Anda di halaman 1dari 16

HOME CARE

HOME CARE PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

“autis dan retardasi mental”

KELOMPOK 9

Balqis Qisti ( 1511314016 )

Rani Hrlynd ( 1511314017 )

Muthiah Tri Zuhriani ( 1511314018 )

Mutia Ilham ( 1511314019 )

Rahimah Febrialisa ( 1511314020 )

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini sangat pesat, hal ini
disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
cepat sehingga informasi dengan cepat dapat diakses oleh semua orang sehingga
informasi dengan cepat diketahui oleh masyarakat. Perkembangan era
globalisasi yang menyebabkan keperawatan di Indonesia harus menyesuaikan
dengan perkembangan keperawatan di negara yang telah berkembang, sosial
ekonomi masyarakat semakin meningkat sehingga masyarakat menuntut
pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, tapi di lain pihak bagi masyarakat
ekonomi lemah mereka ingin pelayanan kesehatan yang murah dan terjangkau.
Sehingga memerlukan perawatan yang lebih terjangkau.
Home care adalah pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien,
individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, dan disediakan, oleh
pemberi pelayanan, yang diorganisir untuk memberi pelayanani rumah melalui
staf atau pengaturan berdasarkan perjanjian kerja atau kontrak (Warola, 1980
Dalam Perkembangan Modal Praktek Mandiri Keperawatan Di Rumah Yang
Disusun Oleh PPNI dan DEPKES).
Salah satu tujuan dari home care adalah untuk memandirikan pasien, hal
ini sangat tepat untuk pasien-pasien dengan kebutuhan khusus seperti autis dan
retardasi mental. Anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan
pelayanan kesehatan khusus untuk tumbuh kembang mereka. Anak-anak autistik
yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan
auditorinya dapat dilakukan perawatan di rumah dengan bekerjasama dengan
para terapis dengan persetujuan keluarga.
Home care sangat penting untuk penderita autis dan retardasi mental.
Penderita autis dan retardasi mental membutuhkan bimbingan dan pengawasan
setiap waktu maka dengan perawatan di rumah, keluarga dapat membimbing dan
mengawasi anak mereka tanpa hambatan, serta dapat menghemat biaya.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkanlah rumusan


masalah sebagai berikut:
a. Apa saja indikasi home care pada anak dengan kebutuhan khusus?
b. Siapa saja yang bisa menjadi tim home care?
c. Bagaimana kemampuan homecare?
d. Bagaimana teknik-teknik untuk perawatan dirumah?
e. Bagaimana aspek legal dan etik homecare?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Indikasi Home Care Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus (Autis dan
RetardasiMental)

Pelayanan kesehatan di rumah (home care) merupakan penyediaan


pelayanan professional perawat bagi pasien dan keluarganya di rumah untuk
menjaga kesehatan, edukasi, pencegahan penyakit, terapi paliatif, dan
rehabilitative. Perawat menangani pemulihan dan stabilitasi penyakit di rumah
dan mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan gaya hidup,
keamanan, lingkungan, dinamika keluarga, dan praktik layanan kesehatan.
Anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan pelayanan kesehatan
khusus untuk tumbuh kembang mereka. Anak-anak autistik yang non verbal,
retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya
dapat dilakukan perawatan di rumah dengan bekerjasama dengan para terapis
dengan persetujuan keluarga.
Tanda dan gejala dari anak autis serta retardasi mental itulah yang
menjadi alasan kenapa home care dilakukan, dimana tanda dan gejalanya
seperti gangguan pada interaksi sosial dengan kesulitan menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru di sekitar rumah sakit. Maka dari itu perawatan di
rumah akan sangat membantu bagi pasien untuk berinteraksi dengan
keluarganya maupun orang-orang disekitarnya dan agar keluarga dapat
memandirikan pasien dalam pemeliharaan kesehatan, resiko kekambuhan, dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Perilaku dari penderita autis dan retardasi mental mengalami gangguan
dalam berperilaku dan cenderung emosional, dengan dilakukannya perawatan
di rumah akan efektif dalam terapi perilaku pasien tersebut dengan melibatkan
keluarga untuk mengajarkan anaknya dalam berperilaku yang sesuai.
Penderita autis dan retardasi mental membutuhkan bimbingan dan
pengawasan setiap waktu maka dengan perawatan di rumah, keluarga dapat
membimbing dan mengawasi anak mereka dengan tanpa hambatan, serta
dapat menghemat biaya.

4
Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri
"Isme" yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada
dunianya sendiri. Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang
kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.
Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun.

Menurut WHO (dikutip dari menkes 1990), retardasi mental adalah


kemampuan mental yang tidak mencukupi. Menurut Melly Budhiman,
seseorang dikatakan retardasi mental bila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Fungsi intelektual umum di bawah normal
Apabila IQ dibawah 70. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan
sekolah biasa, karena cara berpikirnya yang terlalu sederhana, daya
tangkap dan daya ingat lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa
dan berhitungnya juga sangat lemah.
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
Kemampuan seseorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai
tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya.
Gangguan yang paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan diri
dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya tingkah lakunya kekanak-
kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah umur 18 tahun
Karena kalau gejala timbul setelah berumur 18 tahun, bukan lagi disebut
retardasi mental tetapi penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.

5
2.2 Tenaga Home Care
Pelayanan kesehatan ini diberikan oleh para professional yang
tergabung dalam tim home care. Menurut Setyawati (2004) tim home care
tersebut antara lain:
1) Kelompok profesional kesehatan, termasuk di dalamya adalah ners atau
perawat profesional, dokter, fisioterapis, ahli terapi kerja, ahli terapi
wicara, ahli gizi, ahli radiologi, laboratorium, dan psikolog.
2) Kelompok profesional non kesehatan, yaitu pegawai sosial dan
rohaniawan atau ahli agama.
3) Kelompok non profesional, yaitu nurse assistant yang bertugas sebagai
pembantu yang menunggu untuk melayani kebutuhan atau aktivitas
sehari-hari dari klien. Kelompok ini bekerja di bawah pengawasan dan
petunjuk dari perawat.

Sedangkan menurut Allender (1997) pemberi pelayanan dalam home


health care meliputi:

1) Pelayanan keperawatan dapat diberikan oleh registered nurse, perawat


vokasional, pembantu dalam home health yang disupervisi oleh perawat;
2) Suplemental therapiest meliputi terapi fisik, terapi wicara, terapi
okupasional, dan terapi rekreasi;
3) Pelayanan pekerja sosial.

Secara kelembagaan, home care melekat dengan Rawat Inap


(Palaran) sebagai salah satu bentuk layanan medis yakni Rawat Inap yang
memiliki hirarki baku. Dalam institusi layanan kesehatan (dalam hal ini milik
pemerintah) semua sistem ada aturannya, dan sudah tentu kompetensi medis
diserahkan kepada dokter. Selanjutnya dokter dapat mendelegasikan
tindakan medis kepada paramedis berdasarkan indikasi dan protap (prosedur
tetap). Ini dimaksudkan untuk melindungi pasien dan petugas, sehingga jika
terjadi sesuatu berkenaan dengan tindakan medis, dapat dipertanggung
jawabkan sesuai undang-undang dan kompetensi. Kecuali jika Homecare
tidak ada tindakan medis, maka perawatan bersifat follow up, bisa jadi tidak
diperlukan penanggung jawab dokter.

6
Adanya kelembagaan Home Care mengacu pada UU No. 12 Tahun
1992 dan UU No. 29 tahun 2004, kompetensi tindakan medis (praktek,
homecare, klinik, balai pengobatan, RS dan lain-lain) adalah seorang dokter
sesuai Ketentuan Konsil Kedokteran Indonesia. Artinya penanggung
jawabnya seorang dokter atau dokter gigi (dalam hal perawatan kesehatan
gigi dan mulut).

2.3 Kemampuan Perawat Home Care Pada Anak Dengan Kebutuhan


Khusus.

Menyediakan perawatan berbasis rumah untuk anak-anak memberikan


perawat kesempatan untuk mengkaji dan berinteraksi dengan keluarga dan
lingkungannya. Pengkajian ini dapat membantu tim pemberi asuhan kesehatan
dengan informasi mengenai keamanan, system dukungan, nutrisi, kemampuan
orang tua dan praktek asuham kesehatan yang nyata. Kebutuhan keahlian
perawat ditentukan oleh kebutuhan pasien, kemampuan orang tua, struktur
keluarga dan lingkungan rumah. Dalam home care ini, perawatan pediatrik
bertanggung jawab terhadap pangkajian pada pasien dan keluarga dan evaluasi
ketepatan rencana asuhan.

Koordinasi asuhan keperawatan untuk anak-anak dengan kebutuhan


khusus diantaranya :

a. Memfasilitasi akses terhadap pelayanan dan sumber daya


b. Promosi asuhan keperawatan yang berkelanjutan
c. Memastikan penerapan asuhan berkualitas tinggi dirumah
d. Menyediakan dukungan keluarga dan meningkatkan family well-being
e. Meningkatkan tujuan kesehatan, perkembangan, pendidikan, psikososial
dan fungsional
f. Memaksimalkan efisiensi dan keefektifan penggunaan sumber daya

7
Secara umum kualitas dan kemampuan yang harus dimiliki perawat
home care anak-anak kebutuhan khusus antara lain :

a. Kompetensi dalam keahlian serta manajemen kasus


b. Menunjukkan keahlian dalam berinteraksi dengan anak-anak
c. Memahami dan menyadari bahwa perawat adalah tamu di rumah klien
d. Menghormati kebudayaan keluarga dan mampu beradaptasi sesegera
mungkin
e. Bekerja sebagai bagian dari tim interdisiplin
f. Menunjukkan keahlian dalam perawatan anak-anak berkebutuhan khusus (
pengkajian dan keahlian teknis )
g. Memiliki dan menggunakan kemampuan komunikasi yang efektif
h. Memahami konsep pertumbuhan dan perkembangan nomal sesuai usia
i. Kemampuan berkolaborasi dengan orang tua dalam upaya pemberian
asuhan keperawatan berbasis-keluarga

Asuhan kolaboratif memperkenankan perawat dengan keluarga untuk


bekerja bersama. Pendekatan ini dicirikan sebagai berikut :

a. Mendorong aktivitas untuk mengembangkan kepercayaan dan harga diri


b. Memperlihatkan peningkatan kewaspadaan dan penghargaan untuk
pemberi asuhan di keluarga
c. Mengenali keragaman keluarga dalam mendefinisikan peran mereka
d. Berbagi pandangan, tidak hanya tugas dan fungsi
e. Mendukung keluarga dalam peran mereka sebagai pemberi asuhan
f. Membantu keluarga mengetahui kontribusi yang dapat mereka berikan
g. Mengindentifikasi kekuatan serta sumber daya anak dan keluarga
h. Negosiasi pilihan dan prioritas
i. Membiarkan keluarga menemukan arti pemberian asuhan pada anak
dirumah

8
2.4 Teknik-teknik Untuk Perawatan Di Rumah

Tujuan dari penanganan pada penyandang autisme dan retardasi mental


adalah:

a. Membangun komunikasi dua arah yang aktif.


b. Mampu melakukan sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum dan bukan
hanya dalam lingkungan keluarga.
c. Menghilangkan dan meminimalkan perilaku tidak wajar.
d. Mengajarkan materi akademik.
e. Meningkatkan kemampuan Bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain.

Pendekatan teoritis terapi kepada anak autisme dapat berupa terapi


bermain. Sebagian besar teknik terapi bermain yang dilaporkan dalam literatur
menggunakan basis pendekatan psikodinamika atau sudut pandang analitis. Hal
ini sangat menarik karena pendekatan ini secara tradisional dianggap
membutuhkan komunikasi verbal yang tinggi, sementara populasi autistik tidak
dapat berkomunikasi secara verbal. Namun terdapat juga beberapa hasil
penelitian yang menunjukkan penggunaan terapi bermain pada penyandang
autisme dengan berdasar pada pendekatan perilakuan.

Terdapat beberapa contoh penerapan terapi bermain bagi anak-anak


autistik, diantaranya adalah:

1. Terapi yang dilakukan Bromfield terhadap seorang penyandang autisme


yang dapat berfungsi secara baik. Fokus terapinya untuk dapat masuk ke
dunia anak agar dapat memahami pembicaraan dan perilaku anak yang
membingungkan dan kadang tidak diketahui maknanya. Bromfield mencoba
menirukan perilaku obsessif anak untuk mencium/membaui semua objek
yang ditemui menggunakan suatu boneka yang juga mencium-cium benda.
Apa yang dilakukan Bromfield dan yang dikatakannya ternyata dapat
menarik perhatian anak tersebut. Bromfield berhasil menjalin komunikasi
lanjutan dengan anak tersebut menggunakan alat-alat bermain lain seperti
boneka, catatan-catatan kecil, dan telepon mainan. Setelah proses terapi yang

9
berjalan 3 tahun, si anak dapat berkomunikasi secara lebih sering dan
langsung.
2. Lower & Lanyado juga menerapkan terapi bermain yang menggunakan
pemaknaan sebagai teknik utama. Mereka berusaha masuk ke dunia anak
dengan memaknai bahasa tubuh dan tanda-tanda dari anak, seperti gerakan
menunjuk. Tidak ada penjelasan detil tentang teknik mereka namun
dikatakan bahwa mereka kurang berhasil dengan teknik ini.
3. Wolfberg & Schuler menyarankan penggunaan terapi bermain kelompok
bagi anak-anak autistik dan menekankan pentingnya integrasi kelompok
yang lebih banyak memasukkan anak-anak dengan kemampuan sosial yan
tinggi. Jadi mereka memasangkan anak-anak autistik dengan anak-anak
normal dan secara hati-hati memilih alat bermain dan jenis permainan yang
dapat memfasilitasi proses bermain dan interaksi di antara mereka.
Fasilitator dewasa hanya berperan sebagai pendukung dan mendorong
terjadinya proses interaksi yang tepat.
4. Mundschenk & Sasso juga menggunakan terapi bermain kelompok ini.
Mereka melatih anak-anak non-autistik untuk berinteraksi dengan anak-anak
autistik dalam kelompok.
5. Voyat mendeskripsikan pendekatan multi disiplin dalam penggunaan terapi
bermain bagi anak autisme, yaitu dengan menggabungkan terapi bermain
dengan pendidikan khusus dan melatih ketrampilan mengurus diri sendiri.

Efektivitas Terapi Bermain Bagi Penyandang Autisme, Efektivitas


penggunaan terapi bermain masih cukup sulit diketahui karena sampai saat ini
kebanyakan literatur masih memaparkan hasil kasus per kasus. Namun
Bromfield, Lanyado, & Lowery menyatakan bahwa klien mereka menunjukkan
peningkatan dalam bidang perkembangan bahasa, interaksi sosial, dan
berkurangnya perilaku stereotip, setelah proses terapi. Mereka dikatakan juga
dapat mentransfer ketrampilan ini di luar seting bermain.

10
Ada beberapa persyaratan yang diperlukan untuk menjalankan terapi
anak autis di rumah, yaitu :

a. Pengetahuan orang tua akan metode terapi


b. Pengelolaan proses terapi yang menyangkut pengawasan dan pembinaan
terapis
c. Ruangan yang bebas distraksi, cukup sejuk dan cukup penerangan
d. Dibutuhkan meja dan kursi anak
e. Alat peraga dan peralatan latihan motorik dan sensoris yang sesuai
dengan materi yang akan diberikan
f. Evaluasi proses terapi secara periodic
g. Dana yang cukup untuk membayar 2 – 3 orang terapis
h. Terapis yang handal dalam melakukan terapi perilaku (Handojo, 2004:
40).

Apabila semua syarat di atas dapat disediakan, maka terapi di rumah


dapat menjadi pilihan utama. Tetapi apabila tidak mungkin menyediakan
persyaratan minimal ini, maka terapi sebaiknya dilakukan di institusi, terapi di
rumah dijadikan sebagai kelanjutan terapi di sekolah. Anak dengan autisme
juga perlu diajarkan bagaimana merawat diri sendiri. Kemampuan merawat
diri adalah kecakapan atau keterampilan untuk mengurus atau menolong diri
sendiri dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak tergantung pada orang
lain.

Bagi anak autis, tujuan latihan merawat diri adalah :

a. Agar dapat melakukan sendiri keperluannya sehari-hari


b. Menumbuhkan rasa percaya diri dan meminimalkan bantuan yang
diberikan
c. Memiliki kebiasaan tertib dan teratur
d. Dapat menjaga kebersihan dan kesehatan badannya
e. Dapat beradaptasi dengan lingkungannya pada kondisi atau situasi di mana
ia berada
f. Dapat menjaga diri dan menghindar dari hal-hal yang membahayakan.

11
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua sebelum
mempraktekkan merawat diri pada anak :
a. Mengenal dan menerima keberadaan anak sehingga dapat merancang
program yang efektif
b. Memperhatikan kesiapan anak dalam menerima latihan-latihan
c. Belajar dalam keadaan rileks dengan instruksi yang tegas tanpa ragu-ragu
tetapi tidak menimbulkan ketegangan bagi anak
d. Guru atau pelatih menggunakan kata-kata instruksi yang tetap dan sama
begitu pula yang dilakukan orang tua dan anggota keluarga yang lain
e. Setiap melakukan kegiatan iringilah dengan percakapan dan gunakan kata-
kata yang sederhana
f. Latihan diberikan dengan singkat dan sederhana, tahap demi tahap dan
satu
g. Tahapan dimulai dari hal termudah
h. Tetapkanlah disiplin, jangan menyimpang dari ketetapan utama, waktu
maupun tempat, karena akan membingungkan
i. Teruslah memberi motivasi bila anak belum berhasil dan berikan pujian
bila usaha yang dilakukan anak berhasil dengan baik
j. Kesalahan dan kecelakaan adalah hal biasa, mungkin saja anak jatuh
karena memasukkan kedua kakinya bersama-sama dalam lobang celana
k. Fleksibilitas.

12
Teknik-teknik untuk perawatan anak retardasi mental.

Retardasi mental (RM) merupakan suatu keadaan perkembangan


jiwa yang terhenti atau tidak lengkap sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial (Maslim, 2007). Anak RM umumnya memiliki
kecakapan motorik yang lebih rendah dibandingkan kelompok anak
normal sebaya, hal ini ditunjukkan dengan kekurangmampuan dalam
aktivitas motorik untuk tugas-tugas yang memerlukan ketepatan gerakan,
belajar keterampilan manual, serta dalam melakukan reaksi gerak yang
memerlukan koordinasi motorik dan keterampilan gerak yang lebih
kompleks.

Perkembangan motorik dapat berarti perkembangan pengendalian


gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang
terkoordinasi. Perkembangan motorik terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
motorik halus dan motorik kasar. Motorik halus berkaitan dengan gerakan
yang menggunakan otot halus. Sedangkan motorik kasar merupakan
gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot. Dari hasil studi
pendahuluan yang dilakukan pada awal Maret yaitu upaya yang sudah
dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Cerme upaya untuk
meningkatkan motorik halus yaitu dengan bermain kolase, origami, dan
meronce. Sedangkan untuk meningkatkan motorik kasar yaitu dengan
bermain bola, voli, dan senam. Selain hal tersebut ada pula permainan
lainnya yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halus yaitu paper
toys. Permainan tersebut dibuat dari kertas dan dibentuk menjadi bangun
ruang. Sedangkan berlari dan melompat merupakan kegiatan yang dapat
meningkatkan motorik kasar. Pengaruh kegiatan tersebut terhadap
peningkatan kemampuan motorik anak RM belum dapat dijelaskan.

Menurut Hurlock (2005) perkembangan motorik anak dipengaruhi


sifat dasar genetik termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan anak. Anak yang
mempunyai Intelligence Quantient (IQ) di bawah rata-rata menunjukkan
perkembangan motorik yang lambat dibandingkan dengan anak normal.

13
Adanya dorongan atau rangsangan untuk menggerakkan jari-jari tangan
akan mempercepat perkembangan motorik anak. Aktivitas kegiatan dasar
yang dilakukan untuk melatih motorik bisa dilakukan melalui permainan,
melenturkan otot-otot tangan agar mampu memainkan gerakan rumit.
Anak RM ini juga rata-rata tingkat kecerdasannya rendah dan perlu
perbaikan dalam hal pola gerak dasarnya. Keterampilan motorik tidak
akan berkembang melalui kematangan saja, melainkan keterampilan itu
harus dipelajari. Tiga cara yang paling umum digunakan anak dalam
mempelajari kemampuan motorik adalah trial and error, meniru, dan
pelatihan (Hurlock, 2005). Pelatihan penting dalam tahap awal belajar
karena dapat meningkatkan kemampuan motorik jika dilakukan secara
berulang-ulang. Oleh karena itu bila anak RM tidak segera diberikan
pelatihan akan berakibat pada keterbatasan perkembangan motoriknya
(Mahmudah, 2002). Motorik halus sangat diperlukan untuk perkembangan
kemampuan mengendalikan suatu obyek yang dibutuhkan dalam suatu
pekerjaan atau aktivitas. Sedangkan perkembangan motorik kasar sama
pentingnya dengan aspek perkembangan yang lain. Apabila anak tidak
mampu melakukan gerakan fisik dengan baik akan menumbuhkan rasa
tidak percaya diri dan konsep diri negatif dalam melakukan gerakan fisik.

Terapi bermain merupakan salah satu bentuk aktivitas sosial yang


utama pada masa anak-anak. Permainan bagi anak-anak adalah suatu
bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk
menyenangkan aktivitas itu sendiri, bukan ingin memperoleh suatu yang
dihasilkan dari aktivitas tersebut. Selain itu menurut Hurlock (1978:323),
menyebutkan bahwa “bermain aktif penting bagi anak untuk
mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya”.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelayanan kesehatan di rumah (home care) merupakan penyediaan
pelayanan professional perawat bagi pasien dan keluarganya di rumah
untuk menjaga kesehatan, edukasi, pencegahan penyakit, terapi paliatif,
dan rehabilitative.
Penderita autis dan retardasi mental membutuhkan bimbingan dan
pengawasan setiap waktu maka dengan perawatan di rumah, keluarga
dapat membimbing dan mengawasi anak mereka dengan tanpa hambatan,
serta dapat menghemat biaya, artinya keluarga tidak perlu lagi
mengeluarkan biaya (kamar) RS, transport PP Rumah – Rumah Sakit
untuk menemani pasien di RS. Pelayanan kesehatan ini diberikan oleh para
professional yang tergabung dalam tim home care.
Dalam home care ini, perawatan pediatrik bertanggung jawab
terhadap pangkajian pada pasien dan keluarga dan evaluasi ketepatan
rencana asuhan.
Secara legal perawat dapat melakukan aktivitas keperawatan
mandiri berdasarkan pendidikan dan pengalaman yang di miliki. Perawat
dapat mengevaluasi klien untuk mendapatkan pelayanan perawatan di
rumah tanpa program medis tetapi perawatan tersebut harus diberikan di
bawah petunjuk rencana tindakan tertulis yang ditandatangani oleh dokter.
Perawat yang memberi pelayanan di rumah membuat rencana perawatan
dan kemudian bekerja sama dengan dokter untuk menentukan rencana
tindakan medis.

15
DAFTAR PUSTAKA

 Colledge of Allied Educators.Pendekatan Teoritis Terapi Bermain Pada


Penyandang Autisme. Diakses pada tanggal 4 april 2018 darihttp://cae-
indonesia.com/pendekatan-teoritis-terapi-bermain-pada-penyandang-
autismen/
 Efendi, Ferry & Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas. 2009.
Jakarta: Salemba Medika

 Faisal, Y. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta:


Pustaka Populer Obor
 Hockenberry, Marylin J. Wilson, David. 2009. Essentials of pediatric
Nursing Ed. 8, vol.2. Canada : Mosby Elsevier
 Syafwan,M.K.R.,sabri,R.,asterina. 2010. Pengalaman Hidup Orang Tua
Anak Penyandang Autis Setelah Terapi Berhasil. Jurnal Keperawatan
Ners,6(2),114-121.

16

Anda mungkin juga menyukai