PERENCANAAN LANSKAP
Disusun oleh :
Kelompok IIb
PENDAHULUAN
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: apa saja potensi serta
permasalahan yang menjadi pembatas dalam pengembangan kawasan Desa
Pertima menjadi desa wisata, serta bagaimana perencanaan lansekap Desa Pertima
yang mendukung sebagai desa wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui potensi dan permasalahan yang terdapaat di Desa Pertima dalam
mengembangkan desa ini sebagai desa wisata dan membuat perencanaan lansekap
Desa Pertima sebagai desa wisata.
BAB II
2.1 Materi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: survey kit, perekam
suara, kamera, dan komputer. Perangkat lunak yang digunakan antara lain
AutoCAD 2016, SketchUP 2016, dan Photoshop X5. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini berupa peta Desa Pertima dan data statistik Desa Pertima.
2.2 Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Teknik
yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini melalui observasi,
wawancara, kuesioner, dan studi pustaka. Tahapan dalam penelitian ini
menggunakan model pendekatan sistematis untuk perencanaan yang dikemukakan
oleh Gold (1980) melalui: persiapan tapak, inventarisasi, analisis, sintesis dan
perencanaan yang menghasilkan site plan.
BAB III
Konsep dasar yang digunakan dalam perencanaan ini adalah konsep “Desa
Wisata Berkelanjutan”. Konsep dasar perencanaan ini dilakukan dengan
pendekatan sumber daya, dengan menentukan tipe-tipe alternatif aktivitas rekreasi
dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi serta situasi sumber daya, sehingga
menciptakan kawasan desa wisata berkelanjutan, yang bisa menjamin
keberlangsungan atau keberadaan sumber daya alam dan kehidupan sosial-budaya
serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat hingga generasi
yang akan datang. Arti berkelanjutan adalah kawasan desa wisata yang tidak
mencemari atau merusak lingkungan, menguntungkan secara ekonomi, dan dapat
diterima oleh masyarakat (Subadra, 2016). Perencanaan Lansekap Desa Pertima
sebagai Desa Wisata Berkelanjutan dikembangkan menjadi rencana tata ruang,
rencana tata hijau dan rencana sirkulasi.
Pembagian ruang pada tapak di bagi dalam tiga zona yaitu zona
lingkungan, zona sosial budaya, dan zona ekonomi seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 2. Batasan setiap zona dalam perencanaan desa wisata berkelanjutan di
Desa Pertima yaitu: zona lingkungan seluas 272,42 ha (31,23%), zona sosial
budaya seluas 117,77 ha (12,92%) dan zona ekonomi seluas 487,35 ha (55,85%).
Gambar 2. Konsep Tata Ruang (Hasil Pengolahan, 2017)
Gambar 3. Konsep Tata Hijau (A) dan Sirkulasi (B) (Sumber Hasil Pengolahan,
2017)
3.5 Perencanaan Lansekap
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Pendahuluan
Pendahuluan
Sungai merupakan alur atau wadah air alami atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan
dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 38 Tahun 2011). Sungai mempunyai peranan yang sangat penting
bagi kehidupan masyarakat contohnya seperti untuk irigasi pertanian, bahan baku
air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan, bahkan sebenarnya potensial
untuk dijadikan objek wisata sungai atau tempat rekreasi (Ahira, 2011) .Tukad
Yeh Empas merupakan sungai yang terletak di Kabupaten Tabanan yang di bagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir. Bagian
Tukad Yeh Empas yang dikaji dalam perencanaan ini yaitu di bagian hilir.
Keberadaan dari kawasan Tukad Yeh Empas ini memiliki fungsi penting seperti
sebagai koridor ruang terbuka hijau dan habitat flora atau fauna, serta fungsi
menampung dari kegiatan sosial budaya masyarakat sekitar. Selain memiliki
fungsi dan potensi yang baik, di kawasan ini ditemukan permasalahan seperti
pembuangan limbah padat maupun cair, pengikisan pinggiran sungai, alih fungsi
lahan yang perlu diatasi di area sungai ini agar bisa dimanfaatkan dengan baik
sebagai kawasan rekreasi oleh masyarakat sekitar. Dilihat dari potensi dan
permasalahan yang terdapat di kawasan Tukad Yeh Empas bagian hilir ini, maka
diperlukan penataan kawasan sungai yang bertujuan untuk menampung aktivitas
masyarakat sekitar dengan menyediakan beberapa fasilitas tertentu sehingga
masyarakat merasa nyaman dan aman ketika melakukan aktivitas di kawasan
sungai ini dan menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat terhadap pentingnya
menjaga fungsi ekologis yang dimiliki oleh kawasan Tukad Yeh Empas
Materi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, laptop, alat tulis, kamera,
environment meter dan dibantu dengan perangkat lunak penunjang seperti
Microsoft Word, Microsoft Excel, ArcGIS, Google Earth, Autocad 2018,
Sketchup 2017, Adobe Photoshop CS6
Metodologi
Tahapan pada penelitian ini meliputi tahap persiapan, inventarisasi data,
analisis dan sintesis data, serta penyusunan konsep (tata ruang, tata sirkulasi, dan
tata hijau), dan perencanaan lanskap. Metode pengumpulan data primer dan
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Data yang
dikumpulkan yaitu data biofisik (letak, luas tapak, batas tapak, Iklim, vegetasi,
topografi, tanah, hidrologi serta aksesibilitas) dan data sosial budaya (pencemaran
oleh masyarakat, peraturan yang mengatur sempadan sungai, kehidupan sosial,
keragaman aktivitas dan persepsi masyarakat).
Analisis data biofisik dan sosial budaya religi yang dilakukan pada penelitian
ini dengan menggunakan metode analisis deskriptif potensi, kendala,
kenyamanan, dan ancaman. Analisis kuantitatif dilakukan pada data suhu dan
kelembaban untuk mengetahui kondisi Thermal Humadity Index (THI) atau
indeks kenyamanan termal. Data suhu dan kelembaban yang telah diukur pada
kawasan Tukad Yeh Empas akan digunakan untuk menghitung Thermal Humidity
Index (THI), dengan rumusan menurut Wati dan Fatkhuroyan (2017), sebagai
berikut:
THI = 0,8 x Ta + (RH x Ta)/500
Keterangan :
Ta : Suhu atau temperatur udara (°C)
RH : Kelembaban udara (%)
Keterangan :
Ta : Suhu atau temperatur udara (°C)
RH : Kelembaban udara (%)
Indeks kenyamanan suatu kawasan dikategorikan sebagai berikut:
a. < 29 : Nyaman
b. 29 – 30,5 : Tidak Nyaman
c. > 30,5 : Sangat Tidak Nyaman
Pendahuluan
Wilayah pesisir selalu menjadi lokasi yang diinginkan untuk menjadi
wilayah permukiman. Daya tarik wilayah pesisir mengakibatkan masyarakat
pesisir terus berkembang dalam beberapa waktu terakhir sehingga memunculkan
permukiman baru, fasilitas pelabuhan, dan pengembangan wisata. Akan tetapi,
wilayah pesisir menjadi wilayah yang rentan terhadap ancaman bencana,
khususnya bahaya geologi gempa bumi yang disertai tsunami. Akibatnya, lebih
banyak masyarakat dan fasilitas pendukung yang terancam oleh gelombang
tsunami.
Risiko tsunami pada wilayah pesisir dapat dikurangi secara efektif dengan
menghindari atau meminimalkan keterpaparan terhadap masyarakat dan fasilitas
melalui upaya mitigasi bencana tsunami. Salah satu wilayah pesisir di Indonesia
yang memiliki tingkat risiko tsunami yang tinggi adalah Kota Palu, Provinsi
Sulawesi Tengah. Kota Palu sampai saat ini masih jadi perhatian akibat bencana
gempa bumi dengan Magnitudo 7,4 yang disertai tsunami pada tanggal 28
September 2018 dengan pusat gempa berada sekitar 70 km utara Kota Palu. Kota
Palu menjadi wilayah Patahan Palu Koro dengan slip-rate jangka panjang sebesar
40 mm50mm per tahun serta pertemuan dengan Patahan Matano yang
menyebabkan pergerakan aktif utama di wilayah Sulawesi Tengah (Bellier et al.
2001). Gelombang tsunami yang terjadi setelah gempa bumi dengan Magnitudo
7,4 menyebabkan kerusakan parah pada pantai padat penduduk di Kota Palu.
Diantara beberapa gelombang tsunami, dua bentuk gelombang awal kemungkinan
besar dihasilkan oleh tanah longsor di pantai Barat Daya Teluk Palu, sekitar 5 km
dari salah satu pusat perbelanjaan. Kejadian tersebut menunjukan bahwa
gelombang tsunami yang menghantam garis pantai terdekat terjadi beberapa menit
setelah gempa bumi (Takagi et al. 2019). Tsunami yang dihasilkan oleh tanah
longsor sering terjadi di teluk yang sempit dan menghasilkan amplitudo
gelombang yang signifikan serta dapat diperkuat dengan memfokuskan energi dan
resonansi (Harbitz et al. 2006). Risiko tsunami dapat di mitigasi secara efektif
dengan menghindari atau meminimalkan paparan terhadap masyarakat dan
properti melalui perencanaan penggunaan lahan. Pembangunan harus di cegah
pada daerah-daerah dengan risiko tinggi jika memungkinkan. Jika pembangunan
tidak dapat dicegah, maka intensitas penggunaan lahan, nilai bangunan, dan
hunian harus dijaga agar tetap minimum. Jika strategi ini tidak tersedia dan
pengembangan tetap terjadi di daerah inundasi tsunami yang mungkin terjadi,
maka desainer dan perencana harus mencari upaya mitigasi melalui teknik site
planning dan teknik building construction (NTHMP 2001). Mitigasi tsunami
dengan pendekatan fisik di wilayah pesisir dapat dilakukan dengan penanaman
vegetasi yang sesuai sebagai green barrier. Harada dan Imamura (2003)
menyatakan bahwa hutan pantai sangat efektif dalam meredam energi gelombang
tsunami. Daerah pantai yang mempunyai vegetasi pesisir yang rapat dan tebal
akan mempunyai risiko kerusakan lebih kecil. Kawasan lindung dan kawasan
konservasi secara tidak langsung berperan dalam upaya mitigasi bencana.
Ketersedian ruang terbuka hijau (RTH) di daerah pesisir merupakan salah satu
contoh upaya mitigasi yang berkelanjutan dengan tetap mempertahankan fungsi
ekologis, fungsi biologis, dan keanekaragaman hayati. Pemanfaatan RTH sebagai
pengembangan lanskap mitigasi pada kawasan rawan bencana dapat berupa
ekosistem mangrove dan taman kota. Bengen dan Dutton (2004) menyatakan
bahwa ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem terpenting dalam
sistem ekologi di daerah pantai Indonesia. Keberadaan ruang terbuka juga sangat
dibutuhkan oleh manusia mulai dari interaksi sosial dan budaya, estetika kota
sampai upaya mitigasi bencana (Zulfiyanita et al., 2011). Oleh karena itu,
penelitian ini diperlukan untuk merencanakan suatu lanskap mitigasi tsunami
yang sesuai dengan pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai green
barrier.Tujuan dari penelitian ini terdiri atas (1) menganalisis karakteristik lanskap
pesisir di Kota Palu dan (2) merencanakan lanskap mitigasi tsunami berbasis
ekosistem mangrove di Kota Palu.
Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu enam bulan dimulai bulan
September 2019 hingga Februari 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode analisis METLAND (The Metropolitan Landscape Planning
Model Study) (Fabos 1976). Pendekatan lanskap ini untuk menganalisis sumber
daya kritis dan bahaya dalam menentukan daerah pengembangan yang dapat
direncanakan serta didukung analisis spasial dan analisis deskriptif. Tahapan
penelitian terdiri atas tahap persiapan dan survei, tahap analisis data, tahap sintesis
data, dan tahap perencanaan lanskap.
• Tahap Persiapan: Tahap untuk mengumpulkan data dan menemukan
informasi yang mendukung dalam penelitian. Data yang dibutuhkan adalah
karakteristik lanskap pesisir di Kota Palu yang terdiri atas land use dan land cover,
morfologi teluk, elevasi, kemiringan lahan, jarak dari pantai, jarak dari sungai, run
up tsunami, dan data jenis vegetasi.
• Tahap Analisis: Tahap dengan metode analisis spasial dan metode
deskriptif. Metode analisis spasial dilakukan dengan mengidentifikasi
karakteristik lanskap pesisir di Kota Palu. Analisis deskriptif dilakukan pada
seluruh aspek karakteristik lanskap untuk menentukan potensi dan kendala serta
dilakukan pengembangan dengan jenis vegetasi pada ekosistem mangrove.
• Tahap Sintesis: Tahap untuk menentukan zonasi perencanaan lanskap
mitigasi tsunami berbasis ekosistem mangrove. Penentuan zonasi ini mengacu
pada peta komposit risiko bahaya tsunami yang didapatkan dari hasil overlay.
• Tahap Perencanaan Lanskap: Tahap pengembangan sintesis menjadi
suatu rencana lanskap mitigasi tsunami berbasis ekosistem. Rencana lanskap
mitigasi tsunami ini akan membentuk rencana pola ruang dan rencana vegetasi.
Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi dalam penelitian ini mengacu pada keragaman vegetasi di
Kota Palu sebagai unsur vegetasi. Berbasis ekosistem mangrove dengan
mengkolaborasikan beragaman jenis mangrove dan native plant sebagai ruang
terbuka hijau dan green barrier. Kecerahan, temperatur, salinitas, sedimentasi, dan
sirkulasi juga menghasilkan distribusi dan pertumbuhan vegetasi mangrove.
Native plant sendiri memiliki ketahanan lingkungan yang lebih baik dalam
kondisi tanah, substrat, jarak tanam, dan salinitas yang beragam. Jenis vegetasi
mangrove hasil survei lapangan di Kelompok Tani Hutan (KTH) Gonenggati Jaya,
Banawa, Kecamatan Donggala, Sulawesi Tengah.
Berdasarkan analisis land use dan land cover, diperoleh nilai 15,72%
dengan risiko sangat tinggi; 8,13%, risiko tinggi; 5,75%, isiko sedang; 23,14%
risiko rendah; dan 47,26% risiko sangat rendah (Tabel 2). Hasil analisis land use
dan land cover menunjukkan bahwa di Kota Palu, terutama Kecamatan Palu
Barat, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Utara, dan Kecamatan Tawaeli
tergolong kelas risiko sangat tinggi dan tinggi.
Kemiringan Lahan
Sintesis
Hasil analisis digunakan untuk sintesis dalam membentuk komposit yang
sesuai dengan perencanaan lanskap mitigasi tsunami dengan proses overlay
(Gambar 7). Proses overlay menggunakan lima analisis, yaitu analisis land use
dan land cover, analisis elevasi, analisis kemiringan lahan, analisis jarak dari
sungai, dan analisis jarak dari pantai.
Hasil overlay disajikan dalam peta komposit yang digunakan untuk
membentuk zonasi perencanaan dan menjadi suatu perencanaan lanskap mitigasi
tsunami berbasis ekosistem mangrove (Gambar 8). Konsep dasar dari perencanaan
lanskap mitigasi tsunami adalah mengurangi atau menghilangkan risiko bencana
pada wilayah pesisir Kota Palu berbasis ekosistem mangrove.
Pendahuluan
Lanskap Kaliurang merupakan bentang alam yang dapat dinikmati oleh
indra manusia. Kaliurang terdiri dari unsur alami dan unsur buatan yang tidak
lepas dari manusia sebagai pengunjung untuk menikmati lanskap tersebut.
Kaliurang merupakan destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan setelah
Pantai Parangtritis dan Candi Prambanan. Sumber daya alam belum dimanfaatkan
secara optimal, untuk meningkatkan sumber daya alam yang ada maka perlu
dilakukan perencanaan lanskap sehingga terbentuk kawasan wisata dengan daya
tarik tinggi dan terpadu.
Metodologi
Penelitian dilaksanakan di Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan
Pakem Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta pada bulan November sampai
Agustus 2016. Peralatan yang digunakan seperti notebook, kamera digital,
scanner, GPS, perangkat lunak; Microsoft Office, AutoCAD, Corel Graphic Suite,
ArcGIS, Google Earth. Selain itu digunakan pula bahan pendukung seperti
literatur, laporan terdahulu, peta-peta tematik. Metode yang dilakukan meliputi
inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan lanskap.
Kaliurang terletak pada variasi ketinggian antara 500 hingga 1000 m dpl,
dengan variasi kemiringan lereng antara 0-2%, 2-7%, 7-15%, 15-30%, 30-70%
hingga 70- 140%. Klasifikasi iklim Kaliurang menurut Schmidt & Ferguson
termasuk tipe C yaitu daerah agak basah dengan rata-rata curah hujan 181,5
mm/tahun. Jenis tanah didominasi regosol dengan formasi batuan induk berasal
dari endapan vulkanik merupakan hasil sedimentasi material Gunung Merapi yang
peka terhadap erosi dan mudah longsor. Kawasan Taman Nasional Gunung
Merapi memiliki potensi lebih dari 1.000 jenis tumbuhan, termasuk didalamnya
75 jenis anggrek langka. Selain vegetasi TNGM juga memiliki jenis burung
dengan jumlah 147 jenis termasuk didalamnya 90 jenis yang menetap pada
kawasan. Jenis penutup lahan terdiri dari dari pemukiman, kebun, ladang, sawah,
dan semak alang-alang.
● Analisis
Analisis Aspek Biofisik
Ketinggian 500-1000 m dpl membuat kawasan memiliki suhu udara yang sejuk.
Kemiringan lereng yang bervariasi membuat kawasan tidak monoton karena dapat
menikmati pemandangan dari berbagai sudut pandang. Keadaan iklim pada
kawasan Kaliurang merupakan potensi yang sangat baik untuk pengembangan
wisata berbasis alam pegunungan. Suhu dingin dan kelembaban udara pada
kawasan tersebut berpengaruh pada kenyamanan wisatawan sehingga dapat
memperpanjang waktu tinggal wisatawan.
Analisis Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata
Hasil penilaian menunjukkan bahwa dusun Kaliurang Timur dan Kaliurang Barat
masuk klasifikasi S1 (sangat sesuai), hal ini disebabkan obyek dan atraksi wisata
yang menjadi materi penilaian banyak terdapat pada dusun-dusun tersebut serta
ada dukungan dari masyarakatnya.
Analisis Kualitas Visual
Hasil evaluasi menunjukkan 63% responden menyatakan Kaliurang memiliki
kualitas visual tinggi, 24% sedang dan 13% rendah. Lanskap dengan elemen
alami seperti pegunungan, perbukitan, pepohonan atau keragaman vegetasi
memiliki nilai estetik yang tinggi.
● Sintesis
Konsep Ruang
Pemanfaatan ruang pada kawasan dibagi menjadi dua bagian yaitu ruang wisata
dan ruang penunjang wisata. Di dalam ruang wisata terdiri dari sub ruang yang
mengakomodir jenis obyek dan atraksi wisata yang direncanakan, sedangkan pada
ruang penunjang wisata terdiri dari sub ruang yang mengakomodir semua
kebutuhan kawasan yang bersifat sekunder.
Konsep Sirkulasi
Sistem sirkulasi pada rencana kawasan dibuat menjadi tiga jalur, yaitu jalur
primer, sekunder dan tersier.
Konsep Tata Hijau
Vegetasi yang sudah ada pada kawasan sebisa mungkin dipertahankan
keberadaannya sehingga kondisi biodiversitas kawasan tetap terjaga. Pemberian
vegetasi baru pada lokasi-lokasi yang terdampak pengembangan kawasan akan
menggunakan vegetasi jenis setempat sehingga dapat mempercepat proses
terbentuknya ekosistem baru.
Konsep Fasilitas
Konsep fasilitas adalah konsep perencanaan fasilitas untuk mendukung
kegiatan-kegiatan yang ada pada ruang wisata dan ruang penunjang wisata.
Fasilitas yang direncanakan sesuai dengan fungsi dan penempatannya, dapat
berbentuk bangunan, jalan, dan ruang terbuka. Bangunan berupa homestay, kios
souvenir, restoran, gedung reservasi, gazebo, pendopo, dan lain-lain. Jalan berupa
jalan raya, jalan setapak, jalur alami, jalur khusus dan lain-lain. Sedangkan ruang
terbuka berupa area parkir, area outbond, dan lainnya.
● Perencanaan Lanskap
Rencana Ruang
Ruang wisata memiliki 9 tema kegiatan seperti wisata alam, wisata kuliner, wisata
budaya, wisata konvensi, agrowisata, wisata edukasi, wisata konservasi, wisata
minat khusus dan kegiatan yang bersifat rekreatif.
Rencana Sirkulasi
Rencana terdapat 3 jalur sirkulasi yaitu primer jalur primer yang merupakan
pengorganisasian jalur eksisting dan melewati obyek-obyek wisata eksisting
dengan total panjang 6,09 km dan memiliki lebar rencana jalan 15 m, jalur
sekunder dengan lebar rencana jalan 10 m dan jalur tersier yang terdapat dalam
zona dengan lebar jalan direncanakan bervariasi antara 3 m hingga 5 m.
Rencana Tata Hijau
Kesimpulan
Kaliurang memiliki kondisi biofisik yang berpotensi besar sebagai kawasan
wisata terpadu. Kaliurang memiliki pemandangan berkualitas tinggi dengan area
238,97 ha. Perencanaan lanskap dibuat untuk menjadikan Kaliurang sebagai
kawasan wisata terpadu di Yogyakarta dengan membagi kawasan menjadi ruang
wisata dan ruang penunjang wisata masing-masing seluas 207,65 ha dan 31,31 ha.
Ruang wisata memiliki 9 tema kegiatan yaitu wisata alam, kuliner, budaya,
agrowisata, edukasi, konvensi, konservasi, minat khusus dan rekreasi, 21 sub
ruang untuk mengakomodir tema-tema tersebut. Fasilitas yang tersedia berupa
bangunan, jalan raya, dan area parkir yang terdapat hampir diseluruh sub ruang.
Kesimpulan
Pendahuluan :
Metodologi :
Metode
Keterangan:
Keterangan:
Keterangan:
Pdtw = Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata
Ppkw = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat
Ppmp = Peran aktif masyarakat dalam pariswisata
Pkkw = Keuntungan kegiatan wisata
Pkw = Keberadaan wisatawan
- Analisis Preferensi Peluang Ekonomi Masyarakat merupakan
keikutsertaan dalam mengembangkan kegiatan usaha dagang
dan jasa terkait usaha wisata, penyelenggaraan wisata, dan
penyediaan kebutuhan. Penilaian akan diklasifikasikan menjadi
sangat ingin, ingin, kurang ingin, tidak ingin. Hasil penilaian
pereferensi selanjutnya akan diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, yaitu tinggi (S1) dengan skor ≥ 78, sedang (S2)
dengan skor 39-77, rendah (S3) dengan skor (≤ 38).
4. Sintesis yang hasil dari tahap ini yaitu berupa zonasi tapak
berdasarkan kesesuaian untuk kawasan wisata. Pembagian ruang
ini berbentuk rencana blok/ block plan.
5. Perencanaan yang pada tahap ini menghasilkan rencana lanskap
kawasan wisata dengan mempertimbangkan konsep yang telah ditetapkan.
Konsep rencana yang dikembangkan yaitu rencana ruang, rencana
sirkulasi, rencana aktifitas dan fasilitas, serta rencana vegetasi.
Konsep-konsep yang dihasilkan menjadi dasar acuan dalam
perencanaan kawasan sehingga dapat menjadikan kawasan wisata
Danau Bandar Khayangan menjadi kawasan yang berbasis pada
wisata berkelanjutan.
Kesesuaian Wisata
Kenyamanan Kawasan
Hasil analisis kenyamanan kawasan menunjukan hasil nilai rata-rata suhu
udara (Ta) untuk kawasan wisata Danau Bandar Khayangan sebesar 27oC dan
nilai rata-rata kelembaban relatif (RH) untuk kawasan wisata Danau Bandar
Khayangan sebesar 81% dengan menggunakan data suhu harian dan kelembaban
harian selama 1 tahun yaitu tahun 2016 (BMKG). Dari hasil Ta dan RH tersebut,
maka diperoleh nilai Indeks kenyamanan atau THI pada kawasan wisata
Danau Bandar Kayangan sebesar 26 yang dapat diartikanbahwa pada kawasan
wisata ini termasuk kedalam kategori nyaman untuk melakukan aktifitas wisata.
Sintesis
Berdasarkan proses dan hasil dari setiap analisis yang telah dilakukan maka
kawasan Danau Bandar Khayangan dibagi menjadi tiga zonasi ruang/block
plan diantaranya zona intensif, zona semi-intensif dan zona non-intensif. Zona
intensif merupakan zona atau kawasan yang sesuai untuk kegiatan wisata, didalam
nya dapat dilakukan aktifitas wiisata aktif maupun pasif. Zona semi-intensif juga
dapat dilakukan kegiatan wisata namun bersifat pasif, sedangkan zona
non-intensif merupakan zona yang tidak dapat dilakukan kegiatan wisata.
Konsep Perencanaan
· Konsep Vegetasi
Perencanaan Lanskap
· Rencana Ruang
Kawasan Wisata Danau Bandar Khayangan dibagi menajdi empat
ruang, diantaranya yaitu : (1) welcome area yang penetapan ruang ini
berdasarkan pada letaknya yang strategis dan aksesibilitas nya yang
bersentuhan langsung dengan jalan besar, (2) service area untuk
pengenalan sebelum memasuki ruang inti agar mendapatkan informasi,
(3) ruang wisata utama yaitu ruang pusat yang didalamnya terdapat objek
dan atraksi wisata utama yaitu Danau Bandar Khayangan yang dapat
dilakukan banyak kegiatan, dan (4) ruang penunjang wisata untuk
menunjang kegiatan dengan objek dan atraksi yang dapat mendukung
tema dan tujuan dari ruang wisata utama.
· Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi pada kawasan Danau Bandar Khayangan terbagi
menjadi tiga, yaitu: sirkulasi primer (jalur utama yang menghubungkan
antar ruang dan dapat diakses oleh kendaraan dan pejalan kaki), sirkulasi
sekunder (jalur yang menghubungkan antar objek dan atraksi yang terdapat
di dalam kawasan dan dapat diakses oleh kendaraan dan pejalan kaki), dan
sirkulasi tersier (jalur yang menghubungkan antar fasilitas-fasilitas yang
terdapat pada objek dan atraksi wisata yang hanya bisa dilewati oleh pejalan
kaki).
· Rencana vegetasi
Rencana vegetasi kawasan Danau Bandar Khayangan dibagi menjadi
5, diantaranya: rencana vegetasi untuk ameliorasi iklim (yang direncanakan
untuk memperbaiki kualitas iklim dan menahan panas pada kawasan),
rencana vegetasi untuk arsitektural (yang direncanakan untuk menciptakan
karakter dan memberikan penegasan pada suatu ruang), rencana vegetasi
untuk keindahan (direncanakan untuk membingkai view dan menambah
nilai kualitas visual pada ruang), rencana vegetasi eksisting (bentuk asli
pada tapak) serta serta vegetasi untuk rekayasa lingkungan (berfungsi untuk
mengontrol erosi dan mengontrol sistem hidrologi pada kawasan sekitar
danau).
Rencana Lanskap
Produk akhir dari perencanaan lanskap ini adalah rencana lanskap kawasan
wisata Danau Bandar Khayangan. Rencana ini menunjukkan penggunaan ruang
dalam kawasan dan penataan semua elemen lanskap yang didasari pada analisis
kesesuaian untuk kegiatan wisata dengan mempertimbangkan aspek dari segi
visual, kenyamanan objek dan atraksi wisata, akseptibilitas dan preferensi
masyarakat, serta daya dukung kawasan agar keberlanjutan kawasan dapat terjaga.
Kesimpulan :
Pendahuluan
Pariwisata merupakan penyumbang devisa keempat terbesar, sehingga
pengembangannya memiliki prospek yang tinggi secara ekonomi. Kegiatan
pariwisata akan menimbulkan dampak positif dan negatif pada lingkungan,
ekonomi, dan sosial masyarakat. Harapannya kegiatan ini akan meningkatkan
pendapatan sebagai dampak positif. Cisarua adalah daerah dengan suhu udara
yang nyaman, pemandangan baik, dan waktu tempuh yang tidak terlalu lama
sehingga memiliki tingkat kunjungan wisata tertinggi. Perencanaan yang baik
pada daerah ini perlu dilakukan dengan menerapkan konsep berkelanjutan
meliputi tiga komponen penting yaitu wisatawan, masyarakat lokal, dan
sumberdaya kawasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan
menganalisis kondisi ekologi kawasan, menganalisis kualitas visual kawasan dan
menyusun rencana lanskap pengembangan kawasan wisata di Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor sebagai kawasan wisata yang berkelanjutan.
Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Desember 2014.
Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis yaitu skoring dan
pembobotan, Global Positioning System (GPS), dan metode SBE (Scenic Beauty
Estimation). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
perencanaan lanskap, yang meliputi :
- Tahap Persiapan: Tahap untuk mengumpulkan data dan klasifikasi data.
alat dan bahan yang digunakan adalah kamera digital, alat tulis, alat
perekam suara dan Global Positioning System (GPS). Data yang
dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder
- Tahap Analisis: Tahap dengan metode analisis aspek ekologis dilakukan
pada dua parameter, yaitu kepekaan lanskap dan penutupan lahan dengan
metode skoring dan pembobotan dan juga penggunaan GIS untuk
menghasilkan zona ekologis kawasan dalam bentuk spasial. Analisis
kualitas visual kawasan dilakukan dengan penilaian kualitas estetik
menggunakan metode SBE yang dilakukan oleh responden secara
purposive dari mahasiswa arsitektur lanskap IPB. Analisis akseptibilitas
masyarakat lokal ditunjukan dengan tingkat kesediaan masyarakat dalam
menerima pengembangan lokasi penelitian sebagai kawasan wisata
dengan responden
- Tahap Sintesis: Tahap untuk pengembangan potensi pengelolaan dan
alternatif solusi hambatan/permasalahan
- Tahap Perencanaan Lanskap: Tahap pengembangan sintesis menjadi suatu
rencana lanskap berkelanjutan
Perencanaan Lanskap
Konsep utama perencanaan adalah untuk menciptakan lanskap yang
berkelanjutan dengan mengembangkan wisata pada ekologi kawasan guna untuk
melindungi SDA dan kualitas lingkungan, kualitas visual lanskap, dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Berdasarkan hasil analisis dan
sintesis maka perencanaan lanskap kawasan wisata berkelanjutan di Kecamatan
Cisarua dikembangkan menjadi tiga zona utama, yaitu zona pengembangan wisata
kurang potensial yang sangat rentan dan masih sangat alami, zona pengembangan
wisata cukup potensial yang memiliki nilai ekologis yang sedang, dan zona
pengembangan wisata sangat potensial dengan nilai ekologis yang rendah dan
zona yang memenuhi persyaratan sebagai kawasan wisata. Pada
pengembangannya, walaupun zona ini memiliki kerentanan yang rendah namun
harus tetap memperhatikan pembangunannya supaya tidak menimbulkan dampak
negatif.
Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daerah pegunungan di lokasi
Cisarua didominasi oleh zona dengan nilai ekologis tinggi sehingga
pengembangannya harus dilakukan secara hati-hati. Kualitas visual lanskap
tertinggi yaitu pada lanskap alami dan masyarakat sangat mendukung kegiatan di
wisata ini untuk dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Perencanaan
lanskap berkelanjutan dikawasan Cisarua yang dikembangkan dibagi menjadi 3
zona yaitu zona pengembangan wisata kurang potensial, cukup potensial, dan
sangat potensial.
Artikel 7 (Shilha Za’imatin Wafiroh) : Arafat, P., F. Aulia, M. H. Edytia, R.
Akbar. 2023. Perencanaan Lanskap Wisata Gampong Suka Tani Berbasis
Partisipasi Masyarakat. J. Serambi Engineering, 8 (3) : 6243 - 6254.
Pendahuluan
Desa suka Tani merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Kota Jantho, Aceh Besar. Desa Suka Tani ijadikan sebagai wisata karena memiliki
beberapa atraksi seperti sungai dan bukit selain itu desa Sukatani memiliki sejarah
karena dulunya merupakan desa bekas transmigrasi di era 80-an. Daya tarik inilah
yang menjadikan desa Sukatani akan dibangun sebuah wisata, untuk membangun
sebuah wisata tentunya diperlukan sebuah perencanaan lanskap yang mendukung
rencana kegiatan wisata yang akan dikembangkan perencanaan lengkap
merupakan suatu kegiatan pengambilan keputusan jangka panjang dalam penataan
spasial kawasan untuk mendapatkan suatu model sikap yang fungsional indah dan
berkelanjutan sebagai pemecah masalah dalam pembunuhan kebutuhan atau
keinginan manusia dalam upaya mencapai kenyamanan dan kesejahteraan
bersama. Berikut merupakan tapak dari desa Sukatani yang berlokasi di Kota
Jantho Aceh Barat :
Metodologi
No Potensi Lokasi
Bekas Kawasan
Merupakan desa bekas transmigrasi yang kemudian
1. Pemukiman
ditinggalkan oleh Aceh.
transmigrasi
Sungai Krueng Jalin yang membelah desa Suka Tani dan desa
Jalin telah dikenal dan menjadi pilihan wisatawan dari sekitar
2. Jantho untuk berenang dan piknik. Pengunjung yang biasanya Sempadan Sungai
keluarga atau kelompok kecil umumnya datang pada akhir
pekan.
Beberapa komunitas pesepeda gunung menjadikan bukit Jalin
3. Bukit
sebagai area untuk melakukan aktivitas sepeda gunung
Terdapat jalur pendakian ke perbukitan Jalin dari desa Suka
Tani. Terdapat beberapa view point sepanjang jalur pendakian
4. Bukit
yang banyak diminati pengunjung. Beberapa pendaki berkemah
di bukit.
Sungai dan Bukit Jalin telah dijadikan area Pekan Olah Raga
5. Aceh (PORA) 2018 untuk cabang olahraga arung jeram dan Sungai, bukit
sepeda gunung
Dalam beberapa tahun terakhir banyak komunitas dan institusi
6. Sempadan Sungai
yang berkoordinasi dengan pihak desa untuk penyelenggaraan
kegiatan camping bersama, family gathering, atau acara lainnya
di dekat sungai. Pihak desa sering diminta untuk
mengorganisasi makan siang jika ada kegiatan tersebut.
Biasanya menu andalan yang disajikan adalah ikan kerling dari
sungai setempat.
Banyak cerita yang dapat dipetik pelajarannya dari masa
Pemukiman
7. eksodus besar-besaran warga transmigran di Suka Tani pada
Transmigrasi
saat konflik
Ada beberapa fitur lanskap menarik di sekitar sungai, yaitu
8. kebun kopi, hutan kecil, serta area terbuka pinggir sungai Sungai
(pantai)
Pemerintah desa memiliki beberapa rencana dan komitmen
untuk mengembangkan kawasan wisata dengan membangun
9. lapangan untuk berkemah, pembangunan kedaikedai untuk Dekat sungai
usaha warga desa, penambahan fasilitas umum seperti musholla
dan toilet
Beberapa ide warga desa untuk pengembangan kegiatan wisata
10. di Suka Tani antara lain penyediaan tempat bermalam di desa Di sekitar desa
dan penyediaan ATV
Berdasarkan hasil FGD ternyata Desa Suka Tani memiliki potensi yang
tinggi jika dijadikan sebagai objek wisata. Adapun beberapa Atraksi yang
dilakukan untuk pengembangan wisata dengan membuat daftar list pengalihan
fungsi setiap perlakuannya.
Pengembangan wisata dibagi menjadi tiga zona yang berbeda, yaitu zona
wisata sejarah, zona sungai dan zona petualangan bukit. Alur mobilisasi
direncanakan memiliki satu area penerimmaan untuk mempermudah pengunjunng
untuk memilih paket wisata.
Wisata Sungai
Ruang dan aktivitas yang terdapat di area Sungai dan Sempadan sungai
dapat dijadikan sebagai tempat mengakomodasi kegiatan rekreasi air berupa area
piknik, area servis untuk meningkatkan pelayanan pada area wisata, serta
penambahan beberapa fasilitas seperti mushola, toilet, dan kios-kios lokal serta
pengalokasian ruang untuk area parkir. Di samping itu akan dilakukan
pengembangan ruang untuk atraksi-atraksi baru di dekat sungai sesuai dengan
potensi lanskapnya, seperti kedai kopi pinggir hutan dan wahana jungle track pada
area hutan dekat sempadan. Ruang lain yang direncanakan adalah area untuk
mengakomodasi kegiatan-kegiatan skala besar seperti perkemahan, acara-acara
institusi seperti family gathering berupa sebuah lapangan multifungsi. Terkait
rencana desa ke depan untuk menyediakan akomodasi bagi pengunjung yang
ingin bermalam direncanakan area glamping yang akan diisi dengan beberapa
pondok penginapan pinggir sungai. Pembagian perencanaan ruang telah dirinci
paa tabel berikut :
Wisata Petualangan
Pada zona ini perancang lebih fokus untuk pembuatan jalur pendakian dan
jalur sepeda yang telah ditraking sebelumnya pada saat FGD. Pada jalur
pendakian (trekking) terdapat dua titik stop point yang memiliki spot
pemandangan yang indah. Puncak bukit yang berbentuk memanjang dan secara
lokal disebut Rhung Pawang Chik adalah tujuan utama dalam jalur pendakian ini.
Sementara itu, untuk jalur sepeda yang direncanakan juga merupakan jalur yang
telah digunakan pada Pekan Olah Raga Aceh (PORA) 2018. Jalur ini juga
termasuk jalur naik untuk mobil pembawa sepeda ke atas bukit. Di beberapa spot
juga diberikan fasilitas berupa area perkemahan.
Wisata Sejarah
Perencanaan Keseluruhan
Area wisata Desa Suka Tani dibagi menjadi tiga zona berdasarkan tiga
potensi yang dilihat. Tiga potensi tersebut diantaranya wisata sungai, wisata
petualangan bukit, dan wisata sejarah. Zona wisata sebagai pembuka ialah wisata
sungai sebagai penghubung wisata sejarah dan wisata pendakian.
Kesimpulan
Perencanaa lanskap Desa Suka Tani Aceh besar memiliki tiga lokasi
berdasarka tiga tema diantaranya zona sungai, zona petualangan bukit dan zona
sejarah. Perencanaan dilakukan dengan membagi zonasi, program ruang serta
arahan fasilitas yang sesuai dengan akommodasi. Perencanaan lanskap zona
sungan berupa area penerimaan, area parkir, area gamepling, area piknik dan area
multifungsi. Perencanaan zona petualangan bukit berupa jalur traking sepeda dan
pendaki, spot area dan area perkemahan. Perencanaa lanskap zona sejarah berupa
interpretasi jalur yang melewati spot-spot peninggalan sejarah yang dinilai
sebagai top view point.
Artikel 8 (Hilmiyannisa Nabila) : Dewi, I. A. P., Yusiana, L. S., & Mayadewi,
N. N. A. 2019. Perencanaan lanskap bantaran Tukad Unda sebagai waterfront
park (studi kasus: Dam Lebah Kabupaten Klungkung). Jurnal Arsitektur
Lansekap, 5(2) : 160 - 168.
Pendahuluan
Tukad Unda merupakan sungai yang terbentuk dari bahan kwartir vulkanik, dan
memiliki daerah pengaliran dan pengendapan material lahar hasil letusan gunung
yang terdapat pada Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, dan Kabupaten
Klungkung di bagian hilirnya. Banjir sering terjadi di daerah Tukad Unda dan
mengakibatkan bahaya kestabilan tebing-tebing sungai. Oleh karena itu,
diperlukannya perencanaan lanskap Tukad Unda sebagai waterfront park untuk
mengkonservasi bahaya sungai, sebagai ruang untuk berbagai aktivitas yang
dibutuhkan masyarakat sekitar dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kota.
Tujuan penelitian ini yaitu membuat perencanaan lanskap Tukad Unda sebagai
waterfront park yang berfungsi sebagai konservasi sungai dan rekreasi bagi
masyarakat sekitar.
Metodologi
6. Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi dibuat berdasarkan hubungan antar ruang yang
dimanfaatkan sebagai penghubung antara ruang yang dialokasikan dalam setiap
zona yang ada untuk memudahkan wisatawan berpindah dari satu tempat ke
tempat lainnya. Pada tapak yang direncanakan terdapat dua jenis sirkulasi, yaitu
sirkulasi kendaraan dan sirkulasi manusia. Sirkulasi kendaraan dimulai dari akses
masuk ke dalam kawasan Tukad Unda kemudian ke area parkir, selanjutnya pintu
keluar kawasan Tukad Unda. Sirkulasi manusia dibuat lurus memanjang
mengikuti pola alami sungai serta dua arah.
Pendahuluan :
Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran yang
terletak di Provinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya hutan mangrove yang
luas. Ekosistem hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Desa Sidodadi memiliki
27,28 ha dari total luas hutan mangrove, seluas 3,69 ha mangrove masih dalam
kondisi baik, sisanya 21,48 ha terancam rusak dan 2,21 ha dengan kondisi rusak.
Hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung (PSR), Desa Sidodadi memiliki potensi
untuk dikembangkan menjadi ekowisata karena memiliki pantai dan tidak jauh
dari pusat kota.
Penerapan ekowisata di hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan
untuk memanfaatkan ekosistem hutan. Ekowisata juga melibatkan unsur
pendidikan, pemahaman dukungan terhadap upaya pelestarian alam dan
peningkatan perekonomian masyarakat lokal. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah merencanakan lanskap dengan mengoptimalkan potensi biofisik, yaitu
mendefinisikan gagasan secara sederhana dan jelas. Perencanaan lanskap
memerlukan studi pengkajian secara sistemik area lahan bagi berbagai kebutuhan
di masa depan melalui pengamatan isu-isu ekologi dan kebijakan tata guna lahan.
Perlu dilakukan inventarisasi untuk memperoleh data potensi ekowisata hutan
mangrove di Pantai Ringgung, Desa Sidodadi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengembangkan rencana ekowisata hutan mangrove melalui eksplorasi
potensi lanskap berupa unsur-unsur biofisik yang terdapat di lokasi tapak dan
sosial masyarakat
Metodologi :
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juli 2014 di kawasan
hutan mangrove Pantai Ringgung Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin,
Kabupaten Pesawaran. Perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove terdiri
dari inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan desain. Data
yang sudah dikumpulkan dilakukan kegiatan analisis dan overlay menggunakan
Geographic Information System (GIS). Rencana pengembangan konsep meliputi
konsep ruang, jalur sirkulasi, dan tata hijau yang menunjang pengembangan
kawasan ekowisata. Tahap perencanaan menggunakan konsep pengembangan
yang mengacu pada tujuan serta fungsi yang telah ditetapkan. Konsep tersebut
dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk tata ruang, tata hijau, tata letak fasilitas,
dan aktivitas tapak. Tahap perancangan adalah tahap akhir dari proses
pengembangan lanskap kawasan ekowisata. Produk yang dihasilkan di tahap ini
adalah gambar rencana tapak (site plan).
Hasil dan Pembahasan :
Pengamatan inventarisasi lapangan dilakukan analisis dan sintesis. Analisis
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui potensi dan kendala yang
ada di hutan mangrove PSR Desa Sidodadi. Sintesis merupakan pemanfaatan
potensi yang ada pada tapak dengan baik dan mengendalikan kendala atau
masalah-masalah yang ada dari hasil inventarisasi.
Tabel 1. Potensi dan kendala lanskap di Pantai Sari Ringgung sebagai
ekowisata hutan mangrove
1. Ruang Penerimaan
Ruang penerimaan sebagai akses pengunjung dari pintu gerbang PSR
sebagai ruang pertama yang didatangi. Gerbang PSR di ruang penerimaan
merupakan bangunan yang penting, papan informasi mengenai kegiatan
ekowisata hutan mangrove di PSR diperlukan untuk menarik minat
pengunjung. Loket/portal karcis sudah tersedia pada jarak 500 m setelah
gerbang dan 500 m sebelum ruang pelayanan.
2. Ruang Pelayanan
Ruang yang mengakomodasikan persiapan wisata pengunjung juga
kebutuhan masyarakat lokal yaitu mata pencaharian penduduk dan budidaya
bibit mangrove. Pengembangan ruang diarahkan terhadap penataan vegetasi
dan pembangunan fasilitas pendukung ekowisata. Ruang pelayanan wisata
merupakan ruang yang menyediakan berbagai fasilitas seperti tempat parkir,
pusat informasi, makan dan istirahat.
Area ini dipilih karena letaknya yang tidak jauh dari fasilitas ruang
pelayanan serta kondisi lahannya yang datar, tanahnya cukup stabil, dan tidak
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Selain itu, terdapat vegetasi mangrove
yang melindungi area parkir dari cahaya matahari.Pusat informasi dibangun
sebagai visitor center sekaligus pintu masuk menuju hutan mangrove.
3. Ruang Penyangga
merupakan area perlindungan terhadap flora dan habitat fauna hutan
mangrove. Ruang penyangga yang disediakan berada pada hutan mangrove
yang berada di sisi barat, utara dan selatan Bukit Lahu termasuk Bukit Lahu
sendiri. Lokasi ini dipilih karena masih ditumbuhi oleh vegetasi sebagai
tumbuhan penyangga dan habitat satwa yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai wisata pendidikan. Ruang penyangga diarahkan untuk
melakukan aktivitas wisata berupa jalan-jalan (tracking), bersantai, dan
berperahu.
4. Ruang Ekowisata
adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas utama wisata.
Ruang ini terdapat objek dan atraksi wisata, sehingga digunakan sebagai ruang
untuk melakukan aktivitas wisata interpretatif baik wisata pendidikan maupun
wisata nonpendidikan. Ekowisata hutan mangrove di PSR berada di sisi timur
Bukit Lahu sampai Pulau Lahu. Penentuan ruang ekowisata dibatasi oleh
pemilihan seluruh lahan yang tersisa pada sisi timur Bukit Lahu hingga Pulau
Lahu dengan garis pantai sebagai batas seluas 12 ha.
Lanskap pantai pada ruang ini sangat berpotensi untuk menarik minat
pengunjung. Kondisi lahan yang datar dan tanahnya yang stabil mendukung
pembangunan infrastruktur dalam menunjang kegiatan wisata pantai.
Beberapa area yang masih memiliki dipengaruhi oleh pasang surut air laut
dapat dimanfaatkan untuk reboisasi mangrove sebagai arboretum. Bukit Lahu
dan Pulau Lahu juga dapat dimanfaatkan sebagai wisata interpretatif untuk
melakukan pengamatan terhadap flora dan fauna ekosistem mangrove serta
pemandangan keindahan alam sekitarnya.
5. Jalur Sirkulasi
Jalur sirkulasi adalah jalur akses menuju ruang pelayanan wisata. Jalur
sirkulasi pada ruang penyangga merupakan jalur penghubung ruang pelayanan
dengan ruang ekowisata, jalur pada ruang ini dibagi beberapa jalur sebagai
pilihan bagi pengunjung. Jalur sirkulasi tersebut yaitu jalur laut, jalur
mangrove, dan jalur darat menggunakan jalan setapak. Jalur laut dapat dilalui
menggunakan perahu dengan menggunakan dermaga yang telah disediakan
pada ruang pelayanan dan ruang ekowisata sebagai tempat bersandar kapal.
Gambar 2. Peta Rancangan Ruang Ekowisata Hutan Mangrove di
Pantai Sari Ringgung
● Tata Hijau
Rehabilitasi ruang diutamakan pada penghijauan lahan basah yaitu
hutan mangrove pada sisi Utara ruang penyangga sampai ruang ekowisata.
Rehabilitasi lahan miring tidak diperlukan karena sudah ditumbuhi
tumbuhan alami yang memiliki kerapatan tajuk alami. Penataan tanaman
penyusun ruang pelayanan dan ekowisata dipilih (Cocos nucifera) dan
cemara laut (Casuarina equisetifolia) sebagai pengisi ruang. Jalur sirkulasi
pada ruang penerimaan vegetasi dipilih sebagai pembentuk ruang tepi
jalan sekunder yaitu cemara susun (Araucaria exelxa) yang memiliki
bentuk segitiga, yang ditanam dengan jarak tanam 10 m dan 3 , dari kedua
sisi jalan. Jalur sirkulasi di ruang penyangga sudah cukup ditumbuhi
vegetasi baik pada jalur boardwalk maupun jalan setapak (Gambar 4.)
Gambar 4. Rancangan ruang ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari
Ringgung
Kesimpulan :
Hutan Mangrove di Pantai Sari Ringgung memiliki banyak potensi untuk
dikembangkan menjadi tempat wisata, Pantai Sari memiliki potensi fisik antara
lain lokasi yang strategis dan dekat dari pusat kota. Perencanaan ekowisata di
Pantai Sari Ringgung ditujukan untuk menarik perhatian dan kepedulian
pengunjung terhadap hutan mangrove dengan mempertimbangkan fungsi wisata,
fungsi konservasi, fungsi pendidikan, dan fungsi ekonomi.
Artikel 10 (Cahyaning Surya Dewi) : Panggabean, Y. B. S., C. W. B. Yanti, dan
T., Dariati. 2023. Perencanaan lanskap Pulau Kayangan sebagai objek wisata di
Kota Makassar. J. Lanskap dan Lingkungan, 1(1), 11-18.
Pendahuluan
Pulau Kayangan merupakan salah satu pulau dari banyaknya pulau-pulau
kecil di Kota Makassar. Pulau Kayangan pernah menjadi tempat wisata populer
Kota Makassar sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an. Akan tetapi, memasuki
tahun 2000-an pulau ini sudah kurang populer. Bahkan pada akhirnya pulau ini
jarang dikunjungi wisatawan. Pulau Kayangan dapat diakses dengan mudah
menggunakan motor boat sekitar 15-20 menit dari Makassar.
Metodologi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perencanaan
lanskap, yang meliputi :
1. Persiapan Awal, Merumuskan batasan masalah
2. Inventarisasi, Pengumpulan data primer dan data sekunder
3. Analisis, Analisis data primer dan data sekunder
4. Sintesis, Pengembangan potensi pengelolaan dan alternatif solusi
hambatan/permasalahan
5. Perencanaan
1. Konsep Dasar
Perencanaan ini dengan mempertimbangkan kondisi dan pendapat
pengunjung sehingga dapat tercipta sebuah kawasan wisata pulau yang
berkelanjutan yaitu kawasan wisata pantai yang tidak mencemari/merusak
lingkungan, serta menguntungkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh
masyarakat.
2. Konsep Pengembangan
Konsep pengembangan Pulau Kayangan meliputi konsep tata ruang, konsep
tata hijau, konsep sirkulasi, serta konsep fasilitas dan utilitas
3. Konsep Tata Ruang
Konsep ruang yang direncanakan disesuaikan dengan kondisi tapak.
Pembagian ruang pada tapak dibagi menjadi ruang wisata aktif, ruang wisata
pasif, dan ruang pengelola
4. Konsep Tata Hijau
Vegetasi menjadi konsep utama pada aspek ini dimana konsep tata hijau
yang direncanakan disesuaikan dengan tujuan perencanaan yang mengambil 30%
dari keseluruhan area Pulau Kayangan, dan untuk pemilihan dan peletakannya
disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai penyambut, peneduh, fungsi
estetika, pembatas, dan pengarah. Pada fungsi penyambut menggunakan vegetasi
yang menjuntai dan memberikan kesan sambutan kepada pengunjung. Fungsi
peneduh menggunakan vegetasi yang dapat mengendalikan suhu untuk
kenyamanan pengunjung. Fungsi estetika menggunakan vegetasi yang memiliki
keindahan pada bentuk tajuk, batang, daun maupun bunga. Fungsi pembatas
menggunakan vegetasi yang memiliki massa daun padat, sehingga dapat
memberikan kesan sebagai pembatas antar ruang. Fungsi pengarah menggunakan
vegetasi yang memberi kesan sebagai pengarah tempat maupun fasilitas apa saja
yang tersedia di Pulau Kayangan.
5. Konsep Sirkulasi
Sirkulasi adalah jalur untuk pergerakan keluar masuk yang berulang dalam
suatu area. Sehingga konsep sirkulasi yang direncanakan pada Pulau Kayangan
ini berupa sirkulasi untuk manusia yang menghubungkan satu area dengan area
lainnya
6. Konsep Fasilitas dan Utilitas
Konsep fasilitas dan utilitas yang direncanakan adalah fasilitas yang aman
dan nyaman, sederhana dengan bertemakan alami dan mendidik pengunjung
untuk menjaga kelestarian alam sehingga meminimalkan dampak negatif terhadap
ekosistem pulau
7. Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap Pulau Kayangan terdiri atas rencana ruang, rencana
sirkulasi, rencana vegetasi, rencana fasilitas dan utilitas serta perencanaan rekreasi
di Pulau Kayangan.
8. Rencana Tata Ruang
Rencana ruang terdiri atas ruang wisata aktif, ruang wisata pasif, dan ruang
pengelola. Ruang wisata aktif terdiri dari aktivitas outdoor maupun indoor, ruang
wisata pasif direncanakan meliputi ruang untuk aktivitas memancing dan
termasuk fasilitas penginapan dan restoran, dan ruang pengelola yang mencakup
area kantor pengelola yang merupakan tempat kerja pegawai di Pulau Kayangan
dimana dalam ruang inilah interaksi antara pengunjung dan pegawai Pulau
Kayangan apabila memerlukan informasi, menyewa ataupun membeli kebutuhan
selama berada di Pulau Kayangan.
9. Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi dalam tapak menggunakan pola sirkulasi dua arah yang
berfungsi sebagai penghubung antar ruang dan di dalam ruang itu sendiri. Pola
sirkulasi disesuaikan dengan fasilitas di Pulau Kayangan supaya terhubung satu
dengan yang lainnya
10. Rencana Vegetasi
Fungsi penyambut dialokasikan di bagian dermaga kedatangan dengan jenis
tanaman yang digunakan yaitu bunga anggrek (Orchidaceae). Fungsi estetika
dialokasikan di taman dengan jenis tanaman bunga kembang sepatu (Hibiscus
rosasinensis L.), bunga alamanda (Alamanda cathartica), dan bunga lili paris
(Chlorophytum comosum). Fungsi pembatas dialokasikan di bagian pinggir Pulau
Kayangan dengan jenis tanaman yang digunakan yaitu bunga kamboja
(Plumeria). Fungsi pengarah dialokasikan di bagian terdekat dengan fasilitas
Pulau Kayangan, tanaman yang digunakan yaitu bunga aglaonema (Aglaonema
commutatum). Fungsi peneduh dialokasikan di bagian tempat istirahat, tanaman
yang digunakan yaitu pohon palem raja (Roystonea regia)
11. Rencana Fasilitas dan Utilitas
Fasilitas yang disediakan yaitu aquascape, kolam renang, kamar ganti pria
dan Wanita, tempat bermain, tenda payung, pos penjaga pantai, tempat
pengelolaan limbah pulau, dermaga pemancingan, cottage, restoran, musala, dan
klinik kesehatan. Secara keseluruhan rencana pengembangan Pulau Kayangan.
Kesimpulan
Konsep pengembangan Pulau Kayangan meliputi konsep tata ruang yang
terbagi menjadi ruang wisata aktif, ruang wisata pasif, dan ruang pengelola.
Konsep tata hijau dijadikan sebagai elemen atau unsur taman yang utama. Konsep
tata hijau disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya sebagai fungsi penyambut,
fungsi peneduh, fungsi estetika, fungsi pembatas, dan fungsi pengarah. Konsep
sirkulasi Pulau Kayangan berupa sirkulasi untuk manusia yang menghubungkan
satu area dengan area lainnya. Konsep fasilitas dan utilitas meliputi penambahan
jenis dan jumlah fasilitas yang berupa hard material seperti taman bermain,
aquascape, klinik kesehatan yang mendukung dengan soft material yang ada di
Pulau Kayangan.