Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8

1. SAKYANANDI (P07120419062)
2. DITA DARA PERIWI (P07120419044)
3. SRI RAMADHAN (P07120419065)
4. PUTRI NURUL ZAKKILA (P07120419059)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kelompok panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan anugerah kami untuk dapat menyusun Makalah Pendidikan
Budaya Anti Korupsi yang berjudul “Tata Kelola Pemerintahan Yang
Baik dan Bersih (Clean Governance & Good Governance)”.
Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa
internet. Kelompok berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam
menambah pengetahuan atau wawasan mengenai Pendidikan Budaya Anti Korupsi
Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik dan Bersih Kelompok sadar makalah ini
belumlah sempurna maka dari itu kelompok sangat mengaharapkan kritik dan saran
dari pembaca agar makalah ini manjadi sempurna.

Mataram, 11 Februari 2023


Penyusun

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 4
C. Tujuan................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 5
A. Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih............................ 5
1. Pengertian Good Governance........................................................... 5
2. Prinsip-prinsip Pokok Good and Clean Governance....................... 5
3. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial............................ 9
4. Korupsi Penghambat Utama Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
dan Bersih......................................................................................... 9
5. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi
Pelayanan Publik.............................................................................. 10
B. Reformasi Birokrasi.............................................................................. 11
1. Pengertian Reformasi Birokrasi....................................................... 11
2. Visi dan Misi Reformasi Birokrasi.................................................. 13
3. Tujuan Reformasi Birokrasi............................................................. 13
4. Sasaran Reformasi Birokrasi............................................................ 13
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi..................... 14
C. Program Kementerian Kesehatan dalam Upaya Pencegahan
Korupsi................................................................................................... 14
D. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)............................. 16
E. Pembangunan Zona Integritas............................................................. 18
BAB III PENUTUP......................................................................................... 23
A. Kesimpulan........................................................................................... 23
B. Saran..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) menjadi
tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan organisasi sektor publik. Hal ini dipicu
oleh munculnya berbagai permasalahan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), masalah penegakkan hukum dan kualitas pelayanan publik yang buruk.
Good governance merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses
kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling
mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen yakni pemerintah, rakyat, dan
swasta/bisnis.
Untuk mewujudkan good governance, pemerintah perlu melakukan
reformasi di berbagai sektor antara lain reformasi institusi pemerintahan,
reformasi manajemen sektor publik dan reformasi birokrasi. Reformasi institusi
pemerintahan ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah serta berbagai peraturan
pemerintah yang berkaitan dengan institusi sektor publik. Reformasi manajemen
sektor publik dengan mereformasi sistem manajemen keuangan pemerintah dan
menerapkan praktik-praktik manajemen strategis. Reformasi birokrasi yang
meliputi usaha pembenahan di bidang kepemimpinan, kelembagaan organisasi
pemerintah, manajemen SDM pegawai, sistem dan prosedur pelayanan publik.
Diantara reformasi tersebut, reformasi manajemen sektor publik merupakan
bagian yang paling signifikan pengaruhnya dalam mewujudkan kepemerintahan
yang baik (good governance). Hal ini dikarenakan dengan reformasi manajemen
sector publik akan tercipta peningkatan akuntabilitas publik dan kinerja lembaga-
lembaga sektor publik.
1
Menurut Sjahruddin Rasul dalam BPKP (2007) akuntabilitas
didefinisikan secara sempit sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada
otoritas yang lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang”
terhadap masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks
institusi pemerintah, “seseorang” tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah
sebagai penerima amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan amanat tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi
amanat. Akuntabilitas menjadi salah satu dari tujuh asas umum penyelenggaraan
negara. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Akuntabilitas juga dapat berarti sebagai perwujudan
pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi, dalam mengelola sumber
daya yang telah diberikan dan dikuasai dalam rangka pencapaian tujuan melalui
suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.
Dalam hal akuntabilitas, reformasi manajemen sektor publik mendorong
perubahan paradigma dari pertanggungjawaban terhadap berapa besarnya dana
yang telah dan akan dihabiskan menjadi berapa besar kinerja yang dihasilkan dan
kinerja tambahan yang diperlukan agar tujuan yang telah ditetapkan pada akhir
perencanaan dapat dicapai. Untuk mengetahui bagaimana kinerja sektor publik
perlu dilakukan pengukuran dan evaluasi kinerja. Pengukuran kinerja sektor
publik dalam Hazmi (2012) adalah sistem yang bertujuan untuk membantu
manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan
non financial. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah.
Mahsun (2009) dalam Wirasata (2010) menjelaskan tentang 4
pendekatan pengukuran kinerja yaitu; analisis anggaran, analisis rasio laporan
keuangan, Balance Scorecard dan Audit Kinerja (Value For Money). Ali (2012)
2
menguraikan beberapa metode pengukuran kinerja yaitu Baldrige National
Quality Program (BNQP) dan Common Assessment Framework (CAF). BNQP
merupakan sebuah program yang ditujukan untuk meningkatkan tingkat
kompetisi, kualitas, produktivitas dan kinerja organisasi-organisasi di Amerika
Serikat. Kriteria-kriteria yang dievaluasi melalui metode ini adalah visionery
leadership, customer driven excellence, organizational and personal learning,
valuing employess and partners, ability, focus on the future, managing for
innovation, management by fact, public responsibility and citizenship, focus on
result and creating value and system perspective.
CAF merupakan alat untuk mengukur organisasi di sektor publik yang
dikembangkan oleh Directors-General Of Public Administration dari negara
anggota uni Eropa. CAF terdiri dari 9 kriteria evaluasi yaitu kepemimpinan,
strategi dan perencanaan, manajemen sumber daya manusia, kemitraan dan
sumber daya, manajemen proses dan perubahan, hasil-hasil yang berorientasi
pada pengguna jasa/masyarakat, hasil-hasil pada sumber daya manusia, hasil
tanggung jawab sosial dan hasil-hasil kinerja kunci. CAF sudah diterapkan di
banyak negara di Eropa dan juga Indonesia. Adapun negara Eropa yang sudah
menerapkan CAF antara lain Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark,
Jerman, Yunani, Spanyol, Prancis, dan Irlandia.
Indonesia sudah mengadopsi CAF dalam hal melakukan penilaian
terhadap pencapaian program Reformasi Birokrasi masing-masing instansi
pemerintah. Hal ini tertuang dalam Permenpan Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB). Dalam
hal pengukuran kinerja pemerintah Indonesia menerapkan Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Sistem AKIP mulai diterapkan semenjak
diterbitkannya Inpres 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.

3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih?
2. Apa saja reformasi birokrasinya?
3. Apa saja program Kementerian Kesehatan dalam upaya pencegahan
korupsi?
4. Apa saja Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)?
5. Bagaimana pembangunan zona integritas?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
2. Untuk mengetahui reformasi birokrasinya.
3. Untuk mengetahui program Kementerian Kesehatan dalam upaya
pencegahan korupsi.
4. Untuk mengetahui Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP).
5. Untuk mengetahui pembangunan zona integritas.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih (Clean Governance &
Good Governance)
1. Pengertian Good Governance
Istilah good and clean governance merupakan wacana baru dalam
kosakata ilmu politik dan muncul pada awal 1990-an. Secara umum, istilah
good and clean governance memiliki pengetian akan segala hal yang
terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian good
governance tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan semata,
tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah maupun
nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat) dengan istilah good
corporate. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih adalah model
pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung
jawab.
2. Prinsip-prinsip Pokok Good and Clean Governance
Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel
yang bersandar pada prinsip-prinsip good governance. Lembaga
Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental
(asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yiatu:
a) Partisipasi (Participation)
Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga
masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun
melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan
mereka. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya

5
selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisasi.
b) Penegakan Hukum
Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan
yang profesional harus didukung oleh penegakan hukum yang
berwibawa. Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi wujud good
and clean governance, harus diimbangi dengan komitmen pemerintah
untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
1) Supremasi hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan
negara, dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan aturan
yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar
serta independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak
terjadinya tindakan pemerintah atas dasar diskresi (tindakan
sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).
2) Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa bernegara
diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan
tidak bertentangan antara suku dengan lainnya.
3) Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusun
berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu
mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
4) Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni
penegakan hukum berlaku untuk semua orang tanpa pandang
bulu. Untuk itu, diperlukan penegak hukum yang memiliki
integritas moral dan bertanggung jawan terhadap kebenaran
hukum.
5) Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas
dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya.
c) Transparans
Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang
6
terwujudnya good and clean governance. Akibat tidak adanya prinsip
transparan ini, Indonesia telah terjerembab de dalam kubangan
korupsi yang sangat parah. Dalam pengelolaan negara terdapat
delapan unsur yang harus dilakukan secara transparan, yaitu:
1) Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan.
2) Kekayaan pejabat politik.
3) Pemberian penghargaan.
4) Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
5) Kesehatan.
6) Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
7) Keamanan dan ketertiban.
8) Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan
melalui mekanisme test and proper test (uji kelayakan) yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga independen yang dilakukan oleh
lembaga legislatif maupun komisi independen, seperti komisi yudisial,
kepolisian dan pajak.
d) Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good
and clean governance bahwa pemerintah harus tanggap terhadap
persoalan-persoalan masyarakat. Sesuai dengan asas responsif, setiap
unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan
sosial. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi
pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan layolitas
profesional. Adapun etik sosial menuntut mereka agar memiliki
sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan publik.
e) Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus
dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsensus. Cara
pengambilan keputusan konsensus, selain dapat memuaskan semua
7
pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian
besar komponen yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan
memaksa terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan
kebutuhan masyarakat yang terwakili. Semakin banyak yang
melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan
umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan
akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin dipertanggung jawabkan.
f) Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan
pelayanan publik. Asas kesetaraan ini mengharuskan setiap
pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan berperilaku adil dalam hal
pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku, jenis
kelamin, dan kelas sosial.
g) Efektivitas dan efisiensi
Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk
yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat
dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. adapun, asas efisiensi
umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang
terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut
termasuk dalam kategori pemerintahan yang efisien.
h) Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik
terhadap masyakarat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk
mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral,
maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut
8
dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang
bersih dan berwibawa.
i) Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting
dalam rangka realisasi good and clean governance.
3. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan sari
implementasi good and clean governance. Untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip- prinsip pokok
good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui
pelaksanaan prioritas program, yakni:
a. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan.
b. Kemandirian lembaga peradilan.
c. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah.
d. Penguatan partisipasi Masyarakat Madani.
e. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
telah memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan
dan memajukan masyakarat dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya
dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Pencapaian tingkat
kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat yang pada akhirnya
akan mendorong kemandirian masyarakat.
4. Korupsi Penghambat Utama Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
dan Bersih
Tindakan penyalahgunaan Anggaran Pembangunan dan Biaya
Daerah (APBD) yang dilakukan oleh pemda dan anggota legislatif (DPRD)
oleh sejumlah lembaga, seakan belum cukup untuk mengikis tindakan
korupsi di kalangan pejabat negara. Menurut Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), korupsi merupakan tindakan yang merugikan
9
kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau
kelompok tertentu.
Menurut data Indeks Persepsi Korupsi 2011 yang dilansir oleh situs
resmi Transparansi Internasional, dalam hal persepsi publik terhadap
korupsi sektor publik Indonesia masuk urutan ke-100 dunia dengan skor
rendah (3). Sementara di antara negara- negara di kawasan Asia Pasifik-
Indonesia bertandang di urutan ke-20.
5. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi
Pelayanan Publik
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-
cuma ataupun disertai dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat
cuma-cuma sebenarnya merupakan kompensasi dari pajak yang telah
dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian pelayanan publik
yang disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan
pada harga pasar ataupun didasarkan menurut harga yang paling
terjangkau bukan berdasarkan ketentuan sepihak aparat atau instansi
pemerintah.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik
strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and clean
governance di Indonesia, yaitu:
a. Pelayanan publik selama ini menjadi area di mana negara yang
diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah.
Keberhasilan dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya
dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.
b. Pelayanan publik adalah wilayah di mana berbagai aspek good and
clean governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah.
c. Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance,
yaitu pemerintah, maysarakat, dan mekanisme pasar.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitif yang
menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah
10
didtetapkan dengan memperhitungkan elemen- elemen indikator sebagai
berikut:
a. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
birokrasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa,
yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan
sebagainya.
b. Indikator proses, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses
pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian anatar perencanaan dengan
pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan
yang berupa fisik ataupun nonfisik.
c. Indikator produk, yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari
suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
d. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir
dari pelaksanaan kegiatan.
e. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir
dari pelaksanaan kegiatan.
f. Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif
maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi
yang telah ditetapkan.

B. Reformasi Birokrasi
1. Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, dan
komprehensif, dengan tujuan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang
baik. Good governance (tata pemerintahan yang baik) adalah sistem yang
memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan
negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi yang konstruktif di
antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Birokrasi menurut pemahamannya sebagai berikut.
a. Birokrasi merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang
11
dijalankan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan.
b. Birokrasi adalah struktur organisasi yang digambarkan dengan hierarki
yang pejabatnya diangkat dan ditunjuk, garis tanggung jawab dan
kewenangannya diatur oleh peraturan yang diketahui (termasuk
sebelumnya), dan justifikasi setiap keputusan membutuhkan referensi
untuk mengetahui kebijakan yang pengesahannya ditentukan oleh
pemberi mandat di luar struktur organisasi itu sendiri.
c. Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang diduduki oleh pejabat
yang ditunjuk/diangkat disertai aturan kewenangan dan tanggung
jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh
pemberi mandat.
d. Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan
berdasarkan aturan, bagian, unsur, yang terdiri atas pakar yang terlatih.
Wujud birokrasi berupa organisasi formal yang besar, merupakan ciri
nyata masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas
pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang kehidupan.
Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kinerja
melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisiensi, dan
akuntabilitas.
Dengan demikian, reformasi birokrasi berarti:
a. Perubahan cara berpikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak);
b. Perubahan penguasa menjadi pelayan;
c. Mendahulukan peranan dari wewenang;
d. Tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir;
e. Perubahan manajemen kerja;
f. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan
profesional, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), melalui
penataan kelembagaan, penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya
manusia, akuntabilitas kinerja yang berkualitas efisien, efektif, dan
kondusif, serta pelayanan yang prima (konsisten dan transparan).
12
2. Visi dan Misi Reformasi Birokrasi
a. Visi
Terwujudnya pemerintahan yang amanah atau terwujudnya tata
pemerintahan yang baik.
b. Misi
Mengembalikan cita dan citra birokrasi pemerintahan sebagai abdi negara
dan abdi masyarakat serta dapat menjadi suri teladan dan panutan
masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari hari.
3. Tujuan Reformasi Birokrasi
Secara umum tujuan reformasi birokrasi adalah mewujudkan
pemerintahanyang baik, didukung oleh penyelenggara negara yang
profesional, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima.
4. Sasaran Reformasi Birokrasi
a. Terwujudnya birokrasi profesional, netral dan sejahtera, mampu
menempatkan diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat guna
mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik.
b. Terwujudnya kelembagaan pemerintahan yang proporsional, fleksibel,
efektif, efisien di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah.
c. Terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan publik) yang lebih cepat tidak
berbelit, mudah, dan sesuai kebutuhan masyarakat.
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik dan
menunjukkan cepatnya keberhasilan, faktor sukses penting yang perlu
diperhatikan dalam reformasi birokrasi adalah:
a. Faktor Komitmen pimpinan; karena masih kentalnya budaya
paternalistik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
b. Faktor kemauan diri sendiri; diperlukan kemauan dan keikhlasan
penyelenggara pemerintahan (birokrasi) untuk mereformasi diri sendiri.
13
c. Kesepahaman; ada persamaan persepsi terhadap pelaksanaan reformasi
birokrasi terutama dari birokrat sendiri, sehingga tidak terjadi perbedaan
pendapat yang menghambat reformasi.
d. Konsistensi; reformasi birokrasi harus dilaksanakan berkelanjutan dan
konsisten, sehingga perlu ketaatan perencanaan dan pelaksanaan.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi

Faktor-faktor yang memperngaruhi kinerja birokrasi antara lain :


manajemen organisasi dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan
birokrasi; budaya kerja dan organisasi pada birokrasi; kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki birokrasi; dan kepemimpinan birokrasi yang efektif
dan koordinasi kerja pada birokrasi. Faktor-faktor ini akan menentukan
lancar tidaknya suatu birokrasi dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Selain itu, kinerja birokrasi di masa depan akan dipengaruhi oleh
faktor- faktor sebagai berikut:
a. Struktur birokrasi sebagai hubungan internal, yang berkaitan dengan
fungsi yang menjalankan aktivitas birokasi.
b. Kebijakan pengelolaan, berupa visi, misi, tujuan, sasaran, dan tujuan
dalam perencanaan strategis pada birokrasi.
c. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas kerja dan
kapasitas diri untuk bekerja dan berkarya secara optimal.
d. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan
database dalam kerangka mempertinggi kinerja birokrasi.
e. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan
penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan birokrasi pada setiap
aktivitas birokrasi.

C. Program Kementerian Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Korupsi


Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
(Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplementasikan

14
ke dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah dirumuskan, yakni:
1. melaksanakan upaya upaya pencegahan;
2. melaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan hukum;
3. melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan
perundangundangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait
lainnya;
4. melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil Tipikor;
5. meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi;
6. meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan
upaya pemberantasan korupsi.
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
(PPK), Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya percepatan reformasi
birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk, antara lain:
1. Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint, ditetapkan masuk pukul
8.30 dan pulang kantor pukul 17.00, untuk mencegah pegawai melakukan
korupsi waktu.
2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP), dan dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai mempunyai
tugas pokok dan fungsi yang jelas, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan
kinerjanya.
3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif
ramah dan santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.
4. Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di
kementerian kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi
(WBK), Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
5. Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya Anti-Korupsi
melalui sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/seluruh
Satker Kementerian Kesehatan.
6. Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan Pasal 12 b
15
Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap gratifikasi kepada
pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan kewajiban
atau tugasnya”.
7. Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara
Elektronik (LPSE).

8. Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran


pegawai melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).
9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03.01/
Menkes/066/I/2010, tanggal 13 Januari 2010.
10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor
01.TPS.17.04.215.10.3445, tanggal 30 Juli 2010.
11. “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari
Gini Masih Terima Suap”, dll.

D. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)


Pelaksanaan SPIP adalah amanat PP 60 tahun 2008 yang mengamatkan
bahwa pelaksanaan kebijakan/program dilakukan secara integral antara tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Dengan penerapan pelaksanaan SPI pada setiap unit kerja, diharapkan
dapat mendorong seluruh unit kerja/satuan kerja untuk melaksanakan seluruh
kebijakan/program yang telah ditetapkan yang bermuara terhadap tercapainya

16
sasaran dan tujuan organisasi. Disamping itu setiap satuan kerja diharapkan
dapat melakukan identifikasi kemungkinan terjadinya deviasi atau
penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dengan membandingkan antara
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut, sebagai umpan balik untuk
melaksanakan tindakan koreksi atau perbaikan bagi pimpinan dalam mencapai
tujuan organisasi.
Dengan diberlakukannya PP 60 tahun 2008 ini, pimpinan instansi atau
unit kerja akan bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan
kebijakan/program yang terurai dalam beberapa kegiatan demi tercapainya
tujuan organisasi yang dimulai sejak dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan,
dan pelaporan/pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. SPIP dilandasi
oleh pemikiran bahwa pengawasan intern melekat sepanjang kegiatan,
dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, serta hanya memberikan keyakinan
memadai, bukan keyakinan mutlak.
Penerapan SPI dalam unit kerja dilaksanakan melalui penegakan
integritas dan nilai etika, komitmen kepada kompetensi, kepemimpinan yang
kondusif, pembentukan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan,
pendelegasian wewenang dan sehat tentang pembinaan sumber daya manusia,
perwujudan peran pengawasan intern pemerintah yang efektif serta hubungan
kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) terdiri dari 5 (lima)
unsur yakni :
1. Lingkungan Pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah
yang mempengaruhi efektivitas pengendalian intern. Dalam hal ini,
pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan
memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan
perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan
manajemen yang sehat.
2. Penilaian Risiko, adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Dengan
17
demikian, pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang
dihadapi unit organisasi baik luar maupun dari dalam.
3. Kegiatan Pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk
memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara
efektif. Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan
pimpinan instansi pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien
dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Informasi dan komunikasi proses pengolahan data yang telah diolah dan
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan serta tersampaikan informasi
harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan instansi pemerintah dan pihak
lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana
tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan instansi
pemerintah secara berjenjang melaksanakan pengendalian dan tanggung
jawab.
5. Pemantauan pengendalian Intern, pemantauan harus dapat menilai kualitas
kinerja baik secara kualitatif dan kuantitatif dari waktu ke waktu dan
memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera
ditindaklanjuti.

E. Pembangunan Zona Integritas


Komitmen Pimpinan dan seluruh jajaran Kemenkes untuk mewujudkan
WBBM diwujudkan dengan pencanangan Zona Integritas pada tanggal 18 Juli
2012 di lingkungan Kementerian Kesehatan. Pencanangan Zona Integritas
merupakan bagian dari Gerakan Nasional Pembangunan Zona Integritas menuju
Wilayah Bebas dari Korupsi dan sebagai bentuk implementasi dari pelaksanaan
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi. Pencanangan ZI ini dilanjutkan dengan pencanangan ZI di seluruh Unit
Utama dan Satker di lingkungan Kemenkes.
Dalam upaya pembangunan Zona Integritas menuju WBBM, Kemenkes telah
18
melakukan penilaian terhadap calon Satker WBK yang memenuhi syarat
indikator hasil dan indikator proses Satker WBK serta pada tanggal 30 Agustus
2013 telah mengusulkan 3 Satuan Kerja ke Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan sebagai Satker WBK.
Proses pembangunan Zona Integritas yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan dengan melakukan 2 (dua) cara penilaian, yakni sebagai berikut.
1. Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK
Penilaian Satuan Kerja berpredikat yang berpredikat WBK di
lingkungan Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai Internal
(TPI) yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Penilaian dilakukan dengan
dengan menggunakan indikator proses (nilai di atas 75) dan indikator hasil
yang mengukur efektivitas kegiatan pencegahan korupsi yang telah
dilaksanakan.
Dalam upaya pencapaian predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK)
dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) kriteria utama yang
harus dipenuhi adalah pencapaian opini laporan keuangan kementerian/
lembaga oleh BPK-RI, harus memperoleh hasil penilaian indikator proses
di atas 75 dan memenuhi syarat nilai indikator hasil WBK seperti tabel
berikut ini.
Ta 1. Unsur Indikator Hasil WBK

No Unsur Indikator Proses Bobot (%)


1. Penandatanganan pakta integritas 5
2. Pemenuhan kewajiban LHKPN 6
3. Pemenuhan akuntabilitas kinerja 6
4. Pemenuhan kewajiban laporan keuangan 5
5. Penerapan kewajiban disiplin PNS 5
6. Penerapan kode etik khusus 4
7. Penerapan kebijakan pelayanan publik 6
8. Penerapan whistle blower sistem tindak 6
19
pidana korupsi
9. Pengendalian gratifikasi 6
10. Penanganan benturan kepentingan (conflict 6
of interest)
11. Kegiatan pendidikan, pembinaan, dan 6
promosi anti korupsi
12. Pelaksanaan saran perbaikan yang 5
diberikan BPK/KPK/APIP
13. Penerapan kebijakan pembinaan purna- 4
tugas
14. Penerapan kebijakan pelaporan transaksi 6
keuangan yang tidak sesuai dengan profil
PPATK
15. Promosi jabatan secara terbuka 3
16. Rekrutmen secara terbuka 3
17. Mekanisme pengaduan masyarakat 6
18. E – procurement 6
19. Pengukuran kinerja individu 3
20. Keterbukaan informasi publik 3

2. Penilaian dan Penetapan Satuan Kerja Berpredikat WBBM


Penilaian satker yang berpredikat Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM), dilakukan oleh Tim Penilai Nasional (TPN) melalui
evaluasi atas kebenaran material hasil self-assessment yang dilaksanakan
oleh TPI termasuk hasil self-assesament tentang capaian indikator hasil
WBBM. Untuk mencapai Indikator Hasil WBK dan WWBM dapat dinilai
mengacu pada penilaian seperti tabel berikut ini.
Tabel 2. Indikator Hasil WBK dan WWBM
N Unsur Indikator Hasil W W Keteranga
W
20
B n
M
1 Nilai Indeks Integritas > >7,Skala 0 - 10
5 berdasarkan
intrumen KPK
Penilaian
2 kinerja unit pelayanan > >7Skala 0-1000
public 5 berdasarkan
0
Penilaian
3 kerugian Negara 0 0 Penilaian
(KN) yang belum % APIP
diselesaikan (%)
dan
BPK
dalam
dua
tahun
terakhi
r.
Persentase
4 maksimum 3 2 0% jika jumlah
temuan inefektif % pegawai
100
orang
Persentase
5 minimum temuan 3 2 <1% jika
Inefisien % jumlah
pegawai lebih
dari 100 orang
Persentase
6 maksimum jumlah 1 0 Idem
pegawai yang dijatuhi %
hukuman disiplin karena

21
penyalahgunaan keuangan
Persentase
7 pengaduan 5 0 Idem
masyarakat yang belum %
ditindak lanjuti
Persentase
8 pegawai yang 0 0 Pengaduan yang
melakukan tindak pidana % telah >60 hari
korupsi dalam dua
tahun terakhir
berdasarkan
keputusan
pengadilan
yang telah
mempunyai
kekuatan
hukum tetap

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Good and clean governance memiliki pengetian akan segala hal yang
terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian good governance tidak sebatas
pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga
baik pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat) dengan
istilah good corporate. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih adalah
model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung
jawab.
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan sari implementasi
good and clean governance. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan
bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governance,
setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan nantinya pembaca dapat
memberikan kami masukan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Selain itu
23
setelah membaca makalah ini pembaca juga akan lebih memahami mengenai
korupsi dan ikut serta membangun masyarakat yang bebas korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.2014.Buku Ajar Pendidikan dan


Budaya Antikorupsi.Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga
Kesehatan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.2011.Pendidikan Anti Korupsi
untuk Perguruan Tinggi/Anti Korupsi.Jakarta: Kemendikbud
Ramadhani,Yola. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and
CleanGovernance).Academia.edu:
http://www.academia.edu/9966363/BAB_9_Tata_Kelola_Pemerintaha
n_yang_Baik_dan_Bersih_good_and_clean_governance_ Diakses
pada Senin, 11 Mei 2015 Pk. 15.00 WITA

24

Anda mungkin juga menyukai