Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah air memiliki banyak sekali objek wisata yang potensial dan syarat

makna. Nilai historis yang terkandung di dalamnya dapat dikembangkan

sehingga membawa pengaruh pada nilai komersial. Dapat ditinjau secara

signifikan bahwa sektor pariwisata menjadi industri yang banyak berkontribusi

dalam memberi masukan devisa yang cukup tinggi bagi negara. Tahun 2011

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia sekitar 7,6 juta. Sektor

pariwisata tergolong sebagai lima besar penyumbang devisa setelah minyak dan

gas bumi, minyak kelapa sawit, batubara, dan karet olahan. Pariwisata

membukukan devisa sekitar USD8,5 miliar atau naik 18%. Kenaikan ini juga

sekaligus melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada pada level 6,5%

dan pertumbuhan pariwisata dunia yang berkisar 4,5%. Berdasarkan draft

RENSTRA (Rencana Strategis), pada tahun 2014 Indonesia akan memiliki lima

belas destinasi wisata yang telah menerapkan tata kelola destinasi yang

berkualitas. Untuk pariwisata berbasis pedesaan, ditargetkan tahun 2014 terdapat

822 desa, naik dibandingkan tahun 2011 yang hanya berjumlah 674 desa.

(Majalah Event Guide, September 2012)

Karena memiliki peran yang besar terhadap pengembangan ekonomi dan

sosial bagi masyarakat, pariwisata menimbulkan dampak pengganda terhadap

upaya menciptakan lapangan kerja, pendapatan, dan perbaikan lingkungan.

Pariwisata Indonesia mulai dikenal mancanegara. Contohnya adalah Pulau Bali,

1
seluruh dunia sudah mengenal keeksotisannya yang khas Indonesia. Perhatian

dunia terhadap Bali merupakan apresiasi di sektor destinasi yang sangat

membanggakan. Namun ada baiknya pemerintah tidak cepat puas akan prestasi

ini. Daerah wisata lainnya di jajaran kepulauan Indonesia perlu mendapat

perhatian.

Melihat potensi pengembangan pariwisata di Indonesia yang sangat

tinggi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif khususnya di divisi Dirjen

Pengembangan Destinasi Pariwisata menggagas sebuah program baru yang

bernama Destination Management Organization dengan tujuan untuk dapat

mendukung pengembangan Pariwisata di lima belas destinasi yang telah

ditentukan. Sebelumnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

melakukan penelitian yang bertujuan untuk dapat mengetahui bagaimana sistem

kepariwisataan di Indonesia dan dapat menentukan model Destination

Management Organization seperti apa yang pantas diterapkan dan dikembangkan

di Indonesia. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan paradigma

penelitian rasionalistik, sedangkan untuk mengukur dan menganalisis data yang

didapat, menggunakan analisis kualitatif, dan untuk pengambilan sampel

menggunakan teknik non probability sampling.

Berdasarkan hasil di lapangan, kawasan wisata memiliki beberapa

permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang ditemukan di lapangan

kemudian dibandingkan dengan variabel dan parameter penelitian. Berdasarkan

hasil pencocokan didapati apabila kawasan wisata akan lebih berkembang jika

dikelola dengan program Destination Management Organisation di tingkat lokal.

Untuk mendukung pengembangan kawasan wisata yang dikelola dengan

2
Destination Management Organisation di tingkat lokal, maka Kementerian

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memberikan beberapa rekomendasi yang dapat

membantu pengembangan pariwisata, antara lain para pemangku kepentingan di

objek wisata Indonesia diberikan jobdesk dan kewenangan yang jelas dalam

pengembangan kepariwisataan, penjabaran peran dan posisi Destination

Management Organization (DMO) di dalam struktur organisasi, pembiayaan

Destination Management Organisation di objek wisata, dan kajian tugas pokok

Destination Management Organisation tersebut.

Destination Management Organization (DMO) adalah struktur tata kelola


destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi,
implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan
sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi, yang
terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, asosiasi,
industri, akademisi dan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran
pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat di destinasi
pariwisata.1

Berdasarkan uraian di atas, ditarik kesimpulan bahwa DMO adalah

strategi yang diambil dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk

memajukan objek pariwisata melalui peran serta pihak-pihak yang

berkepentingan dengan pemanfaatan komunikasi terpadu. Rumusan definisi

DMO dapat diringkas dalam tindakan konkret dengan membenahi produk

destinasi, membangun riset, menjalin komunikasi dengan jaringan marketing, dan

yang tidak kalah penting adalah mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

1
“Istilah dan Pengertian DMO”,http://www.dmoindonesia.com/index.php?module=about&id=1
(akses 12 Februari 2013 pkl 21.00)

3
DMO dibentuk karena lemahnya daya saing pariwisata di Indonesia,

sebaran wisatawan nusantara maupun mancanegara pun belum merata, dalam

artian daya tarik berbagai destinasi pariwisata dalam negeri membutuhkan

manajemen yang kuat dan terorganisir. Oleh sebab itu pembentukan DMO

sangatlah penting sebagai fasilitator destinasi pariwisata Indonesia.

DMO merupakan suatu badan yang memiliki otoritas, kompetensi, dan

tanggung jawab di dalam mengelola dan memasarkan destinasi pariwisata (WTO,

2004).2 Sebagai suatu organisasi, DMO menghimpun sejumlah aktor yang

kompeten dalam menjalankan pengelolaan destinasi. Pengelolaan yang efektif

mensyaratkan adanya perencanaan yang matang, pelaksanaan yang konsisten,

dan evaluasi yang berkesinambungan. Dengan kata lain DMO adalah organisasi

yang berperan sebagai katalisator dan fasilitator untuk mewujudkan

pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

Satu elemen yang dirasakan penting untuk mencapai tujuan meningkatkan

kualitas dan daya saing destinasi pariwisata di Indonesia adalah dengan

menggandeng komunitas sekitar. Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif mengumpulkan komunitas yang terdiri dari pelaku pariwisata,

pemerintah daerah, dan masyarakat sekitar. Dari diskusi yang telah dilakukan

dengan komunitas tersebut, diketahui bahwa masyarakat sekitar merasa kurang

mendapat manfaat dari adanya objek wisata di wilayah sekitar tempat tinggalnya.

Selain itu infrastruktur seperti jalan tidak memadai, serta belum bersinerginya

biro perjalanan dengan hotel.

2
“Tata Kelola Destinasi Pariwisata Berbasis Nilai”, https://www.facebook.com/notes/lwg-dmo-
kotatua-jakarta/tata-kelola-destinasi-pariwisata-berbasis-nilai-bagian-i/105580262932800
(akses lima belas Mei 2013 pkl 12.00)

4
Gambar 1.1 Areas Of Interaction

Tourism, Heritage, and Community Development

Community
* Economic develoment
* Recreational facilities
* Preservation of social
values

Tourism Industry Site Managers


* Tourism * Protection of
infrastructure heritage sites and
*Visitor facilities their presentation
* Heritage * Facilities
interpretatiion management
* Profit * Visitor
management

Sumber: Modul Management Training DMO. Jakarta, Juli 2012.

Menurut Konferensi Nasional DMO, terdapat tiga unsur pelaku destinasi

pariwisata yakni pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. 3 Badan pengelola

atau pemerintah yang berkontribusi sebesar 55% dan mempunyai fungsi tingkat

kebijakan atau holding company, visitor management, attraction management,

research information, coordination, crisis management, HRD, financial

management, quality and visitor experience. Selanjutnya adalah pihak swasta

yang berkontribusi sebesar 15% dalam melakukan promosi dengan strategi

pemasaran seperti web marketing, event, direct sales, periklanan, publikasi, dan

brosur. Dan yang terakhir adalah badan operasional yakni masyarakat yang

memegang peranan sebesar 30% dalam memberdayakan sumber daya lokal.

3
“Manajemen dan Bisnis yang Berkelanjutan dalam DMO”,
http://www.dmoindonesia.com/index.php?module=dl&halaman=4 (akses 5 Maret 2013 pukul
22.00)

5
Menurut Destination Concultancy Group (2011), fungsi DMO dalam

manajemen pariwisata diantaranya adalah kegiatan community relations, product

development, marketing and promotions, research and planning, leadership and

coordination, partnership and team building (Modul Management Training

DMO, Juli 2012)

Ada beberapa tahap dalam intervensi DMO. Tahap pertama merupakan

gerakan peningkatan kesadaran stakeholders misalnya melalui diskusi bilateral

untuk membangun kesadaran kolektif dalam membangun pariwisata. Tahap

berikutnya pengembangan manajemen. Hal ini untuk menata perencanaan peta

jalan agar jelas apa yang harus dilakukan ke depan. Tahap ketiga adalah

pengembangan bisnis, yakni memunculkan kemampuan bisnis dan

kewirausahaan. Tahap terakhir adalah penguatan organisasi kelembagaan.

Dari uraian di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa program

pengembangan destinasi pariwisata dilakukan dengan mengajak komunitas untuk

turut berpartisipasi. Hal ini dilakukan agar tujuan Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif dapat terlaksana lebih cepat dan terarah, Maksudnya adalah

melakukan strategi yang menyeluruh dan merata dengan adanya koordinasi dari

segala pihak. Dan yang terpenting adalah peran masyarakat sekitar lokasi

pariwisata sebagai komunitas.

Terdapat lima belas wilayah DMO yaitu Sabang (Aceh), Toba (Sumatera

Utara), Kota Tua (Jakarta), Pangandaran (Jawa Barat), Borobudur (Jawa

Tengah), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Batur (Bali), Rinjani (NTB),

Komodo-Kelimutu-Flores (NTT), Tanjung Puting (Kalimantan Tengah),

Derawan (Kalimantan Timur), Toraja (Sulawesi Selatan), Bunaken (Sulawesi

6
Utara), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Raja Ampat (Papua). Semua wilayah

itu termasuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional seperti yang tercantum

dalam Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2011.4

Tujuan dari diadakannya DMO adalah mengakselerasikan kebijakan


pembentukan dan pengembangan DMO dengan memperhatikan kebijakan
dalam Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Tahun
2010 – 2014, Memberikan acuan atau pedoman untuk proses
pembentukan dan pengembangan DMO di daerah-daerah dalam
mewujudkan pembangunan pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan.
Serta mengintegrasikan rencana pengembangan DMO pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten atau kota.5

Alasan dipilihnya lima belas objek wisata DMO antara lain karena terjadi

penurunan jumlah wisatawan di daerah-daerah itu. Alasan lainnya adalah karena

daerah-daerah tersebut sudah termasuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata

Nasional (KSPN) yang ditetapkan Rencana Strategis Kementarian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif.

Destination Management Organization telah menyusun action plan

dengan harapan dapat mengembalikan jumlah wisatawan ke angka tertinggi.

Ukuran keberhasilannya adalah 360.000 kunjungan wisatawan mancanegara di

tahun 2014.6

Peran serta komunitas dalam memajukan objek wisata di daerahnya

sangatlah penting. Maka dari itu perlu adanya pendekatan dengan masyarakat

4
“PP No. 50 Tahun 2011: Rencana Induk Pembangunan Pariwisata 2010-2025”
”http://www.setkab.go.id/berita-3401-pp-no-50-tahun-2011-rencana-induk-pembangunan-
pariwisata-20102025.html (akses 14 Mei 2013 pkl 11.00)
5
“Tujuan dan Sasaran DMO”,
http://www.dmoindonesia.com/index.php?module=detailabout&id=4 (akses 12 Februari
2013 pkl 21.00)
6
“Kemenbudpar Uji Coba Program Destination Management Organization”,
http://www.indonesiango.org/id/nasional/aktualita/838-kemenbudpar-uji-coba-program-
destination-management-organization-dmo (akses 5 Maret 2013 pukul 22.00)

7
untuk menyamakan visi misi DMO ini terlebih dahulu. Membangun komunikasi

dan hubungan baik dengan komunitas organisasi merupakan bagian dari

implementasi komunikasi program.

Tidak sedikit masyarakat yang tinggal di sekitar daerah pariwisata.

Sayangnya belum banyak yang menyadari bahwa setiap individu memiliki peran

yang luar biasa dalam meningkatkan nilai jual pada daerah tempat tinggalnya. Di

sisi lain, komunitas ini juga akan mendapatkan manfaat bagi dirinya sendiri,

salah satunya adalah sumber pendapatan. Misalnya dengan membuka usaha

rumah makan, penginapan, souvenir, tour guide, dan lain-lain.

Dengan adanya program DMO ini diharapkan objek wisata memiliki nilai

tambah, tidak hanya sekedar sebuah objek keindahan alami maupun buatan yang

sudah ada sejak lama namun tidak terpelihara. Banyak kegiatan yang mendukung

terlaksananya visi misi DMO, diantaranya adalah Forum Pengembangan

Pariwisata yang fokus pada peningkatan kualitas SDM, pelestarian lingkungan,

koordinasi lintas sektor, kemudian Local Writing Group dengan melakukan

kegiatan pemetaan soft kompetensi dan outbond training, ada pula Konsinyering

Kompetensi, Studi Banding, Bimbingan Teknis Tata Kelola Destinasi,

Stakeholders Meeting, Workshop, dan sebagainya.

Implementasi pengembangan Destination Management Organization

terdiri dari koordinasi, keterlibatan pemangku kepentingan, kemitraan,

kepentingan dan tujuan bersama, serta pencapaian indikator dan kinerja.

Dalam menjalankan program Destination Management Organization, unit

yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan teknis adalah Direktorat Jenderal

8
Pengembangan Destinasi Pariwisata. Unit ini concern pada upaya pemberdayaan

masyarakat sebagai komunitas dari destinasi pariwisata. Tugas dan fungsi ini

sudah tertuang dalam kebijakan Kementerian. Kegiatan DMO ini juga di dukung

oleh Pusat Komunikasi Publik selaku unit Public Relations dari Kementerian

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang juga memiliki tugas untuk berinteraksi

dengan para stakeholders dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dalam implementasinya sehari-hari, Public Relations di pemerintahan

berbeda dengan Public Relations di perusahaan swasta. Porsi peran PR tidak

sebanyak peran PR di swasta karena di institusi pemerintahan PR lebih berfungsi

sebagai pelayanan informasi masyarakat dan Media Relations. Oleh karena itu,

untuk melaksanakan program Destination Management Organization yang

notabene merupakan tugas PR, di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

justru dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata.

Dalam divisi ini, terdapat unit Perancangan Destinasi dan Pengembangan

Masyarakat yang memang concern terhadap kegiatan Community Relations.

Sehingga dibuatlah program DMO yang menitikberatkan keterlibatan komunitas

organisasi untuk mencapai kepentingan dan manfaat bersama. Untuk

melaksanakan program Community Relations digunakan implementasi

komunikasi program. Kajian mendalam mengenai hal ini selanjutnya akan

dijabarkan dalam bab pembahasan.

Kemudian untuk Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif sebagai fungsi PR, terbagi dalam tiga unit kerja, yakni Publikasi

dan Analisis Berita, Informasi Publik, dan Hubungan Antar Lembaga. Publikasi

dan analisis berita bertugas melakukan koordinasi serta melaksanakan hubungan

9
dan kerjasama dalam pengumpulan, pengolahan, dan penyajian pemberitaan dan

publikasi. Selain itu juga melakukan hubungan dengan media massa, sebagai

penanggung jawab dalam pameran dan pencitraan, dan melakukan analisis berita

dan opini publik. Aktivitas yang dijalankan lebih mengarah pada Media

Relations, antara lain media monitoring, press release, dan press conference.

Unit publikasi bertugas untuk mendampingi media dalam seluruh kegiatan yang

dilaksanakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sekaligus

mendokumentasikan sendiri kegiatan tersebut untuk kebutuhan informasi publik.

Contoh program atau event yang sudah dijalankan diantaranya adalah APWI

(Apresiasi Pewarta Wisata Indonesia), outbound dengan rekan media, senam

sehat bersama komunitas, PPKI (Pekan Produk Kreatif Indonesia), dan tentu saja

program DMO.

Unit Informasi Publik bertugas untuk memberikan pelayanan informasi

publik, melakukan pengemasan dan penyajian informasi, serta pengumpulan dan

pengelolaan informasi dan dokumentasi. Aktivitas yang dilakukan antara lain

membuat artikel untuk website dan social media, serta melakukan pendataan

asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan pariwisata dan ekonomi kreatif. Program

yang sudah dijalankan oleh unit Informasi Publik adalah workshop standarisasi,

FGD, dan konsinyering untuk dinas pariwisata daerah.

Unit Hubungan Antar Lembaga melakukan koordinasi dalam

melaksanakan hubungan dan kerjasama kehumasan dengan lembaga pemerintah,

lembaga tinggi negara, dan lembaga non pemerintah. Unit ini juga bertugas untuk

melakukan administrasi dan menyiapkan dokumentasi untuk berkomunikasi

dengan stakeholders Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Program

10
yang sudah dijalankan adalah workshop dengan BAKOHUMAS (Badan

Koordinasi Humas)

Atas penjelasan itulah penelitian ini dibuat. Peneliti berupaya untuk

mengidentifikasikan implementasi komunikasi dalam program DMO yang

dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas peneliti merumuskan masalah penelitian ini

sebagai berikut:

Bagaimana implementasi komunikasi dari program DMO Kota Tua

Jakarta sebagai pengembangan Heritage Tourism?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

 Untuk mengetahui implementasi komunikasi dari program DMO

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

 Untuk mengetahui bagaimana peran komunitas di Kota Tua Jakarta

terkait program DMO.

11
1.4 Signifikansi Penelitian

1.4.1 Signifikansi Akademik

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangsih dalam

pengembangan ilmu komunikasi, serta dapat menambah literatur

ilmiah yang berkaitan dengan ilmu komunikasi di bidang Public

Relations, khususnya dalam mengidentifikasi implementasi

komunikasi dalam sebuah program yang berkaitan dengan Community

Relations.

1.4.2 Signifikansi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan organisasi lain

dalam menjalankan implementasi komunikasi, mengingat besarnya

manfaat yang dapat diperoleh perusahaan karena berhasil

menjalankan implementasi komunikasi sesuai dengan yang

diharapkan.

12

Anda mungkin juga menyukai