BEKERJA DENGAN CINTA SAMA DENGAN BEKERJA UNTUK TUHAN
(Kolose 3 : 23-24)
Oleh : Meyrlin Saefatu, M.Th
(Dosen IAKN Kupang)
Jemaat Tuhan yang terkasih,
Bacaan yang telah kita baca merupakan surat Paulus kepada jemaat di Kolose. Dalam pasal pertama, dikatakan bahwa surat ini ditujukan kepada saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose. Mereka yang disapa sebagai “saudara-saudara/orang- orang Kudus” ini merupakan jemaat yang tidak didirikan oleh Paulus. Paulus mengutus pekerja-pekerja dari Efesus pada waktu itu untuk menginjili di Kolose. Oleh sebab itu, ia juga merasa bertanggung jawab atas kehidupan jemaat Kolose. Informasi yang didapat oleh Paulus tentang kehidupan jemaat Kolose ini berasal dari Efapras.Epafras, Menurut Paulus adalah seorang pribadi yang mengajar orang-orang Kolose tentang 'kebaikan hati yang dalam kebenaran'. Fakta bahwa Paulus menyebut rekan sekerja ini sebagai "pelayan setia Kristus demi kepentingan kita" memperlihatkan bahwa Epafras adalah seorang penginjil yang aktif di wilayah tersebut.—Kolose 1:6, 7. Paulus menyatakan bahwa betapa tanggap dan pekanya Epafras terhadap kebutuhan rekan-rekan Kristennya. Ia menunjukkan perhatian bagi kesejahteraan rohani, sadar akan bahaya lingkungan tempat mereka tinggal. Orang-orang Kolose menghadapi problem yang cukup serius sehingga mendesak Epafras untuk menempuh perjalanan jauh ke Roma dengan tujuan spesifik guna mendiskusikan masalah yang terjadi di Kolose bersama dengan Paulus. Efapras melaporkan bahwa orang-orang Kristen di Kolose terancam bahaya filsafat kafir termasuk pertapaan, spiritisme, dan takhayul yang bersifat berhala serta ajaran Yahudi untuk berpantang makanan dan perayaan hari-hari tertentu yang mungkin telah memengaruhi beberapa anggota sidang.—Kolose 2:4, 8, 16, 20-23. Ada sekelompok guru-guru palsu yang menyusup dalam jemaat dan menyebarkan ajaran sesat yang mengancam iman umat. Guru-guru palsu itu menekankan bahwa untuk mengenal Tuhan dan jika seseorang mau untuk diselamatkan maka mereka diharuskan untuk menyembah “roh-roh yang menguasai dan memerintah alam semesta”. Jemaat Kolose juga dipaksa untuk taat dalam menjalankan aturan-aturan sunat. Mereka mengajarkan filsafat yang berkaitan dengan tradisi-tradisi religius, ritus-ritus dan pengetahuan yang diwahyukan.Pengajaran filsafat ini mempunyai ciri asketik dan Yudaistik. Mereka menganjurkan pesta bulan baru dan hari sabat. Ada juga larangan terhadap makanan tertentu. Mereka menyiarkan pengetahuan gaib. Lalu mencampuradukan ajaran Yahudi dan Yunani dengan unsur Kristen. Akibatnya ajaran itu bersifat Sinkreitis. Mereka mempunyai minat yang besar terhadap kuasa-kuasa alam atau unsur roh-roh alam yang dipercayai sebagai makhluk-makhluk ilahi yang mengatur alam semesta. Roh ini disembah dan dilayani sebagai pemilik misteri kosmos. Mereka juga menyatakan bahwa mereka memiliki penglihatan khusus. Ada yang menyatakan bahwa mereka adalah orang yahudi Helenis atau pengikut aliran kerohanian pitagoras. Namun, para pakar sepakat bahwa mereka adalah orang Yahudi berkebudayaan Yunani yang menganut ajaran gnostik. Ajaran tersebut membuat Efapras gelisah sehingga dia meminta nasihat Paulus. Paulus dalam argumentasinya melawan para musuh itu, menampilkan Kristus sebagai figur yang memainkan peranan sentral. Menurutnya orang tidak perlu takut terhadap kuasa kosmis sebab seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Yesus Kristus. Selain itu, konteks kehidupan jemaat di Kolose pada waktu itu adalah adanya pengajaran dan sikap yang memandang istimewa dan atau sebaliknya memandang rendah profesi atau pekerjaan tertentu. Pekerjaan yang dianggap paling rendah waktu itu adalah pekerjaan sebagai seorang hamba, yang sudah umum terdapat dalam masyarakat pada zaman Alkitab. Untuk itu, penulis surat Kolose, Paulus, meminta kepada orang-orang Kristen untuk menempatkan diri dengan baik di tengah-tengah masyarakat, termasuk para hamba. Ini berarti para tuan tidak boleh sesuka hati atas hambanya. Oleh sebab itu, perlu perubahan paradigma tentang bagaimana seharusnya bersikap dan melakukan pekerjaan, baik pekerjaan yang oleh masyarakat dunia pada waktu itu dipandang lebih istimewa atau mulia, maupun pekerjaan yang dianggap rendah, dalam hal ini hamba. Semua pekerjaan berharga di mata Tuhan jika dikerjakan dengan tulus dan ikhlas seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Ada sebuah ilustrasi yang mungkin Bapak/Ibu sekalian sudah pernah dengar atau pernah baca. Seorang pemuda yang sedang dalam keadaan lapar menuju ke sebuah restoran jalanan untuk memesan makanan. Ia lalu menyantap makanan tersebut dengan sangat lahap. Saat pemuda itu sedang menikmati makanannya, datanglah seorang anak kecil menawarkan kue kepada pemuda tersebut, "Pak mau beli kue, Pak?" Dengan ramah pemuda yang sedang makan menjawab "Tidak, saya sedang makan". Anak itupun tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan, pemuda tersebut menjawab: "Tidak dik saya sudah kenyang". Setelah pemuda itu membayar ke kasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil penjual kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan ibunya. Mungkin anak kecil ini berpikir "Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan oleh-oleh buat orang di rumah". jika kita lihat, ini adalah sebuah usaha yang gigih membantu ibunya untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini. Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjual kue tersebut kembali menawarkan untuk ketiga kali kue dagangannya. "Pak mau beli kue saya?", pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp 2000,- dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja. "Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sebagai sedekah dari saya buat adik". Lalu uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang meminta-minta. Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasihkan kepada orang lain. "Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?. Anak kecil penjual kue tersenyum lugu menjawab, "Saya sudah berjanji sama ibu di rumah,ingin menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu adalah hasil usaha kerja keras saya. Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjual kue yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos kerja bahwa "kerja itu adalah sebuah kehormatan", kalau dia tidak sukses bekerja menjual kue, ia berpikir kehormatan kerja di hadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang. Kemudian pemuda tadi memborong semua kue yang dijual anak itu, bukan karena ia kasihan, bukan karena ia lapar tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu "kerja adalah sebuah kehormatan", ia akan mendapatkan uang kalau ia sudah bekerja dengan baik. Kerja akan bernilai lebih jika menjadi kebanggaan bagi kita. Sekecil apapun peran dalam sebuah pekerjaan, jika kita kerjakan dengan sungguh-sungguh akan memberi nilai kepada diri kita sendiri. Dengan begitu, setiap tetes keringat yang mengucur akan menjadi sebuah kehormatan yang pantas kita perjuangkan.
Jemaat Tuhan yang terkasih,
Pekerja yang baik adalah pekerja yang mengerjakan pekerjaannya dengan hati. Ia memberi nilai tertinggi pada pekerjaan yang dilakukannya. Dalam setiap pekerjaan yang dikerjakannya, ia mencintai pekerjaan tersebut dan memberi perhatian dan juga pengorbanan untuk pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Ada banyak orang bekerja dengan otot dan otak. Yah, kedua Hal itu memang penting. Tetapi ada yang jauh lebih lebih penting lagi yaitu bagaimana kita bekerja dengan hati. Bekerja dengan hati berarti ia bekerja tidak untuk menyenangkan hati tuannya, tetapi ia bekerja menyenangkan hati Tuhannya yang memberikan berkat berupa pekerjaan baginya. Ia bekerja dengan penuh pengharapan, bahwa Tuhan yang telah mempercayakan pekerjaan tersebut akan terus memberkati dan membimbingnya sampai selesai. Orang yang bekerja dengan hati, ia setia dan menghargai setiap hal kecil yang dipercayakan kepadanya. Jika kita bekerja dengan hati, maka kita bekerja dengan cinta seperti untuk Tuhan, maka pekerjaan terasa akan terasa ringan, menyenangkan, ada damai, menjadi berkat bagi orang lain. Yohanes Calvin seorang tokoh Reformator Gereja. Dalam bukunya Pengajaran Agama Kristen, menuliskan: Tuhan menetapkan tugas-tugas bagi setiap orang menurut jalan hidupnya masing-masing. Dan masing-masing jalan hidup itu dinamakannya “panggilan.”…..Tidak ada pekerjaan apa pun, betapapun kecil dan hinanya yang tidak akan bersinar-sinar dan dinilai berharga di mata Tuhan … dan Tuhan menempatkan kita pada suatu tanggung jawab tertentu. Artinya, kita harus setia, berakar dan bertumbuh dalam pekerjaan itu……….Calvin melanjutkan: Tanpa gerutu … masing-masing menanggung yang kurang enak, yang susah, yang sedih, yang membosankan, jika setiap orang diberi beban oleh Allah…………Kemudian Calvin menghibur, bahwa jika kita mengaku pekerjaan kita sebagai panggilan dan penugasan dari Tuhan, maka dari Tuhan juga kita bisa mengharapkan pimpinan dan kekuatan untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Jemaat Tuhan yang terkasih,
Firman Tuhan Kolose 3:22-25 ini berisikan nasihat kepada para hamba. Yang dimaksud hamba dalam Alkitab Perjanjian Baru adalah budak, yaitu seorang yang dimiliki dan dikuasai oleh orang lain. Pada zaman Alkitab, perbudakan merupakan status sosial. Orang menjual diri sebagai budak ketika mereka tidak dapat membayar hutang atau untuk menyediakan nafkah bagi keluarga mereka. Pada masa Yesus, hampir sepertiga penduduk kekaisaran Romawi adalah budak. Hal yang sama berlaku hingga masa Rasul Paulus. Kelas terendah dalam struktur kekaisaran Romawi adalah para budak. Mereka secara resmi diperjual belikan. Mereka boleh dipukul dan disiksa, seturut kemauan pemiliknya. Mereka bertugas melakukan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Ada juga di antara mereka yang lebih terdidik dari tuannya sehingga mereka bertugas sebagai guru bagi anak-anak majikannya. Jadi, peranan para hamba ini sangat penting dalam urusan jasmani, intelektual, karakter dan sebagainya. Sayang sekali, mereka sering diperlakukan tidak adil. Alkitab tidak secara khusus mengutuk praktek perbudakan. Namun, Alkitab secara khusus memberi instruksi atau cara tentang bagaimana seharusnya memperlakukan para budak atau hamba. Kepada para hamba- hamba seperti itulah Rasul Paulus manasihatkan, "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan".Takut akan Tuhan artinya: bekerja dengan sepenuh hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, seseorang dlaam bekerja harus mengasihi Tuhan, taat kepada Tuhan, sepenuhnya tergantung pada Tuhan. Artinya, semuanya antara hamba dengan Tuhan. Bagaimana kalau tuannya kejam? Itu urusan tuannya dengan Tuhan. Seorang hamba mengurus yang menjadi urusannya.Urusan hamba adalah ini: dengan tulus hati karena takut akan Tuhan (ayat 22), berbuat dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (ayat 23), dari Tuhanlah kamu akan menerima yang menjadi bagian yang ditentukan bagimu (ayat 24). Saat ini, saudara dan saya bukanlah hamba atau budak. Kita adalah orang-orang merdeka. Tetapi apa yang kita kerjakan, sikap kita kepada atasan atau siapa saja adalah soal "antara kita dengan Tuhan". Jika tidak dilandasi pemikiran seperti itu, maka dalam bekerja kita akan menjadi seseorang yang banyak menuntut, bersungut-sungut, menyimpan sakit hati bahkan dendam. Hidup kita pun tidak akan menjadi tentram. Sebab kita menanggung dua beban berat sekaligus: beban pekerjaan dan suasana hati kita yang tercemar dan tertekan. Bayangkan saja, hasil apa yang mau kita dapatkan dari pekerjaan jika bekerja dengan kondisi seperti itu. Yang pastinya tidak akan maksimal.
Jemaat Tuhan yang terkasih,
Kita semua tentunya mengenal siapa itu Thomas Alva Edison. Ia adalah penemu jenius yang produktif. Banyak temuan dipatenkan atas namanya, seperti mesin telegraf, gramofon, proyektor film dan bola lampu. Penemu jenius itu mengaku bahwa kejeniusan sembilan puluh sembilan persen adalah keringat, butuh kerja keras. Meski harus bekerja keras, Edison mengatakan, "Saya tidak pernah merasa bekerja sehari pun seumur hidup saya. Semua yang saya lakukan menyenangkan." Hal tersebut menunjukan arti bahwa ia melakukan setiap pekerjaannya dengan penuh sukacita. Ia tidak merasa pekerjaan sebagai sebuah beban yang menyusahkan. Pengakuan Edison itu menyiratkan bahwa seseorang harus merasakan sesuatu yang menyenangkan hati, yang memercikkan kesukaan dalam bekerja. Hati yang senang mengiringi kita untuk bekerja dengan segenap hati. Tanpa kesukaan itu, kita takkan bisa menuruti nasihat Rasul Paulus: "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Tidak bekerja asal selesai, asal jadi, atau asal dikerjakan. Tidak sekedar bekerja, tidak sekedar ada hasilnya. Sejujurnya Anda bisa menilai sendiri apa yang sudah Anda kerjakan. Jika Anda senang atau puas dengan apa yang Anda kerjakan dan hasilkan, demikian juga orang lain. Jemaat Tuhan yang terkasih, Saat kita membaca Alkitab, khususnya di Kejadian pasal 1, kita bisa memahami bahwa Dia “Allah” adalah seorang Pekerja yang luar biasa. Artinya, pertama kali Allah menyatakan diriNya sebagai Pekerja. Jadi, Allah menunjukkan apresiasi yang besar terhadap pekerjaan dengan cara menjadi Pekerja. Buktinya, Dia mengawali dengan menciptakan alam semesta, manusia, hewan, dan tumbuhan. Allah memperkenalkan diri-Nya pertama kali bukan sebagai Juruselamat, Raja, Guru, atau Imam, melainkan Pekerja. Pekerjaan itu sangat berharga, bermakna, terhormat, dan istimewa, karena Allah sendiri adalah Pekerja. Allah memberikan nilai pada pekerjaan menjadi bermartabat, dan Dia mengajak kita untuk bekerja bersama-sama. Melalui bekerja, kita dapat memenuhi kebutuhan, mendapatkan upah agar dapat dipergunakan untuk memberi dan melayani. Ini artinya, dengan pekerjaan, Allah ingin memberkati kita. Allah ingin kita bekerjasama dalam melaksanakan mandat-Nya. Karena itu, kita perlu memahami bahwa ketika kita bekerja, berarti kita taat terhadap perintah-Nya. Kita sedang meniru Allah kita, Sang Pekerja yang luar biasa. Kita sebagai pengikut-Nya, sudah sepantasnya menjadi pekerja juga. Menjadi pekerja yang tekun, antusias, dan berkarya dengan segenap hati. 1) Pekerjaaan adalah sebuah Anugerah Mungkin sangat sedikit yang menyadari bahwa bekerja adalah anugerah dari Allah. Jikalau kita memiliki pola pikir yang akurat terhadap pekerjaan, maka kita akan mengalami kepuasan dalam bekerja. Karena itu, kita perlu melihat pekerjaan sebagai suatu pemberian yang harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Sepantasnya kita mengerti dengan jelas dan tepat, bahwa pekerjaan itu berharga di mata-Nya, bukan sesuatu yang dilakukan lepas dari kendali Allah, lebih dari sekedar kata, bisa menjadi mimbar misi atau penginjilan. Mengapa saya katakan demikian? Hal ini karena jika kita bekerja dengan sepenuh hati, bekerja sebagaimana kita bekerja dan melayani Tuhan, maka kita akan menjadi teladan bagi orang lain. Ada nilai penginjilan dan misi di sana. Kita menjadi role model bagi orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita tidak boleh mendewakan kerja sebagai pengganti Allah. Ingat, pekerjaan bukan beban. Sebaliknya, pekerjaan juga tidak boleh dijadikan pemuas utama. Hanya Allah kita, Tuhan Kita yang memuaskan kita. Pekerjaan tidak boleh diberhalakan, sehingga setiap hari hanya bekerja, tanpa memiliki waktu untuk beribadah. Namun, sekarang kita sudah melakukannya. Sesungguhnya Allah melihat niat dibalik ini semua. Ada kemauan dari kita untuk menempatkan Allah sebagai yang pertama dan utama sebelum memulai segala aktivitas kita di minggu yang baru ini.
2) Mencintai dan Menikmati Pekerjaan
Sebuah penelitian mengungkapkan: “Jika Anda tidak dapat mencintai dan menikmati pekerjaan Anda, maka berhentilah. Putuskanlah untuk bekerja sesuai dengan yang Anda cintai, dan kemudian bekerjalah!” Semangat untuk mengerjakan sesuatu lebih penting daripada apa yang kita kerjakan. Artinya, jika kita bekerja dengan sikap dan antusiasme yang benar, maka akan menghasilkan pencapaian kerja yang maksimal. Karena itu, kita perlu merenungkan: “Untuk siapa saya bekerja?” Yang pertama dan utama, untuk Allah. Kita harus menikmati pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kita kepada Allah, kedua, kontribusi kita kepada sesama maupun tmpat di mana kita bekerja. Terakhir, sebagai bentuk pengembangan kapasitas dan kompetensi diri kita. Jadi bukan pengembangan kapasitas dan kompetensi diri ini yang utama, karena ini sebenarnya ego. Kalo misalnya semua orang mau bekerja hanya untuk pengembangan kapasitas dan kompetensi dirinya maka ia akan fokus dengan dirinya sendiri. Kerja sesuatu untuk dirinya. Bagi kita yang PNS, dalam pancaprasetya Korpri, poin ke 3 menyatakan bahwa mengutamakan kepentingan negara, bangsa dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan. Artinya bahwa Tuhan mau kita mendahulukan dan melayani sesama sebagai bentuk cinta kita kepada-Nya melalui pekerjaan yang Tuhan titipkan di atas bahu saudara-saudari dan saya.
3) Bekerja Menghasilkan yang Terbaik
Dalam Kolose 3:23 tetrulis, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Allah dan bukan untuk manusia.” Bekerja berarti kesempatan kita untuk beribadah pada Allah. Mengapa? Karena kita melakukannya untuk Kristus, Pemimpin kerja kita yang sesungguhnya. Pekerjaan menjadi salah satu kegiatan melayani Allah. Kita dapat mempersembahkan pekerjaan kita kepada Allah setiap hari. Melakukan yang terbaik harus menjadi gaya hidup dan ritme secara otomatis. Ketika kita melakukan yang terbaik, kita sedang melayani dan menyembah Tuhan Yesus. Apapun posisi kita di pekerjaan, sebagai pimpinan lembaga, staf, dosen, pegawai, cleaning service, security, saya mengajak kita sekalian untuk lakukan yang terbaik bagi Allah sehingga lewat pelayanan dan pekerjaan kita, nama Allah dimuliakan. Sebagai seorang Kristen, setidaknya kita perlu memiliki Etos Kerja. Etos adalah suatu karakteristik dari semangat seseorang atau sekolompok orang. Etos kerja adalah dasar pemikiran,semangat,cara kerja seseorang atau sekelompok orang dimana ia bekerja. Sedangkan etos kerja kristiani merupakan dasar pemikiran dan semangat umat kristiani dalam kerja yang diresapi oleh rencana dan kehendak Allah. Hakikat dari setiap pekerjaan adalah pelayanan. Tuhan ingin kita melakukan pekerjaan baik yang sudah Tuhan siapkan,bukan melulu untuk mencari nafkah atau mengaktualisasikan diri semata menurut kehendak kita sendiri. Lebih dari itu,Tuhan ingin pekerjaan yang kita lakukan mewakili karya kreatif Allah untuk membaharui dan membangun dunia. Maka itu kegiatan kerja umat kristiani diharapkan diresapi oleh karakteristik seperti kejujuan, ketekunan, kesetiaan, cinta kasih, kerendahan hati, persaudaraan, tepat waktu, bekerja sama, kesediaan untuk mengubah diri, sederhana, memiliki kerajinan, mengikuti rasio pemikiran untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan dan efisien dalam segala hal. Kerja itu adalah salah satu ciri yang membedakan manusia dengan mahluk ciptaan lainnya. Hanya kita (manusia)lah yang mampu bekerja dan serta merta dengan kerja mengisi hidup kita didunia ini. Ada 3 fungsi kerja yakni : a) Fungsi reproduksi material artinya manusia bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam menjalani kehidupan. b) Fungsi integritas sosial artinya dengan bekerja manusia mendapatkan status di masyarakat. c) Fungsi pengembangan diri artinya dengan bekerja manusia mampu secara kreatif menciptakan dan mengembangkan dirinya sehingga dipandang sebagai warga yang bermanfaat dan bermartabat. Mari kita bekerja dengan berpegang teguh pada prinsip- prinsip etos kerja kristiani. Sebelum saya mengakhiri renungan ini, ada 3 (tiga) tipe manusia dalam bekerja: 1. MANUSIA BOLA BILIAR,Pasif, tidak punya kemauan, tidak ada inisiatif. Didorong baru maju, ditarik baru ikut. 2. MANUSIA KAPAL LAYAR/ PERAHU LAYAR,Lumayan aktif, namun tergantung pada angin yang membawanya. Ia bekerja tergantung mood. Kalau tuannya ada disampingnya ia bekerja sungguh-sungguh. Jika tidak ada tuannya ia bekerja sembarangan. 3. MANUSIA JAM,Orang yang mempunyai visi/ motivasi. Ia melangkah dengan pasti. Ia tahu mengapa ia melangkah, dan ke mana ia melangkah. Ia sungguh tahu apa tujuan hidupnya. Ia memberi arti/ makna/ nilai dalam hidupnya dan sesamanya. Mari kita refleksikan selama kita bekerja sepekan ini, kita jadi tipe manusia yang mana ? jika sudah menjadi manusia jam, berarti dia sudah bekerja untuk Tuhan. Tetapi jika masih menjadi manusia bola biliar atau manusia kapal layar maka marilah kita sama-sama mencintai pekerjaan kita sama seperti kita mencintai Tuhan. Karena Tuhan kita bekerja karena Tuhan kita mendapatkan upah dari setiap jerih lelah kita, Tuhan sang Pemberi Pekerjaan, memberkati kita semua. AMIN