Anda di halaman 1dari 10

PEMILIHAN UMUM 2024

DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu: Usep Saepurrohman, M. Pd.

Disusun oleh:

Ranti Julianasari (221431022)

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2023
Abstrak
Artikel ini menyoroti pembelokan nilai-nilai Pancasila dalam konteks Pemilu 2024 di Indonesia. Di
era media sosial, atmosfer perdebatan politik menjadi kurang etis, menciptakan dampak negatif
terhadap prinsip-prinsip Pancasila, khususnya kebebasan memilih dengan hati nurani tanpa paksaan.
Penulis mengeksplorasi dampak konkret pembelokan nilai Pancasila dalam debat politik online dan
mengajukan solusi untuk mengembalikan etika dan integritas dalam demokrasi digital. Pemilihan
pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila menjadi kunci, didukung oleh penegakan hukum
yang tegas, reformasi pendidikan nilai-nilai Pancasila, partisipasi masyarakat, tanggung jawab media
massa, dan perkuatan solidaritas sosial. Pemilu 2024 dianggap sebagai momentum kritis untuk
membangun fondasi kuat bagi masa depan bangsa, dengan mengutamakan nilai-nilai Pancasila
sebagai panduan utama.
Kata Kunci: Pancasila, Pemilu 2024, Media Sosial, Etika Politik, Solidaritas Sosial.
Abstract
This article explores the distortion of Pancasila values in the context of the 2024 General Election in
Indonesia, particularly in the era of social media. It discusses the negative impact on the online
political debate atmosphere concerning Pancasila principles, such as the freedom to vote with
conscience without coercion. Solutions are suggested through the selection of leaders who practice
Pancasila values, strict law enforcement, educational reform, community participation, media
responsibility, and the strengthening of social solidarity. The 2024 election is seen as a crucial
moment to build a strong foundation for the nation's future by prioritizing Pancasila values as the
primary guidance.
Keywords: Pancasila, 2024 General Election, Social Media, Political Ethics, Social Solidarity.
PENDAHULUAN
___Pemilihan umum, seperti pesta besar bagi demokrasi kita, membawa kita ke momen di mana kita,
sebagai masyarakat, berbicara dan memilih arah masa depan kita bersama. Lebih dari sekadar
pemilihan pemimpin, pemilihan umum menjadi cermin bagi nilai-nilai yang kita anut dan yakini.
Untuk Indonesia, negara kita yang berdiri di atas pijakan Pancasila, pemilihan umum bukan hanya
sekadar proses politik, melainkan ujian bagi komitmen kita terhadap prinsip-prinsip dasar yang
membentuk identitas kita sebagai bangsa.
___Tahun 2024 akan menjadi panggung bagi peristiwa politik yang tak kalah pentingnya. Melalui
artikel ini, kita akan bersama-sama menjelajahi dan merenungkan pemilihan umum tersebut dalam
nilai-nilai Pancasila yang kita junjung tinggi. Dengan melibatkan berbagai aspek kehidupan politik,
sosial, dan budaya, kita akan mencoba melihat bagaimana pesta demokrasi ini mencerminkan, atau
mungkin memengaruhi, cara kita menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
___Tujuan kita bukan untuk menilai dengan keras atau mencari kesalahan, melainkan untuk bersama-
sama menggali arti sebenarnya dari demokrasi kita. Dengan menerima perbedaan dan memeluk
keragaman, kita bisa menciptakan ruang untuk pertumbuhan dan perubahan yang sebenarnya kita
inginkan. Jadi, mari bersiap-siap untuk memasuki perjalanan yang penuh makna, memeluk
keberagaman, dan merangkul Pancasila sebagai pemandu langkah kita ke masa depan yang kita
semua impikan.

2
KAJIAN PUSTAKA
___Pancasila, sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia, memiliki makna mendalam yang
mencakup prinsip-prinsip moral, politik, dan sosial. Pembentukan Pancasila pada tahun 1945
menghadapi berbagai tantangan karena perbedaan pandangan politik dan kepentingan kelompok saat
itu. Dalam konteks yang terus berubah, peran pemimpin nasionalis, termasuk Soekarno dan
Mohammad Hatta, sangat krusial dalam merumuskan ideologi ini, menavigasi tekanan dari berbagai
kelompok internal dan eksternal.
___Proses perumusan Pancasila juga dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal yang mendalam di tengah
masyarakat. Pengakuan terhadap keberagaman budaya dan agama menjadi dasar penting dalam
menyusun prinsip-prinsip inklusif yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat Indonesia.
Pancasila bukan hanya sebuah ideologi politik, tetapi juga simbol kesatuan dan identitas nasional.
___Dalam periode awal Republik Indonesia, integrasi Pancasila menjadi fokus utama dalam
menghadapi dinamika politik dan sosial yang kompleks. Para pendiri negara berperan dalam
membentuk landasan ideologis ini, menciptakan momen penting dalam sejarah Indonesia. Prinsip-
prinsip Pancasila menjadi pemandu utama dalam pengelolaan negara dan masyarakat, mencerminkan
semangat kebinekaan dan persatuan bangsa.
___Pemilihan Umum (Pemilu) pertama pada tahun 1955 menjadi implementasi konkret dari nilai-
nilai Pancasila. Pemilu menjadi sarana untuk menentukan wakil rakyat, sejalan dengan mandat sila
keempat Pancasila. Pelaksanaan Pemilu mencerminkan prinsip-prinsip Pancasila, seperti kebebasan
beragama, persatuan dalam perbedaan, keadilan dalam hak memilih, dan hubungan positif antar
peserta Pemilu.
___Sejarah demokrasi Indonesia, terutama pada periode 1955-1965, menjadi tahap dinamis dalam
pengembangan demokrasi. Prinsip-prinsip Pancasila tetap menjadi pilar yang mempersatukan bangsa
Indonesia di tengah keberagaman dan perbedaan. Dalam konteks kontemporer, integrasi Pancasila
dan moderasi beragama diharapkan membawa dampak positif bagi kemajuan Indonesia, memperkuat
kerja sama, solidaritas, dan pemahaman bersama di antara warga negara.
___Dengan demikian, integrasi Pancasila pada awal Republik Indonesia mencerminkan upaya
menyelaraskan nilai-nilai dasar Pancasila dengan dinamika politik dan sosial yang kompleks. Ini juga
mencakup implementasi nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan politik dan sosial
Indonesia.
___Pemilihan Umum (Pemilu) adalah wujud nyata kedaulatan rakyat yang mengusung nilai-nilai
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, atau dikenal dengan singkatan LUBERJURDIL
Pemilu bukan hanya sebuah proses demokrasi formal, melainkan juga sebuah peristiwa yang
mencerminkan semangat demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
___Indonesia, sebagai negara demokratis, menjamin setiap warga negaranya kesamaan hak,
kewajiban, dan kedudukan tanpa adanya diskriminasi, baik itu dalam ranah hukum maupun
pemerintahan. Prinsip-prinsip dasar Pemilu mencakup:
1. Langsung: Masyarakat dapat secara langsung mengekspresikan pilihan mereka tanpa
perantara, melalui hati nurani dan kehendak pribadi.
2. Umum: Berlaku untuk semua warga negara yang memenuhi syarat, tanpa memandang
perbedaan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan pekerjaan, dan faktor lainnya.
3. Bebas: Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih tanpa adanya paksaan, tekanan,
pengaruh, atau intimidasi dari pihak manapun.

3
4. Rahasia: Suara setiap pemilih dijamin kerahasiaannya, sehingga tidak ada yang mengetahui
pilihan mereka. Hal ini bertujuan untuk melindungi keamanan, keselamatan, dan kenyamanan
pemilih dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
5. Jujur: Setiap penyelenggara, termasuk masyarakat yang terlibat, diwajibkan untuk bertindak
dengan jujur dan tidak melakukan kecurangan sesuai dengan aturan perundang-undangan
yang berlaku.
6. Adil: Semua pihak yang terlibat dalam Pemilu harus diperlakukan secara sama tanpa ada
bentuk diskriminasi.
____Pemilu bukan hanya sebuah kewajiban formal, melainkan merupakan momen di mana rakyat
Indonesia dapat berpartisipasi aktif dalam menentukan arah pemerintahan dan menciptakan
masyarakat yang lebih adil dan demokratis. Dengan nilai-nilai LUBERJURDIL, Pemilu di Indonesia
menjadi landasan untuk mewujudkan demokrasi yang sejati dan inklusif. Pemilu dianggap sebagai
momen bersejarah dalam kehidupan negara karena melibatkan partisipasi langsung rakyat,
memungkinkan mereka menyuarakan keinginan dan harapan politik mereka. Pentingnya Pemilu
terletak pada fungsinya sebagai mekanisme legal untuk mentransfer atau menggantikan kekuasaan
tanpa kekerasan atau tindakan inkonstitusional. Prinsip kemenangan berdasarkan suara mayoritas
rakyat dan semangat fair play sangat dihargai.
Fungsi Pemilu mencakup:
1. Legitimasi Penguasa dan Pemerintah: Melalui Pemilu, penguasa yang terpilih secara sah dan
legal mendapatkan legitimasi sesuai dengan konstitusi.
2. Perwakilan Politik Rakyat: Pemilu menciptakan perwakilan politik yang mengemban amanat
dan tanggung jawab rakyat sesuai dengan sila keempat Pancasila.
3. Sirkulasi Elit Penguasa: Pemilu rutin mencegah terbentuknya dinasti politik, mendukung
iklim demokrasi yang sehat.
4. Pendidikan Politik: Pemilu mengajarkan kesadaran politik, partisipasi aktif, dan kepedulian
terhadap dinamika politik di Indonesia.
Selain fungsi, Pemilu memiliki tujuan khusus:
1. Implementasi Kedaulatan Rakyat: Sebagai negara demokrasi, Pemilu memungkinkan rakyat
memilih wakilnya yang akan mewakili dan mewujudkan aspirasi mereka.
2. Membentuk Perwakilan Politik: Rakyat memilih wakil yang dianggap kompeten untuk
menjalankan kepentingan masyarakat.
3. Penggantian Pemimpin Konstitusional: Pemilu memfasilitasi penggantian pemimpin secara
konstitusional, mencerminkan aspirasi rakyat.
4. Mendapatkan Legitimasi: Pemimpin yang terpilih dengan mayoritas suara mendapatkan
legitimasi dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
5. Partisipasi Politik Masyarakat: Rakyat berpartisipasi langsung dalam menentukan kebijakan
publik dengan mendukung kontestan politik.
6. Seleksi Pemimpin Pemerintahan: Pemilu menjadi ajang seleksi pemimpin terbaik, dan melalui
pelaksanaan langsung, praktik KKN dapat diminimalisir karena adanya pengawasan langsung
dari rakyat.
Pemilihan Umum masa Orde Lama
Pemilihan Umum pada masa Orde Lama, yang berlangsung antara tahun 1945 hingga 1965
di bawah kepemimpinan Presiden pertama Ir. Soekarno, menandai era politik awal Indonesia.
Meskipun pemilu pertama baru diadakan pada tahun 1955, periode ini melibatkan persiapan panjang
dan berbagai perubahan hukum yang mengarah ke pelaksanaan pemilu tersebut.
4
Pemilu pertama yang semula direncanakan tiga bulan setelah kemerdekaan terpaksa ditunda
karena berbagai kendala, terutama dampak dari Agresi Belanda I dan II. Pemilu tahun 1955 sendiri
diadakan pada tanggal 29 September untuk memilih anggota DPR dan 15 Desember untuk pemilihan
konstituante.

Meski rencana pemilu sudah ada sejak tahun 1948 dengan Undang-Undang Nomor 27,
kemudian diganti oleh Undang-undang Nomor 12 Tahun 1949, implementasinya baru terwujud
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. Saat itu, pemilihan langsung oleh
rakyat belum bisa diterapkan sepenuhnya karena mayoritas warga negara Indonesia masih buta huruf,
sehingga keterlibatan mereka dalam proses pemungutan suara menjadi sulit.

Terkait pelaksanaan pemilu pertama pada tahun 1955, perlu dicatat bahwa 30 partai politik
ikut serta dalam kontestasi politik ini. Keberagaman partai ini mencerminkan jaminan demokrasi di
negara tersebut. Demokrasi menjadi sebuah format sosial dan politik yang sangat vital dalam
perkembangan Indonesia pada masa tersebut. Partisipasi aktif sejumlah besar partai memberikan
gambaran tentang pentingnya demokrasi sebagai landasan bagi pembentukan kehidupan politik dan
sosial yang inklusif (Pranawukir, 2019) (Nurgiansah, 2021).

Berikut adalah hasil pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955:

Tabel 1. Hasil Pemilu Masa Orde Lama


No Partai Jumlah
1 Partai Nasional Indonesia (PNI) 57 Kursi
2 Masyumi 57 Kursi
3 Nadhlatul Ulama 45 Kursi
4 Partai Komunis Indonesia (PKI) 39 Kursi
5 Partai Syariat Islam Indonesia (PSSI) 8 Kursi
6 Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 8 Kursi
7 Partai Katolik 6 Kursi
8 Partai Sosialis Indonesia (PSI) 6 Kursi
9 Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 4 Kursi
10 Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 4 Kursi
11 Partai Rakyat Nasional (PRN) 2 Kursi
12 Partai Buruh 2 Kursi
13 Gerakan Pembela Pancasila (GPPS) 2 Kursi
14 Partai Rakyat Indonesia (PRI) 2 Kursi
15 Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 2 Kursi
16 Murba 2 Kursi
17 Baperki 1 Kursi
18 Persatuan Indonesia Raya (PIR) 1 Kursi
19 Grinda 1 Kursi
20 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 1 Kursi
21 Persatuan Dayak (PD) 1 Kursi
22 PIR Hazairin 1 Kursi
23 Gerakan Pembela Pancasila (GPPS) 2 Kursi
Sumber: Kompasiana.com

5
Pemilihan Umum masa Orde Baru
Pada masa ini, terjadi peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto yang disertai
dengan sejumlah peristiwa signifikan seperti pemberontakan G30S/PKI dan penggunaan Supersemar.
Proses ini membuat pemulihan stabilitas politik menjadi prioritas utama. Di samping itu, terdapat
kebijakan penyederhanaan struktur partai politik, yang mengakibatkan hanya ada 3 partai politik yang
tersisa, yaitu Golkar, PPP, dan PDI. Kebijakan ini, yang menjadi bagian dari tatanan politik di era
Soeharto dari tahun 1973 hingga 1999, membentuk lanskap politik yang berlangsung cukup lama

Penyatuan atau penyederhanaan partai politik pada tahun 1973 adalah keputusan yang diambil
oleh Presiden Soeharto, dan salah satu tujuannya adalah menjaga dan menciptakan stabilitas politik
dalam kehidupan bersama masyarakat, bangsa, dan negara. Kebijakan ini dianggap sebagai prasyarat
utama dalam mewujudkan pembangunan ekonomi Indonesia (Wahiduddin et al., 2020).

Pada masa Orde Baru, pemilihan umum diadakan sebanyak enam kali, yaitu pada tahun 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu 1971, jumlah peserta partai politik masih cukup
banyak, mencapai 10 partai politik, dan Golongan Karya meraih suara terbanyak pada pemilu
tersebut. Pemilu selanjutnya berlangsung dari tahun 1977 hingga 1997, membentuk babak baru dalam
dinamika politik Indonesia.

Pemilihan Umum Pasca Reformasi


Setelah berakhirnya era Orde Baru, Pemilihan Umum pada tanggal 7 Juni 1999 menjadi pemilu
terakhir yang diselenggarakan oleh MPR. Pada saat itu, Abdurrahman Wahid terpilih sebagai
Presiden, mengalahkan Megawati. Namun, kurang dari 2 tahun kemudian, posisinya digantikan oleh
Megawati. Pergantian dua presiden dalam waktu singkat menunjukkan adanya permasalahan dalam
penyelenggaraan pemilu. Sistem pemilu yang digunakan pada periode tersebut perlu segera
diperbarui dan beralih ke pemilu langsung (Sikki, 2020). Oleh karena itu, pada tahun 2001, dengan
diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945 untuk ketiga kalinya, pelaksanaan pemilihan umum
berikutnya pada tahun 2004 dilaksanakan secara langsung.

Pemilu 2004 menjadi momen bersejarah, karena untuk pertama kalinya, pemilihan presiden dan
wakil presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat. Inilah puncak perjalanan perjuangan
demokrasi di Indonesia, di mana rakyat, yang sebelumnya hanya dapat menyaksikan proses pemilihan
tanpa terlibat langsung, kini dapat ikut serta aktif dalam proses pencoblosan. Meskipun ini merupakan
pengalaman pertama pemilu langsung, pelaksanaannya berjalan dengan baik.

Pemilu putaran pertama diadakan pada tanggal 5 Juli 2004, diikuti oleh lima pasangan calon. Dari
total 153.320.544 pemilih terdaftar, sebanyak 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak
pilihnya. Dari jumlah suara yang dinyatakan sah sebanyak 119.656.868 suara (97,84%).

Tabel 1. Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilu 2004 Putaran Pertama


No Jumlah Persentase
Pasangan calon
Urut Suara
1 Wiranto – Salahuddin Wahid 26.286.788 22,15%
2 Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi 31.569.104 26,61%
3 Amien Rais – Siswono Yudo Husodo 17.392.931 14,66%
4 Susilo Bambang Yudhoyono – Muhammad Jusuf Kalla 39.838.184 33,57%
5 Hamzah Haz – Agum Gumelar 3.569.861 3,01%
Sumber: Komisi Pemilihan Umum

6
Karena tidak ada satu pasangan pun yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diadakan
pemilihan putaran kedua, diikuti oleh dua pasangan calon dengan suara terbanyak, yaitu SBY-JK dan
Mega Hasyim. Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004.

Tabel 2. Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilu 2004 Putaran Kedua


No Jumlah Persentase
Pasangan calon
Urut Suara
2 Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi 26.286.788 39,38%
4 Susilo Bambang Yudhoyono – Muhammad Jusuf Kalla 31.569.104 60,62%
Sumber: Komisi Pemilihan Umum

Pemilu selanjutnya dilaksanakan pada tahun 2009. Pada tanggal 25 Juli 2009, Komisi
Pemilihan Umum menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2009. Pada pemilu
tersebut, terdapat tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, yaitu pasangan Megawati-
Prabowo Subianto, Soesilo Bambang Yudhoyono-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto. Berikut adalah
hasil Pilpres 2009 berdasarkan penetapan tersebut.

Tabel 3. Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilu 2009


No Jumlah Persentase
Pasangan calon
Urut Suara
1 Megawati – Prabowo 32.548.105 26,79%
2 SBY – Boediono 73.874.562 60,80%
3 JK – Wiranto 15.081.814 12,41%
Jumlah 121.504.481 100,00%
Sumber: Komisi Pemilihan Umum

Tabel 4. Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilu 2014


No Jumlah Persentase
Pasangan calon
Urut Suara
1 Prabowo Subianto – Hatta Rajasa 62.576.444 46,85%
2 Joko Widodo – Jusuf Kalla 70.997.833 53,15%
Total Suara 133.574.277 100%
Sumber: Komisi Pemilihan Umum

Tabel 5. Rekapitulasi Perolehan Suara Pemilu 2019


No Jumlah Persentase
Pasangan calon
Urut Suara
1 Joko Widodo – Ma’ruf Amin 85.607.362 55,50%
2 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno 68.650.239 44,50%
Total Suara 154.257.601 100%
Sumber: Komisi Pemilihan Umum

PEMBAHASAN

14 Februari 2024 menjadi saat yang istimewa di mana rakyat Indonesia akan turun ke tempat
pemungutan suara untuk Pemilihan Umum tahun 2024. Pada momentum ini, setiap warga Indonesia
tidak hanya memiliki hak untuk memilih pemimpin, tetapi juga bertanggung jawab atas pembentukan
pemerintahan yang akan melayani seluruh lapisan masyarakat. Selain memilih Presiden dan Wakil
Presiden, rakyat juga akan memilih wakilnya yang akan mengawasi jalannya pemerintahan,

7
menyuarakan aspirasi politik, membuat undang-undang, dan merumuskan anggaran pendapatan dan
belanja.

Pemilu adalah wujud nyata dari kedaulatan rakyat, di mana setiap individu, yang telah
mencapai usia 17 tahun atau lebih, memiliki hak suara tanpa diskriminasi. Dalam
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, pertama-tama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
mengajarkan bahwa sentiment agama seharusnya tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Pilihan politik harus didasarkan pada keyakinan hati nurani, tanpa memaksakan pandangan kepada
orang lain.

Sila Kemanusiaan yang Adil Beradab menggarisbawahi pentingnya keadilan dalam


penggunaan hak memilih. Semua warga negara, tanpa memandang jenis kelamin, usia, atau status
sosial, memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Pemilu menjadi
panggung beradab di mana calon pemimpin bersaing secara jujur dan adil, melalui regulasi yang
mengatur perhelatan politik.

Sila Persatuan Indonesia memandu pemilih dan kontestan untuk menjaga persatuan dan
kerukunan. Pelaksanaan Pemilu diharapkan tidak hanya meredam konflik, tetapi juga memupuk
semangat bersama dalam menyongsong masa depan. Sila Kerakyatan dan Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan menegaskan bahwa Pemilu adalah manifestasi demokrasi, di
mana rakyat memilih perwakilan pemimpin mereka. Melalui musyawarah mufakat, konflik dapat
diselesaikan dengan cara damai tanpa pertumpahan darah.

Terakhir, Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memastikan bahwa Pemilu
berlangsung dengan adil. Pembelian suara, distribusi keuntungan, malapraktik, dan kecurangan tidak
diperbolehkan. Hak suara harus digunakan dengan cerdas, dan kepentingan semua lapisan
masyarakat, termasuk yang berada di pelosok negeri, harus diakomodasi.

Melihat realitas bangsa kita saat ini, kita dihadapkan pada situasi yang memprihatinkan.
Setiap hari, kita disuguhkan berita-berita mengenai penyimpangan yang melibatkan berbagai unsur,
termasuk perilaku penyelenggara negara yang turut menjadi sorotan tajam.

Dari tingkat desa hingga pusat, baik eksekutif maupun legislatif, hampir semua pejabat publik
mendapat sorotan negatif. Tindakan-tindakan memprihatinkan seperti flexing, korupsi, nepotisme,
dan penyelewengan lainnya terus terjadi. Para pejabat tampaknya bermain dengan skenario mereka,
sementara rakyat terpecah belah dan terlibat dalam konflik saling mencaci. Media sosial menjadi
sarana utama di mana ujaran kebencian, isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), hoaks,
serta hujatan, merajalela. Menghadapi tahun politik 2024, perilaku penyimpangan semacam ini
semakin meluas. Perilaku ini sejatinya telah merusak nilai-nilai Pancasila, falsafah negara kita.
Sebagai panduan moral dan etika, Pancasila terus tercoreng oleh tindakan-tindakan yang bertentangan
dengan ajarannya.

Contoh konkretnya terlihat dalam dinamika politik di era media sosial. Prinsip bahwa setiap
individu seharusnya memilih berdasarkan hati nuraninya tanpa paksaan dan tanpa merayu orang lain
menjadi kabur di ranah digital. Para pendukung berbagai pasangan calon sering terlibat dalam dialog
yang kurang etis di media sosial, mencerminkan pergeseran dari nilai-nilai Pancasila yang seharusnya
menghormati kebebasan dan tanggung jawab. Fenomena ini terwujud dalam argumen yang agresif,
mirip debat kusir, tanpa upaya mencapai pemahaman bersama atau menjaga persatuan dalam
keragaman. Artikel ini akan mengkaji dampak konkret pembelokan nilai Pancasila dalam interaksi
politik di media sosial, sambil menjelajahi upaya-upaya untuk mengembalikan etika dan integritas
dalam demokrasi digital. Tantangan utama di sini adalah bagaimana mengatasi pergeseran nilai
Pancasila yang terjadi di era media sosial, khususnya dalam konteks perdebatan politik online.
8
Penting bagi kita untuk mengembalikan dan memperbaiki penerapan nilai-nilai Pancasila.
Menjelang Pemilu 2024, saatnya bagi kita semua merenung dan mengambil langkah konkret untuk
menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Langkah
pertama adalah memberantas korupsi dan penyelewengan kekuasaan di semua tingkatan. Penegakan
hukum harus adil dan tanpa pandang bulu. Pejabat yang terbukti melakukan tindakan melanggar
hukum harus diberi sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku.

Pendidikan nilai-nilai Pancasila juga harus diperkuat di semua jenjang pendidikan. Generasi
muda sebagai penerus bangsa harus dipersiapkan dengan pemahaman yang mendalam tentang
Pancasila sebagai fondasi moral dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembentukan
karakter yang kuat dan berintegritas harus menjadi fokus utama pendidikan di Indonesia. Partisipasi
aktif masyarakat dalam pengawasan jalannya Pemilu 2024 sangat penting. Masyarakat harus terlibat
secara aktif dalam memilih pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan komitmen untuk
menjalankan amanah Pancasila. Perlu dilakukan upaya serius untuk membangun kepercayaan dan
solidaritas antara berbagai elemen masyarakat. Media massa juga memiliki peran penting dalam
mendidik masyarakat dan menyajikan informasi yang objektif. Media harus bertanggung jawab
dalam menyampaikan berita yang akurat dan mengutamakan kepentingan publik. Konten yang
berpotensi memecah belah masyarakat, hoaks, dan ujaran kebencian harus dihindari. Pemilu 2024
bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga tentang membangun fondasi kuat untuk masa depan
bangsa. Dengan memperbaiki kondisi politik dan memegang teguh nilai-nilai Pancasila, kita dapat
mencapai cita-cita bersama. Mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat.Mari bersama-
sama berkomitmen untuk memperbaiki dan menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehi
dupan kita sehari-hari. Melalui kerja sama dan komitmen bersama, kita dapat membangun masa
depan yang lebih baik bagi bangsa ini.

PENUTUP

Simpulan
Pada Pemilu 2024, kita berhadapan dengan tantangan nyata terkait pembelokan nilai Pancasila
di media sosial, yang menciptakan ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat. Dalam mengatasi
hal ini, kita perlu bahu-membahu memperbaiki kondisi politik dan mengembalikan integritas
Pancasila sebagai panduan moral kita. Pentingnya memberantas korupsi, memperkuat pendidikan
nilai-nilai Pancasila, dan melibatkan aktif partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu menjadi
sorotan utama. Media massa juga punya peran penting dalam mendidik masyarakat dan menyajikan
informasi yang objektif. Pemilu 2024 bukan hanya tentang pemilihan pemimpin, tapi juga tentang
membangun pondasi kuat untuk masa depan Indonesia. Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai
Pancasila, kita bisa meraih cita-cita bersama, menciptakan Indonesia yang adil, makmur, dan
berdaulat. Hanya dengan komitmen bersama, kita bisa membentuk masa depan yang lebih baik bagi
bangsa ini.

Saran
Dalam menghadapi Pemilu 2024, sejumlah saran bisa diambil untuk memperbaiki kondisi politik
dan mengembalikan integritas nilai Pancasila:
1. Perkuat Penegakan Hukum
2. Partisipasi Aktif Masyarakat
3. Media Massa Bertanggung Jawab
4. Penguatan Solidaritas Masyarakat
5. Kampanye Etika di Media Sosial
6. Pelibatan Pemimpin Politik
7. Pendidikan Politik Masyarakat

9
Dengan mengimplementasikan saran-saran ini, diharapkan Pemilu 2024 dapat menjadi ajang
yang bersih, adil, dan mencerminkan nilai-nilai Pancasila yang menjadi landasan negara. Semua
pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga media massa, memiliki peran penting dalam
memastikan keberhasilan proses demokrasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, A. d. (2022). Penerapan Asas Pemilu terhadap eelectronic Voting pada Pemilu Tahun 2014.
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, Vol 9, No. 1, 44-56

Nurgiansah, T. H. (2021a). Partisipasi Politik Masyarakat Sleman di Masa Pandemi Covid-19 dalam
Konteks Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal Civic Hukum, 6(1), 1–9.

Pranawukir, I. (2019). Pemberitaan Mengenai Polri Dalam Menghadapi Pemilu Serentak 2019 Pada
Media Surat Kabar Online. WACANA: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 18(2), 154–168.
https://doi.org/10.32509/wacana.v18i2.915

Sikki, M. I. (2020). Sistem Pemilu Online Berbasis Protokol Two Central Facilities. Journal of
Electrical and Electronics, 4(2), 2–8.

Sumual, A. (2023). Pelaksanaan Pemilu di Indonesia Berdasarkan Perspektif Pancasila. Jurnal of Law
and Nation, Vol 2(2), 3-4

Wahiduddin, Gita, P. O., & Nur, H. A. (2020). Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Pemilihan
Umum Proporsional, Akuntabilitas dan Efektif Melalui Sistem Pemilu Online dengan
Autentikasi E-KTP. Jurnal PENA, 1(1), 42–52.

10

Anda mungkin juga menyukai