Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KRISIS, PEMULIHAN, DAN EVOLUSI STANDAR HIDUP: PERJALANAN


INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Sosial Ekonomi Indonesia
(AKBK 1307)
Dosen pengampu:
Daud Yahya, M.Pd.
Mansyur, S.Pd., M.Hum.

Disusun oleh:
Amanah A1 (2210111320014)
Dina Rahmawati A1 (2210111220027)
Muhammad Rifky Maulani A1 (2210111210018)
Neza Syarif Khan A1 (2210111110005)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah Subhanahu wata’ala karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Sosial-Ekonomi Indonesia yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan membagikan ilmunya di kelas sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga terima kasih kepada semua pihak yang
terlibat dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangannya, sehingga kritik


serta masukan yang membangun akan sangat membantu kami agar menjadi lebih baik
kedepannya. Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat khususnya untuk kami sendiri
dan juga kami harap bisa bermanfaat untuk pihak lain yang membaca makalah ini.

Banjarmasin, 18 September 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sebagai sebuah negara yang baru
merdeka, Indonesia menghadapi berbagai tantangan di berbagai bidang khususnya
dalam bidang ekonomi. Sejarah mencatat Indonesia pernah mengalami beberapa kali
krisis ekonomi setelah proklamasi kemerdekaan. Krisis yang terjadi antara lain terjadi di
era orde lama dan orde baru. Krisis ini tentunya berdampak besar terhadap kehidupan
masyarakat di Indonesia. Krisis ekonomi menyebabkan masyarakat kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.

Walaupun Indonesia pernah mengalami beberapa kali krisis ekonomi, namun


Indonesia berhasil melewati masa-masa sulit ini dengan melakukan berbagai kebijakan
dan melakukan upaya pemulihan yang luar biasa. Disamping melakukan kebijakan
ekonomi, upaya pemulihan juga dilakukan pemerintah pada aspek-aspek lain dalam
kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, teknologi, dan lingkungan hidup. Upaya
pemulihan pada aspek yang sudah disebutkan juga berpengaruh terhadap pulihnya
kondisi ekonomi di Indonesia.

Makalah ini bertujuan untuk menguraikan krisis ekonomi yang pernah melanda
Indonesia, serta menyelidiki sepak terjang Indonesia setelah kemerdekaan dalam
menghadapi krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia serta menyelidiki penyebab
dan dampak dari krisis tersebut terhadap negara dan masyarakat. Selain itu juga
makalah ini akan membahas tentang upaya pemulihan yang dilakukan pemerintah
dalam menangani krisis dan membahas bagaimana perubahan evolusi standar hidup
rakyat Indonesia sejak era kemerdekaan hingga era modern.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Krisis ekonomi apa saja yang pernah terjadi di Indonesia dan apa penyebabnya?

2. Kebijakan apa yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan ekonomi di Indonesia?

3. Bagaimana perubahan standar hidup yang ada pada masyarakat Indonesia?

1.3 Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui kebijakan apa yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan


ekonomi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui perubahan standar hidup masyarakat di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Krisis Ekonomi yang Pernah Terjadi di Indonesia

2.1.1 Definisi Krisis Ekonomi

Dari segi bahasa, Krisis (dari bahasa Yunani krisis bentuk kata sifat:
"kritis") atau kemelut adalah setiap peristiwa yang sedang terjadi (atau
diperkirakan) mengarah pada situasi tidak stabil dan berbahaya yang
memengaruhi individu, kelompok, komunitas, atau seluruh masyarakat. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, krisis adalah keadaan yang berbahaya (dalam
menderita sakit), parah sekali, keadaan yang genting, kemelut, keadaan suram
(tentang ekonomi, moral, dan sebagainya). Krisis juga bisa diartikan sebagai
keadaan darurat.

Sedangkan ekonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu oikonomia.


Oikonomia berasal dari dua kata yaitu “oikos” yang berarti “rumah tangga”, dan
“nomos” yang berarti “peraturan”. Bisa disimpulkan, ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari tentang pemenuhan kebutuhan hidup manusia dengan sumber daya
yang tersedia.

Krisis ekonomi adalah ketika perekonomian suatu negara mengalami


penurunan yang sangat signifikan. Negara yang menghadapi krisis ditandai
dengan penurunan produk domestik bruto (PDB), harga yang naik turun karena
inflasi, serta anjloknya harga saham dan properti. Selain itu, juga terjadi
kenaikan harga harga pokok yang drastis, tingkat konsumsi yang rendah,
penurunan nilai tukar mata uang yang tidak terkontrol, dan penurunan
pertumbuhan ekonomi yang drastis.

3
Krisis ekonomi bisa disebabkan oleh berbagai macam sebab. Penyebab
krisis ekonomi antara lain utang negara yang berlebihan, laju inflasi yang tak
terkendali, kebijakan ekonomi yang kurang tepat, dan pertumbuhan ekonomi
yang macet.

2.1.2 Krisis Ekonomi pada Masa Orde Lama tahun 1960-1965

Krisis ekonomi beberapa kali mewarnai Sejarah Indonesia salah satunya


terjadi di dekade tahun 1960-an. Banyak orang terkapar menyusul krisis itu. Tapi
segilintir kecil lainnya justru makmur.

Firman Lubis, penulis buku Jakarta 1960-an, pernah menjadi saksi


masa-masa krisis ekonomi awal dekade 1960-an di Jakarta. Saat itu, dia masih
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. “Harga-harga kebutuhan
hidup terus merayap naik, inflansi meningkat tajam bahkan hingga beberapa
ratus persen. Berbagai bahan kebutuhan hidup pokok masyarakat semakin sulit
di dapat,” kenang Firman. Firman ingat nilai uang terus merosot, sedangkan
harga barang meroket. Dia menjelaskan harga bakmi pada tahun 1962 masih Rp
5 per mangkuk. Sangat murah bila di bandingkan dengan uang besiswanya yang
mencapai Rp 850 sebulan. Pada akhir tahun 1965, uang beasiswa itu tak berarti
apa-apa baginya. Jumlahnya memang naik menjadi Rp 3.500 per bulan, tapi
harga bakmi sudah sampai Rp 1.500 per mangkuk.

Krisis ekonomi dekade 1960-an bermula dari kebijakan menempatkan


ekonomi di bawah strategi politik sejak akhir tahun 1950-an di bawah kuasa
Soekarno, politik adalah panglima. “Tujuan-tujuan ekonomi seringkali
dicampuradukan dengan tujuan-tujuan politik kebudayaan,” catat Thee Kian Wie
dalam “Krisis Ekonomi di Indonesia Pada Pertengahan 1960-an dan Akhir 1990-
an suatu perbandingan”, termuat di Dari krisis ke krisis.

Soekarno menekankan pentingnya perencanaan terpusat, kendali ketat


terhadap perdagangan luar negeri dan pembatasan modal asing untuk mencapai
kemerdekaan ekonomi sepenuhnya. Semua termasuk dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun (1961-1968). Tapi rencana ini tak imbang dengan
kemampuan pemerintah. Untuk mencapai target Rencana Pembangunan Lima

4
Tahun, pemerintah mengubah posisi Bank Indonesia dari bebas membuat
kebijakan tanpa campur tangan pemerintah menjadi di bawah tangan
pemerintah. Sebagai alat pemerintah, Bank Indonesia mencetak uang sebanyak-
banyaknya. Uang itu di gunakan sebagai proyek Mercusuar yaitu proyek yang
digagas Soekarno untuk membangun ibukota negara agar diperhatikan oleh
dunia internasional yang menyebabkan pembengkakan biaya, agitasi dan
propaganda terhadap malaysia, nasionalisasi perusahaan asing dan pembelian
peralatan tempur. Akibatnya, perederan uang di masyarakat meningkat pesat dan
nilainya kian hari kian anjlok. Sebaliknya, harga barang justru naik keadaan ini
di sebut inflasi. Kurs Rupiah terhadap Dolar AS pun turut menguat. Pada masa
ini Indonesia menggunakan sistem kurs tetap. Artinya, pemerintah memegang
peranan besar dalam menentukan nilai tukar rupiah.

Pelaku pasar barang ekspor menganggap nilai tukar rupiah terlalu tinggi.
Tak sesuai dengan keadaan di lapangan buntutnya harga ekspor ikut naik dan
menyebabkan barang ekspor Indonesia kalah bersaing di pasaran internasional.
Pelaku usaha bidang kebun menjerit sebab sektor ini menjadi komuditas ekspor
andalan. Devisa neagara pun turut ambyar. Beban utang luar negeri Indonesia
dan kebutuhan belanja impor pemerintah menambah parah kondisi
perekonomian. Jumlah utang mencapai 530 juta dolar AS pada 1965, sedangkan
nilai impor menyentuh 560 juta dolar AS. Padahal pendapatan dari ekspor hanya
450 juta dolar AS. Dengan demikian, keuangan Indonesia benar-benar defisit.
Indonesia tak mampu bayar utang dan mencukupi pembangunan di dalam
negeri. Untuk mencegah defisit makin lebar, pemerintah menghentikan impor
beras. Sebagai gantinya, pemerintah melancarkan program swasembada beras.
Tapi kampanye tersebut kandas. Sebab alam tidak berpihak pada Indonesia.
Kemarau panjang melanda dan hama tikus menyerang persawahan. Ini
mempengaruhi kehidupan rakyat tani di perdesaan Yogyakarta.

Krisis ekonomi berdampak buruk pada rakyat tani di perdesaan


Yogyakarta. Kegagalan panen membuat mereka kehilangan pendapatan. Untuk
membeli barang-barang kebutuhan pokok, mereka datang ke kota menjadi
pengemis. “Polisi Yogyakarta melaporkan adanya truk yang menurunkan para
penganggur di kota. Mereka kemudian mengemis secara berkelompok,

5
kebanyakan perempuan dan anak-anak,” tulis Ben White dalam “Pengalaman
Tiga Resesi: Yogyakarta Masa 1930-an, 1960-an, dan 1990-an”. Suami dan ayah
mereka menyasar pasar untuk bekerja sebagai buruh kasar.

Sebagian rakyat tani memilih bertahan di desa. Mereka terancam


kelaparan dan kemelaratan. Kedaulatan Rakyat, koran dengan tiras terbesar di
Yogyakarta, mengabarkan kondisi ini sepanjang 1963. Hati banyak orang
tersentuh. Bantuan bahan pangan gratis berdatangan dari kota ke Yogyakarta.
Sebagai contoh, para polisi di Yogyakarta memutuskan menyumbang satu persen
dari jatah beras bulanan mereka untuk penduduk Gunung Kidul melalui Panitia
Gerakan Kemanusiaan DIY yang didirikan untuk tujuan ini. Barisan Tani
Indonesia, organisasi bawahan Partai Komunis Indonesia, membentuk Gerakan
Rakyat Kelaparan (Gerajak) pada Januari 1964 untuk menghimpun bantuan
kepada rakyat tani. Strateginya tanpa kekerasan. Mereka berdemonstrasi di
depan kantor bupati meminta pembagian pangan gratis. Selain itu, mereka juga
mendatangi rumah para petani kaya dan elite lokal.

Tak semua bantuan tersalur dengan baik kepada rakyat tani. Lebih
banyak lagi rakyat tani yang berjuang sendirian mempertahankan hidup. Mereka
tidak sampai berutang ke tetangga atau orang lain. Bagaimana mau meminjam
uang jika tetangga dan orang lain sama susahnya. Maka jalan terbaik bagi
mereka ialah menjual atau menggadai barang-barang di rumah. Dari perhiasan,
emas, batik, sampai sendok dan garpu sekalipun. Pegawai pemerintahan dan
buruh upahan merupakan korban lain krisis ekonomi. Gaji bulanan mereka tak
sepadan lagi dengan harga barang. Mereka menuntut pembayaran sebagian gaji
dan tunjangan hari raya diganti oleh barang kebutuhan pokok seperti beras, gula,
terigu, dan minyak goreng. Pada masa inflasi, gaji dalam bentuk barang
dipandang lebih menjamin hari-hari depan mereka ketimbang uang. Harga
barang terus naik, sedangkan nilai uang selalu turun.

Berbeda dari rakyat tani, segelintir orang mengenang krisis sebagai masa
jaya dalam kehidupan mereka. Merekalah para pedagang, penyelundup barang,
dan oknum pegawai pemerintahan. Pedagang dan penyelundup memperoleh
kemakmuran dari naiknya harga barang. Sedangkan oknum pegawai

6
pemerintahan mencari celah dengan menjual kelebihan jatah barang kebutuhan
pokok mereka. Mereka menjadi makin kaya di tengah lautan kemiskinan. Situasi
kontras juga tampak dalam laporan Kedaulatan Rakyat 19 Februari 1965.
Tercatat ada peningkatan jumlah jamaah calon haji menjadi 75 orang. “Dalam
sejarah keberangkatan haji dari Jogja, ini merupakan jumlah yang sangat besar,”
catat Kedaulatan Rakyat. Di tingkat elit nasional, krisis ekonomi memberikan
andil kuat bagi perubahan pemerintahan. Sukarno dan kelompok pendukungnya
tersingkir pada 1966. Soeharto naik sebagai presiden. Setelah 32 tahun, dia jatuh
dengan prolog yang sama seperti Sukarno: krisis ekonomi.

Bisa dipahami bahwa penyebab krisis ekonomi pada masa orde lama
adalah karena Bank Indonesia pada saat itu yang dikendalikan secara penuh oleh
pemerintah mencetak uang terlalu banyak sehingga hal ini menyebabkan inflasi
yang sangat tinggi. Disamping itu sebab lainnya adalah pada masa itu banyak
terjadi konflik dan pemberontakan. Baik itu konflik dalam negeri berupa
pemberontakan, maupun konflik yang melibatkan pihak luar sehingga Indonesia
perlu membeli banyak alutsista tempur yang memakan banyak biaya.

2.1.3 Krisis pada Masa Orde Baru tahun 1997-1998

Krisis pada masa orde baru adalah salah satu krisis besar yang pernah
terjadi di Indonesia. Krisis ekonomi ini bukan hanya berdampak terhadap
ekonomi tetapi juga memberikan guncangan terhadap kondisi politik pada saat
itu. Krisis di masa orde baru mengukir sejarah kelam Indonesia, dimana pada
saat itu terjadi demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa dan masyarakat umum
untuk menuntut presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Demonstrasi yang
dilakukan pada masa itu juga menyebabkan kerusakan berbagai fasilitas umum
bahkan juga penjarahan toko dilakukan oleh oknum demonstran yang
mengamuk.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis pada masa orde
baru. Beberapa faktor ini pada akhirnya mengakibatkan krisis yang cukup besar
dan menjadi catatan kelam dalam sejarah Indonesia. Faktor yang melatar

7
belakangi krisis moneter pada tahun 1998 antara lain yaitu krisis moneter Asia,
nilai tukar rupiah yang anjlok, utang luar negeri yang membengkak, sistem
perbankan yang masih lemah, krisis kepercayaan, dan lain-lain. Berikut
penjelasan faktor penyebab krisis moneter tahun 1998:

a. Krisis moneter Asia

Penyebab Krisis Moneter Asia pada 1997 sangat kompleks dan masih
diperdebatkan. Diduga, penyebab utamanya adalah "hot money bubble" atau
gelembung uang panas. Uang panas adalah dana yang dikelola secara
spekulatif (untung-untungan) dan mendapatkan hasil yang tinggi dalam
waktu singkat. Semakin besar gelembung, maka semain banyak pula dana
yang diperlukan. Pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an, banyak negara
Asia Tenggara, termasuk Thailand, Singapura, Malaysia, serta Korea Selatan
di Asia Timur, mengalami pertumbuhan ekonomi hingga 8-12 persen dalam
produk domestik bruto (PDB).

Di sisi lain, pertumbuhan yang disebut "keajaiban ekonomi Asia" itu


berada di dalam bayang-bayang risiko besar. Pasalnya, perkembangan di
negara-negara tersebut terutama di dorong oleh ekspor dan investasi asing.

Kemudian, suku bunga tinggi dan nilai tukar tetap diterapkan untuk
menarik uang panas, yang meningkatkan pinjaman luar negeri dan
memperbesar keterpaparan risiko valuta asing di sektor keuangan dan
perusahaan. Kenaikan suku bunga AS menarik aliran uang panas ke pasar
AS, yang memperkuat nilai dollar AS. Akibatnya, pertumbuhan ekspor
terhambat, investasi asing beserta harga aset mulai runtuh. Para investor
asing yang panik pun mulai menarik diri, yang menyebabkan jatuhnya mata
uang negara-negara Asia dan timbul krisis ekonomi.

Krisis terparah dialami oleh Korea Selatan, Indonesia, dan Thailand,


diikuti oleh Hong Kong, Laos, Malaysia, serta Filipina. Rasio utang luar
negeri terhadap PDB naik dari 100 persen menjadi 167 persen, bahkan
melampaui 180 persen pada masa krisis terparah.

8
Krisis moneter sangat merusak nilai mata uang, pasar saham, dan harga
aset lainnya di banyak negara Asia Timur dan Tenggara. Selain berimbas
pada kehidupan ekonomi, krisis moneter juga berdampak pada kehidupan
politik negara. Krisis moneter 1997 yang menimpa Asia juga memicu
sentimen terhadap Barat, terutama George Soros, yang merupakan investor
sekaligus spekulan andal keturunan Hungaria-Amerika, yang dianggap
sebagai pemicu krisis.

b. Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang
memadai

Hal ini memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-
masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi diatas dimungkinkan,
karena Indonesia menganut sistem devisa bebas dengan rupiah yang
konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesar-besarnya untuk orang
bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam
negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri,
sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar
negeri.

c. Rasio Utang Jangka Pendek

Nematnejad (2002) dalam Putri Keumala Sari & Fakhruddin (2016)


menyebutkan suku bunga yang memberi dampak terhadap utang jangka
pendek dalam dolar, satu-satunya alasan mengapa Indonesia yang lebih tinggi
devaluasinya, karena memiliki rasio utang jangka pendek yang lebih tinggi
terhadap cadangan devisa yang tinggi.

d. Kebijakan Suku Bunga

Studi oleh Nematnejad (2002) yang dimuat dalam Putri Keumala Sari &
Fakhruddin (2016) hasilnya yaitu kesalahan penegakan ekonomi
menyebabkan besar dan tingginya perbedaan tingkat suku bunga antara
negara. Bank Indonesia menyatakan, Sejak Juli 1997 nilai tukar Rupiah terus
merosot tajam,pemerintah melakukan tindakan pengetatan Rupiah melalui
kenaikan suku bunga yang sangat tinggi dan pengalihan dana BUMN/yayasan

9
dari bank-bank ke BI (SBI) serta pengetatan anggaran Pemerintah. Ternyata
kebijakan tersebut menyebabkan suku bunga pasar uang melambung tinggi
dan likuiditas perbankan menjadi kering yang menimbulkan bank kesulitan
likuiditas. Akibatnya, masyarakat mengalami kepanikan dan kepercayaan
mereka terhadap perbankan mulai menurun.Maka terjadi penarikan dana
perbankan secara besar-besaran yang sekali lagi menimbulkan kesulitan
likuiditas pada seluruh sistem perbankan. Akhirnya,sistem pembayaran
terancam macet dan kelangsungan ekonomi nasional tergoncang.

2.2 Kebijakan pemerintah dalam memulihkan ekonomi di Indonesia

Kebijakan pemerintah untuk memulihkan ekonomi di Indonesia dari masa awal


kemerdekaan hingga sekarang adalah sebagai berikut:

2.2.1 Masa awal kemerdekaan (1945-1959)


Pada masa awal kemerdekaan (1945-1959), pemerintah mengambil alih
perusahaan-perusahaan Belanda yang bergerak di bidang pertambangan,
perkebunan, perdagangan, dan transportasi. Pemerintah juga berusaha
menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda dengan melakukan
diplomasi beras ke India, hubungan dagang langsung ke luar negeri, konferensi
ekonomi, pinjaman nasional, dan pembentukan Badan Perancang Ekonomi
2.2.2 Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), pemerintah menerapkan
sistem Ekonomi Terpimpin yang mengutamakan peran negara dalam
mengendalikan ekonomi. Pemerintah juga melaksanakan program pembangunan
nasional yang mencakup bidang pertanian, industri, infrastruktur, dan
pendidikan. Pemerintah juga melakukan kerjasama ekonomi dengan negara-
negara non-blok dan komunis seperti Uni Soviet dan Tiongkok.
2.2.3 Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), pemerintah mengubah sistem
ekonomi menjadi Ekonomi Pancasila yang lebih terbuka terhadap pasar dan
investasi asing. Pemerintah juga melaksanakan program stabilisasi
makroekonomi dengan bantuan IMF dan Bank Dunia. Pemerintah juga

10
melaksanakan program pembangunan lima tahunan (REPELITA) yang
mencakup bidang pertanian, industri, infrastruktur, kesehatan, dan
kependudukan.

2.2.4 Masa Reformasi (1998-sekarang)


Pada masa Reformasi (1998-sekarang), pemerintah menghadapi krisis
ekonomi dan politik yang membutuhkan reformasi struktural. Pemerintah juga
menerapkan sistem demokrasi dan desentralisasi yang memberikan otonomi
lebih besar kepada daerah. Pemerintah juga melaksanakan program pemulihan
ekonomi nasional (PEN) yang mencakup bidang kesehatan, perlindungan sosial,
insentif usaha, dan dukungan UMKM dan korporasi. Pemerintah juga
mendorong transformasi ekonomi melalui UU Cipta Kerja, hilirisasi sumber
daya alam, pembangunan infrastruktur strategis, pengembangan sumber daya
manusia, dan digitalisasi ekonomi.
Adapun di masa sekarang kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk
memulihkan ekonomi di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal, yaitu mengalokasikan anggaran APBN untuk program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencakup bidang kesehatan,
perlindungan sosial, program prioritas, insentif usaha, dan dukungan UMKM
dan korporasi. Realisasi PEN per 10 Desember 2021 mencapai 69,8% dari
alokasi Rp 695,2 triliun. Pada tahun 2022, anggaran PC-PEN dialokasikan
sebesar Rp 414 triliun untuk melanjutkan program penanganan Covid-19 dan
pemulihan ekonomi.
b. Kebijakan moneter
Kebijakan moneter, yaitu menurunkan suku bunga acuan (BI 7-day
reverse repo rate) menjadi 3,5%, memberikan stimulus moneter dan
makroprudensial, serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bank Indonesia
juga mendukung penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha,
khususnya UMKM, melalui relaksasi ketentuan kredit dan restrukturisasi
utang.
c. Kebijakan sectoral

11
Kebijakan sektoral, yaitu membuka sektor produktif dan aman
dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, melakukan transformasi
ekonomi melalui UU Cipta Kerja, melakukan hilirisasi sumber daya alam,
membangun infrastruktur strategis, dan mengembangkan sumber daya
manusia melalui program seperti Kartu Prakerja.

d. Kebijakan digitalisasi

Kebijakan digitalisasi, yaitu memanfaatkan teknologi digital untuk


meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan inovasi di berbagai sektor
ekonomi dan keuangan. Pemerintah juga mendorong pengembangan
ekosistem digital nasional yang inklusif dan berdaya saing, serta
memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha digital.

2.3 Perubahan standar hidup yang ada pada masyarakat Indonesia.

Standar hidup adalah ukuran kesejahteraan yang mencakup faktor-faktor


seperti pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan lain-lain. Standar hidup di
Indonesia telah mengalami perubahan sejak awal kemerdekaan hingga sekarang.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat menggambarkan perubahan standar hidup di
Indonesia dari masa ke masa sebagai berikut:

2.3.1 Standar hidup Pada masa kemerdekaan (1945-1959)


Pada masa kemerdekaan (1945-1959), Indonesia menghadapi berbagai
tantangan seperti perang kemerdekaan, perpecahan politik, inflasi, dan
kemiskinan. Standar hidup rata-rata masyarakat Indonesia masih rendah, dengan
angka harapan hidup hanya 37 tahun, angka melek huruf 50%, dan angka
kemiskinan 70%.
2.3.2 Standar hidup Pada masa Orde Lama (1959-1966)
Pada masa Orde Lama (1959-1966), Indonesia mengalami pertumbuhan
ekonomi yang lambat, ketidakstabilan politik, dan konflik sosial. Standar hidup
masyarakat Indonesia masih rendah, dengan angka harapan hidup 45 tahun,
angka melek huruf 60%, dan angka kemiskinan 60%.
2.3.3 Standar hidup Pada masa Orde Baru (1966-1998)

12
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Indonesia mengalami pertumbuhan
ekonomi yang cepat, stabilitas politik, dan pembangunan infrastruktur. Standar
hidup masyarakat Indonesia meningkat, dengan angka harapan hidup 63 tahun,
angka melek huruf 85%, dan angka kemiskinan 11%. Namun, pada akhir masa
ini, Indonesia juga mengalami krisis ekonomi dan politik yang memicu
reformasi.

2.3.4 Standar Hidup Pada masa Reformasi (1998-sekarang)


Pada masa Reformasi (1998-sekarang), Indonesia mengalami demokratisasi,
desentralisasi, dan globalisasi. Standar hidup masyarakat Indonesia terus
meningkat, dengan angka harapan hidup 71 tahun, angka melek huruf 95%, dan
angka kemiskinan 9%. Namun, pada masa ini juga muncul berbagai tantangan
baru seperti ketimpangan sosial, korupsi, bencana alam, dan pandemi.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia telah


mengalami berbagai tantangan ekonomi. Tantangan ekonomi yang terjadi antara
lain pada era orde lama dan orde baru. Walaupun tantangan yang dihadapi cukup
berat, Indonesia berhasil melewati itu semua dan berhasil memulihkan kondisi lagi.

Berbagai krisis yang terjadi tentunya dapat dijadikan pelajaran bagi generasi
pendatang agar bisa mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Beberapa krisis yang pernah menerpa Indonesia juga diharapkan dapat menjadikan
Indonesia lebih kuat lagi dan mampu dalam menghadapi dan mengatasi tantangan
global di masa mendatang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adieb, M. (2023). Krisis Ekonomi: Mengenal Arti, Penyebab, Dampak, dan Cara
Menyikapinya. Diakses dari https://glints.com/id/lowongan/krisis-
ekonomi/#apa-itu-krisis-ekonomi. Glints.
Faisal, A. (2023). Pembangunan Ekonomi di Indonesia dari Awal Kemerdekaan Hingga
Saat Ini. Diakses dari https://hijra.id/blog/articles/pembangunan-
ekonomi-di-indonesia/.
Fransya, W. (2015). Gaya Hidup Zaman Dulu atau Sekarang?. Diakses dari
Kompasiana.com.https://www.kompasiana.com/wynonafransya/55ecfea1
4ef9fd090d2b1fd3/gaya-hidup-zaman-dulu-atau-sekarang.n
Hanggoro, H.T. (2020). Krisis Ekonomi Masa Sukarno. Diakses dari
https://historia.id/ekonomi/articles/krisis-ekonomi-masa-sukarno-
vYe18/page/1. Historia.id.
Herdiawan, H. (2021). Pemulihan Ekonomi Optimis Terwujud di 2021 - Bank
Indonesia. Diakses dari
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_22
9020.aspx.
Limanseto, H. (2021). Upaya Pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi
Nasional Telah On-Track dan Akan Di Lanjutkan. Diakses dari
https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3532/upaya-pemerintah-melalui-
program-pemulihan-ekonomi-nasional-telah-on-track-dan-akan-
dilanjutkan.
Limanseto, H. (2023). Jaga Momentum Keberlanjutan Pemulihan Ekonomi Nasional,
Pemerintah Terapkan Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter Responsif.
Diakses dari https://ekon.go.id/publikasi/detail/5022/jaga-momentum-
keberlanjutan-pemulihan-ekonomi-nasional-pemerintah-terapkan-
sinergi-kebijakan-fiskal-dan-moneter-responsif.
Ningsih, L.W. (2022). Krisis Moneter Asia 1997: Penyebab, Dampak, dan Peran IMF.
Diakses dari

15
shttps://www.kompas.com/stori/read/2022/07/03/100000379/krisis-
moneter-asia-1997--penyebab-dampak-dan-peran-imf?page=all.
Parinduri, A. (2022). Faktor Penyebab Kacaunya Ekonomi Indonesia di Awal
Kemerdekaan. Diakses dari https://tirto.id/faktor-penyebab-kacaunya-
ekonomi-indonesia-di-awal-kemerdekaan-gpKt
Sari, P. K., & Fakhruddin, F. (2016). Identifikasi Penyebab Krisis Moneter dan
Kebijakan Bank Sentral di Indonesia: Kasus Krisis Tahun (1997-1998
dan 2008). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, 1(2), 377-
388. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sasongko, D. (2020). Strategi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Diakses
dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-
Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-Nasional.html.
Tarmidi, L. T. (1999). Krisis moneter Indonesia: Sebab, dampak, peran IMF dan saran.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 1(4), 1-25
Thabroni, G. (2022). Masa Kemerdekaan Indonesia (1945–1950). Diakses dari
https://serupa.id/masa-kemerdekaan-indonesia/
Usuludin, A.B. (2021). Penerapan Pancasila: Awal Kemerdekaan hingga Era Reformasi.
Diakses dari
https://www.kompasiana.com/abutokwes/60ee54f806310e4fa11f5323/pe
nerapan-pancasila-awal-kemerdekaan-hingga-era-reformasi.
____(2021). Kebijakan Ekonomi Indonesia pada Awal Kemerdekaan. Diakses dari
https://ekonomi.bunghatta.ac.id/index.php/en/article/303-kebijakan-
ekonomi-indonesia-pada-awal-kemerdekaan. Universitas Bung Hatta.
____(2023). Penerapan Pancasila dari Masa ke Masa, Orde Lama, Orde Baru -
PPKN.CO.ID. https://ppkn.co.id/penerapan-pancasila-dari-masa-ke-
masa/.

16

Anda mungkin juga menyukai