Anda di halaman 1dari 19

Mind setting dalam Menghadapi Fenomena Bullying Perspektif

Al-Qur’an

Zamzam Qodri1, Sarifa Aliyal Bana2, Nihayatul Ulum3

1
zqodri.2020@gmail.com, 2sarifaaliyal01@gmail.com, 3nihayaululum9@gmail.com

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Abstrak
Kasus perundungan atau bullying di masyarakat menjadi fenomena marak yang
terus menjadi perbincangan. Berdasarkan data KPAI kasus perundungan khususnya
pada dunia pendidikan menunjukkan kenaikan grafik pada setiap bulannya, dimana
dari 2.355 kasus pelanggaran anak dan diantaranya terdapat 810 kasus kekerasan
dan perundungan. Maraknya fenomena bullying di Indonesia tidak dapat terlepas
dari sikap normalisasi masyarakat terhadap tindakan bullying. Dengan paradigma
yang telah melekat tersebut membuat bullying menjadi salah satu permasalahan
yang cukup sulit untuk diselesaikan. Artikel ini akan membahas mengenai mind
setting dalam perspektif al-Qur’an untuk menghadapi fenomena bullying.
Penelitian ini menarik untuk dilakukan mengingat pada era sekarang ini bullying
menjadi salah satu fenomena yang marak dan tidak dapat terhindarkan. Dengan
demikian diperlukan mind setting berupa pengeloalaan pola pikir. Karena pada
dasarnya rasa sedih, kecewa, dan marah, muncul dari setting pola pikir yang telah
terbentuk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada beberapa bagain, al-
Qur’an seringkali menenangkan Rasulullah ketika menerima perlakuan intimidatif
dalam perjalan dakwahnya. Terdapat beberapa mind setting yang perlu dilakukan
untuk menghadapi bulliying. Pertama, menamankan pola pikir bahwa Allah selalu
hadir menolong orang yang dizalimi. Kedua, menyibukkan melakukan ibadah
dengan mensucikan Allah dengan memuji-Nya.
Kata kunci: mind setting, bullying, al-Qur’an
Pendahuluan
Kasus perundungan atau bullying di masyarakat menjadi fenomena marak
yang terus menjadi perbincangan dari dulu hingga sekarang. Bullying biasanya
dilakukan oleh sekelompok orang atau individu dengan menunjukkan perilaku
agresif berupa kekerasan fisik seperti menendang, memukul, menampar, dan
perilaku kasar lainnya, maupun kekerasan non fisik seperti menghina, memanggil

1
dengan julukan yang buruk, memaki, dan lain sebagainya. Berdasarkan data KPAI
kasus perundungan khususnya pada dunia pendidikan menunjukkan kenaikan
grafik pada setiap bulannya. KPAI mencatat 2.355 kasus pelanggaran anak hingga
Agustus 2023, dan diantaranya terdapat 810 kasus kekerasan dan perundungan.1
Selain terjadi di dunia pendidikan, perundungan juga banyak dijumpai di
media sosial. Kemudahan akses internet dan kecanggihan teknologi memudahkan
berbagai kalangan untuk dapat menikmati fasilitas akses informasi dimana saja
dan kapan saja.2 Keberadaan media sosial menurut Direktur Jenderal Informasi
Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rositasari Niken
Widyastuti diilustrasikan seperti pisau bermata dua yang bermanfaat apabila
diarahkan kepada hal positif, namun disisi lain jika disalahgunakan juga dapat
berdampak negatif.3 Salah satu dampak negatif dari menjamurnya media sosial di
kalangan masyarakat adalah cyberbullying.
Maraknya fenomena bullying di Indonesia tidak dapat terlepas dari sikap
normalisasi masyarakat terhadap tindakan bullying sebagai salah satu bentuk
kenakalan anak dan remaja. Dengan paradigma yang telah melekat tersebut
membuat fenomena bullying menjadi salah satu permasalahan yang cukup sulit
untuk diselesaikan. Secara psikologis, para pelaku bullying berpotensi untuk
tumbuh sebagai pribadi yang sewenang-wenang. Dengan demikian, normalisasi
atas tindakan bullying dapat berdampak pada munculnya pelaku-pelaku kriminal
(premanisme) di tengah-tengah masyarakat kelak.4
Al-Qur’an pada beberapa bagian telah memotret fenomena bullying. Hal ini
menujukkan bahwa fenomena bullying telah terjadi sejak zaman terdahulu,

1
Singgih Wiryono and Bagus Santosa, “KPAI: Dunia Pendidikan Sedang Alami Darurat Kekerasan
Karena Maraknya Aksi ‘Bullying'", Kompas.com, 2023,
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/06/08455131/kpai-dunia-pendidikan-sedang-alami-
darurat-kekerasan-karena-maraknya-aksi.
2
Annisa Fitrah Nurrizka, “Peran Media Sosial di Era Globalisasi Pada Remaja Di Surakarta Suatu
Kajian Teoritis Dan Praktis Terhadap Remaja Dalam Perspektif Perubahan Sosial,” Jurnal Analisa
Sosiologi Vol. 5, No. 1 (2016): 30.
3
Evita Devega, “Medsos Ibarat Pisau Bermata Dua, Kominfo Galakkan Literasi,” Kominfo, 2017,
https://www.kominfo.go.id/content/detail/10859/medsos-ibarat-pisau-bermata-dua-kominfo-
galakkan-literasi/0/sorotan_media.
4
Anisa Sri Utami dkk., “Penyuluhan Kesehatan Tentang Bullying Pada Remaja Di Panti Asuhan
Muhammadiyah Ranting Cingkariang Banuhampu Agam,” Abdimas Saintika Vol. 5, no. 1 (2023):
116.

2
sebagaimana kisah Nabi Yusuf yang mengalami tindakan kekerasan oleh saudara-
saudaranya. Selain itu, tindakan pengucilan, dan penindasan juga sering dialami
oleh para Nabi ketika hendak menjalankan dakwahnya. Tindakan bullying direkam
dalam al-Qur’an dalam surah al-Ahzab [33]: 58, dan al-Hujurat [49]: 11. Selain
melakukan pemotretan atas tindakan bullying, al-Qur’an juga memberikan tawaran
berupa setting pola pikir (mind setting) untuk mengendalikan tekanan psikologi
yang menghambat pada diri korban.
Artikel ini akan membahas mengenai mind setting dalam perspektif al-
Qur’an untuk menghadapi fenomena bullying. Penelitian ini menarik untuk
dilakukan mengingat pada era sekarang ini bullying menjadi salah satu fenomena
yang marak dan tidak dapat terhindarkan. Dengan demikian diperlukan mind setting
berupa pengeloalaan pola pikir. Karena pada dasarnya rasa sedih, kecewa, dan
marah, muncul dari setting pola pikir yang telah terbentuk. Sehingga apabila
seseorang menginginkan rasa bahagia, senang dan gembira tentu memerlukan
setting pola pikir dengan melakukan penerapan pola pikir positif.5
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, sudah banyak
Kajian ilmiah yang membahas mengenai bullying dalam perspektif al-Qur’an
seperti tulisan Sindy Kartika Sari6, Ilham Hadiwijaya7, Sutipyo Ru’iya dan

5
Ahmad Rusydi, “Husn Al-Zhann: Konsep Berpikir Positif dalam Perspektif Psikologi Islam dan
Manfaatnya Bagi Kesehatan Mental,” Proyeksi Vol. 7, no. 1 (2012), 1–2.
6
Artikel yang ditulis oleh Sindy Kartika Sari dengan judul “Bullying dan Solusinya dalam Al-
Qur’an” membahas pesan al-Qur’an tentang bulliying dan solusi atas fenomena bullying bagi
pelaku dan korban bullying dengan menggunakan metode tafsir maudhu’i. Sindy Kartika Sari,
“Bullying dan Solusinya dalam Al-Qur’an,” Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy
Vol. 1, no. 1 (2020).
7
Skripsi yang ditulis oleh Ilham Hadiwijaya dengan judul “Tafsir Fenomenologis: Kontekstualisasi
Ayat-Al-Qur’an Tentang Bullying (Analisis Bullying Di Pondok Pesantren Madinatunnajah,
Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten). Skripsi ini dari Instiitut PTIQ Jakarta prodi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir. Penelitian ini membahas fenomena bullying di ponpes Madinatunnajah
Tangerang selatan. Fenomana bullying di ponpes tersebut terjadi karena adanya permasalahan
kondisi psikologis baik dari sisi korban maupun pelaku. Ilham Hadiwijaya, “Tafsir Fenomenologis:
Kontekstualisasi Ayat-Al-Qur’an Tentang Bullying (Analisis Bullying di Pondok Pesantren
Madinatunnajah, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten)” (Institut PTIQ Jakarta, 2022).

3
Thontowi8, Rifki Hadi9, dan lain-lain. Meski demikian, belum ditemukan penelitian
yang fokus membahas mind setting dalam menghadapi bullying menurut perspektif
al-Qur’an.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan
permasalahan dan fokus penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka
(library research) yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menemukan
sumber data yang faktual10 tentang objek yang akan diteliti dengan memilih
sumber-sumber yang relevan dengan objek spesifiknya.11 Dengan demikian,
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks bukan peristiwa yang
terjadi di lapangan. Sedangkan sifat penelitian ini adalah kualitatif dimana peneliti
tidak menggunakan mekanisme statistik saat mengolah data. Adapun pendekatan
yang digunakan dalam artikel ini menggunakan pendekatan metode tafsir maudhu’i
Dengan demikian, untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep Mind setting
dalam Perspektif Al-Qur’an, peneliti akan melakukan penghimpunan ayat al-
Qur’an yang membicarakan tema yang berkaitan dengan penelitian.

Fenomena Bullying di Indonesia


Istilah bullying berasal dari bahasa Inggris yang dalam bahsa Indonesia
dikenal dengan istilah rundung atau perundungan. Bully atau rundung dalam bahasa
Indonesia dapat bermakna menyakat yang berasal dari kata sakat, sedangkan pelaku
bully disebut sebagai penyakat yang artinya mengganggu atau menjahili orang.
Secara umum bullying juga dapat diartikan sebagai tindakan penindasan,

8
Artikel yang ditulis oleh Sutipyo Ru’iya dan Thontowi dengan judul Tafsir Ayat-Ayat Bullying
dalam Pandangan Buya Hamka membahas tiga term dalam al-Qur’an yang mengisyaratkan perilaku
bullying secara verbal dan rasional yaitu, sakhara, istahza, dan lamiza dalam tafsir al-Azhar karya
Buya Hamka. Sutipyo Ru’iya dan Thontowi, “Tafsir Ayat-Ayat Anti Bullying dalam Pandangan
Buya Hamka,” Seminar Nasional LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2020.
9
Tesis yang ditulis oleh Rifki Hadi, dengan judul “Bullying Dalam Al-Qur’an dan Realitas
Kehidupan Modern (Studi Analisis Tafsir Tematik)” Tesis ini dari Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta
prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Penelitian ini membahas tiga makna bullying dalam al-Qur’an
yakni bullying verbal, bullying fisik dan bullying sosial yang di potret melalui realitas kehidupan
masa kini. Rifki Hadi, “Bullying Dalam Al-Qur’an dan Realitas Kehidupan Modern (Studi Analisis
Tafsir Tematik)” (Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta, 2022).
10
Mary W. George, The Elements of Library Research (Princeton: Princeton University Press, 2008),
6.
11
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), 134.

4
perploncoan, dan pengucilan.12 Menurut KBBI perundungan merupakan tindakan
mengganggu, menjahili secara terus menenur, membuat susah, dan sebagainya.13
Menurut Kementiran Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen
PPPA) bullying dikategorikan ke dalam enam jenis di antaranya: kontak fisik
langsung, kontak verbal langsung, perilaku non-verbal langsung, perilaku non-
verbal tidak langsung, cyberbullying, dan pelecehan seksual.14 Adapun menurut
Field, bullying terbagi menjadi empat tipe. Pertama, sindiran (teasing) yakni
tindakan menghina, mengolok-olok, mengganggu dan meneriaki korban. Kedua,
pengeluaran (exclution) yakni tindakan pengucilan secara sosial yang dilakukan
dengan cara mengeluarkan korban dari circle teman sebayanya. Ketiga, fisik
(physical) yakni tindakan yang menunjukkan perilaku agresif berupa kekerasan
fisik seperti memukul, mendorong, menendang dan lain-lain. Keempat, Harassment
yakni tindakan menganggu dan menyerang hal-hal yang berkaitan dengan
permasalah seksual, jenis kelamin, ras, agama, dan kebangsaan.15

Kemajuan teknologi dan kemudahan akses internet memudahkan berbagai


kalangan untuk dapat menerima informasi dimana saja dan kapan saja.16
Menjamurnya media sosial sebagai wadah interaksi dan komunikasi berpotensi
menjadi salah satu faktor berkembangnya perundungan di media sosial
(cyberbullying). Dengan akses internet yang tidak terbatas dan kemajuan
teknologi digital melalui instan messaging, sosial networking, online gamming,
chat room, website, internet communities maupun melalui pesan digital lainnya
memungkinkan terjadinya cyberbullying di mana saja dan kapan saja, dengan
target paling rentan adalah anak-anak dan remaja. Berdasarkan survei tentang

12
Maysarah and Bengkel, “Pentingnya Edukasi Anti-Bullying Pada Anak Sejak Dini di Panti Asuhan
Ar-Rahman,” Abdisoshum Vol. 2, no. 1 (2023): 13.
13
“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,” Kbbi.web.id, n.d., https://kbbi.web.id/rundung.
14
Irwan Sapto Adhi, “Mengenal Jenis-Jenis Dan Contoh Perilaku Bullying Yang Kerap Tak
Disadari,” Kompas.com, 2020, https://health.kompas.com/read/2020/02/03/102900568/mengenal-
jenis-jenis-dan-contoh-perilaku-bullying-yang-kerap-tak-disadari?page=all.
15
Evelyn M. Field, Bullying Blocking Six Secrets to Help Childer (United Kingdom: Jessica
Kingsley Publishers, 2007).
16
Annisa Fitrah Nurrizka, “Peran Media Sosial di Era Globalisasi Pada Remaja Di Surakarta Suatu
Kajian Teoritis Dan Praktis Terhadap Remaja Dalam Perspektif Perubahan Sosial,” Jurnal Analisa
Sosiologi Vol. 5, No. 1 (2016): 30.

5
dampak dan resiko penggunaan media online yang dilakukan pada 20.000 orang
tua di seluruh dunia memilih cyberbullying sebagai acnaman terbesar bagi
mereka.17 Dengan demikian, fenomena perundungan baik di dunia nyata maupun
di dunia maya tidak dapat dianggap sebagai persoalan yang ringan dan dipandang
sebelah mata.
Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja
(SNPHAR) oleh Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
menyatakan bahwa dua dari tiga anak yang berusia 13-17 tahun, baik laiki-laki
maupun perempuan setidaknya pernah tindakan kekerasan oleh teman sebayanya.
Menurut Studi Program Penilaian Pelajar Internasional pada tahun 2018
menyatakan bahwa 41% pelajar berusia 15 tahun pernah mengalami perundungan
selama beberapa kali dalam satu bulan dengan berbagai jenis perundungan seperti
penguclan, pemukilan, pengambilan barang, pengancaman, dan penyebaran
rumor yang tidak baik. Selanjutnya perundungan daring menurut penelitian yang
telah dilakukan oleh U-Report mendapati bahwa 45% anak dalam rentang usia 14
sampai 24 pernah mengalami cyberbullying dalam bentuk pelecehan melalui
aplikasi chatting, dan penyebaran video atau foto pribadi tanpa izin.18 Terdapat
beberapa faktor penyebab terjadinya tindakan perundungan di antaranya:
a. Faktor keluarga
Lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor paling berpengaruh
dalam pembentukan karakter dan perilaku anak. Para pelaku tindakan
perundungan biasanya berasal dari latar belakang keluarga yang
broken home dan pola asuh orang tua yang cenderung otoriter.
Kurangnya perhatian dan keharmonisan dalam lingkungan keluarga
membuat anak mencari perhatian di luar rumah dengan menampilkan
tindakan-tindakan negatif seperti bullying.19
b. Faktor lingkungan sosial

17
Xenia Angelica Wijayanto, Lamria Raya Fitriyani, and Lestari Nurhajati, Mencegah Dan
Mengatasi Bullying Di Dunia Digital (Jakarta: Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian
kepada Masyarakat London School of Public Relations Jakarta, 2019), 12–13.
18
UNICEF, Perundungan Di Indonesia: Fakta-Fakta Kunci, Solusi, Dan Rekomendasi, 2020.
19
Aulia Fatin Nur Hasanah and Taun, “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Perundungan (Bullying)Anak Dalam Dunia Pendidikan,” Jurnal Istinbath Vol. 2, no. 1 (2023): 236.

6
Orang yang pernah mengalami dan menyaksikan kekerasan atau
tindakan perundungan beresiko untuk melakukan tindakan
perundungan tersebut kepada orang lain. Selain itu kebiasaan menilai
perbedaan ras, penampilan, dan gaya hidup orang lain sebagai salah
satu keanehan juga menjadi salah satu faktor munculnya tindakan
bullying. Hal ini karena kurangnya rasa empati untuk memahami dan
mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain. Di sisi lain, faktor
kemiskian yang di ikuti dengan gaya hidup hedonis juga menjadi salah
satu pemicu munculnya tindakan pemalakan dan perampasan hak orang
lain.20
c. Faktor tayangan
Televisi dan media cetak turut berperan sebagai satu sarana
pembentukan pola perilaku pada anak dan remaja. Berdasarkan survey
yang dilakukan kompas menyatakan bahwa 56,9% anak meniru adegan-
adegan film yang ditontonnya. Umumnya mereka meniru geraknya
(64%) dan kata-katanya (43%). Dengan demikian tayangan-tayangan
sinetron dan film yang memperlihatkan tindakan kekerasan akan
memunculkan anggapan bahwa bullying adalah suatu hal yang biasa.21

Mind Setting dalam Menghadapi Fenomena Bullying

Tingginya kasus perundungan di Indonesia mengakibatkan meningkatnya


resiko gangguan psikis bagi korban perundungan. Terdapat dua efek yang dapat
dirasakan oleh korban tindak pembulian, yakni berupa efek jangka pendek dan
jangka panjang. Efek jangka pendek bagi korban pembulian biasanya berkaitan
dengan jenis pembulian secara fisik berupa luka pada fisik korban. Namun efek
jangka pendek tersebut juga dapat berlanjut kepada efek jangka panjang berupa
munculnya perasaan-perasaan yang mengganggu seperti perasaan tidak aman,
perasaan terisolasi, dan depresi. Efek jangka panjang ini biasanya cenderung tidak

20
Ela Zain Zakiyah, Sahadi Humaedi, and Meilanny Budiarti Santoso, “Faktor Yang Mempengaruhi
Remaja Dalam Melakukan Bullying,” Jurnal Penelitian Dan PPM Vol. 4, no. 2 (2017): 328.
21
Heti Novita Sari dkk., “Perilaku Bullying Yang Menyimpang Dari Nilai Pancasila Pada Siswa
Sekolah,” Jurnal Kewarganegaraan Vol. 6, no. 1 (2022): 2099.

7
disadari baik oleh pelaku maupun korban, karena dampaknya yang bersifat
psikis.22

Secara psikologis, tindakan perundungan berdampak pada timbulnya gejala


psikosimatis, yakni munculnya perasaan rendah diri, kurang rasa percaya diri, tidak
berharga, merasa takut, kesepian, mengalami gangguan kecemasan dan memiliki
resiko depresi yang lebih besar. Salah satu dampak dari bullying adalah anxiety
disorder atau gangguan kecemasan yang berlebihan dan tidak terkendali. Hal ini
ditandani dengan munculnya rasa kekhawatiran dan ketegangan yang berlebihan
dan terus-meneurs. Munculnya kecemasan tersbut, membuat seseorang mengalami
perubahan perilaku seperti menghindari kontak mata, berbicara pelan, gemetar,
suara bergetar, tubuh kaku, dan lain sebagainya.23

Mind setting secara bahasa terdiri atas dua kata yakni “mind” dan “setting”,
Kata “mind” berarti asal pikiran dan memori; pusat kesadaran yang dapat
menghasilkan pemikiran, ide dan presepsi. Adapun “Setting” secara etimologi
berasal dari bahasa Inggris yang apabila dipadankan ke dalam bahasa Indonesia
dengan bentuk kata kerja sama dengan istilah “mengeset” yang berarti pekerjaan
menata dan mengatur.24 Dengan demikian, mind setting berarti menelola cara
berpikir untuk memilih dan menentukan perilaku, sikap dan pandangan.25

Maraknya fenomena bullying di Indonesia tidak dapat terlepas dari sikap


normalisasi masyarakat terhadap tindakan bullying sebagai salah satu bentuk
kenakalan anak dan remaja. Sehingga pada era sekarang ini bullying menjadi salah
satu fenomena yang tidak dapat terhindarkan. Dengan demikian, untuk menghadapi
fenomena bullying diperlukan pengeloaan pola pikir (mind setting) untuk
mengendalikan tekanan psikologi yang menghambat pada diri korban. Al-Qur’an
telah menjelaskan setting pola pikir untuk menghadapi fenomena bullying. Dengan

22
Ahmad Baliyo Eko Prasetyo, “Bullying Di Sekolah Dan Dampaknya Bagi Masa Depan Anak,”
Jurnal El-Tarbawi Vol. 4, no. 1 (2011): 23.
23
Wifaqul Azmi, “Dampak Fenomena Bullying Terhadap Anxiety Disorders Di Kalangan Santri
Asy-Syakiroh Buntet Pesantren” (IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2021), 4–5.
24
Elfi Yanti Ritonga, “Teori Agenda Setting Dalam Ilmu Komunikasi,” Jurnal Simbolika Vol. 4, no.
1 (2018): 33.
25
Adi W. Gunawan, The Secret of Mindset (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), 14.

8
demikian, untuk menurunkan kecenderungan depresi pada diri korban al-Qur’an
meerintahkan untuk mengatur pola pikir (mind settingt). Sebagaimana yang telah
diketahui bahwa sering berpikir negatif akan memicu munculnya depresi. Oleh
karena itu manusia memerlukan perubahan cara berpikir adaptif sebagai alternatif
untuk menurunkan kecenderungan depresi. Hal ini sebagaimana firman Allah
dalam Q.S Yasin [36]: 76 dan Q.S al-Hajir [15]: 97.

Bullying dalam Al-quran.

Secara konteks, fenomena bullying yang terjadi pada masa kini merupakan
perpanjangan dari fenomena kuno yang dikenal dengan sistem perbudakan.
Sekalipun saat ini sistem perbudakan telah dihapuskan, akan tetapi ruh dari
perbudakan tersebut masih melekat dan berkembang di masyarakat dengan bentuk-
bentuk baru,26 salah satunya adalah praktik bullying. Al-Qur’an sendiri
menggambarkan fenomena bullying melalui beberapa term dalam Q.S al-Ahzab
[33]: 58, dan Q.S al-Hujurat [49]: 11.

1. Q.S Al-Ahzab [33]:58


۟ ِ ۟ ِ ِ ِِ ِ َّ
ْ ‫ني َوٱلْ ُم ْؤمَٰنَت بِغَ ِْْي َما ٱ ْكتَ َسبُوا فَ َقد‬
‫ٱحتَ َملُوا ُُبَْٰتَنًا َوإِْْثًا ُّمبِينًا‬ َ ‫ين يُ ْؤذُو َن ٱلْ ُم ْؤمن‬
َ ‫َوٱلذ‬
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan
mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya
mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata
Kata yu'dhuna berakar pada kata adhiya yang artinya menyiksa,
menyakiti, menyusahkan dan merugikan. Sedangkan kata buhtan artinya
kebohongan atau laporan.27 Adapun menurut Al-Razi (w. 1210 M) al-buhta>nu
dimaknai adalah kepalsuan yang konteksnya hanya pada perkataan atau
ucapan, sedangkan al-i>dha>’u dimaknai sebagai suatu penyiksaan yang kadang
dapat terjadi walaupun bukan dalam perkataan. Dengan demikian, barangsiapa

26
Umi Sumbulah, “Trafficking: Praktik Neo-Perbudakan Dalam Perspektif Islam,” Fakultas Syariah
Universitas Islam Negeri Malang, 2010.
27
Hadiwijaya, “Tafsir Fenomenologis: Kontekstualisasi Ayat-Al-Qur’an Tentang Bullying (Analisis
Bullying Di Pondok Pesantren Madinatunnajah, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten)”,
60.

9
yang menyakiti seorang mukmin dengan memukulnya atau merampas hartanya
maka itu tidak termasuk kedalam buhta>n atau kepalsuan.28

Terkait ayat ini Ibnu Kathir memberikan penjelasan bahwa orang yang
melancarkan tuduhan buruk pada orang beriman baik laki-laki maupun
perempuan yang pada hakikatnya mereka tidak tahu dan tidak pernah
melakukannya, dimana tujuannya tak lain hanyalah untuk merusak kehormatan
mereka hingga dianggap oleh khalayak sebagai orang yang buruk, orang yang
melakukan tuduhan tersebut berada dalam kedustaan dan dosa yang besar.
Kemudian Ibnu Kathir memberikan contoh kaum Rofid}ah yang mana mereka
mendiskreditkan para sahabat nabi. Padahal Allah sendiri memuji dan meridhoi
mereka serta menyucikan mereka dari tuduhan-tuduhan tersebut.29 Hal ini
senada dengan al-Maraghi yang menafsirkan ayat ini dengan tuduhan buruk
terhadap orang beriman yang sempurna imannya. Hanya saja ia menambahkan
makna “bi ghoyri ma> iktasabu>” ialah tanpa berhak ada balasan berupa
penyiksaan kepada orang beriman. Sedangkan makna "buhta>n" ialah tuduhan
palsu kepada orang mukmin dengan tuduhan yang buruk.30

Berbeda dengan Najmuddin, ia mengkorelasikan surah al-Ahzab ayat


85 dengan ayat sebelumnya

ِ ‫ٱَّلل ِِف ٱلدُّنْيا و ْٱلء‬


‫اخَرةِ َوأ ََع َّد ََلُْم َع َذ ًاًب ُّم ِهينًا‬ ِ َّ ِ
َ َ َ َُّ ‫ٱَّللَ َوَر ُسولَهُۥ لَ َعنَ ُه ُم‬ َ ‫إ َّن ٱلذ‬
َّ ‫ين يُ ْؤذُو َن‬
Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya.
Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan
baginya siksa yang menghinakan. (Q.S al-Ahzab [33]: 57)
Bagi Najmuddin, menyakiti orang yang sempurna imannya sama halnya
menyakiti Rasulullah. Menyakiti Rasulullah sama halnya dengan menyakiti

28
Fakhruddin Al-Razi, Mafa>tih Al-Ghoyb Jilid 25 (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 230.
29
Abu> al-Fida>’ Ismai’>il ibn Kathi>r Al-Dimshiqy>, Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-Az}im, Jilid 3 (Beirut: Da>r al-
Kotob al-Ilmiyah, 2020), 362.
30
Ah}mad Must}afa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Jilid 22 (Mesir: Maktabah Must}afa Al Ba>by> Al-
Halaby> wa Aula>duh, 1946), 35.

10
Allah yang dengan demikian akan terkena laknat dan azab oleh Allah di dunia
dan akhirat.31

2. Q.S al-Hujurat [49]: 11

‫ين َآمنُوا ََل يَ ْس َخ ْر قَ ْوٌم ِمن قَ ْوٍم َع َس َٰى أَن يَ ُكونُوا َخ ْ ًْيا ِمْن ُه ْم َوََل نِ َساءٌ ِمن نِ َس ٍاء‬ ِ َّ
َ ‫ََي أَيُّ َها الذ‬
ُ ‫س ِاَل ْس ُم الْ ُف ُس‬
‫وق‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َع َس َٰى أَن يَ ُك َّن َخ ْ ًْيا مْن ُه َّن ۖ َوََل تَ ْلم ُزوا أَن ُف َس ُك ْم َوََل تَنَابَ ُزوا ًبْْلَلْ َقاب ۖ بْئ‬
‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬َ ِ‫ب فَأُوَٰلَئ‬ ِ ِْ ‫ب ع َد‬
ْ ُ‫اْلميَان ۚ َوَمن ََّّلْ يَت‬ َْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-
laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih
baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Dalam ayat ini terdapat 4 term bullying. Pertama, “yaskhar” berasal
dari kata dasar sakhara-yaskharu yang berarti mengejek, mengolok dan
menertawakan. Quraish Shihab mengetengahkan dengan makna menyebutkan
kekurangan pihak atau kelompok lain yang bertujuan untuk menghina dan
menertawakan, baik secara lisan maupun tingkah laku. Kedua, “talmizu”> yang
berakar pada kata lamz yang artinya celaan atau mencela. Ibnu Asyur
menyebutkan makna lamz ialah ejekan dilontarkan secara langsung kepada
yang diejek, baik itu dengan isyarat, tangan, bibir atau kalimat yang dipahami
sebagai ancaman atau penghinaan.32 Terkait redaksi "wa la> talmizu> anfusakum"
yang memiliki arti “jangan mencela dirimu sendiri”, Najmudin menjelaskan
bahwa maksud redaksi tersebut dikarenakan orang mukmin itu satu kesatuan,
jika yang satu menghina mukmin lainnya, maka sama halnya menghina diri
sendiri seperti firman Allah SWT.

31
Ah}mad bin ’Umar bin Muh>ammad Najmuddi>n, Ta’wi>la>t Al-Najmiyah, Jilid 5 (Beirut: Da>r al-
Kotob Ilmiyah, 2009), 84.
32
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 251.

11
ۖ ‫َح َسنتُ ْم ِْلَن ُف ِس ُك ْم‬ ْ ‫إِ ْن أ‬
ْ ‫َح َسنتُ ْم أ‬
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri
Selain itu, Najmuddin memaparkan bahwa orang yang mencela atau
merendahkan sesamanya sama halnya dengan iblis yang memandang Adam
hina. Ia menganggap penciptaannya dari api lebih mulia dari Adam yang
penciptaannya dari tanah.33

Ketiga, “tana>bazu>” dengan kata dasar al-nabz yang memiliki arti gelar
buruk. Tanabaz berarti saling memberi gelar buruk. Jika dirasionalkan orang
yang memanggil seseorang dengan gelar buruk, maka akan orang tersebut akan
membalas dengan sebutan yang lebih buruk. Sehingga terjadilah “tana>baz”,
yang akhirnya bisa berujung pada pertikaian. Lebih lanjut Quraish Shihab
menambahkab makna "qawm". Secara bahasa, kata tersebut sudah mencakup
makna laki-laki dan perempuan. Namun, pada ayat di atas makna “qawm”
hanya ternisbatkan para orang laki-laki saja dikarenakan setelahnya ada
pernyataan secara khusus pada perempuan dengan diksi “al-nisa'”. Hal ini
dikarenakan adanya fenomena ejekan atau merumpi yang sering dilakukan oleh
perempuan. Selain itu, ia juga memberikan catatan terkait pemanggilan gelar
buruk terhadap seseorang yang masih bisa ditoleransi dan diperbolehkan.
Baginya, sebutan itu sah-sah saja asalkan dengan gelar yang menjadi nama
populernya.34 Misalnya a'mash (Si Rabun) yang diberikan kepada ulama Al-
quran dan Hadis yang bernama Sulaiman bin Mahran, al-Asham (Si Tuli)
kepada ulama sufi Imam Hatim dan banyak yang lain. Keempat, Ibnu Kathir
dalam tafsirnya terhadap ayat ini mengkorelasikan dengan ayat pertama surat
al-Humazah. Ia menjelaskan perbedaan antara lamz dan hamz. Lamz adalah
ungkapan celaan melalui lisan, sedangkan al-Hamz ialah ungkapan celaan
melalui perbuatan.35

33
Najmuddi>n, Ta’wi>la>t Al-Najmiyah, Jilid 5, 376.
34
Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 13, 252.
35
Abu> al-Fida>’ Ismai’>il ibn Kathi>r Al-Dimshiqy>, Tafsi>r Al-Qur’a>n Al- Az}im, Jilid 4 (Beirut: Da>r al-
Kotob al-Ilmiyah, 2020), 181.

12
Dengan demikian, keempat term tersebut memiliki kesamaan dengan
bullying. Biasanya perlakuan bully dilakukan salah satu kelompok atau
individu yang mempunyai kekuatan lebih daripada kelompok dan individu
lainnya, yang mengakibatkan kelompok atau individu yang lemah terintimidasi
karena tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan perlawanan. Bentuk
intimidasi tersebut dapat berupa fisik seperti menampar, memalak, memukul
dan lainnya sebagainya) verbal (mengolok-olok, menghina, menggosip dan
lain-lain), psikologis (mengecilkan, mendiskriminasi, mengabaikan, dan lain-
lain). Hal ini dilakukan karena pembully tidak mempunyai kesadaran bahwa
bisa jadi yang mereka bully masih lebih baik daripada mereka. Meskipun
mereka tahu bahwa perbuatan tersebut termasuk zalim, namun tetap saja
mereka lakukan.

Kemudian mengenai kata "bi's al-ism" sebutan paling buruk adalah


sebutan yang mengandung perilaku fasik sesudah seseorang memilih untuk
memperbaiki imannya. Maka dari itu jika ada seseorang yang ingin berubah
menjadi lebih baik padahal sebelumnya ahli maksiat, tidak diperbolehkan
menghinanya dengan menyebutkan perbuatan fasik yang pernah dilakukan.

Mind Setting anti Bully dalam al-Qur’an

Fakta tetang maraknya fenomena bullying tidak dapat terlepas dari sikap
normalisasi masyarakat terhadap tindakan perundungan sebagai salah satu bentuk
kenakalan anak dan remaja. Dengan paradigma yang telah melekat tersebut
membuat fenomena bullying menjadi salah satu permasalahan yang cukup sulit
untuk diselesaikan. Terlebih lagi pada era sekarang ini sulit melakukan tindakan
prventif untuk menghentikan praktek bullying. Dengan menormalisasi tindak
bullying, hingga muncul praktek roasting, dark jokes dan lain sebagainya
mengakibatkan sebagian orang meremehkan tindakan bullying tersebut dengan
alasan sudah biasa dilakukan. Dampak dari normalisasi ini akan membuat mereka
yang ter-bully bukan saja tidak berani, tapi akan merasa bersalah jika ia melawan
pelaku bully.

13
Dengan adanya fenomena tersebut, al-Qur’an memberikan tawaran berupa
setting pola pikir (mind setting) untuk mengendalikan tekanan psikologis yang
menghambat pada diri korban dengan cara mempersiapkan mental secara rasional
terhadap praktek bullying. Pada beberapa bagian dalam al-Qur’an, Allah seringkali
menenangkan Rasulullah ketika menerima perlakuan intimidatif dalam perjalan
dakwahnya. Seperti saat beliau sedih karena orang kafir tidak juga beriman, lalu
Allah berfirman,
ِِ ۟ َ ‫ك َََِٰب ٌٌۭع نَّ ْف َس‬
َ ‫ك أَََّل يَ ُكونُوا ُم ْؤمن‬
‫ني‬ َ َّ‫لَ َعل‬
Boleh jadi kamu akan membinasakan dirimu karena mereka tidak
beriman. (Q.S Asy-Syuara [36]:3)
Atau di ayat lain

‫َس ًفا‬ ِ ِ ْ ‫ك علَى آ ََث ِرِهم إِ ْن ََّل ي ْؤِمنُوا ُِب َذا‬ ِ َ َّ‫فَلَعل‬
َ ‫اْلَديث أ‬ َ ُْ ْ َ َ ‫ك ًَبخ ٌع نَ ْف َس‬ َ
Bisa jadi kamu akan membinasakan dirimu karena bersedih sesudah
mereka berpaling, jika mereka tidak beriman kepada peringatan ini (Al-
Quran). (Q.S al-Kahf [18]:6)
Cara Allah menenangkan Rasulullah inilah yang dapat menjadi pelajaran
untuk mengatur pola pikir anti bully. Dalam surat Yasin misalnya saat Rasulullah
dihina dengan sebutan penyair dan didustakan risalahnya, Allah menghibur dengan
firmannya,

‫نك قَ ْوَُلُْم ۘ إِ ََّّن نَ ْعلَ ُم َما يُ ِسُّرو َن َوَما يُ ْعلِنُو َن‬


َ ‫فَ ََل ََْي ُز‬
Jangan kamu bersedih atas ucapan mereka, kami (Allah) mengetahui apa
yang yang mereka sembunyikan dan mereka tampakkan. (Q.S Yasin
[36]:76)
Mind setting anti bully dalam ayat ini perlu adanya pola pikir bahwa Allah
selalu hadir menolong orang yang dizalimi. Jika Allah yang menjadi penolong,
maka tidak ada satupun yang dapat menyakiti dan mengintimidasinya. Dan
menekankan kepercayaan bahwa Allah mengetahui semuanya, baik yang tampak
dan tersembunyi. Kezaliman yang dilakukan pembully dan Kekecewaan atau

14
kesedihan korban bullying. Diri-Nya akan membalas perbuatan keji yang mereka
lakukan.36

Pada ayat yang lain juga terdapat mindsetting anti bully, yakni pada surat al-
Hijr ayat 97

َۙ ِ ِ ‫ فسبِح ِِبم ِد ربِك وكن ِمن‬.‫ضيق صدرك ِِبا ي قولو َۙن‬


َّٰٰ ‫ك َح‬ َّ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ُْ ْ ُ َ َ َ ُ ْ َ ُ ْ ِ َ‫َّك ي‬
َ َّ‫ َوا ْعبُ ْد َرب‬.‫الساجديْ َن‬ َ ‫َولََق ْد نَ ْعلَ ُم اَن‬
‫ني‬ ِ ‫َيْتِي‬
ُ ْ ‫ك الْيَق‬ َََ
Untuk menangkal pengaruh bullying, ayat ini memerintahkan untuk
bertasbih dan mensucikan Allah dengan memuji-Nya. Al-Maraghi menjelaskan
bahwa dada Rasulullah sempit karena ucapan dan hinaan orang kafir dengan
menunjukkan kesyirikan. Kekecewaan seperti itu lumrah terjadi pada tabiat seorang
manusia ketika di ada sesuatu yang menyakitinya dan membuatnya bersedih.
Demikian akan membuat manusia merasa putus asa dan sesak dadanya. Lalu Allah
memberikan solusi dengan memerintahkan untuk bertasbih dengan memerhatikan
sejenak kekhawatiran dan kekecewaan yang dirasakan. Sucikan Allah dari
perkataan mereka, puji dan berterimakasih kepada-Nya karena telah memberikan
taufik untuk berada pada kebenaran, menunjukkan pada jalan yang tepat. Selain itu
beribadah dengan ikhlas dan berdoa kepada-Nya, karena dalam doa -terutama saat
sujud- merupakan saat yang paling dekat dengan Allah.37 Dari pendapat ini, bisa
dikatakan bahwa untuk mengatasi kekecewaan dan perasaan hina saat terjadi
praktek bullying adalah dengan menyibukkan melakukan ibadah.

Secara garis besar, mensucikan Allah dengan memuji-Nya ialah dengan


melihat banyak dan besar nikmat yang Dia berikan. Meski bagaimanapun pihak lain
mengatakan hal buruk, jika korban adalah orang yang benar-benar mensucikan
Allah dari perkataan pembully ia tidak akan terpengaruh sedikitpun. Bukan malah
mental down, justru semangat untuk memperbaiki diri akan ia lakukan. Karena ia
melihat luas dan besar kenikmatan yang sudah atau yang akan Allah berikan

36
Al-Dimshiqy>, 518.
37
Ah}mad Must}afa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Jilid 14 (Mesir: Maktabah Must}afa Al Ba>by> Al-
Halaby> wa Aula>duh, 1946), 48–49.

15
kepadanya. Dengan ibadah dan hanya tunduk pada Allah, tidak akan ada korban
bully yang akan takut menghadapi praktek bullying yang mengintimidasi baik
dalam bentuk kekerasan verbal, fisik maupun psikologi.

Kesimpulan
Kasus perundungan atau bullying di masyarakat menjadi fenomena marak
yang terus menjadi perbincangan dari dulu hingga sekarang. Tingginya kasus
perundungan di Indonesia mengakibatkan meningkatnya resiko gangguan psikis
bagi korban perundungan. Terdapat dua efek yang dapat dirasakan oleh korban
tindak pembulian, yakni berupa efek jangka pendek dan jangka panjang. Efek
jangka pendek bagi korban pembulian biasanya berkaitan dengan jenis pembulian
secara fisik berupa luka pada fisik korban. Namun efek jangka pendek tersebut
juga dapat berlanjut kepada efek jangka panjang berupa munculnya perasaan-
perasaan yang mengganggu seperti perasaan tidak aman, perasaan terisolasi, dan
depresi.

Al-Qur’an pada beberapa bagian telah memotret fenomena bullying.


Tindakan bullying direkam dalam al-Qur’an dalam surah al-Ahzab [33]: 58, dan al-
Hujurat [49]: 11. Selain melakukan pemotretan atas tindakan bullying, al-Qur’an
juga memberikan tawaran berupa setting pola pikir (mind setting) untuk
mengendalikan tekanan psikologi yang menghambat pada diri korban. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam Q.S Yasin [36]: 76 dan Q.S al-Hajir [15]: 97.
Terdapat beberapa mind setting yang perlu dilakukan untuk menghadapi bulliying.
Pertama, menamankan pola pikir bahwa Allah selalu hadir menolong orang yang
dizalimi. Dengan menanamkan pola pikir yang demikian, Secara psikologis, korban
bully akan merasa lebih tenang karena dirinya akan senantiasa dibatu oleh Allah
Kedua, menyibukkan melakukan ibadah dengan mensucikan Allah dengan memuji-
Nya. Secara garis besar, jika korban adalah orang yang benar-benar mensucikan
Allah dari perkataan pembully ia tidak akan terpengaruh sedikitpun. Bukan malah
mental down, justru semangat untuk memperbaiki diri akan ia lakukan.

16
Referensi
Adhi, Irwan Sapto. “Mengenal Jenis-Jenis Dan Contoh Perilaku Bullying Yang
Kerap Tak Disadari.” Kompas.com, 2020.
https://health.kompas.com/read/2020/02/03/102900568/mengenal-jenis-
jenis-dan-contoh-perilaku-bullying-yang-kerap-tak-disadari?page=all.

Ah}mad Must}afa al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi, Jilid 14. Mesir: Maktabah Must}afa
Al Ba>by> Al- Halaby> wa Aula>duh, 1946.

Al-Dimshiqy>, Abu> al-Fida>’ Ismai’>il ibn Kathi>r. Tafsi>r Al-Qur’a>n Al- Az}im, Jilid 4.
Beirut: Da>r al-Kotob al-Ilmiyah, 2020.

———. Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-Az}im, Jilid 3. Beirut: Da>r al-Kotob al-Ilmiyah, 2020.

Al-Maraghi, Ah}mad Must}afa. Tafsir Al-Maraghi, Jilid 22. Mesir: Maktabah


Must}afa Al Ba>by> Al- Halaby> wa Aula>duh, 1946.

Al-Razi, Fakhruddin. Mafa>tih Al-Ghoyb Jilid 25. Beirut: Da>r al-Fikr, 1981.

Azmi, Wifaqul. “Dampak Fenomena Bullying Terhadap Anxiety Disorders Di


Kalangan Santri Asy-Syakiroh Buntet Pesantren.” IAIN Syekh Nurjati
Cirebon, 2021.

Devega, Evita. “Medsos Ibarat Pisau Bermata Dua, Kominfo Galakkan Literasi.”
Kominfo, 2017. https://www.kominfo.go.id/content/detail/10859/medsos-
ibarat-pisau-bermata-dua-kominfo-galakkan-literasi/0/sorotan_media.

Evelyn M. Field. Bullying Blocking Six Secrets to Help Childer. United Kingdom:
Jessica Kingsley Publishers, 2007.

Gunawan, Adi W. The Secret of Mindset. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,


2007.

Hadi, Rifki. “Bullying Dalam Al-Qur’an Dan Realitas Kehidupan Modern (Studi
Analisis Tafsir Tematik).” Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta, 2022.

Hadiwijaya, Ilham. “Tafsir Fenomenologis: Kontekstualisasi Ayat-Al-Qur’an


Tentang Bullying (Analisis Bullying Di Pondok Pesantren Madinatunnajah,
Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten).” Institut PTIQ Jakarta, 2022.

Hasanah, Aulia Fatin Nur, and Taun. “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Perundungan (Bullying)Anak Dalam Dunia Pendidikan.” Jurnal
Istinbath Vol. 2, no. 1 (2023).

Kbbi.web.id. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,” n.d.


https://kbbi.web.id/rundung.

17
Maysarah, and Bengkel. “Pentingnya Edukasi Anti-Bullying Pada Anak Sejak Dini
Di Panti Asuhan Ar-Rahman.” Abdisoshum Vol. 2, no. 1 (2023).

Najmuddi>n, Ah}mad bin ’Umar bin Muh>ammad. Ta’wi>la>t Al-Najmiyah, Jilid 5.


Beirut: Da>r al-Kotob Ilmiyah, 2009.

Nurrizka, Annisa Fitrah. “Peran Media Sosial Di Era Globalisasi Pada Remaja Di
Surakarta Suatu Kajian Teoritis Dan Praktis Terhadap Remaja Dalam
Perspektif Perubahan Sosial.” Jurnal Analisa Sosiologi Vol. 5, no. 1 (2016).

Prasetyo, Ahmad Baliyo Eko. “Bullying Di Sekolah Dan Dampaknya Bagi Masa
Depan Anak.” Jurnal El-Tarbawi Vol. 4, no. 1 (2011).

Ritonga, Elfi Yanti. “Teori Agenda Setting Dalam Ilmu Komunikasi.” Jurnal
Simbolika Vol. 4, no. 1 (2018).

Ru’iya, Sutipyo, and Thontowi. “Tafsir Ayat-Ayat Anti Bullying Dalam Pandangan
Buya Hamka.” Seminar Nasional LPPM Universitas Muhammadiyah
Purwokerto, 2020.

Rusydi, Ahmad. “Husn Al-Zhann: Konsep Berpikir Positif Dalam Perspektif


Psikologi Islam Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Mental.” Proyeksi Vol. 7,
no. 1 (2012).

Sari, Heti Novita, Putri Pebriyani, Salsa Nurfarida, and Muhammad Fadhil
Suryanto. “Perilaku Bullying Yang Menyimpang Dari Nilai Pancasila Pada
Siswa Sekolah.” Jurnal Kewarganegaraan Vol. 6, no. 1 (2022).

Sari, Sindy Kartika. “Bullying Dan Solusinya Dalam Al-Qur’an.” Academic


Journal of Islamic Principles and Philosophy Vol. 1, no. 1 (2020).
Shihab, M.Quraish. Tafsir Al-Misbah, Jilid 13. Jakarta: Lentera Hati, 2005.

Sumbulah, Umi. “Trafficking: Praktik Neo-Perbudakan Dalam Perspektif Islam.”


Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Malang, 2010.

UNICEF. Perundungan Di Indonesia: Fakta-Fakta Kunci, Solusi, Dan


Rekomendasi, 2020.
Utami, Anisa Sri, Rista Nora, Irma Fidora, and Yuli Permata Sari. “Penyuluhan
Kesehatan Tentang Bullying Pada Remaja Di Panti Asuhan Muhammadiyah
Ranting Cingkariang Banuhampu Agam.” Abdimas Saintika Vol. 5, no. 1
(2023).

Wijayanto, Xenia Angelica, Lamria Raya Fitriyani, and Lestari Nurhajati.


Mencegah Dan Mengatasi Bullying Di Dunia Digital. Jakarta: Lembaga
Penelitian, Publikasi dan Pengabdian kepada Masyarakat London School of

18
Public Relations Jakarta, 2019.

Wiryono, Singgih, and Bagus Santosa. “KPAI: Dunia Pendidikan Sedang Alami
Darurat Kekerasan Karena Maraknya Aksi ‘Bullying.’” Kompas.com, 2023.
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/06/08455131/kpai-dunia-
pendidikan-sedang-alami-darurat-kekerasan-karena-maraknya-aksi.

Zakiyah, Ela Zain, Sahadi Humaedi, and Meilanny Budiarti Santoso. “Faktor Yang
Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying.” Jurnal Penelitian Dan
PPM Vol. 4, no. 2 (2017).

19

Anda mungkin juga menyukai