
Broderbund dalam bentuk CD-ROM, melalui buku/kaset berisi teks dan gambar dengan
ucapan digital yang dipilih sendiri oleh siswa, versi bahasa kedua, pilihan untuk memainkan
permainan instruksional, dan berbagai efek khusus.

Salah satu isu penting dalam menggunakan materi ini secara efektif adalah kecepatan
membaca teks. Kebanyakan teks rekaman dibaca dengan kecepatan yang jauh lebih cepat
dibandingkan dengan kecepatan anak yang baru belajar membaca. Bergman (2005)
menemukan bahwa rata-rata kecepatan membaca sekelompok peserta kelas satu adalah 53
kata per menit, namun kecepatan narasi dalam dua contoh cerita adalah 90 hingga 120 kata
per menit. Jika narasinya bergerak terlalu cepat, anak akan menjadi frustrasi, dan sebagian
besar manfaat dari latihan ini akan hilang. Bergman menemukan bahwa membiarkan
pembaca mengontrol kecepatan membaca teks akan memberikan manfaat terbesar bagi
anak-anak yang kesulitan membaca. Mereka tidak hanya menunjukkan peningkatan yang
signifikan dalam pemahaman dan akurasi membaca (walaupun tidak dalam kecepatan),
namun mereka juga mempunyai sikap yang lebih positif terhadap penggunaan buku
berbicara.

Banyak dari program pendukung membaca “berbicara” ini merupakan keuntungan bagi
pembelajar bahasa Inggris (ELL) karena teksnya sering kali direkam dalam versi bahasa
kedua. Pengajaran dengan bantuan komputer juga bermanfaat dalam meningkatkan
kesadaran fonologis pada pembelajar bahasa muda.
Hal ini membantu mereka belajar membedakan dan mengurutkan bunyi dalam kata, sehingga
meningkatkan kemampuan membaca kata mereka (Holum & Gahala, 2001, hal. 5).

Project Listen adalah “tutor” membaca terkomputerisasi tingkat lanjut yang “mendengarkan”
saat anak membaca dan “berbicara” ketika dia membuat kesalahan, mengalami kebuntuan,
atau meminta bantuan. Untuk melihat video yang menjelaskan cara kerjanya, Dengarkan.
Contoh program pendukung membaca “berbicara” komersial yang mungkin Anda temui di
sekolah adalah Wiggleworks, KidTalk, KidWorks Deluxe, ULTimate Reader, dan Acceleread.
Untuk mengetahui tentang buku-buku pembicaraan terkini, bacalah Direktori Multimedia
Mingguan Penerbitdan itu Perangkat Lunak Buku Ceritadaftar.

Membaca Dialog

Membacakan dengan suara keras kepada anak-anak akan lebih efektif bila bersifat interaktif
(DeBruin- Parecki, 2009; McGee & Schickedanz, 2007; Mol, Bus, DeJong, & Smeets, 2008;
Santoro, Chard, Howard, & Baker, 2008). Dalam membaca dialogis atau interaktif, guru membaca,
membaca ulang, dan mendiskusikan buku dengan kelompok kecil anak-anak (Fisher, Flood, Lapp,
& Frey, 2004). Sebelum dan selama membacakan, mereka (1) mengajukan pertanyaan kepada
anak-anak tentang buku tersebut, (2) memberikan petunjuk terbuka tentang apa yang terjadi dalam
gambar, (3) menghubungkan gambar dan kata-kata dengan pengalaman pribadi anak, dan (4)
mendiskusikan kosakata kunci, memberikan definisi ramah anak (Departemen Pendidikan AS,
2006). Penelitian selama lebih dari satu dekade mendukung kesimpulan bahwa gaya berbagi
bacaan dengan suara keras dengan anak- anak memiliki dampak positif pada keterampilan literasi
darurat, khususnya bahasa lisan (Morgan & Meier, 2008). Guru memasukkan pertanyaan strategis
dalam pembacaan dialogis yang mengundang tanggapan anak-anak; mereka juga memilih buku
dengan kandungan emosional yang kuat untuk melibatkan pelajar. Untuk berbagai saran mengenai
cara menggunakan pembacaan dialogis, menggabungkan pembelajaran sosial-emosional, dan
melibatkan keluarga, lihat Doyle dan Bramwell (2006) dan Departemen Pendidikan AS (2006).
Tautan dengan Sastra

Apa Itu Bacaan Bersama?


Saat Anda membimbing anak-anak menuju literasi, Anda perlu memberi contoh proses
membaca untuk mereka. Praktik yang diterima secara luas yang dikembangkan dan didukung
oleh Holdaway (1979) disebut pengalaman buku bersama; saat ini, membaca lebih sering
disebut sebagai membaca bersama (Ediger, 2011; Fisher, Frey, & Lapp, 2008; Piasta, Justice,
McGinty, & Kaderavek, 2012; Zucker, Justice, & Piasta, 2009). Ini terdiri dari penggunaan
“buku besar” berukuran poster—atau gambar yang diproyeksikan pada layar besar—yang
memiliki beberapa elemen yang dapat diprediksi, seperti gambar, pengulangan, ritme, sajak
atau pola (seperti hari dalam seminggu, nomor 1–10, lagu yang familiar) untuk mendukung
upaya pembaca pemula dalam memahami teks. Versi buku bergambar untuk anak- anak yang
berukuran besar ini cukup besar sehingga anak-anak dapat melihat teks dan ilustrasinya
dalam suasana kelompok.

Mengapa Menggunakan Buku Besar?


Buku-buku besar mendukung pembacaan darurat
 Membangun keterampilan bahasa lisan dan literasi visual anak.
 Memberikan teladan kepada anak-anak mengenai apa yang dapat dilakukan oleh
pembaca yang antusias dan kompeten agar anak memperoleh wawasan tentang
proses membaca dan termotivasi untuk membaca.
 Bekerja dengan keseluruhan cerita, bukan berpindah dari huruf, kata, dan kalimat.
Kepercayaan diri anak-anak dibangun ketika mereka mulai meniru apa yang dilakukan
pembaca.
 Memungkinkan setiap anak untuk berpartisipasi pada tingkatnya masing-masing
(misalnya, ada yang hanya mengandalkan gambar, ada yang mengandalkan ingatan, ada
pula yang mengandalkan media cetak), sehingga membedakan pengajaran.
 Mengintegrasikan seluruh seni Bahasa mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis— saat anak-anak melakukan upaya awal untuk membaca. Daripada memulai
dengan apa yang tidak diketahui anak-anak, pendekatan ini dibangun berdasarkan
keakraban dan kesenangan.
 Menekankan aspek sosial dan kolaboratif dalam pembelajaran bahasa ketika anak-anak
membaca bersama-sama dalam kelompok dan kemudian bekerja dalam kelompok yang
lebih kecil atau dengan pasangan setelahnya.
 Mengajar kosa kata dalam konteks sebuah cerita.
 Meningkatkan daya ingat anak terhadap cerita dan membangun pemahaman struktur
teks.
 Menarik perhatian anak-anak pada tulisan dan melatih keterampilan dalam konteks.
 Membantu orang tua dan keluarga untuk melihat anak mereka berfungsi secara
kompeten dalam mulai membaca. (Pollard- Durodola dkk., 2011; Schickedanz & McGee,
2010; Wood, Rawlings, & Ozturk, 2003)

Cara Berbagi Buku Besar

Pertimbangkan saran berikut tentang cara menggunakan buku besar:

1. Bacalah buku dengan suara keras terlebih dahulu.


2. Membaca buku sambil menunjuk setiap kata.
3. Mintalah anak-anak ikut serta saat Anda membaca buku.
4. Mintalah anak-anak mendramatisir cerita atau bagian-bagian cerita.
5. Pada bacaan berikutnya, bacalah semuanya kecuali kata terakhir pada setiap halaman,
dan mintalah anak-anak memberikan kata tersebut. Ini membantu mengajarkan konsep
tentang apa itu “kata”.
6. Pada pembacaan berikutnya, tinggalkan kata-kata tertentu secara sewenang-wenang, dan
mintalah siswa menceritakan kata-kata tersebut kepada Anda.
7. Tulislah cerita tersebut di atas kertas, papan kapur, atau selebaran sehingga anak-anak
dapat membacanya dari “sumber yang berbeda.”
8. Tunjukkan konsep huruf, kata, dan frasa saat Anda membaca ulang teks tersebut bersama
anak-anak. (Misalnya: Apa huruf ketiga di halaman ini? Apa kata keempat di halaman ini?)
9. Rekam cerita untuk digunakan di pusat pendengaran.
10. Berikan kepada kelompok kecil anak-anak salinan satu halaman teks dari buku tersebut
dan mintalah mereka membuat ilustrasinya sendiri.
11. Bimbing anak-anak dalam membuat cerita kelompok orisinal yang mengikuti pola dasar
yang sama seperti buku besar. (Fisher & Medvic, 2000)

Beberapa Sumber Buku Besar yang Diterbitkan


Buku besar yang sudah jadi biasanya memiliki sampul cardstock dan berukuran kira-kira 17
× 22 inci. Biasanya harganya antara $20 dan $30. Buku- buku besar kosong yang sudah dijilid
dan siap digunakan juga tersedia. Perusahaan seperti Scholastic Books, The Wright Group,
dan Harcourt Brace Jovanovich menerbitkan berbagai macam buku besar. Dimungkinkan
juga untuk mengubah buku yang sangat disukai anak-anak menjadi buku berukuran besar
pada printer yang dapat dicetak pada kertas lebih besar. Guru terkadang membuat buku besar
mereka sendiri di papan poster, namun ini bisa menjadi alternatif yang mahal dan memakan
waktu. Menggunakan teknologi—seperti kamera dokumen atau proyektor LCD—untuk
memperbesar gambar dari buku bergambar yang lebih kecil mungkin merupakan alternatif
yang paling terjangkau dan serbaguna jika tersedia buku berukuran lebih kecil.
Strategi Berbagi Buku dengan Pembelajar Dua Bahasa

Bahasa lisan dan bahasa tulisan pada dasarnya berbeda. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
baik melalui dua temuan yang berulang: Pertama, meskipun sebagian besar anak-anak tanpa
disabilitas belajar berbicara atau mendengarkan, tidak semua anak menjadi pembaca dan
penulis yang fasih (Schultz, 2003), dan kedua, kurangnya bahasa lisan dan masalah
membaca sering kali menyertainya. -terjadi (Bishop & Snowling, 2004). Untuk ELL, terdapat
dokumentasi ekstensif bahwa keterampilan bahasa lisan dalam mendengarkan dan
berbicara—dalam L1 dan L2— terkait dengan literasi melalui media cetak (lihat Geva &
Yaghoub-Zadeh, 2006; Lindsey, Manis, & Bailey, 2003; Nakamoto, Lindsey, & Manis, 2008;
dan Proctor, August, Carlo, & Snow, 2006, untuk diskusi). Salah satu cara penting untuk
mendukung penguasaan bahasa Inggris pembelajar dua bahasa adalah membaca buku
cerita. Gillanders dan Castro (2011) menyarankan prosedur berikut.

Cara Berbagi Buku Cerita dengan Pembelajar Dua Bahasa


1. Pilih buku yang ditulis dalam L1 dan L2 yang memiliki beberapa kualitas yang dapat
diprediksi, seperti frasa yang berulang, struktur kumulatif, atau susunan berdasarkan
urutan yang sudah dikenal (misalnya, penghitungan, hari dalam seminggu).
2. Kumpulkan alat peraga, kartu bergambar, dan boneka sederhana (untuk diceritakan
kembali), dan buatlah masing-masing pusat di kelas berhubungan dengan tema
(misalnya, rekaman cerita di pusat mendengarkan, buku informasi terkait tema dalam
bacaan tengah).
3. Bacalah buku ini dan kenali kosa kata inti.
4. Pilih frasa yang berulang atau refrein.
5. Rencanakan cara untuk mengajarkan kosakata inti dan frasa berulang sebelum
membagikan buku.
6. Mulailah dengan “berjalan-jalan”; dilanjutkan dengan membaca di L1, selanjutnya
membaca di L2, dan kemudian anak menceritakan kembali dengan menggunakan alat
peraga; selesaikan dengan dramatisasi.

Kenalkan Kata-Kata Baru pada Anak?

Studi memperkirakan bahwa dari 100 kata asing yang ditemui saat membaca, antara 5 dan 15 di
antaranya akan dipelajari (Beck, McKeown, & Kucan, 2002). Untuk mencapai tujuan 10.000 kata
dalam enam tahun, anak harus mempelajari rata-rata 2.000 kata per tahun, 38 kata per minggu,
dan 5 hingga 6 kata per hari (Byrnes & Wasik, 2009, hal. 107). Untuk kata-kata yang tidak cepat
dipahami melalui gambar atau demonstrasi, anak-anak memerlukan beberapa kali pengulangan
dalam konteks yang berbeda agar pemahaman mereka terhadap sebuah kata dapat dibangun
secara bertahap (Baumann, Kaméenui, & Ash, 2003; Stahl, 2003). Anak-anak dapat memperoleh
kosa kata baru dengan mendengarkan guru mereka membacakan. Membaca dengan suara keras
sangat efektif untuk memperluas kosa kata Ketika guru menggunakan strategi membaca interaktif
(Bradham & Brown, 2002).

Mulailah dengan Huruf dan Suara

Pastikan anak mengetahui bunyi huruf yang diperlukan untuk memahami kata tersebut. Jelaskan
kepada anak bahwa Anda akan mengajarkan bunyi beberapa huruf. Hanya ajarkan bunyi paling
umum dari setiap huruf. (Suara dariBsangat pendek; ini bukan “buh.”) Tulis surat itu dengan jelas
di selembar kertas. Ajarkan bunyi huruf dengan menggunakan model berikut: “Tonton. Saat aku
menyentuh bagian bawah surat itu, aku akan mengucapkan suaranya.” Peragakan cara
mengucapkan bunyi tersebut. Sentuh di bawah surat itu dan buatlah suara. Katakan, “Lakukan
dengan saya.” Mintalah anak berlatih bersama Anda beberapa kali, saat Anda menyentuh bagian
bawah surat itu. Mintalah anak mengucapkan bunyi tersebut sendirian ketika Anda menyentuh
bagian bawah huruf. Tinjau atau ulangi langkah apa pun jika perlu. Biarkan anak bergantian
mengucapkan sebuah kata secara perlahan dan menebak kata tersebut.

Latih Suara Baru

Tuliskan bunyi huruf baru dan beberapa huruf yang diketahui dengan jelas pada selembar kertas.
Beritahu siswa untuk mengucapkan bunyi sebuah huruf ketika Anda menyentuh bagian bawahnya.
Mintalah siswa mengucapkan bunyi baru terlebih dahulu, lalu bolak-balik antara bunyi yang telah
dipelajari sebelumnya dan bunyi baru. Terus kembali ke suara baru berkali-kali. Jika siswa lupa
bunyinya atau menjawab salah, kembalilah dan ajarkan bunyi tersebut.

Ajarkan Kata Baru

Setelah anak menguasai sejumlah kecil huruf, mulailah mengajarkan kata-kata. Pilih kata-kata ini
dengan hati-hati; mereka harus fonetik. Sekalipun sebuah kata tampak mudah karena bersifat
umum, sepertidi sana, atau pendek, sepertidulu,jangan gunakan kecuali itu menghasilkan suara
yang umum. Yang terbaik adalah menghafal kata-kata ini sebagai kata-kata penglihatan karena
kata-kata tersebut tidak bersifat fonetik (yaitu, dieja dengan cara yang sama seperti bunyinya).
Setelah memilih kata, contohkan cara mengucapkannya. Sentuh di bawah setiap huruf, dan
ucapkan kata tersebut dengan halus dan tersambung, tanpa jeda di antara bunyinya.

Selidiki Program Pengajaran Kata

Salah satu program yang mengajarkan kata-kata secara langsung disebut Word Building. Kegiatan
ini menyediakan rantai kata-kata yang berbeda dengan satu huruf tertulis, atau grafem,di awal,
tengah, atau akhir kata. Setelah membuat kata awal dari kartu huruf, anak diberikan instruksi untuk
mengganti kartu huruf tertentu (misalnya, “Ambil dan letakkan di tempatnya”) dan kemudian
membaca kata yang baru dibentuk. Kartu grafem baru di setiap percobaan disorot untuk
memusatkan perhatian anak pada posisi berbeda dalam bentuk kata dengan menjaga konstan
huruf-huruf lain dari kata sebelumnya. Setelah setiap transformasi, anak menerjemahkan kata
baru, yang terlihat dan terdengar mirip dengan kata yang diterjemahkan sebelumnya. Pendekatan
Word Building dibangun berdasarkan pengetahuan anak sebelumnya dan mengatur tugas
membaca kata dari yang sederhana hingga yang rumit—misalnya, dari kata
konsonan/vokal/konsonan (CVC) sederhana (pin), untuk kata-kata yang tidak bersuarae( pinus),
kata-kata dengan digraf vokal (misalnya,ee, ai, oa, aduh, oy), dan kata-kata denganR-vokal yang
dikontrol (misalnya,bintang). Empat unit terakhir melibatkan perubahan bunyi vokal dalam
lingkungan fonetik yang berbeda (misalnya, perubahan pengucapan vokal ketika sebuah vokal
diikuti oleh sebuah R).

Dalam hal membangun kosakata, penelitian telah mengidentifikasi beberapa strategi yang
membantu membangun kosakata anak-anak, termasuk (1) memilih kata-kata penting untuk
diajarkan, (2) memberikan definisi yang “ramah siswa”, (3) mengajarkan kata tersebut dalam
konteks yang berbeda dan (4) memberikan perjumpaan berulang dengan kata tersebut (Beck,
McKeown, & Kucan, 2008; Wasik, 2010). Pikirkan tentang bagaimana Anda dapat menerapkan
strategi ini ke dalam interaksi Anda sehari-hari dengan siswa.

Anda mungkin juga menyukai