Anda di halaman 1dari 28

UPDATE ALUR

DIAGNOSIS TB, TB
RESISTEN OBAT DAN
MONORESISTAN INH
DR. ALIFA MAULIA
2022
OUTLINE
JENIS SPESIMEN TB
JENIS PEMERIKSAAN TB
ALUR DIAGNOSIS DAN
PENGOBATAN TB
TATALAKSANA TB
MONORESISTAN INH

Mindfulness 101 | Meditation


JENIS SPESIMEN TB

PURULENT MUCOID

KUALITAS DAHAK YANG BAIK


MUKOPURULENT
VOLUME 3-5ML
Jenis Pemeriksaan Mikrobiologi
dalam Program TB

TCM MIKROSKOPIS LINE PROBE BIAKAN UJI KEPEKAAN


ASSAY
Deteksi: MTB dan Deteksi: bakteri Lini 2: gol Menumbuhkan kuman Deteksi: resistansi
resistansi Rif tahan asam Fluorokuinolon dan dalam media cair (2-6 terhadap OAT
2 jam pemeriksaan, Tidak bisa obat injeksi lini dua minggu) maupun padat Dalam bentuk paket
TAT 1 hari membedakan BTA (individual drug) (2- 8 minggu) SDP (INH high,
lingkungan/MOTT Lini 1: INH dan RIF Moxi high, Amk,
TAT 1 hari 2 hari pemeriksaan, PZA, Lzd, Cfz, Bdq,
TAT 7 hari Lfx)
Dikerjakan dalam
media padat(3-4
minggu) maupun
cair (1-3 minggu)
TES CEPAT MOLEKULER (TCM)

KIT BOX

REAGEN CARTRIDGE CD
Surat Edaran Dirjen P2P No. 936 tahun 2021 tentang
Perubahan Alur dan Pengobatan Tuberkulosis di
Indonesia
Perubahan besar dalam penegakan diagnosis
dan pengobatan TBC telah direkomendasikan
oleh WHO tahun 2020 dalam buku WHO
operational handbook on tuberculosis – Module
3: rapid diagnostics for tuberculosis.
Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi terkini di bidang kesehatan.
Perubahan paradigma dalam penegakan
diagnosis TBC dan TBC RO yang harus
dilakukan:
a. Lebih dini
b. Lebih akurat
c. Untuk semua jenis dan tipe penyakit TBC
d. Deteksi cepat untuk mengetahui resistansi obat
TBC.
3 komponen utama SE Dirjen
P2P No. 936/2021

DIAGNOSIS PENGOBATAN PEMANTAUAN


PENGOBATAN
DIAGNOSIS
1.Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakan
diagnosis Tuberkulosis
2. Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC, baik TBC paru maupun TBC ekstra paru,
baik priwayat pengobatan TBC baru maupun yang memiliki riwayat pengobatan TBC sebelumnya,
dan
pada semua golongan umur termasuk pada ODHA.
3. Pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non dahak (untuk
terduga TBC ekstra paru, yaitu dari cairan serebro spinal, kelenjar limfe dan jaringan).
4. Seluruh terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
saat ini sudah mempunyai alat TCM.
5. Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 (dua) dahak, volume 3-5 ml dan mukopurulen. Hasil
pemeriksaan TCM terdiri dari MTB pos Rif resistan, MTB pos Rif sensitif, MTB pos Rif indeterminate,
MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result).
6. Penegakan diagnosis TBC klinis harus didahului pemeriksaan bakteriologis. Fasyankes bersama
dinkes mengevaluasi proporsi pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dibandingkan klinis (60:40)
Alur Penegakan Diagnosis
DIAGNOSIS
6. Fasilitas pelayanan kesehatan yang belum/tidak mempunyai TCM, harus merujuk terduga TBC
atau dahak dari terduga TBC tersebut ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM. Merujuk dahak lebih
direkomendasikan dibanding merujuk terduga TBC terkait alasan pengendalian infeksi.
7. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengatur jejaring rujukan dan menetapkan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM menjadi pusat rujukan pemeriksaan TCM bagi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan di sekitarnya.
8. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan sumber daya di fasilitas pelayanan
kesehatan yang akan mengoperasikan TCM.
9. Jika fasilitas pelayanan kesehatan mengalami kendala mengakses layanan TCM berupa
kesulitantransportasi, jarak dan kendala geografis maka penegakan diagnosis dapat dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskopis.
10. Pasien TBC yang terdiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan menggunakan TCM. Dinas kesehatan berperan mengatur jejaring rujukan spesimen ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM terdekat.
Jumlah dahak yang dikirimkan adalah sebanyak 2 dahak.
Pemeriksaan TCM ini bertujuan untuk mengetahui status resistansi terhadap Rifampisin
PENGOBATAN
1. Obat Anti TBC (OAT) Kategori 1 fase awal dan lanjutan dengan dosis harian.
OAT Kat 1 dosis harian akan mulai dipergunakan secara bertahap.
Pada tahun 2021, prioritas pemberian OAT ini adalah untuk:
1) Pasien TBC HIV
2) Kasus TBC yang diobati di Rumah Sakit
3) Kasus TBC dengan hasil MTB pos Rifampisin sensitif dan Rifampisin indeterminate dengan riwayat pengobatan
sebelumnya.
2. Pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk pengobatan Pasien TBC. Mulai tahun 2021 Program TBC
tidak menyediakan OAT Kategori 2. Apabila stok OAT Kategori 2 masih tersedia di instalasi farmasi provinsi,
kabupaten/kota dan di fasilitas pelayanan Kesehatan, maka harus
dimanfaatkan sampai habis.
3. Pasien TBC MTB pos Rifampisin Sensitif yang berasal dari kriteria dengan riwayat pengobatan
sebelumnya (kambuh, gagal dan loss to follow up) diobati dengan OAT Kategori 1 dosis harian.
4. Sejak tahun 2019, Program TBC sudah menyediakan OAT dalam sediaan tablet dispersible untuk
pengobatan TBC RO anak dan TPT anak kontak dengan pasien TBC RO. Sediaan ini mudah dikonsumsi oleh anak,
namun pemanfaatannya masih terbatas. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota agar melakukan sosialisasi supaya
OAT RO anak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
PEMANTAUAN KEMAJUAN PENGOBATAN

1. Pemantauan pengobatan pasien TBC SO menggunakan pemeriksaan


mikroskopis.
2. Pemantauan pengobatan pasien TBC RO* menggunakan
pemeriksaan mikroskopis dan biakan.

*Pada SE Dirjen P2P No. 936/2021 tertulis TBC SO (salah ketik)


UPDATE

Tatalaksana TB
Monoresistan
INH
(Isoniasid)
Mindfulness 101 | Meditation
Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Pengobatan Pasien
TBC Monoresistan INH
KRITERIA TERDUGA TBC MONORESISTAN INH

Pasien TBC yang memiliki Riwayat


PENEGAKAN pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal
pengobatan, LTFU, tidak konversi)
DIAGNOSIS TBC dengan hasil pemeriksaan TCM yaitu MTB
MONORESISTAN Pos Rifampisin Sensitif merupakan
INH terduga TBC Monoresistan INH yang
selanjutnya akan diperiksaan pemeriksaan
uji kepekaan terhadap INH
ALUR DAN
PENEGAKAN
DIAGNOSIS TB
MONORESISTAN
INH

(SE) DIREKTUR
JENDERAL
P2P NOMOR HK.
02.02/III.I/936/20
21
JENIS PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS
UNTUK UJI KEPEKAAN INH

TCM
LPA Lini Satu menggunakan Uji Kepekaan (DST)
katrid MTB/XDR /metode PCR lainnya
(tidak digunakan
oleh Program TBC)

Mindfulness 101 | Meditation


Pemeriksaan LPA Lini Satu
• Untuk melihat uji kepekaan INH terduga TBC yang memiliki
PENGATURAN riwayat pengobatan dengan hasil TCM rifampicin Sensitif.

RUJUKAN Pemeriksaan LPA Lini Dua


Digunakan bagi terduga TBC dengan riwayat pengobatan
PEMERIKSAAN UJI untuk melihat:
(1) Uji kepekaan OAT lini dua khususnya untuk mengetahui
KEPEKAAN INH resistansi terhadap obat levofloksasin sebagai pemeriksaan
lanjutan bagi pasien TBC yang terkonfirmasi Monoresistan INH.
(2) Uji kepekaan OAT lini dua untuk pasien TBC yang
terkonfirmasi TBC rifampicin Resistan sebagai pemeriksaan
baseline untuk mengetahui resistansi terhadap OAT lini dua
golongan fluoroquinolone (FQ) dan SLID (Second Line Injection
Drugs).
PENGATURAN RUJUKAN PEMERIKSAAN UJI KEPEKAAN INH
Terduga TBC dilakukan pemeriksaan TCM. Pada terduga TBC yang memiliki riwayat
pengobatan dengan hasil TCM Rif Sen dilakukan pemeriksaan uji kepekaan INH (LPA Lini 1)
Permohonan pada SITB dilakukan sekaligus (LPA lini 1 dan 2) dari fasyankes pengirim
ke laboratorium pemeriksa LPA.
Laboratorium LPA hanya akan melakukan pemeriksaan LPA lini 2 jika terbukti terdapat
resistansi INH dari pemeriksaan LPA lini 1.
Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan LPA untuk uji kepekaan INH harus dilengkapi
dengan form TBC.05 SITB dan salinan hasil pemeriksaan TCM yang menunjukkan hasil Rif
Sen bagi terduga Monoresistan H.
Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk pemeriksaan LPA lini 1 adalah 2 (dua) dahak yaitu
Sewaktu-Sewaktu, Sewaktu – Pagi maupun Pagi – Sewaktu, dengan jarak 1 jam dari
pengambilan dahak pertama ke pengambilan dahak kedua.
Jika dalam waktu > 7 hari kalender data terduga / pasien belum terdaftar di Sistem
Informasi Tuberkulosis (SITB) maka laboratorium tidak akan melakukan pemeriksaan
LPA dan membuang spesimen tersebut.
Pembagian Wilayah
Rujukan Pemeriksaan
LPA Lini Satu dan Dua
wilayah Kepulauan Riau mengirimkan
sampel ke
Laboratorium TB UKK LMK FKUI
PRINSIP PENGOBATAN TBC MONORESISTAN INH

1. Pasien TBC Monoresistan INH dapat ditata laksana di fasilitas


pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun Puskesmas di
instalasi rawat jalan TBC oleh dokter umum terlatih maupun
dokter spesialis terkait (paru, penyakit dalam).
2. Semua OAT untuk pengobatan TBC Monoresistan INH harus
ditelan setiap hari dengan pengawasan PMO
3. Rumah sakit / Puskesmas dapat membekali obat pasien TBC
Monoresistan INH selama 2 minggu untuk 1 bulan pertama,
selanjutnya obat dapat diberikan setiap bulan.
Pasien dengan hasil TCM Rif Sen dengan riwayat
pengobatan sebelumnya → berikan paduan R-H-Z-E sambil
menunggu hasil uji kepekaan INH dan Lfx, hasil dalam waktu 1
PEMERIKSAAN AWAL PENGOBATAN TBC minggu.
MONORESISTAN INH
Jika INH Sensitif→ lanjutkan pengobatan

Jika resistan INH namun sensitif Lfx status pengobatan di
SITB ditutup dan dicatat sebagai “Gagal karena perubahan
diagnosis” pasien didaftarkan kembali sebagai pasien TBC
Monoresistan INH dan pengobatan R-H-Z-E-Lx dimulai dari
awal
Obat Lfx tidak dapat diberikan sampai hasil LPA tersedia dan
diketahui sensitif
Apabila hasil LPA lini satu hasilnya Rif Res, walaupun TCM
hasilnya Rif sen, maka pasien ditatalaksana sebagai TBC
RR/MDR.
Bila diagnosis pasien berdasarkan dugaan kuat TBC
monoresistan INH (kontak erat) pengobatan TBC
monoresistan INH dengan paduan R-H-Z-E-Lfx dapat dimulai
walaupun hasil uji kepekaan belum tersedia dan dapat
disesuaikan apabila hasil uji kepekaan sudah tersedia
PRINSIP PENGOBATAN TBC MONORESISTAN INH
• Paduan pengobatan bagi pasien TBC Monoresistan INH adalah kombinasi rifampicin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan levofloksasin (Lfx) atau R-H-Z-E-Lfx
yang diberikan selama 6 bulan
• Idealnya pasien Monoresistan INH tidak diberikan INH lagi dalam paduan
pengobatannya
• Namun paket obat yang disediakan Program TBC Nasional adalah sediaan Kombinasi
Dosis Tetap (KDT), sehingga INH masih diberikan
• Bila terdapat obat TBC lepasan di fasyankes, pasien dapat diberikan paduan
pengobatan tanpa INH (R-Z-E-Lfx)
• Tidak boleh ada penambahan obat injeksi golongan aminoglikosida (streptomisin,
kanamisin, amikasin dan kapreomisin pada paduan pengobatan TBC Monoresistan
• Pemanjangan durasi pengobatan menjadi 6-12 bulan dipertimbangkan pada kasus
tertentu seperti TBC paru lesi luas, TBC milier, TBC paru konversi labat (lebih dari 2 bulan,
konversi BTA maupun kultur) dan TBC ekstraparu berat
PEMANTAUAN PENGOBATAN

Pemantauan bakteriologis dan klinis mengikuti jadwal TBC SO.


Pemeriksaan BTA dilakukan pada akhir bulan ke-2, 5, dan akhir
pengobatan
Pada pasien yang tidak respon terhadap pengobatan (hasil BTA
masih positif pada bulan ke-2, 5, 6), perlu dilakukanpemeriksaan
TCM MTB/RIF

PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMANTAUAN


PENGOBATAN

Ket :
*Bisa dilakukan di fasyankes tempat pengobatan pasien TBC Monoresistan INH. Bila
pemeriksaan BTA pada bulan ke-2 hasilnya positif, dilakukan pemeriksaan BTA ulang
pada bulan ke-3. Namun bila hasil BTA bulan ke-2 negatif, maka pemeriksaan
pemantauan mengikuti jadwal bulan ke-2, 5 dan 6.
** Sesuai indikasi dan mengikuti alur jejaring/rujukan BPJS
Kesehatan

Mindfulness 101 | Meditation


RENCANA TINDAK LANJUT FASYANKES TCM

FASYANKES RUJUKAN TCM KE PUSKESMAS SEI JANG

DPM dr. Eddy Sobri, Sp.PD

Klinik Dara Melayu Medika

Puskesmas Mekarbaru
RENCANA TINDAK LANJUT
1. Melakukan pemeriksaan diagnosis TBC menggunakna TCM sebagai diagnosis utama
2. Melakukan sosialisasi internal fasyankes untuk pemanfaatan TCM dalam diagnosis TBC;
serta update alur dan diagnosis pengobatan TBC
3. Melakukan pencatatan dan pelaporan pemeriksaan TBC menggunakan TCM melalui SITB
sesuai ketentuan Program TBC
4. Jejaring rujukan TCM sesuai dengan edaran dari Dinkes Kota Tanjungpinang
5. Mengidentifikasi analis yang belum terlatih mikroskopis untuk dilatih direncanakan tahun
2023
6. Pasien kambuh atau gagal pengobatan/LTFU/tidak konversi dengan hasil TCM Rif.
sensitive diberi therapi OAT lini satu dilanjutkan dengan pemeriksaan LPA lini 1. Apabila
hasilnya INH resisten lalu tutup kasus gagal diagnosis lanjut pengobatan Monoresistan
INH
7. Untuk permohonan pemeriksaan LPA lini 1 ke laboratorium FKUI harus segara diinput ke
SITB dalam waktu 3 hari bila tidak diinput pemeriksaan tidak akan dilakukan
Mindfulness 101 | Meditation
RENCANA TINDAK LANJUT
8. Bila hasil dari FKUI belum terinput ke SITB lebih dari 1 minggu, infokan ke Wasor
provinsi/kota untuk tindak lanjut
9. Untuk biaya packing Rp. 25.000/pasien include dengan parafilm, sterofoam, BHP lainnya.
SPJ pengklaiman dikirim ke dinkes kota/provinsi
10. Packaging sample TCM dan LPA lini 1 atau lini 2 harus sesuai standar (Triple Packaging),
kualitas sampel harus diperhatikan oleh petugas laboratorium sebelum melakukan pengiriman
11. Untuk pengiriman sampel L{A lini 1/lini 2 oleh masing-masing faskes
12. Alamat pengiriman ditujukan ke laboratorium TB UKK LMK FKUI Jl. Pengangsaan Timur
No.16, Jakarta 10320 CP andriansiah R, PhD (081574215773), Dra. Ariyani K, M. Biomed
(081283574640)

Mindfulness 101 | Meditation


TERIMAKASIH

Mindfulness 101 | Meditation

Anda mungkin juga menyukai