Anda di halaman 1dari 14

PENATAGUNAAN LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN

KEPENTINGAN PRIVAT
( Pengadaan Lahan dan Pematangan Lahan )

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan dan Kebumian (FTSPK)
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Selasa, 01 Desember 2020

PENGANTAR

Pertumbuhan penduduk yang terjadi menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah ketersediaan
lahan. Akibatnya muncul individu-individu maupun lembaga berbadan hukum yang berupaya menguasai dan
mengumpulkan tanah-tanah orang lemah yang dihimpit oleh jeratan ekonomi, dengan dalih kepentingan
umum, kemudian tidak adanya komitmen tegas pemerintah untuk melindungi dan menegakkan hak-hak semua
rakyatnya untuk mendapatkan akses rumah tinggal, pelayanan, dan penghidupan yang layak.

Permasalahan tanah di Indonesia permasalahannya bertambah kompleks dengan diberlakukannya otonomi


daerah. Pemberian status daerah otonom dimaksudkan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada
tiap daerah untuk dapat mengembangkan potensi sumberdaya alam yang dimilikinya dan potensi ekonomi
lainnya untuk kemajuan daerah. Namun dalam prakteknya, pelaksanaan kewenangan otonomi daerah
khususnya di bidang agraria/pertanahan seringkali tidak berjalan dengan baik.

Salah satu faktor mendasar timbulnya permasalahan permasalahan pertanahan di Indonesia, khususnya yang
terkait dengan pengambilalihan (perolehan) tanah dalam era desentralisasi adalah aspek legal formal
peraturan perundang-undangan yang ada tidak kondusif bagi pemecahan masalah pertanahan yang ada.
Aspek ini akan membawa dampak negatif pada aspek-aspek lainnya seperti aspek teknis, administratif, dan
operasional dari kebijakan pertanahan.
MANAJEMEN LAHAN

Pengertian: Tujuan : Lingkup:

“segala upaya yang dilakukan terhadap • Melakukan efisiensi dan optimalisasi 1. Pengadaan: menyediakan lahan
lahan agar dapat memberikan manfaat penggunaan lahan untuk kegiatan tertentu pada waktu
sebesar-besarnya bagi pihak-pihak yang • Melakukan agihan/alokasi lahan secara yang tepat dengan harga yang
berkepentingan” adil dan merata terjangkau di lokasi yang diinginkan
• Mencapai efisiensi yang optimum 2. Pemanfaatan: memperoleh
dalam pemanfaatan dan penggunaan penggunaan lahan terbaik dan nilai
Kata Kunci: tertinggi bagi masyarakat banyak
lahan
 Optimasi pemanfaatan 3. Pengendalian: mengarahkan
• Mengadakan lahan secara mudah,
 Kegiatan / tujuan tertentu cepat, tepat waktu, serta dengan kegiatan dan pemanfaatan lahan
 Tepat waktu harga yang terjangkau dan lokasi yang sesuai dengan rencana tata ruang
memenuhi persyaratan yang ditetapkan
 Terjangkau
 Tepat lokasi • Mencegah usaha spekulasi dan usaha
untuk mencapai keuntungan secara
tidak wajar di dalam kegiatan investasi
pengembangan lahan
• Memperoleh manfaat ekonomi secara
wajar untuk kepentingan publik

ISU DALAM MANAJEMEN LAHAN (1):

LINGKUP ISU PERSOALAN

• Kesulitan memperoleh lahan


Penawaran dan permintaan
• Harga lahan yang tinggi
lahan
• Spekulasi

• Ijin lokasi yang berlebihan


Kelembagaan • Prosedur pengadaan dan pembebasan lahan yang tidak
Pengadaan lahan
pasti

• Ketidakpastian / ketidakamanan kepemilikan


Hak atas lahan • Sengketa lahan
• Status lahan hak ulayat / hak adat
ISU DALAM MANAJEMEN LAHAN (2):

LINGKUP ISU PERSOALAN

• Lahan terlantar
• Stagnasi fungsi (pusat kota/kota lama)
Penataan lahan
• Ketidakteraturan pemanfaatan lahan
• Pengembangan kegiatan di lokasi yang tidak tepat
Pemanfaatan lahan

• Sebaran kegiatan pelayanan yang tidak merata


Ekonomi dan nilai lahan • Investasi yang tidak optimum
• Timbulnya eksternalitas negatif

• Pembangunan yang tidak terkendali


Penataan lahan
• Perubahan pemanfaatan lahan
Pengendalian lahan
• Tidak ada/ belum lengkapnya pengaturan lahan
kelembagaan
• Konflik kepentingan / kewenangan lembaga

LANDASAN MANAJEMEN LAHAN


1. Bundles Rights ( Hak Atas Lahan )
Kewenangan untuk mengatur hak atas lahan. Hubungan hukum antara orang/badan dengan lahan, dan perbuatan hukum
mengenai lahan.
• Jenis Hak • Hak sewa
• Hak Milik • Hal Pengelolaan
• Hak Guna Usaha (HGU), 25 – 35 Tahun + 25 Tahun • Hak Membuka Tanah
• Hak Guna Bangunan (HGB), 20 – 30 Tahun • Hak Memungut Hasil Hutan
• Hak Pakai (Privat, Public), 10 Tahun • Hak-Hak Lain

2. Police Power ( Kewenangan Pengaturan dan Pengendalian )


Kewenangan menerapkan peraturan hukum untuk meningkatkan kesejahteraan umum, keselamatan, moral dan Kesehatan.

Tujuan :
• Keuntungan/manfaat umum (Public Purpose) Perangkat  Zoning, Subdivision regulation, building codes,
• Melindungi kepentingan umum, masyarakat, moral dan Perangkat kendali estetika, rambu, pelestarian bangunan
keselamatan (Public interest)
• Terjaminnya kesejahteraan umum (social welfare) Contoh : Melarang kegiatan tertentu di suatu lokasi tertentu
3. Eminent Domain ( Penguasaan Tertinggi atas Lahan )
Ketentuan dasar pencabutan hak atas tanah
• Hanya untuk kepentingan umum
• Dapat diberikan kompensasi
• Diatur oleh peraturan perundang undangan
• Prosedur yang adil

Perangkat Operasional :
1. Kebijaksanaan lahan : Perangkat alat untuk mencapai 6. Perpajakan : Pajak Bumi dan Bangunan, Retribusi
tujuan yang ditetapkan pemerintah serta mengurangi perijinan, disinsentif, intensif
inefisiensi dan meningkatkan pemerataan. 7. Pengadaan Lahan : Jual beli, pencabutan hak atas lahan,
2. Peraturan Perundangan : Pengaturan hak, pendaftaran, ruislag (tukar guling), konsolidasi lahan, sewa, pengalihan
pemanfaatan, pengendalian, perpajakan, pengembangan hak, bank lahan, land sharing,
kelembagaan, dan lain-lain. 8. Penataan Lahan : Konsolidasi lahan, peremajaan,
3. Hak atas Lahan : Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna pembangunan Kembali
Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Pengelolaan, Hak 9. Pengendalian Pemanfaatan Ruang : Perijinan,
Tanggungan, Hak Lainnya. pengawasan, penertiban, perjanjian/kontrak, site plan
4. Penataan Ruang : Rencana Tata Ruang Wilayah, Zoning, control.
building codes, dan lain-lain. 10. Kelembagaan Lahan : Adminstrasi, perijinan,
5. Ekonomi dan nilai lahan : pengembangan, pemanfaatan, pengendalian lahan.
Kebijakan lahan, peremajaan, pembangunan kembali, Penanaman modal, penertiban, pengadilan
pengembangan lahan, perubahan fungsi, penataan lahan, 11. Perangkat pendukung : Land information system
penetapan peruntukan.

4. Kategori Dasar ( Kategori Land Tenure )

• Non formal, de facto tenure  squatter


• Private freehold  kepemilikan individu, perusahaan dipengaruhi pasar
• Private leasehold  sewa
• Public freehold  kepemilikan lahan yang sepenuhnya dikuasai pemerintah
• Public leasehold  publik meminjamkan kepada swasta
• Communal ownship  dimiliki secara bersama oleh sukunya
• Communal ownship (neighborhood)  dimiliki oleh kelompok masyarakat
5. Taxation (Pajak Atas Lahan)
Prinsip pungutan Pajak
• Wajib (Compulsory, Jumlah ditentukan • Efisiensi secara ekonomi
• Berlaku umum : Social Justice – equity • Efisiensi secara ekonomi, hasil ememadai
• Untuk kepentingan umum • Praktris dalam pengelolaan
• Pemaksaan dengan Undang-undang • Diterima secara politis
• Dikenakan secara seragam

6. Spending Power (Belanja /Investasi Publik)


Hak untuk membelanjakan dana publik untuk kepentingan umum
• Mengarahkan pertumbuhan • Menarik investasi swasta
• Mempengaruhi kegiatan ekonomi • Mencadangkan lahan untuk pembangunan masa depan
• Menciptakan atau mengendalikan akses • Mengurangi ongkos biaya dari harga lahan yang terlalu tinggi
PERANGKAT OPERASIONAL PENGADAAN LAHAN

Dalam banyak kasus, sering kali pemerintah dihadapkan pada situasi dimana tidak ada pilihan lain selain
mengakuisisi lahan.
Jika negosiasi gagal, dimungkinkan ditempuh prosedur hukum untuk mendapatkan tanah tersebut. Menurut
Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia Pasifik PBB (ESCAP), ada beberapa metode yang bisa dipakai pemerintah
dalam pengadaan lahan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di banyak negara.

1. Land Banking
Konsep mengenai bank lahan sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Bahkan secara internasional pernah ditetapkan oleh
World Bank sebagai salah satu kebijakan lahan yang dianut dan diyakini sebagai salah satu solusi terbaik pada tahun 70-an.
Secara konvensional, bank lahan biasanya merujuk pada salah satu pengertian dibawah ini (Hagman, 1980. Dunkerley, 1983.
CITYNET, 1995):
a. Pembebasan atau pengadaan tanah didepan (sebelum diperlukan) untuk digunakan oleh pemerintah sendiri dimasa datang.
b. Penguasaan atau pemilikan publik dengan skala besar atas lahan-lahan yang belum terbangun yang direncanakan untuk
penggunaan di masa mendatang (campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi penggunaan lahan dan harga lahan).

2. Land Sharing
Konsep land sharing adalah para pemilik lahan menyerahkan penggunaan lahannya (hak kepemilikan tetap dipegang si pemilik)
ke suatu entitas badan hukum yang biasanya pemerintah, dan kemudian lahan tersebut dikembangkan atau dipasarkan untuk
suatu aktivitas produktif di atasnya dengan hak sekunder, dan penghasilan yang diperoleh oleh entitas badan hokum tersebut
kemudian dibagi kepada para pemilik lahan sebagai deviden atau bunga.
Pertimbangan khusus yang seharusnya diberikan adalah bagaimana pemerintah memfasilitasi pemakaian lahan tersebut yang
dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pengadaan lahan dalam pembangunan untuk kepentingan umum. Rencana konsep land
sharing ini memerlukan adanya hukum yang tegas dan kemudahan proses administratif untuk pemerintah dalam memperoleh
lahan yang akan dikembangkan atau digunakan dalam pembangunan untuk kepentingan umum tersebut serta pembagian
keuntungan yang diperoleh dari adanya aktivitas di atas lahan tersebut.

3. Land Readjusment
Metode lain yang dapat diterapkan dalam pengadaan lahan untuk kepentingan umum adalah dengan apa yang disebut sebagai
land readjustment (konversi peruntukan lahan).
Konversi biasanya dilakukan terhadap lahan yang semula pertanian menjadi lahan perkotaan. Beberapa kelebihan dari metode
ini adalah skema ini memungkinkan dilakukann ya suatu pembangunan terencana terhadap lahan dan jaringan infrastruktur
sehingga bisa dihindari terjadinya pembangunan ‘lompatan katak’ dimana berbagai fungsi lahan campur aduk dalam satu
kawasan. Land readjustment juga merupakan metode yang menarik untuk mengendalikan laju dan lokasi pembanguinan
perkotaan yang baru.
Metode ini sulit dikembangkan di wilayah perkotaan yang sudah mengalami perkembangan karena sang pemilik tanah belum
tentu bersedia mengkonversikan lahannya untuk penggunaan pembangunan untuk kepentingan umum, apalagi jika lahan
tersebut mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi bila digunakan untuk aktivitas lain yang dapat memberikan keuntungan
lebih besar
4. Land Consolidation
Terdapat beberapa pengertian mengenai konsolidasi lahan, diantaranya :
a. Konsolidasi lahan perkotaan merupakan salah satu model pembangunan di bidang pertanahan, yang mencakup wilayah
perkotaan dan wilayah pertanian, dan bertujuan mengoptimalkan penggunaan tanah dalam hubungan dengan pemanfaatan,
peningkatan produktivitas dan konsevasi bagi kelestarian lingkungan (Johara, 1999).
b. Konsolidasi lahan perkotaan adalah model pengendalian lahan yang berkaitan dengan kebijaksanaan penataan lingkungan
pemukiman lengkap dengan rencana sara atau prasarana dengan cara mengikutsertakan peran aktif dan positif masyarakat
pemilik tanah di lokasi yang bersangkutan (Moehtadi, 1991).
c. Konsolidasi lahan perkotaan adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan
tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat (Kepala BPN).

5. Akuisisi Lahan
Dibeberapa negara berkembang untuk mengontrol penggunaan lahan melalui nasionalisasi lahan. Metode nasionalisasi antara
lain pernah diterapkan di Aljazair berdasarkan undang-undang tahun 1974.
Pemerintah diberi wewenang penuh untuk mengontrol transaksi tanah yang bersangkutan.

Pengadaan Tanah
Yang dimaksud :
1. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang
berhak atas tanah tersebut.
2. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah
dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.
3. Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
4. Panitia Pengadaan Tanah adalah panitia yang dibentuk untuk membentu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum.
5. Musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang
didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.
6. Hak Atas Tanah adalah hak atas sebidang tanah sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
7. Ganti Kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman dan atau benda-benda lain yang terkait
dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

Dalam hal pengadaan tanah oleh pihak swasta, maka cara-cara yang dilakukan adalah melalui :
1. Jual – Beli,
2. Tukar – Menukar, atau
3. Cara lain yang disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan, yang dapat dilakukan secara langsung antara pihak yang
berkepentingan (misalnya: antara pengembang dengan pemegang hak) dengan pemberian ganti kerugian yang besar atau
jenisnya ditentukan dalam musyawarah.
Sedangkan dalam hal pengadaan tanah oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan demi
kepentingan umum dapat dilaksanakan dengan cara :
1. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau
2. Pencabutan hak atas tanah.

PENGADAAN TANAH SKALA KECIL


Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) Ha,dapat
dilakukan langsung oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual
beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.
Dasar Hukum Pengadaan :
1. UNDANG-UNDANG No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).
Ada beberapa pasal dalam UUPA yang dapat dikaitkan ataupun dijadikan dasar :
Pengaturan tentang hak menguasai dari negara (pasal 2 ayat 2).
Dalam penjelasannya disebutkan: “… perkataan ‘dikuasai’ bukanlah berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberi
wewenang kepada Negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan persediaan dan pemeliharaannya,
menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (sebagian dari) bumi, air dan ruang angkasa serta mengatur dan
menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Penjelasan diatas menekankan bahwa Negara hanya punya kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur tanah dan hak atasnya
tetapi Negara tidak memiliki tanah tersebut (jika sudah dipunyai haknya). Oleh karena itu, Negara juga harus membayar
kompensasi atau mengganti kerugian jika Negara ingin memiliki tanah tanah yang sudah dipunyai haknya.

2. Perpres No. 36 Tahun 2005


Perpres nomor 36 tahun 2005 mengatur mekanisme pengadaan lahan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara :
a. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dan dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.
b. Pencabutan hak atas tanah dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 20 tahun 1961.

Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah, yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.

3. Permendagri No. 2 tahun 1976 tentang Pengadaan


lahan untuk Kepentingan Swasta
Permendagri No. 2 Tahun 1976 mengatur mekanisme pengadaan
tanah untuk kepentingan pemerintah oleh swasta. Penggunaan
acara pengadaan tanah ini harus melalui izin Gubernur dimana
pihak swasta yang akan melakukan pengadaan tanah harus
menyertakan alasan dan pertimbangannya.

diganti

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 148 Tahun 2015 Tentang


Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 71
Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Diagram Proses Pengadaan Lahan Untuk Kepentingan Swasta
untuk Kepentingan Umum (Sumber : www.landpolicy.org)
• Diberlakukan pada tanah yang sudah mempunyai hak atas tanah
(pengalihan hak).
• Dilakukan langsung antara pemegang hak atas tanah dengan
pihak yang membutuhkan tanah.

• Pembebasan untuk kepentingan pemerintah dengan


Permendagri No. 15 Tahun 1975.
• Pembebasan untuk kepentingan swasta hak atas tanah
PEROLEHAN Permendagri No. 5 Tahun 1974 dan Permendagri No. 2
TANAH Tahun 1976.
• Pengadaan lahan oleh pemerintah dilakukan dengan
memberikan ganti-rugi melalui musyawarah.

• Diatur dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1961.


• Kewenangan ini hanya dimiliki oleh Presiden.
• Ketentuan ini diberlakukan pada tanah yang digunakan untuk
kepentingan umum dan pembangunan.

Ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk :


a. Hak atas tanah;
b. Bangunan;
c. Tanaman;
d. Benda-benda lain, yang berkaitan dengan tanah;

Bentuk ganti kerugian dapat berupa :


a. Uang;
b. Tanah pengganti;
c. Pemukiman kembali;
d. Gabungan dari dua atau lebih untuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar :


a. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan
Bangunan yang terkait untuk tanah yang besangkutan;
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian;
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang betanggung jawab di bidang pertanian.
PENGADAAN LAHAN
Pengadaan lahan merupakan proses pengambilan tanah yang dimiliki oleh masyarakat atau individu-individu oleh
Negara atau swasta dan individu-individu atau kelompok masyarakat lainnya. Perolehan tanah untuk kepentingan
publik yang dilakukan oleh sektor publik (Negara) dan sektor privat (swasta).
Tujuan
Pengadaan lahan bertujuan untuk pembangunan dan menyangkut pengaturan kembali penggunaan, pemanfaatan, pemilikan,
dan penguasaan tanah (landreform) sejalan dengan penatagunaan tanah. Selain itu pengadaan lahan juga bertujuan :
 Menghindari diskriminasi dan “arbitrariness”,
 Mencegah pemerkayaan diri melalui tindakan pemerintah, dan
 Menjamin keadilan dalam mengalokasikan biaya bagi kebutuhan masyarakat (kepentingan umum).

Syarat
Dalam menjalankan perangkat ini terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang mengadakan lahan diantaranya adalah :
• Alasan substantif yang dapat diterima masyarakat atas dasar kepentingan umum,
• Memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, yaitu kompensasi yang jujur dan adil, serta
• Mengikuti prosedur yang mendapat perlakuan hukum yang sama dan adil

Menurut Kitay, Michael G. ; 1985 beberapa negara telah menerapkan variasi dalam pengadan lahan dengan :
• Compulsory power (eminent-domain) yaitu Kewenangan yang berkaitan dengan tindakan mengambil alih atau mencabut hak
atas lahan di dalam batas kewenangannya
• Non-Compulsory power, untuk pengaturannya diperlukan hukum yang mau digunakan ataupun tidak sebagai bahan
pertimbangan, dan perangkat hukum tersebut harus kuat.

Teknik Pengadaan Lahan (Land-Acquisition Techniques)


1. Tawar-menawar sukarela dan penjualan (voluntary bargain and sale), Merupakan sistem yang ideal; transaksi dapat
meminimalkan biaya administrasi; diperlukan keinginan penjual, keinginan pembeli publik dan kemampuan relatif pasar lahan
dimana lahan dengan harga yang wajar dan dapat ditentukan.
2. Pengadaan oleh pemerintah tentang sewa dan pilihannya (public acquisition of leasehold interest and option), bermanfaat bagi
pemerintah untuk memperoleh lahan yang diperlukan tanpa membayar harga penjualan lump-sum berlebih yang memerlukan
penyisihan anggaran yang luar biasa; ketertarikan dan kegunaannya lebih bersifat jangka pendek (temporer).
3. Pengadaan melalui barter atau pertukaran (acquisition through barter or exchange), disebabkan karena sulitnya memperoleh
lahan secara sukarela oleh pemerintah yang sering digunakan untuk pembangunan dilakukan kompensasi dengan barter
(pertukaran) lahan dan sering tanpa adanya proses pembayaran uang.
4. Ventura pemerintah-swasta (public-private venture)
• Konsolidasi/kesesuaian lahan (land readjustment)
• Organisasi yang dapat menderma (charitable organizations)
• Perencanaan pengembangan (development plans)
• Proyek berkesinambungan (turnkey project)
• Lahan sisa (excess land)
• Land sharing.
5. Pemilihan perundangan yang memfasilitasi perolehan/pengadaan lahan (selected regulations that facilitate land acquisition) :
• Membekukan penggunaan lahan dan nilai (freezing land use and value)
• Pengosongan lahan (preemption)
6. Pengadaan melalui penyitaan/pengambilalihan dan nasionalisasi (acquisition trough confiscation and nationalization) :
• Penyitaan atau denda (confiscation or forfeiture)
• Nasionalisasi
7. Pengadaan melalui pemberian dan dedikasi (acquisition through gift and dedication), hadiah/pemberian lahan oleh warga
negara (private) kepada publik karena berbagai alasan, misalkan tanggung jawab untuk keadilan dari saham lahan publik.
PEMATANGAN LAHAN
Pematangan lahan termasuk biaya lain lain yang menyertai pekerjaan
konstruksi  pasal 33 Peraturan Menteri PUPR No. 22 Tahun 2018.

• Pematangan lahan tidak sama dengan pengurugan tanah (namun


ada juga yang menyatakan sama dengan Pengurugan)
• Pematangan lahan secara umum meliputi :
1. Perencanaan
2. Perataan tanah
3. Pembentukan lahan (cut & fill atau galian dan timbunan atau
pengurugan)
4. Pelengkapan prasarana
5. Penataan persil
6. Pengadaan sarana lingkungan
7. Penentuan batas-atas persil, dan
8. Pengukuhan status legal.
• Pengurugan tanah salah satu kegiatan dalam pematangan lahan.
• Idealnya pematangan lahan butuh perencana, pengawas, dan
pelaksana.

Pematangan lahan adalah pekerjaan persiapan pembangunan agar nantinya lahan tanah bisa digali dan dibenamkan pondasi
sesuai dengan perencanaan baik secara dimensi dan kedalamannya.
Pematangan lahan pada pekerjaan pengembang perumahan (developer) akan luas sekali tanah yang akan dimatangkan,
sedangkan untuk 1 unit rumah akan lebih kecil luasannya sehingga alat yang digunakannya berbeda.

CONTOH PEMATANGAN LAHAN PENGEMBANG PERUMAHAN


Pematangan lahan adalah pekerjaan persiapan pembangunan agar
nantinya lahan tanah bisa digali dan dibenamkan pondasi sesuai
dengan perencanaan baik secara dimensi dan kedalamannya.
Pengolahan Lahan Perumahan merupakan salah satu pekerjaan
dasar dalam membangun perumahan, karena faktor ini sangat
mempengaruhi ketahanan Struktur Pondasi Bangunan yang akan
dibangun di atasnya. Pematangan Lahan juga mempengaruhi
ketahanan bangunan jalan yang akan di bangun di dalam kawasan
Perumahan. Pekerjaan Pematangan lahan tentunya berbeda-beda
cara pengolahanya tergantung pada seperti apa kondisi lahan yang
akan diolah.
Ada beberapa bentuk kondisi lahan yang pernah dipergunakan untuk
membangun perumahan seperti Lahan Gambut, Rawa, Tanah
Gurun, dan lain sebagainya. Namun kali ini kita akan fokus untuk
pengolahan Lahan Kering yang sebelumya di jumpai tumbuhan liar
dan pohon besar. Ada beberapa tahapan yang akan kita lakukan
sampai kondisi lahan jadi 100% siap untuk di lakukan pembangunan
(rumah-rumah dan infrastruktur pendukungnya).
1. Land Clearing (Pembersihan Lahan)
Pekerjaan Pembukaan Lahan atau biasa juga di sebut Land Clearing adalah
membersihkan lahan dari beda atau tanaman yang ada diatasnya. Untuk
pekerjaan ini kita harus mengunakan alat berat diantaranya Buldozer,
Exavator, Beko Loader, dan Dum Truck untuk pelodingan.
a. Tahapan awal yang harus dilakukan adalah pemotongan tanaman yang
tumbuh di lahan tersebut yang biasanya megunakan Wood Cutting
Machines atau jingshow untuk pohon kayu yang berdiameter besar,
sedangakan untuk pohon dan ranting yang kecil bisa dikerjakan manual
dengan mengunakan kapak.
b. Setelah dilakukan pemotongan tubuhan dan tanam pada yang ada di
atas lahan tersebut, kita lakukan pembersihan lahan dari potongan kayu,
dedaunan dan sampah dengan membuangnya kepempat pembuangan
sampah mengunakan Dum Truck, atau bisa juga dengan membakarnya
(mengakibatkan Polusi Udara  sebaiknya jangan di lakukan).
c. Jika lahan sudah bersih, barulah dilakukan pemerataan lahan dengan
mengukakan alat berat. Untuk lahan yang luasnya lebih dari 2 hektar
akan lebih cepat dengan mengunakan Buldozer, tetapi untuk lahan yang
kecil kurang dari 2 hektar cukup dengan mengunakan exavator.
d. Dalam meratakan lahan dengan mengunakan alat berat tentu harus
benar benar bersih sampai ke akar akar pohon, dan jangan sapai ada
akar pohon besar yang masih tertinggal. Karna akar pohon yang masih
tertinggal semakin lama akan semakin membusuk dan rapuh.

2. Cut and Fill (Gali dan Timbun)


Untuk mendapatkan elevasi tanah sesuai dengan yang di rencanakan dilakukan Cut
and Fill, yaitu pemotongan dan pengisian bidang lahan dari kondisi tanah yang
tinggi di lakukan pengurangan atau di rendahkan sesuia level yang di harapkan dan
melakukan penimbunan untuk lokasi yang elevasinya rendah.
Untuk melakukan pekerjaan tersebut, dibutuhkan alat berat Buldozer dan Exavator
dengan menmbahkan Dum Truk untuk pelodingan dengan jarak yang jauh.
a. Dalam melakukan Cut and Fill, harus benar-benar memperhatinkan kontur
tanah yang akan dikerjakan (atas dasar dari perhitungan pengukuran luas
lahan dan contur tanah yang telah dilakukan dengan Teknik Topografi), maka
dengan demikian dapat diperkirakan seberapa besar volume tanah yang akan
dipindahkan, supaya tidak terjadi Overloading yang dapat melakukan pekerjaan
mengulang dan melakukan penimbunan kembali di tempat yang sudah
dikurangi.
b. Begitu pekerjaan Cut and Fill selesai keseluruhannya, selanjutnya melakukan
pengukuran lahan untuk pembentukan Kavling sesuai dengan gambar Site Plan.
Kasus : Tahapan Pengembangan (Pengadaan dan Pematangan Lahan) Perumahan

Anda mungkin juga menyukai