Anda di halaman 1dari 120

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/350372870

Teknologi Pembenihan Ikan secara Buatan

Book · March 2021

CITATIONS READS

0 1,895

3 authors, including:

Ishaaq Saputra
Curtin University
28 PUBLICATIONS 16 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ishaaq Saputra on 25 March 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Teknologi Pembenihan
Ikan secara Buatan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ketentuan pidana
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
DAFTAR ISI 3

Teknologi Pembenihan
Ikan secara Buatan

AMYDA SURYATI PANJAITAN


ISHAAQ SAPUTRA
SITI RACHMATUN SUYANTO
TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN SECARA BUATAN
Copyright © 2021

Penulis:
Amyda Suryati Panjaitan
Ishaaq Saputra
Siti Rachmatun Suyanto

ISBN: 978-623-331-048-2

Penyunting dan Penata Letak:


Ishaaq Saputra

Penerbit:
PENERBIT ELMARKAZI
Anggota IKAPI

Alamat penerbit:
Jl.RE.Martadinata RT.26/05 No.43 Pagar Dewa,
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu 38211
Website: www.elmarkazi.com dan www.elmarkazistore.com
E-mail: elmarkazipublisher@gmail.com
No Hp : 0823 7733 8990

Cetakan Pertama, Maret 2021


viii, 109 halaman; 14.8 x 21 cm

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak maupun mengedarkan buku dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa izin tertulis dari penerbit maupun penulis
Daftar Isi
Prakata ................................................................................................... vii

BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................... 1

BAB 2. BIOLOGI DASAR ...................................................................... 9


2.1 Pengenalan jenis ikan, menurut sistematika zoologi ............... 10
2.2 Daur (Siklus) Hidup ..................................................................... 10
2.2.1 Tahap telur .................................................................................... 11
2.2.2 Larva .............................................................................................. 11
2.2.3 Pasca larva .................................................................................... 11
2.2.4 Tahap benih .................................................................................. 12
2.2.5 Tahap dewasa ............................................................................... 13
2.3 Hama dan Penyakit ........................................................................ 15

BAB 3. BIOLOGI REPRODUKSI ........................................................ 17


3.1 Perkembangan Kedewasaan Kelamin Ikan ............................... 18
3.2 Perkembangan Sel Telur dan Sperma Ikan ............................... 20
3.2.1 Perkembangan Pembentukan Sel Telur .................................... 21
3.2.2 Pembentukan Sperma ................................................................. 25
3.3 Sifat dan Perilaku Alamiah Pemijahan Ikan ............................. 25
3.3.1 Umur dan Ukuran Induk ............................................................ 26
3.3.2 Musim dan Frekuensi Pemijahan .............................................. 26
3.3.3 Lingkungan Pemijahan. ............................................................. 26
3.3.4 Kepedulian Induk Terhadap Telur dan Anaknya .................. 26
DAFTAR ISI vi

3.3.5 Ikan Pembuat Sarang .................................................................. 27


3.4 Jumlah dan Ukuran Telur ............................................................ 28

BAB 4. HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN............... 33


4.1 Mekanisme Perkembangbiakan Ikan ......................................... 34
4.2 Hipofisasi ....................................................................................... 36
4.3 Hormon Lain ................................................................................. 38
4.4 Mengumpulkan Kelenjar Hipofisa ............................................. 40
4.5 Cara Mengambil Kelenjar Hipofisa ............................................ 41

BAB 5. PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN .................... 49


5.1 Perlakuan Terhadap Ikan yang Disuntik Hormon ................... 51
5.2 Lokasi dan Metode Penyuntikan ................................................. 51
5.3 Metode Injeksi Hormon ................................................................ 53
5.4 Menentukan Dosis Hormon ......................................................... 55
5.5 Fertilisasi Buatan dan Pemijahan Buatan ................................... 57
5.5.1 Fertilisasi Buatan (Pembuahan Buatan) .................................... 58
5.5.2 Pemijahan Buatan (Spontan) di Tempat Terkontrol ............... 58
5.6 Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Pemijahan ....... 61
5.7 Praktek Teknik Fertilisasi Buatan ................................................ 62
5.7.1 Fertilisasi Buatan Dengan Cara Stripping ................................ 63
5.7.2 Cairan Fertilisasi .......................................................................... 64

BAB 6. Pemeliharaan Induk Ikan....................................................... 69


6.1 Memperoleh Calon Induk ............................................................ 71
6.2 Teknologi Pemeliharaan Induk .................................................... 73
6.2.1 Tempat Pemeliharaan Induk .................................................... 73
6.2.2 Pakan Induk ................................................................................ 74
6.2.3 Seleksi Induk Sebelum Dipijahkan .......................................... 75
6.2.4 Kesehatan Induk ........................................................................ 76
6.3 Pembenihan Ikan Mas ................................................................... 78
6.4 Pembenihan Ikan- Ikan Laut ........................................................ 80
BAB 7. Teknologi Produksi Benih Ikan ............................................. 89
BAB 8. Penutup .................................................................................. 103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 105
Prakata

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang maha pengasih


dan penyayang atas rahmat dan anugerahNya, sehingga kami penulis
dapat menyelesaikan buku ini dengan judul ” Teknologi Pembenihan
Ikan Secara Buatan ”.
Buku ini merupakan kumpulan teks kuliah salah satu mata ajaran
yang penting untuk Program Studi Teknologi Akuakultur, Jurusan
Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan pada Politeknik AUP,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Penyusun buku teks
ini telah mengajar dan membimbing praktikum para mahasiswa
Sekolah Tinggi Perikanan di Jakarta dalam kurun waktu 25 tahun,
sehingga dapat mengetahui bahwa pelajaran yang telah kami berikan
kepada para putra-putri generasi penerus bangsa ini ternyata dapat
mempratekkan teknologi pembenihan ikan sebagai bekal awal (dasar)
bagi mereka untuk berkiprah dalam bidang budidaya ikan dan
mereka terus dapat mengembangkan ilmu ini sesuai dengan
perkembangan yang mutakhir.
Oleh karena itu kami berharap agar buku teks ini dapat dicetak untuk
disebarluaskan kepada kalangan masyarakat luas, baik para pelajar
tingkat Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan maupun para
mahasiswa yang mempelajari bidang Perikanan serta masyarakat
luas yang berminat untuk mengembangkan budidaya ikan.
PRAKATA viii

Kami dengan besar hati mengakui bahwa buku ini telah


mempergunakan buku-buku tentang teknologi pembiakan ikan yang
diterbitkan oleh FAO khususnya Fisheries Technical Paper seri nomor
201 tahun 1980 yang disusun oleh DR. E. Woynarovich dan DR. L.
Horvath. Buku ini diterbitkan dengan tujuan untuk dipergunakan
sebagai bahan penyuluhan pengembangan budidaya ikan di negara-
negara berkembang. Selain itu penulis telah menambahkan pula
beberapa praktek pembiakan ikan secara buatan dengan atau tanpa
injeksi hormon yang telah dikembangkan di Indonesia.
Sudah barang tentu buku ini jauh dari sempurna, maka apabila
terdapat kekurangan atau ketidaksempurnaan pada penulisan buku
ini, penulis dengan hati terbuka dan rasa terima kasih kepada pihak
manapun yang berkenan memberikan saran dan masukan untuk
lebih menyempurnakan buku ini.

Jakarta, September 2020

Penulis
Bab 1
Pendahuluan
PENDAHULUAN 2

Perkembangan kebutuhan ikan untuk konsumsi penduduk dunia


yang makin bertambah, menyebabkan kekhawatiran bahwa produksi
penangkapan ikan dari laut maupun dari perairan umum lama
kelamaan tidak lagi mencukupi. Sinyalemen tersebut sudah sejak
dekade 1960-an dibicarakan oleh para ahli pangan dunia (FAO), dan
disepakati bahwa mulai sekarang haruslah budidaya ikan
diupayakan lebih intensif untuk mengantisipasi menurunnya
produksi dari usaha penangkapan ikan dari laut maupun dari
perairan umum air tawar.
Walaupun sampai saat ini menurut perhitungan para ahli potensi
sumberdaya ikan dilaut masih cukup besar dan bahwa hasil
penangkapan ikan dari laut masih dapat mencukupi untuk
kebutuhan konsumsi, tetapi ternyata bahwa usaha pembudidayaan
ikan untuk jenis-jenis tertentu memberikan hasil yang lebih baik dari
segi keunggulan mutu jenis (lebih cepat tumbuh, lebih tahan
penyakit/tahan gangguan lingkungan, rasa daging lebih enak, dsb).
Hasil ikan budidaya ternyata dapat menjadi lebih baik dari pada
produk ikan hasil penangkapan dari laut karena hasil tangkapan
selalu sampai di tangan konsumen dalam keadaan sudah mati,
walaupun diawetkan dan derajat kesegarannya seringkali sudah
menurun. Sedangkan ikan hasil budidaya dapat dipanen sesegera
mungkin sebelum dikonsumsi, dalam keadaan yang segar bahkan
masih dalam keadaan hidup sampai di tangan konsumen.
Selain dari pada itu, beberapa ikan tertentu dari perairan umum, ada
yang telah menunjukkan gejala terancam punah disebabkan karena
terjadi gangguan penurunan mutu lingkungan tempat hidupnya atau
karena akibat penangkapan ikan yang terlalu banyak (over fishing)
sehingga tidak berkesempatan untuk berkembangbiak secara
alamiah/lestari. Jenis tertentu yang terancam punah itu harus
diupayakan pembudidayaannya, terutama mengusahakan
pembiakannya secara buatan dan terkendali agar jenis itu dapat
tertolong dari kepunahan bahkan kalau dapat dilestarikan. Contoh
kasus jenis ikan yang dalam keadaan terancam punah di negara kita
ialah ikan Arwana (Scleropages sp.) yakni suatu jenis ikan hias yang
PENDAHULUAN 3

sangat mahal harganya. Ikan belida (Notopterus spp.) sebagai bahan


baku pembuat krupuk Palembang, yang hidup diperairan air tawar
daerah aliran sungai di Kalimantan dan Sumatera.
Dalam arti luas, lingkup kegiatan usaha budidaya ikan adalah :
a. Usaha Pembesaran ikan
Yaitu kegiatan memelihara/membesarkan ikan mulai dari
benih ikan ukuran tertentu, sampai memanennya dalam bentuk
ikan yang ukurannya besar dan layak untuk dikonsumsi
(disantap).

b. Usaha Pembenihan ikan


Yaitu kegiatan mengusahakan ikan untuk dapat dihasilkan
benih ikan.
Kedua jenis usaha tersebut dapat diusahakan oleh perorangan
maupun oleh suatu badan usaha/perusahaan/koperasi/
kelompok tani. Kedua jenis usaha tersebut dapat diusahakan
secara terpisah (salah satu usaha saja ) maupun secara bersama-
sama (integrated).
Skala usahanya dapat kecil, sedang, maupun besar, sesuai dengan
kemampuan atau aset yang dimiliki.
Dalam buku ini khusus akan diuraikan tentang jenis usaha
pembenihan ikan saja yaitu berbagai aspek yang menyangkut
kegiatan memproduksi benih ikan .
Pada Bab I (Pendahuluan), meliputi aspek-aspek pemeliharaan dan
penanganan calon induk ikan sampai dapat mengandung telur yang
matang didalam gonadanya dan siap untuk dipijahkan.
1. Mengadakan pemijahan ikan didalam kolam pemeliharaan
secara terkendali, baik dengan rangsangan/suntikan hormon
maupun hanya dengan cara manipulasi lingkungan
sedemikian rupa sehingga ikan-ikan mau/dapat memijah
didalam kolam/bak pemeliharaan secara terkontrol.
PENDAHULUAN 4

Sementara orang menganggap bahwa “pemijahan ikan secara


buatan” itu selalu dengan injeksi hormon. Sebenarnya,
pemijahan didalam kolam/bak yang diatur oleh manusia
dengan cara meyiapkan/mengadakan tempat bertelur
(sarang/kakaban), supaya ikan menjadi terangsang untuk
memijah, kegiatan seperti itu juga termasuk pembiakan
buatan, karena terjadi diluar lingkungan alamiahnya.
2. Mengadakan fertilisasi buatan dengan cara stripping yaitu
mengurut perut ikan betina dan jantan, menampung telur
dan sperma di dalam suatu wadah, supaya terjadi
pembuahan telur dalam wadah tersebut.
3. Mengumpulkan telur yang telah dibuahi tersebut di dalam
tempat penetasan yang khusus dan terkontrol, agar supaya
telur dapat menetas dengan derajat penetasan setinggi
mungkin, karena di tempat terkontrol itu sifat-sifat kimia dan
fisika airnya serba terkendali sesuai dengan persyaratan telur
untuk menetas (kadar oksigen tinggi, air jernih, bebas
pencemaran, sinar tidak terlalu kuat, suhu stabil antara 25-
29°C dan bebas dari hama/penyakit yang mengganggu).
4. Memelihara larva yang baru menetas dan keadaannya masih
lemah dan belum sempurna , agar selalu memperoleh
oksigen cukup, airnya bersih/jernih, suhu stabil terlindung
dari sinar matahari yang kuat, bebas polusi dan bebas hama
penyakit.
5. Menyediakan pakan yang memenuhi syarat (kualitas dan
kuantitasnya) sehingga burayak (post larva) ikan dapat
menangkap dan menelan pakan yang tersedia. Di dalam
praktek sering terjadi larva banyak mati ketika kantong
kuning telurnya habis terserap, larva itu mulai makan, tetapi
pakan tidak memenuhi syarat (ukuran pakan harus cukup
kecil agar dapat ditangkap oleh larva ikan yang masih lemah
geraknya), sehingga larva ikan banyak mati kelaparan. Inilah
PENDAHULUAN 5

masa kritis bagi benih ikan. Disaat ini peternak ikan harus
memelihara benih ikan secara lebih cermat.
6. Memelihara benih kebul (yang ukurannya masih kecil) di
dalam bak kolam pendederan yang kualitas airnya
terkendali, cukup pakan yang memenuhi syarat (ukuran
cukup kecil untuk ditelan oleh anak ikan dan gerak
organisme pakan tsb. lambat sehingga mudah ditangkap oleh
anak ikan) dalam kualitas dan kuantitas untuk pertumbuhan
anak ikan, bebas dari serangan hama penyakit, sehingga
dapat dihasilkan benih ikan dalam ukuran gelondongan
(fingerling) yang cocok untuk ditebarkan di kolam atau yang
sesuai dengan permintaan/kebutuhan/pesanan petani yang
akan membesarkan benih itu lebih lanjut.

Ada beberapa segi keuntungan dari kegiatan budidaya atau


pembiakan ikan oleh manusia secara terkendali atau secara buatan,
yaitu :
1. Memungkinkan untuk melindungi/menyelamatkan ikan
disaat kritis dari stadia hidupnya (yaitu selagi masih
berbentuk telur dan benih kecil), baik terhadap predator
maupun terhadap keadaan lingkungan yang buruk supaya
kelangsungan hidupnya menjadi tinggi.
2. Memungkinkan mengawinkan ikan diluar musim
pemijahannya yang alami/lazim, supaya dapat diperoleh
benih ikan tanpa bergantung kepada musim ( off season) atau
setiap saat diperlukan.
3. Memungkinkan memijahkan ikan yang didatangkan dari
wilayah iklim lain atau negara lain, untuk dikembangkan di
wilayah yang baru. Contohnya antara lain adalah ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus ), ikan jambal/lele Bangkok
(Pangasius sutchi), ikan karper rumput (Ctenopharyngodon
idella), ikan bawal air tawar (Colossoma sp.) didatangkan dari
PENDAHULUAN 6

Negara lain, dan sudah berhasil dikembangkan secara buatan


di Indonesia.
4. Memungkinkan diperoleh benih ikan lebih banyak dan tidak
tergantung musim, disesuaikan dengan kebutuhan,
berhubung permintaan yang meningkat. Misalnya
pembiakan buatan ikan bandeng (Chanos chanos F.), ikan
baronang ( Siganus spp. ), ikan sultan/klemak/jelawat
(Leptobarbus hoeveni ), ikan patin (Pangasius pangasius) ,
Pangasius jambal dan lain-lain.
5. Memungkinkan dikawinkannya ikan antar jenis dan antar
genus yang tidak dapat memijah secara alamiah, dengan
pembiakan buatan yaitu fertilisasi buatan dapat diperoleh
keturunan hibrida (bastar) yang sifatnya unggul (lebih cepat
tumbuh, penggunaan pakan lebih efisien, tahan penyakit,
tahan terhadap keadaan lingkungan yang memburuk, rasa
daging lebih enak, dan lain sebagainya).
6. Teknik rekayasa genetika untuk memperoleh varietas baru
yang unggul, dapat dilakukan dengan teknik tertentu dimana
untuk mencapainya harus dilakukan pembiakan buatan
khususnya dengan fertilisasi buatan. Contohnya teknik untuk
mendapatkan specimen yang mengandung chromosom
diploid, triploid dan seterusnya dengan cara dilakukan
kejutan suhu dingin atau dengan penyinaran ultra violet,
harus dilakukan pada saat yang tepat dari perkembangan
embryo setelah beberapa waktu dibuahi yaitu pada tahapan
pembelahan inti yang paling peka untuk dapat mengurangi
jumlah chromosomnya. Nah, agar dapat tepat waktu pada
saat yang tepat tersebut, maka fertilisasi telur harus
dilakukan secara buatan. Bila tidak tepat tentu akan gagal.
Oleh karena itu penguasaan teknik pembuahan atau
fertilisasi buatan amat penting sebagai langkah awal untuk
melakukan rekayasa genetika. Tanpa penguasaan teknik
pembiakan buatan, hampir tidak mungkin melakukan
rekayasa genetika secara canggih.
PENDAHULUAN 7

7. Lokasi pembudidayaan atau pembesaran ikan letaknya dapat


dibuat dekat dengan konsumen dengan prasarana
komunikasi yang baik, sehingga dapat dipanen sesegera
mungkin sebelum dikonsumsi dalam keadaan ikan masih
amat segar.
8. Ketika dipelihara, dapat diberi pakan yang kualitasnya sesuai
sehingga dapat menghasilkan daging ikan yang beraroma
cocok dengan selera (preferensi) konsumen. (Dengan catatan
bahwa kalau pakan yang diberikan kualitasnya buruk, justru
yang terjadi adalah sebaliknya bahwa rasa dagingnya malah
tidak enak, maka pembudidaya harus berhati-hati dalam soal
mutu pakan ikan ini).
9. Jadwal pelaksanaan budidaya (kapan saat mulai memelihara
benih dan kapan saat panen) ikan dapat diatur, sehingga saat
dibutuhkan pada waktu hari-hari penting tertentu, stok ikan
konsumsi yang dipesan oleh konsumen dapat dipenuhi.
Contoh: pada hari tahun baru, bagi etnis Cina memerlukan
ikan baronang atau “rabbit fish” (Siganus spp) yang
mengandung telur, maka orang dapat mengatur awal
pemeliharaan sedemikian rupa agar setelah pemeliharaan
beberapa bulan lamanya, tepat tahun baru Cina, stok ikan
baronang dapat dipanen dalam keadaan mengandung telur.
10. Sistem budidaya/perkembangbiakan ikan modern saat ini
memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dimana
pembawa sifat yang diturunkan (kromosom) dapat
direkayasa agar terbentuk sifat-sifat baik atau unggul yang
dapat diturunkan, sedangkan sifat-sifat yang jelek
dihilangkan. Teknik pembiakan modern yang lain ialah dapat
merubah kelamin benih ikan menjadi jantan atau betina
semua yang dikenal dengan sex conversion technique dengan
aplikasi hormon sesuai dengan kebutuhan dalam budidaya
tunggal kelamin ( monosex culture ). Misalnya pada ikan nila (
Oreochromis niloticus) hibrida dilakukan kultur tunggal
kelamin jantan agar tumbuhnya lebih cepat. Konversi
PENDAHULUAN 8

kelamin dengan hormon juga dilakukan pada ikan kerapu


agar dapat diperoleh induk jantan lebih cepat. Ikan Kerapu
bersifat “hermaphrodit protogyni” yaitu ketika muda
berkelamin betina, setelah tua pada umur tertentu berubah
kelamin menjadi jantan.
Pengetahuan dasar dalam pengembangbiakan ikan secara
alami maupun secara buatan ialah biologi reproduksi yang
diuraikan di dalam Bab II. Mekanisme tubuh ikan dalam
pengaturan reproduksi ialah hormon yang memengaruhi
perkembangan telur dan/atau sperma disebut hormon
gonadotropin yang diproduksi di dalam hipofisa (kelenjar
pituitary) diuraikan pada Bab III. Sedangkan pada Bab IV
menguraikan tentang bagaimana pemijahan buatan pada
ikan telah mengalami perkembangan yang pesat di seluruh
dunia sehingga beberapa negara telah melakukan teknologi
ini mengarah kepada peningkatan produksi benih ikan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, mengingat bahwa produksi
ikan dari laut dan perairan umum lainnya kemungkinan
tidak lagi mencukupi.
Di Indonesia, produksi benih beberapa jenis ikan laut yang
ekonomis penting seperti ikan kerapu, kakap, bandeng, dll,
juga kelak dikembangkan secara buatan dengan
menggunakan hormon sebagai perangsang perkembangan
gonad (telur dan sperma) disusul dengan pemijahan secara
spontan maupun secara fertilisasi buatan dengan stripping.
Pada Bab V dibahas tentang teknologi penyediaan induk-
induk ikan untuk pembenihan buatan. Faktor hormon, mutu
pakan dan lingkungan ternyata saling mendukung untuk
produksi telur dengan fekunditas dan daya tetas telur serta
vitalitas larva menjadi lebih baik.
Bab VI membahas tentang pelaksanaan teknis produksi benih
ikan secara massal dengan cara penerapan teknologi yang
sudah dibahas di dalam bab-bab sebelumnya.
Bab 2
Biologi Dasar
BIOLOGI DASAR 10

Apabila orang hendak mengadakan pembudidayaan ikan, yaitu


menyelenggarakan usaha pembesaran ikan secara umum, lebih-lebih
lagi bila hendak penyelenggaraan usaha pembibitan atau
pembenihan ikan, maka sebagai pengetahuan dasar hendaklah
mempelajari tentang Biologi Ikan yaitu mempelajari segala sesuatu
tentang aspek kehidupan jenis ikan yang hendak dibudidayakan itu.
Cara mempelajarinya yaitu dengan menelusuri berbagai literatur
yang ada. Berikut aspek biologi ikan yang perlu dipelajari.
2. 1 PE N G EN A LA N J EN IS I KAN, ME N UR U T
SIS TE M AT IKA Z O O L O GI
Tanda-tanda pengenalan jenis harus dicocokkan dengan anatomi dan
morfologi dari sesuatu jenis ikan yang hendak dibudidayakan itu,
agar nama jenis (species) nya tidak salah. Disusul dengan pembedaan
ikan jantan dan betinanya. Kesalahan dalam membedakan jenis
kelamin dalam suatu spesies, akan menyebabkan kegagalan dalam
perkawinannya kelak. Apa sebab ?
Sebabnya yaitu karena ikan dari sesuatu species/genera
mempunyai jumlah chromosom yang tertentu. Maka kemungkinan
besar apabila jenis ikan berbeda, jumlah chromosomnya tidak sama,
sehingga tidak dapat berpasangan dan hasil fertilisasinya tidak dapat
tumbuh menjadi embryo, cacat atau segera mati. Jadi pengenalan jenis
(species) ikan sangat perlu dipelajari.
2. 2 D AU R (S IK L US ) HID U P
Seorang peternak ikan harus berusaha untuk mengetahui bagaimana
daur hidup spesies ikan yang diternakkan. Bagaimana daur hidup
jenis ikan itu terjadi di alam aslinya. Kemudian bagaimana cara
pembiakan didalam lingkungan pemeliharaan, dengan
memanipulasi lingkungan di kolam agar dapat menimbulkan
rangsangan bagi ikan untuk mendorong pematangan gonad dan
pemijahan seperti di alam aslinya. Suatu spesies ikan pada umumnya
mempunyai beberapa tahapan (stadia) kehidupan ikan yaitu :
BIOLOGI DASAR 11

2.2.1 Tahapan telur


Yang telah dibuahi dengan embryo (janin) di dalam telur tersebut.
2.2.2 Larva
Larva adalah anak ikan yang baru menetas dari telur. Masih
menyerap kuning telurnya, belum dapat mengambil pakan dari luar.
Bentuk dan organ tubuhnya belum sempuna. Bahkan bentuknya
dapat amat berbeda dari bentuk induknya. Insang, alat pencernaan
dan gelembung renangnya belum berfungsi. Karena itu belum dapat
berenang. Kondisinya amat lemah dan perlu dilindungi. Lamanya
kuning telur sampai habis terserap dan saat metamorfosa menjadi
bentuk pasca larva, tergantung dari suhu air dan speciesnya. Pada
suhu air yang rendah, masa larva lebih lama. Untuk iklim tropika
pada umumnya dengan suhu air 25-30°C. masa larva berlangsung
selama 24-40 jam. Hal itu harus dipelajari karena untuk berbagai
species ikan sifat-sifatnya berbeda. Jadi memerlukan penanganan
yang berbeda pula.
2.2.3 Pasca larva
Ialah anak ikan yang telah melampaui masa larva, dimana organ-
organ tubuh anak ikan tersebut telah sempurna. Pada tahap ini anak
ikan telah dapat makan, bernafas dengan insang dan dapat berenang
dengan baik. Namun ukurannya masih kecil dan biasanya masih
peka terhadap kondisi lingkungan hidupnya. Karena itu harus
dilindungi dan dikelola dengan baik agar derajat kehidupannya
tinggi. Pada awal-awal peralihan dari stadia larva, pasca larva ini
umumnya mendapat kesulitan dalam mencari dan menelan
pakannya. Mengingat gerak renangnya masih lemah, dan bukaan
mulutnya masih amat kecil. Pada hari ke 1-4 haruslah disediakan
pakan yang butirnya kecil sesuai dengan bukaan mulutnya. Pakan
harus mengandung gizi yang sempurna karena amat diperlukan
untuk pertumbuhan awal. Untuk itu pakan yang baik adalah pakan
alami yaitu binatang Protozoa dan Rotifera dengan ukuran 2-5
mikron. Binatang Protozoa dan Rotifera yakni zooplankton yang
sangat kecil tersebut harus dikultur secara khusus untuk keperluan
BIOLOGI DASAR 12

pakan burayak. Apabila pakan buatan perlu diberikan, biasanya


diberi pakan buatan berupa kuning telur ayam yang sudah direbus
dan dibuat suspensi. Tetapi suspensi kuning telur ini cepat
menyebabkan airnya menjadi busuk, karena itu air pemeliharaan
harus segera diganti setiap kali habis diberi pakan. Pakan buatan yang
lebih baik adalah berupa mikropelet dengan ukuran kecil yang
sekarang banyak dijual dan dibuat oleh pabrik luar negeri, karena
belum dapat dibuat di dalam negeri. Mikropelet memang dibuat
khusus untuk post larva burayak ikan dan udang, dengan komposisi
yang ideal. Namun dalam penggunaannya, karena mikropelet ini
sangat mahal, harus diperhitungkan dari segi ekonominya.
Kalau harga komoditi ikannya sendiri murah, maka pakan yang
mahal tidak dianjurkan untuk digunakan. Tahap awal dari post larva
ini sering kali derajat kematiannya tinggi. Hal ini terjadi karena
kelaparan yang disebabkan oleh pakan yang cocok ukurannya tidak
tersedia. Walaupun banyak pakan alami tersedia dalam kolam, jika
ukurannya terlalu besar, burayak ikan tidak dapat menangkap dan
menelannya, akhirnya menyebabkan kematian. Begitupula jika
zooplankton gerakannya terlalu cepat, sedang anak ikan masih
lemah, maka tidak dapat menangkap zooplankton tersebut. Jadi
harus disediakan zooplankton yang kecil dan gerakannya lambat
yakni protozoa dan rotifera tersebut di atas.
2.2.4 Tahap Benih
a) Benih Kecil
Burayak atau post larva akan tumbuh relatif cepat hanya dalam
waktu 3 minggu untuk menjadi benih ikan ukuran 3-5 cm yang
disebut benih kecil.
b) Benih Sedang
Tahap selanjutnya disebut ”benih sedang” atau “gelondongan
kecil” yakni yang berukuran panjang badan 6-8 cm dan berumur
sekitar 1 ½ bulan.
c) Benih Besar
BIOLOGI DASAR 13

Tahap berikutnya disebut ”benih besar” atau ”gelondongan


besar”, yakni yang berukuran panjang badan 10-15 cm dan
berumur sekitar 3-4 bulan. Anak ikan ukuran gelondongan besar
menurut ilmu biologi disebut tahap “yuwana” (juvenile), yaitu
ikan muda yang baru mulai atau belum berkembang organ
seksualnya. Tahap yuwana berlangsung cukup lama, tergantung
dari jenis ikan. Sebagai contoh pada ikan nila, tahap yuwana
hanya sampai berumur 4 bulan sudah berubah menjadi dewasa.
Sedangkan ikan bandeng, pada tahap yuwana sampai berumur
10-12 bulan bahkan lebih dan sampai berukuran dengan berat
badan 1 kg atau lebih.
2.2.5 Tahap dewasa
Yaitu ikan yang organ seksualnya telah tumbuh dengan sempurna.
Pada species tertentu organ seks sekunder (organ seks yang tampak
dari luar) sudah tampak jelas. Tetapi adapula species ikan yang tidak
menampakkan organ seks sekunder dengan jelas, sehingga tidak
mudah membedakan jenis jantan dan betinanya. Misalnya ikan
discus, bandeng, dan lain-lain. Umur ikan yang telah mencapai
dewasa dan ukuran besarnya ketika dewasa berbeda pada berbagai
species. Ada ikan yang tidak dapat besar namun telah dewasa dan
bertelur ketika ukurannya masih kecil dan berumur beberapa bulan
saja. Misalnya ikan mujair, ikan seribu dan banyak jenis ikan hias
yang kecil-kecil. Organ Seks Sekunder ikan Karper Rumput (Grass
carp) dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.
BIOLOGI DASAR 14

GAMBAR 1 : ORGAN SEKS SEKUNDER IKAN KARPER RUMPUT


(GRASS CARP) (WOYNAROVICH & HORVATH, 1980)

Organ seks sekunder pada ikan nila jantan, warnanya lebih mencolok
hitam dengan tepi siripnya merah. Ikan guppies yang jantan sirip
ekor dan sirip punggung menjadi panjang dan berwarna mencolok,
demikian juga ikan cupang, sedangkan betinanya berbentuk
sederhana tidak mencolok.
Dalam mempelajari daur hidup ikan haruslah diketahui tentang
lingkungan hidup dari setiap stadia (breeding ground, nursery ground
dan daerah habitat dimana ikan itu hidup ketika dewasa secara
umumnya). Juga tentang kualitas air dari habitatnya, jenis pakan dari
setiap stadia kehidupannya. Apakah species itu biasa mengadakan
ruaya (berpindah tempat) dalam berbagai stadia hidupnya; kapan
musim ruaya itu terjadi; serta musim pemijahannya harus diketahui.
Gambar 2 menunjukkan berbagai ikan di tempat atau lokasi
pemijahannya.
BIOLOGI DASAR 15

2. 3 M US UH ( HA M A ) DAN P E NY AKI T
Harus dipelajari biologi dan daur hidup setiap organisme
penyebab penyakit agar supaya hal-hal yang membahayakan
kehidupan ikan yang diternakkan itu dapat ditanggulangi dan
cara pemberantasan hama dan penyakit masing-masing.

GAMBAR 2 : LOKASI PEMIJAHAN DAN TEMPAT MELETAKKAN TELUR


BERBAGAI JENIS IKAN (WOYNAROVICH & HORVATH, 1980).
BIOLOGI DASAR 16
BIOLOGI REPRODUKSI 17

Bab 3
Biologi Reproduksi
BIOLOGI REPRODUKSI 18

Aspek biologi lain yang penting tentang peri kehidupan ikan ialah
Biologi Reproduksi, yaitu ilmu pengetahuan tentang bagaimana atau
apa yang terjadi didalam tubuh ikan itu sehingga ikan tersebut
menjadi dewasa secara seksual dan mampu memproduksi telur (pada
ikan betina) dan memproduksi sperma/mani (pada ikan jantan).
Selanjutnya dipelajari faktor-faktor apa yang menyebabkan sehingga
ikan jantan dan betina yang sudah dewasa memijah. Selain itu
dipelajari perilaku setiap jenis/spesies ikan dalam mengadakan
perkembangbiakan yang ternyata tidak sama antara satu keluarga
(famili) ikan bahkan ada juga yang berbeda pola
perkembangbiakannya antara satu marga (genus) dengan marga lain
walaupun masih dalam satu famili.
3. 1 P E RK E MB A N GA N KED E W ASA A N K E LA MI N IKA N
Perkembangan kedewasaan kelamin ikan terjadi dalam 7
peringkat, seperti biasa dianut oleh para ilmuwan. Sejalan dengan
perkembangan gonad/testes, tanda-tanda eksternal pada tubuh ikan
juga terjadi perubahan, sehingga memudahkan bagi seorang teknisi
untuk mengenali peringkat perkembangan ovarium dan/atau testes.
Pada Tabel 1 dibawah ini disajikan perkembangan gonada dan tanda
eksternal pada tubuh ikan, khususnya ikan golongan Karper (Carp).

TABEL 1. TINGKAT PERKEMBANGAN GONAD PADA GOLONGAN IKAN


KARPER DAN TANDA-TANDA PENAMPAKAN LUAR PADA JANTAN DAN
BETINA IKAN KARPER (CYPRINUS CARPIO)
BIOLOGI REPRODUKSI 19
BIOLOGI REPRODUKSI 20

Tan dan Tan (1974) dalam Mayunar et al (1993) membagi tingkat


kematangan gonad induk kerapu menjadi 5 kelas. Tetapi setiap
species tentu mempunyai tanda-tanda penampakan luar (morfologi)
yang tidak sama. Hal ini dapat dikenali sendiri oleh para teknisi yang
berpengalaman.
Pada umumnya kebanyakan jenis-jenis ikan berkelamin terpisah atau
individu jantan dan betina. Kekecualian terjadi pada ikan kerapu
yang bersifat hermaprodit protogyni yaitu pada waktu muda sampai
ukuran 2-2,5 kg yang berkelamin betina, setelah berumur lebih tua
dengan berat badan lebih dari 2,5 kg akan berubah menjadi
berkelamin jantan.
Penelitian yang dilakukan telah berhasil mempercepat perubahan
kelamin betina menjadi jantan dengan cara menyuntikkan hormon α-
methyltestosteron yang dosisnya berbeda-beda menurut species ikan.
3. 2 P E RK E MB AN G AN SE L T E L UR DA N SP E R MA IKA N
Telur dan sperma ikan dibentuk didalam organ yang disebut gonada.
Letak gonada pada ikan dewasa dapat dilihat didalam rongga perut
diatas alat pencernaan (usus). Gonada bercabang dua, dibagian
belakang dekat dengan lubang genital akan bertemu menjadi satu
saluran. Alat genital ini berbentuk seperti tabung dimana didalamnya
dilapis oleh sel yang akan tumbuh berkembang menjadi telur (pada
betina) atau menjadi spermatozoid (pada jantan). Ketika masih muda,
alat genital ini amat kecil hanya seperti benang. Dalam
perkembangannya, akan makin membesar yang didalamnya
dipenuhi dengan sel-sel telur (pada betina) atau sel-sel sperma (pada
jantan).
Pola pembentukan dan perkembangan sel-sel telur dan sperma pada
dasarnya sama pada semua jenis ikan, dimana gonada ikan mula-
mula belum berkembang ketika ikan masih kecil (benih). Ketika ikan
mencapai peringkat atau umur pra-dewasa, gonada mulai
berkembang dengan jelas menjadi testes (dimana dihasilkan sel
spermatozoid pada jantan) dan ovarium pada betina dimana
BIOLOGI REPRODUKSI 21

dihasilkan sel- sel telur. Setelah menginjak umur dewasa ovarium dan
testes telah mampu membentuk sperma dan/atau sel-sel telur.
Gonada yang berkembang pada ikan betina disebut ovarium (indung
telur) didalamnya dibentuk sel-sel telur. Sedangkan gonada pada
ikan jantan disebut testes dimana dibentuk sel-sel sperma.
Perkembangan tingkat kedewasaan ikan (juga semua makhluk
hidup) dikendalikan oleh adanya hormon. Semua makhluk
mempunyai hormon jantan dan betina, tetapi kadarnya berbeda
sesuai dengan jenis kelaminnya. Binatang jantan mengandung
hormon androgen dan binatang betina mengandung hormon
estrogen. Apakah sesuatu makhluk benar-benar jantan atau betina
tergantung dari kadar hormon sex tersebut yang mana lebih kuat atau
lebih banyak. Mengenai hormon akan dibicarakan dalam bab khusus.
3.2.1 Perkembangan/pembentukan sel telur
Perkembangan telur di dalam ovarium berlangsung melalui
beberapa stadia sebagaimana diuraikan oleh Woynarovich dan
Horvath (1980) sebagai berikut :
Stadia 1 : Bakal sel telur yang masih kecil disebut ovogonium
(archovogonium). Ukuran sel sama kecil dengan sel-sel
tubuh lainnya (8-12 µ). Sel ini memperbanyak diri dengan
pembelahan mitosis.
Stadia 2 : Sel telur tersebut tumbuh menjadi ukuran 12-20 µ dan
folikel mulai terbentuk disekeliling sel telur. Folikel
tersebut fungsinya memberi makanan dan melindungi
telur yang sedang berkembang itu, sehingga dinding sel
telur tampak rangkap.
Stadia 3 : Pada stadia ini sel telur tumbuh menjadi lebih besar lagi
sampai sebesar 40-200 µ dan tertutup di dalam folikel.

Stadia 1, 2 dan 3 ini merupakan tahapan sebelum pengumpulan


makanan (nutrient) di dalam telur itu (tahap pre-vitellogenesis).
BIOLOGI REPRODUKSI 22

Stadia 4 : Pada stadia ini dimulai pembentukan dan pengumpulan


kuning telur (yolk) yang disebut proses “vitellogenesis”.
Sel telur terus tumbuh menjadi berukuran 200-350 µ. Di
dalam sitoplasmanya terkumpul butir-butir lemak
(lipoid).
Stadia 5 : Menandai fase ke 2 dari vitellogenesis. Sitoplasma
sekarang penuh dengan butir-butir lipoid dan mulailah
pembentukan kuning telur. Ukuran sel telur menjadi 350-
500 μ.
Stadia 6 : Ini merupakan fase ketiga dari proses vitellogenesis,
dimana lempeng-lempeng kuning telur mendesak butir-
butir lipoid ke tepi sel, sehingga terbentuk dua buah
cincin. Nukleoli yang berperan dalam pembentukan
protein dalam pengumpulan makanan terlihat menempel
pada dinding/membran nukleus. Ukuran telur sekarang
600-900 μ.
Stadia 7 : Proses vitellogenesis selesai, telur menjadi berukuran 900-
1000 µ. Ketika pengumpulan kuning telur berakhir,
nucleoli tertarik ke dalam pusat nucleus. Mikropil (yaitu
lubang kecil pada dinding sel telur, sebagai jalan masuk
bagi sperma) terbentuk pada stadia ini.
Tahapan perkembangan tersebut terjadi pada semua jenis ikan, tetapi
ukuran diameter telurnya berbeda tergantung pada jenis ikan.
Stadia 4, 5, 6 dan 7 disebut stadia vitellogenesis, terbentuk kuning
telur yang berkumpul di dalam sel telur itu. Telur ini sekarang secara
material telah lengkap.
Untuk sampai pada stadia ini, ikan betina memerlukan makanan
yang banyak mengandung protein serta suhu lingkungan pada
kisaran yang cocok.
Setelah selesainya stadia 7 itu, telur tetap pada keadaan ini untuk
waktu beberapa bulan tanpa perubahan, dan disebut fase “dormant”
atau “istirahat” menunggu saat terjadinya perubahan iklim yang
merangsang telur-telur dormant itu untuk menjadi matang (disebut
BIOLOGI REPRODUKSI 23

matang gonad), disusul proses pemijahan (perkawinan dan


peneluran).
Fase dormant ini akan berakhir dan terjadilah ovulasi jika terjadi
keadaan luar yang cocok, atau sebaliknya telur fase dormant tersebut
akan mengalami kerusakan dan diserap bila kondisi yang cocok tidak
kunjung datang dalam waktu yang cukup lama. Telur yang
berkembang dalam gonad dapat sukses dan dapat mati dapat dilihat
pada Gambar 3.

GAMBAR 3 : PERKEMBANGAN TELUR DI DALAM GONAD


(WOYNAROVICH & HORVATH,1980)

Ovulasi ialah keadaan dimana telur-telur di dalam ovarium telah


lepas dari dinding dan jatuh ke dalam rongga ovarium itu. Jika
keadaan ini telah terjadi, maka bila perut ikan diurut ke arah lubang
kelamin, telur-telur tersebut akan keluar dengan lancar. Proses
ovulasi ini dikendalikan atau dipengaruhi oleh hormon gonadotropin
di dalam tubuh ikan.
BIOLOGI REPRODUKSI 24

Bila belum mengalami ovulasi, walaupun sudah lama mengandung


telur pada fase dormant, telur-telur itu tidak dapat keluar untuk
dipijahkan. Untuk berovulasi ini diperlukan situasi lingkungan
tertentu atau dapat dibantu dengan suntikan hormon yakni hormon
gonadotropin, baik yang ekstrak segar dari hipofisa maupun hormon
buatan. Sedangkan proses pembentukan hormon tersebut
dipengaruhi oleh kondisi alam/lingkungan seperti pada Gambar 4
berikut ini.

GAMBAR 4. RANGSANGAN LUAR PENYEBAB TERBENTUKNYA


HORMON GONADOTROPIN DI DALAM KELENJAR HIPOFISA
(WOYNAROVICH &HORVATH,1980)
BIOLOGI REPRODUKSI 25

3.2.2 Pembentukan Sperma


Sperma (mani) dibentuk dalam testes (alat kelamin jantan). Testes
ikan berada di dalam rongga perut, juga terdiri dari 2 cabang seperti
halnya ovarium. Perkembangan sel sperma tidak serumit seperti
perkembangan telur, karena pada sel sperma tidak ada pengumpulan
zat makanan (kuning telur). Sel sperma ikan ukurannya amat kecil,
dalam setiap satu militer (ml) cairan mani terdapat 10.000-20.000 juta
(10-20 billiun) sel sperma (Woynarovich & Horvath, 1980).
Sel sperma mempunyai bagian kepala dan ekor, yang memungkinkan
untuk bergerak cepat. Stadia perkembangan akhir dari sperma juga
disebut fase dorman (seperti sel telur). Sperma fase dorman
terkumpul didalam testes untuk beberapa bulan lamanya sampai
terjadi rangsangan untuk memijah atau kawin. Di dalam testes,
sperma itu tidak bergerak, setelah keluar dan kena air barulah
mampu bergerak dengan cepat tetapi hanya untuk waktu sangat
singkat yaitu 20-60 detik saja, lalu mati apabila tidak berhasil masuk
ke dalam sel telur.
Perkembangan sperma juga dipengaruhi oleh hormon gonadotropin.
Tetapi pada umumnya ikan jantan lebih peka untuk mengadakan
pemijahan walaupun sedikit rangsangan alamiah. Hanya pada
kondisi yang kurang baik saja ikan jantan perlu diberi suntikan
hormon gonadotropin.
3. 3 SIF A T DA N P E RI LA KU A L A MIA H PE M IJ AH AN
IKA N
Manakala proses pembentukan telur dan sperma pada ikan menuruti
pola yang sama bagi semua jenis ikan seperti diuraikan di atas, maka
sifat-sifat dan/atau perilaku ikan ketika memijah (melepaskan telur),
melakukan perkawinan, dan bagaimana perilaku induk ikan dalam
melaksanakan perkembangbiakan menghantarkan keturunannya
untuk melanjutkan keberadaan atau kelangsungan jenisnya, dan
perilaku setiap jenis ikan dalam proses perkembangbiakannya yang
harus dipelajari/dikenali benar-benar oleh seseorang yang hendak
menyelenggarakan pembenihan/pembiakan ikan ialah :
BIOLOGI REPRODUKSI 26

3.3.1 Umur dan ukuran induk


Pada umur berapa dan ukuran berapa besar jenis ikan itu menjadi
dewasa. Ada ikan yang sudah dewasa pada ukuran berat beberapa
gram saja (misalnya berbagai jenis ikan hias yang kecil-kecil seperti
ikan seribu (bungkreung), ikan Moly, Guppies, Platies, Cupang,
Barbus Sumatranus, Barbus tetrazona, ikan Neon, dsb.) dan pada
umur hanya beberapa bulan sudah dapat memijah. Pada ikan
berbadan besar, menjadi dewasa setelah badannya cukup besar yang
memerlukan waktu tak kurang dari 6 bulan bahkan sampai 1-2 tahun
baru menjadi dewasa.
3.3.2 Musim dan frekuensi pemijahan
Kapan dan frekuensi pemijahan berapa kali per-tahun. Didaerah
tropika seperti di Indonesia ini kebanyakan ikan memijah 2 kali
setahun ialah pada peralihan dari musim kemarau ke musim
penghujan dan dari musim hujan ke musim kemarau. Misalnya ikan
bandeng, ikan belanak, ikan tawes, dan berbagai jenis ikan dan udang
laut dan ikan perairan umum air tawar. Tetapi ada pula jenis-jenis
ikan yang dapat bertelur/memijah beberapa kali dalam setahun
bahkan setiap bulan, misalnya ikan mujair, ikan seribu, dan lain-lain
yaitu ikan yang bertubuh kecil.
3.3.3 Lingkungan pemijahan
Sifat lingkungan dimana ikan tsb. biasa memijah secara alamiah (sifat
dari breeding ground). Ada ikan yang memijah di air yang mengalir
dan jernih (contoh : ikan nilem) ; ada yang memijah di air tergenang
dengan membuat sarang, misalnya ikan gurame, ikan lele, dsb. Ada
jenis ikan yang memijah ditempat yang baru digenangi air atau
didaerah banjir, seperti ikan mas, ikan tawes (lihat Gambar 2).
3.3.4 Kepedulian Induk terhadap telur dan anaknya
Dimana ikan meletakkan telurnya, membuat sarang atau tidak ;
bagaimana bentuk dan bahan pembuat sarangnya ; bagaimana
tingkat kepedulian induk (parental care) – aktif atau pasif – terhadap
telur dan anak-anaknya. Berikut beberapa contoh. Ada ikan yang
BIOLOGI REPRODUKSI 27

menghamburkan telurnya di air, kemudian induk ikan


meninggalkannya begitu saja, disebut “ kepedulian induk pasif “.
Telur akan menetas tanpa dilindungi oleh induknya. Pada jenis ikan
yang mempunyai sifat ini biasanya telurnya amat banyak jumlahnya,
tetapi yang dapat hidup (kelangsungan hidupnya) sedikit/kecil.
Misalnya ikan bandeng yang bertelur di laut dan telurnya bersifat
mengapung (planktonis). Ikan Tawes menebar telurnya didasar
perairan yang baru tergenang. Setelah bertelur induk ikan akan pergi,
tidak mengacuhkan nasib telur dan anak-anaknya selanjutnya.
Golongan ikan yang tidak mengasuh anaknya disebut “kepedulian
induk pasif” (passive parental care). Sebaliknya banyak ikan yang
digolongkan kedalam ikan yang “kepedulian induk aktif” (active
parental care). Contohnya, ada ikan yang meletakkan telurnya di
dalam sarangnya yang dibuatnya berupa cekungan didasar perairan
seperti ikan mujair, ikan nila, dari marga Tilapia (Oreochromis sp).
Setelah terjadi pembuahan atau fertilisasi, induknya mengulum dan
mengerami telurnya didalam rongga mulut sampai menetas dan
barulah induk meninggalkan anaknya setelah burayak cukup kuat
berenang. Pola pengasuh anak didalam mulut disebut “mouth
breeder”.
3.3.5 Ikan pembuat sarang (nest breeder)
Ada bermacam-macam bentuk dan bahan untuk sarangnya, ada ikan
yang bersarang di dalam rongga atau lubang di tebing sungai atau
tanggul kolam, kemudian induknya menjaga telur sampai menetas
dan sampai burayak atau larvanya cukup kuat untuk berenang
mencari makan. Misalnya ikan lele (Clarias batracus), ikan gabus
(Ophiocephalus striatus), ikan gurame (Osphronemus gouramy), dsb.
Ada ikan yang sebelum melakukan perkawinan, yang jantan
membuat sarang dari rumput dan tumbuhan air, disusunnya seperti
burung membuat sarang. Telur yang telah dibuahi diletakkan di
dalam sarangnya dan dijaga oleh induknya (induk betina). Induk
betina mengipasi depan sarang agar ada aliran air segar mengandung
banyak oksigen mengalir ke dalam sarang untuk kehidupan telur dan
BIOLOGI REPRODUKSI 28

burayaknya, sambil menghalau jika ada ikan atau binatang yang


hendak mengganggu, misalnya ikan gurame (Osphronemus gouramy).
Ada ikan yang membuat sarang dari gelembung-gelembung
ludahnya yang disusun bertumpuk dipermukaan air dan terlindung
daun tumbuh-tumbuhan air. Dia melakukan perkawinan dibawah
tumpukan gelembung itu, lalu telur yang telah dibuahi diselip-
selipkan diantara gelembung-gelembung tersebut. Biasanya induk
yang jantan menjaga telur hingga burayak menetas dan cukup kuat
untuk berenang. Contoh ikan golongan pembuat sarang gelembung
(bubble nest breeder) yaitu ikan cupang (Betta spendens), ikan sepat (
Trychogaster sp.).
Ada ikan yang melekatkan telur-telurnya pada sesuatu benda atau
daun tumbuhan dalam air, lalu induknya menunggui sambil
mengipasi telur dengan siripnya agar telur memperoleh air segar
yang banyak mengandung oksigen. Induk akan meninggalkan
anaknya setelah anaknya cukup kuat berenang. Contohnya adalah
ikan manvis (Pterophylum spp), ikan discus (Symphysodon discus), ikan
oskar (Astronutus ocellatus), dan lain-lain.
3.4 Jumlah dan Ukuran Telur
Berapa banyak telur yang dapat dihasilkan dan seberapa ukuran
telurnya. Jumlah atau banyaknya telur yang dihasilkan setiap kg berat
badan ikan disebut fekunditas. Tetapi di dalam literature banyak
yang mengartikan fekunditas ialah jumlah telur yang dihasilkan oleh
seekor ikan (tanpa mengingat berat badannya lagi).

Ukuran telur ikan digolongkan menjadi 3 ukuran (Woynarovich &


Horvath (1980) yaitu :
1. Telur ukuran kecil dengan garis tengah 0,3-0,5 mm,
fekunditasnya biasanya banyak (100.000-300.000 butir) dan
tingkat kepedulian induknya kecil (passive parental care).
Contohnya : ikan bandeng (Chanos chanos), ikan tawes (Puntius
gonionotus), ikan tuna (Thunnus sp), dll.
BIOLOGI REPRODUKSI 29

2. Telur ukuran sedang dengan garis tengah 0,8-1,1 mm,


fekunditasnya antara 50.000-100.000 butir dan tingkat kepedulian
induknya sedang. Contohnya : ikan manvis (Pterophylum spp),
ikan discus (Symphysodon discus).
3. Ukuran telur relatif besar, diameter 1-3 mm. Fekunditasnya kecil
(5.000-10.000 butir) dan tingkat kepedulian induk besar (Active
parental care). Contohnya : ikan gurame (Osphronemus gouramy),
ikan nila (Tilapia niloticus), ikan mujair (Tilapia mossambica), dll.
Dengan mengetahui berbagai sifat dan perilaku alamiah setiap
jenis ikan yang hendak dikembangbiakkan, dapatlah dipersiapkan
sebaik mungkin persyaratan lingkungan tempat ikan memijah dan
peralatannya secara lengkap disesuaikan dengan kebutuhan jenis
ikan tertentu. Sebagai contoh, bila hendak memijahkan ikan mas,
haruslah disediakan kolam yang telah dikeringkan beberapa waktu
dan segera diairi. Ini meniru lingkungan daratan yang terendam
karena banjir tempat ikan mas memijah secara alamiah. Dan harus
pula disediakan “kakaban” tempat telur-telur melekat (lihat
Gambar 5).
Bila hendak memijahkan ikan gurame, haruslah menyediakan kolam
yang dalamnya 75-100 cm dan menyediakan ijuk atau rumput-
rumput kering serta tegakan bambu atau kayu dimana ikan gurame
itu dapat membuat sarangnya.
Tanpa adanya bahan pembuat sarang, ikan gurame tidak akan
memijah, walaupun ikan gurame tersebut telah mengandung telur
yang matang dan telah ada pejantannya pula. Gambar 6 berikut ini
adalah perilaku beberapa jenis ikan yang berbeda dalam menjaga
telur-telurnya.
BIOLOGI REPRODUKSI 30

GAMBAR 5. KAKABAN TEMPAT MELEKAT TELUR IKAN


(WOYNAROVICH & HORVATH, 1980)
BIOLOGI REPRODUKSI 31

GAMBAR 6. PERILAKU BEBERAPA JENIS IKAN DALAM MENJAGA


TELURNYA (WOYNAROVICH & HORVATH, 1980).
BIOLOGI REPRODUKSI 32

Keterangan Gambar 6 :
A. Induk mengipas telur dengan siripnya untuk mensuplai air
yang mengandung banyak oksigen bagi telur-telurnya.
B. Induk membersihkan telur-telur.
C. Menjaga telur dari predator.
D. Induk menyerang ikan pemangsa lain.
E. Induk jantan dan betina membuat sarang.
F. Sarang dibuat dari gelembung-gelembung ludah.
G. Mengerami telur di dalam rongga mulut.
H. Meletakkan telur di dalam kulit kekerangan agar aman.
Bab 4
Hormon Pengendali Pemijahan Ikan
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 34

4. 1. M EK A NIS M E P ER KE MB AN GB IAK AN IK AN
Pematangan telur fase istirahat atau (dormant) sampai
matang gonad (ovulasi) disusul proses pemijahannya dikendalikan
oleh hormon gonadotropin yang dibentuk dan disimpan sementara
di dalam kelenjar hipofisa atau pituitary (Gambar 7)

GAMBAR 7. SUNTIKAN CAIRAN HORMON UNTUK MERANGSANG TELUR


FASE DORMANT (WOYNAROVICH & HORVATH,1980)

Informasi tersebut diterima oleh syaraf, dialirkan ke dalam


hypothalamus yaitu bagian dari otak bagian bawah. Apabila
informasi tersebut cocok dengan persyaratan untuk memijah bagi
ikan tersebut, maka hypothalamus mengirimkan perintah
(mengeluarkan Releasing Hormone = RH) kepada kelenjar hipofisa
agar supaya melepaskan hormon gonadotrofin (Gonade Stimulating
Hormone = GSH) ke dalam aliran darah. Apabila hormon
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 35

gonadotropin itu mencapai ovarium (indung telur), hormon itu akan


merangsang telur-telur yang sudah pada fase/stadia dormant untuk
terjadinya pre-ovulasi dan disusul ovulasi yaitu terlepasnya telur dari
dinding ovarium dan jatuh lepas di dalam rongga ovarium kemudian
siap untuk keluar ke dalam air (memijah), dijelaskan pada gambar 4
dan 7.
Rangsangan
Lingkungan

Organ Perasa Perilaku


Eksternal pemijahan

Sistem saraf Hormon


pusat dari luar

Pematangan gonad
& pemijahan
Hypothalamus Hormon seks

Hyphophisis L.H., F.S.H di dalam HCG, LRH,


(sel-sel meso- aliran darah dalam aliran darah
adenohyphophi Gonad
shisis

GAMBAR 8. SKEMA ALUR MEKANISME PEMIJAHAN BUATAN DAN


ALAMI ( JIAN, DKK 1983)
Keterangan :
Proses pemijahan alami
Pengaruh hormon dari luar pada pemijahan buatan
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 36

Bila tiba saatnya seekor ikan dewasa hendak berkembang


biak maka melalui alat perasa (panca indera) ikan betina
mengumpulkan informasi tentang sifat-sifat lingkungan seperti sinar
matahari, suhu air, keadaan hujan dan aliran air, kehadiran ikan
pejantan, tersedianya sarang/pelekat telur sesuai dengan sifat species
ikan yang hendak memijah itu.
Pada keadaan ovulasi itu telur ikan dapat diurut (dialin) yaitu
perutnya diurut ke arah dubur untuk mengeluarkan telur, bila
hendak dilakukan fertilisasi buatan dengan cara “stripping”. Induk
yang mengalami ovulasi itu ditangkap lalu distrip dan telur
ditampung di dalam wadah/waskom dan dalam waktu yang
bersamaan ikan jantan juga diurut untuk mengeluarkan sperma yang
dicampurkan di dalam waskom tadi agar pembuahan terjadi.
Ikan jantan juga menjadi siap untuk memijah atas perintah dari
gonadotropin pula. Pada umumnya ikan jantan dengan mudah dapat
mencapai kondisi siap memijah dan tidak selalu memerlukan
penyuntikan hormon. Tetapi ada jenis ikan tertentu yang
didatangkan dari daerah lain, tak jarang sperma yang terbentuk
kurang kuat geraknya. Hal ini perlu dites dengan cara mengeluarkan
atau menyedot sedikit sperma dengan menggunakan selang kecil
(kateter) untuk diperiksa.
Mengeluarkan sperma yang biasanya mudah yaitu dengan mengurut
perut ikan dari depan ke arah belakang, maka dari lubang duburnya
akan keluar cairan mani yang berwarna putih. Setetes sperma itu
diperiksa dibawah mikroskop untuk mengamati kecepatan gerak
sperma. Bilamana gerak sperma kurang gesit, maka perlu disuntik
dengan hormon gonadotropin.
4. 2 HIP OF IS ASI
Hipofisasi artinya menyuntikkan hormon yang diekstrak dari
hipofisa ikan donor yang mengandung hormon gonadotropin yang
diproduksi atau terkandung di dalam kelenjar hipofisa tersebut.
Tujuannya ialah untuk merangsang ikan yang menerima suntikan
(recipient) agar telur-telur dormant yang dikandungnya melanjutkan
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 37

perkembangan sampai ovulasi disusul pemijahan, tanpa menunggu


datangnya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya.
Rangsangan untuk mencapai ovulasi dan pemijahan dengan cara
hipofisasi adalah suatu jalan pintas dari pada proses alamiah yang
biasanya berlangsung lama dan menunggu musim tertentu. Di alam,
ovulasi dan pemijahan ikan diatur oleh hormon gonadotropin yang
diproduksi oleh ikan itu sendiri yang dihasilkan dan disimpan di
dalam kelenjar hipofisa. Kelenjar hipofisa itu ialah kelenjar endokrin
yang berbentuk bulat kecil sebesar kacang hijau, terletak di bawah
otak. Hormon yang diproduksi oleh kelenjar hipofisa itu disebut
gonadotropin yang antara lain mengandung LH ( Luteinizing Hormon,
yang merangsang pembentuk korpus Luteum) dan FSH ( Follicle
Stimulating Hormone, yang merangsang pembentukan folikel).
Hormon Gonadotropin itu fungsinya merangsang terhadap gonad
untuk berkembang menuju kepada pematangan sel telur (pada betina
) dan pematangan sperma (pada jantan).
Sedangkan gonad itu sendiri setelah mendapat hormon
gonadotropin, lalu memproduksi seks hormon yaitu betina
membentuk estrogen, yang jantan membentuk androgen yang
fungsinya merangsang ikan untuk berperilaku mempersiapkan diri
untuk pemijahan, misalnya mencari /membuat tempat untuk
meletakkan telur, membuat sarang, bahkan bermigrasi untuk
mendapatkan daerah yang cocok dan aman untuk bertelur. Pada
gambar 8 disajikan gambar bagan (skema) alur fisiologi dari
pemijahan alamiah dan pemijahan buatan.
Hormon yang ada di dalam kelenjar hipofisa itu dikeluarkan ke
dalam aliran darah ketika saatnya tiba yaitu disaat dimana keadaan
lingkungan hidupnya memenuhi persyaratan khusus. Tetapi pada
teknik hipofisasi, hormon gonadotropin yang diekstrak dari kelenjar
hipofisa seekor ikan lain (yang disebut ikan donor) diinjeksikan
kepada seekor induk ikan sehingga menyebabkan induk ikan yang
menerima suntikan (disebut recipient) mengalami ovulasi tanpa
menunggu adanya perubahan keadaan lingkungan yang memenuhi
syarat untuk pemijahan ikan.
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 38

4. 3 HO R M O N LA IN
Selain hormon gonadotropin yang diambil dari kelenjar hipofisa,
dapat juga dipergunakan hormon lain, misalnya :
a. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) ialah hormon yang
terdapat di dalam air seni wanita yang sedang hamil, dengan
teknik tertentu dapat dipisahkan dan dibuat sediaan berupa
cairan yang dijual dalam ampuls. Cairan itu mempunyai kadar
hormon yang dinyatakan dalam satuan IU (International Unit).
Yang dijual biasanya berkadar 1.000-10.000 IU. Hormon ini
ternyata efektif untuk merangsang ikan-ikan yang bersifat
karnivora maupun herbivora. Misalnya untuk merangsang
pembiakan, ikan kerapu, ikan kakap putih dan kakap merah dan
juga jenis ikan karper cina (grass carp, silver carp) dan ikan
belanak (Mugil cephalus). Dikatakan oleh Woynarovich (1950)
bahwa ikan-ikan yang disuntik pada saat periode akhir musim
pijah, memberi respon yang baik terhadap HCG. Induk ikan yang
diberi cukup pakan alami lebih baik responnya terhadap HCG
dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan buatan.
Penyuntikan HCG dilakukan intramuscular dengan dosis 6.000
IU/kg berat badan untuk ikan belanak, hasilnya cukup baik.
Dalam hal ini dilakukan 2x suntikan dengan jarak waktu 24-48
jam tergantung pada derajat perkembangan telurnya ketika
pertama kali disuntik.
b. SG (Salmon Gonadotropin) ialah hormon yang diambil dari
hipofisa ikan salmon, diproduksi secara komersial di Kanada
(Syndel Laboratory, Vancouver). Dijual dalam bentuk serbuk
putih dan harganya tidak begitu mahal. Hormon ini mempunyai
harapan yang baik untuk rangsangan pemijahan berbagai jenis
ikan, mengingat hormon ini juga berasal dari ikan. Namun perlu
dicoba efektifitasnya terhadap berbagai jenis ikan, mengingat
bahwa respon ikan berbeda-beda pada spesies yang berbeda.
c. LH – RH (Luteinizing Hormone-Releasing Hormone) ialah
hormon tiruan (sintetis) yang ternyata sangat efektif merangsang
kelenjar hipofisa untuk memproduksi hormon gonadotrophin
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 39

pada ikan. Hormon buatan ini telah dicobakan pada beberapa


jenis ikan dan ternyata berhasil mendorong ikan untuk memijah
(Harvey dan Hoar, 1979 ), misalnya ikan bandeng.
Penemuan hormon sintetis ini berkembang, dengan dibuatnya
LH – RH analog juga dikenal sebagai senyawa LRH – A (dengan
nomor kode Ayerst - 25205). Bahan ini lebih efektif dalam
merangsang pemijahan ikan mas dengan dosis yang lebih rendah
dari pada yang telah dicobakan dengan LH – RH (Harvey dan
Hoar 1970)
Di Negara China juga LRH – A telah dicobakan dan berhasil lebih
memuaskan dalam merangsang pemijahan ikan-ikan carper
China ; ikan mola atau silver carp (Hypophthalmichtyes molithrix),
big head (Aristichthys nobilis), grass carp (Ctenopharyngodon idella)
atau karper rumput dan black carp (Mylopharyngodon piceus),
(Jhingran dan Pullin, 1985)
Dengan LRH-A (LH – RH = Luteinizing Hormone-Releasing
Hormone) pada karper rumput dapat meningkatkan derajat
fertilitas telur sampai 86 %. Disamping itu juga dapat merangsang
keluarnya sperma pada ikan jantan, serta menekan mortalitas
induk ikan setelah pemijahan buatan, dimana dengan HCG
mortalitas induk ikan dapat mencapai 57 %, dengan LRH-A
hanya 11,8-35 % saja (seperti dikutip oleh Harvey & Hoar, 1978).
LHRH-analog atau (LHRH-a) juga berhasil dipergunakan
merangsang ovulasi/pemijahan ikan bandeng (Chanos chanos F.)
di Hawaii dan juga dikembangkan di Indonesia seperti dilakukan
di Balai Penelitian Budidaya Pantai (Balitdita) Gondol, Bali.
d. Methyltestosteron, atau α – methyltestosteron adalah hormone
yang diproduksi oleh testes, fungsinya ialah mendorong
perkembangan sel sperma pada ikan jantan. Tetapi bila
disuntikkan pada ikan betina mempunyai efek mendorong
produksi LH (Luteinizing hormone) dari kelnjar hipofisa.
e. PMS (Pregnant Mare Serum), ialah hormon yang diekstrak dari
serum darah keledai betina. Hormon ini tidak efektif untuk
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 40

menyuntik ikan sebab keledai dan ikan hubungan filogenetiknya


sangat jauh.
f. Beberapa hormon buatan berbagai pabrik lain, ialah Puberogen,
Synahorin, dan sebagainya. Pada dasarnya terdiri dari salmon
gonadotropin yang telah disintetis/diolah menurut industri
produsennya. Efektifitasnya perlu dicobakan untuk berbagai
jenis ikan yang kemungkinan efektifitasnya berbeda.
g. Ovaprim, suatu hormon buatan yakni salmon gonadrotopin yang
dicampur dengan hormon anti dopamine yang dibuat oleh
laboratorium Syndel Canada. Hormon dopamine sifatnya dapat
menggagalkan perkembangan telur sehingga dengan
diberi/dicampur anti dopamine, jarang sekali terjadi kegagalan
proses pematangan gonad.
Nyatalah bahwa para ilmuwan telah melakukan banyak
percobaan untuk merangsang pemijahan ikan secara buatan
dengan menggunakan berbagai macam hormon. Berbagai macam
hormon dapat dibuat secara sintetis. Dikemudian hari tentu akan
lebih banyak lagi temuan-temuan hormon sintetis baru yang
mungkin semakin efektif lagi.
4. 4 M EN G U MP U LK A N K E L E NJA R HI P OF I S A
Kelenjar hipofisa atau pituitari dari ikan donor dapat dikumpulkan
(diambil dari dalam kepala ikan) lalu diekstrak dalam keadaan segar
segera setelah diambil dari dalam kepala ikan maupun sesudah
diawetkan dalam cairan etil alkohol. Agar penyuntikan hipofisa
dapat berhasil dengan sukses, tentu harus dipergunakan ekstrak
hipofisa pada dosis yang memadai.
Sel-sel dari kelenjar pituitari (hipofisa) menghasilkan hormon
gonadotropin dalam kadar yang berbeda-beda tergantung kepada
musim dan tingkat kedewasaan ikan. Ikan yang belum dewasa, hanya
mengandung sedikit hormon gonadotropin di dalam kelenjar
hipofisanya; sedangkan ikan-ikan yang habis bertelur/memijah juga
sedikit mengandung gonadotropin. Hormon gonadotropin itu paling
tinggi kadarnya pada ikan-ikan dewasa yang sudah mengandung
telur pada fase istirahat (fase dormant). Karena itu bila hendak
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 41

mengumpulkan kelenjar hipofisa harus memilih saat yang tepat,


sesuai dengan perkembangan biologi dari ikan, di mana kadar
hormon gonadotropinnya sedang banyak.
Persyaratan lain yang penting adalah ikan yang akan diambil kelenjar
hipofisanya, haruslah ikan yang masih segar atau baru saja mati.
Sebab apabila ikan yang sudah mulai membusuk atau proses
degeneratif, kelenjarnya sudah membusuk dan rusak.
Di alam ada beberapa jenis ikan yang mempunyai kebiasaan
melakukan migrasi secara massal untuk mencari tempat memijah.
Proses migrasi ini juga dirangsang oleh hormon gonadotropin, maka
ikan yang sudah bermigrasi tentu sedikit kadar hormon
gonadoteropinnya. Kadar gonadotropin itu berfluktuasi tetapi tidak
berbeda pada ikan jantan maupun betina.
Jadi untuk keperluan penyuntikan kelenjar hipofisa, persyaratan bagi
ikan donor adalah :
a) Harus ikan yang sudah dewasa; jantan maupun betina sama
baiknya. Kadar hormon gonadotropin di dalam kelenjar
hipofisanya tertinggi pada waktu ikan itu telah mengandung
telur yang masak pada fase istirahat (fase dormant).
b) Sebagai ikan donor dapat dipakai ikan yang sejenis dengan
resipien. Atau dapat juga dipakai ikan mas (Cyprinus carpio)
sebagai ikan donor, sebab sifat ikan mas ini merupakan
donor universal (dapat cocok dipakai untuk smua jenis ikan).
4. 5 C A RA M E N GA MB IL K E L EN JA R HI P OF I SA
Sebagai contoh dikemukakan disini, cara memotong kapala ikan mas
untuk diambil kelenjar hipofisanya.
1) Potong sampai putus, kepala ikan mas itu pada batas di
belakang tutup insang.
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 42

2) Tegakkan potongan kepala ikan itu di atas talenan, lalu


potong (sayat) batok kepala menurut garis lurus di atas
bola mata, maka akan terbukalah otak ikan tersebut.

3) Dengan sebuah pinset, angkatlah otak ikan itu. Maka


sambungan otak dengan kelenjar hipofisa di bawahnya
akan terputus pada infundibulum dan pada titik tersebut.
Terlihat bintik merah darah yang menandai tempat di mana
pituary bersambung dengan otak. Nah, disitulah lokasi
kelenjar pituary (hipofisa) yang berupa butiran kecil
sebesar kacang hijau. Butir kelenjar hipofisa itu terbenam di
dalam jaringan lemak, di dalam bagian dari tulang kepala
yang disebut sella turnica (lihat Gambar 9).
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 43

4) Pergunakan pinset kecil yang runcing untuk mengorek


jaringan lemak di sekeliling butir kelenjar pituary itu
sehingga kelenjar itu dapat diambil dengan pinset tersebut.
5) Letakkan butir kelenjar hipofisa tersebut pada sebuah
cawan lalu mencucinya dengan akuades atau aceton,
hingga butir kelenjar itu bersih dari darah dan jaringan lain.
Pencucian hipofisa dilakukan dengan air apabila
ekstraknya hendak digunakan dengan segera dalam
keadaan segar.
6) Apabila kelenjar itu disimpan untuk beberapa waktu, maka
pencucian harus dengan aceton, direndam dalam aceton
dan diganti setiap 8 jam berulang-ulang sampai 24 jam.
Kemudian kelenjar hipofisa itu diletakkan diatas kertas
saring dan dibiarkan kena udara sampai kering. Kelenjar
yang sudah kering dapat disimpan di dalam botol, ditutup
dengan kapas sebagai sumbat, lalu disimpan di dalam
wadah yang kering atau desikator supaya tidak menyerap
uap air dari ruang sekitar (lihat Gambar 10 dan 11).
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 44

GAMBAR 10 : TEKNIK MENGERINGKAN KELENJAR HIPOFISA


(WOYNAROVICH & HORVATH,1980)
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 45

GAMBAR 11. TEKNIK MENYIMPAN KELENJAR HIPOFISA


(WOYNAROVICH & HORVATH,1980)

7) Jika kelenjar hipofisa akan langsung disuntikkan pada ikan,


maka setelah kelenjar tersebut dicuci dengan air sampai
bersih dari darah yang mungkin melekat, lalu dimasukkan
ke dalam botol kecil untuk dihancurkan atau digerus
sambil diberi larutan 0,7 % NaCl sebagai pelarut sebanyak
0,5-2 ml. Pengadukan dilakukan beberapa menit agar
kelenjar melarut di dalam air. Kemudian botol kecil berisi
adukan kelenjar hipofisa itu dibiarkan mengendap
beberapa waktu (30 menit-1 jam) atau bila tersedia alat
centrifuge, pengendapan dapat lebih cepat. Cairan di
bagian atas dapat diambil dengan pipet dan siap untuk
disuntikkan sesuai dengan ukuran atau dosis yang telah
diperhitungkan (Gambar 13). Gambar 14 memperlihatkan
perlakuan setelah ikan disuntik hormon hipofisa,
menunggu saat terjadi ovulasi dan pemijahan.
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 46

GAMBAR 12 : MENGHANCURKAN DAN MELARUTKAN KELENJAR


HIPOFISA UNTUK DISUNTIKKAN KEPADA RECIPIENT
(WOYNAROWICH & HORVATH,1980)
HORMON PENGENDALI PEMIJAHAN IKAN 47

GAMBAR 13 : PERLAKUAN IKAN SETELAH DISUNTIK KELENJAR


HIPOFISA (WOYNAROVICH & HORVATH,1980).
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 49

Bab 5
Pengembangan Pemijahan Buatan
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 50

Pengembangan ikan dengan hipofisasi pertama kali dilakukan oleh


Von Ihering et al pada tahun 1934 di Brazilia (Harvey & Hoar, 1979).
Hipofisasi sekarang ini merupakan teknik yang paling umum
diterapkan untuk pengembangan ikan secara buatan (artificial).
Teknik ini diterapkan tidak hanya dalam taraf penelitian, melainkan
sudah dipraktekkan dalam pembiakan komersial untuk
memproduksi berjuta-juta benih ikan.
Di Indonesia, pengembangan hipofisasi ini sudah mulai diterapkan
dikalangan para petani sejak 1985, dan sekarang tahun 2008,
pemijahan buatan dengan suntikan hormon maupun dengan
manipulasi lingkungan telah menghasilkan berjuta-juta benih ikan
secara komersial, dan telah berhasil diterapkan untuk memijahkan
ikan-ikan asal perairan umum yang semula sulit untuk
dikembangbiakan di dalam kondisi terkendali; misalnya berbagai
spesies ikan Kerapu, ikan bandeng, kakap merah dan kakap putih,
ikan jelawat, ikan patin, dan lain-lain. Namun demikian, seperti
terjadi pada segala macam teknik/teknologi tentu ada
kekurangsempurnaan atau keterbatasannya.
Menurut Woynarovich & Horvath (1980), bagi beberapa jenis ikan
yang sensitif (peka) seperti ikan perch (jenis ikan yang hidup di
Amerika) tidak tahan terhadap teknik ini. Sedangkan ada juga jenis
ikan yang hanya kadang-kadang saja berhasil memijah dengan teknik
ini. Penelitian masih terus berlanjut dimana pada berbagai species
ikan yang belum berhasil dengan cara hipofisasi (dengan kelenjar
hipofisa asli), dicoba dengan hormon sintetis.
Satu hal yang harus diingat yaitu bahwa induk ikan hanya dapat
berhasil disuntik dengan ekstrak kelenjar hipofisa tersebut apabila
induk ikan sudah mengandung telur yang matang (telah berkembang
sempurna) di dalam ovariumnya (sementara orang ada yang
memakai istilah “matang gonad”) yaitu telah mengandung telur pada
fase dormant. Jika telur dalam ovariumnya belum matang, tentu tidak
akan berhasil dalam hipofisasi ini.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 51

Yang disebut telur yang matang (matang gonad) ialah telur ikan yang
telah mencapai perkembangan pada fase dormant atau fase istirahat
setelah proses vitellogenesis selesai. Dalam keadaan ini, telur itu telah
menjadi siap untuk menerima rangsangan hormon gonadotropin
untuk mencapai proses ovulasi. Sedangkan yang disebut ovulasi
ialah peristiwa dimana telur-telur terlepas dari dinding ovarium
selanjutnya siap untuk keluar ketika tiba saat ikan itu memijah. Telur
yang telah ovulasi, bila diurut bagian ventral dari abdomen belakang
(ditekan kearah belakang) telur dapat keluar. Sebaliknya bila belum
ovulasi, bila diurut tidak akan dapat keluar.
5. 1 PE R L AK UA N T ER HA DAP I KA N YA N G D I SU NT IK
H OR M O N
Setelah ikan yang mengandung telur matang didalam gonadnya
disuntik dengan hormon, diperlukan perlakuan atau persyaratan
tertentu agar hipofisasi itu berhasil. Yaitu, ikan setelah disuntik
sebaiknya dipisahkan antara jantan dan betina di bak terpisah agar
tidak terjadi pemijahan secara liar.
Suhu air harus stabil dan cocok bagi ikan tersebut. Untuk daerah
tropika seperti Indonesia, suhu yang optimal/normal untuk
pemijahan ikan adalah 25°C-28°C. Suasana kolam harus tenang, tidak
terganggu oleh kegaduhan atau gangguan. Sinar tidak terlalu cerah,
sebaiknya bak ditutup dengan penutup warna hitam atau gelap. Suhu
yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya ovulasi lebih cepat (jarak
waktu antara penyuntikan hormon dan saat ovulasi makin pendek).
5. 2 L OK ASI DA N M E TO DA P E NY UN TIK A N
Lokasi penyuntikan hormon pada tubuh ikan ialah :
a. Intramuskuler (ke dalam daging) cara ini yang paling mudah
dan tidak ada resiko ikan mengalami syok karena kesalahan
menyuntik.
Pada metoda ini lokasi yang disuntik ialah pada otot/daging
diatas garis lateral dibawah bagian depan sirip punggung
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 52

atau pada pangkal ekor atau didepan sirip ekor (Gambar 14


) atau di belakang duri terakhir sirip punggung.
b. Intraperitoneal (kedalam rongga perut). Jarum suntik
ditusukan pada jaringan yang lunak dipangkal sirip dada
(pectoral) atau pangkal sirip badan (sirip abdominal). Cara
memasukan jarum harus hati – hati agar tidak menusuk
organ tubuh bagian dalam. Hormon yang mungkin tertusuk
atau masuk kedalam hati, limpa, usus dapat menyebabkan
kematian ikan yang disuntik.

GAMBAR 14 : LOKASI PENYUNTIKAN PADA TUBUH IKAN


(WOYNAROVICH DAN HORVATH,1980)
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 53

5. 3 M ET OD E IN J EKS I H OR M O N
Ada beberapa variasi dalam injeksi hormon untuk merangsang
pemijahan ikan, seperti diterangkan oleh Woynarovich dan Horvath
(1980), ialah :
5.3.1 Metoda injeksi tunggal (Single Injection Method)
Sejumlah hormon yang sudah diperhitungkan sebelumnya untuk
seekor ikan, disuntikan sekali saja (100% dosis). Hal ini cukup efektif
bila dilakukan pada ikan yang sudah lama matang gonad dan pada
waktu hampir berakhir musim pemijahannya (paruh waktu akhir
musim pijah).
5.3.2 Metode dosis persiapan dan dosis penentu
Penyuntikan dilakukan dua kali. Suntikan pertama disebut dosis
persiapan biasanya sebanyak 10 % dosis, akan efektif menyebabkan
telur ikan berkembang sampai stadia pre-ovulasi. Lalu 18-24 jam
setelah itu, dilakukan penyuntikan kedua (dosis penentu) yang
banyaknya 90%-100% dari dosis hormon yang diperhitungkan.
Metoda ini biasanya dilakukan pada ikan yang hidup didaerah iklim
dingin dan iklim sedang. Juga metoda ini baik untuk ikan-ikan yang
berperilaku liar/lincah/nerves.
Metoda ini terbagi dua cara yaitu :
a) 1 x dosis persiapan dan 2 x dosis penentu.
Metoda ini baik untuk diterapkan bagi ikan yang hidup didaerah
tropika dimana metabolisme ikan berjalan cepat karena suhu rata-
rata tinggi.
Dosis persiapan (preparatory dose) ditulis dengan singkatan huruf
P; dan dosis penentu (decisive dose ) disingkat D.
Dosis persiapan sebanyak 5-10 % dan dosis penentu ke- 1 (D-1)
40% dan penentu ke- 2 (D-2) 60%. (jadi dosis seluruhnya lebih dari
100% sebab memang dalam menghitung dosis disarankan agar
selalu sedikit berlebih). Jarak antara waktu penyuntikan persiapan
dan dosis penentu ke- 1 ialah 18-24 jam; sedangkan jarak waktu
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 54

antara dosis penentu ke- 1 (D-1) dan ke- 2 (D-2) ialah antara 6-8
jam.
b) Beberapa kali suntik persiapan dan beberapa kali suntik penentu.
Pada jenis ikan tertentu dapat terjadi bahwa telur sudah berkembang
lama pada stadia dormant tetapi ovarium belum turun dibagian
rongga badan bawah. Seperti yang terjadi pada jenis ikan bawal air
tawar (Colossoma macropomum) yang aslinya dari Amerika Selatan dan
sudah berhasil dikembangkan di Indonesia. Induk betinanya perlu
disuntik beberapa kali persiapan yaitu P (1-5) dengan jarak waktu
masing-masing 24 jam diantara 2 injeksi. Lalu menyusul berturut-
turut suntikan penentu (Decisive) 2 x yaitu D (1-2) dengan dosis
sebanyak 40% dan 60% dengan jarak waktu penyuntikan 6 jam.
Menurut Woynarovich dan Horvath (1980) urut-urutannya dapat
digambarkan seperti berikut ini:

24 jam 24 jam 24 jam


P1 (5-10%) P2 (5-10%) P3 (5-10%) P4 (5-10 %)

24 jam

6 jam 24 jam
D2 (60 %) D1 (40 %) P5(5-10 %)

5.3.3 Metoda dosis tersebar (Distributed doses method)


Pada metoda ini injeksi dilakukan beberapa kali dengan
interfal (jarak) waktu cukup pendek saja yaitu antar 6-8 jam. Urutan
dan dosis mungkin berbeda seperti contoh dibawah ini :
a) 50% dan 50% dengan interval 6-8 jam.
b) 40% dan 60% dengan interval 6-8 jam .
c) 10%, 30%, dan 60% dengan interval waktu masing-masing 6 jam.
d) 33 1/3 %, 33 1/3 %, dan 33 1/3 % dengan interval masing-masing 6
jam.
e) 20%, 30%, dan 50% dengan interval masing-masing 6 jam.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 55

Metoda ini efektif untuk jenis-jenis ikan tropika dan yang biasa
memijah di air tergenang (Woynarovich & Horvath, 1980)
Perlu diketahui bahwa keperluan hormon lebih banyak
apabila bentuk tubuh ikan besar (gendut) berarti ovariumnya tebal.
Ketebalan ini diukur dari lingkar perut ikan. Hal ini
diketahui/berlaku pada ikan karper cina (untuk spesies ikan lain
belum ada pengalaman atau data), seperti dibawah ini. Dosis hipofisa
kering yang disesuiakan dengan lingkar perut ikan dapat dilihat pada
Tabel 2 di bawah ini :
TABEL 2. DOSIS HIPOFISA KERING DAN LINGKAR PERUT IKAN
Maksimum lingkar 38 40 42 43 46 50 55 60
perut (cm)
Dosis hipofisa kering 3.0 3.3 3.5 3.8 4.0 4.5 5.0 5.8
(mg/kg berat badan)
(Sumber : Woynarovich dan Horvath (1980)

5. 4 M EN E NT UK AN D OS IS H OR M O N
Pada proses ovulasi secara alamiah, ikan mampu secara persis dan
teratur mengatur pembentukan hormonnya sendiri. Sedemikian rupa
sehingga tidak akan terjadi kelebihan maupun kekurangan. Pada
kasus hipofisasi dimana hormon tambahan disuntikan kedalam
tubuh ikan, disini tentu ada sebagian hormon yang hilang sewaktu
disuntikan atau sewaktu diproses menjadi larutan. Hal ini disebabkan
karena memang sulit menentukan dosis yang persis, melainkan
secara kira-kira saja. Oleh karena itu sebaiknya dalam menentukan
dosis, dilebihkan dari perhitungan (10%-25% lebih banyak).
Menurut Woynarovich (1950), satu dosis atau disebut 100% dosis
biasanya dipergunakan satu butir kelenjar hipofisa (berat 1 butir
kelenjar tersebut adalah antara 2,5-3 mg yang diambil dari seekor
ikan mas berat badan 1,5-2 kg). Kemudian digunakan sebagai berikut:
a. Untuk ikan penerima (recipient) yang beratnya 5 kg atau lebih
(ukuran besar) dipergunakan satu dosis hipofisa per-kg berat
recipient. (1 dosis = 2,5-3 mg kelenjar hipofisa).
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 56

b. Untuk ikan recipient ukuran medium (2-5 kg) dipergunakan


0,5 dosis per-kg berat resipien (1,5 mg kelenjar hipofisa).
c. Untuk ikan recipient ukuran kecil (0,5-2 kg)dipergunakan 0,25
dosis per-kg berat recipient (0,75 mg kelenjar hipofisa).
Ada kemungkinan bahwa butir kelenjar hipofisa diambil dari ikan
mas donor yang ukurannya kecil (berat badan seekor donor kurang
dari 2,5 kg), maka berat kelenjarya tentu juga kecil-kecil tak sampai
2,5 mg/butir. Maka tentu harus diperhitungkan secara cermat berapa
kelenjar untuk mencapai 1 dosis; 0,5 dosis; 0,25 dosis termaksud
diatas. Tetapi secara kasar yang biasanya dipergunakan dilapangan
ialah ketentuan bahwa total berat ikan donor disamakan dengan total
berat ikan resipient. Jelasnya kalau ikan yang hendak disuntik
beratnya 1,5 kg misalnya, maka perlu diambilkan hipofisa dari ikan
donor berat badan totalnya 1,5 kg (boleh terdiri dari beberapa ekor
ikan).
Dosis hormon dapat berbeda nyata dari seekor ikan dengan ikan yang
lain, walaupun dari spesies ikan yang sama, dan juga dosis dapat
berbeda bila diterapkan metode/teknik aplikasi yang berbeda.
Namun dapatlah dikatakan bahwa keberhasilan rangsangan hormon
sebenarnya tergantung dari kondisi kesiapan dari induk betina,
umurnya, ukurannya, sensitifitasnya terhadap hormon yang
disuntikkan. Pada suhu lingkungan yang agak tinggi suhunya seperti
di daerah tropika dan adanya kemungkinan pelaksananya kurang
terampil sehingga agak banyak hormon yang terbuang, biasanya
suatu spesies hanya disuntik 1 kali atau 2 kali saja, yaitu dosis
persiapan (preparatory dose) dan dosis penentu (decisive dose) atau dosis
final seperti diuraikan pada butir 5.3 bagian b.
Dosis 100% atau disebut “knock out dose” biasanya diberikan untuk
induk ikan yang sudah mengandung telur fase dormant cukup lama
(Woynarovich & Horvath, 1980). Diperingatkannya juga bahwa pada
dosis persiapan jangan sampai diberi hormon dengan dosis
berlebihan (over dosis) sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya
ovulasi sebagian pada telur yang ada di dalam ovarium sehingga
dapat menggagalkan jadwal yang normal. Bila dosis hormon
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 57

kelebihan 10-15% saja yang disuntikkan, maka reaksinya cukup aman


dan normal. Tetapi bila suntikan yang diberikan dosisnya sangat
kurang, ovulasi dan pemijahan tentu tidak terjadi atau gagal.
5. 5 F ER TI L ISA SI B U A TA N D AN P E MI JA HA N B UA TA N
Setelah ikan disuntik dengan ekstrak kelenjar hipofisa (dihipofisasi),
maka beberapa jam kemudian ikan akan mengalami tahap pre-ovulasi
disusul ovulasi. Pada pre-ovulasi migrasi nucleus telah selesai, lalu
telur itu menyerap air (hidrasi) sehingga ukuran telur sekarang sama
dengan ukuran ketika dikeluarkan (memijah). Sampai disini, kalau
penyuntikan (hipofisasi) itu gagal misalnya, maka ovulasi tidak
terjadi, karena telur mengalami nekrosis (rusak) dan dapat
menyebabkan induk ikan mati karena keracunan oleh telur yang
rusak itu. Agar kerusakan tidak terjadi, terutama pada kondisi suhu
yang relatif tinggi di wilayah tropika, akan aman bila penyuntikan
dilakukan 2 (dua) tahap yaitu dosis persiapan dan dosis penentu.
Dimana dengan metoda itu hormon yang disuntikan sedikit demi
sedikit secara bertahap, tetapi jumlahnya lebih terjamin mencukupi.
Berapa jangka waktu terjadi ovulasi setelah penyuntikan, ini
tergantung atau dipengaruhi oleh suhu air dimana ikan itu ditaruh
setelah dilakukan penyuntikan. Semakin tinggi suhu air semakin
cepat reaksi terjadi. Setiap jenis ikan mempunyai suhu optimal untuk
perkembangan ovulasinya. Bagi ikan daerah tropika berkisar antara
22 -28o C.
Tentu pembaca ingin tahu, bagaimana mengetahui bahwa sesuatu
jenis ikan memerlukan metoda penyuntikan yang bertahap-tahap itu,
yakni perlu 2 kali atau 3 kali injeksi. Untuk mengetahuinya hanya
dengan cara dicoba-coba (trial and error) beberapa kali dalam
serangkaian percobaan-percobaan. Oleh karena itu amatlah
bermanfaat dalam mempercepat keberhasilan penelitian manakala
dapat diadakan pertukaran hasil-hasil penelitian antar negara yang
telah berhasil meneliti pembiakan buatan suatu species ikan,
mengingat demikian banyaknya species yang perlu dibiakkan secara
buatan.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 58

Dengan cara teknik penyuntikan hormon itu, memungkinkan


dilakukan 2 teknik berbeda pada ikan yaitu :
5.5.1 Fertilisasi buatan (pembuahan buatan) dengan cara “stripping”
yaitu mengeluarkan telur dan sperma ditampung dan
dicampurkan di dalam suatu wadah sehingga pembuahan
(fertilisasi) dapat terjadi secara buatan di dalam wadah tersebut
secara terkontrol. Cara ini disusul dengan melakukan penetasan
telur, pemeliharaan burayak (larva) menjadi benih ikan kecil
(pendederan/pengipukan). Selanjutnya dibesarkan sampai
menjadi benih ukuran gelondongan, yang kesemuanya
dilakukan secara terkendali atau terkontrol untuk dapat
terlindung dari serangan musuh-musuhnya. Dijaga dari sifat air
dan cemaran yang mematikan dan dari serangan penyakit,
sehingga daya kehidupan (sintasan) anak-anak ikan dapat
mencapai lebih tinggi untuk dapat memperoleh anak ikan yang
lebih banyak.
5.5.2 Pemijahan buatan (spontan) di tempat terkendali/terkontrol.
Pada teknik ini, penyuntikan hormon ditujukan agar ikan
mengalami tahap dimana bila dipertemukan dengan lawan
jenisnya, ikan dapat kawin/memijah seperti lazimnya namun di
dalam tempat tertentu yang diatur dan dipersiapkan oleh
manusia. Selanjutnya dengan akal dan kemauan manusia atau
penyelenggara dapat dilakukan langkah-langkah agar penetasan
telur, pembesaran larva seterusnya menjadi benih gelondongan
dapat dilakukan di dalam wadah dan kolam-kolam secara
terkendali pula. Apabila injeksi hormon ditujukan agar ikan-ikan
melakukan pemijahan sendiri, ini penyelenggaraannya lebih
mudah dibandingkan dengan fertilisasi buatan dengan
stripping. Sebab dari awal sudah dirancang agar setelah ikan
betina disuntik untuk kedua kalinya dan disusul penyuntikan
terhadap jantan-jantannya, maka segera jantan dan betina
dikumpulkan di dalam suatu kolam pemijahan yang sudah
dipersiapkan sesuai dengan peryaratan kualitas air dan lain
sebagainya.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 59

Maka pada waktu setelah beberapa jam diinjeksi terakhir (dosis


penentu), ikan akan memijah sendiri. Keesokan harinya ikan biasanya
telah memijah. Lalu kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan
atau memindahkan telur-telur yang telah terbuahi ke dalam
bak/kolam/wadah lain yang khas untuk inkubasi telur sesuai dengan
sifat telur itu. Pada pelaksanaan fertilisasi buatan (stripping), orang
harus mengamati induk-induk ikan yang telah disuntik dengan
hormon, agar saat terjadi ovulasi, ikan dapat segera ditangkap,
ditangani untuk diurut (distrip) telur dan spermanya ditampung di
dalam suatu wadah untuk dicampurkan agar sperma membuahi
telur-telur disitu.
Saat penanganan stripping itu harus tepat, kalau terlambat maka ikan
akan mengeluarkan telurnya begitu saja di dalam kolam walaupun
tidak ada pejantan disitu. Akibatnya telur akan mubasir tidak
terbuahi. Teknik stripping memerlukan ketrampilan dan kecermatan
yang hanya dapat berhasil bila seseorang memperoleh cukup latihan
untuk mengerjakannya.
Walaupun nampaknya pemijahan buatan (spontan) lebih sederhana
dan lebih mudah dilaksanakan, tetapi sebenarnya pemijahan buatan
(induced spawning) ada kebaikan dan keburukannya seperti
dikemukakan oleh Woynarovich & Hovarth (1980) dibawah ini :

Kebaikan pemijahan buatan :


1. Tidak perlu dengan cermat selalu diamati apakah ikan-ikan
sudah menunjukkan perilaku yang menandai bahwa ikan
harus segera ditangkap/ditangani untuk distripping. Hal ini
tentu melelahkan bagi si pelaksana.
2. Tidak perlu menangkap induk untuk distrip/diurut perutnya
untuk mengeluarkan telurnya. Pengurutan ini tidak baik
bagi ikannya dan mungkin menyebabkan ikan menjadi stress,
sakit lalu mati.
3. Tindakan mengeluarkan telur dan sperma, mencampurnya
agar terjadi fertilisasi, sungguh memakan waktu dan tenaga
bagi pelaksana. Maka dengan membuat pemijahan ikan itu
sendiri (spontan) pekerjaan menjadi ringan bagi si pelaksana.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 60

4. Bila ikan memijah sendiri setelah dirangsang tadi, tidak ada


resiko terjadinya telur terlalu masak (over ripe) yang
menyebabkan telur mati di dalam. Sebab bila terjadi ovulasi,
ikan-ikan akan dengan sendirinya kawin.
Keburukan dari pemijahan buatan
1. Harus dirancang alat yang memudahkan mengumpulkan
telur-telur yang telah dibuahi sesuai dengan sifat telur (bagi
telur yang melayang/planktonis, tenggelam/menggelinding
di dasar, harus dirancang alat yang cocok untuk dapat
mengumpulkannya). Supaya selanjutnya telur dapat
diinkubasikan atau ditetaskan di tempat yang terkontrol.
Atau perlu dipasang kakaban bagi telur yang berifat
menempel.
2. Telur yang dikumpulkan biasanya tercampur dengan
kotoran dan benda-benda lembut lain yang akan membusuk
dan akan mengakibatkan pertumbuhan bakteri dan
cendawan disekitar telur menyebabkan kerusakan pada telur.
3. Prosentase/derajat penetasan menjadi sulit dihitung karena
telur tersebar.
4. Dapat terjadi sebagian induk betina tidak berhasil memijah,
sehingga telur yang telah ovulasi mati di dalam ovarium.
Kasus ini menurut pengalaman dapat terjadi sampai 50% dari
kegagalan pemijahan buatan.
5. Bila pejantan tidak mencukupi atau lemah, akan banyak telur
yang tidak terbuahi. Bila pejantannya tidak responsif, maka
berarti semua telur tidak terbuahi. Hal ini sering terjadi pada
pemijahan yang menggunakan seekor jantan dan seekor
betina. Oleh karena itu lebih baik dilakukan dengan beberapa
ekor jantan dan beberapa ekor betina di dalam satu
bak/kolam.
Pada umumnya pemijahan secara alamiah ( pemijahan spontan)
setelah disuntik hormon lebih disukai, sebab dengan fertilisasi buatan
secara stripping, resiko untuk menyakiti induk ikan yang distrip itu
besar sekali, yang menyebabkan induk ikan sakit dan lama
sesudahnya baru dapat menghasilkan telur kembali.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 61

Perlu para mahasiswa mengetahui bahwa walaupun fertilisasi buatan


dengan stripping itu rumit dan memerlukan ketelitian dan ketekunan
bekerja, tetapi ini sangat penting untuk dipelajari sampai benar-benar
teknologi ini terkuasai. Pentingnya ialah bahwa untuk
menyelenggarakan rekayasa genetika, dimana telur pada
perkembangan tertentu perlu diberi sesuatu perlakuan, misalnya
kejutan panas, kejutan dingin, penyinaran ultra violet, dll. Dengan
perlakuan ini dapat diketahui pada menit ke berapa setelah fertilisasi
itu treatment harus dilakukan. Kalau saat nya meleset tentu kejutan
yang dilakukan tidak berhasil atau gagal. Tanpa keberhasilan dalam
fertilisasi buatan (induced breeding), maka rekayasa genetika mustahil
dilakukan.
5. 6 F AKT O R- F AKT O R EKS T E RN A L YA NG
M E M EN G AR U HI P E MI JA HA N
Setelah dilakukan injeksi-injeksi dengan dosis yang diperlukan oleh
setiap spesies, masih diperlukan pula beberapa faktor eksternal agar
ikan berhasil memijah/kawin. Faktor-faktor eksternal tersebut ialah :
a. Suhu air harus dalam keadaan stabil dengan derajat suhu
antara 22o-28o C untuk ikan-ikan di daerah tropika seperti di
Negara kita ini.
b. Air harus mengandung cukup oksigen terlarut yang selalu
cukup (5-7 ppm) dan air cukup mengalir/berganti walaupun
tidak terlalu deras.
c. Tempat tidak terlalu cerah oleh sinar langsung. Untuk
mengatasinya dapatlah bak/kolam diberi atap atau ditutup
dengan kain penutup agar gelap.
d. Tidak terganggu oleh kegaduhan atau berisik. Kolam/bak
sebaiknya ditempatkan ditempat terisolasi, jauh dari
keramaian. dan diberi penutup juga dapat mengurangi
pengaruh gangguan kegaduhan.
e. Sebaiknya setelah disuntik, ikan jantan dan betina dipisahkan
didalam bak tersendiri. Nanti bila sudah hampir tiba saatnya
memijah, barulah disatukan didalam kolam pemijahan yang
sudah dipersiapkan sebelumnya.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 62

Setelah disuntik, ikan-ikan harus selalu diamati, dan setiap


jam diukur suhu airnya. Lebih-lebih apabila ikan akan dilakukan
pengurutan telur (stripping), perilaku ikan harus diamati secara
cermat, untuk melihat tanda-tanda bila sudah terjadi ovulasi agar
tidak sampai terlambat untuk menangani ikan-ikan itu. Bila terlambat
tentu akan terjadi pelepasan telur secara tidak terkendali, bahkan bisa
terjadi sebelum ikan pejantan dimasukkan ke dalam kolam pemijahan
itu. Akibatnya tentu akan mengalami kegagalan karena telur tidak
bertemu dengan sperma. Bila waktunya sudah hampir memijah,
perilaku ikan-ikan akan terlihat lebih gelisah.
5. 7 PR AK TE K TE KN I K F E R TI LI SAS I B UA T AN
Fertilisasi atau pembuahan ialah proses bertemunya
spermatozoa dengan sel telur. Pada dinding sel telur terdapat satu
lubang kecil yang disebut “micropil”. Bila telur telah keluar dari perut
ikan ke dalam air, telur itu segera mengambang karena menyerap air
(hidrasi). Hal ini menyebabkan lubang mikropil itu tertutup.
Lamanya waktu mikropil itu dalam keadaan terbuka setelah telur
menyentuh air hanyalah singkat sekali yaitu antar 30-60 detik saja.
Sehingga sel sperma harus segera berhasil masuk ke dalam sel telur
melalui mikropil itu. Kalau tidak, sperma akan mati sia-sia dan sel
telur itupun tidak terbuahi dan beberapa saat kemudian juga akan
mati.
Disisi lain, sel-sel sperma (spermatozoa) setelah dilepaskan
ke dalam air juga hanya mempunyai waktu 30-60 detik saja untuk
hidup dengan gerakan yang sangat cepat, kemudian setelah waktu
yang pendek itu berlalu, sperma tersebut akan mati. Tetapi bila telur
itu tidak terkena air, maka hidrasi telur akan terhambat, sehingga
mikropil tidak segera tertutup. Demikian pula dengan sperma, jika
tidak terkena air, maka ia akan bertahan hidup lebih lama, walaupun
gerakannya tidak secepat di dalam air. Karena itu perlu dilakukan
pengadukan dengan bulu ayam.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 63

5.7.1 Fertilisasi buatan dengan cara stripping


Sifat itu dipergunakan di dalam pelaksanaan fertilisasi
buatan dengan cara stripping, yaitu telur dan sperma ditampung di
dalam suatu wadah yang sama sekali kering (tidak terkena air).
Pencampuran telur dan sperma itu harus diaduk dengan bulu ayam
yang sudah disterilkan, supaya sperma berkemungkinan lebih
banyak untuk menemukan lubang pada telur (mikropil) itu (Gambar
: 15 ). Namun keadaan kering itu tidak boleh terlalu lama, karena
telur yang tanpa air itu akan berdempetan satu sama lain sehingga
kemungkinan mikropil tertutup oleh telur lain dan sperma terhalang
untuk memasukinya. Sehingga setelah waktu 1 (satu) menit, ke dalam
wadah dimana dilakukan fertilisasi buatan itu air dimasukkan secara
perlahan-lahan dan sambil terus diaduk, agar telur yang telah
dimasuki spermatozoa itu dapat hidup dan berkembang (hidrasi)
secara normal.

GAMBAR: 15. SEL TELUR YANG DIMASUKI SPERMA


PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 64

5.7.2 b. Cairan Fertilisasi


Menurut Woynarowich dan Horvath (1980) bahwa pada
fertilisasi buatan, untuk dituangkan pada campuran telur dan sperma
itu bukan air murni melainkan larutan fertilisasi yaitu larutan
karbamida (urea) 30 gram dan 40 gram garam dapur (NaCl) yang
tidak mengandung yodium yang dilarutkan dalam air 10 liter.
Larutan fertilisasi ini hendaknya disiapkan sebelum dilakukan
stripping.
Penggunaan larutan ini yaitu dituangkan ke dalam wadah tempat
fertilisasi itu sedikit demi sedikit sementara telur dan sperma diaduk.
Dalam cairan fertilisasi itu sperma dapat hidup lebih lama yaitu tahan
hidup sampai 20-25 menit. Di dalam cairan fertilisasi tersebut telur
ikan dapat mengalami hidrasi (menyerap air) seperti lazimnya, dan
telur pada umumnya akan mengembang sampai volumenya
meningkat sebanyak 10-60 kali lipat (tergantung species ikannya)
dari ukuran besarnya telur pada ketika baru dikeluarkan dari perut
ikan (telur dalam keadaan kering).
Itulah sebabnya wadah untuk melakukan fertilisasi buatan harus
cukup besarnya, supaya nanti setelah telur mengembang, wadahnya
tidak terlalu penuh agar tidak sampai tumpah. Dengan menggunakan
cairan fertilisasi itu derajat pembuahan telur yang berhasil dibuahi
lebih baik yaitu mencapai 80-90 %.
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 65

GAMBAR 16 : PROSES STRIPPING ATAU PENGALINAN


(WOYNAROVICH & HORVATH, 1980)
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 66

Selain itu dikatakan bahwa dalam larutan fertilisasi karbamida (urea)


bersifat melarutkan bahan perekat telur, seperti yang terjadi pada
telur ikan mas (Cyprinus carpio). Karbamida juga berpengaruh
memperpanjang umur sperma. Sedangkan garam NaCL yang
terkandung di dalam larutan fertilisasi itu mempunyai daya katalitis
(merangsang ) pembuahan (Woynarovich & Horvath, 1980).
Untuk menghilangkan zat perekat dapat juga dipakai larutan tannin
yang sangat lemah.Larutan lemah tannin digunakan untuk mencuci
telur setelah prose hidrasi telur selesai. Pencucian harus cepat,
disebabkan tannin bersifat merusak protein, sehingga dapat merusak
telur bila pencucian terlalu lama

GAMBAR 17: PENGADUKAN TELUR DAN SPERMA


PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 67

Setelah sel sperma masuk ke dalam sel telur, maka mikropil segera
menutup dan sel telur menjadi berkembang karena menyerap air
(hidrasi). Lamanya proses hidrasi telur itu berlangsung adalah antara
1-1,5 jam. Namun mikropilnya sudah tertutup setelah 1 menit telur
itu kontak dengan air atau cairan. Dengan kehadiran sel sperma,
maka inti sel telur melakukan pembelahan meiose ke-2, sehingga
kromosomnya menjadi 1 n. Lalu terjadi penggabungan dengan inti
sperma yang juga sudah mengandung 1 n kromosom, sehingga
terjadilah embrio (janin) dengan 2 n kromosom yang normal.
Sementara itu proses hidrasi telur terus berlanjut yang lamanya 1
sampai 1,5 jam. Bila proses hidrasi selesai, ukuran besarnya telur
dapat mencapai 10-60 kali lipat dari pada ukuran telur ketika baru
dikeluarkan dari dalam ovarium. Proses hidrasi telur itu selalu terjadi
walaupun seandainya telur tidak terbuahi. Terbuahi atau tidak, telur
tetap hidrasi (menyerap air). Maka harus diperhatikan bila
menyelenggarakan fertilisasi buatan dengan stripping, wadah telur
itu harus jauh lebih besar ( 10-15 x) dari volume telur yang ditadah,
agar nanti setelah hidrasi telur tidak tumpah. Stripping di atas meja
untuk ikan yang berukuran besar dapat dilihat pada Gambar 18
berikut ini :
PENGEMBANGAN PEMIJAHAN BUATAN 68

GAMBAR 18 : STRIPPING DI ATAS MEJA UNTUK IKAN YANG


BERUKURAN BESAR (WOYNAROVICH & HORVATH, 1980)
Bab 6
Pemeliharaan Induk Ikan
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 70

Pada bab ini dibahas tentang beberapa aspek pemeliharaan induk


ikan baik jantan maupun betina. Berhubung dengan banyaknya jenis
ikan yang biasa dibudidayakan, maka pembahasan tentang teknik
pemeliharaan induk ikan harus disesuaikan dengan sifat-sifat dari
spesies yang dipelihara. Karena itu penulis akan membahas beberapa
spesies yang ekonomis penting di Indonesia dan beberapa spesies di
negara lain yang dianggap penting sebagai pembanding.
Banyak penelitian yang telah dilakukan di negara kita maupun di luar
negeri, antara lain penelitian yang dilakukan oleh badan Litbang
Departemen Kelautan dan Perikanan. Penelitian telah diprioritaskan
untuk ikan-ikan laut yang ekonomis penting misalnya kerapu bebek
(Cromileptis altivelis), kerapu lumpur (Epinephelus tauvina), kerapu
sunu (Plectopomus leopardus), ikan bandeng (Chanos chanos), kakap
putih (Lates calcarifer), ikan beronang (Siganus sp) dan lain-lain.
Beberapa jenis ikan untuk budidaya air tawar juga terus dilakukan
terhadap ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias spp.), ikan
gurame (Osphronemus gouramy), dan sebagainya dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu genetiknya. Beberapa jenis ikan yang asli dari
perairan umum dan terancam punah karena kemerosotan mutu
lingkungan atau populasinya menurun akibat dari penangkapan
yang berlebihan, juga terus menerus diteliti sampai berhasil
mengembangbiakkannya secara buatan. Seperti ikan jelawat, ikan
arwana, ikan patin juga udang galah. Ikan mas dan ikan lele dumbo
yang ternyata telah menurun kualitas genetisnya sebagai akibat dari
pembiakan inbreeding yang tidak terkontrol, juga sedang dilakukan
perbaikan mutu genetis dengan cara back crossing. Pada tahun 2003
Departemen Kelautan dan Perikanan telah melepas secara resmi hasil
perbaikan genetis, yaitu jenis ikan lele yang disebut “Lele
Sangkuriang”. Tentu dimasa yang akan datang akan lebih banyak lagi
jenis ikan budidaya yang ditingkatkan mutu genetisnya, seperti ikan
mas yang dikenal dengan strain majalaya (telah disosialisasikan sejak
lama), juga udang galah dan ikan nila yang sifatnya lebih unggul
dalam hal kecepatan pertumbuhan dan komposisi dagingnya.
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 71

Beberapa jenis ikan berasal dari luar negeri yang mempunyai sifat-
sifat yang menguntungkan karena pertumbuhannya cepat dan efisien
dalam pemanfaatan makanan alami seperti ikan bawal air tawar
(Colossoma sp.) yang berasal dari Amerika Selatan, lele dumbo asal
dari Hongkong/Taiwan, ikan nila asal dari Thailand dan Philipina,
telah berhasil berkembang di Indonesia.
6. 1 ME M P ER O L E H C AL O N - CA L O N IN DU K
Calon Induk ikan dapat diperoleh dari berbagai cara yaitu :

a. Dengan menangkap induk dan calon induk dari alam. Induk


ditangkap dari alam lalu diperlihara di dalam lingkungan
perkolaman agar induk-induk tersebut menjadi benar-benar
teraklimatisasi dan sampai mengandung telur yang matang
(matang gonad). Induk yang ditangkap dari alam biasanya masih
bersifat liar, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk
mendomestikasikannya. Misalnya dalam mempersiapkan induk
ikan bandeng, arwana, jelawat, patin dan lain sebagainya yaitu
ikan-ikan yang belum biasa diternakkan.
b. Dapat juga mulai memelihara ikan dari ketika masih stadia
yuwana. Dipelihara di kolam dalam waktu yang cukup lama
sampai mengandung telur/gonad yang matang. Cara ini
dilakukan baik untuk ikan yang sudah biasa dibudidayakan
maupun ikan liar yang baru akan didomestikasikan.
c. Dapat juga induk yang ditangkap dari alam yang memang induk
induk yang sudah mengandung gonad yang matang atau hampir
matang, yaitu saat ikan liar mengadakan kegiatan beruaya
menuju daerah “breeding ground” nya secara berbondong-
bondong. Sebagai contoh ialah pemijahan ikan salmon di daerah
sub tropis. Induk-induk ikan salmon menjelang musim
pemijahan beruaya dari laut, masuk ke sungai menuju ke daerah
hulu sungai yang jernih dan airnya dangkal dengan dasar yang
berpasir atau berkerikil dimana dia akan melakukan pemijahan.
Hal ini terjadi secara musiman yaitu biasanya menjelang musim
semi atau musim panas.
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 72

Karena daerah pemijahan alami cenderung banyak bahayanya,


sehingga kemungkinan benih ikan banyak yang mati, maka orang
membuat tempat pembenihan buatan ditepi sungai yang biasa dilalui
oleh ikan-ikan salmon yang hendak memijah. Disitu induk-induk
ikan ditangkap dengan cara dimasukkan ke dalam saluran khusus
sebagai perangkap, sehingga ikan-ikan dengan sendirinya banyak
masuk ke dalam suatu perkolaman dilingkungan bangunan balai
pembenihan (hatchery). Di hatchery itu dilakukan stripping dan
fertilisasi buatan. Selanjutnya ditetaskan dan burayaknya dipelihara
secara terkontrol sehingga derajat kelangsungan hidupnya (SR =
Survival Rate) menjadi tinggi.
Setelah dilakukan stripping biasanya induk-induk salmon akan mati,
dan saat inilah ikan yang masih segar dikumpulkan lalu diolah
menjadi ikan olahan dalam kaleng. Ini meliputi volume yang banyak
sampai puluhan bahkan ratusan ton setiap musim walaupun hanya
setahun sekali. Secara alamiah ikan salmon yang memijah di alam
pada umumnya setelah pemijahan kebanyakan memang mati, karena
perilaku pemijahannya agak berat sehingga tubuhnya luka-luka yang
pada akhirnya banyak mati terserang bakteri atau segera dimakan
oleh beruang atau binatang predator lainnya.
Jadi dengan mendirikan hatchery, manusia dapat mengambil manfaat
yang besar yaitu daging salmon dan benih ikan. Benih ikan salmon
setelah cukup gesit (kira-kira seukuran jari/fingerling) akan
berbondong-bondong lagi kembali ke laut dimana mereka hidup
sampai menjadi dewasa. Demikian juga setelah ditetaskan di
hatchery, anak-anak ikan salmon tidak biasa dipelihara sampai besar
di kolam, melainkan dilepaskan kembali agar hidup di habitat aslinya
yaitu di laut.
Telah dicoba dengan memasang tanda (tagging) pada benih ikan
salmon yang dilepas, ternyata benih ikan salmon yang dilepas di
suatu sungai menuju ke laut, kelak setelah dewasa salmon tersebut
memijah dan kembali ke dalam sungai yang sama, dimana dahulunya
dia dilepaskan (dokumentasi televisi Jepang).
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 73

Maka dengan cara membuat hatchery ikan salmon itu, manusia dapat
menjamin kelestarian dan kesinambungan dari produksi ikan salmon
untuk daerah yang bersangkutan.
6. 2 T E KN O L O GI P E M E LI HA R AA N I ND UK
Teknik pemeliharaan induk di kolam merupakan prasyarat untuk
dapat memperoleh induk yang bermutu baik (artinya : sehat,
terseleksi secara genetik dan keturunannya terkontrol, mempunyai
fekunditas yang tinggi dan mutu telur baik serta daya tetas yang
tinggi pula). Oleh sebab itu faktor yang penting dalam pemeliharaan
induk ikan untuk keperluan perkembangan telurnya ialah kondisi
lingkungan yang baik dan cocok serta pakan dalam kuantitas yang
cukup dan berkualitas baik.
Hampir semua jenis ikan dapat dipelihara di dalam kolam atau jaring
apung secara terkontrol sampai mencapai tingkat perkembangan
gonad pada fase istirahat yaitu telur pada fase dormant. Hanya saja
untuk dapat memijah/kawin, tidak semua ikan dapat dengan mudah
melakukannya, melainkan memerlukan perlakuan dan penanganan
atau rangsangan khusus (induced spawning). Sebagai contoh, ikan asal
sungai seperti grass carp, silver carp, dimana setelah dipelihara di
kolam dan mengalami pematangan gonada (fase dormant) harus
disuntik dengan hormon tertentu agar dapat mengalami ovulasi atau
memijah. Demikian juga ikan lele dumbo, ikan bawal air tawar, yang
semula diimport dari luar negri, sehingga di Indonesia perlu disuntik
hormon agar dapat memijah, karena alam di negara kita berbeda
dengan di wilayah asli dari jenis-jenis ikan tersebut.
6.2.1 Tempat Pemeliharaan Induk
Induk-induk ikan dan calon induk baik jantan maupun betina
memerlukan tempat pemeliharaan yang cocok untuk masing-masing
spesies. Yang paling mudah, karena dapat dipelihara di kolam tanah
biasa atau di dalam keramba jaring apung yaitu pada kebanyakan
ikan air tawar. Persyaratan yang harus dipenuhi ialah kedalaman air
harus memadai. Untuk ikan-ikan bertubuh kecil seperti ikan nila, ikan
mujair, ikan tawes, mas dan berbagai jenis ikan hias yang kecil-kecil
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 74

kedalaman air 30-50cm sudah cukup memadai. Persyaratan lain yang


penting juga ialah tempat harus tenang, tidak terganggu oleh suara
dan gangguan-gangguan lain.
Padat penebaran tidak boleh terlalu tinggi, kecuali ikan mas yang
beratnya kurang lebih 1 kg. Padat penebaran sebaiknya 1 ekor/2 m 2.
Untuk ikan nila dapat lebih padat sampai 4 ekor/2 m 2. Berbeda
dengan ikan-ikan laut yang bertubuh besar seperti beberapa spesies
ikan kerapu, ikan bandeng yang dewasa pada berat lebih dari 1-4 kg,
sebaiknya calon-calon induk dipelihara untuk beberapa bulan di
dalam keramba jaring apung yang dipasang di laut dengan pakan
yang cukup berkualitas. Setelah mengandung telur dormant, induk
dipindahkan ke dalam kolam pemeliharaan yang dibuat di pantai
dengan pergantian air laut 100-200% per-hari. Seperti yang terjadi di
tempat pembibitan ikan laut di Jepara (Balai Budidaya Air Payau), di
Lampung (Balai Budidaya Air Laut), di Situbondo, di Takalar
(Sulawesi Selatan), Singaraja (Bali), dan lain-lain.
Kapasitas tempat/bak pemeliharaan atau pematangan induk hingga
bertelur dapat menggunakan bak dengan volume 20-100 m3. Karena
itu usaha pemeliharaan ini memerlukan biaya investasi yang cukup
besar.
6.2.2. Pakan Induk
Kualitas (mutu) dan kuantitas (jumlah) pakan untuk induk ikan
sangat penting karena diperlukan selain untuk menjaga stamina,
kesehatan induk-induk ikan itu, juga untuk memproduksi telur
dan/atau sperma. Pakan yang cocok sesuai dengan kebutuhan dan
pola makan setiap spesies baik kualitas maupun kuantitasnya,
sangatlah penting untuk pemeliharaan induk. Bila ikan kekurangan
pakan atau pakannya bermutu tidak bagus, maka pada
perkembangan telur fase vitellogenesis akan berpengaruh buruk.
Apabila pakan induk kekurangan nutrien yang esensial terutama
asam-asam amino, vitamin dan mineral, perkembangan telur akan
terganggu sehingga akan dapat menyebabkan kegagalan ovulasi.
Karena itu induk-induk ikan harus cukup mendapatkan pakan alami
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 75

atau pakan buatan yang lengkap unsur-unsur esensialnya, akan


dapat menghasilkan telur dan benih yang berkualitas baik. Pakan
alami untuk berbagai spesies ikan berbeda-beda, karena itu harus
diketahui benar jenis dan pola makanan dari setiap spesies yang
diternakkan (Woynarovich dan Horvath, 1980).
6.2.3 Seleksi Induk Sebelum Dipijahkan
Tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa induk ikan telah siap
untuk memijah, hampir sama untuk setiap spesies ikan, yaitu:
Betina:
1. Abdomen membesar dan lunak bila diraba, disebabkan oleh
ovariumnya yang telah berkembang penuh sampai ke bagian
posterior dekat lubang genital.
2. Lubang genital membengkak, menonjol dan berwarna
kemerahan.
3. Anusnya juga membengkak dan kemerahan.
4. Pada beberapa spesies ikan yang hidup di daerah pelagis,
abdomennya juga berwarna kemerahan.
5. Beberapa spesies memperlihatkan warna tubuh yang sedikit
lebih cemerlang menjelang saat ovulasi.
Jantan:
1. Jantan mengeluarkan beberapa tetes air mani bila
abnomennya sedikit ditekan.
2. Pada beberapa spesies ikan karper Cina dan India, sirip
pektoralnya bagian dorsal (atas) menjadi kasar bila diraba.
3. Beberapa jenis ikan memperlihatkan organ seksual
dimorfisme yang nyata sehingga mudah dibedakan antara
jantan dan betina. Seperti misalnya pada ikan guppy, ikan
cupang, ikan lele, dan mujair atau nila.
Pada beberapa jenis ikan terutama pada betina tanda-tanda seperti
tersebut diatas tidak selalu dapat dilihat. Pada ikan kerapu, untuk
mengetahui kesiapan induk sebelum dirangsang untuk pemijahan
dengan suntikan hormon, harus dikeluarkan sedikit telurnya dengan
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 76

menggunakan kanula yaitu sepotong pipa karet kecil untuk menyedot


telur dari dalam ovariumnya. Telur yang diperoleh diukur besarnya
dibawah mikroskop. Bila diameter telur mencapai 400 µm maka
induk tersebut sudah saatnya diberi suntikan hormon untuk
merangsang pemijahan.
Di negara China, fertilisasi buatan secara stripping pada beberapa
jenis ikan karper dipraktekkan dengan 3 metoda fertilisasi buatan
(Shan-Jian et al, 1983) yaitu:
1. Metode kering (dry method) yaitu telur dari betina lebih dahulu
diurut dan ditadah di dalam waskom kering, menyusul diurut
cairan mani dari pejantan, lalu diaduk dengan menggunakan
bulu ayam yang sebelumnya telah dicuci bersih dan dikeringkan.
Pengadukan selama satu menit, lalu dituangi sedikit air bersih
sambil diaduk terus selama satu menit lagi. Setelah itu dituangi
air lebih banyak untuk mencuci telur-telur tersebut sebanyak 2-3
kali sebelum semua telur yang telah dibuahi itu dipindahkan ke
dalam wadah penetasan untuk diinkubasi.
2. Metode semi-kering (semi dry method) yaitu cairan mani diambil
melalui dubur ikan jantan dengan menggunakan pipet, lalu
diencerkan dengan larutan garam fisiologi sebelum
dicampurkan dengan telur yang sudah ditampung di dalam
waskom. Setelah diaduk-aduk dengan bulu ayam, seperti
prosedur di atas tadi, lalu dicuci sebanyak 2-3 kali dengan air
bersih kemudian siap diinkubasikan.
3. Metode basah (wet method) yaitu telur dan sperma bersamaan
diurut, ditadah dalam waskom yang sudah berisi sedikit air
bersih.
Ketiga metode tersebut sama efektifnya dengan derajat fertilisasi
yang tinggi, asalkan pelaksanaannya cukup terampil.
6.2.4 Kesehatan Induk
Induk yang dipelihara harus diperiksa kondisi kesehatannya
sekurang-kurangnya sekali dua minggu untuk melihat adanya
sesuatu parasit dan gejala-gejala penyakit lainnya. Ektoparasit lebih
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 77

mudah dilihat dengan kaca pembesar (loupe). Tetapi penyakit yang


bersarang di dalam tubuh, tidak mudah dilihat, tetapi mungkin dapat
dikenali dari gejala-gejala atau tanda-tanda dan perilaku ikan.
Misalnya ikan yang berpenyakit terlihat kurang gesit, berwarna
kusam, nafsu makan kurang, sulit bernafas, dan sebagainya. Maka
harus segera diambil tindakan dengan mengeringkan kolam secara
total, ikan-ikan ditangkap dan segera diobati dengan obat-obat yang
sesuai seperti perendaman dalam larutan antibiotika atau obat-obat
lain yang dianjurkan oleh para ahli penyakit ikan. Setelah diobati,
induk-induk dipindahkan ke dalam kolam lain, sedangkan kolam
yang bekas dipakai tadi dikeringkan, diberi kapur untuk
memberantas bibit penyakit.
Induk ikan yang kurang sehat, tidak mungkin menghasilkan telur
yang berkualitas bagus. Sebagai tindakan pencegahan penyakit,
kolam induk harus selalu dialiri air (sirkulasi) dengan air yang segar
dan bersih dan telah didesinfeksi sebelumnya. Makanan yang
bermutu baik bagi induk juga merupakan pencegahan penyakit
karena daya tahan terhadap sesuatu penyakit akan timbul pada
induk-induk ikan yang mutu dan volume pakannya baik dan
mencukupi.
Kualitas air yang optimum untuk induk juga akan menjamin
kehidupan yang sehat bagi induk-induk ikan.

Faktor-faktor yang penting pada kolam pemeliharaan induk adalah:


• Pada suhu optimum yang berkisar antara 26-30°C, ikan-ikan
tampak berenang-renang dengan tenang.
• Kecerahan air yang optimal
• Kadar oksigen terlarut 5-7 ppm
• Padat penebaran sesuai dengan ukuran dan jenis ikan
• Pakan alami dan pakan buatan harus mencukupi baik
volume maupun kualitasnya.
• Kedalaman air kolam antara 1-3 meter sesuai dengan jenis
ikan.
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 78

6. 3 P E MB EN IH AN IK AN MA S ( CY PR IN U S CA RP I O L. )
Cyprinus carpio atau ikan mas dibudidayakan di berbagai pulau di
Indonesia. Menurut statistik perikanan pada Direktorat Jenderal
Perikanan bahwa produksi ikan budidaya terbanyak adalah produksi
ikan mas yaitu sekitar 83.885 ton pada tahun 2002. Di Indonesia ikan
mas dibudidayakan dikolam, sawah, keramba/keramba jaring apung
(KJA) diberbagai wilayah, dari pulau Sumatera hingga Papua.
Namun produksi yang terbanyak adalah di pulau Jawa dan Sumatera.
Induk ikan mas di Indonesia terdapat berbagai varietas dan sub
varietas seperti varietas Cyprinus carpio, varietas flavipinnis C.V., yang
warnanya jingga. Varietas ini kemudian dibagi menjadi beberapa sub-
varietas, antara lain Sinyonya yang berwarna jingga dan bermata
sipit, kancra domas yang berwarna coklat dan mengkilap keemasan
(Jhingran & Pullin, 1985). Kemudian ada varietas sebagai hasil dari
pemuliaan yang telah dilakukan yakni Karper Punten yang warnanya
kehijauan gelap (di daerah Malang, Jawa Timur). Sedangkan strain
Majalaya dari Jawa Barat juga berwarna hijau gelap dengan badan
yang lebih gemuk dan pertumbuhannya lebih cepat.
Karper Kaca (mirror carp) dengan nama ilmiah Cyprinus carpio
varietas specularis, ikan asli dari Galicia atau Franconia dan
disebarluaskan ke Indonesia pada awal abad 20, seperti diungkapkan
oleh Jhingran dan Pulin (1985). Ikan mas ini sisiknya sedikit berjejer
pada bagian punggung.
Di Jepang dikenal ada varietas Asagi dan Yamato. Di Rusia,
Yugoslavia, dan Hungaria juga dibudidayakan beberapa varietas
Cyprinus carpio, yang khas dan hidup di daerah sub tropika yang
mempunyai empat musim itu. Di sana, pada musim dingin (winter),
ikan mas berhenti tumbuh karena suhu yang dingin sehingga
pertumbuhannya terhenti untuk beberapa bulan dalam setahun.
Di Indonesia, ikan mas untuk pertama kali dapat memijah pada umur
8-12 bulan, dengan berat badan 0,5-1kg. Induk ikan mas dapat
memijah berselang 3 bulan. Setelah memijah, ovarium segera mulai
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 79

berkembang lagi apabila dipelihara didalam perairan/kolam/keramba


jaring apung dengan diberi makanan yang baik.
Pakan bagi induk ikan mas dianjurkan mengandung protein 35-40 %
dengan dosis 3-4 %/hari. Walaupun pada padat penebaran tinggi
seperti pada pemeliharaan di dalam keramba jaring apung atau
kolam air deras, induk ikan mas dapat mengandung telur, tetapi
untuk mendapatkan fekunditas yang tinggi dan telur yang bermutu
baik, induk ikan mas dianjurkan untuk dipelihara dengan kepadatan
rendah yakni 15-20 kg/100 m2 luas kolam.
Kolam khusus untuk memelihara induk ikan sebaiknya mempunyai
luas minimum 100 m2, kedalaman antara 80-100 cm dan airnya jernih
(tidak berlumpur), dimana pergantian air terjamin selalu segar dan
mengandung oksigen terlarut tidak kurang dari 6 ppm (Jhing Van &
Pullin, 1985). Dikemukakan juga bahwa di berbagai negara dengan
iklim berbeda, maka suhu optimal Cyprinus carpio untuk memijah
berbeda pula. Di Indonesia dan berbagai negara beriklim tropika
suhu pada saat musim memijah bagi Cyprinus carpio adalah berkisar
antara 19-30oC.
Musim pemijahan terjadi sepanjang tahun. Rangsangan pemijahan
dengan suntikan hormon untuk ikan mas di Indonesia tidak
diperlukan, asalkan kondisi gonad sudah mengandung telur yang
matang gonad dan kolam yang telah dikeringkan selama satu minggu
disusul dengan aliran air baru. Hal demikian sudah cukup
merangsang induk ikan mas untuk memijah yang tentu saja harus
dipasang kakaban sebagai tempat peletakan telurnya.
Semakin besar ukuran tubuh induk betina, semakin banyak telur
yang dapat dihasilkan sampai umur kurang lebih 5 tahun. Setelah
lebih tua fekunditasnya makin kecil walaupun ukuran tubuh semakin
besar.
Perbandingan antara jantan dan betina agar derajat fertilisasinya
bagus bagi induk ikan mas adalah 1:1. Sebaiknya jantan 2 ekor dengan
masing-masing beratnya lebih kecil, bila betinanya besar. Tetapi
perbandingan berat badan total jantan dan betina tetap 1:1.
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 80

6. 4 P E MB E NI HA N IK AN - IK AN L A UT
Ikan kerapu merupakan segolongan ikan yang terdiri dari beberapa
genus. Di Indonesia habitat ikan kerapu ialah daerah terumbu karang
yang tersebar di hampir seluruh wilayah laut di Indonesia. Dibanding
dengan ikan golongan lain sesama ”ikan karang”, ikan kerapu
harganya paling mahal di pasar internasional. Menurut Sugama
(1999) golongan ikan karang yang teknik pembenihannya telah
dicoba dan berhasil memproduksi benih, antara lain: kerapu tikus
atau juga dikenal sebagai kerapu bebek (Cromileptis altivelis), kerapu
sunu (Plectopomus maculatus sinonim Plectopomus aerolatus atau
Plectopomus maculatus), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), ikan
napoleon (Cheillinus undulatus), kerapu lumpur (Epinephelus coioides
sinonim Epinephelus tauvina), kerapu malabar (Epinephelus
malabaricus), kerapu batik (Epinephelus microdon). Yang telah siap
dikembangkan di kalangan nelayan adalah kerapu macan, kerapu
bebek atau kerapu tikus dan kerapu sunu.
Disamping itu juga kakap merah (Lutjanus johnii), kakap putih (Lates
calcarifer), beronang (Siganus spp.), ikan ekor kuning (Caranx ignobilis),
ikan trevally (Gnathodon spicious, Aketis indicus) dikenal sebagai ikan
kuwe, ikan bandeng (Chanos chanos). Tetapi kebutuhan produksi
benihnya masih belum mencukupi dan kebanyakan masih
bergantung dari hasil tangkapan yang sifatnya musiman dari laut.
Oleh karena itu penelitian masih terus dikembangkan atau
diupayakan. Pembesaran ikan laut dilakukan dalam keramba jaring
apung dan sebagian kecil dibesarkan dalam tambak, seperti ikan
bandeng, kakap putih dan baronang.
6.4.1. Pemeliharaan Induk Kerapu
Induk ikan kerapu yang sudah paling berhasil dilakukan di hatchery
ialah ikan kerapu tikus dan kerapu macan. Calon induk diperoleh
dari tangkapan di daerah habitat aslinya, yaitu daerah terumbu
karang. Induk betina berukuran 1,5-2,5 kg dan jantan berukuran 3 kg
lebih. Ikan kerapu bersifat ”hermaphrodit protogini”, artinya ketika
masih muda berkelamin betina dengan berat badan berkisar 1,5-2,5
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 81

kg/ekor. Sedangkan setelah lebih tua dengan berat badan lebih dari 3
kg berubah kelamin menjadi jantan. Karena semakin tua resiko mati
atau tertangkap oleh nelayan, maka sering dialami kekurangan
pejantan untuk pembenihan di panti-panti pembenihan (hatchery).
Calon-calon induk ikan kerapu yang masih tingkat perkembangan
kelamin ”remaja” dipilih yang sehat, tanpa cacat tubuh, lalu
dipelihara (didomestikasikan) di dalam keramba jaring apung di laut
atau dapat juga langsung dipelihara di dalam bak-bak besar yang
berkapasitas 10-200 m3 dengan kedalaman 3 m yang sudah dibangun
di tepi pantai pada panti-panti pembenihan. Lamanya waktu
domestikasi adalah berkisar antara 6-12 bulan.
Padat penebaran calon induk dalam bak-bak pemeliharaan adalah 1
ekor/3m3 atau 1 ekor/5m3. Dalam masa pemeliharaan ini, kondisi air
harus diupayakan selalu terjaga atau berkualitas baik. Pergantian air
adalah 200-300% per hari. Air laut untuk pergantian air harus bersih
dari organisme-organisme yang mengganggu dan bebas dari bibit
penyakit. Air laut harus disaring 2-3 kali sebelum diisikan ke dalam
bak pemeliharaan ikan. Sekurang-kurangnya sebulan sekali, dinding
dan dasar bak harus dibersihkan dari organisme penempel yang tidak
dikehendaki, sementara itu ikan-ikan yang dipelihara dipindahkan ke
dalam bak lain yang telah dibersihkan dan dipersiapkan sebelumnya.
Setiap hari sisa-sisa pakan dan kotoran harus disipon dari dasar bak.
Kondisi kesehatan ikan harus diperiksa sekurang-kurangnya dua kali
perbulan. Bila ada gejala-gejala penyakit harus segera diambil
tindakan pengobatan yang sesuai dan dilakukan pembersihan bak.
Karena itu pengelolaan hatchery ikan laut memerlukan biaya yang
besar.
6.4.2. Pakan Induk
Pakan untuk induk ditujukan/dipergunakan untuk pemeliharaan
tubuh dan terutama untuk perkembangan gonad supaya dapat
memproduksi telur yang banyak (fekunditas tinggi), daya fertilitas
tinggi dan kandungan kuning telur yang berkualitas baik sebagai
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 82

bekal untuk kehidupan awal larva, sehingga vitalitas larva menjadi


baik.
Pola makan ikan golongan kerapu adalah karnivora. Pakan yang
sesuai ialah berbagai macam daging ikan lain, cumi-cumi, dan
sebagainya. Selain itu induk perlu dicukupi kebutuhan vitamin dan
mineral agar perkembangan hormon untuk pertumbuhan gonadnya
bagus.
Dosis pakan yang berupa ikan segar berkisar antara 5-10% berat
badan perhari. Perbandingan ikan dan cumi-cumi yaitu 1 : 1 (Trijoko
dkk., 2000). Cumi-cumi penting untuk pakan induk ikan, karena
cumi-cumi mengandung banyak cholesterol dan asam lemak esensial
yang diperlukan untuk perkembangan telur ikan, terutama bagi ikan
karnivora seperti golongan ikan kerapu.
Trijoko, dkk (2000), meneliti dan menyatakan bahwa pakan induk
kerapu yang diberi vitamin B kompleks, vitamin C dan vitamin E
disamping perlakuan dengan hormon dan pengelolaan air yang baik,
dapat menghasilkan telur yang lebih banyak, ukuran kuning telur
lebih besar dan frekwensi pemijahan lebih sering dibanding induk
kerapu yang hanya diberi pakan ikan rucah saja walaupun jumlah
ransum cukup. Jadi, kombinasi perlakuan komposisi pakan yang
baik, penyuntikan hormon yang tepat dan pergantian air (300-500%
perhari) dengan sistim flow-through ternyata sangat meningkatkan
produksi benih dan benih menjadi lebih sehat. Percobaan para
peneliti ini dilakukan di Loka Penelitian Perikanan Pantai Gondol,
Bali. Pakan yang disiapkan terdiri dari ikan rucah, cumi-cumi dan
vitamin yang dijual komersial di toko-toko pakan ternak.
Vitamin tediri dari vitamin E 1,5 %, vitamin B 0,85 %, vitamin B2 0,14
%, vitamin B6 0,15 %, fosfor dan kalsium 0,3 %, L-ascorbic-Ca (vitamin
C + Ca) 1,82 %, vitamin C dosis 500 mg/kg pakan. Vitamin C telah
dibuktikan pada berbagai ikan antara lain: ikan trout, Carrassius
carrassius, Oreochromis sp., berperan dalam membentuk kualitas telur.
Daya tetas telur pada ikan kerapu juga meningkat. Kekurangan
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 83

vitamin C akan menyebabkan larva banyak yang abnormal (Trijoko


dkk, 2001).
Vitamin B kompleks berhasiat menambah nafsu makan induk dan
daya tahan ikan yang tinggi terhadap penyakit. Sedangkan vitamin E
mempercepat pematangan gonad dan meningkatkan kualitas telur.
Di luar negeri penelitian dilakukan lebih detail lagi antara lain oleh
Horning et al. 1984, Sandres, 1984, Zohar, 1991 dalam Trijoko dkk.
(2001) bahwa vitamin C menstimulasi kerja hormon steroid (estradiol)
yaitu terakumulasinya vitamin C di dalam sel telur yang mengelilingi
folikel dan berperan dalam mensintesis hormon steroid reproduksi.
Menurut Yodriksa dkk. (1996) pemberian vitamin C satu kali/minggu
dengan dosis 100 mg/kg berat ikan, vitamin C dan B kompleks
diberikan dua minggu sekali dengan dosis 50 mg/kg berat ikan.

Hasil penelitian Trijoko dkk. 2001 menyimpulkan bahwa dengan


perbaikan pakan, yang disertai dengan penyuntikan hormon dan
pengelolaan air yang baik (300-500% pergantian air perhari) diperoleh
frekwensi pemijahan induk mencapai 15 kali, kisaran jumlah telur
sebanyak 143.500-501.700 butir dengan daya tetas telur mencapai
94%. Angka ini besar dibanding dengan induk-induk yang tidak
diberi pakan dengan baik, hanya memijah empat kali, dengan jumlah
telur 75.000-246.110 butir dengan daya tetas telur setinggi 70%.
6.4.3. Kualitas Air Media Pemeliharaan

Dengan pergantian air (sirkulasi) sebesar 300-500% volume air


perhari, diperoleh kualitas air seperti dalam Tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air selama percobaan ikan kerapu


bebek.

Variabel Minimum Maximum


Suhu (oC) 27,5 31,0
Salinitas (ppt) 30,0 33,5
pH 8,0 8,2
DO (mg/L) 7,0 7,5
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 84

Fosfat (mg/L) 0,03 0,08


Nitrit (mg/L) 0,03 0,09
Nitrat (mg/L) 0,04 0,09
Ammonia (mg/L) 0,04 0,07
(Sumber: Trijoko dkk., 2001)
6.4.4. Penanganan Induk Kerapu
Jika telah dipelihara selama 3-6 bulan, induk-induk jantan maupun
betina sudah mulai ada yang berkembang gonadanya dan ikan
terlihat gemuk. Pengecekan terhadap tingkat kematangan gonad,
untuk betina dilakukan dengan cara kanulasi yaitu dengan cara
memasukkan selang kateter yang berdiameter lubang 1 mm ke dalam
lubang kelamin sedalam 5-10 cm kemudian ujung selang yang satu
disedot dengan mulut teknisi. Maka di dalam selang kateter akan
diperoleh beberapa butir contoh telur dari dalam gonad (oocyt).
Oocyt dibawa ke laboratorium untuk diukur diameternya di bawah
mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer. Sebelum dilakukan
penusukan kateter itu, berhubung ukuran induk cukup besar dan liar,
serta bertubuh berat, maka terlebih dahulu ikan dibius sampai
pingsan dengan cara merendam dalam bak dengan memberi obat
bius MS 222*) dengan dosis (pengenceran) 1:10.000 (1 gram MS 222
dalam 10 liter air) menurut Woynarovich dan Horvath (1980).
Pembiusan dapat dilakukan di dalam bak pemeliharaan dengan
terlebih dahulu menurunkan air sampai sedalam punggung induk
ikan setelah ikan-ikan selesai diberi makan secukupnya, kemudian
mengukur volume air dalam bak tersebut.
Induk betina yang telah waktunya disuntik untuk merangsang
ovulasi dan pemijahan, adalah induk ikan yang mengandung oocyt
dengan perkembangan vitellogenesis sempurna (Arief, 2003). Untuk
mengetahui perkembangan vitellogenesis ada hubungannya dengan
diameter oocyt. Pada ikan napoleon perkembangan vitellogenesis
sempurna jika diameter Oocyt lebih dari 360 mikron (Slamet dkk.,
1991 dalam Arief, 2003). Pada keadaan tersebut induk ikan napoleon
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 85

telah waktunya untuk disuntik dengan hormon gonadotropin untuk


merangsang pemijahan.
=============================================================
*) MS 222 disebut juga uretan atau tricane metana sulfonat yaitu metana
sulfonat dari asam metanaamino benzoin etileter. Zat aminobenzoat ini
bersifat membius (Setyadi, 2000).

Pada induk jantan, pengecekan tingkat kematangan sperma


dilakukan dengan cara stripping yaitu dengan mengurut perut bagian
depan ke arah lubang genital. Bila pejantan mengeluarkan sperma
dengan sekali pengurutan ringan, dinyatakan sebagai perkembangan
sperma tingkat III (+3). Bila keluar sperma setelah berkali-kali
pengurutan keras adalah tingkat II (+2), dan jika diurut dan tidak
keluar tetapi hanya dilakukan dengan cara kanulasi adalah
menunjukkan perkembangan sperma tingkat I (+1), demikian
menurut penelitian Slamet dkk., (1998) dan Arief (2003).
Syarat induk jantan dapat dilakukan rangsangan pijah dengan
hormon gonadotropin harus pada tingkat kematangan II.
6.4.5 Injeksi Hormon pada Induk Kerapu.
Induk kerapu berukuran besar dapat mencapai 7-13 kg per ekor
jantan dan 2-4 kg per ekor betina yang bersifat liar, karena itu
sebelum ditimbang dan disuntik harus dibius terlebih dahulu.
Setelah dibius dan pingsan, induk-induk ikan ditangkap lalu
ditimbang satu persatu. Berat badan ikan perlu dicatat untuk
menentukan dosis hormon. Dosis itu dapat berkisar antara 150-800 IU
per kg berat badan ikan (Arief, 2003).
Hormon gonadotropin yang digunakan dan dijual secara komersil,
dapat berupa larutan di dalam ampul atau berupa serbuk di dalam
botol kecil yang bertutup karet. Di setiap ampul tertulis pada tabel
satuan hormon yaitu 100, 150, 250, 500, 1000, 1500 IU (International
Unit) per-ampul. Hormon gonadotropin pada umumnya berasal dari
ikan salmon (SG) dengan nama dagang Gonadotropin, Puberogen
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 86

atau Ovaprim. HCG yang diekstrak dari urine wanita hamil juga
banyak digunakan untuk merangsang pemijahan ikan.
Bila hormon berbentuk serbuk biasanya dalam kemasan sudah
berpasangan dengan pelarut 0,7% NaCl murni. Satuan dosis hormon
untuk ikan kerapu berkisar antara 150-800 IU/kg berat badan ikan
yang ditentukan berdasarkan tingkat kematangan oocyt dan sperma
yang telah diukur dengan metode yang telah diuraikan pada butir
Pemilihan Induk.
Jumlah hormon per-individu ikan yang beratnya 8 kg misalnya, bobot
individu dikalikan dengan satuan dosis suntikan yaitu 8 x 800 IU =
64.000 IU. Berarti harus dibuat larutan hormon sebanyak 6,4 botol
(dibulatkan 7 botol bila kadar per botol 1000 IU). Volume larutan
menjadi 7 x 2 ml = 14 ml. Ini diperkirakan keencerannya sudah
memadai untuk disuntikkan pada 2 kali suntikan yaitu sekali di sisi
punggung kiri, dan sekali lagi di sisi punggung kanan dalam waktu
yang bersamaan. Penelitian yang dilakukan di Balai Besar Budidaya
Ikan Laut, Gondol Bali (Arief, 2003) menyatakan bahwa suntikan
dengan dosis hormon 450 IU dan 750 IU/kg berat badan hanya
mampu meningkatkan ukuran telur (Oocyt) menjadi 400 dan 550 µm.
Kemungkinan dosis ini terlalu rendah untuk merangsang pemijahan
ikan kerapu khususnya ikan napoleon. Penyuntikan dengan dosis
900-1200 IU/kg berat badan, semua berhasil memijah. Namun
demikian pada dosis 900 IU/kg berat badan, semua induk betina
berhasil memijah, tetapi persentasi fertilisasi dan derajat penetasan
rendah, yaitu hanya 5-15%. Pada dosis 1200 IU/kg berat badan,
fertilisasi dapat mencapai 72 % dan derajat penetasan sebesar 45 %.
Pemijahan ikan kerapu rata-rata selalu terjadi sore hari sampai tengah
malam, yaitu 9-10 jam setelah penyuntikan kedua (Arief, 2003). Ikan
kerapu dapat memijah setiap bulan yang dipelihara dengan
manajemen pakan, kualitas air dan rangsangan hormon yang baik
dan cocok.
Pada kerapu bebek, menurut percobaan oleh Trijoko dkk. (2001)
menunjukkan efektifitas perlakuan dengan hormon LHRH-a dan 17-
PEMELIHARAAN INDUK IKAN 87

α-methyltestosteron ternyata dapat memacu perkembangan gonad .


LHRH-a dengan dosis 50 mg/kg berat badan induk ikan, dibuat pelet
yang diimplantasikan di dalam daging punggung ikan. Percobaan
dilakukan pada sekelompok ikan kerapu bebek sebanyak 24 ekor di
dalam bak pemijahan dengan volume 75 ton dimana perbandingan
jantan dan betina adalah 1 : 1.
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 89

Bab 7
Teknologi Produksi Benih Ikan
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 90

Kebanyakan ikan bersifat Ovipar (melepaskan telurnya ke dalam air)


dan fertilisasi terjadi di dalam air. Hanya beberapa jenis yang bersifat
Ovovivipar, artinya telur lepas dari ovarium setelah ovulasi tetapi
telur-telurnya tetap ada di dalam rongga perut dan dibuahi disitu.
Sperma dimasukkan ke dalam rongga perut oleh pejantan ketika
terjadi perkawinan. Embrio tetap dibesarkan di dalam perut
induknya sampai saatnya cukup untuk dilahirkan, lepas bebas di
dalam air. Bayi-bayi ikan yang baru dilahirkan itu sudah cukup kuat
dan gesit gerakan renangnya untuk mencari makan.
Sebagai contoh ikan-ikan Ovovivipar ialah ikan guppies, ikan platies,
dsb. Sedangkan yang Ovipar amat banyak jenisnya antara lain, ikan
bandeng, lele, nila, kerapu, dsb. Jenis-jenis ikan Ovovivipar sekali
melahirkan, jumlah anaknya tidak banyak, ukuran ikan dewasa kecil-
kecil dan frekuensi peneluran juga sering, pada selang waktu 1-1/2
bulan sudah dapat menghasilkan anak lagi. Golongan ini tidak perlu
dilakukan rangsangan pemijahan, karena sangat mudahnya
berkembang biak sendiri.
Di dalam bab ini secara khusus akan diuraikan tentang teknologi
produksi benih ikan golongan Ovipar saja yaitu, dengan cara
pembenihan buatan (induced breeding) dengan rangsangan alami
maupun dengan rangsangan (suntikan) hormon.
Dalam Bab IV telah diuraikan tentang proses pembuahan (fertilisasi)
buatan dengan stripping (pengalinan) dan juga cara pemijahan
spontan setelah disuntik hormon. Lebih lanjut akan diuraikan tentang
teknologi penanganan telur setelah fertilisasi dan seterusnya sampai
diproduksi benih ikan yang siap untuk dibesarkan menjadi ikan
konsumsi.
7. 1 P E RK E MB A N GA N E MB RY O (J A NI N)
Pada telur yang telah terbuahi didalamnya akan terjadi
perkembangan menjadi embrio (janin). Adapun telur ikan setelah
dibuahi akan mempunyai sifat yang khas menurut spesiesnya.
Misalnya, telur ikan Mas akan bersifat lekat pada sesuatu benda yaitu
kakaban atau rumput-rumput dan tumbuh-tumbuhan di dalam air.
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 91

Telur ikan Mujair/Nila akan dikumpulkan oleh induknya dan dierami


di dalam rongga mulutnya (kepedulian induk positif)
Telur ikan bandeng bersifat melayang di dalam air dan ketika selesai
menelur maka telurnya ditinggalkan begitu saja oleh induknya
(kepedulian induk negatif).
Bila telur telah terbuahi dapat dicek dengan cara memeriksa telur di
bawah mikroskop. Telur yang terbuahi, di dalam inti selnya terjadi
pembelahan secara intensif melalu proses terjadinya berturut-turut :
2 sel, 4 sel, 8 sel, dan seterusnya menjadi morula, blastula, gastrula
lalu terbentuk ekor dan kepala, selanjutnya terbentuk jaringan-
jaringan organ tubuh sampai lengkap (lihat Gambar 20).

GAMBAR 20 : PERKEMBANGAN EMBRYO PASCA FERTILISASI


(WOYNAROVICH & HORVATH,1980)
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 92

Sebaliknya jika telur tidak dibuahi karena sperma gagal memasuki


mikropil, di dalam inti telur terjadi pembelahan satu kali sampai dua
kali saja ( menjadi 2 dan 4 sel) dan telur segera mati. Biasanya telur
yang mati itu segera menjadi berwarna putih karena ditumbuhi
jamur.
Perkembangan embryo sampai menetas disebut masa inkubasi yang
lamanya dipengaruhi oleh suhu. Di Indonesia (daerah tropika)
dimana suhu berkisar 22-30°C, masa inkubasi telur ikan berkisar
antara 24 jam sampai 72 jam. Makin tinggi suhunya, masa inkubasi
makin cepat. Di dataran rendah suhu lebih tinggi dari pada di
pegunungan, karena itu di dataran rendah telur ikan lebih cepat
menetas dibandingkan dengan di pegunungan.
Penetasan telur tergantung pada kondisi lingkungan tempat telur
diinkubasikan, terutama suhu air, kadar oksigen terlarut, pH, kadar
garam. Penetasan pada 28°C merupakan suhu optimum bagi ikan-
ikan golongan karper, dimana telur menetas dengan waktu inkubasi
18 jam, sedangkan pada suhu 22°C telur menetas setelah 22 jam. Suhu
penetasan optimum tidak sama untuk berbagai spesies ikan, tetapi
perkembangan embrio dapat menjadi abnormal pada suhu di bawah
17°C dan di atas 31°C. Oksigen terlarut di dalam air juga berpengaruh
besar terhadap derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva ikan.
Kebutuhan oksigen meningkat segera setelah larva ikan menetas yang
meningkat terus sampai larva umur 68 jam yaitu menjadi 8-9 kali lipat
dibanding kebutuhan oksigen ketika larva baru saja menetas (Jian et
al., 1985).

7. 2 T E KN IK PE N ET AS AN T E LU R
Persyaratan air untuk penetasan telur adalah:
a. Air harus jernih, sedikit mungkin mengandung lumpur, sebab
lumpur dapat melekat pada telur dan menyebabkan
pembusukan atau tertular bakteri.
b. Air mengalir dan mengandung oksigen terlarut minimum 6
ppm. Derasnya aliran air di dalam wadah penetasan minimum 1
liter per detik. Aliran air yang keluar dari wadah akan
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 93

membuang bahan-bahan kotoran terlarut yang mengganggu


atau membahayakan kehidupan telur
c. Air tidak mengandung bahan-bahan pencemar, terutama bahan
kimia, logam berat dan pestisida.
d. Suhu dalam keadaan stabil yang berkisar antara 25-28ºC.
Wadah untuk inkubasi telur harus dibuat yang sesuai dengan sifat
telur yang ditetaskan. Berikut ini disajikan contoh beberapa model
wadah untuk inkubasi atau penetasan telur ikan (Gambar 21).

GAMBAR 21: WADAH PENETASAN TELUR (INKUBATOR) BERBENTUK


CORONG (WOYNAROVICH & HORVATH,1980)
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 94

7. 3 T E KN IK PE N GA N GK UT A N T E L U R IK A N
Berkenaan dengan sifat telur yang lebih lambat menetas pada suhu
rendah, maka sifat ini dipergunakan dalam teknik mengangkut telur
jarak jauh. Telur yang sudah dibuahi dapat diangkut dengan cara
mengemas telur di dalam wadah yang keadaannya dibuat selalu
lembab oleh air/uap air dan suhunya diturunkan, misalnya 10-15ºC
(untuk ikan-ikan tropika, telurnya tidak tahan pada suhu yang terlalu
rendah). Hal seperti ini dapat menunda saat penetasan). Setibanya di
tempat tujuan, suhu dapat dinaikkan dengan meletakkan di ruang
biasa pada suhu kamar 25-28ºC, ditaruh di dalam bak berisi air bersih
dan cukup mengandung oksigen terlarut (DO) agar telur tersebut
dapat menetas.
Mengangkut telur-telur ikan diperkirakan lebih mudah dibandingkan
dengan mengangkut benih ikan hidup. Pengangkutan telur ikan,
belum biasa dilakukan di Indonesia, sehingga perlu dilakukan uji
coba untuk memperoleh disain wadah, kepadatan telur, suhu rendah
yang dapat ditolerir dan lain sebagainya. Mengingat bahwa sifat telur
ikan berbeda-beda pada berbagai jenis/species ikan.

7. 4 LA R VA IKA N
Anak ikan yang baru saja menetas merupakan mahluk yang amat
lemah dan peka terhadap lingkungan hidupnya. Anak ikan ini
disebut “larva” atau “burayak”.. Bentuknya pada spesies tertentu
mirip dengan ikan yang dewasa, tetapi pada spesies lainnya mungkin
jauh berbeda bentuk maupun sifatnya dengan ikan yang dewasa.
Pada umumnya larva ikan mempunyai sifat-sifat sbb:
• organ tubuhnya belum sempurna
• ukurannya hanya beberapa mm saja (7-10 mm)
• mulutnya belum terbuka
• saluran pencernaan dan alat pernapasan belum berfungsi.
Makanannya masih diserap dari sisa kantong kuning telurnya.
Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi pada pembuluh
darah renik yang mengelilingi kantong kuning telur dan/atau
menembus kulitnya yang transparan.
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 95

• Belum mempunyai gelembung renang yang berisi udara,


sehingga belum dapat mengatur posisi tubuhnya dalam air.
• Matanya belum terbuka, karena itu belum dapat melihat.
• Gerakannya masih sangat lemah, banyak berdiam disuatu titik,
menempelkan kepalanya pada benda-benda atau pada jenis ikan
tertentu larva tergeletak saja di dasar perairan dan hanya sesekali
menggerakkan ekornya.
Karena itu larva sangat peka terhadap perubahan lingkungan dan
mudah menjadi mangsa binatang lain. Larva tidak tahan terhadap
sinar ultra violet yang terdapat pada sinar matahari secara langsung.
Karena itu pada pemeliharaan larva (penderan) kolam harus diberi
pelindung terhadap sinar ultra violet tersebut (dari sinar matahari
secara langsung).
7.4.1 Tempat Pemeliharaan Larva
Ketika telur telur menetas, maka kotoran yang berupa cangkang/kulit
telur dan zat kotorannya yang terlarut dalam air harus dapat dibuang
denga cara memeberi aliran air secara terus menerus. Kotorannya
sendiri yang terlarut dalam air dapat berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan dan kesehatan larva. Air yang dialirkan harus jernih
dan banyak mengandung oksigen, suhunya stabil, bebas dari
pencemar. Bila air kotor, larva akan mudah terserang oleh bacteria
dan jamur. Sedangkan air yang keruh dapat mengganggu
pernapasannya.
Mula-mula larva tidak/belum dapat makan sampai kuning telurnya
habis terserap. Biasanya lamanya 2-3 hari, barulah larva mulai makan.
Pada hari ketiga setelah menetas, gelembung renang mulai berisi
udara, dan larva itu mulai dapat berenang mencari makanan.
Selama pada stadia larva (burayak), masih tetap dibiarkan berada di
dalam wadah penetasannya. Setelah mulai dapat berenang,
dipindahkan ke dalam bak atau kolam pendederan yang sebelumnya
sudah dipersiapkan. Berbagai pola hidup larva yang baru menetas
dapat dilihat pada Gambar 22 berikut ini.
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 96

GAMBAR 22 : BERBAGAI POLA HIDUP LARVA YANG BARU MENETAS


(WOYNAROVICH & HORVATH, 1980).

Wadah untuk pemeliharaan larva disebut “pendederan” atau


“ipukan”. Dapat berupa bak dari semen maupun kolam tanah biasa,
yang kedalamannya 30-40 cm saja. Berhubung sifatnya masih lemah,
maka bak atau kolam pendederan perlu diberi pelindung yaitu atap
yang tembus cahaya untuk menghalangi sinar matahari langsung,
agar suhu tidak terlalu berubah-ubah dan tidak terkena air hujan
langsung yang dapat merubah sifat kimia air. Dijaga terhadap
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 97

masuknya hama/pemangsa baik berupa ikan lain, hama serangga,


dan lain-lain.
Bila pendederan dilakukan di dalam kolam tanah, hendaknya dalam
kolam itu dipasang pelindung dari pelepah daun kelapa yang
ditancapkan disekeliling kolam maupun di dalam kolam itu sendiri
sebagai tempat berlindung atau bersembunyi bagi burayak, karena
burayak tidak tahan terhadap sinar ultra violet dari matahari.
Padat penebaran burayak dalam kolam pendederan berkisar antara
50-100 ekor/meter persegi permukaan kolam. Bila dipergunakan bak
semen yang volumenya tidak terlalu besar (10-20 ton), padat
penebaran dapat dipertinggi hingga 500 ekor per meter persegi, tetapi
harus dipasang aerator agar tidak kekurangan oksigen. Burayak peka
terhadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen dalam kolam ini
hendaknya minimum 5 ppm. Selama pendederan air dialirkan
lambat-lambat secara terus menerus agar kotoran terlarut dapat
terbuang.
7.4.2 Makanan Burayak Ikan
Pada hari pertama mulai makan (2-3 hari setelah menetas) burayak
hanya dapat menangkap makanan yang ukurannya amat kecil dan
gerakannya lambat. Pakan alami yang cocok bagi burayak pertama
adalah Rotifera dan Protozoa.
Protozoa adalah binatang renik bersel satu dan rotifera bersel banyak
tetapi ukurannya hanya 20-60 mikron hingga dapat masuk dalam
bukaan mulut burayak. Gerakan rotifera dan protozoa juga lambat
dan hanya melingkar-lingkar di sekitar sesuatu titik saja sehingga
mudah ditangkap oleh burayak. Pada awal mulai makan, burayak
dapat juga diberi pakan buatan berupa kuning telur ayam/itik yang
direbus, lalu diremas, disaring dengan kain kasar dan dicampur air
sedikit menjadi suspensi, kemudian ditaburkan ke dalam kolam.
Pemberian pakan berupa suspensi telur itu hanya untuk 1-2 hari saja,
gunanya untuk merangsang usus agar dapat berkembang dan enzim-
enzimnya dapat mulai aktif. Pada hari ke-3 harus sudah diberi pakan
alami berupa protozoa dan rotifera.
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 98

Burayak (benih kecil) dan gelondongan (fingerling) kecepatan


metabolismenya meningkat tinggi/cepat, pertumbuhannya lebih
cepat dan kebutuhan pakan juga lebih banyak mencapai 49,9 % dari
berat badan ikan silver carp dan 16,8 % dari berat badan pada ikan big
head carp (Jian et al., 1985). Selanjutnya Jian et al., (1985) menyatakan
bahwa pertumbuhan burayak dan gelondongan ikan di kolam
dipengaruhi oleh padat penebaran, jumlah dan mutu pakan yang
diberikan dan suhu air. Pertumbuhan relatif pada burayak dan benih
kecil yaitu pada bulan pertama mencapai 15-25% pertumbuhan
panjang badan dan pertambahan berat mencapai 30-57% dari berat
awal.
Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan
burayak. Oksigen terlarut bila lebih rendah dari 4 ppm dapat
mengakibatkan nafsu makan berkurang dan pertumbuhan menjadi
lambat. Pada ikan golongan karper cina (grass carp, silver carp)
kurang tahan terhadap salinitas dibanding ikan dewasa yang
pertumbuhannya normal pada salinitas 5 ppt. Pada salinitas 3 ppt
pertumbuhan benih lambat dan banyak kematian. Tetapi, pada ikan
jambal, burayak lebih baik pertumbuhan dan derajat hidupnya pada
salinitas 3 ppt.
Burayak umur 7-10 hari memakan zooplankton ukuran 100-200
mikron yaitu beberapa jenis Cladosera kecil, dapat juga diberi pakan
tambahan berupa katul halus. Burayak umur 10-20 hari dapat
memakan zooplankton ukuran besar yaitu Cladosera besar dan
Copepoda. Disamping itu masih terus memakan Rotifera maupun
Cladosera kecil. Rotifera, Protozoa, Cladosera, Copepoda bersama
dengan bermacam fitoplankton dan zooplankton lainnya akan
tumbuh di dalam kolam yang dipupuk dengan pupuk organik dan
anorganik seperti pupuk kandang (kotoran hewan ternak dan
unggas) dan pupuk buatan pabrik seperti urea, TSP, dll. Di dalam
kolam zooplankton yang besar ukurannya seringkali dapat
berkembang lebih cepat dari pertumbuhan burayak, karena
zooplankton ukuran besar itu memakan zooplankton kecil,
menyebabkan situasi di mana Rotifera dan Protozoa tak sempat
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 99

berkembang karena lekas habis termakan oleh zooplankton besar. Hal


ini mengakibatkan burayak ikan yang masih kecil-kecil menjadi
kelaparan karena organisme pakannya sudah habis termakan oleh
Copepoda dan Cladosera besar yang merajalela di kolam tersebut.
Sedangkan burayak itu sendiri belum cukup besar untuk dapat
memakan zooplankton besar tadi. Burayak ikan yang kelaparan
akhirnya banyak yang mati.
Untuk menanggulangi keadaan tersebut maka kolam yang sudah
dipupuk diberi obat insektisida yang lunak dengan daya bunuhnya
yang selektif (misalnya Dipterex 0,1 ppm) yaitu golongan senyawa
hidrokarbon berfosfor (phosphorilated hydrocarbon) untuk membunuh
zooplankton besar tetapi zooplankton kecil tetap hidup. Sedangkan
insektisida lunak tersebut sama sekali tidak berbahaya bagi burayak
(Horvath et al., 1985). Setelah beberapa hari Rotifera habis termakan
oleh burayak, tentu daya racun obat insektisida sudah tidak lagi
berbahaya bagi zooplankton besar, maka zooplankton besar
selanjutnya akan dapat berkembang menjadi makanan bagi burayak
yang juga sekarang sudah menjadi benih yang cukup besar.
Burayak ikan, contohnya ikan mas, setelah berumur 3 minggu
dianggap masa pendederan selesai. Benih ikan umur 3 minggu
berukuran 2-3 cm dapat dijual atau dipelihara lebih lanjut dengan
cara memindahkannya ke dalam kolam lain yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Persiapan kolam itu meliputi pembersihan terhadap
hama-hama dan pemberantasan penyakit, perbaikan tanggul, pintu
air dan menutup bocoran yang mungkin ada, pengolahan tanah dan
pemupukan.
Kolam yang telah dipersiapkan dengan baik itu ditumbuhi subur oleh
berbagai jenis organisme pakan alami untuk benih ikan yaitu
fitoplankton, zooplankton kecil dan besar, jentik-jentik
serangga/nyamuk/cuk (larva Chironomus) ,cacing yang banyak hidup
di lumpur dasar. Sementara itu hama yang berupa binatang pemakan
anak ikan seperti ular, linsang atau berang-berang serta burung harus
diwaspadai pula. Semak belukar di lahan sekitar perkolaman harus
dibersihkan, karena dapat menjadi sarang berang-berang, ular dan
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 100

lain-lain. Pemberantasan hama-hama besar ini hanya secara


mekanis/manual.
7.4.3 Tahapan Pemeliharaan Benih Ikan Air Tawar
Pemeliharaan benih lanjutan (pembenihan tahap I) ini tidak lagi
dilakukan di dalam bak semen karena benih ikan lepas pendederan
itu amat rakus makan pakan alami yang hanya dapat tumbuh subur
di kolam tanah dengan pemupukan. Bila terpaksa dipelihara dalam
bak semen, maka terpaksa diberi pakan buatan berupa serbuk atau
remah-remah sebelum dapat memakan pellet ukuran kecil.
Walaupun benih ikan juga dapat makan pakan buatan tersebut, tetapi
akan lebih pesat pertumbuhannya apabila memperoleh pakan alami
yang cukup banyak. Pemeliharaan lanjutan bagi benih ikan (disebut
pembenihan I) juga dapat dilakukan dalam petak sawah yang digali
parit-parit (kemalir) sedalam 40-50 cm, pembenihan dilakukan
bersama padi (mina-padi) maupun sebagai “palawija” disaat sawah
tidak dipakai bertanam padi tetapi air cukup banyak. Pakan buatan
untuk benih kecil dianjurkan mengandung protein 30-40%. Pakan
yang kurang bergizi menyebabkan pertumbuhan benih lambat dan
mortalitas akan tinggi.
Pembenihan tahap I juga dapat dilakukan dalam petak sawah yang
digali parit-parit (kemalir) sedalam 40-50 cm. Pembenihan dilakukan
bersama padi (mina-padi) maupun sebagai “palawija” disaat sawah
tidak dipakai bertanam padi tetapi air cukup banyak.
Pemeliharaan benih lanjutan biasanya dilakukan dalam tahap yang
lamanya masing-masing 1-1,5 bulan yaitu :
Pembenihan Tahap I adalah pindahan dari pendederan, setelah
benih umur 3 minggu. Pada akhir masa pembenihan tahap I hasil
benih ikan berukuran 6-8 cm, dapat dijual dengan harga yang lebih
mahal.
Pembenihan Tahap II adalah lanjutan pembenihan tahap I juga
dapat dilakukan di dalam kolam tanah atau petak sawah seperti
pembenihan tahap I tadi. Lama pemeliharaan 1,5-2 bulan. Pada akhir
masa pembenihan, diperoleh benih ikan ukuran 10-12 cm dengan
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 101

berat kira-kira 10-15 gram per ekor. Pada tahap pembenihan ini,
pakan alami dengan pemupukan tak cukup dan penambahan pakan
buatan merupakan keharusan agar benih ikan tidak kekurangan
pakan dan dapat tumbuh pesat. Pakan buatan yang diberikan berupa
pakan buatan pabrik dengan kandungan protein 25-30% dengan
ukuran remah (crumble) atau pellet kecil agar dapat ditelan oleh benih
ikan itu. Pemeliharaan selanjutnya adalah pembesaran benih
gelondongan besar menjadi ikan konsumsi.
7.4.4. Pemeliharaan Larva Ikan di Laut
Ikan-ikan laut seperti kerapu, kakap putih, kakap merah dan
sebagainya. Pemeliharaannya dilakukan di dalam bak-bak pada
panti-panti pembenihan khusus. Setelah induk-induk ikan laut
berhasil dipijahkan sebagaimana telah dibahas di dalam Bab .II, III
dan IV baik dengan rangsangan hormon ataupun dengan manipulasi
lingkungan, telur yang dibuahi akan mengapung di air. Bak
pemijahan telah diperlengkapi dengan bak penampung telur (Lihat
Gambar 23) dan dipasang jaring untuk mengumpulkan telur-telur
tersebut.

GAMBAR 22. BAK PEMIJAHAN INDUK (A) DAN EGG COLLECTOR (B),
(BBAP SITUBONDO, 2008)

Telur diseleksi, yang mengendap ialah telur yang tidak terbuahi atau
yang mati. Telur yang terbuahi dipindahkan ke dalam bak penetasan.
Setelah menetas larva tetap di pelihara di dalam bak tersebut sampai
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH IKAN 102

beberapa hari agar larva tersebut cukup kuat. Bak penetasan telur
berlanjut sampai larva, bak itu sebaiknya berbentuk bulat (Sugama,
1999). Dengan kedalaman 1-1, 2 meter volume 10-16 ton, dinding bak
sebaiknya di cat warna biru di lengkapi aerasi dan di atasnya di beri
lampu 40 watt. Kepadatan larva 5 ekor/ml, untuk penetasan telur dan
larva yang masih muda sebaiknya di gunakan batu aerator yang
mengeluarkan gelembung udara yang lembut. Setelah berumur 3 hari
larva mulai makan, karena itu harus sudah tersedia Chlorella atau
Nannochloropsis dengan kepadatan 500 sel/ml. Juga diberi Rotifer
ukuran SS (sangat kecil) dengan kepadatan 5 ekor/ml.
Selanjutnya Sugama (1999) menjelaskan bahwa setelah larva berumur
8 hari mulai diberi pakan rotifera yang ukuran S (sedikit lebih besar)
dengan kepadatan 5-7 ekor/ml. Setelah berumur 17 hari selain rotifera
juga diberi pakan tambahan secukupnya berupa ”micro diet”
(berukuran mikron) yang habis termakan dalam 1 jam. Nauplii
artemia yang telah diperkaya dengan DHA dan EPA dan vitamin mix,
diberikan pada larva setelah berumur 20 hari dengan kepadatan
artemia yakni 0,1-0,5 ekor/ml. Mulai hari ke 25 larva diberi pakan
buatan sebagai pakan utama dan nauplii artemia dikurangi menjadi
0,1 ekor/ml media air. Istilah ”larva” tetap digunakan sampai
berumur 40 hari setelah menetas (D40). Berbeda dengan pada ikan air
tawar menurut Woynarovich (1950) istilah ”larva” dipakai sejak
menetas sampai anak ikan itu dapat memakan makanan dari luar
yaitu setelah telur (yolk) habis terserap. Selanjutnya anak ikan disebut
benih (fry).
Bab 8
Penutup
PENUTUP 104

Setelah para mahasiswa/pelajar selesai mempelajari buku teks ini,


yang juga disertai dengan pelajaran praktek (praktikum), diharapkan
telah memahami benar-benar dasar pengetahuan/ilmu tentang
pembiayakan buatan. Sudah selayaknya, para mahasiswa dan pelajar
diharuskan banyak membaca literatur-literatur dan berbagai sumber
pengetahuan lain, yaitu dari internet baik di dalam maupun dari luar
negeri; dan secara periodik dalam setiap kesempatan yang
memungkinkan, haruslah selalu dapat mengikuti seminar/worshop
yang diadakan oleh berbagai instansi terkait dengan pengembangan
ilmu perikanan. Dengan demikian, para alumni yang bekerja dalam
bidang perikanan khususnya Budidaya Ikan, akan selalu dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta keahliannya
dalam penyelenggaraan pembenihan ikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Basyari, A., E. Danakusumah, T. I. Philip, S. Pramu, Mustahal dan M.


Isra., 1996.Budidaya Ikan Baronang (Siganus spp.). Dit. Jen.
Perikanan. INFISH Manual Seri No. 60, 1996.
Dana Kusumah, E., 2000. Perikanan Kerapu di Indonesia. Makalah
pada CeramahIlmiah STP, Jakarta. Agustus, 2000.
Gufron, Arief A., 2003. Teknik penyuntikan dengan hormon
gonadotropin untukmerangsang pematangan dan pemijahan
ikan napoleon (Cheillinus undulatus). Bal. Tek. Litkayasa
Akuakultur, Pus. Riset Perikanan Budidaya, DKP., Vol II No. 2,
2003.
Harvey, B. J dan W. S. Hoar., 1979. The Theory and Practise of Induced
Breeding inFish. IDRC-TS 21 e, Canada, 1979.
Horvath, L., G. Tamas dan A. G. Coche.,1987. Common Carp (ikan
mas) Bag. I dan IIFAO Training Series, Rome. 1985.
(Diterjemahkan oleh S. Rachmatan
Suyanto). INFISH Manual Seri No: 41, Dit. Jen. Perikanan, 1987.
Imanto, P. T. dan R. Melianawati., 2003 Perkembangan awal larva
kakap merah, Lutjanus sebal. Journ. Penel. Perik. Ind. Vol. 9
No: 1, 2003.
Jhingran, V. G. & R. S. V. Pullin., 1985. A Hatchery Manual for the
Common, ChinneseAnd Indian Major Carps. Internet Center
for Living Aquatic Resources Management. ADB. 1985.
Jian, S., F. Yingzia, S. Peirong, Y. Shigang, J. Guizhe, L. Shigi, Z.
Lingeng., 1985. Lectures on Introduction to Freshwater Fish
Farming in China. NACA, Bangkok, 1985.
Rahman, M. A., Sofiati dan A. Ramadhan., 1996. Teknik Pematangan
Gonad danPemijahan Ikan Kerapu Tikus (Chromileptis
altivelis). Loka Budidaya Air
Payau Situbondo. Dit. Jen. Perikanan. (Seminar di Batam). 1996.
Sugama, K., 1999. Inventarisasi dan identifikasi teknologi budidaya
laut dan pantai yang telah dikuasai untuk diseminasi.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Diseminasi Teknik
106

Budidaya Laut dan Pantai Jakarta, Des. 1999. Pus. Lit. Bangkan,
1999.
Tridjoko, E. Setiadi dan N. A. Giri., 2001. Peningkatan Frekuensi
Pemijahan dan Mutu
Telur Ikan Kerapu Bebek (Chromileptis altivelis), dengan perbaikan
jenis pakan. Hormon dan Lingkungan Pemeliharaan. Seminar
Teknik Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di
Indonesia, DKP, 2001.
Yodriksa, M., S. Djunaidi, Y. Destari dan Nuraini., 1996. Teknik
Pematangan Gonad
dan Pemijahan Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus). Dit. Jen.
Perikanan, Loka Budidaya Air Payau, Situbondo (Seminar di
Batam). Mei, 1996.
Woynarovich, E and L.Horvath , The Artificial Propagation of Warm
water Finfishes – A Manual for Extension. FAO Fisheries
Technical Paper No.201 , Rome 1980.
to Freshwater Fish Farming in China. NACA, Bangkok, 1985.
107

Tentang Para Penulis

Amyda Suryati Panjaitan, A.Pi, M.Si


Amyda Suryati Panjaitan lahir di Narumonda, Tapanuli Utara dan
menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah di kota yang
sama. Ia melanjutkan pendidikan dan memperoleh gelar Ahli Madya
Akuakultur pada Pendidikan dan dan Latihan Ahli Usaha Perikanan,
Jakarta. Pada tahun 1989, ia berhasil menyelesaikan pendidikan
sarjanda dan menjadi Ahli Akuakultur di Sekolah Tinggi Perikanan,
Jakarta. Untuk menambhan pengetahuan dan wawasannya, ia
melanjutkan endidikannya ke jenjang Magister Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Sejak 1989 hingga sekarang, mengabdi pada Pendidikan
dan Latihan Ahli Usaha Perikanan yang sekarang berganti nama
menjadi Politeknik AUP. Ia memperoleh pendidikan tambahan
dengan mengikuti beberapa pelatihan di dalam negeri maupun luar
negeri, antara lain budidaya payau dan laut di Balai Budidaya Laut
Lampung, Budiaya Tiram Mutiara di sumbawa-NTB, PCR training
Workshop yang diadakan oleh Australian Centre for International
Agricultural Research, Fish Farming and Aquaculture Training
Course, Royaume De Belgique, Belgia, marine Conservation and
Resources Sustainability di University of Tasmania, Australia.
108

Ishaaq Saputra, S.St.Pi, M.Sc


Ishaaq Saputra, S.St.Pi, M.Sc, lahir di Kebumen, Jawa Tengah dan
menyelesaikan tingkat pendidikan dasar sampai menengah di kota
yang sama pada tahun 1998-2004. Pada tahun 2005 melanjutkan
pendidikan di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta dan lulus pada tahun
2009. Yang bersangkutan mengabdi sebagai ASN di Badan Karantina
Ikan dengan penempatan Balai Besar Karantina Ikan Jakarta I. Pada
tahun 2014 penulis mendapatkan kesempatan menempuh
pendidikan master di Curtin University, Australia Barat. Adapun
judul tesis sebagai syarat kelulusan adalah “Effect of different dietary
protein sources on the immunological and physiological responses of Marron
(Cherax cainii )”. Bidang keahlian yang ditekuni adalah immnunologi,
nutrisi, dan budidaya krustasea. Selain itu, penulis aktif menulis di
beberapa jurnal bereputasi baik jurnal dalam negeri maupun luar
negeri seperti Fish and Shellfish Immunology (Elsevier), Jurnal
Veteriner (Universitas Udayana), Jurnal Kelautan dan Perikanan
Terapan (JFU), Media Akuatika (Unhalu), Quarantamina (BKIPM)
dan Indonesian Aquaculture Journal (BRSDM-KKP). Buku Karangan
pertama yang diterbitkan berjudul Lobster Air Tawar Marron: Aspek
Biologi, dan Potensi Pengembangan Budidaya pada tahun 2020.

Dra. Siti Rachmatun Suyanto


Dra. S. Rachmatun Suyanto memulai karirnya di bidang budidaya
ikan setelah lulus dari Akademi Pertania, Departemen Pertanian
Jurusan Perikanan di Ciawi, Bogor. Ia pernah menjadi staf peneliti
pada Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Ia bertanggungjawab atas
budidaya air tawar, ham penyakit ikan, serta budidaya ikan dan
udang di tambak air payau. Pada tahun 1975 ia menyelsaikan
studinya di Jurusan Biologi, Universitas Indonesia. Pada tahun 1975-
1980 dan 1983 -1988, Dra. Siti Rachmatun Suyanto betugas sebagai
counter part expert pada Proyek Intensifikasi Tambak dengan
dukungan finansial dari IDA, dilanjutanya dari ADB. Keahlian Dra. S
Rachmatun Suyanto di bidang budidaya ikan juga didalami melalui
beberapa kali seminar dan pelatihan di Jepang, Filipina, India dan
109

Hawaii. Sejak 982 sampai 2013 ia menjadi tenaga pengajar tidak tetap
untuk mata kuliah Budidaya di Tambak, Pembenihan Ikan dan udang
di Sekolah Tinggi Perikanan. Selama masa kerjanya ia telah menulis
banyak buku teknis budidaya ikan untuk bahan penyuluhan yang
bersifat kedinasan dan beberapa buku yang telah diterbitkan oleh
Penerbit Penebar Swadaya antara lain Budidaya Ikan Lele, budidaya Ikan
Nila, Budidaya Udang Windu dan Ikan Hias Guppy.
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai