Anda di halaman 1dari 25

ABSTRAK

KONSEP PENANGANAN LAHAN KOSONG DALAM RANGKA


PENGEMBANGAN LAHAN PERKOTAAN
(KONSEP PENGEMBANGAN LAHAN BERBASISKAN STAKEHOLDERS)
Oleh: Putu Gde Ariastita, ST, MT1

Lahan kosong di perkotaan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.


Padahal keberadaannya dapat menimbulkan permasalahan yang serius,
mulai dari terganggunya estetika kota, terjadinya penyerobotan lahan,
tidak seimbangnya suplai lahan yang pada akhirnya akan semakin
meningkatkan nilai lahan. Pada akhirnya, jika hal ini dibiarkan akan dapat
menghambat pembangunan di perkotaan.

Persoalan lahan kosong pada dasarnya menyangkut motivasi pemilik lahan


untuk memanfaatkan lahannya. Ada dua motivasi yang mempengaruhi,
yaitu upaya mengambil keuntungan dari nilai lahan dan adanya hambatan
dalam pengembangan lahan. Kedua motivasi tersebut dilandasi oleh
penyebab sosial-ekonomi, fisik/lingkungan, dan kebijakan pemerintah.
Berdasarkan penyebab-penyebab tersebut, dapat dikatakan bahwa
persoalan lahan kosong sebenarnya melibatkan multistakeholders, demikian
juga dalam penangannnya.

Upaya penanganan lahan kosong tentunya harus didasarkan pada persoalan


yang dihadapi dan bagaimana upaya pelibatan stakeholders di dalamnya.
Dengan demikian akan dapat ditentukan perangkat-perangkat mana yang
relevan digunakan dan siapa yang akan dilibatkan dalam penanganannya.

1
Staf Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITS

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Lahan kosong seringkali kurang mendapatkan perhatian di dalam


penataan lahan perkotaan. Tanpa disadari, keberadaannya ternyata
menimbulkan permasalahan serius dalam pengembangan lahan perkotaan.
Pada dasarnya, lahan kosong mengindikasikan inefisiensi penggunaan lahan,
terutama di perkotaan, dimana suplai lahan di perkotaan sangat terbatas,
sementara itu perminataannya terus bertambah. Dengan adanya lahan
kosong, berarti terdapat persil-persil lahan yang tidak dimanfaatkan secara
optimal. Lebih lanjut, menurut Darin-Drabkin (1977), lahan kosong dapat
mendorong peningkatan harga lahan secara cepat karena sediaan lahan
menjadi berkurang, sedangkan permintaannya terus bertambah. Harga lahan
yang terus meningkat tentunya akan menghambat kegiatan pembangunan
yang akan dilakukan.
Keberadaan lahan kosong di perkotaan dapat menyebabkan timbulnya
kawasan-kawasan kumuh, mengurangi estetika kota, dan mengurangi
efisiensi penggunaan lahan. Adanya lahan kosong juga menimbulkan
masalah-masalah sosial yang tidak dikehendaki, seperti penyerobotan tanah,
pertikaian, dan tindakan kekerasan karena penggusuran (Kompas, 1 Oktober
2003). Berdasarkan hasil suatu penelitian (Herbet dan Ferry, 1999), lahan
kosong ternyata memberikan kerugian bagi Pemda/Pemkot akibat
kehilangan pemasukan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta retribusi
Ijin Memberikan Bangunan (IMB). Di samping itu, lahan kosong juga
memberikan kerugian bagi masyarakat berupa kehilangan potensi
kesempatan kerja dan potensi tambahan pangan. Kompleksitas persoalan-
persoalan tersebut menunjukkan bahwa lahan kosong di perkotaan perlu
mendapat perhatian dan harus segera ditangani.
Tulisan ini memaparkan konsepsi penanganan lahan kosong dalam
upaya pengembangan lahan perkotaan yang berbasiskan stakeholders.
Substansi yang dipaparkan merupakan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Secara garis besar, tulisan ini terbagi menjadi tiga

2
bagian. Bagian pertama adalah pendahuluan. Bagian kedua diurakian tinjaun
teoritis tentang pengertian lahan kosong berikut persoalan yang
ditimbulkan. Pada bagian ini juga diuraikan kasus-kasus empiris yang pernah
ditemui dilapangan. Bagian ketiga memaparkan konsep penanganan lahan
kosong yang ditawarkan.

3
BAB 2
PENGERTIAN LAHAN KOSONG DAN
PERSOALAN YANG DITIMBULKAN

2.1 Pengertian Lahan Kosong

Terdapat beberapa definisi yang mencoba menjelaskan pengertian


tentang Lahan kosong, diantaranya adalah:
1. Kivell (1993: 151), mendefinisikan lahan kosong sebagai lahan yang
menurut pemerintah daerah setempat belum dimanfaatkan sesuai
dengan fungsinya, yaitu fungsi yang mengacu pada rencana wilayah.
Lahan kosong dapat berbentuk properti berupa tanah atau bangunan
yang tidak dipergunakan.
2. Chapin dan Kaiser (1979: 265) menyatakan bahwa lahan kosong sebagai
adalah sebidang lahan yang di atasnya secara fisik tidak terdapat
bangunan, akan tetapi berpotensi untuk digunakan.
3. Sensus Nasional Amerika, 1971, mendefinisikan lahan kosong sebagai
lahan yang tidak dihuni pemiliknya, padahal secara fisik dapat dihuni.
Pengertian ini juga mengacu pada bangunan-bangunan yang
ditelantarkan oleh pemiliknya.
Sementara itu, definisi lahan kosong yang digunakan di Indonesia,
dapat dilihat dari sumber-sumber berikut:
1. Buku Petunjuk Tata Cara Kerja Pengukuran Tanah (BPN 1992)
menjelaskan lahan kosong sebagai lahan tidak terbangun yang sudah
diperuntukkan atau diberi haknya tetapi tidak diusahakan sesuai dengan
hak yang diberikan/ditelantarkan.
2. Permen Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1998 tentang Pemanfaatan
Tanah Kosong untuk Tanaman Pangan mendefinisikan lahan kosong
sebagai lahan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan
pemberian haknya atau Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku.
3. PP No.36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Lahan
Terlantar, menjelaskan definisi tentang lahan terlantar, yaitu lahan Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai yang dengan

4
sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan
keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan
baik (Pasal 3).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, terlihat bahwa lahan
kosong memiliki pengertian yang beragam. Namun demikian, pada dasarnya
pengertian tersebut mengandung tiga variabel yang dapat menjadi
karakteristik dari lahan kosong. Variabel tersebut adalah kondisi fisik lahan,
aktifitas/pemanfaatan, serta kesesuaian fungsi dengan rencana atau sifat
dan tujuan hak/penguasaannya. Dari ketiga variabel tersebut dapat
dirumuskan karakteristik lahan kosong sebagai berikut

TABEL II.1 KARAKTERISTIK LAHAN KOSONG

KESESUAIAN AKTIFITAS/PEMANFAATAN
KONDISI FISIK FUNGSI DENGAN
LAHAN RENCANA/ SIFAT ADA TIDAK ADA
DAN TUJUAN HAK
Sesuai dengan
Bukan Lahan Lahan Kosong
Rencana/ Sifat Hak
Kosong
yang diberikan
Terbangun Tidak Sesuai
dengan Rencana/ Bukan Lahan Lahan Kosong
Sifat Hak yang Kosong
diberikan
Sesuai dengan
Bukan Lahan Lahan Kosong
Rencana/ Sifat Hak
Kosong
yang diberikan
Tidak Terbangun Tidak Sesuai
Bukan Lahan
dengan Rencana/ Lahan Kosong
Kosong
Sifat Hak yang
(**)
diberikan
Sumber: Dirangkum dari Kivell (1993), S Bourne (1282), Chapin dan Kaiser (1979),
Kepmen/Kepala BPN No.3 Tahun 1998, PP No.36 Tahun 1998, Ardhianty (2002)
Keterangan: (**) kecuali lahan tidur di perkotaan yang dimanfaatkan untuk bercocok
tanam digolongkan sebagi lahah kosong

Berdasarkan karakteristiknya, lahan kosong didefiniskan sebagai berikut:

“Lahan yang memiliki dasar penguasaan, dapat berupa lahan


terbangun maupun tidak terbangun, tetapi tidak
dimanfaatkan oleh pihak yang menguasai sesuai dengan sifat
dan tujuan penguasaannya atau rencana tata ruang yang
berlaku”

5
Dari pengertian tersebut, lahan kosong dapat diidentifikasi berdasarkan
kriteria berikt ini:
1. Lahan kosong terjadi pada lahan yang sudah dikuasai
Kriteria ini menjadi dasar untuk menentukan objek lahan kosong, dimana
lahan kosong dapat terjadi pada lahan yang dikuasasi dengan hak atas
lahan ( Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai),
perijinan (Ijin Lokasi), atau penguasaan lainnya yang sah menurut
peraturan.
2. Lahan kosong dapat berupa lahan terbangun dan tidak terbangun
Kriteria ini untuk menunjukkan lingkup lahan kosong, yaitu dapat berupa
lahan terbangun maupun tidak terbangun.
3. Lahan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan
penguasaannya atau rencana tata ruang yang berlaku dalam waktu satu
tahun sejak lahan tersebut dikuasai
Hal ini berarti jika selama satu tahun suatu lahan tidak dimanfaatkan,
maka dapat dikatakan sebagai lahan kosong. Dasar perhitungannya dapat
dilakukan sejak diperolehnya dasar penguasaan (sertifikat hak atas lahan
atau ijin lokasi), jual-beli, atau sejak lahan tersebut ditelantarkan
pemiliknya. Kriteria ini mengikat kedua kriteria sebelumnya sehingga
suatu lahan dapat diidentifikasi sebagai lahan kosong.
Kriteria ke tiga sangat menentukan suatu lahan dikatakan sebagai
lahan kosong. Untuk lebih memperjelas pengertian suatu lahan tidak
dimanfaatkan, maka digunakan jangka waktu, yakni selama satu tahun.
Perhitungan jangka waktu satu tahun ini didasarkan atas berbagai
pertimbangan. Jangka waktu satu tahun adalah waktu yang rasional suatu
lahan sudah dimanfaatkan jika pihak yang menguasainya memiliki itikad
baik. Pada kasus-kasus di luar negeri, lahan kosong dibebani pajak progresif
setiap tahunnya (Darin-Drabkin, 1979: 300-301).
Penegasan pengertian dan kriteria lahan kosong perlu dilakukan
karena terdapat beberapa istilah yang terkait dengan lahan kosong, seperti
yang dijelaskan pada tabel II.2 berikut ini.

6
TABEL II.2 ISTILAH ISTILAH YANG TERKAIT
DENGAN LAHAN KOSONG

ISTILAH PENGERTIAN
Lahan Rusak Lahan yang tidak dimanfaatkan karena rusak
(derelict land) oleh industri atau penggunaan lainnya yang
menyebabkan lahan tersebut tidak dapat
dimanfatkan kecuali diadakan upaya penanganan
terlebih dahulu, yaitu berupa reklamasi (Kivell,
1993)
Underused land Lahan yang tidak dipergunakan lagi, biasanya
mengacu pada lahan dimana bangunan di
atasnya tidak lagi terpakai, misalnya bangunan
bekas pabrik, bekas gedung, dan bekas
perkantoran (Hallet, 1979)
Underutilized land Lahan yang sebagian atau seluruhnya terbangun
dan dapat dipergunakan kembali sesuai dengan
kebijakan kota yang berlaku (Departemen
Konservasi Amerika, 1996, dalam Ardhianty,
2002)
Lahan Tidur Lahan yang sudah mendapatkan hak atau ijin
lokasi dan sudah diperoleh haknya baik oleh
perusahan atau badan hukum, tetapi belum
digunakan sesuai dengan peruntukkannya dalam
ijin lokasi (BPN, 1998)
Sumber: Kivell (1993); Hallet (1979); BPN (1998);
Semua istilah di atas pada dasarnya dapat dikatakan sebagai lahan kosong,
karana sesuai dengan karakateristik yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.2 Persoalan Lahan Kosong

Lahan kosong terjadi pada kawasan yang sedang mengalami


perubahan baik dari penggunaan lahan maupun bangunannya (Hallet, 1979:
210). Semua lahan seharusnya dimanfaatkan, tetapi ternyata tidak semua
persil tepat untuk dimanfaatkan. Hal ini disebabkan oleh dua alasan,
pertama persil tersebut memberikan kesan (image) yang tidak baik bagi
calon pengguna. Ke dua, persil tersebut sengaja ditahan dengan maksud
spekulasi untuk memperoleh keuntungan, sehingga calon pengguna sulit
mendapatkannya.

1. Penyebab Terjadinya lahan kosong

7
Penyebab lahan kosong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
proses terjadinya lahan kosong. Penyebab tersebut dilatarbelakangi oleh
persoalan-persoalan yang dirangkum pada Tabel II.3 berikut ini.
TABEL II.3 PENYEBAB SPESIFIK DAN PERSOALAN
YANG MEMPENGARUHINYA

PENYEBAB LATAR BELAKANG PERSOALAN


1. Penutupan Penyebab ini dipengaruhi oleh perkembangan
pabrik-pabrik/tambang struktur ekonomi kota yang berdampak pada
galian dan fasilitas perubahan pola pemanfaatan ruangnya. Dengan
pendukungnya demikian penyebab spesifik ini dipengaruhi oleh
2. Relokasi sektor kegiatan faktor ekonomi
3. Spekulasi pemilik lahan Motif spekulasi lahan dipengaruhi oleh persaingan
yang tidak sempurna dari pasar lahan dan ditunjang
oleh kondisi makro ekonomi seperti tingkat inflasi
dan suku bunga (Balchin, 1982 serta Herbet dan
ferry, 1998). Jadi penyebab spesifik ini dipengaruhi
oleh faktor ekonomi
4. Tidak adanya permintaan Penyebab ini berkaitan dengan karakteristik persil
terhadap lahan (fisik, lokasi, dan lingkungan). Calon pengguna tidak
menyukai persil tersebut meskipun harga/nilai
lahannya rendah (Hallet, 1979). Penyebab ini lebih
dipengaruhi oleh faktor kondisi fisik/lokasi
5. Ikatan emosional antara Penyebab ini pada dasarnya saling memiliki
pemilik lahan dengan keterkaitan. Ikatan emosional menyebabkan lahan
lahannya ditahan oleh pemiliknya. Akan tetapi karena
6. Keterbatasan modal keterbatasan modal, pengembangan lahan tidak
dapat dilakukan. Jadi kedua penyebab ini pada
dasarnya dipengaruhi oleh faktor Sosial dan
ekonomi
7. Investasi Motif berinvestasi berarti pemilik akan
memanfaatkan sendiri lahannya untuk tujuan jangka
panjang. Motivasi pemilik lebih dipengaruhi oleh
faktor ekonomi
8. Pengeluaran ijin yang Ketiga penyebab ini disebabkan karena bertentangan
berlebihan dengan kebijakan atau prosedur administrasi
9. Hambatan dari rencana pemerintah sehingga pemanfaatan lahan menjadi
kota terhambat (Hallet, 1979). Oleh sebab itu, penyebab
10. Kesulitan administratif spesifik ini dipengaruhi oleh faktor
untuk memanfaatkan kebijakan/administrasi pemerintah
lahan kosong
Sumber: hasil analisis
Terlihat bahwa penyebab lahan kosong pada dasarnya dapat
diklasifikasikan menjadi tiga faktor, yaitu faktor sosial-ekonomi, kondisi
fisik, dan kebijakan/administrasi pemerintah, yang selanjutnya
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Faktor sosial-ekonomi, yang terdiri dari penyebab spesifik:
 Relokasi sektor kegiatan

8
 Spekulasi pemilik lahan
 Keterbatasan modal
 Investasi
2. Faktor kondisi fisik lahan, terdiri dari
 Karakteristik fisik/lokasi lahan yang tidak sesuai
3. Faktor kebijakan/administrasi pemerintah, terdiri dari
 Hambatan kebijakan/administrasi pemerintah

Penyebab yang paling diperhatikan adalah motif spekulasi pemilik


lahan. Penyebab ini dianggap penting karena hanya bermaksud melakukan
jual-beli lahan saja, tanpa melakukan pembangunan, sehingga
menguntungkan pihak spekulan dan merugiakan banyak pihak. Hal ini
tentunya bertentangan dengan fungsi sosial tanah seperti yang diamanatkan
di dalam UUPA No.5 Tahun 1960. Hallet (1979:210) menyatakan bahwa lahan
kosong di perkotaan lebih disebabkan karena adanya spekulasi secara besar-
besaran (massive speculation). Dampak dari adanya spekulasi ini adalah
terhambatnya pembangunan perkotaan.

2. Dampak yang Ditimbulkan

Keberadaan lahan kosong ternyata menimbulkan dampak yang


merugikan. Dampak tersebut dipaparkan pada Tabel berikut ini.

TABEL II.4 IDENTIFIKASI DAMPAK LAHAN KOSONG

Katagori Dampak Persoalan yang Pihak yang


Ditimbulkan Terkena Dampak
Dampak fisik Penurunan image / estetika Masyarakat,
suatu kawasan pengembang dan
pemerintah
Dampak sosial Terjadi pertikaian karena Masyarakat,
Dampak hukum penyerobotan lahan dan pengembang, dan
penggusuran pemerintah
Dampak Ekonomi Potensi penurunan Pemerintah
penerimaan PAD dari PBB
dan IMB
Dampak Ekonomi Potensi hilangnya Masyarakat
kesempatan kerja
masyarakat sekitar
Dampak Ekonomi Potensi dampak terhadap Masyarakat
penurunan produksi pangan

9
Sumber: Hasil Analisis

3. Identifikasi Stakeholders yang Terkait dengan Lahan Kosong

Stakeholders yang terkait dengan lahan kosong adalah


pihak/institusi/individu yang memiliki kepentingan, terkena dampak atau
yang dapat mempengaruhi penanganan lahan kosong. Stakeholders ini
penting untuk dikenali dalam rangka merumuskan penanganan lahan kosong.
Untuk itu perlu diketahui siapa pihak yang terkena dampak, siapa pihak yang
dapat mempengaruhi, dan bagaimana keterlibatan serta kapasitas pihak-
pihak tersebut dalam penanganannya.
Berdasarkan analisis Stakeholders yang telah dilakukan, stakeholders
yang terkait dengan lahan kosong dikatagorikan sebagai berikut:
1. Stakeholders yang menjadi penyebab terjadinya lahan kosong:
- Pemilik lahan, yang terdiri dari pemilik pribadi dan badan hukum
- Badan pemerintah yang mengurusi administrasi pertanahan (BPN) dan
perencanaan (Bappeda)
2. Kelompok penerima dampak:
- Pemilik lahan, perseorangan atau badan hukum
- Bagian keuangan pemerintah daerah
- Pengembang properti
- Masyarakat (tenaga kerja di bidang properti dan yang berusaha di
bidang pertanian)
3. Kelompok Regulator:
- BPN/ Kantor pertanahan
- Bappeda
- Dinas Tata Kota

4. Struktur Persoalan Lahan Kosong

Pemilik lahan merupakan pelaku yang paling mempengaruhi


terjadinya lahan kosong. Berdasarkan kajian teoritis dan empiris yang telah
dilakukan, motivasi pemilik lahan lah yang akan menentukan apakah suatu
lahan akan dibangun atau dikosongkan. Secara garis besar, terdapat dua

10
motivasi yang dapat mempengaruhi pemilik lahan mengosongkan lahannya,
yiatu:
1. Ingin mendapat keuntungan, yang disebabkan oleh spekulasi lahan dan
investasi
2. Adanya hambatan dalam memanfaatkan lahan , yang disebabkan oleh
relokasi sektor kegiatan, keterbatasan modal, tidak laku dijual,
karakteristik fisik/lokasi yang tidak sesuai, hambatan karena
kebijakan/administrasi pemerintah.
Dengan mengetahui motivasi tersebut, maka struktur persoalan lahan kosong
dapat digambarkan secara skematis seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2.1 berikut, yang selanjutnya dijadikan sebagai landasan dalam penanganan
lahan kosong.

11
Motivasi mengambil
Lahan sebagai Spekulasi/ keuntungan
komoditas invsetasi

Lahan Kosong

Tuntutan kebutuhan
lahan perkotaan, karena:
pertumbuhan dan
perkembangan kota PENYEBAB:
lahan yang terbatas
Sosial-Ekonomi:
Relokasi sektor
kegiatan
Belum Keterbatasan modal Hambatan dalam
Tidak laku dijual pemanfaatan
dimanfaatkan
2. Fisik/lokasi
Karakateristik
Lahan sebagai fisik /lokasi yang
tempat tidak sesuai
aktifitas 3. Kebijakan/ administrasi DAMPAK:
Hambatan Penurunan estetika
kebijakan/ kawasan (fisik)
Sudah administrasi Penyerobotan lahan
dimanfaatkan pemerintah (sosial dan hukum)
Potensi penurunan PAD
(ekonomi)
Potensi hilangnya
kesempatan kerja
(ekonomi)
Potensi penurunan
produksi pangan
(ekonomi)
Gambar 2.1 Struktur Persoalan Lahan Kosong

12
BAB 3
PENANGANAN LAHAN KOSONG YANG
BERBASISKAN STAKEHOLDERS

Penanganan lahan kosong didasarkan atas struktur persoalan yang


telah dirumuskan sebelumnya. Penanganan ini meliputi prinsip kebijakan,
landasan manajemen lahan yang digunakan, perangkat dan prosedur yang
dilakukan. Dalam hal ini, penanganan terhadap lahan kosong dilakukan
dengan melibatkan stakeholders yang telah diidentifikasi sebelumnya.

3.1 Kebijakan Lahan Perkotaan


Kebijakan lahan kota pada dasarnya adalah intervensi pemerintah
pada bidang pertanahan dalam pengembangan kota secara keseluruhan. Hal
ini dilakukan dalam usaha mengalokasikan lahan secara optimal dan
mengatasi konflik dalam pemanfaatannya. Kebijakan lahan harus memiliki
tujuan yang jelas. Adapun tujuan yang terkait dengan penanganan lahan
kosong adalah (Kitay, 1983: 10-11):
- Mencegah terjadinya lahan tidur/terlantar (lahan kosong)
- Mencegah terjadinya spekulasi terhadap lahan
Kivell (1993: 133) menyatakan bahwa dalam konteks kebijakan lahan
kota dan proses pembangunannya selalu dihadapkan pada dua hal. Pertama,
hal-hal yang sesuai dan dapat mendorong ke arah perkembangan kota dan
sebaliknya yang ke dua adalah hal-hal yang tidak sesuai dan menghambat
proses perkembangan. Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua prinsip
mekanisme kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah, yaitu mekanisme
promosi (insentif) dan kontrol (disinsentif). Insentif adalah tindakan
pemerintah yang sifatnya mendorong ke arah perkembangan yang
diinginkan, sedangkan disinsentif adalah tindakan pemerintah yang sifatnya
membatasi hal-hal yang bertentangan atau tidak mendukung ke arah
perkembangan.
Insentif dan disinsentif dapat diterapkan dalam berbagai macam
bentuk (perangkat). Insentif di bidang ekonomi dapat dilakukan melalui
pemberian kompensasi, imbalan, penyelenggaraan sewa ruang, urun saham,

13
dan lain-lain. Bentuk insentif di bidang fisik dapat berupa pembangunan
serta pengadaan sarana dan prasarana untuk melayani pengembangan
kawasan sesuai dengan rencana tata ruang. Sementara itu, bentuk
disinsentif umumnya berupa pengenaan pajak yang tinggi dan
ketidaktersediaan sarana dan prasarana (Penjelasan UUPR No.24 Tahun
1992).
Prinsip insentif dan disinsentif dapat juga diterapkan dalam
penanganan lahan kosong. Dalam hal ini, insentif adalah segala kebijakan
yang bertujuan untuk merangsang dan mendorong pemanfaatan baru
ataupun pemanfaatan kembali lahan kosong. Sebaliknya, disinsentif adalah
kebijakan yang bertujuan untuk menghambat dibiarkannya lahan kosong,
upaya spekulasi, maupun pembatasan pengembangan tertentu. Insentif dan
disinsentif ini harus diterapkan berdasarkan landasan dan perangkat yang
relevan dengan persoalannya.

3.2 Landasan Manajemen Lahan


Dalam konteks manajemen lahan, terdapat lima landasan yang
digunakan sebagai dasar untuk mengambil tindakan terhadap suatu isu dan
persoalan. Landasan tersebut adalah bundles of right, eminent domaint,
police power, taxation, dan spending power.
1. Bundles of Right
Pengaturan hak atas tanah berkaitan dengan kepentingan hak atas tanah
pemilik lahan. Kepentingan ini meliputi kepentingan penggunaan
(leasehold) dan kepentingan kepemilikan (freehold). Artinya pengaturan
hak atas lahan berupaya mengatur bagaimana suatu lahan dapat dimiliki
dan dimanfaatkan/digunakan. Kepentingan penggunaan hanya
menyangkut real estate saja (tidak menyangkut seluruh properti).
Penggunaannya dibatasi oleh waktu disertai adanya perjanjian dengan
pemilik. Kepentingan kepemilikan menyangkut seluruh properti yang
dimiliki dan jangka waktunya seumur hidup. Kedua kepentingan di atas
bersifat private (individual) dan harus disesuaikan dengan kepentingan
publik. Dengan demikian kepemilikan (lahan) individu tidak akan bersifat
absolut (Dunkerley, 1983). Di Indonesia, negara berwenang menentukan

14
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air, dan ruang angkasa (BPN, 2002), termasuk mengatur hak atas
lahan (bundles of right).

2. Police Power
Merupakan kewenangan pemerintah untuk mengatur hak-hak individu
dalam rangka mencapai kesejahteraan umum (Dunkerley, 1983). Hal
yang diatur berkaitan dengan penggunaan lahan dan kelayakan bangunan
(real estate). Dalam hal ini police power digunakan sebagai dasar untuk
meminimasi spekulasi lahan dengan cara mencabut ijin lokasi yang telah
dimiliki.

3. Taxation
Merupakan kewenangan melakukan beban atau pungutan yang dilandasi
kewenangan hukum terhadap perorangan atau pemilik lahan untuk
mengutip atau mengumpulkan uang demi tujuan masyarakat (Dunkerley,
1983).
Pajak adalah beban/pungutan/pengenaan yang dilandasi kewajiban
hukum terhadap perorangan/kelompok, tetapi pengenaan tersebut hanya
untuk kepentingan umum, tidak dinikmati langsung dan bersifat paksaan.
Pajak bukan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, tetapi
merupakan perangkat pengelolaan untuk mengatur kegiatan yang
diinginkan dan tidak diinginkan. Pajak lahan dapat dijadikan insentif dan
disinsentif untuk mendayagunakan lahan kosong (Darin-Drabkin, 1977).

4. Spending Power
Merupakan kewenangan membelanjakan dana publik untuk kepentingan
umum (Dunkerley, 1983). Landasan ini bertujuan untuk mengarahkan
pertumbuhan, mempengaruhi kegiatan ekonomi, menciptakan atau
mengendalikan akses, menarik investasi swasta, dan mengurangi ongkos
dari harga lahan yang terlalu tinggi. Spending power dapat dijadikan
landasan bagi pemerintah untuk meningkatkan permintaan terhadap
lahan dan menyediakan dukungan finansial untuk memanfaatkan lahan
kosong.

15
5. Eminent Domaint
Merupakan kewenangan yang dimiliki pemerintah (baik pusat maupun
lokal) untuk mengambil (menghapus) hak individu terhadap suatu
properti dan digunakan untuk kepentingan publik. Kewengan ini dapat
bersifat memaksa walaupun tanpa persetujuan pemilik. Kewenangan
pemerintah diperoleh melalui deligasi pihak legislatif dengan suatu
aturan. Langkah-langkah untuk mengambil hak individu melalui eminent
domain disebut condemnation. Pengambilan hak individu diikuti dengan
pemberian kompensasi sesuai dengan nilai pasar properti yang diambil.
Jika pemilik berkeberatan maka dapat diajukan ke pengadilan
(Dunkerley, 1983).
Eminent domaint dapat dijadikan landasan oleh pemerintah untuk
mencabut hak atas lahan yang telah dimiliki pemilik lahan kosong yang
tidak memanfaatkan lahan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya atau
rencana tata ruang.
Landasan manajemen lahan merupakan dasar bagi pemerintah untuk
melakukan tindakan terhadap lahan kosong. Masing-masing landasan
memiliki perangkat yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan.

3.3 Perangkat Penanganan


Perangkat penanganan lahan kosong adalah alat yang dapat
dimanfaatkan untuk menangani persoalan lahan kosong. Pemanfaatan
perangkat ini umumnya dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian,
terdapat perangkat yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, swasta
ataupun kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Alternatif
perangkat sangat beragam, sesuai dengan konteks persoalan yang dihadapi.

Perangkat penanganan ini diklasifikasikan ke dalam aspek ekonomi,


hukum, dan administrasi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel III.1 berikut.
Pada Tabel III.2 dijelaskan landasan manajemen lahan yang menjadi dasar
pemanfaatan perangkat-perangkat yang telah diidentifikasi.

16
TABEL III.1 PERANGKAT PENANGANAN LAHAN KOSONG

INSENTIF DAN DISINSENTIF


ASPEK PENANGANAN
INSENTIF DISINSENTIF
1. Bantuan Dana/Grant 1. Pajak Progresif
2. Pengurangan Sewa
Lahan
3. Pinjaman
4. Kerjasama
EKONOMI
swasta/Pihak Lain
5. Pengurangan Pajak/
Pungutan Lain
6. Bank Lahan
Inkonvensional
2. Pencabutan Hak Atas
Lahan
HUKUM 3. Pengalihan Hak Atas
Lahan
4. Pre-Emption Right
7. Inventarisasi dan 5. Teguran/ Peringatan
Promosi Tertulis
8. Kemudahan 6. Pencabutan atau
Penyelesaian Kasus Tidak Diterbitkannya
ADMINISTRATIF Administrasi Ijin
9. Tamporary use 7. Ketentuan tentang
10.Kemudahan Keharusan
Permohonan dan Menyewakan Lahan
Prosedur Perijinan
Sumber: Rangkuman dari Drabkin (1977), Hallet (1979), Kitay (1985), Kivell (1993), Kaiser
(1995), dan BPN (1998)

TABEL III.2 LANDASAN PEMANFAATAN PERANGKAT PENANGANAN


LAHAN KOSONG DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

LANDASAN PERANGKAT YANG


PERANGKAT PENANGANAN
MANAJEMEN TELAH DITERAPKAN
LAHAN KOSONG
LAHAN DI INDONESIA
Bundles of Right1. Pre-Emption Right 1. Pencabutan Hak Atas
2. Pengalihan Hak Atas Lahan Lahan
Eminent Domaint
3. Pencabutan Hak Atas Lahan
Police Power 4. Kemudahan Perijinan 2. Pencabutan Ijin
5. Kemudahan Penyelesaian 3. Teguran atau
Kasus Administratif Peringatan Tertulis
6. Teguran atau Peringatan 4. Keharusan
Tertulis Menyewakan Lahan
7. Temporary Use 5. Temporary Use
8. Pencabutan Ijin
9. Keharusan Menyewakan

17
LANDASAN PERANGKAT YANG
PERANGKAT PENANGANAN
MANAJEMEN TELAH DITERAPKAN
LAHAN KOSONG
LAHAN DI INDONESIA
Lahan
10.Kerjasama swasta
Taxation 11.Pengurangan Pajak -
12.Pajak Progresif
Spending Power 13.Bantuan Dana/Grant -
14.Pengurangan Sewa Lahan
15.Pinjaman
16.Bank Lahan Inkonvensional
17.Inventarisasi dan Promosi
Sumber: Hasil Analisis

3.4 Konsep Penanganan

1. Tujuan dan Sasaran Penanganan

Konsep Penanganan lahan kosong adalah upaya yang dilakukan untuk


mengatasi persoalan lahan kosong. Sebagai tahap awal harus ditetapkan
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dan sasaran adalah hasil yang ingin
dicapai dalam penanganan lahan kosong serta berfungsi memberikan arahan
dalam pemanfaatan perangkat dan prosedur penanganannya.
Tujuan dan sasaran penanganan lahan kosong sebagai berikut:
1. Mengefektifkan pemanfaatan lahan kosong sehingga dapat
mengembalikan fungsi sosial lahan yang dimilikinya, dengan sasaran:
- Dimanfaatkannya lahan kosong sesuai dengan sifat dan tujuan
penguasaannya atau rencana tata ruang yang berlaku
- Terwujudnya pemenfaatan lahan yang dapat memberikan manfaat
sosial-ekonomi bagi pemilik, masyarakat, dan pemerintah
2. Mencegah terjadinya lahan kosong, dengan sasaran
- Tersedianya perangkat yang dapat membantu pemilik lahan untuk
mengembangkan lahannya dan atau menghambat upaya-upaya
menelantarkan lahan dengan sengaja
Tujuan dan sasaran penanganan lahan kosong di atas juga dilandasi
oleh asas-asas sebagai berikut:
 Asas manfaat; penanganan lahan kosong pada dasarnya berusaha
mengembalikan fungsi sosial lahan sehingga dapat memberikan manfaat

18
sosial-ekonomi yang sebesar-besarnya bagi pemilik lahan, masyarakat
sekitarnya, dan pemerintah.
 Asas keadilan; penanganan lahan kosong haruslah didasarkan atas
persoalan yang dihadapi oleh pemilik lahan sehingga tercipta rasa
keadilan, yaitu adil bagi pemilik lahan dan adil bagi masyarakat.
 Aspek pemberdayaan; pada dasarnya penanganan lahan kosong
dimaksudkan untuk memberdayakan pemilik lahan agar mampu dan mau
memanfaatkan lahannya.
 Aspek partisipatif; pada penanganan lahan kosong memungkinkan pihak-
pihak lain di luar pemilik lahan untuk ikut serta mengembangkan lahan
kosong melalui kerjasama atau kemitraan yang tentunya dilandasi oleh
asas manfaat dan keadilan.
 Asas serasi, selaras, dan seimbang; pemanfaatan lahan kosong haruslah
sesuai dengan sifat dan tujuan penguasaannya atau rencana tata ruang
yang berlaku sehingga menciptakan keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan.

2. Konsep Penanganan

Pada prinsipnya, penanganan lahan kosong harus mengoptimalkan


semua perangkat yang tersedia untuk masing-masing persoalan. Hal ini
bertujuan untuk lebih mengefektifkan penanganan sehingga tujuan dan
sasaran penanganan dapat tercapai. Untuk itu perangkat penanganan lahan
kosong dikenakan secara akumulatif. Artinya semua perangkat yang tersedia
dalam setiap kelompok persoalan harus digunakan yang tentunya
disesuaikan dengan kondisi setempat dimana persoalan tersebut terjadi.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah perangkat penanganan
lanjut ketika perangkat pananganan yang dijelaskan di atas ternyata belum
mampu memenuhi tujuan dan sasaran penanganan yang diinginkan. Apabila
lahan tetap kosong, pada prinsipnya negara mempunyai kewenangan
mencabut penguasaan atas lahan tersebut dan kemudian diambil-alih oleh
negara. Hal ini semata-mata dimaksudkan untuk mengefektifkan
pemanfaatan lahan kosong sehingga lahan tersebut tetap memiliki fungsi

19
sosial. Dengan demikian, penerapan perangkat penanganan lahan kosong
dilakukan dengan bertahap, yaitu:
a. Tahap penanganan awal, beruapa penertiban untuk lahan kosong yang
didasari oleh motivasi mengambil keuntungan dan pendayagunaan untuk
lahan kosong yang didasari adanya hambatan dalam pemanfaatannya.
Pada prinsipnya, negara masih memberikan kebijaksanaan kepada
pemilik lahan untuk memanfaatkan lahan kosongnya. Hal ini sesuai
dengan asas keadilan, pemberdayaan, dan partisipatif yang diterapkan
dalam penanganan lahan kosong. Landasan yang digunakan pada tahap
ini adalah Police power, taxation, dan spending power.
b. Tahap penanganan lanjut, dilakukan apabila lahan tetap kosong
walaupun telah mendapatkan penanganan pada tahap sebelumnya atau
pemilik lahan tidak kooperatif selama penanganan sebelumnya. Sesuai
dengan asas manfaat serta asas selaras, serasi, dan seimbang, dimana
lahan kosong harus tetap dimanfaatkan guna mewujudkan fungsi sosial
lahan, maka negara berhak mencabut penguasaan atas lahan, memaksa
menjual kepada negara (pre-emptiont right), dan selanjutnya
mengambil-alih menjadi lahan negara. Landasan yang digunakan adalah
police power dan eminent domain.
Agar lahan kosong tersebut tetap dimanfaatkan, maka ada dua skenario
yang dapat dilakukan. Pertama, apabila negara/pemerintah daerah
mampu, maka pemanfaatannya dilakukan oleh negara/pemda. Kedua,
jika tidak mampu, maka dapat dialihkan kepada pihak lain melalui
kerjasama swasta, bank lahan inkonvensional, atau konsolidasi lahan.

Secara diagramatis, skema penanganan lahan kosong ditunjukkan


pada Gambar 3.1. Sementara itu, pemanfaatan perangkat-perangkat
penanganan lahan kosong sesuai dengan tahapan di atas dijelaskan pada
Tabel III.3. Tabel III.4 menjelaskan pelibatan stakeholders dalam setiap
perangkat yang digunakan.

20
GAMBAR 3.1 SKEMA PENANGANAN LAHAN KOSONG

Lahan

Penyebab lahan kriteria lahan


kosong kosong

Identifikasi dan penilaian


lahan kosong

Penertiban dan
pendayagunaan
lahan kosong

Penanganan lanjut dan


pencegahan terhadap
terjadinya lahan kosong

21
TABEL III.3 PENERAPAN PERANGKAT PENANGANAN LAHAN KOSONG

PERANGKAT PENANGANAN
PERSOALAN LAHAN KOSONG
ADMINISTRASI EKONOMI HUKUM
MOTIVASI Spekulasi/ - Teguran/ peringatan tertulis - Pajak progresif pada lahan kosong - Pencabutan hak atas lahan
MENGAMBIL investasi - Pencabutan atau pembatalan - Pre-empton right
KEUNTUNG AN ijin
- Temporary use
Relokasi - Teguran/ peringatan tertulis - Bantuan dana dari pemerintah
sektor untuk perbaikan infrastruktur
kegiatan - Konsolidasi lahan
- Kerjasama swasta/ pihak lain
- Bank lahan inkonvensional
Keterbatasan - Teguran/ peringatan tertulis - Pengurangan sewa lahan
modal - Pinjaman/ akses ke lembaga
keuangan
- Pengurangan pajak atau pungutan
lain
MOTIVASI - Kerjasama swasta atau pihak lain
KARENA - Bank lahan inkonvensional
HAMBATAN
Tidak laku - Teguran/ peringatan tertulis - Kerjasama swasta atau pihak lain
PENGEMBA
dijual - Bank lahan inkonvensional
NGAN
- Inventarisasi dan promosi
Karakteristik - Teguran/ peringatan tertulis - Kerjasama swasta/pihak lain
fisik/lokasi - Bank lahan inkonvensional
yang tidak - Konsolidasi lahan
sesuai - Inventarisasi dan promosi
Hambatan - Teguran/ peringatan tertulis
karena - Penyelesaian kasus administrasi
kebijakan/ - Kemudahan permohonan/
administrasi prosedur perijinan
pemerintah

22
TABEL III.4 KETERLIBATAN STAKEHOLDERS DALAM
PENANGANAN LAHAN KOSONG

LANDASAN
TAHAPAN KETERLIBATAN
PERANGKAT MANAJEMEN
PENANGANAN STAKEHOLDERS
LAHAN
1. Penertiban dan
pendayagunaan:
a. Penertiban Pajak progresif lahan Taxation Pemerintah
kosong
Temporary use Police power Pemerintah, pemilik
lahan
(masyarakat/swasta)
, masyarakat
penggarap
b. Pendayagunaan Bantuan dana untuk Spending power Pemerintah
pengembangan
infrastruktur
Kerjasama swasta Police power Pemerintah,swasta,
masyarakat
Konsolidasi lahan Police power dan Pemerintah,
spending power masyarakat 9pemilik
lahan), swasta
Bank lahan Police power dan Pemerintah,
inkonvensional spending power masyarakat (pemilik
lahan), swasta
Pengurangan sewa Spending power Pemerintah, Swasta,
masyarakat
Akses terhadap pinjaman Spending power Pemerintah, Swasta,
masyarakat
Pengurangan pajak/ Taxation Pemerinta
pungutan lain
Inventarisasi dan Spending power Pemerinat
promosi
Kemudahan penyelesaian Police power Pemerintah
kasus administrasi
Kemudahan ijin Police power Pemerintah
2. Penanganan
lanjut:
a. Penertiban lanjut Pencabutan hak atas Eminent domaint Pemerintah
lahan
Pencabutan ijin Police power Pemerintah
Kerjasama swasta* Police power Pemerintah-swasta
Bank lahan Police power dan Pemerintah-swasta
inkonvensional* spending power
Konsolidasi lahan* Police power dan Pemerinat-swasta
spending power
b. Pendayagunaan Pre-Emption Right Eminent domaint Pemerintah
lanjut Kerjasama swasta* Police power Pemerintah-swasta
Bank lahan Police power dan Pemerintah-swasta
inkonvensional* spending power
Konsolidasi lahan* Police power dan Pemerintah-swasta
spending power
Sumber: Hasil Analisis
Ket: * = Perangkat yang digunakan setelah lahan kosong diambil-alih negara

BAB 4

23
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan
Hal-hal yang dapat disimpulkan dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut:
 Lahan kosong perlu mendapat perhatian karena keberadaannya dapat
menghambat proses pembangunan dan tidak dapat mewujudkan nilai
sosial lahan
 Persoalan lahan kosong pada dasarnya dilandasi oleh motivasi pemilik
terhadap lahannya, yaitu ingin mengambil keuntungan dari nilai lahan
atau mengalami hambatan dalam pengembangannya. Motivasi tersebut
disebabkan oleh faktor sosial-ekonomi, fisik/lingkungan, dan kebijakan
pemerintah
 Persoalan di atas mengindikasikan bahwa keberadaan lahan kosong
sangat terkait dengan stakeholders lainnya, selain pemilik lahan, yaitu
pemerintah dan swasta. Masing-masing stakeholders ini berkotribusi
terhadap persoalan lahan kosong dan juga penanganannya.
 Penanganan lahan kosong didasari atas persoalan yang melatar-
belakanginya, sehingga dapat ditentukan perangkat mana yang relevan
digunakan dan stakeholders mana yang dapat diikut-sertakan di
dalamnya.

4.2 Rekomendasi
Tulisan ini merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
 Perangkat-perangkat penanganan lahan kosong yang dipaparkan
sebelumnya sebagian besar belum pernah diaplikasikan di Indonesia,
untuk itu perlu dilakukan kajian penerapan perangkat tersebut terutama
dikaitkan dengan aspek yuridis di Indonesia
 Perlu dilakukan penjabaran yang lebih detail tentang stakeholders yang
dilibatkan dalam penanganan lahan kosong. Tentunya penjabaran ini
sangat terkait dengan kajian yang dilakukan pada butir 1

24
 Perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap produk hukum yang
mengatur tentang pemanfaatan lahan kosong sehingga dapat
mengoptimalkan pengembangan lahan perkotaan.

25

Anda mungkin juga menyukai