1
Staf Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITS
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan. Bagian kedua diurakian tinjaun
teoritis tentang pengertian lahan kosong berikut persoalan yang
ditimbulkan. Pada bagian ini juga diuraikan kasus-kasus empiris yang pernah
ditemui dilapangan. Bagian ketiga memaparkan konsep penanganan lahan
kosong yang ditawarkan.
3
BAB 2
PENGERTIAN LAHAN KOSONG DAN
PERSOALAN YANG DITIMBULKAN
4
sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan
keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan
baik (Pasal 3).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, terlihat bahwa lahan
kosong memiliki pengertian yang beragam. Namun demikian, pada dasarnya
pengertian tersebut mengandung tiga variabel yang dapat menjadi
karakteristik dari lahan kosong. Variabel tersebut adalah kondisi fisik lahan,
aktifitas/pemanfaatan, serta kesesuaian fungsi dengan rencana atau sifat
dan tujuan hak/penguasaannya. Dari ketiga variabel tersebut dapat
dirumuskan karakteristik lahan kosong sebagai berikut
KESESUAIAN AKTIFITAS/PEMANFAATAN
KONDISI FISIK FUNGSI DENGAN
LAHAN RENCANA/ SIFAT ADA TIDAK ADA
DAN TUJUAN HAK
Sesuai dengan
Bukan Lahan Lahan Kosong
Rencana/ Sifat Hak
Kosong
yang diberikan
Terbangun Tidak Sesuai
dengan Rencana/ Bukan Lahan Lahan Kosong
Sifat Hak yang Kosong
diberikan
Sesuai dengan
Bukan Lahan Lahan Kosong
Rencana/ Sifat Hak
Kosong
yang diberikan
Tidak Terbangun Tidak Sesuai
Bukan Lahan
dengan Rencana/ Lahan Kosong
Kosong
Sifat Hak yang
(**)
diberikan
Sumber: Dirangkum dari Kivell (1993), S Bourne (1282), Chapin dan Kaiser (1979),
Kepmen/Kepala BPN No.3 Tahun 1998, PP No.36 Tahun 1998, Ardhianty (2002)
Keterangan: (**) kecuali lahan tidur di perkotaan yang dimanfaatkan untuk bercocok
tanam digolongkan sebagi lahah kosong
5
Dari pengertian tersebut, lahan kosong dapat diidentifikasi berdasarkan
kriteria berikt ini:
1. Lahan kosong terjadi pada lahan yang sudah dikuasai
Kriteria ini menjadi dasar untuk menentukan objek lahan kosong, dimana
lahan kosong dapat terjadi pada lahan yang dikuasasi dengan hak atas
lahan ( Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai),
perijinan (Ijin Lokasi), atau penguasaan lainnya yang sah menurut
peraturan.
2. Lahan kosong dapat berupa lahan terbangun dan tidak terbangun
Kriteria ini untuk menunjukkan lingkup lahan kosong, yaitu dapat berupa
lahan terbangun maupun tidak terbangun.
3. Lahan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan
penguasaannya atau rencana tata ruang yang berlaku dalam waktu satu
tahun sejak lahan tersebut dikuasai
Hal ini berarti jika selama satu tahun suatu lahan tidak dimanfaatkan,
maka dapat dikatakan sebagai lahan kosong. Dasar perhitungannya dapat
dilakukan sejak diperolehnya dasar penguasaan (sertifikat hak atas lahan
atau ijin lokasi), jual-beli, atau sejak lahan tersebut ditelantarkan
pemiliknya. Kriteria ini mengikat kedua kriteria sebelumnya sehingga
suatu lahan dapat diidentifikasi sebagai lahan kosong.
Kriteria ke tiga sangat menentukan suatu lahan dikatakan sebagai
lahan kosong. Untuk lebih memperjelas pengertian suatu lahan tidak
dimanfaatkan, maka digunakan jangka waktu, yakni selama satu tahun.
Perhitungan jangka waktu satu tahun ini didasarkan atas berbagai
pertimbangan. Jangka waktu satu tahun adalah waktu yang rasional suatu
lahan sudah dimanfaatkan jika pihak yang menguasainya memiliki itikad
baik. Pada kasus-kasus di luar negeri, lahan kosong dibebani pajak progresif
setiap tahunnya (Darin-Drabkin, 1979: 300-301).
Penegasan pengertian dan kriteria lahan kosong perlu dilakukan
karena terdapat beberapa istilah yang terkait dengan lahan kosong, seperti
yang dijelaskan pada tabel II.2 berikut ini.
6
TABEL II.2 ISTILAH ISTILAH YANG TERKAIT
DENGAN LAHAN KOSONG
ISTILAH PENGERTIAN
Lahan Rusak Lahan yang tidak dimanfaatkan karena rusak
(derelict land) oleh industri atau penggunaan lainnya yang
menyebabkan lahan tersebut tidak dapat
dimanfatkan kecuali diadakan upaya penanganan
terlebih dahulu, yaitu berupa reklamasi (Kivell,
1993)
Underused land Lahan yang tidak dipergunakan lagi, biasanya
mengacu pada lahan dimana bangunan di
atasnya tidak lagi terpakai, misalnya bangunan
bekas pabrik, bekas gedung, dan bekas
perkantoran (Hallet, 1979)
Underutilized land Lahan yang sebagian atau seluruhnya terbangun
dan dapat dipergunakan kembali sesuai dengan
kebijakan kota yang berlaku (Departemen
Konservasi Amerika, 1996, dalam Ardhianty,
2002)
Lahan Tidur Lahan yang sudah mendapatkan hak atau ijin
lokasi dan sudah diperoleh haknya baik oleh
perusahan atau badan hukum, tetapi belum
digunakan sesuai dengan peruntukkannya dalam
ijin lokasi (BPN, 1998)
Sumber: Kivell (1993); Hallet (1979); BPN (1998);
Semua istilah di atas pada dasarnya dapat dikatakan sebagai lahan kosong,
karana sesuai dengan karakateristik yang telah dijelaskan sebelumnya.
7
Penyebab lahan kosong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
proses terjadinya lahan kosong. Penyebab tersebut dilatarbelakangi oleh
persoalan-persoalan yang dirangkum pada Tabel II.3 berikut ini.
TABEL II.3 PENYEBAB SPESIFIK DAN PERSOALAN
YANG MEMPENGARUHINYA
8
Spekulasi pemilik lahan
Keterbatasan modal
Investasi
2. Faktor kondisi fisik lahan, terdiri dari
Karakteristik fisik/lokasi lahan yang tidak sesuai
3. Faktor kebijakan/administrasi pemerintah, terdiri dari
Hambatan kebijakan/administrasi pemerintah
9
Sumber: Hasil Analisis
10
motivasi yang dapat mempengaruhi pemilik lahan mengosongkan lahannya,
yiatu:
1. Ingin mendapat keuntungan, yang disebabkan oleh spekulasi lahan dan
investasi
2. Adanya hambatan dalam memanfaatkan lahan , yang disebabkan oleh
relokasi sektor kegiatan, keterbatasan modal, tidak laku dijual,
karakteristik fisik/lokasi yang tidak sesuai, hambatan karena
kebijakan/administrasi pemerintah.
Dengan mengetahui motivasi tersebut, maka struktur persoalan lahan kosong
dapat digambarkan secara skematis seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2.1 berikut, yang selanjutnya dijadikan sebagai landasan dalam penanganan
lahan kosong.
11
Motivasi mengambil
Lahan sebagai Spekulasi/ keuntungan
komoditas invsetasi
Lahan Kosong
Tuntutan kebutuhan
lahan perkotaan, karena:
pertumbuhan dan
perkembangan kota PENYEBAB:
lahan yang terbatas
Sosial-Ekonomi:
Relokasi sektor
kegiatan
Belum Keterbatasan modal Hambatan dalam
Tidak laku dijual pemanfaatan
dimanfaatkan
2. Fisik/lokasi
Karakateristik
Lahan sebagai fisik /lokasi yang
tempat tidak sesuai
aktifitas 3. Kebijakan/ administrasi DAMPAK:
Hambatan Penurunan estetika
kebijakan/ kawasan (fisik)
Sudah administrasi Penyerobotan lahan
dimanfaatkan pemerintah (sosial dan hukum)
Potensi penurunan PAD
(ekonomi)
Potensi hilangnya
kesempatan kerja
(ekonomi)
Potensi penurunan
produksi pangan
(ekonomi)
Gambar 2.1 Struktur Persoalan Lahan Kosong
12
BAB 3
PENANGANAN LAHAN KOSONG YANG
BERBASISKAN STAKEHOLDERS
13
dan lain-lain. Bentuk insentif di bidang fisik dapat berupa pembangunan
serta pengadaan sarana dan prasarana untuk melayani pengembangan
kawasan sesuai dengan rencana tata ruang. Sementara itu, bentuk
disinsentif umumnya berupa pengenaan pajak yang tinggi dan
ketidaktersediaan sarana dan prasarana (Penjelasan UUPR No.24 Tahun
1992).
Prinsip insentif dan disinsentif dapat juga diterapkan dalam
penanganan lahan kosong. Dalam hal ini, insentif adalah segala kebijakan
yang bertujuan untuk merangsang dan mendorong pemanfaatan baru
ataupun pemanfaatan kembali lahan kosong. Sebaliknya, disinsentif adalah
kebijakan yang bertujuan untuk menghambat dibiarkannya lahan kosong,
upaya spekulasi, maupun pembatasan pengembangan tertentu. Insentif dan
disinsentif ini harus diterapkan berdasarkan landasan dan perangkat yang
relevan dengan persoalannya.
14
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air, dan ruang angkasa (BPN, 2002), termasuk mengatur hak atas
lahan (bundles of right).
2. Police Power
Merupakan kewenangan pemerintah untuk mengatur hak-hak individu
dalam rangka mencapai kesejahteraan umum (Dunkerley, 1983). Hal
yang diatur berkaitan dengan penggunaan lahan dan kelayakan bangunan
(real estate). Dalam hal ini police power digunakan sebagai dasar untuk
meminimasi spekulasi lahan dengan cara mencabut ijin lokasi yang telah
dimiliki.
3. Taxation
Merupakan kewenangan melakukan beban atau pungutan yang dilandasi
kewenangan hukum terhadap perorangan atau pemilik lahan untuk
mengutip atau mengumpulkan uang demi tujuan masyarakat (Dunkerley,
1983).
Pajak adalah beban/pungutan/pengenaan yang dilandasi kewajiban
hukum terhadap perorangan/kelompok, tetapi pengenaan tersebut hanya
untuk kepentingan umum, tidak dinikmati langsung dan bersifat paksaan.
Pajak bukan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, tetapi
merupakan perangkat pengelolaan untuk mengatur kegiatan yang
diinginkan dan tidak diinginkan. Pajak lahan dapat dijadikan insentif dan
disinsentif untuk mendayagunakan lahan kosong (Darin-Drabkin, 1977).
4. Spending Power
Merupakan kewenangan membelanjakan dana publik untuk kepentingan
umum (Dunkerley, 1983). Landasan ini bertujuan untuk mengarahkan
pertumbuhan, mempengaruhi kegiatan ekonomi, menciptakan atau
mengendalikan akses, menarik investasi swasta, dan mengurangi ongkos
dari harga lahan yang terlalu tinggi. Spending power dapat dijadikan
landasan bagi pemerintah untuk meningkatkan permintaan terhadap
lahan dan menyediakan dukungan finansial untuk memanfaatkan lahan
kosong.
15
5. Eminent Domaint
Merupakan kewenangan yang dimiliki pemerintah (baik pusat maupun
lokal) untuk mengambil (menghapus) hak individu terhadap suatu
properti dan digunakan untuk kepentingan publik. Kewengan ini dapat
bersifat memaksa walaupun tanpa persetujuan pemilik. Kewenangan
pemerintah diperoleh melalui deligasi pihak legislatif dengan suatu
aturan. Langkah-langkah untuk mengambil hak individu melalui eminent
domain disebut condemnation. Pengambilan hak individu diikuti dengan
pemberian kompensasi sesuai dengan nilai pasar properti yang diambil.
Jika pemilik berkeberatan maka dapat diajukan ke pengadilan
(Dunkerley, 1983).
Eminent domaint dapat dijadikan landasan oleh pemerintah untuk
mencabut hak atas lahan yang telah dimiliki pemilik lahan kosong yang
tidak memanfaatkan lahan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya atau
rencana tata ruang.
Landasan manajemen lahan merupakan dasar bagi pemerintah untuk
melakukan tindakan terhadap lahan kosong. Masing-masing landasan
memiliki perangkat yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan.
16
TABEL III.1 PERANGKAT PENANGANAN LAHAN KOSONG
17
LANDASAN PERANGKAT YANG
PERANGKAT PENANGANAN
MANAJEMEN TELAH DITERAPKAN
LAHAN KOSONG
LAHAN DI INDONESIA
Lahan
10.Kerjasama swasta
Taxation 11.Pengurangan Pajak -
12.Pajak Progresif
Spending Power 13.Bantuan Dana/Grant -
14.Pengurangan Sewa Lahan
15.Pinjaman
16.Bank Lahan Inkonvensional
17.Inventarisasi dan Promosi
Sumber: Hasil Analisis
18
sosial-ekonomi yang sebesar-besarnya bagi pemilik lahan, masyarakat
sekitarnya, dan pemerintah.
Asas keadilan; penanganan lahan kosong haruslah didasarkan atas
persoalan yang dihadapi oleh pemilik lahan sehingga tercipta rasa
keadilan, yaitu adil bagi pemilik lahan dan adil bagi masyarakat.
Aspek pemberdayaan; pada dasarnya penanganan lahan kosong
dimaksudkan untuk memberdayakan pemilik lahan agar mampu dan mau
memanfaatkan lahannya.
Aspek partisipatif; pada penanganan lahan kosong memungkinkan pihak-
pihak lain di luar pemilik lahan untuk ikut serta mengembangkan lahan
kosong melalui kerjasama atau kemitraan yang tentunya dilandasi oleh
asas manfaat dan keadilan.
Asas serasi, selaras, dan seimbang; pemanfaatan lahan kosong haruslah
sesuai dengan sifat dan tujuan penguasaannya atau rencana tata ruang
yang berlaku sehingga menciptakan keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan.
2. Konsep Penanganan
19
sosial. Dengan demikian, penerapan perangkat penanganan lahan kosong
dilakukan dengan bertahap, yaitu:
a. Tahap penanganan awal, beruapa penertiban untuk lahan kosong yang
didasari oleh motivasi mengambil keuntungan dan pendayagunaan untuk
lahan kosong yang didasari adanya hambatan dalam pemanfaatannya.
Pada prinsipnya, negara masih memberikan kebijaksanaan kepada
pemilik lahan untuk memanfaatkan lahan kosongnya. Hal ini sesuai
dengan asas keadilan, pemberdayaan, dan partisipatif yang diterapkan
dalam penanganan lahan kosong. Landasan yang digunakan pada tahap
ini adalah Police power, taxation, dan spending power.
b. Tahap penanganan lanjut, dilakukan apabila lahan tetap kosong
walaupun telah mendapatkan penanganan pada tahap sebelumnya atau
pemilik lahan tidak kooperatif selama penanganan sebelumnya. Sesuai
dengan asas manfaat serta asas selaras, serasi, dan seimbang, dimana
lahan kosong harus tetap dimanfaatkan guna mewujudkan fungsi sosial
lahan, maka negara berhak mencabut penguasaan atas lahan, memaksa
menjual kepada negara (pre-emptiont right), dan selanjutnya
mengambil-alih menjadi lahan negara. Landasan yang digunakan adalah
police power dan eminent domain.
Agar lahan kosong tersebut tetap dimanfaatkan, maka ada dua skenario
yang dapat dilakukan. Pertama, apabila negara/pemerintah daerah
mampu, maka pemanfaatannya dilakukan oleh negara/pemda. Kedua,
jika tidak mampu, maka dapat dialihkan kepada pihak lain melalui
kerjasama swasta, bank lahan inkonvensional, atau konsolidasi lahan.
20
GAMBAR 3.1 SKEMA PENANGANAN LAHAN KOSONG
Lahan
Penertiban dan
pendayagunaan
lahan kosong
21
TABEL III.3 PENERAPAN PERANGKAT PENANGANAN LAHAN KOSONG
PERANGKAT PENANGANAN
PERSOALAN LAHAN KOSONG
ADMINISTRASI EKONOMI HUKUM
MOTIVASI Spekulasi/ - Teguran/ peringatan tertulis - Pajak progresif pada lahan kosong - Pencabutan hak atas lahan
MENGAMBIL investasi - Pencabutan atau pembatalan - Pre-empton right
KEUNTUNG AN ijin
- Temporary use
Relokasi - Teguran/ peringatan tertulis - Bantuan dana dari pemerintah
sektor untuk perbaikan infrastruktur
kegiatan - Konsolidasi lahan
- Kerjasama swasta/ pihak lain
- Bank lahan inkonvensional
Keterbatasan - Teguran/ peringatan tertulis - Pengurangan sewa lahan
modal - Pinjaman/ akses ke lembaga
keuangan
- Pengurangan pajak atau pungutan
lain
MOTIVASI - Kerjasama swasta atau pihak lain
KARENA - Bank lahan inkonvensional
HAMBATAN
Tidak laku - Teguran/ peringatan tertulis - Kerjasama swasta atau pihak lain
PENGEMBA
dijual - Bank lahan inkonvensional
NGAN
- Inventarisasi dan promosi
Karakteristik - Teguran/ peringatan tertulis - Kerjasama swasta/pihak lain
fisik/lokasi - Bank lahan inkonvensional
yang tidak - Konsolidasi lahan
sesuai - Inventarisasi dan promosi
Hambatan - Teguran/ peringatan tertulis
karena - Penyelesaian kasus administrasi
kebijakan/ - Kemudahan permohonan/
administrasi prosedur perijinan
pemerintah
22
TABEL III.4 KETERLIBATAN STAKEHOLDERS DALAM
PENANGANAN LAHAN KOSONG
LANDASAN
TAHAPAN KETERLIBATAN
PERANGKAT MANAJEMEN
PENANGANAN STAKEHOLDERS
LAHAN
1. Penertiban dan
pendayagunaan:
a. Penertiban Pajak progresif lahan Taxation Pemerintah
kosong
Temporary use Police power Pemerintah, pemilik
lahan
(masyarakat/swasta)
, masyarakat
penggarap
b. Pendayagunaan Bantuan dana untuk Spending power Pemerintah
pengembangan
infrastruktur
Kerjasama swasta Police power Pemerintah,swasta,
masyarakat
Konsolidasi lahan Police power dan Pemerintah,
spending power masyarakat 9pemilik
lahan), swasta
Bank lahan Police power dan Pemerintah,
inkonvensional spending power masyarakat (pemilik
lahan), swasta
Pengurangan sewa Spending power Pemerintah, Swasta,
masyarakat
Akses terhadap pinjaman Spending power Pemerintah, Swasta,
masyarakat
Pengurangan pajak/ Taxation Pemerinta
pungutan lain
Inventarisasi dan Spending power Pemerinat
promosi
Kemudahan penyelesaian Police power Pemerintah
kasus administrasi
Kemudahan ijin Police power Pemerintah
2. Penanganan
lanjut:
a. Penertiban lanjut Pencabutan hak atas Eminent domaint Pemerintah
lahan
Pencabutan ijin Police power Pemerintah
Kerjasama swasta* Police power Pemerintah-swasta
Bank lahan Police power dan Pemerintah-swasta
inkonvensional* spending power
Konsolidasi lahan* Police power dan Pemerinat-swasta
spending power
b. Pendayagunaan Pre-Emption Right Eminent domaint Pemerintah
lanjut Kerjasama swasta* Police power Pemerintah-swasta
Bank lahan Police power dan Pemerintah-swasta
inkonvensional* spending power
Konsolidasi lahan* Police power dan Pemerintah-swasta
spending power
Sumber: Hasil Analisis
Ket: * = Perangkat yang digunakan setelah lahan kosong diambil-alih negara
BAB 4
23
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Hal-hal yang dapat disimpulkan dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut:
Lahan kosong perlu mendapat perhatian karena keberadaannya dapat
menghambat proses pembangunan dan tidak dapat mewujudkan nilai
sosial lahan
Persoalan lahan kosong pada dasarnya dilandasi oleh motivasi pemilik
terhadap lahannya, yaitu ingin mengambil keuntungan dari nilai lahan
atau mengalami hambatan dalam pengembangannya. Motivasi tersebut
disebabkan oleh faktor sosial-ekonomi, fisik/lingkungan, dan kebijakan
pemerintah
Persoalan di atas mengindikasikan bahwa keberadaan lahan kosong
sangat terkait dengan stakeholders lainnya, selain pemilik lahan, yaitu
pemerintah dan swasta. Masing-masing stakeholders ini berkotribusi
terhadap persoalan lahan kosong dan juga penanganannya.
Penanganan lahan kosong didasari atas persoalan yang melatar-
belakanginya, sehingga dapat ditentukan perangkat mana yang relevan
digunakan dan stakeholders mana yang dapat diikut-sertakan di
dalamnya.
4.2 Rekomendasi
Tulisan ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
Perangkat-perangkat penanganan lahan kosong yang dipaparkan
sebelumnya sebagian besar belum pernah diaplikasikan di Indonesia,
untuk itu perlu dilakukan kajian penerapan perangkat tersebut terutama
dikaitkan dengan aspek yuridis di Indonesia
Perlu dilakukan penjabaran yang lebih detail tentang stakeholders yang
dilibatkan dalam penanganan lahan kosong. Tentunya penjabaran ini
sangat terkait dengan kajian yang dilakukan pada butir 1
24
Perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap produk hukum yang
mengatur tentang pemanfaatan lahan kosong sehingga dapat
mengoptimalkan pengembangan lahan perkotaan.
25