Anda di halaman 1dari 2

Jumat, 24 Februari 2023

Nama : Syabila Tasya Febia (22030174063) Mata Kuliah : Sejarah Matematika


Nayla Najwa ‘Azizah (22030174108) Dosen Pembimbing:
Kelas : PM 2022 C Ibu Nina Rinda Prihartiwi, S.Pd., M.Pd.

Sejarah Bilangan Irrasional


Bilangan irrasional ini terdiri dari dua kata yakni “bilangan” yang merupakan elemen
utama dalam dunia matematika dan kata “irrasional”. Kata Irrasional berasal dari bahasa
Latin yakni “ir” yang berarti tidak dan kata “rasionalis” yang memiliki arti akal budi. Secara
sederhana, arti bilangan irrasional adalah bilangan riil yang tidak dapat dibagi kembali atau
dengan kata lain hasil baginya tetap ada atau tidak berhenti. Bilangan irrasional tidak bisa
diubah ke dalam bentuk pecahan biasa (a/b). Walaupun bilangan tersebut diubah ke dalam
bentuk pecahan desimal, hasil yang diperoleh akan berupa angka yang tidak berpola.
Konsep bilangan irrasional ini ditemukan pada abad 500 SM oleh seorang yang
berasal dari Metapontum bernama Hippasus. Pada saat itu, matematikawan Yunani meyakini
bahwa semua ukuran benda di alam semesta ini dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan
(rasio dua bilangan bulat) atau disebut sebagai bilangan rasional. Tetapi Hippasus membantah
pernyataan tersebut.

Hippasus menyatakan bahwa tidak semua ukuran benda di alam


semesta ini dapat diungkapkan dalam bentuk pecahan. Untuk
membuktikan pernyataannya, Hippasus mengambil dua buah tongkat
yang masing-masing berukuran satu satuan panjang (misalkan 1 meter).
Kedua tongkat diletakkan tegak lurus di ujung tongkat. Kemudian sebuah
tongkat lain diletakkan sebagai sisi miring dari kedua tongkat yang sudah
membentuk sudut siku-siku. Menurut rumus Pythgoras, panjang tongkat sisi miring adalah
satuan panjang (meter). Setelah itu, Hippasus menanyakan apakah dapat dinyatakan dalam
bentuk pecahan (rasio dua bilangan bulat)? Ternyata tidak ada satupun yang berhasil
menemukan dua bilangan yang dimaksud. Kemudian, Hippasus melontarkan hipotesanya
bahwa ada ukuran benda yang tidaka dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan (irrasional),
dan dengan metode reduction ad absurdum, Hippasus berhasil membuktikan adanya bilangan
irrasional. Namun sayangnya, penemuan dari bilangan irrasional ini menyebabkan dirinya
dihukum mati oleh Phytagoras dengan alasan karena dianggap penganut ajaran sesat.
Setelah Hippasus, muncul tokoh lain bernama Gauss yang juga memberikan
penemuan teori dasar atau yang disebut dengan fundamental aljabar. Teori dasar tersebut
menjelaskan tentang variable polinominal yang bersifat tunggal dan bukan bilangan konstanta
dengan persamaan yang kompleks atau setidaknya memuat satu jenis akar yang utuh. Namun
banyak matematikawan termasuk Jean le Rond d’Alembert yang memberikan bukti yang
salah pada awalnya, dan disertasi Gauss juga banyak mengkritik kerja d’Alembert.
Namun ironisnya, standar percobaan yang dilakukan oleh Gauss ini tidak dapat
diterima sehingga menyebabkan digunakannya teori Kurva Jordan di dalam kurva fractal
secara nyata. Walaupun Gauss memberikan tiga bukti lain secara berkelanjutan dan yang
paling terakhir muncul di tahun 1849, namun teorinya itu dianggap terlalu sulit untuk
dipahami.
Upayanya dalam mengklarifikasi konsep mengenai bilangan kompleks memang
banyak dibicarakan. Dengan contoh bilangan irrasional yang paling terkenal cara
pemecahannya yaitu meletakkan bilangan minus pada satu tingkat di bawah sumbu imajiner
dan bilangan x pada sumbu positif (nyata).
Pada abad ke-19 silam, perkembangan terhadap konsep bilangan imajiner mulai
muncul yang dicetuskan oleh seorang tokoh bernama Abraham de Moivre dan secara khusus
dilanjutkan oleh seorang tokoh bernama Leonhard Euler dimana konsepnya lebih mudah
dipahami. Adapun penyelesaian teori mengenai bilangan kompleks di abad ke-19 ini
membahas tentang bagaimana membedakan antara bilangan irrasional menjadi bilangan
aljabar dan transeden. Disamping itu, pada tahun 1872 mulai bermunculan teori teori dari
Karl Weierstrass (oleh muridnya, Ernst Kossak), Eduard Heine (Crelle’s Journal, 74), Georg
Cantor (Annalen, 5), dan Richard Dedekind.
Untuk pecahan kontinyu, yang berhubungan dekat dengan bilangan irrasional ini
berhasil mendapatkan perhatian dari tokoh bernama Euler. Hingga pada abad ke-19, semua
karya tulisan berhasil dibuat dengan apik oleh tokoh bernama Joseph Louis Lagrance. Selain
itu, tokoh bernama Dirichlet juga ikut memberikan kontribusi dalam teori umumnya seperti
yang banyak dilakukan oleh para tokoh lain dalam penerapan teori atau subyek yang terkait
dengan bilangan irrasional ini.
Contoh bilangan irrasional, yaitu π , √ 2 , dan e .
 Bilangan π .
22
Bilangan π di sebut bilangan irrasional karena bilangan π=3 , 14 atau ¿ .
7
Penggunaannya belum tepat karena nilai π yang benar yaitu 3 , 141592653589793 … .
22
Penggunaan nilai π angkanya sama dengan 3 , 14 atau yang mana ini adalah bilangan
7
rasional. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan sifat dari bilangan rasional.
 Bilangan √ 2.
Bilangan √ 2 di sebut bilangan irrasional karena bilangan √ 2 apabila dihitung dengan
menggunakan bantuan alat hitung hasilnya yaitu
1 , 41421356237095048801688724 … . Dimana bilangan desimal ini tidak berulang
dan tidak terhingga jumlah angkanya di belakang koma.
 Bilangan e .
Bilangan eksponensial (e ) adalah konstanta dengan nilai angka 2,7182818.

REFERENSI
Agrotek.ID. 2021. “Bilangan Irrasional: Pengertian, Sejarah, Nilai, Sifat dan Contoh”,
diakses pada tanggal 24 Februari 2023, dari https://agrotek.id/vip/bilangan-irasional/.
P2k.unkris.ac.id. “Bilangan Irrasional”, diakses pada tanggal 24 Februari 2023, dari
https://p2k.unkris.ac.id/ind/1-3065-2962/Bilangan-Irasional_22287_unkris_p2k-
unkris.html.
Tjang, Tan Siak. 2015. “Penemuan Bilangan Irrasional”, diakses pada tanggal 24 Februari
2023, dari https://www.kompasiana.com/tan/564fd5ae84afbd500634b3a9/penemuan-
bilangan-irrasional.

Anda mungkin juga menyukai