Anda di halaman 1dari 45

Alur Diagnosis

Tuberkulosis, TB
Resistan Obat,
dan Monoresistan
INH
Tim Kerja Tuberkulosis
Kemenkes RI
2023
Outline

● Jenis Spesimen TB
● Jenis Pemeriksaan TB
● Alur Diagnosis dan Pengobatan
TB
● Faktor Risiko TB RO
● Tatalaksana TB Monoresistan
INH
● Tatalaksana TB RO
Jenis Spesimen TB
• Dahak Purulent
Kualitas dahak yang baik :
• Volume 3-5 ml
• Mukopurulent
Mucoid

• Non Dahak
1. Jenis : LCS, Jaringan, Kelenjar limfe, Bilas
lambung/aspirat lambung
2. Cara Pengambilan: tergantung pada lokasi lesi
Jenis Pemeriksaan Mikrobiologi
dalam Program TB
TCM Mikroskopis Line Probe Assay
• Lini 2: gol Fluorokuinolon
• Deteksi: bakteri tahan dan obat injeksi lini dua
• Deteksi: MTB dan asam (individual drug)
resistansi Rif • Tidak bisa membedakan • Lini 1: INH dan RIF
• 2 jam pemeriksaan, BTA lingkungan/MOTT • 2 hari pemeriksaan, TAT 7
TAT 1 hari • TAT 1 hari hari

Biakan Uji Kepekaan


• Menumbuhkan kuman • Deteksi: resistansi terhadap OAT
dalam media cair (2-6 • Dalam bentuk paket SDP (INH high, Moxi
minggu) maupun padat (2- high, PZA, Lzd, Cfz, Bdq, Lfx)
8 minggu) • Dikerjakan dalam media padat (3-4
minggu) maupun cair (1-3 minggu)
Gold Standard Pemeriksaan TBC ?

● Gold Standard Pemeriksaan TBC adalah pemeriksaan biakan/ kultur.


● Karena biakan dapat mendeteksi kuman TBC yang masih hidup.

Sedangkan TCM tidak dapat membedakan antara MTB hidup dengan MTB mati.
Mikroskopi tidak dapat membedakan antara MTB dengan kuman lingkungan.
Tes Cepat Molekuler
(TCM) Kemasan Cartridge
• 1 dus ada 5 kotak cartridges @ 10 buah cartridge
Kit box

Sample reagent
pouch
CD

Xpert ® MTB/RIF
Disposable transfer cartridge
pipette SR (Sample Reagent)
© Cepheid – Proprietary & Confidential
Surat Edaran Dirjen P2P No. 936 tahun 2021 tentang
Perubahan Alur dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia

● Perubahan besar dalam penegakan diagnosis


dan pengobatan TBC telah direkomendasikan
oleh WHO tahun 2020 dalam buku WHO
operational handbook on tuberculosis – Module
3: rapid diagnostics for tuberculosis.
● Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia mengikuti perkembangan ilmu
dan teknologi terkini di bidang kesehatan.
● Perubahan paradigma dalam penegakan
diagnosis TBC dan TBC RO yang harus
dilakukan:
a. Lebih dini
b. Lebih akurat
c. Untuk semua jenis dan tipe penyakit TBC
d. Deteksi cepat untuk mengetahui resistansi
obat TBC.
3 komponen utama SE Dirjen P2P No. 936/2021

A B C

Pemantauan
Diagnosis Pengobatan Pengobatan
A. DIAGNOSIS
1. Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakan diagnosis
Tuberkulosis
2. Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC, baik TBC paru maupun TBC ekstra paru, baik
riwayat pengobatan TBC baru maupun yang memiliki riwayat pengobatan TBC sebelumnya, dan pada
semua golongan umur termasuk pada ODHA.
3. Pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non dahak (untuk
terduga TBC ekstra paru, yaitu dari cairan serebro spinal, kelenjar limfe dan jaringan).
4. Seluruh terduga TBC harus dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas pelayanan kesehatan yang saat
ini sudah mempunyai alat TCM.
5. Jumlah dahak yang dikumpulkan adalah 2 (dua) dahak, volume 3-5 ml dan mukopurulen. Hasil
pemeriksaan TCM terdiri dari MTB pos Rif resistan, MTB pos Rif sensitif, MTB pos Rif indeterminate,
MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result).
6. Penegakan diagnosis TBC klinis harus didahului pemeriksaan bakteriologis. Fasyankes bersama dinkes
mengevaluasi proporsi pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dibandingkan klinis (60:40)
Alur Penegakan Diagnosis TBC Terduga TBC

Pemeriksaan TCM

MTB pos Rif No result, error,


MTB pos Rif resistan* MTB pos Rif sensitif** MTB Negatif
Indeterminate** invalid

Pemeriksaan ulang
Pemeriksaan molekuler (LPA Pemeriksaan paket standar uji TCM***
lini dua / TCM XDR dll.) kepekaan fenotipik Pemeriksaan
Pemeriksaan ulang
TCM dan sesuaikan radiologis / antibiotik
Pemeriksaan uji kepekaan pengobatan spektrum luas
INH pada pasien dengan berdasarkan hasil
riwayat pengobatan TCM
sebelumnya
Sensitif terhadap Resistan terhadap Abnormalitas
obat gol. obat gol. paru yang Gambaran paru
flurokuinolon flurokuinolon mengarah TB / tampak normal/
Resistan
Sensitif INH tidak ada perbaikan klinis
INH
perbaikan klinis

Pengobatan
Pengobatan TBC Pengobatan TBC
Pengobatan TBC RO TBC Lanjutkan
RO paduan jangka SO dengan OAT Bukan TBC
paduan individu monoresistan OAT lini satu
pendek lini satu
INH

**Inisiasi pengobatan
* Inisiasi pengobatan TBC-RO untuk kasus dengan riwayat pengobatan TBC. Sementara itu Hasil MTB pos Rif resisten dari kriteria *** Pengulangan hanya 1 kali. Hasil
dengan OAT lini satu
terduga TB baru harus diulang dan hasil pengulangan (yang memberikan hasil Mtb pos) yang menjadi acuan. pengulangan yang menjadi acuan
A. Diagnosis (2)
6. Fasilitas pelayanan kesehatan yang belum/tidak mempunyai TCM, harus merujuk terduga
TBC atau dahak dari terduga TBC tersebut ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM.
Merujuk dahak lebih direkomendasikan dibanding merujuk terduga TBC terkait alasan
pengendalian infeksi.
7. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengatur jejaring rujukan dan menetapkan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM menjadi pusat rujukan pemeriksaan TCM bagi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan di sekitarnya.
8. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan sumber daya di fasilitas
pelayanan kesehatan yang akan mengoperasikan TCM.
9. Jika fasilitas pelayanan kesehatan mengalami kendala mengakses layanan TCM berupa
kesulitan transportasi, jarak dan kendala geografis maka penegakan diagnosis dapat dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskopis.
10. Pasien TBC yang terdiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis harus dilakukan
pemeriksaan lanjutan menggunakan TCM.
Dinas kesehatan berperan mengatur jejaring rujukan spesimen ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan TCM terdekat.
Jumlah dahak yang dikirimkan adalah sebanyak 2 dahak.
Pemeriksaan TCM ini bertujuan untuk mengetahui status resistansi terhadap Rifampisin.
B. Pengobatan
1. Obat Anti TBC (OAT) Kategori 1 fase awal dan lanjutan dengan dosis harian.
OAT Kat 1 dosis harian akan mulai dipergunakan secara bertahap.
Pada tahun 2021, prioritas pemberian OAT ini adalah untuk:
1) Pasien TBC HIV
2) Kasus TBC yang diobati di Rumah Sakit
3) Kasus TBC dengan hasil MTB pos Rifampisin sensitif dan Rifampisin indeterminate dengan
riwayat pengobatan sebelumnya.
2. Pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk pengobatan Pasien TBC. Mulai tahun 2021
Program TBC tidak menyediakan OAT Kategori 2. Apabila stok OAT Kategori 2 masih tersedia di
instalasi farmasi provinsi, kabupaten/kota dan di fasilitas pelayanan Kesehatan, maka harus
dimanfaatkan sampai habis.
3. Pasien TBC MTB pos Rifampisin Sensitif yang berasal dari kriteria dengan riwayat pengobatan
sebelumnya (kambuh, gagal dan loss to follow up) diobati dengan OAT Kategori 1 dosis harian.
4. Sejak tahun 2019, Program TBC sudah menyediakan OAT dalam sediaan tablet dispersible untuk
pengobatan TBC RO anak dan TPT anak kontak dengan pasien TBC RO. Sediaan ini mudah
dikonsumsi oleh anak, namun pemanfaatannya masih terbatas. Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kab/Kota agar melakukan sosialisasi supaya OAT RO anak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
C. Pemantauan Kemajuan Pengobatan
1. Pemantauan pengobatan pasien TBC SO menggunakan pemeriksaan mikroskopis.
2. Pemantauan pengobatan pasien TBC RO* menggunakan pemeriksaan mikroskopis
dan biakan.

*Pada SE Dirjen P2P No. 936/2021 tertulis TBC SO (salah ketik)


Faktor Resiko Kejadian TB RO
Berdasarkan faktor resiko untuk kejadian TB RO, pasien dibedakan
menjadi:
– Resiko tinggi untuk TB RO (kriteria High Risk TB RO)

Yang masuk dalam kriteria ini adalah 9 kriteria terduga TB RO


– Resiko rendah untuk TB RO (kriteria Low Risk TB RO)

Yang masuk dalam kriteria ini adalah terduga TB termasuk


terduga TB anak, TB dari pasien DM, terduga TB dari
ODHA.
Kriteria Terduga TB RO Terduga TB RO dg riwayat
Terduga TB RO pengobatan sebelumnya
1. Pasien TB gagal kategori 2 1. Pasien TB RO yang gagal pengobatan
2. Pasien TB kategori 2 yang tidak 2. Pasien TB RO kasus kambuh
konversi 3. Pasien TB RO yang kembali setelah putus berobat
3. Pasien TB dengan riwayat pengobatan
Terduga TB RO anak
TB tidak standar
4. Pasien TB gagal kategori 1 Anak dengan gejala TB disertai salah satu:
5. Pasien TB kategori 1 yang tidak 1. Kotak erat dg pasien TB RO (serumah, sekolah,
konversi penitipan anak)
2. Kontak erat dengan pasien meninggal akibat TB, gagal
6. Pasien TB yang kambuh/relaps
pengobatan, tidak patuh berobat, pengobatan kat 2
7. Pasien TB dari kembali setelah putus 3. Anak dalam terapi OAT 2-3 bulan dengan dosis dan
berobat ketaatan berobat namun tidak menunjukkan perbaikan
8. Terduga TB yang kontak erat dengan 4. Memiliki riwayat pengobatan sebelumnya
pasien TB-MDR 5. Anak TB HIV tidak responsif dengan pengobatan TB
9. Pasien ko-infeksi TB HIV yang tidak yang adekuat
respons terhadap pemberian OAT
*Juknis Penatalaksanaan TB RO di Indonesia, 2020
Pemeriksaan Diagnosis TB RO
Risiko Tinggi TB RO Ket:
(1) Hasil pemeriksaan ke-1
2 dahak (2) Hasil pemeriksaan ke-2
Pemeriksaan TCM
1 dahak (1)

TB, Rif Res TB, Rif Sen Neg Invalid/no result/error Indeterminate
1 dahak

Ulangi
TCM 1x
(2)

TB, TB, Neg Invalid/no result/error Indeterminate


• LPA Lini dua
Rif Res Rif Sen
• Uji Kepekaan TCM tdk boleh diulang lagi

Tindak lanjut hasil


pemeriksaan TCM
di slide selanjutnya

*) pengulangan TCM dilakukan di fasyankes TCM sebelum pasien di rujuk ke fasyankes / balkes layanan TB RO
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan TCM
Resiko Tinggi TB RO
Hasil Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan TCM ke-
Hasil Akhir Terapi pengobatan
TCM ke-1 2

Invalid / no Rif Res Rif Res TB RO


result / error Rif Sen Rif Sen TB SO
Negatif Negatif Terapi pengobatan lain
Indet Rif Sen TB SO

Invalid/no result/error Invalid/no result/error Keputusan pengobatan oleh


TAK
Indeterminate Rif Res Rif Res TB RO
(MTB Detected, Rif Sen Rif Sen TB SO
Rif Indeterminate)
Negatif Rif Sen TB SO

Indet Rif Sen TB SO

Invalid / no result/error Rif Sen TB SO


Pemeriksaan Diagnosis TB RO
Risiko Rendah TB RO Ket:
(1) Hasil pemeriksaan ke-1
2 dahak (2) Hasil pemeriksaan ke-2
Pemeriksaan TCM
1 dahak (1)

TB, Rif TB, Rif Sen Neg Invalid/no result/error Indeterminat


Res 1 dahak e

Ulangi Ulangi
TCM 1x (2) TCM 1x (2)

Invalid/
TB, Negatif/Invalid/ TB, TB, Neg Indet
TB, Indet no
Rif no result/ Rif Rif Sen
Rif Sen result/
Res error Res
error

TCM tdk boleh diulang lagi TCM tdk boleh diulang lagi

Tindak lanjut hasil Tindak lanjut hasil


pemeriksaan TCM pemeriksaan TCM
di slide selanjutnya di slide selanjutnya

*) pengulangan TCM dilakukan di fasyankes TCM sebelum pasien di rujuk ke fasyankes / balkes layanan TB RO
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan TCM
Resiko Rendah TB RO
Hasil Pemeriksaan TCM ke-1 Hasil Pemeriksaan TCM ke-2 Hasil Akhir Terapi pengobatan
Rif Res Rif Res Rif Res TB RO
Rif Sen Rif Sen TB SO
Indet Rif Sen TB SO
Negatif /Invalid Rif Sen TB SO
/no result/error
Invalid/no result Rif Res Rif Sen TB SO
/error
Rif Sen Rif Sen TB SO
Negatif Negatif Terapi pengobatan lain
Indet Rif Sen TB SO
Invalid/no result Invalid/no result/error Keputusan pengobatan oleh
/error TAK
Indeterminate Rif Res Rif Sen TB SO
(MTB Detected, Rif Sen Rif Sen TB SO
Rif Indeterminate)
Negatif Rif Sen TB SO
Indet Rif Sen TB SO
Invalid / no result /error Rif Sen TB SO
Perlu diperhatikan
● Faktor resiko tinggi (high) atau rendah (low) untuk kejadian TB RO berbeda
dengan hasil pemeriksaan yang keluar dari mesin TCM

Semikuantitatif

● Hasil pemeriksaan Very low/Low/Medium/High yang berasal dari TCM


mengindikasikan jumlah kandungan bakteri dalam sampel yang diperiksa
(semikuantitatif)
● Pengulangan TCM didasarkan pada faktor resiko untuk kejadian TB RO bukan dari
jumlah kandungan bakteri dalam sampel yang diperiksa
UPDATE

Tatalaksana
TB
Monoresistan
INH
(Isoniasid)
Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Pengobatan Pasien TBC Monoresistan
INH
Kriteria terduga TBC Monoresistan INH

Pasien TBC yang memiliki Riwayat


pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal
pengobatan, LTFU, tidak konversi) dengan
PENEGAKAN hasil pemeriksaan TCM yaitu MTB Pos
DIAGNOSIS TBC Rifampisin Sensitif merupakan terduga TBC
MONORESISTAN Monoresistan INH yang selanjutnya akan
INH diperiksaan pemeriksaan uji kepekaan terhadap
INH
ALUR DAN
PENEGAKAN
DIAGNOSIS TB
MONORESISTAN
INH

(SE) Direktur Jenderal P2P


Nomor HK.
02.02/III.I/936/2021
JENIS PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS UNTUK UJI
KEPEKAAN INH

2. TCM 3. Uji Kepekaan (DST)


/metode PCR lainnya
1. LPA Lini Satu menggunakan
(tidak digunakan
katrid MTB/XDR oleh Program TBC)
Ketentuan Pemeriksaan LPA Lini Satu dan Dua PENGATURAN RUJUKAN
PEMERIKSAAN UJI
Pemeriksaan LPA Lini Satu KEPEKAAN INH
• Untuk melihat uji kepekaan INH terduga TBC yang memiliki riwayat
pengobatan dengan hasil TCM rifampicin Sensitif.

Pemeriksaan Uji Kepekaan INH dengan LPA

Pemeriksaan LPA Lini Dua


Digunakan bagi terduga TBC dengan riwayat pengobatan untuk melihat:
(1) Uji kepekaan OAT lini dua khususnya untuk mengetahui resistansi Keterangan:
terhadap obat levofloksasin sebagai pemeriksaan lanjutan bagi pasien Pemeriksaan LPA lini satu dan dua digunakan dalam
TBC yang terkonfirmasi Monoresistan INH. Program TBC sampai tersedia kartrid TCM
(2) Uji kepekaan OAT lini dua untuk pasien TBC yang terkonfirmasi MTB/XDR.
TBC rifampicin Resistan sebagai pemeriksaan baseline untuk Implementasi penggunaan kartrid TCM MTB/XDR
secara nasional akan diinformasikan terpisah
mengetahui resistansi terhadap OAT lini dua golongan
fluoroquinolone (FQ) dan SLID (Second Line Injection Drugs).
ALUR RUJUKAN
PEMERIKSAAN UJI
KEPEKAAN INH
MENGGUNAKAN LPA LINI
SATU

Informasi Tambahan

Pada hasil MTB Not Detected dari hasil


pemeriksaan LPA lini satu dan/atau lini
dua tidak perlu dilakukan pengulangan
pemeriksaan karena spesimen telah berasal
dari pasien TBC dengan hasil Rif Res
ataupun Rif Sen.
ALUR RUJUKAN PEMERIKSAAN UJI KEPEKAAN INH
MENGGUNAKAN LPA LINI SATU (Lanjutan)

• Terduga TBC dilakukan pemeriksaan TCM. Pada terduga TBC yang memiliki riwayat pengobatan
dengan hasil TCM Rif Sen dilakukan pemeriksaan uji kepekaan INH (LPA Lini 1)
• Permohonan pada SITB dilakukan sekaligus (LPA lini 1 dan 2) dari fasyankes pengirim ke
laboratorium pemeriksa LPA.
• Laboratorium LPA hanya akan melakukan pemeriksaan LPA lini 2 jika terbukti terdapat
resistansi INH dari pemeriksaan LPA lini 1.
• Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan LPA untuk uji kepekaan INH harus dilengkapi dengan
form TBC.05 SITB dan salinan hasil pemeriksaan TCM yang menunjukkan hasil Rif Sen bagi
terduga Monoresistan H.
• Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk pemeriksaan LPA lini 1 adalah 2 (dua) dahak yaitu
Sewaktu-Sewaktu, Sewaktu – Pagi maupun Pagi – Sewaktu, dengan jarak 1 jam dari
pengambilan dahak pertama ke pengambilan dahak kedua.
• Jika dalam waktu > 7 hari kalender data terduga / pasien belum terdaftar di Sistem Informasi
Tuberkulosis (SITB) maka laboratorium tidak akan melakukan pemeriksaan LPA dan membuang
spesimen tersebut.
RINGKASAN
HASIL
INTERPRETASI
LPA LINI SATU
Jika terdapat > 1 hasil pemeriksaan LPA
maka hasil akhir yang diambil adalah
hasil gabungan dari pemeriksaan ke-1
dan ke-2
Pembagian Wilayah
Rujukan Pemeriksaan
LPA Lini Satu dan Dua

Terdapat 7 laboratorium yang mampu melaksanakan


pemeriksaan LPA lini satu dan dua, yaitu:
• Laboratorium TB UKK LMK FKUI
• Laboratorium Mikrobiologi RSUP Pershabatan
• BBLK Surabaya
• BBLK Palembang
• Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat
• RSUP Dr Kariadi Semarang
• HUMRC Makassar
PRINSIP PENGOBATAN TBC MONORESISTAN INH
1. Pasien TBC Monoresistan INH dapat ditata laksana di fasilitas pelayanan kesehatan
baik di rumah sakit maupun Puskesmas di instalasi rawat jalan TBC oleh dokter umum
terlatih maupun dokter spesialis terkait (paru, penyakit dalam).
2. Semua OAT untuk pengobatan TBC Monoresistan INH harus ditelan setiap hari
dengan pengawasan PMO
3. Rumah sakit / Puskesmas dapat membekali obat pasien TBC Monoresistan INH selama
2 minggu untuk 1 bulan pertama, selanjutnya obat dapat diberikan setiap bulan.
TAHAPAN INISIASI PENGOBATAN TBC MONORESISTAN INH

PEMERIKSAAN AWAL PENGOBATAN TBC


• Pasien dengan hasil TCM Rif Sen dengan riwayat pengobatan MONORESISTAN INH
sebelumnya  berikan paduan R-H-Z-E sambil menunggu hasil
uji kepekaan INH dan Lfx, hasil dalam waktu 1 minggu.
• Jika INH Sensitif  lanjutkan pengobatan
• Jika resistan INH namun sensitif Lfx  status pengobatan
di SITB ditutup dan dicatat sebagai “Gagal karena
perubahan diagnosis” pasien didaftarkan kembali sebagai
pasien TBC Monoresistan INH dan pengobatan R-H-Z-E-
Lx dimulai dari awal
• Obat Lfx tidak dapat diberikan sampai hasil LPA tersedia dan
diketahui sensitif
• Apabila hasil LPA lini satu hasilnya Rif Res, walaupun TCM
hasilnya Rif sen, maka pasien ditatalaksana sebagai TBC
RR/MDR.
• Bila diagnosis pasien berdasarkan dugaan kuat TBC
monoresistan INH (kontak erat) pengobatan TBC monoresistan
INH dengan paduan R-H-Z-E-Lfx dapat dimulai walaupun hasil
uji kepekaan belum tersedia dan dapat disesuaikan apabila hasil
uji kepekaan sudah tersedia
PADUAN PENGOBATAN TBC MONORESISTAN INH
• Paduan pengobatan bagi pasien TBC Monoresistan INH adalah kombinasi rifampicin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan levofloksasin (Lfx) atau R-H-Z-E-Lfx yang
diberikan selama 6 bulan

• Idealnya pasien Monoresistan INH tidak diberikan INH lagi dalam paduan pengobatannya
• Namun paket obat yang disediakan Program TBC Nasional adalah sediaan Kombinasi Dosis
Tetap (KDT), sehingga INH masih diberikan
• Bila terdapat obat TBC lepasan di fasyankes, pasien dapat diberikan paduan pengobatan tanpa
INH (R-Z-E-Lfx)
• Tidak boleh ada penambahan obat injeksi golongan aminoglikosida (streptomisin, kanamisin,
amikasin dan kapreomisin pada paduan pengobatan TBC Monoresistan
• Pemanjangan durasi pengobatan menjadi 6-12 bulan dipertimbangkan pada kasus tertentu
seperti TBC paru lesi luas, TBC milier, TBC paru konversi labat (lebih dari 2 bulan, konversi
BTA maupun kultur) dan TBC ekstraparu berat
Pemantauan Pengobatan

• Pemantauan bakteriologis dan klinis mengikuti jadwal TBC SO


• Pemeriksaan BTA dilakukan pada akhir bulan ke-2, 5, dan akhir
pengobatan
• Pada pasien yang tidak respon terhadap pengobatan (hasil BTA
masih positif pada bulan ke-2, 5, 6), perlu dilakukan pemeriksaan
TCM MTB/RIF

Pemeriksaan Penunjang untuk Pemantauan


Pengobatan
Ket :
*Bisa dilakukan di fasyankes tempat pengobatan pasien TBC Monoresistan
INH. Bila pemeriksaan BTA pada bulan ke-2 hasilnya positif, dilakukan
pemeriksaan BTA ulang pada bulan ke-3. Namun bila hasil BTA bulan ke-2
negatif, maka pemeriksaan pemantauan mengikuti jadwal bulan ke-2, 5 dan 6.

** Sesuai indikasi dan mengikuti alur jejaring/rujukan BPJS Kesehatan


Tatalaksana
TB Resistan
Obat
UPDATE PENGOBATAN TB RO 2020
WHO guidance on treatment and management of DR TB
ALUR DIAGNOSIS
DAN PENGOBATAN
TB RESISTAN
OBAT (2020)

• TB RO ADALAH DIAGNOSIS
LABORATORIS
• ALAT DIAGNOSIS YANG
DIGUNAKAN:
1. TCM
2. LPA LINI 2
3. KULTUR
4. UJI KEPEKAAN LINI 1 DAN 2

SKEMA PENGOBATAN:
1. JANGKA PENDEK (ORAL)
2. JANGKA PANJANG (ORAL)
Pemeriksaan LPA Lini Dua
Pemeriksaan LPA lini 2 dapat mengidentifikasi:
1. M. tuberculosis kompleks
2. Resistensi terhadap Fluorokuinolon
3. Resistensi terhadap antibiotik injeksi (seperti : Aminoglikosida dan siklik peptida)
Membantu untuk
- Mengidentifikasi pasien dengan resistansi FQ dan obat injeksi lini kedua
- Memulai pengobatan lebih awal dengan pengobatan yang sesuai
- Membatasi transmisi penyakit
Jenis sampel yang digunakan:
- Dahak/sputum
- Isolat

HASIL INTERPRETASI
MTB FQ Res SLID MTB resistan terhadap Fluoroquinolone dan obat injeksi lini
Res kedua
MTB FQ Res SLID MTB resistan terhadap Fluoroquinolone dan sensitif terhadap
Sen obat injeksi lini kedua
MTB FQ Sen SLID MTB sensitif terhadap Fluoroquinolone dan resistan terhadap
Res obat injeksi lini kedua
MTB FQ Sen SLID MTB sensitif terhadap Fluoroquinolone dan obat injeksi lini
Paduan Pengobatan TB RO 2020
SE Dirjen P2P No. HK.01.02/III/9753/2020 dikeluarkan pada tanggal 9 Juli 2020
● Poin utama surat edaran:
1. Pengobatan pasien TB RO menggunakan paduan pengobatan tanpa injeksi
sesuai dengan rekomendasi WHO tahun 2020, yang terdiri dari
- paduan pengobatan jangka pendek
- paduan pengobatan jangka panjang.
2. Paduan pengobatan seperti pada butir 1 di atas digunakan untuk seluruh pasien
TB RO, baik dewasa maupun anak.
3. Implementasi paduan pengobatan jangka pendek diberikan untuk pasien yang
baru memulai pengobatan.
4. Rencana penggunaan paduan BPaL dalam kerangka riset operasional.
PENGOBATAN TB RO DI Indonesia 2009 - 2020

2017: 2019: 2020:


2009: 2015 2018: Paduan
Jangka JANGKA
Pengobatan Jangka Pengunaan Penggunaan Jangka
Pendek Panjang PENDEK -
Panjang Injeksi Bedaquiline Delamanid
(Injeksi) ORAL oral

Pengelompokan Obat pada Paduan Jangka Panjang


(2019)

Paduan Jangka Pendek Tanpa Injeksi (2020)

DOSIS OBAT MENGIKUTI BERART BADAN


Update Tatalaksana RO Indonesia 2020
● Pengobatan jangka pendek tanpa injeksi:
○ Kriteria penetapan pasien
○ Komposisi OAT (obat injeksi diganti Bdq)
○ Dosis OAT berdasarkan pengelompokan berat badan
○ Monitoring pengobatan (EKG, pemeriksaan sputum, tidak perlu audiometri)
● Pengobatan jangka panjang tanpa injeksi:
○ Pengelompokan obat TB RO: Grup A, B, C
○ Jumlah dan komposisi OAT
○ Durasi pengobatan
○ Monitoring pengobatan (audiometri, pemeriksaan albumin)
● Rencana paduan pengobatan BPaL dalam kerangka riset operasional di layanan TB
RO tertentu
● Penguatan transport specimen dan pengembangan interpretasi hasil LPA lini dua
● Penguatan penggunaan SITB: pencatatan pelaporan, permintaan OAT, aDSM, dsb
Paduan Jangka Panjang
Paduan Jangka Pendek
Tanpa Injeksi
Tanpa Injeksi
Kriteria pasien TB RO yang diberikan paduan jangka panjang tanpa
Kriteria pasien TB RO yang bisa mendapatkan paduan ini injeksi ialah:
ialah sebagai berikut:  Pasien TB RR/MDR dengan resistansi terhadap florokuinolon (TB
 Tidak resistan terhadap fluorokuinolon pre-XDR)
 Tidak ada kontak dengan pasien TB pre/XDR  Pasien TB RR/MDR yang gagal pengobatan jangka pendek
 Tidak pernah mendapat OAT lini kedua selama ≥ 1 sebelumnya
bulan  Pasien TB RO yang pernah mendapatkan OAT lini kedua selama 
 Tidak ada resistansi atau dugaan tidak efektif terhadap 1 bulan
OAT pada paduan jangka pendek (kecuali resistan  Pasien TB RR/MDR yang terbukti atau diduga resistan terhadap
INH dengan mutasi inhA atau katG). Pasien resistan Bedaquiline, Clofazimine atau Linezolid
INH dengan mutasi pada inhA dan katG berdasarkan  Pasien TB MDR dengan hasil LPA terdapat mutasi pada inhA dan
hasil pemeriksaan LPA lini pertama* tidak bisa katG
mendapatkan paduan jangka pendek.  Pasien TB RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas bilateral
 Tidak sedang hamil atau menyusui  Pasien TB RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi
 Bukan kasus TB paru berat: TB dengan kavitas,
(yang harus diobati jangka panjang), seperti meningitis,
kerusakan parenkim paru yang luas
osteoarticular, efusi pericardial, TB abdomen
 Bukan kasus TB ekstraparu berat: TB meningitis,
 Pasien TB RO dengan kondisi klinis tertentu (misalnya alergi
osteoarticular, efusi pericardial atau TB abdomen
 Pasien TB RO dengan HIV (paru dan ekstraparu) berat / intoleran terhadap obat utama pada paduan jangka pendek)
 Anak usia lebih dari 6 tahun  Ibu hamil, menyusui
Pemantauan Pengobatan TB RO dengan Pemantauan Pengobatan TB RO dengan
Paduan Jangka Pendek Paduan Jangka Panjang
TERIMA KASIH
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Subdirektorat Tuberkulosis
Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav 4- Jakarta
Selatan

SOSIAL MEDIA
Instagram : @tbc.indonesia
Facebook : TBIndonesia
Twitter : @TBIndonesia
YouTube : TB Indonesia
Website Subdit TB : tbindonesia.or.id

Anda mungkin juga menyukai