net/publication/350372870
CITATIONS READS
0 1,895
3 authors, including:
Ishaaq Saputra
Curtin University
28 PUBLICATIONS 16 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Ishaaq Saputra on 25 March 2021.
Teknologi Pembenihan
Ikan secara Buatan
Penulis:
Amyda Suryati Panjaitan
Ishaaq Saputra
Siti Rachmatun Suyanto
ISBN: 978-623-331-048-2
Penerbit:
PENERBIT ELMARKAZI
Anggota IKAPI
Alamat penerbit:
Jl.RE.Martadinata RT.26/05 No.43 Pagar Dewa,
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu 38211
Website: www.elmarkazi.com dan www.elmarkazistore.com
E-mail: elmarkazipublisher@gmail.com
No Hp : 0823 7733 8990
BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................... 1
Penulis
Bab 1
Pendahuluan
PENDAHULUAN 2
masa kritis bagi benih ikan. Disaat ini peternak ikan harus
memelihara benih ikan secara lebih cermat.
6. Memelihara benih kebul (yang ukurannya masih kecil) di
dalam bak kolam pendederan yang kualitas airnya
terkendali, cukup pakan yang memenuhi syarat (ukuran
cukup kecil untuk ditelan oleh anak ikan dan gerak
organisme pakan tsb. lambat sehingga mudah ditangkap oleh
anak ikan) dalam kualitas dan kuantitas untuk pertumbuhan
anak ikan, bebas dari serangan hama penyakit, sehingga
dapat dihasilkan benih ikan dalam ukuran gelondongan
(fingerling) yang cocok untuk ditebarkan di kolam atau yang
sesuai dengan permintaan/kebutuhan/pesanan petani yang
akan membesarkan benih itu lebih lanjut.
Organ seks sekunder pada ikan nila jantan, warnanya lebih mencolok
hitam dengan tepi siripnya merah. Ikan guppies yang jantan sirip
ekor dan sirip punggung menjadi panjang dan berwarna mencolok,
demikian juga ikan cupang, sedangkan betinanya berbentuk
sederhana tidak mencolok.
Dalam mempelajari daur hidup ikan haruslah diketahui tentang
lingkungan hidup dari setiap stadia (breeding ground, nursery ground
dan daerah habitat dimana ikan itu hidup ketika dewasa secara
umumnya). Juga tentang kualitas air dari habitatnya, jenis pakan dari
setiap stadia kehidupannya. Apakah species itu biasa mengadakan
ruaya (berpindah tempat) dalam berbagai stadia hidupnya; kapan
musim ruaya itu terjadi; serta musim pemijahannya harus diketahui.
Gambar 2 menunjukkan berbagai ikan di tempat atau lokasi
pemijahannya.
BIOLOGI DASAR 15
2. 3 M US UH ( HA M A ) DAN P E NY AKI T
Harus dipelajari biologi dan daur hidup setiap organisme
penyebab penyakit agar supaya hal-hal yang membahayakan
kehidupan ikan yang diternakkan itu dapat ditanggulangi dan
cara pemberantasan hama dan penyakit masing-masing.
Bab 3
Biologi Reproduksi
BIOLOGI REPRODUKSI 18
Aspek biologi lain yang penting tentang peri kehidupan ikan ialah
Biologi Reproduksi, yaitu ilmu pengetahuan tentang bagaimana atau
apa yang terjadi didalam tubuh ikan itu sehingga ikan tersebut
menjadi dewasa secara seksual dan mampu memproduksi telur (pada
ikan betina) dan memproduksi sperma/mani (pada ikan jantan).
Selanjutnya dipelajari faktor-faktor apa yang menyebabkan sehingga
ikan jantan dan betina yang sudah dewasa memijah. Selain itu
dipelajari perilaku setiap jenis/spesies ikan dalam mengadakan
perkembangbiakan yang ternyata tidak sama antara satu keluarga
(famili) ikan bahkan ada juga yang berbeda pola
perkembangbiakannya antara satu marga (genus) dengan marga lain
walaupun masih dalam satu famili.
3. 1 P E RK E MB A N GA N KED E W ASA A N K E LA MI N IKA N
Perkembangan kedewasaan kelamin ikan terjadi dalam 7
peringkat, seperti biasa dianut oleh para ilmuwan. Sejalan dengan
perkembangan gonad/testes, tanda-tanda eksternal pada tubuh ikan
juga terjadi perubahan, sehingga memudahkan bagi seorang teknisi
untuk mengenali peringkat perkembangan ovarium dan/atau testes.
Pada Tabel 1 dibawah ini disajikan perkembangan gonada dan tanda
eksternal pada tubuh ikan, khususnya ikan golongan Karper (Carp).
dihasilkan sel- sel telur. Setelah menginjak umur dewasa ovarium dan
testes telah mampu membentuk sperma dan/atau sel-sel telur.
Gonada yang berkembang pada ikan betina disebut ovarium (indung
telur) didalamnya dibentuk sel-sel telur. Sedangkan gonada pada
ikan jantan disebut testes dimana dibentuk sel-sel sperma.
Perkembangan tingkat kedewasaan ikan (juga semua makhluk
hidup) dikendalikan oleh adanya hormon. Semua makhluk
mempunyai hormon jantan dan betina, tetapi kadarnya berbeda
sesuai dengan jenis kelaminnya. Binatang jantan mengandung
hormon androgen dan binatang betina mengandung hormon
estrogen. Apakah sesuatu makhluk benar-benar jantan atau betina
tergantung dari kadar hormon sex tersebut yang mana lebih kuat atau
lebih banyak. Mengenai hormon akan dibicarakan dalam bab khusus.
3.2.1 Perkembangan/pembentukan sel telur
Perkembangan telur di dalam ovarium berlangsung melalui
beberapa stadia sebagaimana diuraikan oleh Woynarovich dan
Horvath (1980) sebagai berikut :
Stadia 1 : Bakal sel telur yang masih kecil disebut ovogonium
(archovogonium). Ukuran sel sama kecil dengan sel-sel
tubuh lainnya (8-12 µ). Sel ini memperbanyak diri dengan
pembelahan mitosis.
Stadia 2 : Sel telur tersebut tumbuh menjadi ukuran 12-20 µ dan
folikel mulai terbentuk disekeliling sel telur. Folikel
tersebut fungsinya memberi makanan dan melindungi
telur yang sedang berkembang itu, sehingga dinding sel
telur tampak rangkap.
Stadia 3 : Pada stadia ini sel telur tumbuh menjadi lebih besar lagi
sampai sebesar 40-200 µ dan tertutup di dalam folikel.
Keterangan Gambar 6 :
A. Induk mengipas telur dengan siripnya untuk mensuplai air
yang mengandung banyak oksigen bagi telur-telurnya.
B. Induk membersihkan telur-telur.
C. Menjaga telur dari predator.
D. Induk menyerang ikan pemangsa lain.
E. Induk jantan dan betina membuat sarang.
F. Sarang dibuat dari gelembung-gelembung ludah.
G. Mengerami telur di dalam rongga mulut.
H. Meletakkan telur di dalam kulit kekerangan agar aman.
Bab 4
Hormon Pengendali Pemijahan Ikan
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 34
4. 1. M EK A NIS M E P ER KE MB AN GB IAK AN IK AN
Pematangan telur fase istirahat atau (dormant) sampai
matang gonad (ovulasi) disusul proses pemijahannya dikendalikan
oleh hormon gonadotropin yang dibentuk dan disimpan sementara
di dalam kelenjar hipofisa atau pituitary (Gambar 7)
Pematangan gonad
& pemijahan
Hypothalamus Hormon seks
4. 3 HO R M O N LA IN
Selain hormon gonadotropin yang diambil dari kelenjar hipofisa,
dapat juga dipergunakan hormon lain, misalnya :
a. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) ialah hormon yang
terdapat di dalam air seni wanita yang sedang hamil, dengan
teknik tertentu dapat dipisahkan dan dibuat sediaan berupa
cairan yang dijual dalam ampuls. Cairan itu mempunyai kadar
hormon yang dinyatakan dalam satuan IU (International Unit).
Yang dijual biasanya berkadar 1.000-10.000 IU. Hormon ini
ternyata efektif untuk merangsang ikan-ikan yang bersifat
karnivora maupun herbivora. Misalnya untuk merangsang
pembiakan, ikan kerapu, ikan kakap putih dan kakap merah dan
juga jenis ikan karper cina (grass carp, silver carp) dan ikan
belanak (Mugil cephalus). Dikatakan oleh Woynarovich (1950)
bahwa ikan-ikan yang disuntik pada saat periode akhir musim
pijah, memberi respon yang baik terhadap HCG. Induk ikan yang
diberi cukup pakan alami lebih baik responnya terhadap HCG
dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan buatan.
Penyuntikan HCG dilakukan intramuscular dengan dosis 6.000
IU/kg berat badan untuk ikan belanak, hasilnya cukup baik.
Dalam hal ini dilakukan 2x suntikan dengan jarak waktu 24-48
jam tergantung pada derajat perkembangan telurnya ketika
pertama kali disuntik.
b. SG (Salmon Gonadotropin) ialah hormon yang diambil dari
hipofisa ikan salmon, diproduksi secara komersial di Kanada
(Syndel Laboratory, Vancouver). Dijual dalam bentuk serbuk
putih dan harganya tidak begitu mahal. Hormon ini mempunyai
harapan yang baik untuk rangsangan pemijahan berbagai jenis
ikan, mengingat hormon ini juga berasal dari ikan. Namun perlu
dicoba efektifitasnya terhadap berbagai jenis ikan, mengingat
bahwa respon ikan berbeda-beda pada spesies yang berbeda.
c. LH – RH (Luteinizing Hormone-Releasing Hormone) ialah
hormon tiruan (sintetis) yang ternyata sangat efektif merangsang
kelenjar hipofisa untuk memproduksi hormon gonadotrophin
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 39
Bab 5
Pengembangan Pemijahan Buatan
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 50
Yang disebut telur yang matang (matang gonad) ialah telur ikan yang
telah mencapai perkembangan pada fase dormant atau fase istirahat
setelah proses vitellogenesis selesai. Dalam keadaan ini, telur itu telah
menjadi siap untuk menerima rangsangan hormon gonadotropin
untuk mencapai proses ovulasi. Sedangkan yang disebut ovulasi
ialah peristiwa dimana telur-telur terlepas dari dinding ovarium
selanjutnya siap untuk keluar ketika tiba saat ikan itu memijah. Telur
yang telah ovulasi, bila diurut bagian ventral dari abdomen belakang
(ditekan kearah belakang) telur dapat keluar. Sebaliknya bila belum
ovulasi, bila diurut tidak akan dapat keluar.
5. 1 PE R L AK UA N T ER HA DAP I KA N YA N G D I SU NT IK
H OR M O N
Setelah ikan yang mengandung telur matang didalam gonadnya
disuntik dengan hormon, diperlukan perlakuan atau persyaratan
tertentu agar hipofisasi itu berhasil. Yaitu, ikan setelah disuntik
sebaiknya dipisahkan antara jantan dan betina di bak terpisah agar
tidak terjadi pemijahan secara liar.
Suhu air harus stabil dan cocok bagi ikan tersebut. Untuk daerah
tropika seperti Indonesia, suhu yang optimal/normal untuk
pemijahan ikan adalah 25°C-28°C. Suasana kolam harus tenang, tidak
terganggu oleh kegaduhan atau gangguan. Sinar tidak terlalu cerah,
sebaiknya bak ditutup dengan penutup warna hitam atau gelap. Suhu
yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya ovulasi lebih cepat (jarak
waktu antara penyuntikan hormon dan saat ovulasi makin pendek).
5. 2 L OK ASI DA N M E TO DA P E NY UN TIK A N
Lokasi penyuntikan hormon pada tubuh ikan ialah :
a. Intramuskuler (ke dalam daging) cara ini yang paling mudah
dan tidak ada resiko ikan mengalami syok karena kesalahan
menyuntik.
Pada metoda ini lokasi yang disuntik ialah pada otot/daging
diatas garis lateral dibawah bagian depan sirip punggung
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 52
5. 3 M ET OD E IN J EKS I H OR M O N
Ada beberapa variasi dalam injeksi hormon untuk merangsang
pemijahan ikan, seperti diterangkan oleh Woynarovich dan Horvath
(1980), ialah :
5.3.1 Metoda injeksi tunggal (Single Injection Method)
Sejumlah hormon yang sudah diperhitungkan sebelumnya untuk
seekor ikan, disuntikan sekali saja (100% dosis). Hal ini cukup efektif
bila dilakukan pada ikan yang sudah lama matang gonad dan pada
waktu hampir berakhir musim pemijahannya (paruh waktu akhir
musim pijah).
5.3.2 Metode dosis persiapan dan dosis penentu
Penyuntikan dilakukan dua kali. Suntikan pertama disebut dosis
persiapan biasanya sebanyak 10 % dosis, akan efektif menyebabkan
telur ikan berkembang sampai stadia pre-ovulasi. Lalu 18-24 jam
setelah itu, dilakukan penyuntikan kedua (dosis penentu) yang
banyaknya 90%-100% dari dosis hormon yang diperhitungkan.
Metoda ini biasanya dilakukan pada ikan yang hidup didaerah iklim
dingin dan iklim sedang. Juga metoda ini baik untuk ikan-ikan yang
berperilaku liar/lincah/nerves.
Metoda ini terbagi dua cara yaitu :
a) 1 x dosis persiapan dan 2 x dosis penentu.
Metoda ini baik untuk diterapkan bagi ikan yang hidup didaerah
tropika dimana metabolisme ikan berjalan cepat karena suhu rata-
rata tinggi.
Dosis persiapan (preparatory dose) ditulis dengan singkatan huruf
P; dan dosis penentu (decisive dose ) disingkat D.
Dosis persiapan sebanyak 5-10 % dan dosis penentu ke- 1 (D-1)
40% dan penentu ke- 2 (D-2) 60%. (jadi dosis seluruhnya lebih dari
100% sebab memang dalam menghitung dosis disarankan agar
selalu sedikit berlebih). Jarak antara waktu penyuntikan persiapan
dan dosis penentu ke- 1 ialah 18-24 jam; sedangkan jarak waktu
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 54
antara dosis penentu ke- 1 (D-1) dan ke- 2 (D-2) ialah antara 6-8
jam.
b) Beberapa kali suntik persiapan dan beberapa kali suntik penentu.
Pada jenis ikan tertentu dapat terjadi bahwa telur sudah berkembang
lama pada stadia dormant tetapi ovarium belum turun dibagian
rongga badan bawah. Seperti yang terjadi pada jenis ikan bawal air
tawar (Colossoma macropomum) yang aslinya dari Amerika Selatan dan
sudah berhasil dikembangkan di Indonesia. Induk betinanya perlu
disuntik beberapa kali persiapan yaitu P (1-5) dengan jarak waktu
masing-masing 24 jam diantara 2 injeksi. Lalu menyusul berturut-
turut suntikan penentu (Decisive) 2 x yaitu D (1-2) dengan dosis
sebanyak 40% dan 60% dengan jarak waktu penyuntikan 6 jam.
Menurut Woynarovich dan Horvath (1980) urut-urutannya dapat
digambarkan seperti berikut ini:
24 jam
6 jam 24 jam
D2 (60 %) D1 (40 %) P5(5-10 %)
Metoda ini efektif untuk jenis-jenis ikan tropika dan yang biasa
memijah di air tergenang (Woynarovich & Horvath, 1980)
Perlu diketahui bahwa keperluan hormon lebih banyak
apabila bentuk tubuh ikan besar (gendut) berarti ovariumnya tebal.
Ketebalan ini diukur dari lingkar perut ikan. Hal ini
diketahui/berlaku pada ikan karper cina (untuk spesies ikan lain
belum ada pengalaman atau data), seperti dibawah ini. Dosis hipofisa
kering yang disesuiakan dengan lingkar perut ikan dapat dilihat pada
Tabel 2 di bawah ini :
TABEL 2. DOSIS HIPOFISA KERING DAN LINGKAR PERUT IKAN
Maksimum lingkar 38 40 42 43 46 50 55 60
perut (cm)
Dosis hipofisa kering 3.0 3.3 3.5 3.8 4.0 4.5 5.0 5.8
(mg/kg berat badan)
(Sumber : Woynarovich dan Horvath (1980)
5. 4 M EN E NT UK AN D OS IS H OR M O N
Pada proses ovulasi secara alamiah, ikan mampu secara persis dan
teratur mengatur pembentukan hormonnya sendiri. Sedemikian rupa
sehingga tidak akan terjadi kelebihan maupun kekurangan. Pada
kasus hipofisasi dimana hormon tambahan disuntikan kedalam
tubuh ikan, disini tentu ada sebagian hormon yang hilang sewaktu
disuntikan atau sewaktu diproses menjadi larutan. Hal ini disebabkan
karena memang sulit menentukan dosis yang persis, melainkan
secara kira-kira saja. Oleh karena itu sebaiknya dalam menentukan
dosis, dilebihkan dari perhitungan (10%-25% lebih banyak).
Menurut Woynarovich (1950), satu dosis atau disebut 100% dosis
biasanya dipergunakan satu butir kelenjar hipofisa (berat 1 butir
kelenjar tersebut adalah antara 2,5-3 mg yang diambil dari seekor
ikan mas berat badan 1,5-2 kg). Kemudian digunakan sebagai berikut:
a. Untuk ikan penerima (recipient) yang beratnya 5 kg atau lebih
(ukuran besar) dipergunakan satu dosis hipofisa per-kg berat
recipient. (1 dosis = 2,5-3 mg kelenjar hipofisa).
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 56
Setelah sel sperma masuk ke dalam sel telur, maka mikropil segera
menutup dan sel telur menjadi berkembang karena menyerap air
(hidrasi). Lamanya proses hidrasi telur itu berlangsung adalah antara
1-1,5 jam. Namun mikropilnya sudah tertutup setelah 1 menit telur
itu kontak dengan air atau cairan. Dengan kehadiran sel sperma,
maka inti sel telur melakukan pembelahan meiose ke-2, sehingga
kromosomnya menjadi 1 n. Lalu terjadi penggabungan dengan inti
sperma yang juga sudah mengandung 1 n kromosom, sehingga
terjadilah embrio (janin) dengan 2 n kromosom yang normal.
Sementara itu proses hidrasi telur terus berlanjut yang lamanya 1
sampai 1,5 jam. Bila proses hidrasi selesai, ukuran besarnya telur
dapat mencapai 10-60 kali lipat dari pada ukuran telur ketika baru
dikeluarkan dari dalam ovarium. Proses hidrasi telur itu selalu terjadi
walaupun seandainya telur tidak terbuahi. Terbuahi atau tidak, telur
tetap hidrasi (menyerap air). Maka harus diperhatikan bila
menyelenggarakan fertilisasi buatan dengan stripping, wadah telur
itu harus jauh lebih besar ( 10-15 x) dari volume telur yang ditadah,
agar nanti setelah hidrasi telur tidak tumpah. Stripping di atas meja
untuk ikan yang berukuran besar dapat dilihat pada Gambar 18
berikut ini :
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 68
Beberapa jenis ikan berasal dari luar negeri yang mempunyai sifat-
sifat yang menguntungkan karena pertumbuhannya cepat dan efisien
dalam pemanfaatan makanan alami seperti ikan bawal air tawar
(Colossoma sp.) yang berasal dari Amerika Selatan, lele dumbo asal
dari Hongkong/Taiwan, ikan nila asal dari Thailand dan Philipina,
telah berhasil berkembang di Indonesia.
6. 1 ME M P ER O L E H C AL O N - CA L O N IN DU K
Calon Induk ikan dapat diperoleh dari berbagai cara yaitu :
Maka dengan cara membuat hatchery ikan salmon itu, manusia dapat
menjamin kelestarian dan kesinambungan dari produksi ikan salmon
untuk daerah yang bersangkutan.
6. 2 T E KN O L O GI P E M E LI HA R AA N I ND UK
Teknik pemeliharaan induk di kolam merupakan prasyarat untuk
dapat memperoleh induk yang bermutu baik (artinya : sehat,
terseleksi secara genetik dan keturunannya terkontrol, mempunyai
fekunditas yang tinggi dan mutu telur baik serta daya tetas yang
tinggi pula). Oleh sebab itu faktor yang penting dalam pemeliharaan
induk ikan untuk keperluan perkembangan telurnya ialah kondisi
lingkungan yang baik dan cocok serta pakan dalam kuantitas yang
cukup dan berkualitas baik.
Hampir semua jenis ikan dapat dipelihara di dalam kolam atau jaring
apung secara terkontrol sampai mencapai tingkat perkembangan
gonad pada fase istirahat yaitu telur pada fase dormant. Hanya saja
untuk dapat memijah/kawin, tidak semua ikan dapat dengan mudah
melakukannya, melainkan memerlukan perlakuan dan penanganan
atau rangsangan khusus (induced spawning). Sebagai contoh, ikan asal
sungai seperti grass carp, silver carp, dimana setelah dipelihara di
kolam dan mengalami pematangan gonada (fase dormant) harus
disuntik dengan hormon tertentu agar dapat mengalami ovulasi atau
memijah. Demikian juga ikan lele dumbo, ikan bawal air tawar, yang
semula diimport dari luar negri, sehingga di Indonesia perlu disuntik
hormon agar dapat memijah, karena alam di negara kita berbeda
dengan di wilayah asli dari jenis-jenis ikan tersebut.
6.2.1 Tempat Pemeliharaan Induk
Induk-induk ikan dan calon induk baik jantan maupun betina
memerlukan tempat pemeliharaan yang cocok untuk masing-masing
spesies. Yang paling mudah, karena dapat dipelihara di kolam tanah
biasa atau di dalam keramba jaring apung yaitu pada kebanyakan
ikan air tawar. Persyaratan yang harus dipenuhi ialah kedalaman air
harus memadai. Untuk ikan-ikan bertubuh kecil seperti ikan nila, ikan
mujair, ikan tawes, mas dan berbagai jenis ikan hias yang kecil-kecil
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 74
6. 3 P E MB EN IH AN IK AN MA S ( CY PR IN U S CA RP I O L. )
Cyprinus carpio atau ikan mas dibudidayakan di berbagai pulau di
Indonesia. Menurut statistik perikanan pada Direktorat Jenderal
Perikanan bahwa produksi ikan budidaya terbanyak adalah produksi
ikan mas yaitu sekitar 83.885 ton pada tahun 2002. Di Indonesia ikan
mas dibudidayakan dikolam, sawah, keramba/keramba jaring apung
(KJA) diberbagai wilayah, dari pulau Sumatera hingga Papua.
Namun produksi yang terbanyak adalah di pulau Jawa dan Sumatera.
Induk ikan mas di Indonesia terdapat berbagai varietas dan sub
varietas seperti varietas Cyprinus carpio, varietas flavipinnis C.V., yang
warnanya jingga. Varietas ini kemudian dibagi menjadi beberapa sub-
varietas, antara lain Sinyonya yang berwarna jingga dan bermata
sipit, kancra domas yang berwarna coklat dan mengkilap keemasan
(Jhingran & Pullin, 1985). Kemudian ada varietas sebagai hasil dari
pemuliaan yang telah dilakukan yakni Karper Punten yang warnanya
kehijauan gelap (di daerah Malang, Jawa Timur). Sedangkan strain
Majalaya dari Jawa Barat juga berwarna hijau gelap dengan badan
yang lebih gemuk dan pertumbuhannya lebih cepat.
Karper Kaca (mirror carp) dengan nama ilmiah Cyprinus carpio
varietas specularis, ikan asli dari Galicia atau Franconia dan
disebarluaskan ke Indonesia pada awal abad 20, seperti diungkapkan
oleh Jhingran dan Pulin (1985). Ikan mas ini sisiknya sedikit berjejer
pada bagian punggung.
Di Jepang dikenal ada varietas Asagi dan Yamato. Di Rusia,
Yugoslavia, dan Hungaria juga dibudidayakan beberapa varietas
Cyprinus carpio, yang khas dan hidup di daerah sub tropika yang
mempunyai empat musim itu. Di sana, pada musim dingin (winter),
ikan mas berhenti tumbuh karena suhu yang dingin sehingga
pertumbuhannya terhenti untuk beberapa bulan dalam setahun.
Di Indonesia, ikan mas untuk pertama kali dapat memijah pada umur
8-12 bulan, dengan berat badan 0,5-1kg. Induk ikan mas dapat
memijah berselang 3 bulan. Setelah memijah, ovarium segera mulai
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 79
6. 4 P E MB E NI HA N IK AN - IK AN L A UT
Ikan kerapu merupakan segolongan ikan yang terdiri dari beberapa
genus. Di Indonesia habitat ikan kerapu ialah daerah terumbu karang
yang tersebar di hampir seluruh wilayah laut di Indonesia. Dibanding
dengan ikan golongan lain sesama ”ikan karang”, ikan kerapu
harganya paling mahal di pasar internasional. Menurut Sugama
(1999) golongan ikan karang yang teknik pembenihannya telah
dicoba dan berhasil memproduksi benih, antara lain: kerapu tikus
atau juga dikenal sebagai kerapu bebek (Cromileptis altivelis), kerapu
sunu (Plectopomus maculatus sinonim Plectopomus aerolatus atau
Plectopomus maculatus), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), ikan
napoleon (Cheillinus undulatus), kerapu lumpur (Epinephelus coioides
sinonim Epinephelus tauvina), kerapu malabar (Epinephelus
malabaricus), kerapu batik (Epinephelus microdon). Yang telah siap
dikembangkan di kalangan nelayan adalah kerapu macan, kerapu
bebek atau kerapu tikus dan kerapu sunu.
Disamping itu juga kakap merah (Lutjanus johnii), kakap putih (Lates
calcarifer), beronang (Siganus spp.), ikan ekor kuning (Caranx ignobilis),
ikan trevally (Gnathodon spicious, Aketis indicus) dikenal sebagai ikan
kuwe, ikan bandeng (Chanos chanos). Tetapi kebutuhan produksi
benihnya masih belum mencukupi dan kebanyakan masih
bergantung dari hasil tangkapan yang sifatnya musiman dari laut.
Oleh karena itu penelitian masih terus dikembangkan atau
diupayakan. Pembesaran ikan laut dilakukan dalam keramba jaring
apung dan sebagian kecil dibesarkan dalam tambak, seperti ikan
bandeng, kakap putih dan baronang.
6.4.1. Pemeliharaan Induk Kerapu
Induk ikan kerapu yang sudah paling berhasil dilakukan di hatchery
ialah ikan kerapu tikus dan kerapu macan. Calon induk diperoleh
dari tangkapan di daerah habitat aslinya, yaitu daerah terumbu
karang. Induk betina berukuran 1,5-2,5 kg dan jantan berukuran 3 kg
lebih. Ikan kerapu bersifat ”hermaphrodit protogini”, artinya ketika
masih muda berkelamin betina dengan berat badan berkisar 1,5-2,5
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 81
kg/ekor. Sedangkan setelah lebih tua dengan berat badan lebih dari 3
kg berubah kelamin menjadi jantan. Karena semakin tua resiko mati
atau tertangkap oleh nelayan, maka sering dialami kekurangan
pejantan untuk pembenihan di panti-panti pembenihan (hatchery).
Calon-calon induk ikan kerapu yang masih tingkat perkembangan
kelamin ”remaja” dipilih yang sehat, tanpa cacat tubuh, lalu
dipelihara (didomestikasikan) di dalam keramba jaring apung di laut
atau dapat juga langsung dipelihara di dalam bak-bak besar yang
berkapasitas 10-200 m3 dengan kedalaman 3 m yang sudah dibangun
di tepi pantai pada panti-panti pembenihan. Lamanya waktu
domestikasi adalah berkisar antara 6-12 bulan.
Padat penebaran calon induk dalam bak-bak pemeliharaan adalah 1
ekor/3m3 atau 1 ekor/5m3. Dalam masa pemeliharaan ini, kondisi air
harus diupayakan selalu terjaga atau berkualitas baik. Pergantian air
adalah 200-300% per hari. Air laut untuk pergantian air harus bersih
dari organisme-organisme yang mengganggu dan bebas dari bibit
penyakit. Air laut harus disaring 2-3 kali sebelum diisikan ke dalam
bak pemeliharaan ikan. Sekurang-kurangnya sebulan sekali, dinding
dan dasar bak harus dibersihkan dari organisme penempel yang tidak
dikehendaki, sementara itu ikan-ikan yang dipelihara dipindahkan ke
dalam bak lain yang telah dibersihkan dan dipersiapkan sebelumnya.
Setiap hari sisa-sisa pakan dan kotoran harus disipon dari dasar bak.
Kondisi kesehatan ikan harus diperiksa sekurang-kurangnya dua kali
perbulan. Bila ada gejala-gejala penyakit harus segera diambil
tindakan pengobatan yang sesuai dan dilakukan pembersihan bak.
Karena itu pengelolaan hatchery ikan laut memerlukan biaya yang
besar.
6.4.2. Pakan Induk
Pakan untuk induk ditujukan/dipergunakan untuk pemeliharaan
tubuh dan terutama untuk perkembangan gonad supaya dapat
memproduksi telur yang banyak (fekunditas tinggi), daya fertilitas
tinggi dan kandungan kuning telur yang berkualitas baik sebagai
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 82
atau Ovaprim. HCG yang diekstrak dari urine wanita hamil juga
banyak digunakan untuk merangsang pemijahan ikan.
Bila hormon berbentuk serbuk biasanya dalam kemasan sudah
berpasangan dengan pelarut 0,7% NaCl murni. Satuan dosis hormon
untuk ikan kerapu berkisar antara 150-800 IU/kg berat badan ikan
yang ditentukan berdasarkan tingkat kematangan oocyt dan sperma
yang telah diukur dengan metode yang telah diuraikan pada butir
Pemilihan Induk.
Jumlah hormon per-individu ikan yang beratnya 8 kg misalnya, bobot
individu dikalikan dengan satuan dosis suntikan yaitu 8 x 800 IU =
64.000 IU. Berarti harus dibuat larutan hormon sebanyak 6,4 botol
(dibulatkan 7 botol bila kadar per botol 1000 IU). Volume larutan
menjadi 7 x 2 ml = 14 ml. Ini diperkirakan keencerannya sudah
memadai untuk disuntikkan pada 2 kali suntikan yaitu sekali di sisi
punggung kiri, dan sekali lagi di sisi punggung kanan dalam waktu
yang bersamaan. Penelitian yang dilakukan di Balai Besar Budidaya
Ikan Laut, Gondol Bali (Arief, 2003) menyatakan bahwa suntikan
dengan dosis hormon 450 IU dan 750 IU/kg berat badan hanya
mampu meningkatkan ukuran telur (Oocyt) menjadi 400 dan 550 µm.
Kemungkinan dosis ini terlalu rendah untuk merangsang pemijahan
ikan kerapu khususnya ikan napoleon. Penyuntikan dengan dosis
900-1200 IU/kg berat badan, semua berhasil memijah. Namun
demikian pada dosis 900 IU/kg berat badan, semua induk betina
berhasil memijah, tetapi persentasi fertilisasi dan derajat penetasan
rendah, yaitu hanya 5-15%. Pada dosis 1200 IU/kg berat badan,
fertilisasi dapat mencapai 72 % dan derajat penetasan sebesar 45 %.
Pemijahan ikan kerapu rata-rata selalu terjadi sore hari sampai tengah
malam, yaitu 9-10 jam setelah penyuntikan kedua (Arief, 2003). Ikan
kerapu dapat memijah setiap bulan yang dipelihara dengan
manajemen pakan, kualitas air dan rangsangan hormon yang baik
dan cocok.
Pada kerapu bebek, menurut percobaan oleh Trijoko dkk. (2001)
menunjukkan efektifitas perlakuan dengan hormon LHRH-a dan 17-
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 87
Bab 7
Teknologi Produksi Benih Ikan
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 90
7. 2 T E KN IK PE N ET AS AN T E LU R
Persyaratan air untuk penetasan telur adalah:
a. Air harus jernih, sedikit mungkin mengandung lumpur, sebab
lumpur dapat melekat pada telur dan menyebabkan
pembusukan atau tertular bakteri.
b. Air mengalir dan mengandung oksigen terlarut minimum 6
ppm. Derasnya aliran air di dalam wadah penetasan minimum 1
liter per detik. Aliran air yang keluar dari wadah akan
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 93
7. 3 T E KN IK PE N GA N GK UT A N T E L U R IK A N
Berkenaan dengan sifat telur yang lebih lambat menetas pada suhu
rendah, maka sifat ini dipergunakan dalam teknik mengangkut telur
jarak jauh. Telur yang sudah dibuahi dapat diangkut dengan cara
mengemas telur di dalam wadah yang keadaannya dibuat selalu
lembab oleh air/uap air dan suhunya diturunkan, misalnya 10-15ºC
(untuk ikan-ikan tropika, telurnya tidak tahan pada suhu yang terlalu
rendah). Hal seperti ini dapat menunda saat penetasan). Setibanya di
tempat tujuan, suhu dapat dinaikkan dengan meletakkan di ruang
biasa pada suhu kamar 25-28ºC, ditaruh di dalam bak berisi air bersih
dan cukup mengandung oksigen terlarut (DO) agar telur tersebut
dapat menetas.
Mengangkut telur-telur ikan diperkirakan lebih mudah dibandingkan
dengan mengangkut benih ikan hidup. Pengangkutan telur ikan,
belum biasa dilakukan di Indonesia, sehingga perlu dilakukan uji
coba untuk memperoleh disain wadah, kepadatan telur, suhu rendah
yang dapat ditolerir dan lain sebagainya. Mengingat bahwa sifat telur
ikan berbeda-beda pada berbagai jenis/species ikan.
7. 4 LA R VA IKA N
Anak ikan yang baru saja menetas merupakan mahluk yang amat
lemah dan peka terhadap lingkungan hidupnya. Anak ikan ini
disebut “larva” atau “burayak”.. Bentuknya pada spesies tertentu
mirip dengan ikan yang dewasa, tetapi pada spesies lainnya mungkin
jauh berbeda bentuk maupun sifatnya dengan ikan yang dewasa.
Pada umumnya larva ikan mempunyai sifat-sifat sbb:
• organ tubuhnya belum sempurna
• ukurannya hanya beberapa mm saja (7-10 mm)
• mulutnya belum terbuka
• saluran pencernaan dan alat pernapasan belum berfungsi.
Makanannya masih diserap dari sisa kantong kuning telurnya.
Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi pada pembuluh
darah renik yang mengelilingi kantong kuning telur dan/atau
menembus kulitnya yang transparan.
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 95
berat kira-kira 10-15 gram per ekor. Pada tahap pembenihan ini,
pakan alami dengan pemupukan tak cukup dan penambahan pakan
buatan merupakan keharusan agar benih ikan tidak kekurangan
pakan dan dapat tumbuh pesat. Pakan buatan yang diberikan berupa
pakan buatan pabrik dengan kandungan protein 25-30% dengan
ukuran remah (crumble) atau pellet kecil agar dapat ditelan oleh benih
ikan itu. Pemeliharaan selanjutnya adalah pembesaran benih
gelondongan besar menjadi ikan konsumsi.
7.4.4. Pemeliharaan Larva Ikan di Laut
Ikan-ikan laut seperti kerapu, kakap putih, kakap merah dan
sebagainya. Pemeliharaannya dilakukan di dalam bak-bak pada
panti-panti pembenihan khusus. Setelah induk-induk ikan laut
berhasil dipijahkan sebagaimana telah dibahas di dalam Bab .II, III
dan IV baik dengan rangsangan hormon ataupun dengan manipulasi
lingkungan, telur yang dibuahi akan mengapung di air. Bak
pemijahan telah diperlengkapi dengan bak penampung telur (Lihat
Gambar 23) dan dipasang jaring untuk mengumpulkan telur-telur
tersebut.
GAMBAR 22. BAK PEMIJAHAN INDUK (A) DAN EGG COLLECTOR (B),
(BBAP SITUBONDO, 2008)
Telur diseleksi, yang mengendap ialah telur yang tidak terbuahi atau
yang mati. Telur yang terbuahi dipindahkan ke dalam bak penetasan.
Setelah menetas larva tetap di pelihara di dalam bak tersebut sampai
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 102
beberapa hari agar larva tersebut cukup kuat. Bak penetasan telur
berlanjut sampai larva, bak itu sebaiknya berbentuk bulat (Sugama,
1999). Dengan kedalaman 1-1, 2 meter volume 10-16 ton, dinding bak
sebaiknya di cat warna biru di lengkapi aerasi dan di atasnya di beri
lampu 40 watt. Kepadatan larva 5 ekor/ml, untuk penetasan telur dan
larva yang masih muda sebaiknya di gunakan batu aerator yang
mengeluarkan gelembung udara yang lembut. Setelah berumur 3 hari
larva mulai makan, karena itu harus sudah tersedia Chlorella atau
Nannochloropsis dengan kepadatan 500 sel/ml. Juga diberi Rotifer
ukuran SS (sangat kecil) dengan kepadatan 5 ekor/ml.
Selanjutnya Sugama (1999) menjelaskan bahwa setelah larva berumur
8 hari mulai diberi pakan rotifera yang ukuran S (sedikit lebih besar)
dengan kepadatan 5-7 ekor/ml. Setelah berumur 17 hari selain rotifera
juga diberi pakan tambahan secukupnya berupa ”micro diet”
(berukuran mikron) yang habis termakan dalam 1 jam. Nauplii
artemia yang telah diperkaya dengan DHA dan EPA dan vitamin mix,
diberikan pada larva setelah berumur 20 hari dengan kepadatan
artemia yakni 0,1-0,5 ekor/ml. Mulai hari ke 25 larva diberi pakan
buatan sebagai pakan utama dan nauplii artemia dikurangi menjadi
0,1 ekor/ml media air. Istilah ”larva” tetap digunakan sampai
berumur 40 hari setelah menetas (D40). Berbeda dengan pada ikan air
tawar menurut Woynarovich (1950) istilah ”larva” dipakai sejak
menetas sampai anak ikan itu dapat memakan makanan dari luar
yaitu setelah telur (yolk) habis terserap. Selanjutnya anak ikan disebut
benih (fry).
Bab 8
Penutup
PENUTUP 104
Budidaya Laut dan Pantai Jakarta, Des. 1999. Pus. Lit. Bangkan,
1999.
Tridjoko, E. Setiadi dan N. A. Giri., 2001. Peningkatan Frekuensi
Pemijahan dan Mutu
Telur Ikan Kerapu Bebek (Chromileptis altivelis), dengan perbaikan
jenis pakan. Hormon dan Lingkungan Pemeliharaan. Seminar
Teknik Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di
Indonesia, DKP, 2001.
Yodriksa, M., S. Djunaidi, Y. Destari dan Nuraini., 1996. Teknik
Pematangan Gonad
dan Pemijahan Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus). Dit. Jen.
Perikanan, Loka Budidaya Air Payau, Situbondo (Seminar di
Batam). Mei, 1996.
Woynarovich, E and L.Horvath , The Artificial Propagation of Warm
water Finfishes – A Manual for Extension. FAO Fisheries
Technical Paper No.201 , Rome 1980.
to Freshwater Fish Farming in China. NACA, Bangkok, 1985.
107
Hawaii. Sejak 982 sampai 2013 ia menjadi tenaga pengajar tidak tetap
untuk mata kuliah Budidaya di Tambak, Pembenihan Ikan dan udang
di Sekolah Tinggi Perikanan. Selama masa kerjanya ia telah menulis
banyak buku teknis budidaya ikan untuk bahan penyuluhan yang
bersifat kedinasan dan beberapa buku yang telah diterbitkan oleh
Penerbit Penebar Swadaya antara lain Budidaya Ikan Lele, budidaya Ikan
Nila, Budidaya Udang Windu dan Ikan Hias Guppy.
View publication stats