Anda di halaman 1dari 10

BEKERJA DENGAN CINTA SAMA DENGAN BEKERJA UNTUK TUHAN

(Kolose 3 : 23-24)

Oleh : Meyrlin Saefatu, M.Th


(Dosen IAKN Kupang)

Jemaat Tuhan yang terkasih,


Bacaan yang telah kita baca merupakan surat Paulus kepada jemaat di Kolose. Dalam
pasal pertama, dikatakan bahwa surat ini ditujukan kepada saudara-saudara yang kudus dan
yang percaya dalam Kristus di Kolose. Mereka yang disapa sebagai “saudara-saudara/orang-
orang Kudus” ini merupakan jemaat yang tidak didirikan oleh Paulus. Paulus mengutus
pekerja-pekerja dari Efesus pada waktu itu untuk menginjili di Kolose. Oleh sebab itu, ia juga
merasa bertanggung jawab atas kehidupan jemaat Kolose. Informasi yang didapat oleh
Paulus tentang kehidupan jemaat Kolose ini berasal dari Efapras.Epafras, Menurut Paulus
adalah seorang pribadi yang mengajar orang-orang Kolose tentang 'kebaikan hati yang
dalam kebenaran'. Fakta bahwa Paulus menyebut rekan sekerja ini sebagai "pelayan setia
Kristus demi kepentingan kita" memperlihatkan bahwa Epafras adalah seorang penginjil
yang aktif di wilayah tersebut.—Kolose 1:6, 7. Paulus menyatakan bahwa betapa tanggap
dan pekanya Epafras terhadap kebutuhan rekan-rekan Kristennya. Ia menunjukkan perhatian
bagi kesejahteraan rohani, sadar akan bahaya lingkungan tempat mereka tinggal.
Orang-orang Kolose menghadapi problem yang cukup serius sehingga mendesak
Epafras untuk menempuh perjalanan jauh ke Roma dengan tujuan spesifik guna
mendiskusikan masalah yang terjadi di Kolose bersama dengan Paulus. Efapras melaporkan
bahwa orang-orang Kristen di Kolose terancam bahaya filsafat kafir termasuk pertapaan,
spiritisme, dan takhayul yang bersifat berhala serta ajaran Yahudi untuk berpantang
makanan dan perayaan hari-hari tertentu yang mungkin telah memengaruhi beberapa
anggota sidang.—Kolose 2:4, 8, 16, 20-23. Ada sekelompok guru-guru palsu yang menyusup
dalam jemaat dan menyebarkan ajaran sesat yang mengancam iman umat. Guru-guru palsu
itu menekankan bahwa untuk mengenal Tuhan dan jika seseorang mau untuk diselamatkan
maka mereka diharuskan untuk menyembah “roh-roh yang menguasai dan memerintah
alam semesta”. Jemaat Kolose juga dipaksa untuk taat dalam menjalankan aturan-aturan
sunat. Mereka mengajarkan filsafat yang berkaitan dengan tradisi-tradisi religius, ritus-ritus
dan pengetahuan yang diwahyukan.Pengajaran filsafat ini mempunyai ciri asketik dan
Yudaistik. Mereka menganjurkan pesta bulan baru dan hari sabat. Ada juga larangan
terhadap makanan tertentu. Mereka menyiarkan pengetahuan gaib. Lalu mencampuradukan
ajaran Yahudi dan Yunani dengan unsur Kristen. Akibatnya ajaran itu bersifat Sinkreitis.
Mereka mempunyai minat yang besar terhadap kuasa-kuasa alam atau unsur roh-roh alam
yang dipercayai sebagai makhluk-makhluk ilahi yang mengatur alam semesta. Roh ini
disembah dan dilayani sebagai pemilik misteri kosmos. Mereka juga menyatakan bahwa
mereka memiliki penglihatan khusus. Ada yang menyatakan bahwa mereka adalah orang
yahudi Helenis atau pengikut aliran kerohanian pitagoras. Namun, para pakar sepakat bahwa
mereka adalah orang Yahudi berkebudayaan Yunani yang menganut ajaran gnostik. Ajaran
tersebut membuat Efapras gelisah sehingga dia meminta nasihat Paulus. Paulus dalam
argumentasinya melawan para musuh itu, menampilkan Kristus sebagai figur yang
memainkan peranan sentral. Menurutnya orang tidak perlu takut terhadap kuasa kosmis
sebab seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Yesus Kristus.
Selain itu, konteks kehidupan jemaat di Kolose pada waktu itu adalah adanya
pengajaran dan sikap yang memandang istimewa dan atau sebaliknya memandang rendah
profesi atau pekerjaan tertentu. Pekerjaan yang dianggap paling rendah waktu itu adalah
pekerjaan sebagai seorang hamba, yang sudah umum terdapat dalam masyarakat pada
zaman Alkitab. Untuk itu, penulis surat Kolose, Paulus, meminta kepada orang-orang Kristen
untuk menempatkan diri dengan baik di tengah-tengah masyarakat, termasuk para hamba.
Ini berarti para tuan tidak boleh sesuka hati atas hambanya. Oleh sebab itu, perlu perubahan
paradigma tentang bagaimana seharusnya bersikap dan melakukan pekerjaan, baik
pekerjaan yang oleh masyarakat dunia pada waktu itu dipandang lebih istimewa atau mulia,
maupun pekerjaan yang dianggap rendah, dalam hal ini hamba. Semua pekerjaan berharga
di mata Tuhan jika dikerjakan dengan tulus dan ikhlas seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia.
Ada sebuah ilustrasi yang mungkin Bapak/Ibu sekalian sudah pernah dengar atau
pernah baca. Seorang pemuda yang sedang dalam keadaan lapar menuju ke sebuah restoran
jalanan untuk memesan makanan. Ia lalu menyantap makanan tersebut dengan sangat
lahap. Saat pemuda itu sedang menikmati makanannya, datanglah seorang anak kecil
menawarkan kue kepada pemuda tersebut, "Pak mau beli kue, Pak?" Dengan ramah pemuda
yang sedang makan menjawab "Tidak, saya sedang makan". Anak itupun tidaklah berputus
asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan,
pemuda tersebut menjawab: "Tidak dik saya sudah kenyang". Setelah pemuda itu membayar
ke kasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil penjual kue tidak menyerah
dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan ibunya. Mungkin anak
kecil ini berpikir "Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini
dijadikan oleh-oleh buat orang di rumah". jika kita lihat, ini adalah sebuah usaha yang gigih
membantu ibunya untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini.
Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjual kue tersebut
kembali menawarkan untuk ketiga kali kue dagangannya. "Pak mau beli kue saya?", pemuda
yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan
uang Rp 2000,- dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja. "Dik ini uang saya kasih,
kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sebagai sedekah dari saya buat adik". Lalu
uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang
meminta-minta. Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasihkan
kepada orang lain. "Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?. Anak
kecil penjual kue tersenyum lugu menjawab, "Saya sudah berjanji sama ibu di rumah,ingin
menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang ke rumah
bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu
adalah hasil usaha kerja keras saya.
Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjual kue
yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos kerja bahwa
"kerja itu adalah sebuah kehormatan", kalau dia tidak sukses bekerja menjual kue, ia berpikir
kehormatan kerja di hadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang. Kemudian pemuda tadi
memborong semua kue yang dijual anak itu, bukan karena ia kasihan, bukan karena ia lapar
tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu "kerja adalah sebuah kehormatan", ia
akan mendapatkan uang kalau ia sudah bekerja dengan baik.
Kerja akan bernilai lebih jika menjadi kebanggaan bagi kita. Sekecil apapun peran
dalam sebuah pekerjaan, jika kita kerjakan dengan sungguh-sungguh akan memberi nilai
kepada diri kita sendiri. Dengan begitu, setiap tetes keringat yang mengucur akan menjadi
sebuah kehormatan yang pantas kita perjuangkan.

Jemaat Tuhan yang terkasih,


Pekerja yang baik adalah pekerja yang mengerjakan pekerjaannya dengan hati. Ia
memberi nilai tertinggi pada pekerjaan yang dilakukannya. Dalam setiap pekerjaan yang
dikerjakannya, ia mencintai pekerjaan tersebut dan memberi perhatian dan juga
pengorbanan untuk pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Ada banyak orang bekerja
dengan otot dan otak. Yah, kedua Hal itu memang penting. Tetapi ada yang jauh lebih lebih
penting lagi yaitu bagaimana kita bekerja dengan hati. Bekerja dengan hati berarti ia bekerja
tidak untuk menyenangkan hati tuannya, tetapi ia bekerja menyenangkan hati Tuhannya
yang memberikan berkat berupa pekerjaan baginya. Ia bekerja dengan penuh pengharapan,
bahwa Tuhan yang telah mempercayakan pekerjaan tersebut akan terus memberkati dan
membimbingnya sampai selesai. Orang yang bekerja dengan hati, ia setia dan menghargai
setiap hal kecil yang dipercayakan kepadanya. Jika kita bekerja dengan hati, maka kita
bekerja dengan cinta seperti untuk Tuhan, maka pekerjaan terasa akan terasa ringan,
menyenangkan, ada damai, menjadi berkat bagi orang lain.
Yohanes Calvin seorang tokoh Reformator Gereja. Dalam bukunya Pengajaran Agama
Kristen, menuliskan:
Tuhan menetapkan tugas-tugas bagi setiap orang menurut jalan hidupnya masing-masing.
Dan masing-masing jalan hidup itu dinamakannya “panggilan.”…..Tidak ada pekerjaan apa
pun, betapapun kecil dan hinanya yang tidak akan bersinar-sinar dan dinilai berharga di mata
Tuhan … dan Tuhan menempatkan kita pada suatu tanggung jawab tertentu. Artinya, kita
harus setia, berakar dan bertumbuh dalam pekerjaan itu……….Calvin melanjutkan: Tanpa
gerutu … masing-masing menanggung yang kurang enak, yang susah, yang sedih, yang
membosankan, jika setiap orang diberi beban oleh Allah…………Kemudian Calvin
menghibur, bahwa jika kita mengaku pekerjaan kita sebagai panggilan dan penugasan dari
Tuhan, maka dari Tuhan juga kita bisa mengharapkan pimpinan dan kekuatan untuk
melaksanakan pekerjaan itu.

Jemaat Tuhan yang terkasih,


Firman Tuhan Kolose 3:22-25 ini berisikan nasihat kepada para hamba. Yang dimaksud
hamba dalam Alkitab Perjanjian Baru adalah budak, yaitu seorang yang dimiliki dan dikuasai
oleh orang lain. Pada zaman Alkitab, perbudakan merupakan status sosial. Orang menjual
diri sebagai budak ketika mereka tidak dapat membayar hutang atau untuk menyediakan
nafkah bagi keluarga mereka. Pada masa Yesus, hampir sepertiga penduduk kekaisaran
Romawi adalah budak. Hal yang sama berlaku hingga masa Rasul Paulus. Kelas terendah
dalam struktur kekaisaran Romawi adalah para budak. Mereka secara resmi diperjual
belikan. Mereka boleh dipukul dan disiksa, seturut kemauan pemiliknya. Mereka bertugas
melakukan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Ada juga di antara mereka yang lebih
terdidik dari tuannya sehingga mereka bertugas sebagai guru bagi anak-anak majikannya.
Jadi, peranan para hamba ini sangat penting dalam urusan jasmani, intelektual, karakter dan
sebagainya. Sayang sekali, mereka sering diperlakukan tidak adil.
Alkitab tidak secara khusus mengutuk praktek perbudakan. Namun, Alkitab secara
khusus memberi instruksi atau cara tentang bagaimana seharusnya memperlakukan para
budak atau hamba. Kepada para hamba- hamba seperti itulah Rasul Paulus manasihatkan,
"Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di
hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena
takut akan Tuhan".Takut akan Tuhan artinya: bekerja dengan sepenuh hati seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia, seseorang dlaam bekerja harus mengasihi Tuhan, taat
kepada Tuhan, sepenuhnya tergantung pada Tuhan. Artinya, semuanya antara hamba
dengan Tuhan.
Bagaimana kalau tuannya kejam? Itu urusan tuannya dengan Tuhan. Seorang hamba
mengurus yang menjadi urusannya.Urusan hamba adalah ini: dengan tulus hati karena takut
akan Tuhan (ayat 22), berbuat dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia (ayat 23), dari Tuhanlah kamu akan menerima yang menjadi bagian yang ditentukan
bagimu (ayat 24).
Saat ini, saudara dan saya bukanlah hamba atau budak. Kita adalah orang-orang
merdeka. Tetapi apa yang kita kerjakan, sikap kita kepada atasan atau siapa saja adalah soal
"antara kita dengan Tuhan". Jika tidak dilandasi pemikiran seperti itu, maka dalam bekerja
kita akan menjadi seseorang yang banyak menuntut, bersungut-sungut, menyimpan sakit
hati bahkan dendam. Hidup kita pun tidak akan menjadi tentram. Sebab kita menanggung
dua beban berat sekaligus: beban pekerjaan dan suasana hati kita yang tercemar dan
tertekan. Bayangkan saja, hasil apa yang mau kita dapatkan dari pekerjaan jika bekerja
dengan kondisi seperti itu. Yang pastinya tidak akan maksimal.

Jemaat Tuhan yang terkasih,


Kita semua tentunya mengenal siapa itu Thomas Alva Edison. Ia adalah penemu
jenius yang produktif. Banyak temuan dipatenkan atas namanya, seperti mesin telegraf,
gramofon, proyektor film dan bola lampu. Penemu jenius itu mengaku bahwa kejeniusan
sembilan puluh sembilan persen adalah keringat, butuh kerja keras. Meski harus bekerja
keras, Edison mengatakan, "Saya tidak pernah merasa bekerja sehari pun seumur hidup
saya. Semua yang saya lakukan menyenangkan." Hal tersebut menunjukan arti bahwa ia
melakukan setiap pekerjaannya dengan penuh sukacita. Ia tidak merasa pekerjaan sebagai
sebuah beban yang menyusahkan. Pengakuan Edison itu menyiratkan bahwa seseorang
harus merasakan sesuatu yang menyenangkan hati, yang memercikkan kesukaan dalam
bekerja. Hati yang senang mengiringi kita untuk bekerja dengan segenap hati. Tanpa
kesukaan itu, kita takkan bisa menuruti nasihat Rasul Paulus: "Apa pun juga yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia." Tidak bekerja asal selesai, asal jadi, atau asal dikerjakan. Tidak sekedar bekerja,
tidak sekedar ada hasilnya. Sejujurnya Anda bisa menilai sendiri apa yang sudah Anda
kerjakan. Jika Anda senang atau puas dengan apa yang Anda kerjakan dan hasilkan,
demikian juga orang lain.
Jemaat Tuhan yang terkasih,
Saat kita membaca Alkitab, khususnya di Kejadian pasal 1, kita bisa memahami bahwa
Dia “Allah” adalah seorang Pekerja yang luar biasa. Artinya, pertama kali Allah menyatakan
diriNya sebagai Pekerja. Jadi, Allah menunjukkan apresiasi yang besar terhadap pekerjaan
dengan cara menjadi Pekerja. Buktinya, Dia mengawali dengan menciptakan alam semesta,
manusia, hewan, dan tumbuhan. Allah memperkenalkan diri-Nya pertama kali bukan sebagai
Juruselamat, Raja, Guru, atau Imam, melainkan Pekerja.
Pekerjaan itu sangat berharga, bermakna, terhormat, dan istimewa, karena Allah sendiri
adalah Pekerja. Allah memberikan nilai pada pekerjaan menjadi bermartabat, dan Dia
mengajak kita untuk bekerja bersama-sama. Melalui bekerja, kita dapat memenuhi
kebutuhan, mendapatkan upah agar dapat dipergunakan untuk memberi dan melayani. Ini
artinya, dengan pekerjaan, Allah ingin memberkati kita. Allah ingin kita bekerjasama dalam
melaksanakan mandat-Nya. Karena itu, kita perlu memahami bahwa ketika kita bekerja,
berarti kita taat terhadap perintah-Nya. Kita sedang meniru Allah kita, Sang Pekerja yang luar
biasa. Kita sebagai pengikut-Nya, sudah sepantasnya menjadi pekerja juga. Menjadi pekerja
yang tekun, antusias, dan berkarya dengan segenap hati.
1) Pekerjaaan adalah sebuah Anugerah
Mungkin sangat sedikit yang menyadari bahwa bekerja adalah anugerah dari Allah.
Jikalau kita memiliki pola pikir yang akurat terhadap pekerjaan, maka kita akan mengalami
kepuasan dalam bekerja. Karena itu, kita perlu melihat pekerjaan sebagai suatu pemberian
yang harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Sepantasnya kita mengerti dengan jelas
dan tepat, bahwa pekerjaan itu berharga di mata-Nya, bukan sesuatu yang dilakukan lepas
dari kendali Allah, lebih dari sekedar kata, bisa menjadi mimbar misi atau penginjilan.
Mengapa saya katakan demikian? Hal ini karena jika kita bekerja dengan sepenuh hati,
bekerja sebagaimana kita bekerja dan melayani Tuhan, maka kita akan menjadi teladan bagi
orang lain. Ada nilai penginjilan dan misi di sana. Kita menjadi role model bagi orang-orang
yang ada di sekitar kita. Kita tidak boleh mendewakan kerja sebagai pengganti Allah. Ingat,
pekerjaan bukan beban. Sebaliknya, pekerjaan juga tidak boleh dijadikan pemuas utama.
Hanya Allah kita, Tuhan Kita yang memuaskan kita. Pekerjaan tidak boleh diberhalakan,
sehingga setiap hari hanya bekerja, tanpa memiliki waktu untuk beribadah. Namun, sekarang
kita sudah melakukannya. Sesungguhnya Allah melihat niat dibalik ini semua. Ada kemauan
dari kita untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama dan utama sebelum memulai
segala aktivitas kita di minggu yang baru ini.

2) Mencintai dan Menikmati Pekerjaan


Sebuah penelitian mengungkapkan: “Jika Anda tidak dapat mencintai dan menikmati
pekerjaan Anda, maka berhentilah. Putuskanlah untuk bekerja sesuai dengan yang Anda
cintai, dan kemudian bekerjalah!” Semangat untuk mengerjakan sesuatu lebih penting
daripada apa yang kita kerjakan. Artinya, jika kita bekerja dengan sikap dan antusiasme yang
benar, maka akan menghasilkan pencapaian kerja yang maksimal. Karena itu, kita perlu
merenungkan: “Untuk siapa saya bekerja?” Yang pertama dan utama, untuk Allah. Kita
harus menikmati pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kita kepada Allah, kedua, kontribusi
kita kepada sesama maupun tmpat di mana kita bekerja. Terakhir, sebagai bentuk
pengembangan kapasitas dan kompetensi diri kita. Jadi bukan pengembangan kapasitas
dan kompetensi diri ini yang utama, karena ini sebenarnya ego. Kalo misalnya semua orang
mau bekerja hanya untuk pengembangan kapasitas dan kompetensi dirinya maka ia akan
fokus dengan dirinya sendiri. Kerja sesuatu untuk dirinya. Bagi kita yang PNS, dalam
pancaprasetya Korpri, poin ke 3 menyatakan bahwa mengutamakan kepentingan negara,
bangsa dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan. Artinya bahwa Tuhan
mau kita mendahulukan dan melayani sesama sebagai bentuk cinta kita kepada-Nya melalui
pekerjaan yang Tuhan titipkan di atas bahu saudara-saudari dan saya.

3) Bekerja Menghasilkan yang Terbaik


Dalam Kolose 3:23 tetrulis, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Allah dan bukan untuk manusia.” Bekerja berarti kesempatan
kita untuk beribadah pada Allah. Mengapa? Karena kita melakukannya untuk Kristus,
Pemimpin kerja kita yang sesungguhnya. Pekerjaan menjadi salah satu kegiatan melayani
Allah. Kita dapat mempersembahkan pekerjaan kita kepada Allah setiap hari. Melakukan
yang terbaik harus menjadi gaya hidup dan ritme secara otomatis. Ketika kita melakukan
yang terbaik, kita sedang melayani dan menyembah Tuhan Yesus. Apapun posisi kita di
pekerjaan, sebagai pimpinan lembaga, staf, dosen, pegawai, cleaning service, security, saya
mengajak kita sekalian untuk lakukan yang terbaik bagi Allah sehingga lewat pelayanan dan
pekerjaan kita, nama Allah dimuliakan.
Sebagai seorang Kristen, setidaknya kita perlu memiliki Etos Kerja. Etos adalah suatu
karakteristik dari semangat seseorang atau sekolompok orang. Etos kerja adalah dasar
pemikiran,semangat,cara kerja seseorang atau sekelompok orang dimana ia bekerja.
Sedangkan etos kerja kristiani merupakan dasar pemikiran dan semangat umat kristiani
dalam kerja yang diresapi oleh rencana dan kehendak Allah. Hakikat dari setiap pekerjaan
adalah pelayanan. Tuhan ingin kita melakukan pekerjaan baik yang sudah Tuhan
siapkan,bukan melulu untuk mencari nafkah atau mengaktualisasikan diri semata menurut
kehendak kita sendiri. Lebih dari itu,Tuhan ingin pekerjaan yang kita lakukan mewakili karya
kreatif Allah untuk membaharui dan membangun dunia.
Maka itu kegiatan kerja umat kristiani diharapkan diresapi oleh karakteristik seperti
kejujuan, ketekunan, kesetiaan, cinta kasih, kerendahan hati, persaudaraan, tepat waktu,
bekerja sama, kesediaan untuk mengubah diri, sederhana, memiliki kerajinan, mengikuti
rasio pemikiran untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan dan efisien dalam segala
hal.
Kerja itu adalah salah satu ciri yang membedakan manusia dengan mahluk ciptaan
lainnya. Hanya kita (manusia)lah yang mampu bekerja dan serta merta dengan kerja mengisi
hidup kita didunia ini. Ada 3 fungsi kerja yakni :
a) Fungsi reproduksi material artinya manusia bekerja untuk dapat memenuhi
kebutuhannya dalam menjalani kehidupan.
b) Fungsi integritas sosial artinya dengan bekerja manusia mendapatkan status di
masyarakat.
c) Fungsi pengembangan diri artinya dengan bekerja manusia mampu secara kreatif
menciptakan dan mengembangkan dirinya sehingga dipandang sebagai warga yang
bermanfaat dan bermartabat. Mari kita bekerja dengan berpegang teguh pada prinsip-
prinsip etos kerja kristiani.
Sebelum saya mengakhiri renungan ini, ada 3 (tiga) tipe manusia dalam bekerja:
1. MANUSIA BOLA BILIAR,Pasif, tidak punya kemauan, tidak ada inisiatif. Didorong baru
maju, ditarik baru ikut.
2. MANUSIA KAPAL LAYAR/ PERAHU LAYAR,Lumayan aktif, namun tergantung pada
angin yang membawanya. Ia bekerja tergantung mood. Kalau tuannya ada
disampingnya ia bekerja sungguh-sungguh. Jika tidak ada tuannya ia bekerja
sembarangan.
3. MANUSIA JAM,Orang yang mempunyai visi/ motivasi. Ia melangkah dengan pasti. Ia
tahu mengapa ia melangkah, dan ke mana ia melangkah. Ia sungguh tahu apa tujuan
hidupnya. Ia memberi arti/ makna/ nilai dalam hidupnya dan sesamanya.
Mari kita refleksikan selama kita bekerja sepekan ini, kita jadi tipe manusia yang mana
? jika sudah menjadi manusia jam, berarti dia sudah bekerja untuk Tuhan. Tetapi jika masih
menjadi manusia bola biliar atau manusia kapal layar maka marilah kita sama-sama mencintai
pekerjaan kita sama seperti kita mencintai Tuhan. Karena Tuhan kita bekerja karena Tuhan
kita mendapatkan upah dari setiap jerih lelah kita, Tuhan sang Pemberi Pekerjaan,
memberkati kita semua. AMIN

Anda mungkin juga menyukai