Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PERSPEKTIF YURIDIS TERHADAP PENGATURAN KEHILANGAN


KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU

SITI AMINAH, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH:

AUGES FITRIA NIM A1011231310

KEMENTRIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKHNOLOGI

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FAKULTAS HUKUM

PONTIANAK

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada kita sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.

Makalah ini disajikan sebagai bagian dari pemenuhan tugas akademis, dengan judul
“Perspektif Yuridis Terhadap Pengaturan Kehilangan Kewarganegraan dalam Hukum Indonesia.”
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai
aspek hukum yang berkaitan dengan kehilangan kewarganegraan di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran membangun dari berbagai pihak sangat saya harapkan guna perbaikan di masa
mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam memperkaya literatur
hukum Indonesia.

Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian serta waktu yang telah
diberikan untuk membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
bermanfaat dan mendukung pemahaman yang lebih baik terkait isu kehilangan kewarganegaraan
dalam kerangka hukum di Indonesia.

Pontianak, 20 November 2023

Auges Fitria

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................... 5
BAB II ...................................................................................................................................................... 6
KERANGKA TEORI .................................................................................................................................... 6
A. Negara dan Unsur-Unsurnya ........................................................................................................ 6
B. Asas Penentu Kewarganegraan .................................................................................................... 8
C. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 ....................................................................................... 9
D. Bipatride dan Apatride ............................................................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................................................... 11
A. METODE PENULISAN HUKUM NORMATIF .................................................................................. 11
B. ANALISIS DATA........................................................................................................................... 11
BAB IV ................................................................................................................................................... 12
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 12
A. Sistem Kewarganegaraan Indonesia Menggabungkan Asas Ius Sanguinis dan Ius Soli ................. 12
B. Prosedur Ketika Kehilangan Kewarganegaraan di Indonesia. ...................................................... 13
BAB V .................................................................................................................................................... 15
PENUTUP............................................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 15
B. Saran ......................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan terbesar yang harus memiliki unsur-unsur
seperti adanya wilayah, pemerintah yang berdaulat, serta adanya rakyat yang hidup teratur dan
membentuk suatu bangsa. Rakyat, sebagai komunitas yang tinggal di dalamnya, merupakan unsur
penting yang tunduk pada hukum dan pemerintahan negara tersebut.

Pentingnya menjaga ketertiban dan keteraturan di wilayahnya adalah bagian integral dari
fungsi negara. Selain itu, pengakuan internasional dari negara-negara lain juga menentukan status
hukum dan politik suatu entitas sebagai negara. Dengan memenuhi unsur-unsur ini, suatu entitas
dapat diakui sebagai negara dengan hak kedaulatan atas wilayahnya dan partisipasi dalam
hubungan internasional. Dalam penjelasan tersebut maka terbentuknya suatu negara yang
berdaulat harus memenuhi 3 (tiga) unsur yaitu wilayah, pemerintah yang berdaulat (government)
dan rakyat (citizen/people). Ketiga unsur ini perlu ditunjang dengan unsur lainnya seperti adanya
konstitusi dan pengakuan dunia internasional yang oleh Mahfud M.D. disebut dengan unsur
deklaratif. 1

Rakyat suatu negara melibatkan semua penduduk yang tinggal di dalam wilayah tersebut,
berperan sebagai subjek hukum dan warga negara yang tunduk pada aturan pemerintahan.

Terdapat 2 tipe orang atau warga yang tinggal di wilayah suatu negara, yaitu:

1. Penduduk
Berdasar UU RI Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2013
tentang Administrasi Kependudukan, penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia2

1
Moh. Mahfud M.D, Dasar dan Struktur Kenegaraan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2001,
hal.2
2
Pasal 1 Angka 2 UU RI No. 24 Tahun 2013 Tetang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan.

1
2. Bukan Penduduk
Istilah "bukan penduduk" umumnya merujuk pada seseorang atau sesuatu yang bukan
merupakan bagian dari penduduk suatu wilayah atau negara tertentu. Istilah ini ditujukan
kepada orang asing atau wisatwan yang tidak menetap seperti yang dikatakan dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2021 Tentang Penjamin Keimigrasian. Pada bab 1 pasal 1 ayat 1 “Orang Asing adalah
orang yang bukan warga negara Indonesia”. 3

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa warga negara
Indonesia terdiri dari orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang diakui
sebagai warga negara melalui undang-undang. Kewarganegaraan di Indonesia diatur oleh Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-undang
ini menentukan siapa yang dianggap warga negara dan siapa yang dianggap orang asing.

Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang


mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun
menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
Kewarganegaraan adalah segala hal-ihwal yang berhubungan dengan warga negara. 4

Dalam hukum Internasional, Negara diberikan kebebasan untuk membentuk berbagai


ketentuan mengenai kewarganegaraannya. Dalam penentuan status kewarganegaraan dikenal
adanya 2 (dua) asas, yaitu, pertama, Asas ius sanguinis, yaitu penentuan status kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan atau law of the blood. Kedua, Asas ius soli, yaitu penentuan
status kewarganegaraan berdasarkan tempat di mana seseorang itu dilahirkan atau law of the soil.
Menurut asas ius sanguinis seseorang adalah warga negara jika dilahirkan dari orang tua warga
negara. Asas ini merupakan asas yang dapat memudahkan bagi adanya solidaritas. Asas ius
sanguinis mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orang tua yang
berhubungan darah dengannya.

3
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2021
TENTANG PENJAMIN KEIMIGRASIAN Bab 1 pasal 1 ayat 1
4
Susdarwono, Endro Tri. "Tingkat Pemahaman Materi Pendidikan Kewarganegaraan Terkait Status
Kewarganegaraan (Prinsip Ius Soli dan Ius Sanguinis)." Jurnal Kewarganegaraan 19.1 (2022): 1-15.

2
Apabila orang tua berkewarganegaraan suatu Negara, maka otomatis kewarganegaraan
anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orang tuanya. Selanjutnya, menurut asas
ius soli seseorang yang dilahirkan dalam wilayah hukum suatu Negara, secara hukum dianggap
memiliki status kewarganegaraan dari Negara tempat kelahirannya. Sehingga siapa saja yang
dilahirkan di Negara-negara tersebut secara otomatis diakui sebagai warga negara. 5

Kehilangan kewarganegaraan Indonesia saat ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 12


Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang masih berlaku, beserta peraturan
pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007. Pada Undang Undang 12
Tahun 2006 Pasal 2 menyatakan bahwa Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-
orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara. Dalam penjelasan pada pasal ini, yang dimaksud dengan “orang-orang
bangsa Indonesia asli” adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri6.

Pada Undang-Undang 12 Tahun 2006 Pasal 2 menyatakan bahwa Yang menjadi Warga Negara
Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara. Dalam penjelasan pada pasal ini, yang dimaksud
dengan “orang-orang bangsa Indonesia asli” adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak
sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum Indonesia menganut asas ius sanguinis.
Namun selain menganut asas ius sanguinis, dalam Undang-Undang ini juga menganut asas ius soli
secara terbatas. Yakni diberikan secara terbatas kepada anak-anak sesuai pada Pasal 4 huruf i, j
dan k yakni:

• Pasal 4 huruf i, berbunyi anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang
pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya

• Pasal 4 huruf j anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui

5
Isharyanto, Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan Status Hukum
Kewarganegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan) hal 25-27
6
Prabowo, Yogi, and Taufiqurrohman Syahuri. "Citizenship In Immigration Perspective." Journal of Law and Border
Protection 4.2 (2022): 49-62.

3
• Pasal 4 huruf k anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas campuran yakni asas ius
sanguinis dan asas ius soli secara terbatas.

Sesuai penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa setiap negara berhak
menentukan asas mana yang dipakai untuk menentukan siapa yang termasuk warga negara dan
siapa yang bukan. Sehingga, di berbagai negara timbul berbagai pola pengaturan yang tidak sama
di bidang kewarganegaraan. Bahkan, antara satu negara dengan negara lain dapat timbul
pertentangan atau conflict of law atau pertentangan hukum. Sudah dijelaskan bahwa Indonesia
secara umum menganut asas ius sanguinis. Lalu bagaimana jika sepasang suami istri warga negara
Indonesia yang tinggal di negara yang menganut asas ius soli seperti contohnya negara Amerika.
Jika sepasang suami istri warga negara Indonesia ini melahirkan anak selama tinggal di Amerika,
maka anak tersebut akan mendapatkan 2 (dua) kewarganegaraan yakni Indonesia yang berasal dari
kedua orang tuanya yang juga warga negara Indonesia dan Amerika yang memberikan
kewarganegaraan karena anak tersebut lahir di wilayah hukumnya. Sebaliknya, apabila suami istri
warga negara yang menganut asas ius soli melahirkan anak saat tinggal di negara yang menganut
asas ius sanguinis, maka dapat menjadikan anak tersebut tidak memiliki kewarganegaraan. Karena
negara asal kedua orang tuanya tidak memberikan kewarganegaraan dan negara tempat ia lahir
tidak memberikan kewarganegaraan.

Untuk lebih menjelaskan fenomena diatas, maka kita harus mengenal 4 istilah lain dalam
kewarganegaraan yakni: 1) Kewarganegaraan tunggal, 2) Kewarganegaraan ganda (bipatride), 3)
Kewarganegaraan lebih dari dua (multipatride) dan 4) Tanpa kewarganegaraan (apatride).

Namun sayangnya Pengaturan prosedur kehilangan kewarganegaraan Indonesia dalam


Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 masih
menimbulkan ketidakpastian hukum dan persoalan praktik. Pelaporan kehilangan
kewarganegaraan tidak mencakup individu yang merasa telah memenuhi ketentuan kehilangan,
hanya instansi dan masyarakat yang dapat melaporkan. Selain itu, perbedaan antara Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah muncul dalam mekanisme pengumuman kehilangan
kewarganegaraan, di mana Undang-Undang mengandalkan pengumuman Menteri, sedangkan
Peraturan Pemerintah menetapkan Keputusan Menteri sebelum diumumkan oleh Presiden. Hal ini

4
menciptakan ketidakjelasan konstitutif antara Berita Negara dan Keputusan Menteri. Persoalan
normatif ini tidak hanya menghadirkan kebingungan hukum tetapi juga menimbulkan tantangan
praktikal dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan Pengaturan prosedur kehilangan kewarganegaraan Indonesia, seperti yang


diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2007, masih menimbulkan ketidakpastian hukum dan sejumlah persoalan krusial. Salah satu isu
utama adalah terkait pelaporan kehilangan kewarganegaraan, di mana keterbatasan dalam regulasi
hanya memuat ketentuan bagi pimpinan instansi dan masyarakat, tanpa memberikan arahan yang
jelas bagi individu yang menganggap dirinya telah memenuhi syarat. Selain itu, perbedaan antara
undang-undang dan peraturan pemerintah menciptakan kebingungan mengenai mekanisme
pengumuman kehilangan kewarganegaraan, menimbulkan pertanyaan konstitutif Keputusan
Menteri dan peran Berita Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan revisi atau
klarifikasi peraturan untuk mengatasi ketidakpastian hukum dan memastikan konsistensi antara
peraturan pelaksana dengan undang-undang dasarnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini:

1. Bagaimana sistem kewarganegaraan Indonesia menggabungkan asas ius sanguinis


dan ius soli?
2. Bagaimana prosedur ketika kehilangan kewarganegaraan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana system kewarganegraan Indonesia menggabungkan


asas ius sanguinis dan ius soli.
2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur ketika kehilangan kewarganegaraan di
Indonesia.

5
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Negara dan Unsur-Unsurnya

Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi dimana terdapat
pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain
sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah,
pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain. 7

Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing yaitu “steat” (bahasa Belanda dan
Jerman). “state” (Bahasa Inggris. “Etat” (bahasa Perancis). Kata “Staat, State, etat itu diambil dari
kata bahasa latin yaitu “status” atau statum” yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau
sesuatu yang memiliki sifata yang tegak dan tetap. Kata “status” atau “statum” lazim diartikan
sebagai “standing” atau “station” (kedudukan) yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan
hidup manusia sebagaiman diartikan dalam istilah “Status Civitatis” atau “Status Republicae”. 8

Unsur-unsur sebuah negara meliputi:

1. Region atau wilayah

Region atau wilayah merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu negara. Daerah
itu termasuk perbatasan negara-negara yang diakui secara internasional, yang biasanya ditentukan
dalam konstitusi negara. Wilayah ini meliputi darat, laut dan udara. Wilayah ini juga memiliki
sumber daya alam negara seperti tambang, hutan dan air. Menurut Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945,
wilayah Indonesia terdiri atas daratan, perairan, dan ruang udara bagian atas. Hal ini menunjukkan
bahwa wilayah Indonesia meliputi segala sesuatu yang berada dalam batas-batas geografis negara
tersebut.

7
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia PustakaUtama, 2008)
8
Imam Soeparno, dari Website : http://soeparno.wordpress.com/114/pages1/56778.htm

6
Wilayah merupakan bagian penting dalam mendirikan sebuah negara. Dalam buku “Ilmu
Politik" oleh Miriam Budiardjo (2002), wilayah didefinisikan sebagai “suatu wilayah yang berada
di bawah kedaulatan suatu negara, meliputi wilayah darat, laut, dan udara yang berada dalam batas
wilayah negara tersebut”. Wilayah negara memegang peranan penting dalam keberadaan negara
karena negara di wilayah tersebut mengatur dan melaksanakan segala kebijakan dan kegiatan
pemerintah untuk kepentingan rakyat. Selain itu, Budiardjo juga menekankan pentingnya batas
yang jelas untuk mencegah klaim atau konflik dengan negara lain. Batas-batas wilayah ini dapat
ditetapkan melalui kesepakatan antar negara atau sarana hukum lainnya. 9

2. Penduduk

Penduduk merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah negara. Sebagai suatu
entitas yang berdaulat, negara membutuhkan penduduk untuk menjalankan berbagai macam
fungsi, termasuk sebagai sumber daya manusia, sebagai subjek pajak, dan sebagai sumber
penerimaan negara lainnya. Dalam buku “Pengantar Ilmu Politik” karangan Miriam Budiardjo
(2012), dijelaskan bahwa penduduk merupakan salah satu unsur pembentuk negara yang paling
fundamental. Penduduk adalah suatu kesatuan yang saling berkaitan, memiliki budaya, bahasa,
dan adat istiadat yang sama. Penduduk juga merupakan sumber daya manusia, baik dalam jumlah
maupun kualitasnya, yang menjadi dasar bagi pembangunan negara. Dalam bukunya penduduk
juga diartikan sebagai sekelompok orang yang tinggal dan menetap dalam batas wilayah negara
tersebut dan berada dibawah kekuasaan pemerintahan negara tersebut.10

3. Pemerintah yang Berdaulat

Pemerintah yang berdaulat merujuk pada sistem pemerintahan yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang dihormati dan ditaati oleh seluruh penduduk di dalam negeri serta diakui oleh
negara-negara lain di dunia. Istilah "daulat" berasal dari berbagai bahasa dan memiliki arti
kekuasaan tertinggi. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah yang berdaulat mencakup kontrol
penuh di dalam negeri (interne-souvereinteit) dan diakui sebagai entitas otonom di luar negeri
(externe-souvereinteit). Dengan demikian, pemerintah yang berdaulat memiliki otoritas untuk
mengelola urusan dalam dan luar negeri tanpa campur tangan dari pihak eksternal, menegaskan

9
Budiardjo, M. 2002. Ilmu Negara: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
10
Budiardjo, Miriam. 2012. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

7
prinsip bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan pemerintah dan dihormati oleh masyarakat
dalam negeri serta diakui oleh komunitas internasional.

B. Asas Penentu Kewarganegraan

Makna kewarganegaraan Secara Umum, kewarganegaraan adalah kelompok atau anggota


seorang individu dalam pengendalian suatu politik tertentu (secara kusus kewarganegaraan) yang
menggunakan pembawaan hak untuk dapat ikut andil dalam kegiatan politik. Seseorang dengan
keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang masyarakat atau pendudut suatu
Negara berhak mempunyai paspor dari Negara yang dianggotainya. Kewarganegaraan merupakan
bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Disuatu pengertian ini, anggota suatu kota atau warga
kabupaten, dua-duanya adalah suatu satuan politik. Disuatu otonomi daerah, kemasyarakatan ini
suatu hal penting, karena bagian-bagian suatu politik akan menghasilkan hak (disebut social) yang
tidak sama untuk seluruh warganya. 11

Asas merupakan dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan. Sedangkan asas
kewarganegaraan ialah dasar untuk menentukan atau menggolongkan seseorang menjadi anggota
disuatu negara dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Menurut asas kewarganegaraan yang dianut
di negara Indonesia, terdapat beberapa cara dalam menentukan status kewarganegaraan
seseorang.Menurut penjelasan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan bahwa Indonesia dalam penentuan
kewarganegaraan menganut asas-asas sebagai berikut:

1. Asas Ius Soli

Dalam Asas iussoli, kemasyarakatan suatu individu ditentukan sesuai dengan tempat
kelahiran. Misalnya, seoseorang individu dilahirkan pada daerah A, melainkan orang tuanya
berkewarganegaraan B, maka seseorang tersebut merupakan kewarganegaraan A. Negara menjadi
semakin nyata dan kuat. Stelsel pasif ialah individu yang tidak harus melakukan hal hukum terkait
telat mendapatkan status kewarganegaraan disuatu daerah atau dengan sendirinya dinyatakan
menjadi kelompok suatu Negara atau anggota.Dengan adanya kedua stelsel tersebut memberikan

11
C.S.T Kansil. 1996. Hukum Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Jakarta : Sinar Grafik

8
sebuah keterkaitan secara hukum yang berlaku pada seseorang yang menganjukan status
kewarganegaraan12

2. Asas Ius Sanguinis

Asas iussanguinis (asas keturunan)dalam Asas IusSanguinis, kewarganegaraan individu


dinyatakan tergantung dengan silsilah kekeluargaannya pada keturunan nya. Negara yang
menganut asas iussanguinis akan mengakui kewarganegaraan seorang anak sebagai warga negara
apabila orang tua dari anak tersebut berasal dari negara tersebut (dilihat dari keturunannya). 13

3. Asas Kewarganegraan Tunggal

Asas kewarganegraan tunggal merupakan asas yang memastikan identitas satu


kemasyarakatan bagi setiap individu. Asas kewarganegaraan tunggal merupakan prinsip tentang
status kewarganegaraan yang dimana setiap warga negara tidak boleh berkewarganegaraan ganda.
Contohnya : bila suatu anak lahir dan memiliki keduduan Negara ganda maka anak tsb boleh
memilih satu dari dua tersebut.

C. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006

Adanya UU No12 Tahun 2006 ini diharapkan dapat menghilangkan dampak buruk dari
UU yang lama. Melalui undang-undang ini telah menghapus semua aturan kewarganegaraan yang
diskriminatif sehingga dapat memperlakukan warga keturunan sama seperti warga bangsa
Indonesia. Undang-undang mi juga memberikan sebuah terobosan dimana memberikan
kewarganegaraan ganda kepada anak hasil perkawinan campur antara WNI dengan WNA sebelum
anak itu berusia 18 tahun dan belum menikah. Ketentuan ini untuk melindungi hak hak anak karena
sebelum UU ini disahkan anak dari hasil kawin WNI dengan WNA statusnya WNA dan apabila
orang tua lupa memperpanjang visa atau kedua orang tua telah bercera maka anak tersebut akan
dideportasi ke negara asal ayahnya. Lebih kompleks lagi jika negara asal ayahnya ternyata
menolak memberikan kewargangarannya kepada anak tersebut, maka anak tersebut akan
kehilangan kewarganegaraanya (stateless), (Libetus Jehani, 2006) Dengan demikian mau tidak
mau ibunya harus mengajukan permohonan kepengadilan agar anaknya mendapat

12
Irawati, Anggita Septia. "STATUS DAN SYARAT KEWARGANEGARAAN."
13
Irawati, Anggita Septia. "STATUS DAN SYARAT KEWARGANEGARAAN."

9
kewarganegaraan Indonesia Dengan adanya undang-undang ini hal semacam itu dapat dihapus dan
tidak ada lagi. 14

D. Bipatride dan Apatride

Bipatride, yaitu seseorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan, apabila orang


tersebut berasal dari orang tua yang mana negaranya menganut ius sanguinis, sedangkan dia lahir
di suatu negara yang menganut ius soli. Sedangkan Multipatride, yaitu seseorang yang memiliki
lebih dari dua kewarganegaraan, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan antara dua
negara.

Setiap negara bebas memilih asas yang hendak dipakai dalam rangka kebijakan
kewarganegaraannya untuk menentukan siapa saja yang diterima sebagai warga negara dan siapa
yang bukan warga negara. Oleh karena itu, di berbagai negara, dapat timbul berbagai pola
pengaturan yang tidak sama di bidang kewarganegaraan. Dalam hal itu akan menimbulkan
persoalan bipatride atau dwi-kewarganegaraan, atau sebaliknya menyebabkan apatride, yaitu
keadaan tanpa kewarganegaraan sama sekali. Bipatride atau dwi-kewarganegaraan timbul ketika
menurut peraturan-peraturan tentang kewarganegaraan dari berbagai negara, seseorang sama sama
dianggap sebagai warga negara oleh negara-negara yang bersangkutan. 15

Keadaan bipatride membawa ketidakpastian dalam status seseorang, sehingga dapat saja
merugikan negara tertentu ataupun bagi yang bersangkutan itu sendiri. Sebaliknya keadaan
apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat perlindungan dari
negara manapun juga.16

14
Kristiawan, Indria. "Kajian Yuridis Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Indonesia."
None 16.2 (2014): 83-97.
15
Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm 386-213.
16
Ibid., hlm. 389.

10
BAB III

A. METODE PENULISAN HUKUM NORMATIF

Tipe penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah tipe penelitian yuridis
normatif. Dimana penelitian yuridis normatif menurut pendapat Bahder Johan Nasution dalam
bukunya yang berjudul Metode Penelitian Hukum menyatakan bahwa:

Pendekatan yuridis normatif dalam penelitian atau pengkajian ilmu hukum normatif,
kegiatan untuk menjelaskan hukum tidak diperlukan dukungan data atau fakta-fakta sosial,
sebab ilmu hukum normatif tidak mengenal data atau fakta sosial yang dikenal hanya bahan
hukum, jadi untuk menjelaskan hukum atau untuk mencerminkan dan memberi nilai akan
hukum tersebut hanya digunakan konsep hukum dan langkah- langkah yang ditempuh adalah
langkah normatif. 17

B. ANALISIS DATA

Analisis data menempati peran yang sangat penting dalam sebuah makalah atau
penelitian karena akan dilibatkan dalam proses mencari, menafsirkan dan dalam hal penyusunan
data yang didapatkan sehingga dapat dikumpulkan. Melalui analisis data ini maka akan terbentuk
pola atau trend yang akan ditemukan oleh peneliti yang mungkin sebelumnya tersembunyi, tentu
saja dengan tujuan mengungkap relevansi suatu penelitian.
Analisis data pada makalah ini dituangkan dalam bentuk uraian yang bersifat
deskriptif kualitiatif, Dimana analisis dalam bentuk uraian deskriptif kualitatif harus
memberikan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang dibahas, menyajikan solusi
dengan jelas, dan didukung oleh bahan hukum yang relevan. Hal ini dapat membantu pemangku
kepentingan untuk membuat keputusan atau mengambil tindakan yang tepat berdasarkan
pemahaman yang komprehensif tentang situasi tersebut.

17
Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Hukum, cetakan 1. Mandar Maju, Bandung,
2008, hal. 87

11
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sistem Kewarganegaraan Indonesia Menggabungkan Asas Ius Sanguinis dan Ius Soli

Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang lama yaitu Undang-Undang


Nomor 3 Tahun 1976, dimana menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang perubahan
pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarga-negaraan Republik Indonesia
asas yang digunakan adalah asas ius sanguinis, yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan
berdasarkan pertalian darah atau keturunan, dan namun hari ini yang menjadi dasar hukum
ketentuan kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, dalam Undang-
Undang tersebut asas kewarganegaraan ini mengalami perubahan dimana menentukan kewar-
ganegaraan anak tidak hanya dilihat dari keturunannya sebagaimana asas ius sanguinis diterapkan,
namun asas tersebut digabungkan dengan menerapkan asas ius soli, yaitu kewarganegaraan anak
ditentukan berdasarkan tempat kelahiran anak yang bersangkutan, yang merubah prinsip hukum
perdata untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat
dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya
sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak
sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum
dengan ibunya.

Dengan adanya perubahan asas yang diterapkan dalam menentukan kewarganegaraan


seseorang yang awalnya di Indonesia kita hanya menggunakan asas ius sanguinis saja, kemudian
dengan berlakunya undang-undang baru yang menentukan bahwa kewarganegaraan seseorang di
Indonesia tidak hanya menerapkan asas ius sanguinis saja, melainkan menggabungkan asas
tersebut dengan asas ius soli, ditambah dengan prinsip hukum bahwa anak ikut ayah berubah
menjadi dapat mengikuti ibu dan memiliki dua kewarganegaraan, yaitu tentang anak yang menurut
undang-undang kewarganegaraan lama dianggap bukan kewarganegaraan Indonesia dan anak-
anak tersebut belum berusia 18 tahun dan belum menikah atau disebut belum dewasa memiliki
kesempatan untuk mendapatkan status kewargane- garaan Indonesia, dan anak tersebut di

12
benarkan memiliki kewarganegaraan ganda dengan syarat setelah berusia 18 tahun atau sebelum
18 tahun tetapi telah atau pernah menikah harus memilih salah satu kewarganegaraannya. Dimana

pernyataan untuk memilih kewarganegaraan tersebut dibuat secara tertulis dan disampaikan
kepada pejabat negara paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah
kawin. 18

B. Prosedur Ketika Kehilangan Kewarganegaraan di Indonesia.

Apabila seseorang menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut mempunyai
hak dan kewajiban. Hak adalah suatu yang seharusnya diperoleh oleh wargan negara setelah
melaksanakan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya sebagai warga negara.
Dalam mengatasi permasalahan kewarganegaraan, setiap negara pastinya mempunyai
perbedaan dikarenakan masing masing negara dalam Pasal 1 Konvensi Den Haag (1930), diakui
kebebasan Negara untuk membentuk berbagai ketentuan mengenai kewarganegaraannya.
Sebagaimana di Indonesia terdapat dalam UUD 1945 pasal 28D ayat (4), bahwa setiapa orang
berhak atas status kewarganegaraan. Oleh karena itu negara Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia dinyatakan bahwa cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia adalah; 1) karena kelahiran, 2) karena pengangkatan, 3) karena
dikabulkan permohonan, 4) karena pewarganegaraan, 5)karena perkawinan, 5) karena turut ayah
dan ibu, dan 7) karena pernyataan. 19
Untuk mengatasi masalah kewarganegaraan, maka Indonesia mengatur tata cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 dan diperbaharui
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Dalam pengaturannya juga ditentukan hal yang
menjadi Dasar Hukum untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia yaitu:
1. Undang-undang No. 12 tahun 2006, tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
diundangkan 1 Agustus 2006 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006
No. 63.
2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HL.03.01 tahun 2006 tanggal 26
September 2006, tentang tata cara pendaftaran untuk memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia berdasarkan pasal 41 dan memperoleh kembali kewarganegaraan
Republik Indonesia berdasarkan pasal 42 Undang- undang No. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. 20
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia, yang dimaksud dengan Warga Negara Indonesia adalah: a). setiap orang

18
KEPULAUAN RIAU SEBAGAI DAERAH PERBATASAN DENGAN MASALAH
KEWARGANEGARAAN GANDA TERBATAS oleh siska sukmawaty
19
Rokilah, Rokilah. "Implikasi Kewarganegaraan Ganda bagi Warga Negara Indonesia." Ajudikasi: Jurnal Ilmu
Hukum 1.2 (2017).
20
KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA oleh Hery Widodo hal 38

13
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah
Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi
Warga Negara Indonesia; b). anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan
ibu Warga Negara Indonesia; c). anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing; d). anak yang lahir dari perkawinan yang
sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia; e). anak yang lahir
dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut; f).anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga
ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga
Negara Indonesia; g). anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga
Negara Indonesia; h). anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin; i). anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
belas status kewarganegaraan ayah dan ibunya; j). anak yang baru lahir yang ditemukan di
wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui; k). anak yang lahir
di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahuikeberadaannya; l). anak yang dilahirkan di luar wilayah
negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena
ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada
anak yang bersangkutan; m). anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan
permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara.
Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan
negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya.
Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap, warga
negaranya. Sementara itu warga negara menurut UUD 1945 pasal 26 ayat (1) ialah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa warga Negara Republik Indonesia
adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.

14
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan diatas, ada beberapa pokok penting
yang penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang


Kewarganegaraan Republik Indonesia, terjadi perubahan signifikan dari asas
kewarganegaraan yang semula mengacu pada ius sanguinis (keturunan) menjadi kombinasi
ius sanguinis dan ius soli, di mana tempat kelahiran juga menjadi faktor penentu.
Perubahan ini membuka peluang bagi individu untuk memiliki dua kewarganegaraan,
sebuah kemungkinan yang sebelumnya tidak diakui dalam undang-undang
kewarganegaraan sebelumnya. Selain itu, aspek hukum perdata terkait status anak dan
hubungan orang tua-anak juga mengalami pergeseran, di mana penentuan
kewarganegaraan anak tidak hanya bergantung pada hubungan keturunan dengan ayahnya,
melainkan juga mempertimbangkan keabsahan perkawinan orang tua dan tempat kelahiran
anak tersebut. Untuk anak yang sebelumnya dianggap bukan warga negara Indonesia,
undang-undang baru memberikan kesempatan bagi mereka yang belum berusia 18 tahun
dan belum menikah untuk memperoleh status kewarganegaraan Indonesia, bahkan dengan
opsi memiliki kewarganegaraan ganda, dengan persyaratan untuk memilih satu
kewarganegaraan setelah mencapai usia 18 tahun atau menikah, keputusan ini harus
dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat negara dalam batas waktu 3
tahun setelah mencapai usia 18 tahun atau menikah.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
memberikan landasan hukum yang jelas terkait kehilangan kewarganegaraan dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Melalui kebijakan ini, pemerintah memperjelas dan
mempertegas kedudukan serta kepastian hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia,
sejalan dengan amanat yang terdapat dalam Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Proses kehilangan kewarganegaraan diatur dengan rinci, termasuk dalam situasi di mana

15
seseorang yang telah menjadi warga negara Indonesia dengan segala hak dan kewajiban
yang melekat, dapat kehilangan status kewarganegaraannya. Sebagai bagian dari upaya
regulasi, hal ini memastikan bahwa setiap tindakan atau keputusan kehilangan
kewarganegaraan didasarkan pada ketentuan hukum yang jelas, memberikan perlindungan
hukum kepada individu yang terlibat, sambil tetap mempertimbangkan kepentingan
negara. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 menciptakan kerangka
hukum yang komprehensif untuk mengatasi masalah kehilangan kewarganegaraan,
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara serta kepentingan negara.

B. Saran

Berdasarkan pertimbangan, perlu dibentuk undang-undang kewarganegaraan yang baru


sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-
Undang Dasar 1945 sebagaimana tersebut di atas, Undang- Undang Kewarganegaraan Republik
Indonesia ini memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius
sanguinis, ius soli, dan campuran.

Pemenuhan tanggung jawab negara terhadap hak asasi setiap individu, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28 D Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang menyatakan bahwa status kewarganegaraan adalah hak setiap orang, tercermin dalam
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Dalam konteks ini, pemulihan status kewarganegaraan Indonesia bagi seseorang harus
dilakukan secepat mungkin. Tindakan ini tidak hanya memberikan pengakuan resmi bahwa
individu tersebut adalah Warga Negara Indonesia, tetapi juga dikuatkan oleh penerbitan dokumen
tertulis sebagai bukti formal. Hal ini bertujuan untuk menegakkan hak-hak dasar setiap individu
dan menegaskan komitmen negara terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia yang tercantum
dalam konstitusi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, M. 2002. Ilmu Negara: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Budiardjo, Miriam. 2012. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Hukum, cetakan 1. Mandar Maju, Bandung,

2008, hal. 87

C.S.T Kansil. 1996. Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia. Jakarta : Sinar Grafik

Isharyanto, Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan Status


Hukum

Kewarganegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan) hal 25-27

Imam Soeparno, dari Website : http://soeparno.wordpress.com/114/pages1/56778.htm

Irawati, Anggita Septia. "STATUS DAN SYARAT KEWARGANEGARAAN."

Ibid., hlm. 389

Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm 386-213.

Kristiawan, Indria. "Kajian Yuridis Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang


Kewarganegaraan Indonesia." None 16.2 (2014): 83-97.

KEPULAUAN RIAU SEBAGAI DAERAH PERBATASAN DENGAN MASALAH


KEWARGANEGARAAN GANDA TERBATAS oleh siska sukmawaty

KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA oleh Hery Widodo hal 38

Moh. Mahfud M.D, Dasar dan Struktur Kenegaraan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2001,

hal.2

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia PustakaUtama, 2008)

17
Pasal 1 Angka 2 UU RI No. 24 Tahun 2013 Tetang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun
2006

Tentang Administrasi Kependudukan

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2021 TENTANG PENJAMIN KEIMIGRASIAN Bab 1
pasal 1 ayat 1

Prabowo, Yogi, and Taufiqurrohman Syahuri. "Citizenship In Immigration Perspective."


Journal of Law and Border Protection 4.2 (2022): 49-62.

Rokilah, Rokilah. "Implikasi Kewarganegaraan Ganda bagi Warga Negara Indonesia."


Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum 1.2 (2017).

Susdarwono, Endro Tri. "Tingkat Pemahaman Materi Pendidikan Kewarganegaraan


Terkait Status Kewarganegaraan (Prinsip Ius Soli dan Ius Sanguinis)." Jurnal Kewarganegaraan
19.1 (2022): 1-15.

18

Anda mungkin juga menyukai