Anda di halaman 1dari 10

UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

EKSISTENSI TELAJAKAN DI KORIDOR PERMUKIMAN DESA WISATA


PINGE, KABUPATEN TABANAN
Ni Putu Atik Pradnya Dewi
Magister Arsitektur, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar-Bali, Indonesia
e-mail: atikpradnya83@gmail.com

ABSTRAK

Telajakan merupakan salah satu elemen penting dalam mempertahankan keberadaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dalam suatu unit hunian dan dapat mendukung kualitas lingkungan sekitarnya. Namun keberadaan
telajakan sebagai RTH di kawasan yang menjadi pusat kegiatan wisata mulai beralih fungsi menjadi
prasarana penunjang ekonomi. Masyarakat Desa Wisata Pinge sadar bahwa telajakan sepanjang koridor
permukiman mereka yang berupa RTH merupakan salah satu potensi desa yang dapt menarik minat
wisatawan untuk datang berwisata. Kondisi telajakan di Desa Wisata Pinge yang mencerminkan konsep
hijau dan asrinya desa merupakan hasil penataan yang telah dilaksanakan dari kesadaran dan peran aktif
dari warga desa sendiri secara swadaya dan swakelola. Metode yang dipergunakan yang adalah metode
deskriftif kualitatif untuk menjawab rumusan masalah mengenai telajakan sebagai salah satu potensi Desa
Wisata Pinge antara lain: 1) Apa keunikan dan fungsi dari telajakan Desa Wisata Pinge?; 2) Bagaimana
konsep penataan dan upaya menjaga eksistensi telajakan sebagai RTH di desa wisata pinge?; 3)Adakah
regulasi desa dan sistem pengelolaan yang dilakukan dalam melestarikan telajakan sebagai RTH?. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Ruang Terbuka Hijau, Community Based Tourism
Development dan konsepsi Tri Hita Karana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keunikan telajakan Desa
Wisata Pinge dapat dipertahankan (eksis) sebagai ruang terbuka hijau, merupakan hasil dari partisipasi
murni masyarakat setempat dalam menerapkan konsep Tri Hita Karana dan regulasi yang ditetapkan
berdasarkan awig-awig yang berlaku di Desa Pinge ini sendiri.

Kata kunci: Desa Wisata Pinge, ruang terbuka hijau, telajakan

ABSTRACT

Telajakan is one important element in maintaining the existence of green open space in a residential unit
and can support the quality of the surrounding environment. But the presence of teletakan as green open
space in the area that became the center of tourism activities began to switch functions into infrastructure
supporting the economy. Pinge Tourism Village people are aware that telajakan along the corridor of their
settlement in the form of green space is one of the potential village that dapt attract tourists to come on
tour.The condition of teletation in Pinge Tourism Village which reflects the green concept and the village is
the result of the arrangement that has been implemented from the awareness and active role of the
villagers themselves independently and self-managed. The method used which is descriptive qualitative
method to answer the problem formulation of telajakan as one of potency of Tourism Village of Pinge,
among others: 1) What is the uniqueness and function of Pinge Tourism Village? 2) What is the concept of
structuring and maintaining the existence of teletakan as green open space in pinge tourism village?; 3) Is
there a village regulation and management system undertaken in preserving the telecast as green open
space ?. The theory used in this research is the theory of Green Open Space, Community Based Tourism
Development and Tri Hita Karana conception. The results show that the uniqueness of the Pinge Tourism
Village can be maintained as a green open space, a collaboration of the pure participation of local people in
applying the concept of Tri Hita Karana and the regulation set based on the brilliant awig-awig in Pinge
Village itself.

Keywords: Pinge Tourism Village, green open spaces, telajakan

13
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

A. PENDAHULUAN Wisata. Desa wisata Pinge berada dekat dengan


Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Jatiluwih.
Desa wisata merupakan salah satu bentuk Kondisi alam yang sejuk dan masih asri alami
konsep wisata yang menyajikan integrasi antara sangat mendukung kondisi berwisata di Desa
atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang Pinge. Desa Pinge diresmikan kembali oleh Ibu
disajikan dalam suatu struktur kehidupan Rini Soemarno selaku Menteri BUMN Republik
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan Indonesia pada tanggal 11 November 2016
tradisi yang berlaku (Nuryati,1993:2-3). Dalam sebagai Desa Wisata Binaan bersinergi dengan
perkembangannya, desa wisata akan BUMN dan Program Home Stay Untuk Negeri.
membutuhkan prasarana yang menunjang (Dibya, 2017).
kegiatan pariwisata seperti tempat makan, Sadar akan potensi desa mereka yang lokasi
tempat menginap, galeri dan sebagainya yang strategis dekat dengan KSPN Jatiluwih, warga
salah satu tujuannya adalah meningkatkan taraf Desa Pinge tergerak untuk menata lebih serius
hidup masyarakat lokal. Sesuai dengan Undang wajah permukimannya agar dapat menarik minat
undang No 10 Tahun 2009 tentang wisatawan datang berkunjung. Penataan wajah
Kepariwisataan, yang dimaksud “Usaha permukiman dimulai dari bagian telajakan
Pariwisata” adalah usaha yang menyediakan disepanjang koridor permukiman desa. Telajakan
barang dan / jasa bagi pemenuhan kebutuhan ibarat wajah desa yang seharusnya selalu terlihat
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. rapi, bersih dan estetik. Penataan telajakan yang
Untuk dapat ikut menikmati hasil dari pariwisata, telah dilakukan masyarakat Desa Pinge
masyarakat setempat secara swadaya merupakan suatu upaya mempertahankan
mendirikan bangunan niaga dengan mengalih identitas desa yang dengan nuansa alam
fungsikan area telajakan dari ruang terbuka hijau pegunungan, hijau dan sejuk yang nantinya
menjadi ruang terbangun untuk memudahkan membawa pengaruh positif kepada para
mereka melakukan kegiatan promosi dan pengunjung desa wisata. Para pengunjung
transaksi. Kondisi alih fungsi lahan area telajakan merasa nyaman dan betah untuk berwisata dan
dapat menurunkan kualitas lingkungan hijau di dengan harapannya mereka selalu rindu untuk
kawasan pariwisata (Mahardika dkk, 2016). kembali lagi berwisata ke Desa Pinge (Denayasa,
Telajakan merupakan sepenggal atau sebagian 2017). Menjadikan telajakan sebagai sebuah
jalan raya atau jalan kampung yang ada di depan potensi wisata memerlukan upaya yang besar
atau samping pekarangan rumah, termasuk dari pihak tokoh desa dan masyarakat Desa Pinge
jalannya sendiri, got beserta senderan dan lain- sendiri, karena tak sedikit masyarakat yang
lainnya (Kaler: 1982:16). Telajakan yang tergiur dan melakukan pembangunan fisik di
dimaksud adalah taman/lahan yang berada pada bagian telajakan untuk mendirikan prasana
sisi kanan dan kiri jalan dengan posisi berada di pendukung pariwisata. Studi ini bertujuan untuk :
luar pagar hunian. 1) Mengetahui dan mengkaji keunikan dan fungsi
Untuk meningkatkan jumlah kunjungan dari telajakan di sepanjang koridor permukiman
wisatawan ke daerahnya, beberapa desa wisata Desa Wisata Pinge sehingga dapat dikatakan
bekerja keras menghimbau masyarakatnya untuk sebagai salah satu potensi wisata; 2) Mengetahui
menjaga kelestarian telajakannya sebagi ruang dan mengkaji konsep penataan dan upaya
terbuka hijau. Salah satu desa wisata yang menjaga eksistensi telajakan sebagai ruang
berusaha menjaga telajakan di sepanjang koridor terbuka hijau di desa wisata pinge; 3)
permukimannya adalah Desa Wisata Pinge yang Mengetahui regulasi desa dan sistem
berada di Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. pengelolaan yang dilakukan dalam melestarikan
Desa Wisata Pinge adalah desa wisata pertama di keberadaan telajakan sebagai ruang terbuka
Kabupaten Tabanan yang diresmikan dengan hijau.
Keputusan Bupati Tabanan No.337 Tahun 2004
tentang Penetapan Desa Adat Pinge sebagai Desa

14
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

B. KAJIAN PUSTAKA perumahan tradisional adalah ketersediaan


telajakan di luar pagar perumahan. Telajakan
Desa wisata di Bali merupakan desa
sebagai salah satu elemen ruang terbuka hijau
tradisional yang dikembangkan potensinya
adalah garis batas/pemisah antara pagar
secara optimal sehingga menarik minat
tradisional perbatasan (penyengker) dan
wisatawan untuk berkunjung dan dapat
drainase (jelinjingan) di pinggir jalan. Telajakan
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
dibentuk oleh tanaman tradisional untuk fungsi
Aktivitas budaya yang dilaksanakan oleh
spiritual dan ekonomi. Tidak hanya menghiasi
masyarakat Bali terpusat pada desa adat (desa
bagian depan pagar rumah tradisional
pakraman) dengan konsep dasar Tri Hita Karana
telajakan juga telah dihias di fasilitas umum
yaitu tiga hubungan harmonis antara manusia
seperti kantor pemerintah dan bangunan
dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan
komersial (Yudantini,2012).
manusia dengan lingkungan yang dijabarkan
dengan adanya parahyangan, pawongan, dan Khususnya di Bali telajakan juga bagian
palemahan (Windia, 2010). Konsep Tri Hita dari tanah pekarangan desa, karena seperti
Karana menurunkan kosep Tri Mandala yang di ketahui telajakan terletak di luar
terdiri dari: utama mandala merupakan pekarangan rumah atau bagian nista
parahyangan atau tempat suci, madya mandala mandala. Karena itulah telajakan menjadi
berupa pekarangan yang meliputi bangunan tanggung jawab individu dan desa serta
tempat tinggal dan natah, sedangkan nista diatur dalam awig-awig desa. Tanah
mandala berupa halaman belakang rumah (teba) Pekarangan Desa merupakan tanah yang
dan halaman depan rumah (telajakan).
dimiliki oleh desa yang diberikan kepada
Pertamanan tradisional Bali menggunakan
warga desa (krama desa) untuk tempat
konsep Tri Mandala (Dwijendra 2008).
Sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam
mendirikan perumahan yang lazimnya dalam
Negeri no.14/1998 telajakan seyogyanya ukuran luas tertentu dan hampir sama untuk
difungsikan sebagai ruang terbuka hijau. tiap keluarga. Kewajibannya yang lebih
Telajakan yang merupakan salah satu bentuk dari dikenal dengan ayahan pada krama desa
ruang terbuka hijau, juga memiliki fungsi sebagai yang menempati tanah itu ialah adanya
estetika lingkungan; sebagai ruang transisi antara beban berupa tenaga atau materi yang
unit hunian dan lingkungan sekitarnya (Joga, diberikan kepada Desa Adat (Dharmayuda,
2011); dan konsepsi dalam penataan telajakan 1987).
yang ada di Bali terutama kawasan pariwisata
Melibatkan masyarakat untuk berperan
dan konservasi umumnya dilaksanakan
aktif dalam suatu kegiatan terorganisir
berdasarkan nilai-nilai budaya di Bali (Paturusi,
dibutuhkan suatu konsep yang jelas; mudah
2010). Pengelolaan dan pemeliharaan
dipahamin dan dilaksanakan; serta dampaknya
keberadaan ruang terbuka hijau kawasan, salah
langsung menyentuh masyarakat. Salah
satunya di area telajakan tertuang dalam
pendekatan yang saat ini banyak di terapkan di
Peraturan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaat
kawasan pariwisata adalah pendekatan secara
Ruang Terbuka Hijau dengan melibatkan peranan
community based tourism development, dimana
lembaga desa, masyarakat dan individu yang ada
masyarakat mempunyai peran yang sangat
di lingkungan tersebut. Peraturan yang dimaksud
penting dalam menunjang pembangunan
adalah berupa awig-awig (Undang-undang desa)
pariwisata. Dengan demikian keterlibatan
dan perarem (peraturan berlaku lokal).
pemerintah dan swasta hanya sebatas
Telajakan dalam arsitektur tradisional Bali
memfasilitasi dan memotivasi masyarakat
adalah salah satu warisan Bali yang terkait
sebagai pelaku utama pengembangan desa
dengan elemen landscape dan budaya. wisata untuk dapat lebih memahami tentang
Telajakan sebagai salah satu elemen penghijauan fenomena alam dan budayanya, sekaligus
tidak dapat dipisahkan dalam pemukiman menentukan kualitas produk wisata yang ada di
tradisional, sehingga ini menjadi fitur khusus dari
15
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

desa wisatanya (Pitana dan Gayatri, 2005). ruang sesuai dengan tatanan Arsitektur
Community Based Tourism (CBT) menurut Tradisional Bali.
Muallisin (2007) adalah pariwisata yang Salah satu potensi Desa Pinge yang menjadi
menyadari kelangsungan budaya, sosial dan daya tarik bagi wisatawan untuk datang
lingkungan. Suansri (2003) mendefinisikan CBT berwisata adalah view telajakan yang hijau
sebagai alat bagi pembangunan komunitas dan membentang disepanjang jalan dari entrance
konservasi lingkungan untuk keberlanjutan desa hingga koridor Desa Wisata Pinge tampak
lingkungan sosial dan budaya. Dalam hal ini sejuk dan nyaman dipandang. Mengingat ada
masyarakat lokal yang akan membangun, beberapa jenis telajakan seperti telajakan pura,
memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata telajakan merajan, telajakan kantor, telajakan
serta pelayanannya, sehingga dengan demikian sekolah, telajakan telabah (saluran air), telajakan
masyarakat diharapkan dapat menerima secara subak dan lain sebagainya (Yudantini,2012). Ada
langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi beberapa jenis telajakan di Desa Wisata Pinge
urbanisasi (Nurhayati, 2009). yaitu telajakan pura, telajakan sepanjang koridor
permukiman, telajakan subak (sawah) dan
C. METODE PENELITIAN telajakan sungai (gambar 1).
Keberadaan telajakan telah ditunjuk dalam
Penelitian ini dilakukan dengan metode
Peraturan Bali No. 10/1999 tentang Perencanaan
deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan
Tata Ruang Kota Denpasar. Lebar dari telajakan
metode survey dengan teknik pengumpulan data
dapat ditentukan oleh minimum jalan lebar, dari
dengan cara wawancara, observasi lapangan dan
0,5 meter di jalur (6 meter) hingga 2,0 meter di
studi kepustakaan. Objek penelitian adalah
jalan utama (18 meter). Namun telajakan di
telajakan sepanjang koridor permukiman Desa
koridor permukiman Desa Pinge memiliki
Wisata Pinge.
keunikan karena lebarnya mencapai 5 meter.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan dari hasil wawancara dengan salah
satu tokoh desa yakni Bapak I Made Jadrayasa
1. Keunikan dan Fungsi Telajakan sebagai selaku sekretaris desa adat, mengatakan bahwa
Salah Satu Potensi Wisata di Desa Wisata lebarnya telakan disebabkan oleh kondisi lahan
Pinge desa yang cukup berkontur terjal.

Secara geografis Desa Wisata Pinge terletak


kurang lebih 34 km dari kota Denpasar; lebih
kurang 85 menit perjalanan dengan kendaraan
bermotor dari Bandara Udara Ngurah Rai; 17 km
di bagian utara kota Tabanan dan kurang lebih 10 Telajakan subak Telajakan pura
menit dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN) Jatiluwih Tabanan. Desa Pinge berada
pada 8o 23’ 56,2704” LS dan 115o 10’ 52,5648”
BT, dengan batas wilayah administratif yaitu
batas utara berbatasan dengan Desa Apuan;
batas timur berbatasan dengan Desa Luwus; Telajakan koridor desa Telajakan sungai
batas selatan berbatasan dengan Desa Tua; dan
Gambar 1. Jenis Telajakan Desa Wisata Pinge
batas barat berbatasan dengan Desa Payangan. Sumber : Dewi, 2017
Desa Wisata Pinge merupakan desa tradisional
yang dikembangkan sebagai desa wisata. Sebagai Kondisi eksisiting dari koridor permukiman
sebuah desa wisata, Desa Pinge menjaga dan Desa Pinge memanjang dari arah utara ke selatan
mengembangan segala potensi yang ada dengan permukiman (gambar 2). Dipertahankannya
berlandaskan konsep Tri Hita Karana. Konsep Tri tatanan dan keasrian telajakan yang ada di
Hita Karana diterapkan dalam lingkup desa dan sepanjang koridor oleh masyarakat setempat
lingkup hunian masyarakatnya, terutama tatanan selain bertujuan menarik wisatawan untuk
16
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

berwisata di Desa Wisata Pinge, namun juga tanaman secara alamiah maupun yang sengaja
memiliki fungsi yang penting dalam ditanam. Telajakan merupakan salah satu bentuk
mempertahankan kualitas lingkungan desa. dari ruang terbuka hijau yang seharusnya
dipertahankan di setiap unit hunian warga.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri
no.14/1998 mengenai fungsi taman telajakan
sebagai Ruang Terbuka Hijau, antara lain sebagai:
(1) Areal perlindungan berlangsungnya fungsi
Telajakan di jaba
ekosistem dan penyangga kehidupan; (2) Sarana
Pura Puseh
untuk menciptakan kebersihan, kesehatan,
keserasian dan keindahan lingkungan; (3) Sarana
rekreasi; (4) Sarana untuk mempengaruhi dan
memperbaiki iklim mikro; (5) Pengatur tata air
Koridor Desa (sebagai area resapan air hujan); (6) Berfungsi
Wisata Pinge
secara sosial menjalin komunikasi antar warga
kota; (7) Berfungsi secara fisik yaitu sebagai paru-
paru kota, melindungi sistem air, peredam bunyi,
pemenuhan kebutuhan visual, menahan
perkembangan lahan terbangun/sebagai
Telajakan
Sepanjang koridor penyangga.
Kondisi telajakan sepanjang koridor Desa
Wisata Pinge dimanfaatkan oleh warga sebagai
Gambar 2. Kondisi Telajakan Desa Wisata Pinge ruang terbuka dan ditanami tanaman-tanaman
Sumber : Dewi, 2017 yang berfungsi untuk kebutuhan keseharian
mereka Kebersihan dan kerapian telajakan
Secara fisik, ada tiga fungsi utama dari telajakan sangat dijaga oleh warga, selain untuk
telajakan yaitu sebagai (1) penghijauan menjaga kesehatan lingkungan hal ini dilakukan
lingkungan; (2) menjaga kualitas lingkungan; dan warga untuk menjaga potensi RTH sebagai salah
(3) mempertahankan sempadan bangunan demi satu potensi wisata di desa mereka.
keamanan dan kenyamanan dalam menata
bangunan serta lingkungannya. Telajakan bisa 3. Telajakan sebagai wajah koridor
dijadikan taman di depan perumahan tradisional permukiman
Bali yang memiliki tujuan estetika, keamanan, Kualitas visual kawasan yang terbentuk
sosial dan spiritual dalam konteks ruang melalui penataan ruang terbuka hijau yang
(Dwijendra, 2010). Sebagai satu potensi wisata, berupa telajakan di permukiman Desa Wisata
telajakan di sepanjang koridor Desa Wisata Pinge Pinge mampu menarik minat wisatawan untuk
memiliki fungsi antara lain: (1) Ruang Terbuka datang dan datang lagi untuk berkunjung. Di
Hijau (ekologi lingkungan); (2) sebagai wajah dukung oleh hawa pegunungan yang sejuk dan
desa wisata; (3) sebagai ruang transisi ; dan (4) kondisi lingkungan yang sangat minim akan debu
sebagai salah satu wujud kearifan yang lokal menambah kenyamanan berwisata di Desa
dipaparkan sebagai berikut. Wisata Pinge. Visualisasi yang disajikan oleh
telajakan ini memberikan rasa menyatu dengan
2. Telajakan sebagai ruang terbuka hijau alam sekitar dan keterkaitannya dengan objek-
Sesuai dengan Peraturan Menteri PU objek wisata yang lingkage dengan Desa Wisata
No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pinge. Koridor permukiman sebagai pusat
Penyediaan dan Pemanfaat Ruang Terbuka Hijau, kegiatan wisata di Desa Pinge, sebagai visualisasi
bahwa yang dimaksud ruang terbuka hijau adalah kondisi desa secara umum. Fungsi telajakan
area memanjang/jalur dan atau mengelompok, sebagai wajah koridor permukiman merupakan
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, cara penyampaian masyarakat setempat bahwa
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
17
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

kondisi desa Pinge secara sekeluruhan yakni dari segi tatanan maupun fungsinya, dapat
hijau, lestari, sejuk dan nyaman telah terwakilkan dikatakan sebagai sebuah kearifan lokal yang
dengan penampilan taman hijau dan asri pada bertujuan menjaga eksistensi budaya di suatu
telajakan sepanjang koridor permukiman desa. daerah (Paturusi, 2010). Dalam Arsitektur
tradisional, telajakan merupakan bagian dari
4. Telajakan sebagai ruang transisi palemahan (hubungan harmonis manusia dengan
Telajakan merupakan salah satu bentuk dari lingkungannya) dan dalam unit hunian berada di
ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi seperti area nista (profan). Telajakan sebagai warisan
untuk estetika lingkungan dan juga sebagai ruang lelulur Bali merupakan taman depan rumah-
transisi antara unit hunian dan lingkungan rumah di Bali yang sarat dengan makna estetika,
sekitarnya, (Joga, 2011). Telajakan sebagai suatu keamanan, makna sosial dan spiritual
ruang yang memiliki status ruang transisi, yang (Dwijendra,2013). Telajakan sebagai bentuk
disebabkan oleh segi kepemilikan telajakan kearifan lokal di Desa Wisata Pinge berfungsi
berada di lahan milik pribadi (privat) namun mewadahi 2 kegiatan dasar yaitu sosial spritual
keberadaannya menunjang keberadaan ruang dan sosial ekonomi. Telajakan sebagai wadah
publik yang ada di sekitarnya. Dalam konteks kegiatan sosial spritual dapat dilihat dari aktifitas
ruang, telajakan berfungsi memperlebar jarak masyarakat yang mayoritas beragama umat
pandangan, sebagai keamanan bangunan, Hindu, saat menyambut datangnya Hari Raya
menciptakan keakraban, serta sebagai tempat Galungan mendirikan penjor di area telajakan
penghijauan dan identitas suatu lingkungan (area profan) sebagai sarana pelangkap upacara
(Dwijendra,2013). Fungsi telajakan di Desa dan sekaligus dapat saling berkomunikasi dengan
Wisata Pinge sebagai ruang transisi sekaligus warga lain.
Ruang Terbuka Hijau dapat dijabarkan sebagai Telajakan sebagai wadah kegiatan sosial
berikut: ekonomi masyarakat Pinge menanami taman
a) Merupakan bagian integral dari penataan telajakan yang ada dengan tanaman yang dapat
bangunan gedung dan sub-sistem dari dimanfaatkan untuk alat upacara (upakara)
penataan lansekap linkungan desa keagamaan yang disebut sarin buana oleh
b) Sebagai ruang peralihan antara jalan masyarakat setempat. Selain tanaman untuk
lingkungan agar tidak berhubungan langsung upakara, masyarakat juga menanam tanaman
dengan rumah warga. hias yang menjadi salah satu komoditi pertanian
c) Sebagai barrier (pelindung) untuk penghuni di di Desa Pinge. Tanaman hias yang dimaksud
dalam dari segala kondisi di lingkungan luar antara lain: pohon kamboja, tanaman puring,
d) Sebagai tempat menanam pohon yang tanaman jenis pisang-pisangan dan rumput.
berfungsi sebagai atap, agar pengunjung yang Tanaman yang ada sepanjang telajakan selain
berkeliling pemukiman tradisional dapat sebagai penghijauan, juga memberikan manfaat
ternaung dari teriknya sinar matahari. baik untuk sarana kegiatan spritual maupun
e) Sebagai elemen penunjang kegiatan tertentu ekonomis.
yang penempatannya pada jalan, antara lain:
lampu penerangan, tempat sampah, telepon 6. Penataan dan Upaya Pelestarian Telajakan
umum, papan reklame, rambu lalu lintas, Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge
tanda-tanda (signage dan lain sebagainya).
f) Sebagai batas pekarangan warga dengan jalan Menurut Paturusi (2010), penataan telajakan
lingkungan jika warga tidak mendirikan sepanjang permukiman masyarakat pun
tembok pagar dilaksanakan sesuai konsepsi/ aturan lokal yang
berlaku secara turun temurun. Adapun konsepsi
5. Telajakan sebagai bentuk kearifan lokal dalam penataan telajakan yang umumnya
Kehidupan masyarakat pedesaan tidak dapat dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai budaya di
dilepaskan dari tatanan nilai dan konsep-konsep Bali antara lain:
yang bersifat keyakinan dan budaya lokal daerah a) Mendukung fungsi dimana telajakan itu
setempat. Menjaga keberadaan telajakan baik berada, sehingga memberikan manfaat yang
18
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

tepat bagi tempat telajakan itu berada atau perlindungan, sebagai kebutuhan
beserta lingkungan disekitarnya. spiritual, kebutuhan ekonomi, obat-obatan,
b) Memanfaatkan unsur-unsur alam dalam serta estetika. Contoh untuk tanaman adalah
penataan telajakan, antara lain: tumbuhan, pohon kelapa, bunga kenanga, bunga
tanah, air dan udara. kamboja, bunga kembang sepatu,cempaka
c) Adanya keseimbangan antara unsur-unsur bunga, gardenia,pandanaceae Sp, dll.
alam dalam penataan telajakan, sehingga g) Elemen lain seperti lampu taman, pot, dll.
terciptanya keselaran dan keharmonisan
lingkungan
d) Memiliki keselarasan terhadap kemampuan
ekonomi pemilik lahan dan interaksi sosial
yang terjadi di area telajakan.
e) Karakter yang diciptakan dari penataan
telajakan didasarkan pada konsepsi Tri Hita
Karana yaitu dapat menyelaraskan hubungan
manusia dengan lingkungan; manusia dengan
manusia dan manusia dengan Tuhan.

Umumnya, tejalakan dapat dibentuk oleh


elemen penting lansekap sebagai berikut
(Yudantini, 2012) dan dapat dilihat pada Gambar
3:
a) Ruang yang berarti area dengan lebar dari 1
meter hingga 2,2 meter menurut Arsitektur
Tradisional Bali dan lebar area dari 0,5 meter
hingga 2,0 meter sesuai dengan peraturan
Bali No 10/1999. Area ini disediakan oleh Gambar 3. Layout Telajakan Berdasarkan Asta
Kosala-Kosa
rumah tangga di sepanjang lebar rumahnya.
Sumber : Dwijendra, 2010.
b) Pagar tradisional (penyengker). Pagar
tradisional adalah batas dinding antara di Penataan yang telah dilaksanakan oleh
dalam dan di luar halaman rumah. Batas masyarakat Desa Wisata Pinge antara lain:
pagar Bali biasanya dilengkapi oleh paduraksa a) Menjaga ekologi lingkungan dengan menata
(Bergabung di antara pagar pojok) area telajakan secara teras tering mengingat
c) Drainase di depan rumah adalah untuk air lahan desa yang berkontur, menata drainase
limbah dan pembuangan air hujan baik dari sepanjang telajakan dan menanam
dalam halaman rumah maupun dari jalan. pohonperindang/peneduh, tanaman
d) Patung-patung tradisional ditempatkan hias(tanaman yang familiar di kawasan
berpasangan dan dipercaya secara rohani Pinge), dan rumput;
sebagai penjaga rumah. Patung-patung b) Menerapkan konsep Tri Hita Karana dalam
tradisional yang biasanya digunakan adalah tatanan pola ruang, dimana telajakan
yang didasarkan pada kepercayaan lokal. merupakan bagian dari palemahan
e) Tempat untuk menempel penjor, harus (hubungan harmonis antara manusia dengan
berbentuk lubang dengan diameter sekitar 8 lingkungan) yang ditempatkan pada area
-10 sentimeter dan disesuaikan dengan nista di unit hunian warga yang difungsikan
diameter bambu sebagai tongkat penjor. Ini sebagai ruang terbuka hijau; menancapkan
penjor biasanya menempel pada hari upacara penjor saat hari raya keagamaan Hindu di Bali
Galungan sebagai simbol kemuliaan kebaikan. ; dan
f) Tanaman diadaptasi sesuai dengan c) Menjaga tampilan/estetika pada penataan
lingkungan setempat, dan ia memilih untuk penanaman pohon, tanaman hias, rumput
mengungkapkan identitas, sebagai penyangga dan ornamen taman (patung, lampu taman,
19
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

pot dll) mengingat telajakan di Desa Wisata 7. Pengelolaan dan Regulasi Telajakan Koridor
Pinge merupakan salah satu potensi wisata Permukiman Desa Wisata Pinge
yang dapat menarik minat wisatawan datang
berkunjung (Jadrayasa, 2017). Saat ini kondisi telajakan yang difungsikan
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya sebagai Ruang Terbuka Hijau di area koridor Desa
perbedaan penataan pada telajakan pada koridor Wisata Pinge masih dalam tahap penataan dan
disebabkan oleh tingkat partisipasi (sadar wisata) penertiban. Ada beberapa unit hunian warga
masyarakat dalam mengembangakan potensi yang didapati belum menata dan sengaja
desa wisatanya antara lain: (a) perbedaan melakukan pelanggaran mengenai aturan terkait
kondisi/kemampuan ekonomi masyarakat desa; dengan penataan telajakan karena keinginan
(b) beberapa warga yang tinggal di luar desa mereka membuka usaha dalam memawadahi
sehingga tidak sempat merawat telajakan industri pariwisata Pinge.
mereka dengan teratur; dan (c) tanaman di Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak
telajakan merupakan tanaman hias komoditi I Made Denayasa selaku Bendesa Adat (kepala
sehingga saat masa panen, telajakan akan desa secara adat) Pinge, bahwa status lahan dari
terlihat sedikit gundul (Gambar 4). area telajakan di Desa Wisata Pinge adalah tanah
ulayat. Berdasarkan Undang-undang No.5 Tahun
1960 tentang Perat Tanah Ulayat adalah tanah
bersama para warga masyarakat hukum adat
yang bersangkutan. Penataan telajakan
permukiman ini dilakukan atas dasar partispasi
Telajakan di bagian Telajakan yang ditanami
utara desa yang dalam tanaman untuk komoditi aktif masyarakat Desa Pinge sendiri. Lahan di
penataan area telajakan merupakan lahan bersama milik
desa yang penataan dan perawatannya
dilipahkan kepada warga yang mendiami unit
hunian dimana telajakan itu berada. Aparat desa
berperan sebagai pengawas dan koordinator
Telajakan yang Telajakan yang ditanami dalam penataan tejakan koridor desa. Segala
ditanami tanaman tanaman untuk komoditi
untuk kebutuhan saat usai panen sesuatunya telah disepati dalam rapat
spiritual masyarakat desa dan disahkan dalam bentuk
perarem dan awig-awig desa sebagai payung
Gambar 4. Kondisi penataan telajakan Desa Pinge
hukumnya.
(sumber: hasil analisis, 2018)
Regulasi desa yang terkait dengan penataan
Upaya-upaya pelestarian telajakan yang telah telajakan tetap lestari sebagai RTH adalah berupa
dilaksanakan oleh masyarakat Desa Wisata Pinge, perarem desa. Secara garis besar perarem Desa
yaitu: Pinge tentang telajakan, antara lain:
a) Mamberikan pengarahan kepada a) Masyarakat tidak boleh melakukan
masyarakatnya melalui kegiatan sangkep pembangunan fisik/ perkerasan di zona
(rapat desa) mengenai pentingnya telajakan, apapun alasannya.
keberadaan dan kebersihan telajakan sebagai b) Jika ditemukan pelanggaran, maka
ruang terbuka hijau untuk menunjang masyarakat diminta segera memindahkan/
kepariwisataan di Desa Pinge. membongkar bangunan fisik/ perkerasan
b) Meningkatkan kegiatan gotong-royong untuk untuk dikembalikannya menjadi Ruang
menjaga kebersihan telajakan dan jalan Terbuka Hijau. Jika masyarakat tak mau
sepanjang koridor desa (tidak boleh ada maupun tak mampu, maka desa yang akan
sampah terutama sampah plastik dan mengambil alih proses pembongkaran dan
material bangun); kerapian tanaman dan mengembalikannya menjadi RTH.
penataan pola tanam tanaman yang ada c) Masyarakat pinge tidak boleh memajukan
sepanjang koridor agar indah dipandang. garis batas penyengker (mengambil bagaian
dari zona telajakan = RTH), jika terjadi
20
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

pelanggaran maka akan diberlakukan hal yang  sebagai sebuah bentuk kearifan lokal yang
sama seperti poin no.2 dijaga dengan baik eksitensinya oleh
Penertiban dilaksanakan dengan tegas oleh masyarakat setempat berdasarkan konsep
aparat desa, namun pembinaan terhadap Tri Hita Karana.
warganya dilaksanakan dengan cara b) Konsep penataan dan upaya pelestarian
kekeluargaan. Terjadi pelanggaran di salah satu telajakan di sepanjang koridor permukiman
rumah penduduk yang mendirikan tempat usaha Desa Wisata Pinge antara lain
di area telajakan koridor desa. Indikasi  Penataan telajakan diterapkan dengan
pelanggaran yang bermotif ekonomi ini telah menerapkan konsepsi-konsepsi yang
terjadi saat belum diperlakukannya awig-awig, bersifat lokal (kearifan lokal) yang berlaku di
namun setelah itu pemilik usaha tetap bersikeras Desa Wisata Pinge
mempertahankan keberadaan tempat usahanya.  Pengelolaan telajakan dilaksanakan dengan
Alasan berdirinya tempat usahanya lebih dahulu menerapkan konsepsi Tri Hita Karana;
ada dibandingkan penetapan awig-awig desa. menumbuhkan kesadaran dan peran aktif
Aparat desa memberi kelonggaran hingga akhit masyarakat dan sistem sanksi sesuai yang
tahun 2018, jika bersangkutan tetap bergeming disepakati dalam perarem Desa Pinge.
maka aparat akan mengambil tindakan tegas. c) Regulasi dan sistem pengelolaan
 Desa Pinge telah memiliki peraturan lokal
dalam bentuk awig-awig dan perarem desa
yang mengatur dan melindungi keberadaan
telajakan, serta sanksi yang diberikan bagi
yang melakukan pelanggaran.
 Partisipasi aktif masyarakat sangat
dibutuhkan dalam penataan dan
pengelolaan aset desa wisata seperti
Gambar 3. Kasus pelanggaran di area telajakan
(bangunan warung) telajakan salah satunya.
Sumber : Dewi, 2017
DAFTAR PUSTAKA
E. PENUTUP
Dewi, Ni Putu Atik Pradnya. 2018. Konsep
Mengamati dan mengkaji mengenai Pengembangan secara Mandiri Desa Wisata
keberadaan telajakan yang ditata dan dijaga Pinge, Kecamatan Marga, Kabupaten
kelestariannya oleh masyarakat lokal sepanjang Tabanan: Sebuah Kajian Keruangan secara
koridor permukiman Desa Wisata Pinge, dapat Eksploratif. Tesis Program Magister
ditarik kesimpulan : Arsitektur Perencanaan Manajemen dan
a) Keberadaan telajakan di sepanjang koridor Pembangunan Desa/Kota yang tidak
Desa Wisata Pinge memiliki fungsi dan dipublikasi. Denpasar: Fakultas Teknik,
keunikan dapat memberikan pengaruh Universitas Udayana.
signifikan sebagai salah satu potensi desa Dharmayuda, I Made Suasthawa. 1987. Status
dalam kegiatan pariwisata yang berlangsung, dan Fungsi Tanah Adat Bali Setelah
antara lain: Berlakunya UUPA. Denpasar. CV. Kayumas
 sebagai ruang terbuka hijau yang berkaitan Agung.
keseimbangan ekologis Dwijendra, NK Acwin. 2013. “Telajakan” Ruang
 sebagai wajah koridor desa, telajakan Terbuka Hijau Tradisional Bali. Jurnal Ipteks
dapat memberikan identitas desa dan “New Media” Volume 4 Nomor 2
meningkatan kulitas visual suatu kawasan Instruksi Menteri Dalam Negeri no.14/1998
wisata. tentang Fungsi Taman Telajakan sebagai
 sebagai ruang transisi yang keberadaannya Ruang Terbuka Hijau
sebagai ruang penyangga

21
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)
UNDAGI Jurnal Arsitektur, Volume 6, Nomor 1, Bulan Juni, Tahun 2018, p-ISSN 2338-0454 (print), e-ISSN 2581-2211 (online)

Joga, Nirwana dan Iwan Ismaun. 2011. RTH 30% Daftar Informan
Resolusi (Kota) Hijau. Gramedia Pustaka
Drs.I Made Denayasa, 60 tahun, Bendesa Adat
Utama. Jakarta
Pinge dan Ketua Pokdarwis Pinge Asri (20
Kaler, I Gusti Ketut. 1983. Butir-butir Tercecer Nopember 2016)
tentang Adat Bali. Denpasar: Bali Agung I Made Jadrayasa, 54 tahun, Sekretaris Desa dan
Mahardika, dkk. 2016. Identifikasi Telajakan di Ketua Pengelola Desa Wisata Pinge (12 Mei
Desa Pakraman Nyuh Kuning, Kecamatan 2017)
Ubud Kabupaten Gianyar. Arsitektur I Wayan Dibia, 56 tahun, Sekretaris Pengelola
Lansekap Vol. 2, no. 1, April 2016. Desa Wisata Pinge (19 April 2017)
Muallisin, Isnaini. 2007. Model Pengembangan
Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kota
Yogyakarta. Jurnal Penelitian Bappeda Kota
Yogyakarta, hal.5-14, [online],
(http://www.jogjakota.go.id/app/modules/
banner/images/1222102800_volume2.pdf.,
diakses pada tanggal 26 Juli 2011).
Nurhayati. 2009. Manajemen Pengambangan
Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata. Jakarta.
Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective
and Challenges. Makalah bagian dari
Laporan Konferensi Internasional mengenai
Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Hal. 2-3
Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaat Ruang Terbuka Hijau.
Pitana, I Gde dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi
Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Paturusi, S. A. dan Diartika. I W. 2010. Menuju
Kota Hijau, Melalui Kearifan Lokal
(Memberdayakan Potensi Terpendam Tri
Kahyangan di Denpasar sebagai Hijauan
Kota yang Abadi. (online). Jurnal Local
Wisdom
Suansri, Potjana. 2003. Community Based
Tourism Handbook. Thailand: Rest Project.
Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan
Windia, Wayan. 2006. Transformasi Sistem
Irigasi Subak yang Berlandaskan Konsep
Tri Hita Karana. Pustaka Bali Post:
Denpasar.
Yudantini, Ni Made (2012) Natah And
Telajakan:The Role And Identity In
Indigenous Villages. Proceedings of
International Seminar on Place Making and
Identity. Department of Architecture,
Universitas Pembangunan Jaya, Indonesia.

22
Eksistensi Telajakan Di Koridor Permukiman Desa Wisata Pinge, Kabupaten Tabanan
(Halaman 13 – 22)

Anda mungkin juga menyukai