PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI
INDONESIA
1. Tes Cepat Molekuler (TCM) adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk penegakan
diagnosis Tuberkulosis
2. Pemeriksaan TCM digunakan untuk mendiagnosis TBC,baik TBC paru maupun TBC ekstra
paru, baik riwayat pengobatan TBC baru maupun yang memiliki riwayat pengobatan TBC
sebelumnya, dan pada semua golongan umur termasuk pada ODHA.
3. Pemeriksaan TCM dilakukan dari spesimen dahak (untuk terduga TBC paru) dan non dahak
(untuk terduga TBC ekstra paru, yaitu dari cairan serebro spinal, kelenjar limfe dan jaringan).
4. Seluruh terdugaTBC harus dilakukan pemeriksaan TCM pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
saat ini sudah mempunyai alat TCM.
DIAGNOSIS
• Tindak lanjut hasil pemeriksaan TCM pada pasien yang terdiagnosis TBC melalui
pemeriksaan terkonfirmasi dari mikroskopis adalah sebagai berikut:
• 1) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampisin resistan,
pertimbangkan kriteria terduga (baru atau memiliki riwayat pengobatan sebelumnya) dan
mengikuti sesuai alur.
• 2) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampisin sensitif, MTB pos
Rifampisin indeterminate, MTB negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result) maka
hasil TCM tidak mengubah diagnosis pasien sebagai TBC terkonfirmasi bakteriologis.
Pasien terdiagnosis sebagai TBC klinis dengan hasil BTA negatif :
• 1) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampisin resistan, pertimbangkan
kriteria terduga (baru atau memiliki riwayat pengobatan sebelumnya) dan mengikuti sesuai alur.
• 2) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB pos Rifampsisin sensitif, MTB pos Rifampisin
indeterminate, lanjutkan pengobatan, pasien dinyatakan sebagai TBC terkonfirmasi
bakteriologis.
• 3) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTB negatif atau hasil gagal lanjutkan pengobatan,
pasien tetap sebagai TBC terdiagnosis klinis
PENGOBATAN
• Terkait dengan tatalaksana pengobatan, perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Obat Anti TBC (OAT) Kategori 1 fase awal dan lanjutan dengan dosis harian.
OAT Kat 1 dosis harian akan mulai dipergunakan secara bertahap. Pada tahun 2021, prioritas
pemberian OAT ini adalah untuk:
1) Pasien TBC HIV
2) Kasus TBC yang diobati di Rumah Sakit
3) Kasus TBC dengan hasil MTB pos Rifampisin sensitif dan Rifampisin indeterminate dengan
riwayat pengobatan sebelumnya.
REKOMENDASI DOSIS FASE LANJUTAN
PENGOBATAN
1. Respons terhadap pengobatan pada pasien dengan TB paru (termasuk pada pasien yang di
diagnosis dengan pemeriksaanTCM ) harus dimonitor dengan pemeriksaan mikroskopis lanjutan
pada saat selesainya fase intensif (dua bulan).
2. Jika sputum masih positif diakhir fase intensif, pemeriksaan mikroskopis dilakukan lagi pada
akhir bulan ketiga, dan jika tetap positif, pemeriksaan kepekaan obat molekular cepat (line probe
assays atau TCM TB, MTB/RIF) atau biakan dengan uji kepekaan obat harus dilakukan.
3. Pada pasien dengan TB ekstra paru dan pada anak-anak, respons pengobatan dinilai secara klinis.
• International standard for TB care, 3rd edition
REKOMENDASI PEMANTAUN
1. Bila hasil sputum BTA positif pada bulan kelima atau pada akhir pengobatan
menandakan pengobatan gagal dan perlu dilakukan diagnosis cepat TB MDR sesuai alur
diagnosis TB MDR. Pada pencatatan, kartu TB 01 ditutup dan hasil pengobatan dinyatakan
“Gagal”.
2. Pada pasien dengan sputum BTA negatif di awal pengobatan dan tetap negatif pada
akhir bulan kedua pengobatan, maka tidak diperlukan lagi pemantauan dahak lebih
lanjut. Pemantauan klinis dan berat badan merupakan indikator yang sangat berguna.
TB PADA ANAK
• Tata laksana medikamentosa TB anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan).
1. Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
2. Profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang
terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder)
REKOMENDASI PEMANTAUN
a) Idealnya setiap anak dipantau setidaknya: tiap 2 minggu pada fase intensif dan setiap 1
bulan pada fase lanjutan sampai terapi selesai
b) Penilaian meliputi: penilaian gejala, kepatuhan minum obat, efek samping, dan
pengukuran berat badan
c) Pemantauan sputum harus dilakukan pada anak dengan BTA (+) pada diagnosis awal,
yaitu pada akhir bulan ke-2, ke-5 Dan ke-6.
d) Foto toraks tidak rutin dilakukan karena perbaikan radiologis ditemukan dalam jangka
waktu yang lama, kecuali pada TB milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura
setelah pengobatan 2 – 4 minggu.
e) Anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi TB harus dirujuk untuk
penilaian dan terapi, anak mungkin mengalami resistensi obat, komplikasi TB yang tidak
biasa, penyebab paru lain atau masalah dengan keteraturan (adherence) minum obat .
PETUNJUK PEMBERIAN INH ( PROFILAKSIS)
1. INH dengan dosis 10 mg/kgBB ( 7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
2. Setiap bulan ( pengambilan obat profilaksis) dilakukan pemantauan gejala TB.
• Jika terdapat gejala pada bulan 2,3,4,5 atau 6 maka segera evaluasi sakit TB, jika terbukti
Sakit TB harus segera di tukar ke regimen terapi TB mulai awal.
3. Jika PP-INH selesai tidak ada gejala selama 6 bulanmaka pemberian INH dihentikan.
4. bila anak belum pernah mendapatkan imunisasi BCG,perlu diberikan BCG setelah PP-
INH selesai.
TB KOMORBID
1. TBC + DMPantau ketat gdp/gds, bagi dm tidak terkontrol jika ada akses cek HBA1c
• Hindari OAD (golongan sulfonilurea) reaksi Menurunkan efektivitas obat TB.
• Jika DM tidak terkontrol pengobatan TB boleh di rekomendasikan sampai 9 bulan.
• Pemberian pendampingan B6/Piridoksin selama pengoatan.
2. TB + Bila ada kecurigaan penyakit hatidianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan. Hepatotoxic pyrazinamide
dihentikan/ tidak diberikan.
• 3. TB dengan hepatitis imbas obat
• Bila ditemukan gejala klinis yaitu Ikterik, gejala mual/muntah, maka OAT dihentikan.
• Bila ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT > 3 kali, maka OAT dihentikan.
• Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan apabila hasil laboratorium bilirubin >2, atau SGOT, SGPT >5 kali. Apabila
SGOT, SGPT >3 kali, maka pengobatan dilanjutkan, dengan pengawasan.
4. Tuberkulosis dengan penyakit ginjal kronikKlinis + Ur/cr ( stadium 1-5)Ekskresi etambutol dan metabolit pirazinamid terjadi di ginjal sehingga
diperlukan penyesuaian dosis atau interval pemberian.
5. Tuberkulosis pada ibu menyusui ibu dengan TB paru sensitif obat dapat melanjutkan OAT sambil menyusui .
6. Tuberkulosis pada pengguna kontrasepsiPada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin, dianjurkan untuk tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektivitas obat kontrasepsi hormonal
berkurang, maka dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi non- hormonal.
7. Tuberkulosis dengan reaksi alergi pada kulit dosis sensitisasi.
DOSIS SENSITISASI ALERGI OAT
TERIMAKASIH