Anda di halaman 1dari 90

MAKALAH TUGAS ARSITEKTUR PERTAMANAN

PERENCANAAN LANSKAP

Disusun oleh :

Kelompok IIb

Kurnia Nur Hasanah 23020221140081


Natasya Kodew Diasdamai 23020221140094
Shilha Zaimatin Wafiroh 23020221140110
Monica Salsabilla 23020221140127
Cahyaning Surya Dewi 23020221140141
Qinthari Salma Oktafina 23020221140142
Hilmiyannisa Nabila 23020221140143
Alifa Shafa Ruwina 23020221140147
Izzaldin Rafif Makarim 23020221140150
Lathifatun Nisa 23020221140152

PROGRAM STUDI S-1 AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
Artikel 1 (Kurnia Nur Hasanah) : Putra, I. S., N. W. F. Utami., dan A. A. G.
Sugianthara. 2017. Perencanaan lansekap desa pertima sebagai desa wisata
berkelanjutan di Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem. J. Arsit.
Lansek, 3 (2) : 147 – 157.
BAB I

PENDAHULUAN

Bali memiliki keanekaragaman daya tarik wisata yang mengagumkan


baik dari alam hingga kebudayaannya. Hal tersebut menjadikan Bali sebagai
tempat tujuan utama para wisatawan domestik maupun mancanegara untuk
berlibur. Desa Pertima merupakan salah satu desa yang ada di Bali. Desa Pertima
memiliki adat istiadat, budaya dan alamnya yang indah yang berupa pantai, sawah
dan perkebunan yang dapat menjadi daya tarik wisata sehingga desa ini dapat
dikembangkan menjadi desa wisata. Desa wisata adalah suatu wilayah pedesaan
yang menawarkan keaslian baik dari segi sosial budaya, adat– istiadat, keseharian,
arsitektur tradisional, struktur tata ruang desa yang disajikan dalam suatu suatu
bentuk integrasi komponen pariwisata antara lain seperti atraksi, akomodasi dan
fasilitas pendukung (Zakaria, 2014).

Perencanaan lansekap sangat diperlukan untuk mengembangkan Desa


Pertima sebagai desa wisata. Pengembangan infrastruktur yang dilakukan oleh
pemerintah saat ini masih kurang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh Desa Pertima. Perlu penataan lansekap untuk mengembangkan desa ini
karena penataan lansekap merupakan salah satu faktor penting yang dapat
menambah daya tarik suatu kawasan.

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: apa saja potensi serta
permasalahan yang menjadi pembatas dalam pengembangan kawasan Desa
Pertima menjadi desa wisata, serta bagaimana perencanaan lansekap Desa Pertima
yang mendukung sebagai desa wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui potensi dan permasalahan yang terdapaat di Desa Pertima dalam
mengembangkan desa ini sebagai desa wisata dan membuat perencanaan lansekap
Desa Pertima sebagai desa wisata.
BAB II

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pertima, Kecamatan Karangasem, Kabupaten


Karangasem, Provinsi Bali (Gambar 1). Waktu penelitian dilakukan mulai 15
November 2016 sampaii 28 Februari 2017.

Gambar 1. Peta Lokasi Desa Pertima (Google Earth, 2016)

2.1 Materi

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: survey kit, perekam
suara, kamera, dan komputer. Perangkat lunak yang digunakan antara lain
AutoCAD 2016, SketchUP 2016, dan Photoshop X5. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini berupa peta Desa Pertima dan data statistik Desa Pertima.

2.2 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik
yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini melalui observasi,
wawancara, kuesioner, dan studi pustaka. Tahapan dalam penelitian ini
menggunakan model pendekatan sistematis untuk perencanaan yang dikemukakan
oleh Gold (1980) melalui: persiapan tapak, inventarisasi, analisis, sintesis dan
perencanaan yang menghasilkan site plan.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Desa Pertima

Desa Pertima terletak di Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem,


Provinsi Bali. Secara geografis Desa Pertima terletak di 8°28'45'' LS dan
115°36'2'' BT dengan batas wilayah utara berbatasan dengan Desa Bungaya, timur
berbatasan dengan Kelurahan Subagan, Selatan berbatasan dengan Selat Lombok
dan barat berbatasan dengan Desa Bugbug serta Desa Tenganan (Profil Desa
Pertima,2016). Luas wilayah mencapai 872,59 ha. Desa Pertima memiliki iklim
tropis dengan suhu berkisar 26°C saat malam hari hingga 31°C saat siang hari,
dengan kelembaban udara rata-rata 83% per tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim
Schmidt-Ferguson, Desa Pertima memiliki tipe iklim B, sedangkan berdasarkan
klasifikasi iklim Oldeman, Desa Pertima memiliki tipe iklim D3. Jenis tanah yang
dominan pada kawasan Desa Pertima yaitu tanah regosol, sedangkan area
sekitaran pantai di Desa Pertima, jenis tanahnya yaitu tanah aluvial dan tanah
pasir (BPN Kabupaten Karangasem, 2015).
Jalan umum yang ada di Desa Pertima meliputi jalan provinsi sepanjang 2 km,
jalan kabupaten sepanjang 5 km dan jalan desa sepanjang 12 km (Dinas PUPR
Kabupaten Karangasem, 2016). Vegetasi yang ada di Desa Pertima berupa
tanaman pangan dan tanaman hortikultura berupa tanaman buah, tanaman
sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan. Komoditi utama desa ini antara
lain padi (Oryza sativa L) kelapa (Cocos nucifera) dan ketela pohon (Manihot
esculenta). Jenis tanaman pangan yang ada di Desa ini berupa serealia, biji-bijian
dan umbi-umbian.
Struktur perekonomian Desa Pertima masih bercorak agraris yang
menitikberatkan pada sektor pertanian dimana 80% penduduk desa ini berprofesi
sebagai petani. Sektor lain yang menjadi economic base dan menonjol selain
pertanian antara lain industri rumah tangga, perdagangan dan pariwisata.
Kebudayaan Desa Pertima tidak terlepas dan diwarnai oleh Agama Hindu dengan
filosofi “Tri Hita Karana” (Profil Desa Pertima, 2016).
3.2 Potensi dan Permasalahan

Desa Pertima memiliki berbagai potensi dan permasalahan untuk dijadikan


sebagai desa wisata. Potensi dan permasalahan tersebut merupakan
kriteria-kriteria sebuah desa wisata yang meliputi atraksi, jarak tempuh, besaran
desa (menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk,
karakteristik dan luas wilayah desa), sistem kepercayaan dan kemasyarakatan
serta ketersediaan infrastruktur (UNDP dan WTO, 1981). Tabel 1 menjelaskan
analisis, sintesis potensi dan permasalahan yang ada di Desa Pertima.
3.3 Konsep Dasar

Konsep dasar yang digunakan dalam perencanaan ini adalah konsep “Desa
Wisata Berkelanjutan”. Konsep dasar perencanaan ini dilakukan dengan
pendekatan sumber daya, dengan menentukan tipe-tipe alternatif aktivitas rekreasi
dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi serta situasi sumber daya, sehingga
menciptakan kawasan desa wisata berkelanjutan, yang bisa menjamin
keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam dan kehidupan sosial-budaya
serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat hingga generasi
yang akan datang. Arti berkelanjutan adalah kawasan desa wisata yang tidak
mencemari atau merusak lingkungan, menguntungkan secara ekonomi, dan dapat
diterima oleh masyarakat (Subadra, 2016). Perencanaan Lansekap Desa Pertima
sebagai Desa Wisata Berkelanjutan dikembangkan menjadi rencana tata ruang,
rencana tata hijau dan rencana sirkulasi.

3.4 Konsep Pengembangan

3.4.1 Rencana Tata Ruang

Pembagian ruang pada tapak di bagi dalam tiga zona yaitu zona
lingkungan, zona sosial budaya, dan zona ekonomi seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 2. Batasan setiap zona dalam perencanaan desa wisata berkelanjutan di
Desa Pertima yaitu: zona lingkungan seluas 272,42 ha (31,23%), zona sosial
budaya seluas 117,77 ha (12,92%) dan zona ekonomi seluas 487,35 ha (55,85%).
Gambar 2. Konsep Tata Ruang (Hasil Pengolahan, 2017)

3.4.2 Rencana Hijau

Tata hijau yang direncanakan disesuaikan dengan tujuan perencanaan dan


kebutuhan masyarakat, sementara pemilihan dan peletakannya disesuaikan dengan
tujuan dan fungsi tanaman. Fungsi tata hijau yang direncanakan pada tapak
perencanaan yaitu: fungsi ekologis, fungsi arsitektural, fungsi sosial budaya dan
fungsi ekonomi yang dapat dilihat pada Gambar 3A (Lokakarya Ruang Terbuka
Hijau, 2005).
3.4.3 Rencana Tata Sirkulasi

Berdasarkan konsep ruang yang direncanakan, terdapat tiga jenis sirkulasi


yaitu: sirkulasi primer, sirkulasi sekunder dan sirkulasi tersier (Gambar 3B).
Hubungan jalur sirkulasi dengan ruang dibedakan menjadi dua yaitu: jalur
sirkulasi kendaraan dan jalur sirkulasi manusia. Sirkulasi primer adalah jalan
akses utama wisatawan mulai dari area penerimaan (welcome area) hingga area
pelayanan dengan pola sirkulasi linear. Sirkulasi sekunder adalah jalan akses yang
menghubungkan zona sosial budaya dengan zona ekonomi dan zona lingkungan
dengan pola sirkulasi radial. Sementara itu sirkulasi tersier adalah akses jalan
setapak yang menghubungkan antar fasilitas-fasilitas dan objek-objek dalam zona
dengan pola sirkulasi jaringan.

Gambar 3. Konsep Tata Hijau (A) dan Sirkulasi (B) (Sumber Hasil Pengolahan,
2017)
3.5 Perencanaan Lansekap

3.5.1 Perencanaan Zona Lingkungan

Perencanaan zona lingkungan meliputi area perkebunan, bukit dan tempat


pengelolaan limbah di Desa Pertima. Area perkebunan dan Bukit Apen dijadikan
sebagai kawasan yang memiliki fungsi pokok perlindungan terhadap ekosistem
dan biodiversitas, konservasi sumber daya air, dan minimalisir gangguan
atmosfer, area pengelolaan limbah berfungsi untuk penampungan limbah padat
maupun cair yang organik, anorganik dan B3 . Tanaman yang digunakan yaitu
tanaman hortikultura sayur, buah dan obat-obatan. Sedangkan pada area
pengelolaan limbah beralas paving dengan lebar jalan 2 meter untuk jalur sirkulasi
manusia dan 6 m untuk jalur sirkulasi kendaraan bermotor, kendaraan ringan dan
kendaraan berat.

3.5.2 Perencanaan Zona Sosial Budaya

Pada perencanaan ini, zona sosial budaya meliputi kawasan pura,


pemukiman dan area pemakaman penduduk di Desa Adat Asak, Desa Adat
Timbrah dan Desa Adat Perasi yang merupakan tempat berlangsungnya
kehidupan sosial budaya masyarakat desa Pertima. Tata hijau yang diterapkan
pada zona ini adalah fungsi ekologis, fungsi arsitektural, fungsi sosial budaya dan
fungsi ekonomi, tanaman yang diterapkan antara lain: ketapang kencana
(Terminalia mantaly), bugenvil (Bougainvillea spectabilis), kaca piring (Gardenia
jasminoides),Soka (Ixora sp), beringin (Ficus benjamina),kamboja Plumeria sp,
dan tanaman lain yang tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-250 m dpl.
Sirkulasi pada zona ini yaitu sirkulasi primer berupa jalan provinsi, jalan
kabupaten dan jalan desa yang terdiri dari jalur sirkulasi manusia dan jalur
sirkulasi kendaraan.
Pada zona budaya pengunjung dapat melakukan berbagai aktivitas antara
lain: menyaksikan berbagai pelaksanaan tradisi dan budaya yang ada di desa
Pertima seperti Usaba Kaulu, Usaba Kedasa, Tari Rejang, Usaba Sumbhu dan
berbagai upacara agama atau tradisi lainnya yang ada di Desa Pertima serta
wisatawan dapat mengabadikan momen pelaksanaan tradisi tersebut, selain itu
pengunjung dapat mempelajari cara pembuatan sarana upakara, belajar tari Bali,
belajar membuat jajanan Bali, dan belajar memainkan gamelan. Fasilitas
pendukung yang ada pada zona budaya antara lain: wantilan, pura, akses jalan,
rumah warga, pusat informasi, papan informasi, pedestrian, tempat parkir, tempat
sampah, toilet umum, dan lampu penerangan jalan.

3.5.1 Perencanaan Zona Ekonomi

Zona ekonomi merupakan zona yang dapat memberikan dampak ekonomi


bagi masyarakat Desa Pertima yang meliputi area persawahan, peternakan dan
pantai (Virgin Beach). Tata hijau pada zona ini yaitu: fungsi arsitektural, fungsi
sosial budaya dan fungsi ekonomi, tanaman yang digunakan antara lain: padi
(Oryza sativa L), pacar air (Impatiens balsamina), kenikir (Cosmos caudatus K),
beringin (Ficus benjamina), ketapang kencana (Terminalia mantaly), kamboja
(Plumeria sp) dan tanaman lain yang tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-250
m dpl. Sirkulasi pada zona ini yaitu sirkulasi tersier berupa jalur sirkulasi manusia
dan jalur sirkulasi kendaraan yang menghubungkan fasilitas-fasilitas penunjang
pada zona ini. Pada area persawahan dan peternakan pengunjung dapat melakukan
berbagai aktivitas wisata agro antara lain: bertani secara tradisional, trackingi,
menikmati pemandangan pre-wedding, belajar berternak, dan mempelajari
perilaku hewan. Pada area pantai pengunjung dapat melakukan berbagai aktifitas
antara lain: berjemur, berenang snorkeling, sailing, pre-wedding, dan voli pantai.
Fasilitas yang terdapat pada zona ini antara lain: pura, akses jalan, gazebo,
kandang ternak, kantor pengelola, restoran, tempat parkir, toilet umum untuk
mendukung berbagai aktivitas rekreasi wisatawan.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Konsep dasar perencanaan lansekap Desa Pertima sebagai desa wisata


adalah “Desa Wisata Berkelanjutan”. Konsep pengembangan dari konsep dasar
tersebut terdiri dari rencana tata ruang, rencana tata hijau, dan rencana tata
sirkulasi. Rencana tata ruang terdiri dari zona lingkungan, zona sosial budaya, dan
zona ekonomi. Rencana tata hijau terdiri dari fungsi ekologi, fungsi arsitektural
serta fungsi sosial budaya dan fungsi ekonomi. Rencana tata hijau terdiri dari
fungsi ekologi, fungsi arsitektural serta fungsi sosial budaya dan fungsi ekonomi.
Rencana sirkulasi primer, sirkulasi sekunder dan sirkulasi tersier.

3.2 Saran

Hasil dari perencanaan lansekap ini dapat dijadikan masukan dan


pertimbangan dalam pengguanan lahan bagi pemerintah Desa Pertima atau
Kabupaten Karangasem, masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait untuk
dikembangkan sebagai desa wisata yang berkelanjutan.
Artikel 2 (Izzaldin Rafif Makarim) : Putra, I. G. A. P., I. G. A. A. R.
Asmiwyati., dan I. G. A Gunadi. 2022. Perencanaan lanskap sempadan sungai
sebagai kawasan rekreasi di Hilir Tukad Yeh Empas, Kabupaten Tabanan. J.
Arsitektur Lansekap, 8 (1) : 1 - 10

Pendahuluan

Pendahuluan
Sungai merupakan alur atau wadah air alami atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan
dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 38 Tahun 2011). Sungai mempunyai peranan yang sangat penting
bagi kehidupan masyarakat contohnya seperti untuk irigasi pertanian, bahan baku
air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan, bahkan sebenarnya potensial
untuk dijadikan objek wisata sungai atau tempat rekreasi (Ahira, 2011) .Tukad
Yeh Empas merupakan sungai yang terletak di Kabupaten Tabanan yang di bagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir. Bagian
Tukad Yeh Empas yang dikaji dalam perencanaan ini yaitu di bagian hilir.

Keberadaan dari kawasan Tukad Yeh Empas ini memiliki fungsi penting seperti
sebagai koridor ruang terbuka hijau dan habitat flora atau fauna, serta fungsi
menampung dari kegiatan sosial budaya masyarakat sekitar. Selain memiliki
fungsi dan potensi yang baik, di kawasan ini ditemukan permasalahan seperti
pembuangan limbah padat maupun cair, pengikisan pinggiran sungai, alih fungsi
lahan yang perlu diatasi di area sungai ini agar bisa dimanfaatkan dengan baik
sebagai kawasan rekreasi oleh masyarakat sekitar. Dilihat dari potensi dan
permasalahan yang terdapat di kawasan Tukad Yeh Empas bagian hilir ini, maka
diperlukan penataan kawasan sungai yang bertujuan untuk menampung aktivitas
masyarakat sekitar dengan menyediakan beberapa fasilitas tertentu sehingga
masyarakat merasa nyaman dan aman ketika melakukan aktivitas di kawasan
sungai ini dan menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat terhadap pentingnya
menjaga fungsi ekologis yang dimiliki oleh kawasan Tukad Yeh Empas

Materi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, laptop, alat tulis, kamera,
environment meter dan dibantu dengan perangkat lunak penunjang seperti
Microsoft Word, Microsoft Excel, ArcGIS, Google Earth, Autocad 2018,
Sketchup 2017, Adobe Photoshop CS6
Metodologi
Tahapan pada penelitian ini meliputi tahap persiapan, inventarisasi data,
analisis dan sintesis data, serta penyusunan konsep (tata ruang, tata sirkulasi, dan
tata hijau), dan perencanaan lanskap. Metode pengumpulan data primer dan
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Data yang
dikumpulkan yaitu data biofisik (letak, luas tapak, batas tapak, Iklim, vegetasi,
topografi, tanah, hidrologi serta aksesibilitas) dan data sosial budaya (pencemaran
oleh masyarakat, peraturan yang mengatur sempadan sungai, kehidupan sosial,
keragaman aktivitas dan persepsi masyarakat).
Analisis data biofisik dan sosial budaya religi yang dilakukan pada penelitian
ini dengan menggunakan metode analisis deskriptif potensi, kendala,
kenyamanan, dan ancaman. Analisis kuantitatif dilakukan pada data suhu dan
kelembaban untuk mengetahui kondisi Thermal Humadity Index (THI) atau
indeks kenyamanan termal. Data suhu dan kelembaban yang telah diukur pada
kawasan Tukad Yeh Empas akan digunakan untuk menghitung Thermal Humidity
Index (THI), dengan rumusan menurut Wati dan Fatkhuroyan (2017), sebagai
berikut:
THI = 0,8 x Ta + (RH x Ta)/500

Keterangan :
Ta : Suhu atau temperatur udara (°C)
RH : Kelembaban udara (%)

Indeks kenyamanan suatu kawasan dikategorikan sebagai berikut:


THI = 0,8 x Ta + (RH x Ta)/500

Keterangan :
Ta : Suhu atau temperatur udara (°C)
RH : Kelembaban udara (%)
Indeks kenyamanan suatu kawasan dikategorikan sebagai berikut:
a. < 29 : Nyaman
b. 29 – 30,5 : Tidak Nyaman
c. > 30,5 : Sangat Tidak Nyaman

Hasil dan Pembahasan


3.1. Inventarisasi Data
3.1.1 Aspek Biofisik
Faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan aktivitas pengguna yaitu iklim
yang dimiliki oleh kawasan rekreasi tersebut seperti suhu, kelembaban, dan angin.
Rata-rata kecepatan angin pada Kabupaten Tabanan berkisar 6 – 17 knot (BMKG
Wilayah III Denpasar, 2020). Umumnya pada kawasan Tukad Yeh Empas
rata-rata angin berhembus dari arah barat daya, yaitu pada angka rata-rata 250°.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Bali – Penida, Pos Br.
Gadungan, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, rata-rata curah hujan
pada Tahun 2018 dari bulan Januari – Desember yaitu pada bulan November yang
memiliki angka rata-rata curah hujan paling tinggi yaitu 8.20 mm, dan bulan
Oktober yang memiliki angka rata-rata curah hujan paling rendah yaitu 0.01 mm.
Jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Tukad Yeh Empas yaitu jenis pohon, jenis
perdu, jenis semak, dan jenis penutup tanah. Jenis vegetasi di kawasan Tukad Yeh
Empas berdasarkan fungsinya dapat digolongkan menjadi vegetasi konservasi dan
vegetasi budidaya.
3.1.2 Aspek Sosial Budaya
Permasalahan-permasalahan yang terdapat di kawasan Tukad Yeh Empas
umumnya disebabkan oleh masyarakat setempat, karena kurang kesadaran dari
pemahaman masyarakat terhadap kelestarian lingkungan.
Permasalahan-permasalahan yang ada perlu diminimalisir atau dikendalikan agar
perencanaan kawasan rekreasi dengan tujuan menjaga kelestarian lingkungan
berhasil diwujudkan.Tukad Yeh Empas selalu dikunjungi oleh masyarakat untuk
melakukan kegiatan-kegiatan rekreasi dan juga ada kegiatan keagamaan. Lahan
pada kawasan Tukad Yeh Empas ini umumnya dimiliki oleh masyarakat sekitar
yaitu masyarakat Desa Bengkel dan Desa Sudimara. Lahan atau tanah yang
berada di sekitar sungai biasanya dimanfaatkan sebagai perkebunan yaitu untuk
penanaman tanaman jenis budidaya. Data peraturan pemerintah yang digunakan
sebagai acuan dalam perencanaan kawasan rekreasi di sempadan sungai ini yaitu
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali, mengenai kriteria dan batas sempadan sungai ditetapkan
kawasan dengan mencantumkan bahaya banjir.

3.2. Analisis Data


3.2.1 Thermal Humadity Index (THI)
Berdasarkan perhitungan data suhu dan kelembaban yang dapat menghasilkan
rata-rata nilai THI pada pagi hari yaitu 27,84, nilai rata-rata THI pada siang hari
yaitu 28,82 dan nilai rata-rata THI tertinggi pada sore hari yaitu 29,01. Jika dilihat
dari nilai rata-rata THI keseluruhan pada kawasan Tukad Yeh Empas yaitu 28,5
yang dapat dikatakan nilai THI tergolong belum nyaman.
3.2.2 Analisis Spasial

Dipilihnya data topografi sebagai faktor penentu keputusan deliniasi atau


batas zonasi pengembangan kawasan rekreasi karena kondisi topografi yang
bervariasi sehingga menjadi faktor pembatas penting dalam upaya menciptakan
kawasan yang aman untuk dikunjungi nantinya. Peta persebaran vegetasi juga
digunakan dalam penentuan zona ruang nantinya dengan tujuan dapat
mempertahankan vegetasi dan dapat meningkatkan nilai kenyamanan termal
kawasan Tukad Yeh Empas yang berdasarkan nilai THI tergolong belum nyaman.
Zona yang didapatkan pada aspek biofisik melalui langkah pembobotan dan
skoring yaitu zona ekologis tinggi, zona ekologis sedang, dan zona ekologis
rendah
Pembagian zona ruang aspek sosial budaya ini dilakukan melalui aplikasi
GIS dengan teknik deliniasi. Langkah deliniasi dilakukan untuk penentuan peta
sosial budaya berdasarkan hasil pengamatan langsung dilapangan yang
menunjukkan masyarakat Desa Bengkel melakukan kegiatan atau aktivitas religi
hanya pada bagian hulu sungai yaitu berdekatan dengan letak Pura, kegiatan
rekreasi ditemukan hampir di seluruh kawasan Tukad Yeh Empas dan area
kebijakan ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu
berjarak 15 meter dari pinggiran sungai.

3.3 Konsep dan Perencanaan Lanskap


Konsep perencanaan lanskap kawasan rekreasi di Tukad Yeh Empas adalah
menciptakan tatanan lanskap rekreasi sungai yang atraktif dan secara ekologis
berkelanjutan. Perencanaan kawasan rekreasi ini didukung dari dua aspek yaitu
aspek biofisik dan aspek sosial budaya.
3.3.1. Konsep Ruang
Zona rekreasi kurang potensial (23,49%) merupakan zona yang sangat peka
secara fisik dan ekologis dari berbagai gangguan. Zona rekreasi kurang potensial
berada pada daerah tutupan vegetasi konservasi dengan kondisi topografi landai
hingga agak curam dan memiliki kemiringan lereng berkisar 13% - 15,5%.
Zona rekreasi cukup potensial (58,29%) memiliki kondisi ruang yang agak peka
terhadap gangguan dari aktivitas manusia. Kondisi zona rekreasi ini berada pada
tutupan vegetasi konservasi dan vegetasi budidaya dengan kondisi topografi
landai dan berkemiringan lereng 10% - 11,9%. Zona rekreasi cukup potensial ini,
selain berfungsi rekreasi juga mengandung fungsi ekologis dan fungsi sosial,
karena pada zona ini masih terdapat kawasan konservasi.
Zona rekreasi sangat potensial (18,22%) merupakan zona ketiga pada tapak,
dimana zona ini merupakan zona yang tidak peka terhadap berbagai aktivitas
manusia. Zona ini berada pada tutupan vegetasi budidaya dengan kondisi
topografi yaitu datar dan memiliki nilai kemiringan lereng 4% - 8%.
3.3.2 Konsep Sirkulasi dan Fasilitas
Pola sirkulasi yang digunakan dalam perencanaan ini yaitu pola sirkulasi linear.
Zona-zona yang terdapat di kawasan Tukad Yeh Empas dihubungkan melalui jalur
sirkulasi, adapun tipe sirkulasi yang terdapat di kawasan ini yaitu sirkulasi untuk
kendaraan (sirkulasi utama) dan sirkulasi untuk pejalan kaki (sirkulasi sekunder).
Jalur sirkulasi utama hanya terletak pada bagian timur sungai yang merupakan
akses masuk dan akses keluar dari kawasan Tukad Yeh Empas, sedangkan jalur
sirkulasi sekunder ini terletak mengikuti aliran sungai sebelah kiri dan kanan
sungai dari ujung utara hingga selatan kawasan Tukad Yeh Empas.

3.3.3 Konsep Vegetasi


Konsep vegetasi yang diterapkan dalam perencanaan ini yaitu mengutamakan dan
mempertahankan keberadaan vegetasi yang ada pada kawasan Tukad Yeh Empas
atau vegetasi eksisting. Vegetasi yang diterapkan pada tapak yaitu jenis tanaman
konservasi (49,6%), tanaman budidaya (9,7%), dan tanaman penunjang atau
tanaman yang memiliki nilai estetika (5,7%). Ketiga jenis tanaman ini memiliki
fungsi ekologis yang sama yaitu sebagai penyuplai oksigen, penyerap polutan,
penahan tanah dan air, pengendali iklim mikro, penambah nilai estetika dan
tentunya meningkatkan nilai kenyamanan suatu tempat atau Thermal Humidity
Index (THI)

3.4. Perencanaan Lanskap


Konsep tata ruang, sirkulasi, fasilitas, dan vegetasi tersebut dituangkan ke dalam
gambar rencana lanskap rekreasi kemudian dihasilkan perencanaan kawasan
rekreasi di kawasan Tukad Yeh Empas yang dapat dilihat pada Gambar 8 dengan
ilustrasi ruang dan fasilitas pada Gambar 9, 10, 11.
Kesimpulan
Jenis vegetasi pada tapak yaitu vegetasi konservasi dan vegetasi budidaya yang
perlu dipertahankan dan ditingkatkan kondisinya untuk mengatasi erosi tanah
yang terjadi dan meningkatkan nilai kenyamanan termal. Kondisi topografi pada
tapak bervariasi dari datar hingga agak curam dengan pemanfaatan ruang rekreasi
aktif difokuskan pada area dengan topografi datar dan landai. Kualitas air Tukad
Yeh Empas menunjukkan kondisi yang sesuai untuk dikembangkan untuk
aktivitas mandi dan aktivitas rekreasi menyentuh air lainnya. Aktivitas yang
terdapat pada tapak yaitu aktivitas sosial dan aktivitas religi atau keagamaan
dengan status lahan dimiliki oleh masyarakat sekitar. Permasalahan yang
disebabkan oleh masyarakat yaitu seperti pembuangan limbah dari rumah tangga
dan limbah ternak diatasi dengan mengusulkan dua upaya yaitu secara non-teknis
dengan menciptakan peraturan perundang-undangan dan penanggulangan secara
teknis bersumber pada penanggulangan limbah secara benar termasuk perlakuan
terhadap bahan buangannya, seperti mengubah proses, mengelola limbah atau
menambah alat bantu seperti penambahan filter atau alat penyaring sampah dan
rekomendasi pembuatan septic tank untuk masyarakat yang memelihara hewan
ternak. Konsep dasar perencanaan lanskap rekreasi Tukad Yeh Empas yaitu untuk
menciptakan tatanan lanskap rekreasi sungai yang atraktif dan secara ekologis
berkelanjutan yang dicapai dengan membagi kawasan ke dalam tiga zona rekreasi
yaitu zona rekreasi kurang potensial, zona rekreasi cukup potensial, dan zona
rekreasi sangat potensial. Penentuan aktivitas dan fasilitas di setiap zona
mempertimbangkan fungsi dan kondisi di setiap zona rekreasi tersebut
Artikel 3 (Monica Salsabilla) : Akbar, M. A. H., Kharis, F. A., dan Rahmawati,
O. P. 2020. Perencanaan lanskap mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove di
kota palu. Jurnal Lanskap Indonesia, 12(2), 41- 53.

Pendahuluan
Wilayah pesisir selalu menjadi lokasi yang diinginkan untuk menjadi
wilayah permukiman. Daya tarik wilayah pesisir mengakibatkan masyarakat
pesisir terus berkembang dalam beberapa waktu terakhir sehingga memunculkan
permukiman baru, fasilitas pelabuhan, dan pengembangan wisata. Akan tetapi,
wilayah pesisir menjadi wilayah yang rentan terhadap ancaman bencana,
khususnya bahaya geologi gempa bumi yang disertai tsunami. Akibatnya, lebih
banyak masyarakat dan fasilitas pendukung yang terancam oleh gelombang
tsunami.
Risiko tsunami pada wilayah pesisir dapat dikurangi secara efektif dengan
menghindari atau meminimalkan keterpaparan terhadap masyarakat dan fasilitas
melalui upaya mitigasi bencana tsunami. Salah satu wilayah pesisir di Indonesia
yang memiliki tingkat risiko tsunami yang tinggi adalah Kota Palu, Provinsi
Sulawesi Tengah. Kota Palu sampai saat ini masih jadi perhatian akibat bencana
gempa bumi dengan Magnitudo 7,4 yang disertai tsunami pada tanggal 28
September 2018 dengan pusat gempa berada sekitar 70 km utara Kota Palu. Kota
Palu menjadi wilayah Patahan Palu Koro dengan slip-rate jangka panjang sebesar
40 mm50mm per tahun serta pertemuan dengan Patahan Matano yang
menyebabkan pergerakan aktif utama di wilayah Sulawesi Tengah (Bellier et al.
2001). Gelombang tsunami yang terjadi setelah gempa bumi dengan Magnitudo
7,4 menyebabkan kerusakan parah pada pantai padat penduduk di Kota Palu.
Diantara beberapa gelombang tsunami, dua bentuk gelombang awal kemungkinan
besar dihasilkan oleh tanah longsor di pantai Barat Daya Teluk Palu, sekitar 5 km
dari salah satu pusat perbelanjaan. Kejadian tersebut menunjukan bahwa
gelombang tsunami yang menghantam garis pantai terdekat terjadi beberapa menit
setelah gempa bumi (Takagi et al. 2019). Tsunami yang dihasilkan oleh tanah
longsor sering terjadi di teluk yang sempit dan menghasilkan amplitudo
gelombang yang signifikan serta dapat diperkuat dengan memfokuskan energi dan
resonansi (Harbitz et al. 2006). Risiko tsunami dapat di mitigasi secara efektif
dengan menghindari atau meminimalkan paparan terhadap masyarakat dan
properti melalui perencanaan penggunaan lahan. Pembangunan harus di cegah
pada daerah-daerah dengan risiko tinggi jika memungkinkan. Jika pembangunan
tidak dapat dicegah, maka intensitas penggunaan lahan, nilai bangunan, dan
hunian harus dijaga agar tetap minimum. Jika strategi ini tidak tersedia dan
pengembangan tetap terjadi di daerah inundasi tsunami yang mungkin terjadi,
maka desainer dan perencana harus mencari upaya mitigasi melalui teknik site
planning dan teknik building construction (NTHMP 2001). Mitigasi tsunami
dengan pendekatan fisik di wilayah pesisir dapat dilakukan dengan penanaman
vegetasi yang sesuai sebagai green barrier. Harada dan Imamura (2003)
menyatakan bahwa hutan pantai sangat efektif dalam meredam energi gelombang
tsunami. Daerah pantai yang mempunyai vegetasi pesisir yang rapat dan tebal
akan mempunyai risiko kerusakan lebih kecil. Kawasan lindung dan kawasan
konservasi secara tidak langsung berperan dalam upaya mitigasi bencana.
Ketersedian ruang terbuka hijau (RTH) di daerah pesisir merupakan salah satu
contoh upaya mitigasi yang berkelanjutan dengan tetap mempertahankan fungsi
ekologis, fungsi biologis, dan keanekaragaman hayati. Pemanfaatan RTH sebagai
pengembangan lanskap mitigasi pada kawasan rawan bencana dapat berupa
ekosistem mangrove dan taman kota. Bengen dan Dutton (2004) menyatakan
bahwa ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem terpenting dalam
sistem ekologi di daerah pantai Indonesia. Keberadaan ruang terbuka juga sangat
dibutuhkan oleh manusia mulai dari interaksi sosial dan budaya, estetika kota
sampai upaya mitigasi bencana (Zulfiyanita et al., 2011). Oleh karena itu,
penelitian ini diperlukan untuk merencanakan suatu lanskap mitigasi tsunami
yang sesuai dengan pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai green
barrier.Tujuan dari penelitian ini terdiri atas (1) menganalisis karakteristik lanskap
pesisir di Kota Palu dan (2) merencanakan lanskap mitigasi tsunami berbasis
ekosistem mangrove di Kota Palu.

Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu enam bulan dimulai bulan
September 2019 hingga Februari 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode analisis METLAND (The Metropolitan Landscape Planning
Model Study) (Fabos 1976). Pendekatan lanskap ini untuk menganalisis sumber
daya kritis dan bahaya dalam menentukan daerah pengembangan yang dapat
direncanakan serta didukung analisis spasial dan analisis deskriptif. Tahapan
penelitian terdiri atas tahap persiapan dan survei, tahap analisis data, tahap sintesis
data, dan tahap perencanaan lanskap.
• Tahap Persiapan: Tahap untuk mengumpulkan data dan menemukan
informasi yang mendukung dalam penelitian. Data yang dibutuhkan adalah
karakteristik lanskap pesisir di Kota Palu yang terdiri atas land use dan land cover,
morfologi teluk, elevasi, kemiringan lahan, jarak dari pantai, jarak dari sungai, run
up tsunami, dan data jenis vegetasi.
• Tahap Analisis: Tahap dengan metode analisis spasial dan metode
deskriptif. Metode analisis spasial dilakukan dengan mengidentifikasi
karakteristik lanskap pesisir di Kota Palu. Analisis deskriptif dilakukan pada
seluruh aspek karakteristik lanskap untuk menentukan potensi dan kendala serta
dilakukan pengembangan dengan jenis vegetasi pada ekosistem mangrove.
• Tahap Sintesis: Tahap untuk menentukan zonasi perencanaan lanskap
mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove. Penentuan zonasi ini mengacu
pada peta komposit risiko bahaya tsunami yang didapatkan dari hasil overlay.
• Tahap Perencanaan Lanskap: Tahap pengembangan sintesis menjadi
suatu rencana lanskap mitigasi tsunami berbasis ekosistem. Rencana lanskap
mitigasi tsunami ini akan membentuk rencana pola ruang dan rencana vegetasi.

Hasil dan Pembahasan


Konsep Pengembangan:
Konsep Pola Ruang
Pola ruang berfungsi sebagai ruang untuk berbagai kegiatan social
ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dengan tetap
mengutamakan aspek mitigasi tsunami sebagai konsep dasar. Pola ruang yang
direncanakan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh gelombang
tsunami.

Berdasarkan Gambar 9. Diperoleh hasil bahwa Perencanaan lanskap


mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove mengacu pada peta komposit
dengan mengelompokan setiap kelas risiko sesuai zona risiko pada konsep pola
ruang. (1) Kelas risiko sangat tinggi dan kelas risiko tinggi digolongkan kedalam
zona risiko bahaya tinggi, (2) kelas risiko sedang digolongkan kedalam zona
risiko bahaya sedang, dan (3) kelas risiko rendah dan kelas risiko sangat rendah
digolongkan kedalam zona risiko bahaya rendah. Konsep pola ruang terdiri atas
tiga zona, yaitu zona risiko bahaya tinggi, zona risiko bahaya sedang, dan zona
risiko bahaya rendah. Zona risiko bahaya tinggi dikembangkan sebagai ruang
terbuka hijau dan buffer zone. Kawasan ini berfungsi untuk mereduksi gelombang
tsunami di wilayah pesisir Kota Palu yang. Ekosistem mangrove direncanakan
pada zona risiko bahaya tinggi sebagai pelindung dengan spesies yang beragam
dengan kondisi tanah, substrat, jarak tanam, dan salinitas yang beragam sehingga
tetap mendukung konsep dasar. Zona risiko bahaya sedang dikembangkan sebagai
ruang terbuka hijau dengan keragaman vegetasi pantai yang lebih tinggi. Zona
risiko bahaya rendah merupakan zona aman bagi seluruh jenis penggunaan lahan
oleh masyarakat. Pada zona ini dikembangkan sebagai kawasan permukiman dan
fasilitas-fasilitas pelayanan umum untuk mendukung evekuasi saat terjadi bencana
tsunami.

Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi dalam penelitian ini mengacu pada keragaman vegetasi di
Kota Palu sebagai unsur vegetasi. Berbasis ekosistem mangrove dengan
mengkolaborasikan beragaman jenis mangrove dan native plant sebagai ruang
terbuka hijau dan green barrier. Kecerahan, temperatur, salinitas, sedimentasi, dan
sirkulasi juga menghasilkan distribusi dan pertumbuhan vegetasi mangrove.
Native plant sendiri memiliki ketahanan lingkungan yang lebih baik dalam
kondisi tanah, substrat, jarak tanam, dan salinitas yang beragam. Jenis vegetasi
mangrove hasil survei lapangan di Kelompok Tani Hutan (KTH) Gonenggati Jaya,
Banawa, Kecamatan Donggala, Sulawesi Tengah.

Berdasarkan Tabel 7. Jenis Vegetasi Mangrove yang terdapat terdiri dari


Avicennia lanata dengan nama lokal Api-api, Nypha Fructicans dengan nama
lokal Nipah, Rhizopora apiculata dengan nama lokal Bakau Minyak, Bakau
Tandok, Bakau Akik, Rhizopora mucronata dengan nama lokal Bangka Itam,
Dongoh Korap, Lolaro, Rhizopora stylosa dengan nama lokal Bakau, Tongke
Besar, Wako, Bangko, Sonneratia alba memiliki nama lokal yaitu Pedada,
Perepat, Kedada, Pupat, Susup.
Berdasarkan Tabel 8. Jenis Native Plant yang umum yang tumbuh pada
ruang terbuka hijau di Kota Palu terdiri dari Acacia auriculiformis dengan nama
lokal yaitu Akasia, Alstonia scholaris R. Br. Dengan nama lokal Lenggaru, Pulai,
Cocos nucifera dengan nama lokal Kelapa, Delonix regia Raf. Dengan nama lokal
Flamboyan, Diospyros celebica dengan nama lokal Eboni, Eucalyptus
camaldulensis dengan nama lokal Kayu Putih, Gnetum gnemon dengan nama
lokal Belinjo, Tavanjaku, Kleinhovia hospita L. Dengan nama lokal Tangkele,
Balaroa, Pterocarpus indica Willd. Dengan nama lokal Angsana, Samanea saman
dengan nama lokal Trembesi, Terminalia catappa L. Dengan nama lokal
Ketapang, Talise.

Karakteristik Lanskap Pesisir

Berdasarkan analisis land use dan land cover, diperoleh nilai 15,72%
dengan risiko sangat tinggi; 8,13%, risiko tinggi; 5,75%, isiko sedang; 23,14%
risiko rendah; dan 47,26% risiko sangat rendah (Tabel 2). Hasil analisis land use
dan land cover menunjukkan bahwa di Kota Palu, terutama Kecamatan Palu
Barat, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Utara, dan Kecamatan Tawaeli
tergolong kelas risiko sangat tinggi dan tinggi.
Kemiringan Lahan

Kemiringan lahan akan mempengaruhi terhadap tinggi run up dan penjalaran


gelombang. Jika semakin besar kemiringan lahan yang ada, maka tinggi run up tsunami
akan semakin rendah dan begitu juga sebaliknya.Berdasarkan hasil analisis kemiringan
lahan (Tabel 4), diketahui bahwa Kota Palu memiliki wilayah kelas risiko sangat tinggi
terhadap kemiringan lahan yang lebih banyak. Kelas risiko sangat tinggi memiliki luasan
13.736,47 ha; kelas risiko tinggi memiliki luasan 4.395,17 ha; kelas risiko sedang
memiliki luasan 3.476,98 ha; kelas risiko rendah memiliki luasan 6.584,47 ha; dan kelas
risiko sangat rendah memiliki luasan 11.313,16 ha. . Peta analisis kemiringan lahan
terdapat pada Gambar 3 dan hasil analasis kemiringan lahan terdapat pada Tabel 4.

Sintesis
Hasil analisis digunakan untuk sintesis dalam membentuk komposit yang
sesuai dengan perencanaan lanskap mitigasi tsunami dengan proses overlay
(Gambar 7). Proses overlay menggunakan lima analisis, yaitu analisis land use
dan land cover, analisis elevasi, analisis kemiringan lahan, analisis jarak dari
sungai, dan analisis jarak dari pantai.
Hasil overlay disajikan dalam peta komposit yang digunakan untuk
membentuk zonasi perencanaan dan menjadi suatu perencanaan lanskap mitigasi
tsunami berbasis ekosistem mangrove (Gambar 8). Konsep dasar dari perencanaan
lanskap mitigasi tsunami adalah mengurangi atau menghilangkan risiko bencana
pada wilayah pesisir Kota Palu berbasis ekosistem mangrove.

Berdasarkan Gambar 8. (Peta Komposit), kelas risiko sangat tinggi


dan kelas risiko tinggi terdapat di sepanjang pesisir di Kecamatan Palu Barat
dan Kecamatan Palu Timur.

Perencanaan Lanskap Mitigasi Tsunami

Prinsip-prinsip dalam perencanaan lanskap mitigasi tsunami ini


dikembangkan berdasarkan hasil analisis spasial. Prinsip yang utama
diterapkan adalah native species serta perlindungan spesies dan sub spesies.
Native species adalah spesies yang secara alami ada di lokasi tertentu atau
dalam ekosistem tertentu. Perlindungan spesies dan sub spesies akan
melestarikan keanekaragaman hayati. Pada tingkat populasi, proses – proses
penting pada akhirnya bersifat genetik dan evolusioner karena proses ini
mempertahankan potensi keberlangsungan spesies dan adaptasinya terhadap
perubahan kondisinya, termasuk setelah kejadian tsunami. Perencanaan dalam
penelitian ini merupakan tahap implementasi dari sintesis dan konsep-konsep
yang telah ditentukan sebelumnya untuk mencapai tujuan terbentuknya
lanskap mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove.
Kesimpulan
Kota Palu memiliki tingkat risiko bahaya tsunami yang tinggi karena
berada didekat zona patahan, yaitu patahan Palu. Selain itu, faktor fisik dan
biofisik menjadikan Kota Palu sangat rentan terhadap bencana tsunami. Parameter
yang mempengaruhi risiko bahaya tsunami, yaitu land use dan land cover;
morfologi; elevasi; kemiringan lahan; jarak dari sungai; jarak dari pantai; dan run
up tsunami. Parameter utama yang sangat mempengaruhi dampak yang dihasilkan
jika tejadi tsunami adalah morfologi teluk dan run up tsunami. Berdasarkan
analisis spasial diketahui bahwa Kota Palu memiliki kelas risiko yang beragam,
yaitu kelas risiko sangat tinggi, kelas risiko tinggi, kelas risiko sedang, kelas
risiko rendah, dan kelas risiko sangat rendah. Prinsip-prinsip dalam perencanaan
lanskap mitigasi tsunami ini dikembangkan berdasarkan hasil analisis spasial.
Konsep dasar dari perencanaan lanskap mitigasi tsunami adalah mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana pada wilayah pesisir Kota Palu berbasis ekosistem
mangrove. Pola ruang yang direncanakan untuk meminimalkan dampak yang
ditimbulkan oleh gelombang tsunami. Perencanaan lanskap mitigasi tsunami
berbasis ekosistem mangrove mengacu pada peta komposit dengan
mengelompokan setiap kelas risiko sesuai zona risiko pada konsep pola ruang.
Konsep vegetasi mengacu pada keragaman jenis mangrove dan native plant
sebagai ruang terbuka hijau dan green barrier. Berbasis ekosistem mangrove
dengan mengkolaborasikan beragaman jenis mangrove dan native plant sebagai
ruang terbuka hijau dan green barrier. Kota yang baik dalam merekonstruksi
lanskap kota dapat menempatkan ruang terbuka hijau sebagai upaya mitigasi,
evakuasi, dan perlindungan dari bencana.
Perencanaan dalam penelitian ini merupakan tahap implementasi dari
sintesis dan konsep-konsep yang telah ditentukan sebelumnya untuk mencapai
tujuan terbentuknya lanskap mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove.
Konsep pola ruang terdiri atas zona risiko bahaya tinggi, zona risiko bahaya
sedang, dan zona risiko bahaya rendah. Zona risiko bahaya tinggi dikembangkan
sebagai ruang terbuka hijau dan buffer zone. Zona risiko bahaya sedang
dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau dengan keragaman vegetasi pantai
yang lebih tinggi. Zona risiko bahaya rendah merupakan zona aman bagi seluruh
jenis penggunaan lahan oleh masyarakat.
Artikel 4 (Lathifatun Nisa’) : Gultom, T. L., A. D. Makalew, dan N. Nasrullah.
2018. Perencanaan lanskap Kaliurang sebagai kawasan wisata terpadu di
Yogyakarta. J. Lanskap Indonesia, 10 (2) : 57 - 70.

Pendahuluan
Lanskap Kaliurang merupakan bentang alam yang dapat dinikmati oleh
indra manusia. Kaliurang terdiri dari unsur alami dan unsur buatan yang tidak
lepas dari manusia sebagai pengunjung untuk menikmati lanskap tersebut.
Kaliurang merupakan destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan setelah
Pantai Parangtritis dan Candi Prambanan. Sumber daya alam belum dimanfaatkan
secara optimal, untuk meningkatkan sumber daya alam yang ada maka perlu
dilakukan perencanaan lanskap sehingga terbentuk kawasan wisata dengan daya
tarik tinggi dan terpadu.

Metodologi
Penelitian dilaksanakan di Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan
Pakem Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta pada bulan November sampai
Agustus 2016. Peralatan yang digunakan seperti notebook, kamera digital,
scanner, GPS, perangkat lunak; Microsoft Office, AutoCAD, Corel Graphic Suite,
ArcGIS, Google Earth. Selain itu digunakan pula bahan pendukung seperti
literatur, laporan terdahulu, peta-peta tematik. Metode yang dilakukan meliputi
inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan lanskap.

Hasil dan Pembahasan


● Inventarisasi

Kaliurang terletak pada variasi ketinggian antara 500 hingga 1000 m dpl,
dengan variasi kemiringan lereng antara 0-2%, 2-7%, 7-15%, 15-30%, 30-70%
hingga 70- 140%. Klasifikasi iklim Kaliurang menurut Schmidt & Ferguson
termasuk tipe C yaitu daerah agak basah dengan rata-rata curah hujan 181,5
mm/tahun. Jenis tanah didominasi regosol dengan formasi batuan induk berasal
dari endapan vulkanik merupakan hasil sedimentasi material Gunung Merapi yang
peka terhadap erosi dan mudah longsor. Kawasan Taman Nasional Gunung
Merapi memiliki potensi lebih dari 1.000 jenis tumbuhan, termasuk didalamnya
75 jenis anggrek langka. Selain vegetasi TNGM juga memiliki jenis burung
dengan jumlah 147 jenis termasuk didalamnya 90 jenis yang menetap pada
kawasan. Jenis penutup lahan terdiri dari dari pemukiman, kebun, ladang, sawah,
dan semak alang-alang.
● Analisis
Analisis Aspek Biofisik
Ketinggian 500-1000 m dpl membuat kawasan memiliki suhu udara yang sejuk.
Kemiringan lereng yang bervariasi membuat kawasan tidak monoton karena dapat
menikmati pemandangan dari berbagai sudut pandang. Keadaan iklim pada
kawasan Kaliurang merupakan potensi yang sangat baik untuk pengembangan
wisata berbasis alam pegunungan. Suhu dingin dan kelembaban udara pada
kawasan tersebut berpengaruh pada kenyamanan wisatawan sehingga dapat
memperpanjang waktu tinggal wisatawan.
Analisis Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata
Hasil penilaian menunjukkan bahwa dusun Kaliurang Timur dan Kaliurang Barat
masuk klasifikasi S1 (sangat sesuai), hal ini disebabkan obyek dan atraksi wisata
yang menjadi materi penilaian banyak terdapat pada dusun-dusun tersebut serta
ada dukungan dari masyarakatnya.
Analisis Kualitas Visual
Hasil evaluasi menunjukkan 63% responden menyatakan Kaliurang memiliki
kualitas visual tinggi, 24% sedang dan 13% rendah. Lanskap dengan elemen
alami seperti pegunungan, perbukitan, pepohonan atau keragaman vegetasi
memiliki nilai estetik yang tinggi.
● Sintesis
Konsep Ruang
Pemanfaatan ruang pada kawasan dibagi menjadi dua bagian yaitu ruang wisata
dan ruang penunjang wisata. Di dalam ruang wisata terdiri dari sub ruang yang
mengakomodir jenis obyek dan atraksi wisata yang direncanakan, sedangkan pada
ruang penunjang wisata terdiri dari sub ruang yang mengakomodir semua
kebutuhan kawasan yang bersifat sekunder.
Konsep Sirkulasi
Sistem sirkulasi pada rencana kawasan dibuat menjadi tiga jalur, yaitu jalur
primer, sekunder dan tersier.
Konsep Tata Hijau
Vegetasi yang sudah ada pada kawasan sebisa mungkin dipertahankan
keberadaannya sehingga kondisi biodiversitas kawasan tetap terjaga. Pemberian
vegetasi baru pada lokasi-lokasi yang terdampak pengembangan kawasan akan
menggunakan vegetasi jenis setempat sehingga dapat mempercepat proses
terbentuknya ekosistem baru.
Konsep Fasilitas
Konsep fasilitas adalah konsep perencanaan fasilitas untuk mendukung
kegiatan-kegiatan yang ada pada ruang wisata dan ruang penunjang wisata.
Fasilitas yang direncanakan sesuai dengan fungsi dan penempatannya, dapat
berbentuk bangunan, jalan, dan ruang terbuka. Bangunan berupa homestay, kios
souvenir, restoran, gedung reservasi, gazebo, pendopo, dan lain-lain. Jalan berupa
jalan raya, jalan setapak, jalur alami, jalur khusus dan lain-lain. Sedangkan ruang
terbuka berupa area parkir, area outbond, dan lainnya.
● Perencanaan Lanskap

Rencana Ruang
Ruang wisata memiliki 9 tema kegiatan seperti wisata alam, wisata kuliner, wisata
budaya, wisata konvensi, agrowisata, wisata edukasi, wisata konservasi, wisata
minat khusus dan kegiatan yang bersifat rekreatif.
Rencana Sirkulasi
Rencana terdapat 3 jalur sirkulasi yaitu primer jalur primer yang merupakan
pengorganisasian jalur eksisting dan melewati obyek-obyek wisata eksisting
dengan total panjang 6,09 km dan memiliki lebar rencana jalan 15 m, jalur
sekunder dengan lebar rencana jalan 10 m dan jalur tersier yang terdapat dalam
zona dengan lebar jalan direncanakan bervariasi antara 3 m hingga 5 m.
Rencana Tata Hijau

Vegetasi dengan fungsi pengarah seperti cemara (Casuarina junghuniana) dan


pinus (Pinus merkusii) digunakan untuk mengisi jalur sirkulasi. Vegetasi dengan
fungsi budidaya seperti jenis vegetasi buah-buahan dan sayuran merupakan
vegetasi dataran tinggi jenis setempat. Vegetasi dengan fungsi estetika seperti
jenis vegetasi bunga-bungaan dipakai untuk mengisi taman-taman dan
bagian-bagian yang memiliki bad view.

Kesimpulan
Kaliurang memiliki kondisi biofisik yang berpotensi besar sebagai kawasan
wisata terpadu. Kaliurang memiliki pemandangan berkualitas tinggi dengan area
238,97 ha. Perencanaan lanskap dibuat untuk menjadikan Kaliurang sebagai
kawasan wisata terpadu di Yogyakarta dengan membagi kawasan menjadi ruang
wisata dan ruang penunjang wisata masing-masing seluas 207,65 ha dan 31,31 ha.
Ruang wisata memiliki 9 tema kegiatan yaitu wisata alam, kuliner, budaya,
agrowisata, edukasi, konvensi, konservasi, minat khusus dan rekreasi, 21 sub
ruang untuk mengakomodir tema-tema tersebut. Fasilitas yang tersedia berupa
bangunan, jalan raya, dan area parkir yang terdapat hampir diseluruh sub ruang.

Kesimpulan

Artikel 5 (Natasya Kodew Diasdamai) : Sari, G. D., A. D. Makalew., dan N.


Nasrullah. 2018. Perencanaan lanskap kawasan Wisata Danau Bandar Khayangan
di Rumbai Pesisir, Pekanbaru Riau. J. Lanskap Indonesia, 10 (2) : 91-100.

Pendahuluan :

Peningkatan jumlah penduduk yang dipicu karena semakin luasnya daerah


Kota Pekanbaru menjadi salah satu alasan pengembangan kawasan wisata
Danau Bandar Khayangan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan wisata di
Kota Pekanbaru. Danau Bandar Khayangan terletak di Kecamatan Rumbai Pesisir
dan menjadi salah satu icon wisata di Kota Pekanbaru. Hal ini dikarenakan
kawasan Danau Bandar Khayangan memiliki potensi seperti pemandangan yang
baik, aksesibilitas yang mudah karena cukup dekat dengan pusat kota dan
sumberdaya alami yang memiliki nilai estetika yang cukup sulit ditemukan
di Kota Pekanbaru. Namun, potensi wisata yang dimiliki oleh kawasan
Danau Bandar Khayangan belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena
belum direncanakan dan dikelola dengan baik sehingga dapat menimbulkan
kerusakan. Dalam pengembangan wisata Danau Bandar Khayangan tentunya
harus memperhatikan kondisi kawasan sehingga kebutuhan pariwisata dapat
dipenuhi secara maksimal tanpa harus mengurangi kondisi atau kualitas fisik
lingkungan dan dapat mempertahankan keberlanjutan kawasan tersebut.
Keberlanjutan Danau Bandar Khayangan sebagai kawasan wisata tidak lepas
dari upaya dalam perencanaan kawasan. Wisata berkelanjutan adalah suatu
industri wisata yang mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam pengelolaan
seluruh sumberdaya yang ada guna mendukung wisata baik secara ekonomi,
sosial dan estetika yang dibutuhkan dalam memelihara keutuhan budaya,
ekologis, keragaman biologi serta dukungan dalam sistem kehidupan.

Metodologi :

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga September 2016 di


kawasan Danau Bandar Khayangan Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru
Riau dengan luas lokasi penelitian sebesar 72,84 ha.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kamera digital, Global


Positioning System (GPS), alat tulis, laptop untuk pengolahan data menggunakan
software Geographic Information System (GIS), AutoCAD, Adobe Photoshop, Ms
Word dan Ms Excel. Bahan yang digunakan berupa peta orientasi, lembar
kuisioner dan literatur. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data
sekunder.

Metode

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu persiapan, inventarisasi,


analisis, sintesis dan perencanaan.

1. Persiapan yang meliputi penetapan tujuan perencanaan dan memperoleh


informasi umum mengenai kawasan penelitian.
2. Inventarisasi merupakan tahap untuk pengumpulan data yang berupa data
primer yang diperoleh dilapangan dengan cara survei lapangan,
penyebaran kuisioner dan wawancara, serta data sekunder yang diperoleh
dari studi literatur.
- Analisis dengan data yang sudah diperoleh dari tahap
inventarisasi kemudian diolah dengan menggunakan beberapa
analisis.
- Analisis Kesesuaian Wisata yaitu keterbukaan, aksesibilitas,
kemiringan dan topografi yang selanjutnya dilakukan
pembobotan dan skoring dan diolah menggunakan Geographic
Information System (GIS) sehingga menghasilkan Indeks
Kesesuaian Wisata (IKW). Rumusnya :

KW = (4SRKT+ 3SRAS+ 2SRKM+ 1SRTP)/10

Keterangan:

SRKT: Sesuai rekreasi dari segi keterbukaan

SRAS : Sesuai rekreasi dari segi aksesibilita

SRKM :Sesuai rekreasi dari segi kemiringan


SRTP: Sesuai rekreasi dari segi topografi

- Analisis Kenyamanan Kawasan yang berdasarkan Temperature


Humidity Index (THI) merupakan suatu indeks untuk menetapkan
kenyamanan secara kuantitatif dengan mengkombinasikan suhu
dan kelembaban relatif udara. Rumusnya :

THI = 0.8 Ta + (RH x Ta) / 500

Keterangan:

THI : indeks kenyamanan

Ta : suhu udara (oC)

RH : kelembaban relatif udara (%)

- Analisis Kualitas Visual dilakukan dengan penilaian kualitas


estetikmelalui metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Pada
penelitian ini analisis kualitas visual dilakukan untuk
mengevaluasi keindahan lanskap pada kawasan wisata secara
kuantitatif. Analisis ini diperoleh melaluipenyebaran kuisioner
kepada responden yang berjumlah 30 orang. Rumusnya ;

SBEx = [Zix –Zis] x 100


Keterangan:
SBEx : Nilai pendugaan keindahan lanskap ke-x
Zix : Nilai rata-rata z lanskap ke-x
Zis : Nilai rata-rata z lanskap yang digunakan sebagai standar

- Analisis Akseptibilitas Masyaraka yang ditunjukan dengan tingkat


kesediaan masyarakat dalam menerima pengembangan lokasi
penelitian menjadi kawasan wisata. Penilaian akseptibilitas
masyarakat menggunakan metode skoring dengan ketentuan
sangat bersedia/sangat sesuai (S1), bersedia/sesuai (S2) dan
tidak bersedia/tidak sesuai (S3). Rumusnya :

Akseptibilitas Masyarakat = ∑Pdtw + ∑Ppkw + ∑Ppmp +∑Pkkw


+ ∑Pkw

Keterangan:
Pdtw = Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata
Ppkw = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat
Ppmp = Peran aktif masyarakat dalam pariswisata
Pkkw = Keuntungan kegiatan wisata
Pkw = Keberadaan wisatawan
- Analisis Preferensi Peluang Ekonomi Masyarakat merupakan
keikutsertaan dalam mengembangkan kegiatan usaha dagang
dan jasa terkait usaha wisata, penyelenggaraan wisata, dan
penyediaan kebutuhan. Penilaian akan diklasifikasikan menjadi
sangat ingin, ingin, kurang ingin, tidak ingin. Hasil penilaian
pereferensi selanjutnya akan diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, yaitu tinggi (S1) dengan skor ≥ 78, sedang (S2)
dengan skor 39-77, rendah (S3) dengan skor (≤ 38).

4. Sintesis yang hasil dari tahap ini yaitu berupa zonasi tapak
berdasarkan kesesuaian untuk kawasan wisata. Pembagian ruang
ini berbentuk rencana blok/ block plan.
5. Perencanaan yang pada tahap ini menghasilkan rencana lanskap
kawasan wisata dengan mempertimbangkan konsep yang telah ditetapkan.
Konsep rencana yang dikembangkan yaitu rencana ruang, rencana
sirkulasi, rencana aktifitas dan fasilitas, serta rencana vegetasi.
Konsep-konsep yang dihasilkan menjadi dasar acuan dalam
perencanaan kawasan sehingga dapat menjadikan kawasan wisata
Danau Bandar Khayangan menjadi kawasan yang berbasis pada
wisata berkelanjutan.

Hasil dan Pembahasan :

Kesesuaian Wisata

Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar kawasan Danau Bandar


Khayangan memiliki potensi sesuai untuk kegiatan wisata dan memiliki peluang
untuk dikembangkan menjadi kawasan tujuan wisata. Nilai IKW (Indeks
Kesesuaian Wisata) pada Danau Bandar Khayangan yaitu seluas 9.55 ha atau
13.11% termasuk kedalam kategori tinggi atau sangat sesuai (S1).

Kenyamanan Kawasan
Hasil analisis kenyamanan kawasan menunjukan hasil nilai rata-rata suhu
udara (Ta) untuk kawasan wisata Danau Bandar Khayangan sebesar 27oC dan
nilai rata-rata kelembaban relatif (RH) untuk kawasan wisata Danau Bandar
Khayangan sebesar 81% dengan menggunakan data suhu harian dan kelembaban
harian selama 1 tahun yaitu tahun 2016 (BMKG). Dari hasil Ta dan RH tersebut,
maka diperoleh nilai Indeks kenyamanan atau THI pada kawasan wisata
Danau Bandar Kayangan sebesar 26 yang dapat diartikanbahwa pada kawasan
wisata ini termasuk kedalam kategori nyaman untuk melakukan aktifitas wisata.

Analisis Kualitas Visual


Kualitas keindahan merupakan aspek yang penting bagi pengunjung
dalam melakukan kunjungan wisata sehingga dapat memberikan kesan yang
positif saat memasuki kawasan wisata. Analisis ini diperoleh melalui
penyebaran kuesioner kepada responden yang akan memberikan penilaian pada
kondisi eksisting lanskap kawasan wisata Danau Bandar Khayangan yang telah
disediakan dan ditampilkan secara visual. Hasil evaluasi selanjutnya di golongkan
menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dari hasil analisis kualitas
visual (SBE) maka dapat dilihat bahwa preferensi visual terhadap lingkungan
alami maupun yang berdampingan langsung dengan lingkungan alami lebih
banyak disukai. Dalam hal ini berhubungan dengan danau yang menjadi objek dan
atraksi utama untuk kawasan wisata alam di Danau Bandar Khayangan.

Analisis Akseptibilitas Masyarakat

Berdasarkan hasil survei, Masyarakat sekitar kawasan wisata Danau Bandar


Khayangan memberikan tanggapan yang positif dalam pengembangan kawasan.
Masyarakat menerima apabila kawasan wisata Danau Bandar Khayangan
dikembangkan dan akan ikut berperan aktif didalamnya. Penilaian akseptibilitas
masyarakat di Kawasan Danau Bandar Khayangan diperoleh hasil dengan nilai ≥
80 sehingga termasuk kedalam kategori sangat bersedia (S1).

Preferensi Peluang Ekonomi Masyarakat

Hasil penilaian pereferensi diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu


tinggi (S1) dengan skor ≥ 78, sedang (S2) dengan skor 39-77, rendah (S3)
dengan skor (≤ 38). Nilai tertinggi untuk preferensi peluang masyarakat yaitu
sebagai penyedia produk dengan nilai 116 dan nilai terendah dengan nilai
86 sebagai pemandu wisata. Penilaian peluang kegiatan ekonomi berdasarkan
preferensi masyarakat terkait wisata menunjukan bahwa semua kriteria
termasuk kedalam kategori sangat sesuai.

Sintesis
Berdasarkan proses dan hasil dari setiap analisis yang telah dilakukan maka
kawasan Danau Bandar Khayangan dibagi menjadi tiga zonasi ruang/block
plan diantaranya zona intensif, zona semi-intensif dan zona non-intensif. Zona
intensif merupakan zona atau kawasan yang sesuai untuk kegiatan wisata, didalam
nya dapat dilakukan aktifitas wiisata aktif maupun pasif. Zona semi-intensif juga
dapat dilakukan kegiatan wisata namun bersifat pasif, sedangkan zona
non-intensif merupakan zona yang tidak dapat dilakukan kegiatan wisata.

Konsep Perencanaan

Konsep wisata yang di terapkan pada kawasan Danau Bandar Khayangan


berupa konsep wisata berkelanjutan, yaitu konsep yang mengembangkan wisata
berdasarkan pada kondisi dan potensi kawasan guna melindungi sumberdaya,
kualitas lingkungan, kualitas visual kawasan, serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal. Konsep rencana yang dikengembangkan terbagi menjadi
konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep aktivitas dan fasilitas serta konsep
vegetasi.
· Konsep Ruang
Berdasarkan hasil analisis maka kawasan Danau Bandar
Khayangan dikelompokan menjadi beberapa ruang: (1) welcome area, (2)
service area, (3) ruang wisata utama, dan (4) ruang penunjang wisata.
· Konsep Sirkulasi
Berfungsi untuk menghubungkan ruang satu dengan yang lainnya serta
menghubungkan objek dan atraksi yang terdapat didalam kawasan.Terdapat
tiga jalur sirkulasi pada tapak, diantaranya yaitu: sirkulasi primer, sirkulasi
sekunder, dan sirkulasi tersier.

· Konsep Aktivitas dan Fasilitas


Konsep aktivitas dan fasilitas yang bertujuan untuk menunjang
berlangsungnya kegiatan wisata pada kawasan. Konsep aktivitas
direncanakan terbagi menjadi aktivitas yang bersifat aktif dan pasif,
seperti menginap, berkemah, belajar, olahraga, outbound activity dan
menikmati pemandangan. Konsep fasilitas yang direncanakan seperti
resort, hotel, restoran, toilet, musholla, pusat oleh-oleh, pusat edukasi yang
berfungsi untuk mendukung aktivitas yang direncanakan.

· Konsep Vegetasi

Konsep vegetasi kawasan Danau Bandar Khayangan dibagi menjadi


5, diantaranya: konsep vegetasi untuk ameliorasi iklim, arsitektural,
keindahan, eksisting serta untuk rekayasa lingkungan.

Perencanaan Lanskap

Perencanaan lanskap pada kawasan didasarkan pada konsep wisata


Danau Bandar Khayangan yang sudah ditetapkan, yaitu: rencana ruang,
rencana sirkulasi, rencana aktifitas dan fasilitas, serta rencana vegetasi.

· Rencana Ruang
Kawasan Wisata Danau Bandar Khayangan dibagi menajdi empat
ruang, diantaranya yaitu : (1) welcome area yang penetapan ruang ini
berdasarkan pada letaknya yang strategis dan aksesibilitas nya yang
bersentuhan langsung dengan jalan besar, (2) service area untuk
pengenalan sebelum memasuki ruang inti agar mendapatkan informasi,
(3) ruang wisata utama yaitu ruang pusat yang didalamnya terdapat objek
dan atraksi wisata utama yaitu Danau Bandar Khayangan yang dapat
dilakukan banyak kegiatan, dan (4) ruang penunjang wisata untuk
menunjang kegiatan dengan objek dan atraksi yang dapat mendukung
tema dan tujuan dari ruang wisata utama.

· Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi pada kawasan Danau Bandar Khayangan terbagi
menjadi tiga, yaitu: sirkulasi primer (jalur utama yang menghubungkan
antar ruang dan dapat diakses oleh kendaraan dan pejalan kaki), sirkulasi
sekunder (jalur yang menghubungkan antar objek dan atraksi yang terdapat
di dalam kawasan dan dapat diakses oleh kendaraan dan pejalan kaki), dan
sirkulasi tersier (jalur yang menghubungkan antar fasilitas-fasilitas yang
terdapat pada objek dan atraksi wisata yang hanya bisa dilewati oleh pejalan
kaki).

· Rencana Aktivitas dan Fasilitas

Rencana aktivitas pada ruang wisata berupa aktivitas aktif dan


pasif. Fasilitas yang direncanakan pada kawasan berupa fasilitas pelayanan
umum, restoran, tempat menginap, pusat oleh-oleh, tempat piknik, tempat
ibadah, arena olahraga, pusat edukasi, ruang serbaguna, dan fasilitas
lainnya.

· Rencana vegetasi
Rencana vegetasi kawasan Danau Bandar Khayangan dibagi menjadi
5, diantaranya: rencana vegetasi untuk ameliorasi iklim (yang direncanakan
untuk memperbaiki kualitas iklim dan menahan panas pada kawasan),
rencana vegetasi untuk arsitektural (yang direncanakan untuk menciptakan
karakter dan memberikan penegasan pada suatu ruang), rencana vegetasi
untuk keindahan (direncanakan untuk membingkai view dan menambah
nilai kualitas visual pada ruang), rencana vegetasi eksisting (bentuk asli
pada tapak) serta serta vegetasi untuk rekayasa lingkungan (berfungsi untuk
mengontrol erosi dan mengontrol sistem hidrologi pada kawasan sekitar
danau).

Rencana Daya Dukung Kawasan

Rencana daya dukung dilakukan agar kelestarian dan keberlanjutan kawasan


dapat terjaga dan memiliki tingkat kerusakan yang minimum dengan cara
membatasi jumlah pengunjung. Daya dukung dihitung dengan melihat jumlah dan
luasan fasilitas yang ada pada tiap ruang dan dibagi dengan standar kebutuhan
ruang tiap orang.

Rencana Lanskap
Produk akhir dari perencanaan lanskap ini adalah rencana lanskap kawasan
wisata Danau Bandar Khayangan. Rencana ini menunjukkan penggunaan ruang
dalam kawasan dan penataan semua elemen lanskap yang didasari pada analisis
kesesuaian untuk kegiatan wisata dengan mempertimbangkan aspek dari segi
visual, kenyamanan objek dan atraksi wisata, akseptibilitas dan preferensi
masyarakat, serta daya dukung kawasan agar keberlanjutan kawasan dapat terjaga.

Kesimpulan :

Hasil analisis menunjukan bahwa kawasan Danau Bandar Khayangan


memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan menjadi kawasan tujuan
wisata. Nilai IKW (Indeks Kesesuaian Wisata) dan dengan nilai Temperature
Huminity Index (THI) pada Danau Bandar Khayangan termasuk kedalam
kategori tinggi atau sangat sesuai (S1) dan dalam kategori nyaman untuk
dijadikan tempat wisata. Hasil penilaian SBE menunjukan bahwa persepsi visual
terhadap lingkungan alami lebih banyak disukai, terdapat pada lanskap 4 berupa
danau yang menjadi objek dan daya tarik utama pada kawasan. Konsep
perencanaan yang dikembangkan yaitu wisata alam yang didasarkan pada potensi
sumberdaya serta objek dan atraksi wisata. Berdasarkan rencana ruang, aktivitas
dan fasilitas pada perencanaan kawasan, maka Danau Bandar Khayangan mampu
menampung banyak orang/ hari. Rencana daya dukung ini dilakukan agar
kelestarian dan keberlanjutan kawasan dapat terjaga dan memiliki tingkat
kerusakan yang minimum dengan cara membatasi jumah pengunjung. Produk
akhir dari perencanaan ini adalah rencana lanskap kawasan wisata Danau
Bandar Khayangan, dimana rencana ini menunjukan penggunaan ruang dan
penataan elemen lanskap berdasarkan pada hasil analisis yang mendukung
adanya kegiatan wisata pada kawasan Danau Bandar Khayangan.
Artikel 6 (Alifa Shafa Ruwina) : Adriani, H., S. Hadi, dan S. Nurisjah. 2016.
Perencanaan lanskap kawasan wisata berkelanjutan di Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor. J. Lanskap Indonesia, 8 (2) : 53 - 69.

Pendahuluan
Pariwisata merupakan penyumbang devisa keempat terbesar, sehingga
pengembangannya memiliki prospek yang tinggi secara ekonomi. Kegiatan
pariwisata akan menimbulkan dampak positif dan negatif pada lingkungan,
ekonomi, dan sosial masyarakat. Harapannya kegiatan ini akan meningkatkan
pendapatan sebagai dampak positif. Cisarua adalah daerah dengan suhu udara
yang nyaman, pemandangan baik, dan waktu tempuh yang tidak terlalu lama
sehingga memiliki tingkat kunjungan wisata tertinggi. Perencanaan yang baik
pada daerah ini perlu dilakukan dengan menerapkan konsep berkelanjutan
meliputi tiga komponen penting yaitu wisatawan, masyarakat lokal, dan
sumberdaya kawasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan
menganalisis kondisi ekologi kawasan, menganalisis kualitas visual kawasan dan
menyusun rencana lanskap pengembangan kawasan wisata di Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor sebagai kawasan wisata yang berkelanjutan.

Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Desember 2014.
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis yaitu skoring dan
pembobotan, Global Positioning System (GPS), dan metode SBE (Scenic Beauty
Estimation). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
perencanaan lanskap, yang meliputi :
- Tahap Persiapan: Tahap untuk mengumpulkan data dan klasifikasi data.
alat dan bahan yang digunakan adalah kamera digital, alat tulis, alat
perekam suara dan Global Positioning System (GPS). Data yang
dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder
- Tahap Analisis: Tahap dengan metode analisis aspek ekologis dilakukan
pada dua parameter, yaitu kepekaan lanskap dan penutupan lahan dengan
metode skoring dan pembobotan dan juga penggunaan GIS untuk
menghasilkan zona ekologis kawasan dalam bentuk spasial. Analisis
kualitas visual kawasan dilakukan dengan penilaian kualitas estetik
menggunakan metode SBE yang dilakukan oleh responden secara
purposive dari mahasiswa arsitektur lanskap IPB. Analisis akseptibilitas
masyarakat lokal ditunjukan dengan tingkat kesediaan masyarakat dalam
menerima pengembangan lokasi penelitian sebagai kawasan wisata
dengan responden
- Tahap Sintesis: Tahap untuk pengembangan potensi pengelolaan dan
alternatif solusi hambatan/permasalahan
- Tahap Perencanaan Lanskap: Tahap pengembangan sintesis menjadi suatu
rencana lanskap berkelanjutan

Hasil dan Pembahasan


Analisis Akseptibilitas Masyarakat
Kawasan Cisarua termasuk pada kategori dataran tinggi karena posisinya
yang berada di daerah pegunungan dengan ketinggian rata-rata 872 mdpl,
sehingga menjadikan kawasan ini memiliki bentuk lanskap yang beragam dari
segi visual. Hasilnya menunjukan nilai SBE dari masing-masing lanskap yang
dinilai responden yaitu 26 lanskap dengan nilai SBE tertinggi yang berarti bahwa
lanskap memiliki kualitas yang bagus dan memiliki nilai preferensi tertinggi dari
responden, sedangkan 6 memiliki nilai SBE terendah yang berarti nilai tersebut
kurang bagus dan tidak disukai oleh responden, dan lanskap 18 memiliki nilai
tengah-tengah menunjukkan nilai tersebut memiliki kualitas visual yang cukup
baik menurut responden. Nilai lanskap tinggi memiliki karakteristik visual berupa
lanskap yang alami. Nilai SBE sedang memiliki karakteristik visual lanskap yang
sudah campur tangan manusia, sedangkan nilai SBE rendah memiliki karakteristik
lanskap yang didominasi lahan terbangun yang tidak tertata.

Analisis Preferensi Wisatawan


Berdasarkan karakteristik jenis kelamin menunjukan bahwa jenis kelamin
perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yang mengunjungi wisata
Cisarua. Karakteristik umur menunjukkan bahwa umur dewasa persentase
tertinggi.

Perencanaan Lanskap
Konsep utama perencanaan adalah untuk menciptakan lanskap yang
berkelanjutan dengan mengembangkan wisata pada ekologi kawasan guna untuk
melindungi SDA dan kualitas lingkungan, kualitas visual lanskap, dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Berdasarkan hasil analisis dan
sintesis maka perencanaan lanskap kawasan wisata berkelanjutan di Kecamatan
Cisarua dikembangkan menjadi tiga zona utama, yaitu zona pengembangan wisata
kurang potensial yang sangat rentan dan masih sangat alami, zona pengembangan
wisata cukup potensial yang memiliki nilai ekologis yang sedang, dan zona
pengembangan wisata sangat potensial dengan nilai ekologis yang rendah dan
zona yang memenuhi persyaratan sebagai kawasan wisata. Pada
pengembangannya, walaupun zona ini memiliki kerentanan yang rendah namun
harus tetap memperhatikan pembangunannya supaya tidak menimbulkan dampak
negatif.

Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daerah pegunungan di lokasi
Cisarua didominasi oleh zona dengan nilai ekologis tinggi sehingga
pengembangannya harus dilakukan secara hati-hati. Kualitas visual lanskap
tertinggi yaitu pada lanskap alami dan masyarakat sangat mendukung kegiatan di
wisata ini untuk dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Perencanaan
lanskap berkelanjutan dikawasan Cisarua yang dikembangkan dibagi menjadi 3
zona yaitu zona pengembangan wisata kurang potensial, cukup potensial, dan
sangat potensial.
Artikel 7 (Shilha Za’imatin Wafiroh) : Arafat, P., F. Aulia, M. H. Edytia, R.
Akbar. 2023. Perencanaan Lanskap Wisata Gampong Suka Tani Berbasis
Partisipasi Masyarakat. J. Serambi Engineering, 8 (3) : 6243 - 6254.

Pendahuluan

Desa suka Tani merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Kota Jantho, Aceh Besar. Desa Suka Tani ijadikan sebagai wisata karena memiliki
beberapa atraksi seperti sungai dan bukit selain itu desa Sukatani memiliki sejarah
karena dulunya merupakan desa bekas transmigrasi di era 80-an. Daya tarik inilah
yang menjadikan desa Sukatani akan dibangun sebuah wisata, untuk membangun
sebuah wisata tentunya diperlukan sebuah perencanaan lanskap yang mendukung
rencana kegiatan wisata yang akan dikembangkan perencanaan lengkap
merupakan suatu kegiatan pengambilan keputusan jangka panjang dalam penataan
spasial kawasan untuk mendapatkan suatu model sikap yang fungsional indah dan
berkelanjutan sebagai pemecah masalah dalam pembunuhan kebutuhan atau
keinginan manusia dalam upaya mencapai kenyamanan dan kesejahteraan
bersama. Berikut merupakan tapak dari desa Sukatani yang berlokasi di Kota
Jantho Aceh Barat :

Metodologi

Perencanaan landscape terdiri dari pengumpulan data dan riset tapak,


analisis sintesis, penyusunan konsep dan tahapan perencanaan. Pengumpulan data
dilakukan dengan melakukan survei tapak dan melakukan observasi yang
dilengkapi dengan FGD (Focus Group Discussion) serta pemetaan partisipatif
dengan perwakilan warga Sukatani dan juga jajarannya. Hasil FGD kemudian
disintesis menjadi rancangan lanskap yang terdiri dari zonasi dan perencanaan
tapak di kawasan.
Hasil dan Pembahasan
Data dan Analisis
Gampong Suka Tani terletak di mukim Jantho, Kecamatan Kota Jantho
Aceh Besar, dengan luas7,88 km2. Pada sebelah utara, desa Suka Tani berbatasan
dengan kecamatan Seulimum, sebelah selatan dan timur berbatasan dengan
perbukitan Jalin, sedangkan pada sebelah barat berbatasan dengan desa Jalin yang
dibatasi oleh sungai Krueng Jalin. Berdasarkan hasil FGD terdapat beberapa point
penting yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan perencanaan
lanskap.

No Potensi Lokasi
Bekas Kawasan
Merupakan desa bekas transmigrasi yang kemudian
1. Pemukiman
ditinggalkan oleh Aceh.
transmigrasi
Sungai Krueng Jalin yang membelah desa Suka Tani dan desa
Jalin telah dikenal dan menjadi pilihan wisatawan dari sekitar
2. Jantho untuk berenang dan piknik. Pengunjung yang biasanya Sempadan Sungai
keluarga atau kelompok kecil umumnya datang pada akhir
pekan.
Beberapa komunitas pesepeda gunung menjadikan bukit Jalin
3. Bukit
sebagai area untuk melakukan aktivitas sepeda gunung
Terdapat jalur pendakian ke perbukitan Jalin dari desa Suka
Tani. Terdapat beberapa view point sepanjang jalur pendakian
4. Bukit
yang banyak diminati pengunjung. Beberapa pendaki berkemah
di bukit.
Sungai dan Bukit Jalin telah dijadikan area Pekan Olah Raga
5. Aceh (PORA) 2018 untuk cabang olahraga arung jeram dan Sungai, bukit
sepeda gunung
Dalam beberapa tahun terakhir banyak komunitas dan institusi
6. Sempadan Sungai
yang berkoordinasi dengan pihak desa untuk penyelenggaraan
kegiatan camping bersama, family gathering, atau acara lainnya
di dekat sungai. Pihak desa sering diminta untuk
mengorganisasi makan siang jika ada kegiatan tersebut.
Biasanya menu andalan yang disajikan adalah ikan kerling dari
sungai setempat.
Banyak cerita yang dapat dipetik pelajarannya dari masa
Pemukiman
7. eksodus besar-besaran warga transmigran di Suka Tani pada
Transmigrasi
saat konflik
Ada beberapa fitur lanskap menarik di sekitar sungai, yaitu
8. kebun kopi, hutan kecil, serta area terbuka pinggir sungai Sungai
(pantai)
Pemerintah desa memiliki beberapa rencana dan komitmen
untuk mengembangkan kawasan wisata dengan membangun
9. lapangan untuk berkemah, pembangunan kedaikedai untuk Dekat sungai
usaha warga desa, penambahan fasilitas umum seperti musholla
dan toilet
Beberapa ide warga desa untuk pengembangan kegiatan wisata
10. di Suka Tani antara lain penyediaan tempat bermalam di desa Di sekitar desa
dan penyediaan ATV

Berdasarkan hasil FGD ternyata Desa Suka Tani memiliki potensi yang
tinggi jika dijadikan sebagai objek wisata. Adapun beberapa Atraksi yang
dilakukan untuk pengembangan wisata dengan membuat daftar list pengalihan
fungsi setiap perlakuannya.
Pengembangan wisata dibagi menjadi tiga zona yang berbeda, yaitu zona
wisata sejarah, zona sungai dan zona petualangan bukit. Alur mobilisasi
direncanakan memiliki satu area penerimmaan untuk mempermudah pengunjunng
untuk memilih paket wisata.

Wisata Sungai

Ruang dan aktivitas yang terdapat di area Sungai dan Sempadan sungai
dapat dijadikan sebagai tempat mengakomodasi kegiatan rekreasi air berupa area
piknik, area servis untuk meningkatkan pelayanan pada area wisata, serta
penambahan beberapa fasilitas seperti mushola, toilet, dan kios-kios lokal serta
pengalokasian ruang untuk area parkir. Di samping itu akan dilakukan
pengembangan ruang untuk atraksi-atraksi baru di dekat sungai sesuai dengan
potensi lanskapnya, seperti kedai kopi pinggir hutan dan wahana jungle track pada
area hutan dekat sempadan. Ruang lain yang direncanakan adalah area untuk
mengakomodasi kegiatan-kegiatan skala besar seperti perkemahan, acara-acara
institusi seperti family gathering berupa sebuah lapangan multifungsi. Terkait
rencana desa ke depan untuk menyediakan akomodasi bagi pengunjung yang
ingin bermalam direncanakan area glamping yang akan diisi dengan beberapa
pondok penginapan pinggir sungai. Pembagian perencanaan ruang telah dirinci
paa tabel berikut :
Wisata Petualangan

Pada zona ini perancang lebih fokus untuk pembuatan jalur pendakian dan
jalur sepeda yang telah ditraking sebelumnya pada saat FGD. Pada jalur
pendakian (trekking) terdapat dua titik stop point yang memiliki spot
pemandangan yang indah. Puncak bukit yang berbentuk memanjang dan secara
lokal disebut Rhung Pawang Chik adalah tujuan utama dalam jalur pendakian ini.
Sementara itu, untuk jalur sepeda yang direncanakan juga merupakan jalur yang
telah digunakan pada Pekan Olah Raga Aceh (PORA) 2018. Jalur ini juga
termasuk jalur naik untuk mobil pembawa sepeda ke atas bukit. Di beberapa spot
juga diberikan fasilitas berupa area perkemahan.
Wisata Sejarah

Desa Suka Tani merupakan daerah tempat transmigrasi dari


penduduk Jawa yang berpindah mmenuju daerah Aceh Barat, namun desa ini
harus ditinggalkan kembali karena bencana di Aceh. Berdasarkan hasil FGD, para
pemuka desa menyatakan bahwa terdapat hal yang bisa dipelajari dari sejarah
desa Suka Tani yaitu pengalaman konflik-damai Aceh yang menyadarkan mereka
bahwa konflik hanya akan menyengsarakan masyarakat kecil. Narasi utama ini
dapat dimanfaatkan sebagai salah bentuk wisata kelam (dark tourism) yang dapat
dikemas untuk edukasi bagi masyarakat serta generasi selanjutnya terkait sejarah
konflik Aceh. Wisata kelam (dark tourism) merupakan suatu istilah akademik
yang berkaitan dengan tempat-tempat wisata yang memiliki signifikasi terhadap
suatu kejadian di masa lalu yang menyakitkan dan traumatis seperti kematian,
konflik, dan perang.

Perencanaan area di zona sejarah dilakukan dengan mengidentifikasi


beberapa peninggalan dari masa transmigrasi baik area yang mudah diakses
ataupun yang sulit untuk dikses. Hasil pengamatan kemudian disintesiskan untuk
merencanakan jalur interpretasi yang dirancang berbentuk loop (melingkar) yang
berawal dari titik servis wisata sungai dan kembali ke titik yang sama.

Perencanaan Keseluruhan

Area wisata Desa Suka Tani dibagi menjadi tiga zona berdasarkan tiga
potensi yang dilihat. Tiga potensi tersebut diantaranya wisata sungai, wisata
petualangan bukit, dan wisata sejarah. Zona wisata sebagai pembuka ialah wisata
sungai sebagai penghubung wisata sejarah dan wisata pendakian.
Kesimpulan

Perencanaa lanskap Desa Suka Tani Aceh besar memiliki tiga lokasi
berdasarka tiga tema diantaranya zona sungai, zona petualangan bukit dan zona
sejarah. Perencanaan dilakukan dengan membagi zonasi, program ruang serta
arahan fasilitas yang sesuai dengan akommodasi. Perencanaan lanskap zona
sungan berupa area penerimaan, area parkir, area gamepling, area piknik dan area
multifungsi. Perencanaan zona petualangan bukit berupa jalur traking sepeda dan
pendaki, spot area dan area perkemahan. Perencanaa lanskap zona sejarah berupa
interpretasi jalur yang melewati spot-spot peninggalan sejarah yang dinilai
sebagai top view point.
Artikel 8 (Hilmiyannisa Nabila) : Dewi, I. A. P., Yusiana, L. S., & Mayadewi,
N. N. A. 2019. Perencanaan lanskap bantaran Tukad Unda sebagai waterfront
park (studi kasus: Dam Lebah Kabupaten Klungkung). Jurnal Arsitektur
Lansekap, 5(2) : 160 - 168.

Pendahuluan
Tukad Unda merupakan sungai yang terbentuk dari bahan kwartir vulkanik, dan
memiliki daerah pengaliran dan pengendapan material lahar hasil letusan gunung
yang terdapat pada Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, dan Kabupaten
Klungkung di bagian hilirnya. Banjir sering terjadi di daerah Tukad Unda dan
mengakibatkan bahaya kestabilan tebing-tebing sungai. Oleh karena itu,
diperlukannya perencanaan lanskap Tukad Unda sebagai waterfront park untuk
mengkonservasi bahaya sungai, sebagai ruang untuk berbagai aktivitas yang
dibutuhkan masyarakat sekitar dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota.
Tujuan penelitian ini yaitu membuat perencanaan lanskap Tukad Unda sebagai
waterfront park yang berfungsi sebagai konservasi sungai dan rekreasi bagi
masyarakat sekitar.

Metodologi

Penelitian dilakukan di bantaran Tukad Unda Dam Lebah, Kelurahan


Semarapura Kangin, Klungkung dengan melakukan perencanaan bantaran sungai
sepanjang 500 m. Alat yang digunakan untuk penelitian ini meliputi alat tulis,
kamera digital, perekam suara, meteran, dan laptop dengan perangkat lunak
Google Earth, Autocad 2016, Google Sketchup 2015, dan Adobe Photoshop CS7.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: peta dasar, dan peta penggunaan
lahan Tukad Unda Kabupaten Klungkung Tahun 2017. Metode yang digunakan
dalam penelitian adalah metode survei dengan pengumpulan data melalui
observasi dan studi pustaka. Tahapan-tahapan dalam perencanaan meliputi
persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis perencanaan dan perancangan.
Penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap perencanaan dengan menganalisis
kondisi biofisik pada tapak dan potensi pemanfaatan.

Hasil dan Pembahasan


1. Gambaran Umum

Lokasi dam Tukad Unda terletak di Kelurahan Semarapura Kangin,


Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung. Batas-batas tapak lokasi
penelitian adalah kawasan Tukad Unda pada bagian utara, jembatan pada sebelah
selatan. Luas keseluruhan lokasi penelitian yaitu pada bagian barat sekitar 31.184
m2, sedangkan luas bagian timur sekitar 9.501 m2.

2. Analisis dan Sintesis


Tahap analisis dan sintesis merupakan tahapan dalam mengolah data hasil
yang didapatkan pada tahap inventarisasi yang selanjutnya diolah sehingga
mengetahui potensi dan masalah yang ada. Berdasarkan inventarisasi kondisi
visual terdapat potensi dari good view yang sebagai daya tarik utama dan perlu
diberi beberapa elemen pendukung agar lebih optimal. Ancaman yang ada di
bantaran Tukad Unda yaitu tapak dekat dengan area pusat kota sehingga dekat
dengan polusi kendaraan, penduduk cukup padat, dan debit air yang tinggi pada
saat periode curah hujan meningkat, dan lokasi tapak terletak di daerah rawan
longsor. Berikut adalah analisis dan sintesis fungsi vegetasi dan fungsi sosial :
3. Konsep Dasar
Konsep waterfront park dapat menjadi solusi mengelola wilayah rawan
banjir yaitu bantaran sungai yang berfungsi sebagai konservasi dan rekreasi bagi
masyarakat sekitar. Penerapan konsep ini memiliki banyak manfaat selain sebagai
upaya pencegahan dari dampak banjir, juga dapat memberi nilai estetika.
4. Konsep Pengembangan
Konsep pengembangan berdasarkan hasil analisis, maka konsep yang
sesuai dengan data yang diperoleh yaitu waterfront park sebagai konsep
pengembangan daerah tepian air yang memiliki fungsi untuk meningkatkan
resapan air, mengurangi pencemaran udara dan juga memiliki fungsi sebagai
elemen dan ruang rekreasi alam, wisata dan kebutuhan upacara adat masyarakat
Hindu
5. Konsep Ruang
Konsep ruang yang direncanakan disesuaikan dengan kondisi tapak di
Tukad Unda yaitu ruang yang mewadahi interaksi sosial budaya masyarakat dan
sebagai ruang rekreasi alam. Zona yang dapat dikembangkan yaitu zona edukasi,
zona rekreasi, dan zona konservasi. Zona edukasi yaitu ruang yang memiliki
fungsi untuk beraktivitas mengenal lingkungan. Zona rekreasi yaitu ruang yang
memiliki fungsi untuk bersantai dan menikmati alam sekitar. Zona Konservasi
yaitu ruang yang memiliki tingkat kesesuaian sumber daya terhadap aktivitas
rendah. Berikut adalah konsep tata ruang dari tapak Tukad Unda :

6. Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi dibuat berdasarkan hubungan antar ruang yang
dimanfaatkan sebagai penghubung antara ruang yang dialokasikan dalam setiap
zona yang ada untuk memudahkan wisatawan berpindah dari satu tempat ke
tempat lainnya. Pada tapak yang direncanakan terdapat dua jenis sirkulasi, yaitu
sirkulasi kendaraan dan sirkulasi manusia. Sirkulasi kendaraan dimulai dari akses
masuk ke dalam kawasan Tukad Unda kemudian ke area parkir, selanjutnya pintu
keluar kawasan Tukad Unda. Sirkulasi manusia dibuat lurus memanjang
mengikuti pola alami sungai serta dua arah.

Gambar 4. Konsep Sirkulasi Waterfront Park Tukad Unda

7. Konsep Tata Hijau


Penerapan konsep tata hijau berupa pemilihan jenis vegetasi yang
disesuaikan dengan fungsinya diharapkan dapat menjadi pengontrol terhadap
kondisi site pada tapak (bising, polusi, penghias, peneduh, pengarah dan pencegah
erosi), selain itu dapat meminimalisir terhadap penggunaan material maupun alat
yang sifatnya tidak ramah lingkungan. Konsep pemilihan tanaman yaitu tanaman
yang memiliki sistem perakaran yang kuat untuk dapat menahan air sehingga
mencegah terjadinya erosi dan mendukung konservasi air dan tanah.
8. Perencanaan Lanskap
Penataan ruang pada bantaran mengikuti pola alami sungai yang
memanjang dan menghindari fragmentasi, sehingga muncul ruang-ruang seperti
jalan setapak dan area vegetasi. Sirkulasi kendaraan hanya dibatasi sampai pada
area parkir kendaraan yang berada pada bagian barat. Sirkulasi manusia dibuat
lurus memanjang mengikuti pola alami serta dua arah. Konsep pemilihan tanaman
yaitu tanaman yang memiliki sistem perakaran yang kuat untuk dapat menahan air
sehingga mencegah terjadinya erosi dan mendukung konservasi air dan tanah.
Berikut adalah gambar final perencanaan lanskap dari Waterfront Park Tukad
Unda.
Kesimpulan
Perencanaan lanskap Tukad Unda sebagai waterfront park dapat memberikan
ruang untuk berbagai aktivitas dan fasilitas konservasi. Pemanfaatan waterfront
park memiliki fungsi meningkatkan resapan air, mengurangi erosi tanah,
mengurangi pencemaran udara, suplai oksigen dengan penambahan dan penataan
vegetasi. Waterfront park juga dapat meningkatkan nilai estetika lingkungan,
menghasilkan lingkungan yang panoramik dan rekreatif pada daerah sekitar
Tukad Unda.
Artikel 9 (Qinthari Salma Oktafina) : Nugraha, B., I. S. Banuwa, dan S.
Widagdo. 2015. Perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari
Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. J.
Sylva Lestari, 3 (2) : 53 – 66)

Pendahuluan :
Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran yang
terletak di Provinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya hutan mangrove yang
luas. Ekosistem hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Desa Sidodadi memiliki
27,28 ha dari total luas hutan mangrove, seluas 3,69 ha mangrove masih dalam
kondisi baik, sisanya 21,48 ha terancam rusak dan 2,21 ha dengan kondisi rusak.
Hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung (PSR), Desa Sidodadi memiliki potensi
untuk dikembangkan menjadi ekowisata karena memiliki pantai dan tidak jauh
dari pusat kota.
Penerapan ekowisata di hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan
untuk memanfaatkan ekosistem hutan. Ekowisata juga melibatkan unsur
pendidikan, pemahaman dukungan terhadap upaya pelestarian alam dan
peningkatan perekonomian masyarakat lokal. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah merencanakan lanskap dengan mengoptimalkan potensi biofisik, yaitu
mendefinisikan gagasan secara sederhana dan jelas. Perencanaan lanskap
memerlukan studi pengkajian secara sistemik area lahan bagi berbagai kebutuhan
di masa depan melalui pengamatan isu-isu ekologi dan kebijakan tata guna lahan.
Perlu dilakukan inventarisasi untuk memperoleh data potensi ekowisata hutan
mangrove di Pantai Ringgung, Desa Sidodadi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengembangkan rencana ekowisata hutan mangrove melalui eksplorasi
potensi lanskap berupa unsur-unsur biofisik yang terdapat di lokasi tapak dan
sosial masyarakat

Metodologi :
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juli 2014 di kawasan
hutan mangrove Pantai Ringgung Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin,
Kabupaten Pesawaran. Perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove terdiri
dari inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan desain. Data
yang sudah dikumpulkan dilakukan kegiatan analisis dan overlay menggunakan
Geographic Information System (GIS). Rencana pengembangan konsep meliputi
konsep ruang, jalur sirkulasi, dan tata hijau yang menunjang pengembangan
kawasan ekowisata. Tahap perencanaan menggunakan konsep pengembangan
yang mengacu pada tujuan serta fungsi yang telah ditetapkan. Konsep tersebut
dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk tata ruang, tata hijau, tata letak fasilitas,
dan aktivitas tapak. Tahap perancangan adalah tahap akhir dari proses
pengembangan lanskap kawasan ekowisata. Produk yang dihasilkan di tahap ini
adalah gambar rencana tapak (site plan).
Hasil dan Pembahasan :
Pengamatan inventarisasi lapangan dilakukan analisis dan sintesis. Analisis
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui potensi dan kendala yang
ada di hutan mangrove PSR Desa Sidodadi. Sintesis merupakan pemanfaatan
potensi yang ada pada tapak dengan baik dan mengendalikan kendala atau
masalah-masalah yang ada dari hasil inventarisasi.
Tabel 1. Potensi dan kendala lanskap di Pantai Sari Ringgung sebagai
ekowisata hutan mangrove

Unsur Lanskap Potensi Kendala Sintesis

Lokasi dan tata Memiliki lokasi Masih terdapat Memanfaatkan


kekayaan
guna lahan yang strategis untuk lahan yang tidak
sumberdaya
dijadikan berbagai terawat alam dan alahan
kosong di lokasi
wisata

Topografi Dikelilingi dua bukit Belum terdapat Pembuatan jalur


akses pendakian
dengan ketinggian akses pendakian
sehingga dapat
100 dan 125 mdpl melihat seluruh
pemandangan di
lokasi tapak

Iklim Curah hujan yang Lokasi yang minim Penanaman


vegetasi di
rendah mendukung vegetasi memiliki
beberapa lokasi
kegiatan wisata alam suhu yang panas sebagai naungan
dan memiliki
vegetasi yang
nyaman

Pengunjung Pengunjung Kurangnya fasilitas Meningkatkan


fasilitas sarana
dominan kalangan pendukung
dan prasarana
pelajar dan ekowisata dan
mahasiswa minat pengunjung
masih sedikit
Konsep Dasar dan Pengembangan Ekowisata
Konsep ekowisata di Pantai Sari Ringgung perlu dikembangkan dengan
memperhatikan kelestarian sumberdaya tapak yang mampu memberikan
pengetahuan dengan menonjolkan habitat flora dan fauna yang beraneka
ragam. Pengelolaan dan pengembangan hutan mangrove sebagai ekowisata
harus mampu mendukung kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian
sumberdaya hutan melalui pemanfaatan potensi alam.

Gambar 1. Peta Tata Ruang Ekowisata Hutan Mangrove di Pantai Sari


Ringgung

A. Perencanaan dan Perancangan


Ruang adalah wadah untuk melakukan aktivitas pada tapak yang
didasarkan ekowisata, perlindungan sumber daya alam, keberadaan objek.
Berdasarkan Gambar 2. maka ruang dikkembangkan terdiri dari ruang
oenerimaan, pelayanan, konservasi, dan wisata. Aktivitas wisata diarahkan
menjadi aktivitas kelompok yang lebih berorientasi pada jalur yang berfungsi
untuk melakukan interpretasi dengan menikmati pemandangan. Untuk
mendukung kegiatan ekowisata memerlukan beberapa sarana dan prasarana
untuk pengunjung. Fasilitas harus dirancang dan ditempatkan dengan baik.

1. Ruang Penerimaan
Ruang penerimaan sebagai akses pengunjung dari pintu gerbang PSR
sebagai ruang pertama yang didatangi. Gerbang PSR di ruang penerimaan
merupakan bangunan yang penting, papan informasi mengenai kegiatan
ekowisata hutan mangrove di PSR diperlukan untuk menarik minat
pengunjung. Loket/portal karcis sudah tersedia pada jarak 500 m setelah
gerbang dan 500 m sebelum ruang pelayanan.

2. Ruang Pelayanan
Ruang yang mengakomodasikan persiapan wisata pengunjung juga
kebutuhan masyarakat lokal yaitu mata pencaharian penduduk dan budidaya
bibit mangrove. Pengembangan ruang diarahkan terhadap penataan vegetasi
dan pembangunan fasilitas pendukung ekowisata. Ruang pelayanan wisata
merupakan ruang yang menyediakan berbagai fasilitas seperti tempat parkir,
pusat informasi, makan dan istirahat.
Area ini dipilih karena letaknya yang tidak jauh dari fasilitas ruang
pelayanan serta kondisi lahannya yang datar, tanahnya cukup stabil, dan tidak
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Selain itu, terdapat vegetasi mangrove
yang melindungi area parkir dari cahaya matahari.Pusat informasi dibangun
sebagai visitor center sekaligus pintu masuk menuju hutan mangrove.

3. Ruang Penyangga
merupakan area perlindungan terhadap flora dan habitat fauna hutan
mangrove. Ruang penyangga yang disediakan berada pada hutan mangrove
yang berada di sisi barat, utara dan selatan Bukit Lahu termasuk Bukit Lahu
sendiri. Lokasi ini dipilih karena masih ditumbuhi oleh vegetasi sebagai
tumbuhan penyangga dan habitat satwa yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai wisata pendidikan. Ruang penyangga diarahkan untuk
melakukan aktivitas wisata berupa jalan-jalan (tracking), bersantai, dan
berperahu.

4. Ruang Ekowisata
adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas utama wisata.
Ruang ini terdapat objek dan atraksi wisata, sehingga digunakan sebagai ruang
untuk melakukan aktivitas wisata interpretatif baik wisata pendidikan maupun
wisata nonpendidikan. Ekowisata hutan mangrove di PSR berada di sisi timur
Bukit Lahu sampai Pulau Lahu. Penentuan ruang ekowisata dibatasi oleh
pemilihan seluruh lahan yang tersisa pada sisi timur Bukit Lahu hingga Pulau
Lahu dengan garis pantai sebagai batas seluas 12 ha.
Lanskap pantai pada ruang ini sangat berpotensi untuk menarik minat
pengunjung. Kondisi lahan yang datar dan tanahnya yang stabil mendukung
pembangunan infrastruktur dalam menunjang kegiatan wisata pantai.
Beberapa area yang masih memiliki dipengaruhi oleh pasang surut air laut
dapat dimanfaatkan untuk reboisasi mangrove sebagai arboretum. Bukit Lahu
dan Pulau Lahu juga dapat dimanfaatkan sebagai wisata interpretatif untuk
melakukan pengamatan terhadap flora dan fauna ekosistem mangrove serta
pemandangan keindahan alam sekitarnya.

5. Jalur Sirkulasi
Jalur sirkulasi adalah jalur akses menuju ruang pelayanan wisata. Jalur
sirkulasi pada ruang penyangga merupakan jalur penghubung ruang pelayanan
dengan ruang ekowisata, jalur pada ruang ini dibagi beberapa jalur sebagai
pilihan bagi pengunjung. Jalur sirkulasi tersebut yaitu jalur laut, jalur
mangrove, dan jalur darat menggunakan jalan setapak. Jalur laut dapat dilalui
menggunakan perahu dengan menggunakan dermaga yang telah disediakan
pada ruang pelayanan dan ruang ekowisata sebagai tempat bersandar kapal.
Gambar 2. Peta Rancangan Ruang Ekowisata Hutan Mangrove di
Pantai Sari Ringgung

Jalur mangrove ditunjukkan untuk pengunjung yang ingin


melakukan interpretasi hutan mangrove dari dalam. Lahan di area hutan
mangrove merupakan lahan basah karena pasang surut air laut, dan disediakan
boardwalk sebagai pijakan jalan. Desain boardwalk menggunakan kayu dan
memiliki rute jalur dari ruang pelayanan menuju Shelter terapung yang berada
di selatan, tengah, dan utara ruang penyangga. Jalur darat dibuat untuk
pengunjung yang tidak ingin mengelilingi hutan mangrove. Jalur darat
dikembangkan setelah pengunjung melewati Shelter terapung pertama dengan
memanfaatkan jalur setapak.
Jalur interpretasi pada ruang ekowisata diarahkan mengelilingi sisi timur
Bukit Lahu hingga Pulau Lahu. Pengunjung diarahkan menggunakan jalan
setapak yang dilapisi paving blok, jalur boardwalk untuk melewati lahan
basah atau jembatan. Pulau Lahu dapat diakses menggunakan perahu atau
berjalan kaki ketika air laut surut. Puncak Bukit Lahu diakses menggunakan
jalur tangga dengan panjang 100 m dan lebar 1 m. Secara keseluruhan rencana
jalur sirkulasi pada tiap ruang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 4. Rencana Jalur Sirkulasi Ekowisata Hutan Mangrove di Pantai Sari


Ringgung

● Tata Hijau
Rehabilitasi ruang diutamakan pada penghijauan lahan basah yaitu
hutan mangrove pada sisi Utara ruang penyangga sampai ruang ekowisata.
Rehabilitasi lahan miring tidak diperlukan karena sudah ditumbuhi
tumbuhan alami yang memiliki kerapatan tajuk alami. Penataan tanaman
penyusun ruang pelayanan dan ekowisata dipilih (Cocos nucifera) dan
cemara laut (Casuarina equisetifolia) sebagai pengisi ruang. Jalur sirkulasi
pada ruang penerimaan vegetasi dipilih sebagai pembentuk ruang tepi
jalan sekunder yaitu cemara susun (Araucaria exelxa) yang memiliki
bentuk segitiga, yang ditanam dengan jarak tanam 10 m dan 3 , dari kedua
sisi jalan. Jalur sirkulasi di ruang penyangga sudah cukup ditumbuhi
vegetasi baik pada jalur boardwalk maupun jalan setapak (Gambar 4.)
Gambar 4. Rancangan ruang ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari
Ringgung

Kesimpulan :
Hutan Mangrove di Pantai Sari Ringgung memiliki banyak potensi untuk
dikembangkan menjadi tempat wisata, Pantai Sari memiliki potensi fisik antara
lain lokasi yang strategis dan dekat dari pusat kota. Perencanaan ekowisata di
Pantai Sari Ringgung ditujukan untuk menarik perhatian dan kepedulian
pengunjung terhadap hutan mangrove dengan mempertimbangkan fungsi wisata,
fungsi konservasi, fungsi pendidikan, dan fungsi ekonomi.
Artikel 10 (Cahyaning Surya Dewi) : Panggabean, Y. B. S., C. W. B. Yanti, dan
T., Dariati. 2023. Perencanaan lanskap Pulau Kayangan sebagai objek wisata di
Kota Makassar. J. Lanskap dan Lingkungan, 1(1), 11-18.

Pendahuluan
Pulau Kayangan merupakan salah satu pulau dari banyaknya pulau-pulau
kecil di Kota Makassar. Pulau Kayangan pernah menjadi tempat wisata populer
Kota Makassar sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an. Akan tetapi, memasuki
tahun 2000-an pulau ini sudah kurang populer. Bahkan pada akhirnya pulau ini
jarang dikunjungi wisatawan. Pulau Kayangan dapat diakses dengan mudah
menggunakan motor boat sekitar 15-20 menit dari Makassar.
Metodologi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perencanaan
lanskap, yang meliputi :
1. Persiapan Awal, Merumuskan batasan masalah
2. Inventarisasi, Pengumpulan data primer dan data sekunder
3. Analisis, Analisis data primer dan data sekunder
4. Sintesis, Pengembangan potensi pengelolaan dan alternatif solusi
hambatan/permasalahan
5. Perencanaan

Hasil dan Pembahasan

1. Konsep Dasar
Perencanaan ini dengan mempertimbangkan kondisi dan pendapat
pengunjung sehingga dapat tercipta sebuah kawasan wisata pulau yang
berkelanjutan yaitu kawasan wisata pantai yang tidak mencemari/merusak
lingkungan, serta menguntungkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh
masyarakat.
2. Konsep Pengembangan
Konsep pengembangan Pulau Kayangan meliputi konsep tata ruang, konsep
tata hijau, konsep sirkulasi, serta konsep fasilitas dan utilitas
3. Konsep Tata Ruang
Konsep ruang yang direncanakan disesuaikan dengan kondisi tapak.
Pembagian ruang pada tapak dibagi menjadi ruang wisata aktif, ruang wisata
pasif, dan ruang pengelola
4. Konsep Tata Hijau

Vegetasi menjadi konsep utama pada aspek ini dimana konsep tata hijau
yang direncanakan disesuaikan dengan tujuan perencanaan yang mengambil 30%
dari keseluruhan area Pulau Kayangan, dan untuk pemilihan dan peletakannya
disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai penyambut, peneduh, fungsi
estetika, pembatas, dan pengarah. Pada fungsi penyambut menggunakan vegetasi
yang menjuntai dan memberikan kesan sambutan kepada pengunjung. Fungsi
peneduh menggunakan vegetasi yang dapat mengendalikan suhu untuk
kenyamanan pengunjung. Fungsi estetika menggunakan vegetasi yang memiliki
keindahan pada bentuk tajuk, batang, daun maupun bunga. Fungsi pembatas
menggunakan vegetasi yang memiliki massa daun padat, sehingga dapat
memberikan kesan sebagai pembatas antar ruang. Fungsi pengarah menggunakan
vegetasi yang memberi kesan sebagai pengarah tempat maupun fasilitas apa saja
yang tersedia di Pulau Kayangan.
5. Konsep Sirkulasi
Sirkulasi adalah jalur untuk pergerakan keluar masuk yang berulang dalam
suatu area. Sehingga konsep sirkulasi yang direncanakan pada Pulau Kayangan
ini berupa sirkulasi untuk manusia yang menghubungkan satu area dengan area
lainnya
6. Konsep Fasilitas dan Utilitas
Konsep fasilitas dan utilitas yang direncanakan adalah fasilitas yang aman
dan nyaman, sederhana dengan bertemakan alami dan mendidik pengunjung
untuk menjaga kelestarian alam sehingga meminimalkan dampak negatif terhadap
ekosistem pulau
7. Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap Pulau Kayangan terdiri atas rencana ruang, rencana
sirkulasi, rencana vegetasi, rencana fasilitas dan utilitas serta perencanaan rekreasi
di Pulau Kayangan.
8. Rencana Tata Ruang
Rencana ruang terdiri atas ruang wisata aktif, ruang wisata pasif, dan ruang
pengelola. Ruang wisata aktif terdiri dari aktivitas outdoor maupun indoor, ruang
wisata pasif direncanakan meliputi ruang untuk aktivitas memancing dan
termasuk fasilitas penginapan dan restoran, dan ruang pengelola yang mencakup
area kantor pengelola yang merupakan tempat kerja pegawai di Pulau Kayangan
dimana dalam ruang inilah interaksi antara pengunjung dan pegawai Pulau
Kayangan apabila memerlukan informasi, menyewa ataupun membeli kebutuhan
selama berada di Pulau Kayangan.
9. Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi dalam tapak menggunakan pola sirkulasi dua arah yang
berfungsi sebagai penghubung antar ruang dan di dalam ruang itu sendiri. Pola
sirkulasi disesuaikan dengan fasilitas di Pulau Kayangan supaya terhubung satu
dengan yang lainnya
10. Rencana Vegetasi
Fungsi penyambut dialokasikan di bagian dermaga kedatangan dengan jenis
tanaman yang digunakan yaitu bunga anggrek (Orchidaceae). Fungsi estetika
dialokasikan di taman dengan jenis tanaman bunga kembang sepatu (Hibiscus
rosasinensis L.), bunga alamanda (Alamanda cathartica), dan bunga lili paris
(Chlorophytum comosum). Fungsi pembatas dialokasikan di bagian pinggir Pulau
Kayangan dengan jenis tanaman yang digunakan yaitu bunga kamboja
(Plumeria). Fungsi pengarah dialokasikan di bagian terdekat dengan fasilitas
Pulau Kayangan, tanaman yang digunakan yaitu bunga aglaonema (Aglaonema
commutatum). Fungsi peneduh dialokasikan di bagian tempat istirahat, tanaman
yang digunakan yaitu pohon palem raja (Roystonea regia)
11. Rencana Fasilitas dan Utilitas
Fasilitas yang disediakan yaitu aquascape, kolam renang, kamar ganti pria
dan Wanita, tempat bermain, tenda payung, pos penjaga pantai, tempat
pengelolaan limbah pulau, dermaga pemancingan, cottage, restoran, musala, dan
klinik kesehatan. Secara keseluruhan rencana pengembangan Pulau Kayangan.

Kesimpulan
Konsep pengembangan Pulau Kayangan meliputi konsep tata ruang yang
terbagi menjadi ruang wisata aktif, ruang wisata pasif, dan ruang pengelola.
Konsep tata hijau dijadikan sebagai elemen atau unsur taman yang utama. Konsep
tata hijau disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai fungsi penyambut,
fungsi peneduh, fungsi estetika, fungsi pembatas, dan fungsi pengarah. Konsep
sirkulasi Pulau Kayangan berupa sirkulasi untuk manusia yang menghubungkan
satu area dengan area lainnya. Konsep fasilitas dan utilitas meliputi penambahan
jenis dan jumlah fasilitas yang berupa hard material seperti taman bermain,
aquascape, klinik kesehatan yang mendukung dengan soft material yang ada di
Pulau Kayangan.

Anda mungkin juga menyukai